Anda di halaman 1dari 6

Nama : Akbar Mahardika

NPM : 2301180207
Kelas : 4-17
No. Absen : 02

PPN Atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik


Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dikenakan atas kegiatan transaksi
jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang
telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Menurut pasal 4 ayat (1) UU PPN disebutkan
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
Dengan perkembangan zaman yang semakin cepat mulai muncul jenis Barang Kena
Pajak,Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Jasa Kena Pajak dalam bentuk digital yang
belum ada sebelumnya seperti game online,situs streaming film, streaming musng sehingga
pengenaan PPN bagi Barang Kena Pajak, Barang Kena Pajak Tidak Berwujud,dan juga Jasa
Kena Pajak harus diperbarui seiring perkembangan zaman. Untuk meningkatkan penerimaan
Negara apalagi disaat pandemi COVID-19 yang menyebabkan keuangan negara defisit maka
Direktorat Jenderal Pajak akan mengenakan PPN dengan tarif 10% atas pembelian produk dan
jasa digital dari pedagang atau penyelenggara perdagangan melalui system elektronik (PSME).
Apalagi dengan banyak masukknya produk digital asing yang masuk ke dalam daerah pabean
sehingga berpeluang untuk meningkatkan penerimaan negara.
Berdasarkan keterangan resmi Kementrian Keuangan,Pengenaan pajak untuk poduk digital
berlaku untuk pemanfaatan atau impor produk dan jasa dari luar negeri , yang telah mencapai
nilai transaksi atau jumlah traffic dan pengakses tertentu dalam kurun waktu 12 bulan. Kebijakan
ini adalah tindakan pemerintah untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan untuk semua pelaku
usaha,di dalam maupun luar negeri, baik konvensional maupun digital. Selain itu,kebijakan ini
untuk melaksanakan Pasal 6 ayat 13a Perpu No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan
Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan COVID 19 sehingga pemerintah
menetapkan PMK ( Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 48/PMK.02/2020 sebagai turunannya.
Menurut PMK tersebut, Barang digital sesuai Pasal 1 ayat 6 yang berbunyi adalah setiap barang
tidak berwujud yang berbentuk informasi elektronik atau digital meliputi barang yang merupakan
hasil konversi atau barang yang pengalihwujudan baik secara aslinya berbentuk
elektronik,termasuk kecuali tak terbatas pada piranti lunak,multimedia, dan/atau data elektronik.
Sedangkan yang dimaksud jasa digital yang dikenakan PPN sesuai Pasal 1 ayat 7 yang
berbunyi Jasa Digital adalah jasa yang dikirim melalui internet atau jaringan elektronik,bersifat
otomatis atau hanya melibatkan sedikit campur tangan manusia, dan tidak mungkin untuk
memastikannya tanpa adanya teknologi informasi,termasuk tetapi tidak terbatas pada pelayanan
jasa berbasis piranti lunak. Dengan peraturan ini maka produk digital yang memiliki potensi
ekonomi yang signifikan dan telah mengambil manfaat ekonomi dari Indonesia melalui transaksi
perdagangan akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan ini berarti produk digital seperti
Netflix, Zoom, Steam, Spotify, Aplikasi game dan lainnya akan dikenakan pajak tersebut.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan, ketentuan ini membuat produk
digital serta jasa daring dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti produk konvensional
maupun produk digital sejenis produksi pengusaha dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan Negara dalam rangka mengatasi dampak wabah pandemic COVID
19 dan menjaga kredibilitas anggaran Negara serta stabilitas perekonomian Negara dimasa
krisis global seperti ini. Implementasi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai untuk produk
perdagangan melalui sistem elektronik saat ini merupakan waktu yang sangat tepat. Traffict
digital di Indonesia pasti meningkat karena adanya kebijakan work from home (WFH).
Pemerintah dalam hal ini harus berhati-hati dalam menerapkan pungutan pajak digital,
termasuk mengenai skema pungutan dan nominal yang dipakai. Sebab, kebijakan ini
merupakan langkah sepihak yang dilakukan pemerintah . Apabila pajak atas produk digital ini
diterapkan, Indonesia sudah dapat dipastikan bisa menambah sengketa perpajakan
internasional. Pihak-pihak yang bersengketa menggunakan dasar hukum yang berbeda yaitu
ketentuan hukum domestik dan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Pemerintah
harus bisa menekankan kemitraan dengan pelaku usaha yang terkait agar pengenaan pajak
digital berjalan efektif. Kebijakan pengenaan PPN ini akan mencakup para penyedia
layanan over the top dari luar negeri seperti Google Asia Pasifik. Kerja sama yang baik antara
pemerintah dengan perusahaan tersebut menjadi kunci. Karena penyedia layanan kebanyakan
berada di luar negeri, jadi enforcement akan menjadi lebih sulit. Pemerintah harus membuat
aturan teknis yang mengakomodasi kemudahan administrasi bagi perusahaan terkait. Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) dapat mengambil contoh dari ketentuan negara lain yang sudah berjalan
efektif baik bagi negaranya maupun Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Pemerintah harus dapat
memberlakukan sistem hukuman yang tegas dapat membuat efek jera bagi para pelanggar
aturan karena kalau tidak ada hukuman mereka tidak akan patuh.
Perumusan kebijakan ini perlu memperhatikan hal-hal terbaik yang dilakukan negara lain
untuk menyesuaikan dengan kondisi perekonomian di Indonesia. Hal yang harus dicermati
dalam memajaki PMSE ini adalah yang pertama yaitu netralitas, dan yang kedua kemudahan
dan efisiensi dari administrasi. Netralitas dalam pajak ini sangat penting. Pajak tidak boleh
mendistorsi keputusan wajib pajak sehingga lebih memilih satu sistem perdagangan ketimbang
yang lain. Oleh karena itu, negara lain melakukan penerapan tarif PPN yang sama untuk
transaksi digital dan nondigital baik lintas negara maupun dalam negeri. Jika pada ketentuan
PPN saat ini menetapkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib memungut PPN adalah
yang memiliki peredaran bruto di atas Rp4,8 miliar setahun, maka seharusnya batasan ini yang
digunakan untuk menentukan kriteria pemungut PPN PMSE. Apabila dalam
menetapkan treshold ini pemerintah mempertimbangkan faktor lain seperti jumlah traffic atau
pengakses PMSE, maka sebaiknya ketentuan threshold peredaran bruto Rp4,8 miliar tetap
menjadi faktor pertimbangan yang diutamakan. Kemudahan dan efisiensi administrasi
merupakan faktor kedua yang penting juga untuk diterapkan. Namun demikian di beberapa
negara, kewajiban mengumpulkan sejumlah informasi transaksi dan data pelanggan menjadi hal
yang memberatkan, bahkan beberapa kasus dapat melanggar undang-undang privasi yang
mengatur rahasia dagang. Dengan demikian, pemerintah perlu mengembangkan kerjasama
yang kuat untuk membangun basis data PMSE dengan pemungut di luar negeri ataupun pihak
ketiga yang secara langsung memfasilitasi pemanfaatan barang/jasa kena pajak tidak berwujud
melalui PMSE.
Kriteria produk digital impor yang kena pajak adalah
1. Pemungutan pajak berdasarkan besaran nilai transaksi
Dengan kriteria tersebut, maka penunjukan pemungut PPN didasarkan pada atas
besaran nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia, atau jumlah traffic atau pengakses dari
Indonesia tanpa melihat domisili tempat kedudukan pengusaha. Pengusaha yang telah
ditunjuk sebagai pemungut PPN wajib mulai melakukan pemungutan PPN pada bulan
berikutnya setelah keputusan penunjukan diterbitkan.
2. Pengusaha yang membeli barang/jasa digital dapat melakukan pengkreditan pajak masukan
Pengusaha kena pajak yang melakukan pembelian barang dan jasa digital untuk
kegiatan usaha dapat melakukan pengkreditan pajak masukan. Hal ini dapat dilaksanakan
sepanjang bukti pungut PPN telah memenuhi syarat sebagai dokumen yang dipersamakan
dengan faktur pajak yaitu mencantumkan nama dan NPWP pembeli, atau alamat email yang
terdaftar pada sistem Direktorat Jenderal Pajak. Pengaturan selengkapnya mengenai
persyaratan dan tata cara penunjukan, pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dapat
dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020.
3. Pemungutan pajak resmi berlaku 1 Juli 2020
Sebagai informasi, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas produk digital
yang berasal dari luar negeri tersebut akan diberlakukan mulai 1 Juli 2020. Proses ini juga
akan dilakukan oleh pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yaitu
pedagang/penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, atau penyelenggara
PMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak.
Pemungutan,penyetoran,dan pelaporan PPN terhadap produk digital dan jasa digital yang
berasasl dari luar negeri tersebut akan dilakukan oleh pelaku usaha Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik (PMSE), yaitu :
a. Pedagang/penyedia jasa luar negeri
b. Penyelenggara PMSE luar negeri
c. Penyelenggara PMSE dalam negeri
Ketentuan dan kriteria pelaku usaha PMSE yang memungut PPN produk digital dan jasa
digital impor adalah :
a. Nilai transaksi melebihi jumlah Rp600 juta dalam satu tahun atau Rp50 juta dalam satu
bulan
b. Jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah 12 ribu dalam satu tahun atau seribu
dalam satu bulan
c. Pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria tetapi belum ditunjuk sebagai pemungut
PPN, dapat menyampaikan pemberitahuan secara online kepada Direktorat Jenderal
Pajak (DJP)
d. Nilai transaksi dan jumlah traffic yang harus dikenakan PPN ditentukan DJP
e. Pemungut PPN PMSE ditentukan oleh DJP
f. Pemungut PPN PMSE diberikan nomor identitas sebagai sarana administrasi perpajakan
yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas pemungut.
Dengan kriteria tersebut di atas maka penunjukan pemungut PPN didasarkan semata-mata
atas besaran nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia, atau jumlah traffic atau pengakses
dari Indonesia tanpa memandang domisili atau yurisdiksi tempat kedudukan pelaku usaha.
Pemungut PPN PMSE harus membuat bukti pungut PPN, Sesuai Pasal 7 ayat (3) PMK No.
48/2020 tersebut, bukti pungut PPN merupakan dokumen yang kedudukannya dipersamakan
dengan faktur pajak, dibuat berdasarkan pedoman yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak. Bukti pungut PPN produk dan jasa digital dari luar negeri ini dapat berupa commercial
invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis, yang menyebutkan pemungutan PPN dan
telah dilakukan pembayaran. Sama seperti pemungut PPN dalam negeri, pelaku usaha (baik
pribadi maupun badan) yang ditunjuk juga wajib menyetorkan dan melaporkan PPN PMSE dari
produk dan jasa digital impor ini. Penyetoran PPN yang telah dipungut dari konsumen wajib
dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya. Sedangkan pelaporan PPN yang telah dipungut
dan dibayarkan itu dilakukan secara triwulanan, paling lama akhir bulan berikutnya setelah
periode triwulanan berakhir.
Untuk setiap masanya, laporan paling sedikit memuat:
a. jumlah Pembeli Barang dan/atau Penerima Jasa;
b. jumlah pembayaran;
c. jumlah PPN yang dipungut; dan
d. jumlah PPN yang telah disetor.
Semua pelaporan dilakukan melalui kanal daring (online).
Menurut peraturan ini, pemungut PPN PMSE dapat menyetorkan PPN ke kas negara
dengan rupiah, US Dollar, atau mata uang asing lainnya. Tetapi dalam prakteknya, setor pajak
dalam nominal dollar tidak semua bank menerima. Hanya sedikit bank yang menerima. Apalagi
selain US Dollar.
Direktur Jenderal Pajak menunjuk enam perusahaan global yang memenuhi kriteria sebagai
pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang dan jasa digital yang dijual kepada
pelanggan di Indonesia. Enam pelaku usaha yang telah menerima surat keterangan terdaftar
dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut PPN pada gelombang pertama ini antara lain
Amazon Web Services Inc., Google Asia Pacific Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google
LLC, Netflix International B.V., dan Spotify AB. Untuk dapat mengkreditkan pajak masukan,
pengusaha kena pajak harus memberitahukan nama dan NPWP kepada pembeli untuk
dicantumkan pada bukti pungut PPN agar memenuhi syarat sebagai dokumen yang
dipersamakan dengan faktur pajak. 
Pengenaan pajak digital ini mendapatkan respons dari Amerika Serikat, yang muncul karena
banyak perusahaan besar di sektor ekonomi digital dan teknologi asal AS yang beroperasi di
Indonesia, contohnya Amazon, Netflix, dan Google. Kewajiban perusahaan-perusahaan tersebut
untuk mematuhi peraturan mengenai pajak digital dikhawatirkan akan menghambat kegiatan
bisnis mereka. Padahal, pengenaan pajak digital akan memberikan rasa keadilan karena
perusahaan asing akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan perusahaan dalam negeri
yang memang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Hal ini sekaligus untuk menciptakan
level playing field dan kompetisi yang sehat. Diperlukan analisis yang mendalam terhadap
kemungkinan-kemungkinan negatif yang muncul dari dampak pengenaan pajak terhadap
hubungan bisnis Indonesia dengan negara lain, di samping persiapan teknis pengambilan pajak
perusahaan-perusahaan tersebut. PPN atas transaksi PMSE diatur secara teknis dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2020 dan turunannya Peraturan Direktur
Jenderal Pajak No. PER-12/PJ/2020 yang menetapkan besaran 10% untuk dikumpulkan dan
disetorkan oleh perusahaan dengan sistem elektronik dengan kriteria tertentu mulai Agustus
nanti.
Dengan melihat potensi ekonomi yang besar dalam bisnis digital, banyak negara sedang
mengkaji aturan baku mengenai pajak digital itu sendiri. Beberapa negara yang tergabung
dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) selama ini  mengalami
kesulitan dalam memungut pajak dari pengusaha di bidang digital seperti
Netflix,Zoom,Developer game online,dll. Dilihat dari konsepnya, banyak negara yang PPN ini
memiliki persamaan yaitu sebagai pajak yang dikenakan kepada konsumen akhir untuk negara
masing-masing. Namun akibat dari globalisasi, hal tersebut mendorong terjadinya transaksi
perdagangan lintas negara. Adanya potensi bertambahnya risiko pajak berganda dan non-pajak
menjadi pertimbangan OECD (Organization For Economic Co-Operation and Development)
menetapkan arahan petunjuk dalam memajaki perdagangan internasional untuk PPN. OECD
memberikan petunjuk mengenai pemajakan untuk PPN.
Melihat pada petunjuk tersebut bahwa perdagangan internasional yang
menggunakan destination principle atau prinsip tujuan yang menerangkan bahwa PPN
dikenakan untuk Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) sesuai dengan dimana
tempat pemanfaatannya. Perlu untuk diketahui bahwa terdapat pemajakan untuk PPN bagi
perdagangan internasional lainnya menggunakan origin principle atau prinsip asal yaitu PPN
dikenakan untuk Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) sesuai dengan dimana
tempat itu berasal. Namun, hal ini sangat merugikan negara yang dimana produk tersebut
mendapatkan manfaat ekonominya, karena tidak dapat dikenakan pajak untuk PPN.
Kita harus untuk mengapresiasi langkah pemerintah ini dalam mengenakan perpajakan
terhadap produk digital dan jasa online dari luar negeri karena pemajakan ini merupakan salah
satu upaya pemerintah untuk menjunjung tinggi filosofi netralitas dari perpajakan. Konsep ini
menerangkan bahwa perpajakan harus berusaha untuk berlaku netral dan adil untuk berbagai
bentuk perdagangan.
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. 1983. Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai. Lembaran Negara RI Tahun 1983, No. 8. Sekretariat Negara. Jakarta.
Perdana,Hana Adi. 2020. Gak Cuma Netflix, Ini Kriteria Produk Digital Impor yang Kena
Pajak. https://www.idntimes.com/business/economy/hana-adi-perdana-1/gak-cuma-netflix-ini-
kriteria-produk-digital-impor-yang-kena-pajak/3.  Diakses 7 Agustus 2020.
Fitriya. 2020. Daftar Produk Digital Luar Negeri Kena PPN. Netflix, Facebook hingga TikTok.
https://klikpajak.id/blog/berita-regulasi/daftar-produk-digital-luar-negeri-kena-ppn-
netflixfacebookhinggatiktok/#:~:text=Ketentuan%20dan%20kriteria%20pelaku
%20usaha,tertentu%20dalam%20waktu%2012%20bulan&text=Nilai%20transaksi%20dan
%20jumlah%20traffic%20yang%20harus%20dikenakan%20PPN%20ditentukan%20DJP.
Diakses 7 Agustus 2020.
Kementrian Keuangan. 2020. Peraturan Menteri Keuangan No. 48 Tahun 2020 tentang Tata
Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/ atau Jasa Kena
Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem
Elektronik. Kementrian Keuangan. Jakarta.
Avisena,M Ilham Ramadhan. 2020.10 Perusahaan Ditunjuk Pungut PPN Produk Digital Luar
Negeri. https://mediaindonesia.com/read/detail/334692-10-perusahaan-ditunjuk-pungut-ppn-
produk-digital-luar-negeri. Diakses 7 Agustus 2020.

Anda mungkin juga menyukai