“EMULSIFIKASI”
OLEH:
OLEH:
KELOMPOK I (SATU)
GELOMBANG I (SATU)
Asisten Pembimbing
GOWA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emulsi adalah sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan yang
tidak larut satu sama lain. Sistem emulsi banyak dijumpai penggunaannya
dalam farmasi. Dibedakan antara emulsi cairan, yang ditentukan untuk
kebutuhan dalam dan emulsi untuk penggunaan luar.
Ahli fisika menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang tidak
stabil secara termodinamis dari dua cairan yang pada dasarnya tidak saling
bercampur.
Pada percobaan ini kita akan mempelajari cara pembuatan emulsi
dengan menggunakan emulgator dari golongan surfaktan yaitu tween 80 dan
span 80. Dalam pembuatan emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor
yang paling penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu
emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan.
Penerapannya dalam bidang farmasi banyak yang digunakan dalam
pengamatan tentang beberapa senyawa yang larut lemak seperti vitamin dan
diabsorbsi sempurna jika diemulsikan dibandingkan pemberian peroral. Juga
digunakan pada produk farmasi dan kosmetik untuk pemakaian luar terutama
untuk lotion dermatologik dan lotion kosmetik serta krim. Digunakan pula
dalam produk aerosol untuk menghasilkan busa.
C. Prinsip Percobaan
Pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator golongan
surfaktan dengan variasi HLB butuh yang kemudian dibandingkan
kestabilannya dengan mengamati volume emulsi, volume sedimentasi, warna,
dan pemisahan fase selama 3 hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil,
terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair
lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emulgator (Tim Asisten,
2008 : 30).
Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang
mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi. Sediaan emulsi
merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik karena memberikan
pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa bahan
berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien (Jenkins, 1957 : 314).
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan masa terdispersinya, dikenal dua jenis emulsi, yaitu : (Ansel,
1989 : 77)
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak terdispersi dalam fase
air.
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase air terdispersi dalam fase
minyak.
Menurut teori umum emulsi klasik bahwa zat aktif permukaan mampu
menampilkan kedua tujuan yaitu zat-zat tersebut mengurangi tegangan
permukaan (antar permukaan) dan bertindak sebagai penghalang
bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi pada antarmuka atau
lebih tepat pada permukaan tetesan-tetesan yang tersuspensi. Zat pengemulsi
memudahkan pembentukan emulsi dengan 3 mekanisme : (Ansel, 1989 :
385).
1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis.
2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang halus-pembatas mekanik
untuk penggabungan.
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk
mendekati partikel.
HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di
bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe
sistem.
B. Uraian Medium
1. Aquadest (Dirjen POM, 1979 : 96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : air suling, aquadest, air baterig
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : fase pendispersi
2. Tween 80 (Dirjen POM, 1979 : 509)
Nama resmi : POLYSORBATUM 80
Nama lain : polisorbatum 80, tween 80
Pemerian : cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir
tidak berasa
Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etanol 94 % P, dalam
etil asetat P, dan dalam methanol P, sukar larut dalam
parafin cair
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai emulgator
HLB : 15
3. Span 80 (Raymond, 2009; 475)
Nama resmi : SORBITAN MONOOLEAT
Nama lain : Ssorbitan, span 80
Rumus molekul : C3O6H27Cl17
Berat molekul : 768,5 g/mol
Pemerian : serbuk, butiran atau kepingan putih, rasa manis,
higroskopis
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol
95 % P, dalam methanol P, asetat P
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai emulgator
HLB : 4,3
4. Parafin cair (Dirjen POM, 1979 : 474)
Nama resmi : PARAFFINUM LIQUIDUM
Nama lain : parafin cair
Pemerian : cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir
tidak berbau
Kelarutan : praktis tidak larut di dalam air dan dalam etanol 95 %
P, larut dalam kloroform P dan dalam eter P
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Kegunaan : fase terdispersi
B. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang tween 80 dan span 80 dalam cawan porselin sesuai dengan
perhitungan untuk membuat emulsi dengan HLB butuh 8, HLB butuh 10
dan HLB butuh 12.
3. Ditimbang 75 g air suling dan ditimbang paraffin liquid 22 g di dalam
cawan porselin.
4. Dicampurkan terlebih dahulu span 80 dan paraffin liquid hingga
tercampur merata.
5. Dicampurkan sedikit demi sedikit fase minyak ke dalam fase air lalu
dikocok dengan mixer (yang dibagi dalam 5 kali penuangan dengan
selang waktu 15 detik) selama 45 detik.
6. Dimasukkan emulsi ke dalam gelas ukur 250 ml.
7. Dilakukan hal yang sama pada HLB butuh 10 dan HLB butuh 12.
8. Dilakukan pengamatan selama 3 hari.
9. Ditentukan kestabilan emulsi berdasarkan perubahan warna, perubahan
volume dan pemisahan fase.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Pengamatan
Volume Volume Pemisahan
Hari HLB Warna
emulsi (mL) sedimentasi (mL) warna
8 55 - Putih susu -
1 10 51 - Putih susu -
12 54 - Putih susu -
Putih susu*
8 49 36 +
Putih keruh**
Putih susu*
2 10 50 43 ++
Putih keruh**
Putih susu*
12 50 43 ++
Putih keruh**
Putih susu*
8 49 38 +
Putih keruh**
Putih susu*
3 10 50 43 ++
Putih keruh**
Putih susu*
12 50 43 ++
Putih keruh**
Ket :
* : lapisan atas
** : lapisan bawah
B. Perhitungan
R/ Parafin cair 10 %
Emulgator 5%
Aquadest ad 50 mL
Diketahui :
- HLB tween 80 : 15
- HLB span 80 : 4,3
- Bobot butuh : 2,5
- Bobot tween 80 :T
- Bobot span 80 : 2,5 g - T
1. HLB butuh 8
Parafin cair = 10/100 x 50 mL = 5 mL
= 5 mL x 0,88 g/mL
= 4,4 g
Emulgator = 2,5 g
HLBB x BobotB = (HLBT x BobotT) + (HLBS x BobotS)
8 x 2,5 g = (15 x T) + {4,2 x (2,5 g – T)}
20 g = 15T + 10,5 g – 4,2T
9,5 g = 10,8T
T = 0,88 g
S = 2,5 g – 0,88 g
= 1,62 g
2. HLB butuh 10
Parafin cair = 10/100 x 50 mL = 5 mL
= 5 mL x 0,88 g/mL
= 4,4 g
Emulgator = 2,5 g
HLBB x BobotB = (HLBT x BobotT) + (HLBS x BobotS)
10 x 2,5 = (15 x T) + {4,2 x (2,5 g – T)}
25 g = 15T + 10,5 g – 4,2T
14,5 g = 10,8T
T = 1,34 g
S = 2,5 g – 1,34 g
= 1,16 g
3. HLB butuh 12
Parafin cair = 10/100 x 50 mL = 5 mL
= 5 mL x 0,88 g/mL
= 4,4 g
Emulgator = 2,5 g
HLBB x BobotB = (HLBT x BobotT) + (HLBS x BobotS)
12 x 2,5 g = (15 x T) + {4,2 x (2,5 g – T)}
30 g = 15T + 10,5 g – 4,2T
19,5 g = 10,8T
T = 1,80 g
S = 2,5 g – 1,80 g
= 0,70 g
BAB IV
PEMBAHASAN
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri
dari paling sedikit dua fase sebagai globul-globul dalam fase cair yang lainnya.
Sistem ini biasanya distabilkan dengan adanya emulsi. Dalam bidang farmasi,
emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak terdispersi ke dalam air.
2. Emulasi air dalam minyak, yaitu bila fase air terdispersi ke dalam minyak.
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal empat macam teori
yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda.
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi di bidang batas,
semakin sulit kedua zat cair tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi
pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau
senyawa elektrolik, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa
organik tertentu, antara lain sabun (sapo). Dalam teori ini dikatakan bahwa
penambahan emulgator akan menurunkan atau menghilangkan tegangan yang
terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah
bercampur.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan
adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang
bersifat suka air atau mudah larut dalam air, dan ada bagian yang suka
minyak atau mudah larut dalam minyak.
Jadi, setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Kelompok hidrofilik, yaitu bagian emulgator yang suka air.
b. Kelompok lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka minyak.
3. Teori Film Plastik (Interfacial Film)
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara
air dan minyak sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus
partikel fase dispers atau fase internal. Dengan terbungkusnya partikel
tersebut, usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi
terhalang. Dengan kata lain, fase dispers menjadi stabil. Untuk memberikan
stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah :
a. Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak.
b. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers.
c. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua
partikel dengan segera.
4. Teori Lapisan Listrik Rangkap (Electric Double Layer)
Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan
lapisan berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan
di depannya.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara
di bawah ini :
a. Terjadinya ionisasi molekul pada permukaan partikel.
b. Terjadinya absorbs ion oleh partikel dari cairan di sekitarnya.
c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan di sekitarnya.
Apabila menggunakan surfaktan sebagai emulgator dapat pula terjadi
emulsi dengan sistem yang kompleks (multiple emulsion). Sistem ini merupakan
jenis emulsi air-minyak-air atau sebaliknya.
Dalam pembuatan emulsi, pemilihan suatu emulgator merupakan faktor
yang penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang banyak digunakan adalah
zat aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja
emulgator ini adalah menurunkan tegangan antarmuka air dan minyak serta
membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdispersinya. Tipe
emulsi dapat ditentukan dari jenis surfaktan yang digunakan. Secara kimia,
molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar. Apabila surfaktan
dimasukkan ke dalam sistem dari air dan minyak, maka surfaktan yang
mempunyai gugus polar lebih kuat akan cenderung membentuk emulsi minyak
dalam air sedangkan bila gugus non polar yang lebih kuat maka akan cenderung
membentuk emulsi air dalam minyak.
Pada percobaan ini, mula-mula ditentukan jumlah span 80 dan tween 80
serta bahan lain yang akan digunakan. Pencampuran bahan berdasarkan dari sifat
bahan itu. Tujuannya, bahan yang berfase air dicampur dengan air itu sendiri dan
untuk fase minyak juga pada fase minyak itu sendiri.
Jumlah tween 80 dan span 80 untuk HLB 8 adalah 0,88 g dan 1,62 g,
untuk HLB 10 adalah 1,34 g dan 1,16 g, dan untuk HLB 12 adalah 1,80 g dan
0,70 g. Pencampuran dilakukan pada suhu ruang alasannya agar kedua fase
tersebut memiliki kesetaraan suhu sehingga yang membedakan dari kedua fase
hanya nilai HLB-nya. Selain itu, kedua fase juga memiliki titik lebur yang sama
(20 oC) sehingga tidak ada salahnya memberikan perlakuan yang sama. Hal
selanjutnya adalah pengocokan campuran dengan cara intermitten menggunakan
mixer selama 5 menit dan diistirahatkan setiap 15 detik. Pengocokan intermitten
dilakukan untuk memberikan kesempatan pada minyak untuk terdispersi ke dalam
air dengan baik serta emulgator dapat membentuk lapisan film pada permukaan
fase terdispersi.
Pengamatan dilakukan selama 3 hari. Tujuannya untuk melihat pemisahan
antara fase air dan fase minyak, perubahan warna dari kedua fase tersebut, dan
volume dari emulsi setelah 3 hari kemudian. Penyimpanan emulsi dilakukan pada
suhu kamar dalam keadaan tertutup aluminium foil untuk mengetahui kestabilan
emulsi dimana terjadi penurunan suhu. Kondisi ini akan menyebabkan dan
mempercepat pengamatan kita terhadap stabil atau tidaknya suhu emulsi.
Pada hari pertama HLB 8, volume emulsi 55 mL dan sudah termasuk
volume busa 8 mL. Larutan berwarna putih susu dan tidak terjadi pemisahan fase.
Pada hari kedua, terjadi pemisahan fase, fase atas berwarna putih susu dan fase
bawah putih keruh, begitu pula dengan volume pada hari ketiga, namun volume
sedimennya 38 mL.
Pada hari pertama HLB 8, volume emulsi 51 mL dan sudah termasuk
volume busa 2 mL. Larutan berwarna putih susu dan tidak terjadi pemisahan fase.
Pada hari kedua, volume emulsi menjadi 50 mL, terjadi pemisahan fase dengan
fase atas berwarna putih susu dan fase bawah putih keruh, serta volume
sedimennya 43 mL. Pada hari ketiga, pemisahan fase, volume emulsi, sedimen,
dan warna emulsi sama seperti hari kedua.
Pada hari pertama HLB 12, volume emulsi 54 mL dan sudah termasuk
volume busa 6 mL. Pada hari kedua, volume emulsi menjadi 50 mL, terjadi
pemisahan fase dan perubahan warna, serta terbentuk sedimen. Datanya sama
seperti pada HLB 10.
Berdasarkan pada pengamatan ketiga emulsi dengan HLB yang berbeda
tersebut, dapat disimpulkan bahwa emulsi dengan HLB 8 lebih stabil daripada
HLB 10 dan HLB 12 karena pada pengamatan hari pertama, volume sedimen
emulsi ini lebih kecil dari kedua HLB lain yaitu 36 mL sedangkan HLB 10 dan
HLB 12 adalah 43 mL.
Berdasarkan literatur, HLB butuh parafin cair untuk emulsi M/A adalah
12, namun pada percobaan terjadi kesalahan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan dari emulsi di
antaranya :
1. Suhu pemanasan tidak konstan;
2. Perbedaan intensitas pengadukan;
3. Pencampuran kurang merata;
4. Kekompakan dan elastisitas film yang melindungi zat terdispersi; dan
5. Suhu yang tidak sama dengan kedua fase ketika dicampur.
Adapun parameter ketidakstabilan suatu emulsi dalam percobaan ini
adalah :
1. Creaming
Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, yaitu satu
bagian mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversible, artinya jika dikocok perlahan-lahan akan
terdispersi kembali.
2. Koalesensi
Koalesensi adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel
rusak dan butir minyak berkoalesensi atau menyatu menjadi fase tunggal
yang memisah.
3. Infers fase
Infers fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A menjadi A/M
secara tiba-tiba atau sebaliknya. Sifatnya irreversible.
Hubungan volume sedimentasi dengan ketidakstabilan emulsi adalah
semakin besar volume sedimentasi semakin tidak stabil suatu emulsi.
Dalam dunia farmasi, pengujian kestabilan emulsi penting untuk diketahui
pada HLB berapa emulsi stabil sehingga suatu sediaan emulsi yang akan dibuat
tidak mengalami kerusakan.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan ini, diperoleh hasil bahwa HLB 8 lebih stabil daripada
HLB 10 dan HLB 12 karena volume sedimen yang lebih sedikit daripada
HLB 10 dan HLB 12, begitupun dengan pemisahan fasenya.
Ditimbang 75 g aquadest
dan
22 g paraffin liquid
Dicampur span 80
dan
paraffin liquid
(fase minyak)
Dicampur air
dan
tween 80
(fase air)
Dimasukkan ke
Dilakukan hal yang sama
dalam gelas kimia
untuk
250 ml dan
HLB butuh 8, 10 dan 12
ditutup dengan
alumunium foil