Abstract
Road section of Simpang Buatang – Perawang, Siak Regency, Riau was surveyed in the period
of 23-37 July 2003, which aim was to identify the magnitude of damage factor affected by
overloading vehicles passing this road. Method of the Component Analysis using Bina Marga
Standard modified from AASHTO 1972 with some revision in 1981 was applied in the analysis.
It is identified that 40%-45% of the vehicles passing this road were overloading vehicles.
Tandem axle vehicles (with overloading of 3,67 ton or > 40% from the equivalent factor (EF) of
9 ton) increased the damage factor of the vehicles by 3 folds (292,61 %). Triple axel vehicles
(with overloading of 11,46 ton or > 46% from the EF of 25 ton), increases the damage factor by
4 folds (356,99%). As consequences the road lifetime was reduced by 25% from 5 years to 3,2
years.
ABSTRAK
Dari 300.000 km jalan di Indonesia, 40% rusak berat, dan 10% rusak ringan. Kondisi ini
diperparah akibat lalu lintas dengan beban berlebih (illegal overloading) yang berdampak
mempercepat kerusakan jalan terutama jalan-jalan yang ada di Propinsi Riau. Jalur jalan di
Simpang Buatang – Perawang, Siak dipakai sebagai tinjauan studi. Metode Analisa Komponen
Standar Bina Marga yang dimodifikasi dari metode AASHTO 1972 revisi 1981 dipakai dalam
perhitungan penelitian ini. Dari survey di identifikasi bahwa, 40%-45% dari total kendaraan
pengangkut kayu untuk kebutuhan industri kertas di SBP mempunyai muatan yang melebihi
kapasitas standar. Daya rusak roda kendaraan untuk kendaraan 2 sumbu (dengan kelebihan
muatan 3,67 ton dari 9 ton Muatan Sumbu Terberat , MST) dan kendaraan 3 sumbu (dengan
kelebihan muatan 11,46 ton dari, MST 25 ton) meningkatkan nilai daya rusak jalan 3 sampai 4
kali lipat. Umur rencana (UR) jalan berkurang 36% dari 5 tahun menjadi 3,2 tahun.
Kata Kunci : Beban berlebih, kendaraan, lintas ekivalen, daya rusak roda kendaraan, umur
rencana, tebal perkerasan jalan.
1
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
PENDAHULUAN
Berdasarkan data tahun 2003, biaya pemeliharaan dan perbaikan jalan-jalan Nasional,
Propinsi, Kabupaten, dan Kota tidak mencukupi. Dari minimal Rp. 10 trilyun dana yang
diperlukan untuk pemeliharaan dan perbaikan jalan, dana yang dapat disediakan adalah
kurang dari 70% (Rp. 6,6 triliun dengan perincian; Rp. 4,5 trilyun dari PBBKB dan Rp.
2,1 trilyun dari PKB). (Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).
Kondisi ini juga dialami ruas jalan Simpang Buatan-Perawang (SBP). Ruas jalan SBP
dijadikan sample penelitian untuk mengetahui berapa besar pengaruh daya rusak roda
kendaraan dengan kapasitas beban berlebih terhadap pengurangan umur rencana jalan.
Metode Analisa Komponen standar Bina Marga yang dimodifikasi dari metode
AASHTO 1972 revisi 1981 SKBI-2.3.26.1987.UDC.625.73 (Pedoman Penentuan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya, Dirjen Bina Marga, Dept.Pekerjaan Umum, 1983)
dipergunakan didalam penelitian ini.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Dasar
Konstruksi perkerasan jalan direncanakan dengan mengasumsikan bahwa jalan akan
mengalami sejumlah repetisi beban kendaraan dalam satuan standard axle load (SAL)
sebesar 18.000 lbs atau 8,16 ton untuk as tunggal roda ganda (singel axle dual wheel)
(Gambar 1). Di lapangan berat dan konfigurasi sumbu kendaraan didalam perhitungan
perkerasan perlu terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam equivalent standard axle
load (ESAL) (Helmi, 2000, Sylvia, 2000 dan Bina Marga, 1983) yang gaya-gaya nya
terdistribusi pada tiap lapisan perkerasan (Gambar 2).
2
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
8,16 ton
Tekanan angin 11 cm
Gambar Non Skala
= 5,5 kg/cm2
Gambar 1. Beban Sumbu Standar
Sumber: Perkerasan Lentur Jalan Raya, Silvia Sukirman, 1992
Gambar 1. Standard Axle Load
Daya Rusak. Setiap jenis kendaraan mempunyai roda sumbu yang berbeda, antara lain
sumbu tunggal, sumbu ganda dan sumbu triple. Setiap sumbu mempunyai daya rusak
(damage factor) berbeda.
.
Daya rusak yang baik
apabila dimasukkan
kedalam standar axle
8,16 ton (single, tandem,
triple) nilai daya
rusaknya mendekati atau
sama dengan 1 (satu),
tidak lebih (Tabel 2).
Sedangkan nilai daya
rusak atau equivalent
axle load (EAL) suatu
beban sumbu kendaraan
adalah jumlah lintasan
3
Gambar 3. Kendaraan pengangkut kayu gelondongan dengan
beban berlebih
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
sumbu tunggal seberat 18.000 lbs atau 8,16 ton menghasilkan (berdampak) kerusakan
perkerasan yang sama apabila sumbu kendaraan yang dimaksud melintas suatu ruas
jalan dalam satu kali lintasan (Helmi, 2000).
Faktor Ekivalen. Setiap kendaraan memiliki faktor ekivalen yang berbeda berdasarkan
jenis kendaraannya. Faktor ekivalen ini dalam Satuan Mobil Penumpang, dapat dilihat
pada Tabel 1. Tabel ini menunjukkan bahwa mobil penumpang mempunyai faktor
ekivalen 1 sedangkan truk berat (>10 ton) mempunyai faktor ekivalen 3.
Muatan Sumbu Terberat, MST kendaraan dapat merujuk dari angka asumsi dasar
yang dipresentasikan pada Tabel 2. Untuk kendaraan berat sumbu tandem, misalnya
diasumsikan sumbu depan kendaraan lebih berat bebannya dari sumbu belakang
(dengan perbandingan 60% - 40%), yang diambil adalah yang terberat (60%). Pada
pehitungan analisa perkerasan untuk kasus Ruas jalan Simpang Buatan-Perawang (SBP,
Kabupaten Siak) diasumsikan kendaraan dengan berat >8 ton adalah kendaraan dengan
beban berlebih (overloading vehicles) (Departemen Pekerjaan Umum, SKBI-2.3.26.
1987)..
Tabel 2. Hubungan Beban Sumbu Dengan Angka Ekivalen.
Berat Sumbu Angka Ekivalen
(Ton) Sumbu Tunggal Sumbu Tandem Sumbu Triple
1 0,0002 - -
2 0,0036 - -
3 0,0183 - -
4 0,0577 - -
5 0,141 - -
6 0,2923 - -
7 0,5415 - -
8 0,9238 0,0794 0,0489
8,16 1 0.086 0,053
9 1,4798 0,1272 0,0784
10 2,2555 0.194 0,1195
11 3,3023 0,284 0,175
12 4,67 0,4016 0,2475
13 6,4419 0,554 0,3414
14 8,6647 0,7452 0,4592
15 11,4184 0,982 0,6052
4
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
Tabel 2. (lanjutan)
Berat Sumbu Angka Ekivalen
(Ton) Sumbu Tunggal Sumbu Tandem Sumbu Triple
21 43,8648 3,7724 2,3248
22 52,836 4,5439 2,8003
23 63,1176 5,4282 3,3452
24 74,8314 6,4355 3,966
25 88,1047 7,577 4,6695
Umur Rencana Jalan. Artinya adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka
untuk melayani lalu lintas kendaraan (akhir pelaksanaan) sampai diperlukan suatu
perbaikan atau peningkatan yang bersifat struktural. Selama umur rencana tersebut
pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan.
Salah satu kegunaan perkerasan jalan adalah untuk memikul beban lalu lintas pada
lapisan permukaan dan menyebarkannya kelapisan tanah dasar, tanpa menimbulkan
perbedaan penurunan yang dapat merusak struktur tanah dasar. Menurut Sukirman,
(1992) Perkerasan jalan berdasarakan material bahan pengikat dan pendistibusiannya
dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavenment), yaitu suatu jenis perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan mempunyai sifat lentur dimana
setelah pembebanan berlangsung perkerasan akan seperti semula. Pada struktur
perkerasan lentur, beban lalu lintas didistrubsikan ketanah dasar secara
berjenjang dan berlapis (Layer System). Dengan sistem ini beban lalu lintas
didistribusikan dari lapisan atas ke lapisan bawahnya.
2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavenment), yaitu suatu jenis perkerasan jalan
menggunakan portland cement sebagai bahan pengikat dan mempunyai sifat
kaku dimana setelah pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami
perubahan bentuk sehingga tegangan yang terjadi pada dasar perkerasan sudah
kecil sekali.
3. Perkerasan komposit (Composite Pavenment), yaitu perkerasan kaku yang
dikombinasikan dengan perkerasan lentur.
Dalam penelitian ini perkerasan yang dipakai adalah perkerasan lentur.
5
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
Komposisi lalu lintas dihitung pada setiap jenis kendaraan terhadap volume
lalu lintas secara keseluruhan. Pada lalu lintas normal komposisi lalu lintas
normal, komposisi volume tiap jenis kendaraan sesuai dengan berat standar
yang telah ditentukan. Sedangkan pada lalu lintas beban berlebih, komposisi
volume tiap jenis jenis kendaraan sesuai dengan berat kendaraan yang terjadi
pada lalu lintas terutama pada kendaraan yang melebihi muatan sumbu
terberat.
Rumus yang digunakan dalam menentukan komposisi setiap jenis kendaraan
adalah:
Vkend
Vtotal
x 100 % …………………………………………(1)
Jumlah angka ekivalen pada komposisi lalu lintas normal didapat berdasarkan
rumus:
4. Tentukan Jumlah Angka Ekivalen pada Komposisi Lalu Lintas Beban Berlebih
Jumlah angka ekivalen pada komposisi lalu lintas beban berlebih dengan rumus
:
6
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
AE − nr
UP = x UR ……………………………………(5)
AE − bl
METODE PENELITIAN
Studi Literatur dilakukan di awal proses penelitian, pendekatan survey lapangan dan
teknik wawancara terbuka dengan pihak yang terlibat dalam perencanaan proyek.
Survey lapangan juga dilakukan di ruas jalan Simpang Buatang – Perawang, Kabupaten
Siak, Propinsi Riau.
Perencanaan awal adalah berdasarkan survey sebelum jalan dibangun adalah sebagai
berikut:
- Kendaraan Berat = 720 kendaraan atau 52%
- Kendaraan Ringan = 666 kendaraan atau 48%
7
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
Berdasarkan Hasil survey setelah 3 tahun dari rencana awal dan jalan telah mulai
dioperasikan maka diperoleh data sebagai berikut (Tabel 3):
- Kendaraan Berat = 632 kendaraan atau 55%
- Kendaraan Ringan = 512 kendaraan atau 45%
Dari data tersebut terlihat bahwa komposisi kendaraan berat terhadap volume lalu lintas
adalah diatas 50 %, sedangkan komposisi kendaraan berat truk baik 2 sumbu maupun 3
sumbu antara muatan kayu gelondongan dengan standar berdasarkan hasil survey
sebagai berikut:
- Kendaraan Muatan Kayu = 220 kendaraan atau 42%
- Kendaraan bukan muatan Kayu = 305 kendaraan atau 58%
Dari hasil survey (Tabel 4) dapat dilihat bahwa persentase kendaraan dengan muatan
kayu gelondongan memiliki beban berlebih sebesar 48% atau hampir setengah dari
kendaraan bukan muatan kayu.
Tabel 3. Data tipe kendaraan dan LHR
Data Awal dari Konsultan Data Hasil Survey Lapangan
Tipe Kendaraan LHR Tipe Kendaraan LHR
Kendaraan
2 ton 666 kendaraan/hari Kendaraan ringan 2 ton 552 kend / hari
ringan
- Truk 2 sumbu 13 ton 281 kendaraan/hari - Truk 2 sumbu 13 ton 192 kend / hari
- Truk 3 sumbu 20 ton 161 kendaraan/hari - Truk 2 sumbu Beban blb 17 ton 127 kend / hari
- Truk 5 sumbu 30 ton - Truk 3 sumbu 20 ton 113 kend / hari
- Truk 3 sumbu Beban blb 25 ton 93 kend/hari
- Truk 6 sumbu 36 ton 3 kend / hari
1386 kendaraan/
Total Total
hari 1144 kend / hari
Analisa Daya Rusak Roda (Damage Factor) Terhadap Tebal Lapisan Perkerasan
Sebuah kendaraan dikatakan membawa muatan berlebih apabila angka ekivalen beban
sumbu lebih besar dari satu. Dampak negatif muatan sumbu berlebih terhadap
perkerasan jalan dapat ditentukan dengan menghitung nilai daya rusak (Damage factor)
yang ditimbulkan terhadap perkerasan jalan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Kenaikan beban kendaraan mengakibatkan daya rusak (damage factor) yang
ditimbulkan oleh kendaraan terhadap perkerasan bertambah besar (Table.4), dimana
daya rusak rata-rata kendaraan standar dengan kendaraan berlebih adalah:
- Kendaraan 2 sumbu (MST normalnya = 9 ton, di lapangan = 12,67 ton):
8
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
Kelebihan beban rata-rata mencapai 3,67 ton atau 41%, dengan Kenaikan nilai daya
rusak adalah 4,33 atau 293 %.
Berdasarkan volume lalu lintas kendaraan truck dan angka ekivalen masing-masing
jenis kendaraan, dapat diketahui total daya rusak yang terjadi pada masing-masing
kendaraan truk muatan berlebih dengan kendaraan standar, yaitu dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5 Total Daya Rusak Akibat Kendaraan Standar dan Berlebih
Standar Berlebih (Hasil Nilai Kerusakan
Kendaraan Survey lapangan)
Vol AE-Ken Vol AE-Ken Standar Blb Jumlah
Truck 2 sb 192 1,47 127 5,18 282,51 738,12 1020,41
Truck 3 sb 113 7,49 93 34,27 846,14 3187,11 4022,25
Dari uraian diatas baik analisa kelebihan beban, kenaikan nilai daya rusak maupun total
daya rusak akibat kendaraan baik standar maupun berlebih diketahui bahwa secara
umum kendaraan dengan muatan berlebih mempunyai kontribusi terhadap kerusakan
jalan, oleh karena itu untuk mendukung agar pelayanan jalan sesuai dengan umur
rencana jalan maka dimensi lapisan perkerasan dibuat menjadi lebih tebal.
Ironisnya, dilapangan MST kendaraan truk yang melewati ruas jalan itu adalah lebih
dari 8 ton, sehingga dengan ketebalan perkerasan saat ini kerusakan jalan menjadi lebih
cepat dari perkiraan umur rencana (UR) semula.
Penurunan umur pelayanan jalan didapat berdasarkan rumus pada persamaan (19),
yaitu:
9
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
Penurunan pelayanan jalan ini secara fisik dapat dilihat pada permukaan lapisan
perkerasan jalan dengan terjadinya kerusakan-kerusakan jalan seperti terjadinya retak
kulit buaya, retak pinggir, retak susut, retak alur, amblas dan lubang yang terjadi saat
survey lapangan.
Perbandingan tebal struktur jalan sebelum dan sesudah analisa beban berlebih
kendaraan dimasukkan dalam analisa:
Sebelum: Laston (AC) = 10 cm, Batu pecah kelas A = 16 cm, Batu pecah kelas B =
25 cm.
Sesudah: Laston (AC) = 7,5 cm, Batu pecah kelas A = 20 cm, Batu pecah kelas B =
42,5 cm.
Perkerasan jalan dengan beban berlebih ini membutuhkan tambahan hampir 50%
ketebalan dari rencana semula, yaitu dari 51 cm menjadi 72 cm.
KESIMPULAN
Semakin besar muatan sumbu yang terjadi maka daya rusak (damage factor) roda
kendaraan terhadap perkerasan jalan juga semakin bertambah.
Untuk Kendaraan 2 sumbu dengan kelebihan muatan 35% dari keadaan semestinya (9
ton), mengakibatkan kenaikan nilai daya rusak rodanya terhadap jalan adalah 300% (3
kali lipat). Untuk Kendaraan 3 sumbu (25 ton) dengan kelebihan muatan 45%,
mengakibatkan kenaikan nilai daya rusak rodanya terhadap jalan adalah lebih dari 350%
(3,5 kali lipat). Hal ini berakibat pada Umur rencana (UR) jalan berkurang 36% dari 5
tahun menjadi 3,2 tahun.
Kenaikan berat sumbu kendaraan tersebut berakibat pula pada kemampuan perkersan
yang ada, yaitu tebal lapisan perkerasan saat ini (51 cm) tidak mampu lagi
mengakomondasi beban kendaraan tersebut untuk UR 5 tahun. Agar dapat bertahan
sampai UR 5 tahun dengan kondisi lalu lintas kendaraan truk dengan kelebihan muatan
sampai 40% - 45% dari Muatan Sumbu Terberat (MST) yang diizinkan, maka di
rekomendasikan agar tebal dimensi perkerasan saat ini diperbesar dari 51 cm menjadi
73 cm (bertambah hampir 50% dari rencana semula).
10
Simposium XI FSTPT, Universitas Diponegoro Semarang, 29-30 Oktober 2008
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kami sampaikan kepada rekan-rekan dosen dan mahasiswa di jurusan
teknik Sipil yang banyak dalam melakukan survey memberikan masukan yang
konstruktif dalam penulisan dan pemyelesain penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dept. PU, 1983, Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan lentur Jalan Ray, Jakarta.
2. Dept. PU, 1987, Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan
Metode Analisa Komponen, Jakarta.
3. Dept. PU, 1990, Kumpulan SNI Bidang Perkerasan Jalan, Jakarta.
4. Dept. PU, 1997, Pengkajian Kinerja Perkerasan Lentur Untuk Lalu Lintas Berat,
Jakarta.
5. Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003, Konsep Peran Masyarakat
dalam Pengelolaan Pembiayaan Pemeliharaan Jalan.
6. Dinas PU, 2002, Dokumen Perencanaan Proyek Peningkatan Jalan Simpang
Buatan – Perawang, Tahun Anggaran 2001 – 2002, Siak.
7. Djoko Untung Sudarsono. Ir. 1979, Konstruksi Jalan Raya, Jakarta.
8. Firdaus. Ir. MT, Maret 2000. Analisa Dampak Negatif Beban Lebih (Over Load)
Terhadap Perkerasan Jalan , Pekanbaru, Lokakarya FKMTSI Wilayah II Riau,
UIR, UNRI, UNILAK, Pekanbaru.
9. Harnedi Maizar, Maret 2000, Alternatif Solusi Perbaikan Jalan Akibat Kendaraan
dengan Muatan Berlebih (Over Load), Pekanbaru, Lokakarya Forum Komunikasi
Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia Wilayah II Riau, UIR, UNRI, UNILAK,
Pekanbaru.
10. Helmi Achmad. Ir. MS.c, Maret 2000, Kajian Tentang Formula Daya Rusak dari
Beberapa Negara dan Institusi, Pekanbaru, Lokakarya FKMTSI Wilayah II Riau,
UIR, UNRI, UNILAK, Pekanbaru.
11. PT. Herda Carter Indonesia., 1993, Pedoman Pembuatan Job Mix Formula
Perkerasan Jalan, Bandung.
12. Shirley L. Hendarsin, 2000, Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri
Bandung.
13. Sukirman Silvia, 1992, Perkerasan Lentur Jalan. Nova, Bandung..
11