Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH KOMUNIKASI PADA KELOMPOK GERONTIK (TAK)


KEPERAWATAN GERONTIK

Dosen Pengampu : Ns. Triyana Harlia Putri, S. Kep., M.Kep

Oleh :

Kelompok 4

Mardiana Safitri I1031171006


Restu Amalia I1031171009
Tasya Aulia Fitri I1031171018
Marina I1031171023
Prity Handayani I1031171027
Yossy Wulandari I1031171032
Dedi Ismatullah I1031171036
Clareva Olivia Mayang Bagule I1031171038
Karlina Ollah Adii I1031171044
Atthahirah M. Jamil I1031171049

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020/2021
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkah,
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok ini. Tugas ini
disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Gerontik.
Tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu atas usaha, doa serta pertolongan dari
Tuhan Yang Maha Kuasa dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orangtua kami;
2. Ns. Triyana Harlia Putri, S.Kep., M.Kep. yang telah memberikan kesempatan dalam
menyusun tugas ini;
3. Teman-teman satu kelompok ini; serta
4. Teman-teman keperawatan FK Untan angkatan 2017.
Kami sebagai mahasiswa tentunya mempunyai kekurangan, kami juga
menyadari bahwa tugas ini juga masih mempunyai banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki dan disempurnakan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan dan akan kami terima dengan lapang dada demi kesempurnaan tugas berikutnya.
Atas kekurangan tersebut, kami mohon maaf dan kami juga sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan tugas ini. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Pontianak, September 2020

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan Umum................................................................................................... 2
1.4 Tujuan Khusus.................................................................................................. 2
1.5 Manfaat ............................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Lansia............................................................................................. 4


2.2 Pengertian Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan................................. 4
2.3 Komunikasi Terapeutik pada Lansia................................................................ 5
2.4 Keterampilan Komunikasi Terapeutik pada Lansia......................................... 6
2.5 Prinsip Gerontologis untuk Komunikasi.......................................................... 7
2.6 Pendekatan Perawatan Lasia dalam Konteks Komunikasi............................... 9
2.7 Teknik Komunikasi pada Lansia...................................................................... 9
2.8 Suasana Komunikasi pada Lansia.................................................................... 11
2.9 Hambatan Komunikasi pada Lansia................................................................. 12
2.10.Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi pada Lansia..................................... 12
2.11.Strategi Komunikasi pada Lansia yang Mengalami Penurunan..................... 13
2.12.Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia........................................................ 16
2.13.Tahapan TAK................................................................................................. 16
2.14.Prinsip Memilih Peserta TAK........................................................................ 16
2.15.Manfaat TAK bagi Lansia.............................................................................. 17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan....................................................................................................... 18
3.2 Saran................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan faktor yang penting untuk menjadikan penuaan yang positif.
Oleh karenanya, menyiapkan petugas kesehatan dan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan kelompok lansia seperti pelatihan perawatan lansia, mencegah dan mengelola
penyakit kronis dan penyakit tidak menular, merancang kebijakan pengaturan perawatan
jangka panjang dan paliatif yang berkelanjutan bagi lansia dan mengembangkan pelayanan
ramah lansia menjadi sangat penting (Kemenkes RI, 2012).
Kesehatan lansia yang baik difokuskan pada bagaimana upaya untuk dapat
menambah usia dan memperpanjang kehidupan, sehingga memungkinkan mereka tidak
hanya hidup lebih lama, tetapi juga dapat memperluas keterlibatannya secara aktif dalam
semua kegiatan di masyarakat. Seiring dengan kecenderungan yang positif tersebut dalam
arti meningkatnya kesehatan global, akan muncul tantangan khusus dalam bidang kesehatan
pada abad ke-21 karena bertambahnya jumlah lansia. Berbagai dampak dari peningkatan
jumlah lansia antara lain adalah masalah penyakit degeneratif yang sering menyertai para
lansia, bersifat kronis dan multipatologis, serta dalam penanganannya memerlukan waktu
lama dan membutuhkan biaya cukup besar (Kemenkes, RI, 2012).
Komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang
lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir
bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang
kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan
peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan.
Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru
dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai
untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan
dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan
sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu (Faridah
dan Indrawati, 2019).
Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama untuk kelangsungan hidup diri
sendiri yang meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri
kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua untuk kelangsungan
hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan
keberadaan suatu masyarakat tersebut.
2

Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan


non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga
pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap
perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.
Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan
kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi
proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal
tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “Komunikasi Dengan Kelompok Gerontik
(TAK) “.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu :
1. Apa pengertian dari lansia ?
2. Apa pengertian komunikasi terapeutik dalam keperawatan ?
3. Bagaimana komunikasi terapeutik pada lansia ?
4. Bagaimana keterampilan komunikasi terapeutik pada lansia ?
5. Bagaimana prinsip gerontologis untuk komunikasi ?
6. Bagaiamana pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ?
7. Bagaimana teknik komunikasi pada lansia ?
8. Bagaimana suasana komunikasi pada lansia ?
9. Apa hambatan komunikasi pada lansia ?
10. Bagaimana cara mengatasi hambatan komunikasi pada lansia ?
11. Bagaimana strategi komunikasi pada lansia yang mengalami penurunan ?
12. Apa itu terapi aktivitas kelompok pada lansia ?
13. Bagaimana tahapan TAK ?
14. Bagaimana prinsip memilih peserta TAK ?
15. Apa manfaat TAK bagi lansia ?
1.3 Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah komunikasi pada kelompok gerontik (TAK) adalah
untuk mengetahui bagaimana teori dari penerapan komunikasi pada kelompok gerontik ini
1.4 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian dari lansia
2. Mengetahui pengertian komunikasi terapeutik dalam keperawatan
3. Mengetahui komunikasi terapeutik pada lansia
4. Mengetahui keterampilan komunikasi terapeutik pada lansia
3

5. Mengetahui prinsip gerontologis untuk komunikasi


6. Mengetahui pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi
7. Mengetahui teknik komunikasi pada lansia
8. Mengetahui suasana komunikasi pada lansia
9. Mengetahui hambatan komunikasi pada lansia
10. Mengetahui cara mengatasi hambatan komunikasi pada lansia
11. Mengetahui strategi komunikasi pada lansia yang mengalami penurunan
12. Mengetahui terapi aktivitas kelompok pada lansia
13. Mengetahui tahapan TAK
14. Mengetahui prinsip memilih peserta TAK
15. Mengetahui manfaat TAK bagi lansia
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui
dan memahami tentang komunikasi pada kelompok gerontik (TAK) secara teoritis,
khususnya mahasiswa keperawatan agar mampu memahami lebih dalam bagaimana
menerapkan komunikasi terapeutik pada lansia.
4

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Lansia


Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan di dalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu,
tetapi di mulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua
(Argyatiasa, Suprajitno & Wiwin, 2015).
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis, kegagalan ini berkaitan
dengan penurunan dalam kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual. Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas
(Utomo, 2019).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia, maka yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas (kemenkes ri, 2014). Adapun kategori lanjut usia menurut
WHO adalah middle age (45-59 tahun), eldery (60-74 tahun), old (75-89 tahun), dan very
old (>90 tahun) (Dewi, 2014).
Penggolongan lansia menurut Depkes RI (2018) menjadi tiga kelompok yakni:
a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok baru memasuki lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas)
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Menurut dra. Ny. Jos Masdani (Psikologi UI) mengatakan bahwa lanjut usia
merupakan kelanjutan dari usia dewasa, yang dapat dibagi menjadi empat fase yaitu fase
iuventus antara 25-40 tahun, fase verilitas antara 40-50 tahun, fase presenium antara 55-65
tahun, dan fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia (Muhith & Sandu, 2016).
2.2 Pengertian Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan
Komunikasi berasal dari kata latin “communicare atau communis” yang berarti
sama atau menjadikan milik bersama. Komunikasi adalah pemindahan informasi dan
pengertian dari satu orang ke orang lainnya, didalam komunikasi tersebut terdapat beberapa
unsur seperti komunikator, pesan. Komunikan, media dan respon atau umpan balik sehingga
informasi yang diberikan menjadi informasi bersama atau tersampaikan (Abdurakhman,
2019).
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar,
tujuan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Komunikasi terapeutik adalah
5

media untuk saling memberikan dan menerima antar perawat dengan klien berlangsung
secara verbal dan non verbal (Afnuhazi, 2015).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan
teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik
merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan
pemberian informasi yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak
pada perubahan yang lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu
pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan (Ariani,
2018).
Komunikasi terapeutik ini berfungsi untuk mendorong dan menganjurkan
kerjasama antar perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha
mengungkapkan perasaan, mengidentifikasikan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yang dilakukan dalam perawatan, proses komunikasi yang baik dapat memberikan
pengertian tingkah laku klien dan membantu klien dalam rangka mengatasi persoalan yang
dihadapi pada tahap perawatan, sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah
mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri klien (Dora, Dini & Yanti,
2019).
2.3 Komunikasi Terapeutik pada Lansia
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan
non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga
pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan, karena itu komunikasi
harus dilakukan seefektif mungkin (Perry, 2005)
Karena lansia pada dasarnya individu dengan golongan berkebutuhan khusus,
maka semestinya perlu dilakukan format komunikasi khusus terhadapnya, terutama anggota
keluarga. Komunikasi pada lansia misalnya, perlu membutuhkan perhatian khusus dari
semua orang. Akibat perubahan fisik, psikologi, emosi dan sosialnya lansia menuntut pola
komunikasi yang berbeda. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem
auditoris, dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga
bagian dalam dan luar menghalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
terhadap suara dan pembicaraan orang (Setiawan, 2008).
Menurut Nugroho (2008) kondisi yang mendukung komunikasi efektif terhadap
lansia adalah suasana terbuka, akrab, santai, menjaga tata krama, posisi menghormati dan
memahami keadaan lanjut usianya. Sedangkan hal-hal yang dapat menghambat proses
komunikasi adalah ketika keluarga atau orang terdekat lansia, kurang bisa memahami
kondisi pada lansia, memperlakukan lansia seperti pada umumnya orang, berbicara terlalu
cepat dan keras, tidak dalam posisi hormat dan cenderung apatis. Bila kondisi ini terus
6

terjadi, tidak menutup kemungkinan banyaknya lansia yang menginginkan untuk tidak
hidup serumah dengan keluarganya.
Dalam kondisi tersebut, keluarga sebagai orang terdekat lansia harus benar-benar
memahami hal-hal yang perlu diperhatikan saat berkomunikasi dengannya. Misalnya,
penyampaian pesan yang singkat, jelas, lengkap, sederhana dan mudah dipahami. Media
dan sarana komunikasi yang meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangan, dan
telunjuk) harus digunakan secara efektif dan harus dalam jarak dekat, suara jelas, tidak
terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek, wajah berseri-seri sambil menatap lansia,
sabar, telaten dan tidak terburu- buru, dada sedikit membungkuk dan jempol tangan
bersikap mempersilahkan (Nugroho, 2008).
Komunikasi yang baik pesannya singkat , jelas, lengkap dan sederhana. Sarana
komunikasi meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangandan jari) dan buatan
manusia (TV, Radio, surat kabar). Sikap penyampaian pesan harus dalam jarak dekat,
suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek, wajah berseri-seri, sambil
menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada sedikit membungkuk dan jempol
tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar komunikasi
berjalan lancar adalah menguasai bahan atau pesan yang akan disampaikan, menguasai
bahasa setempat, tidak terburu-buru, memiliki keyakinan, bersuara lembut, percaya diri,
ramah, dan sopan. Lingkungan yang mendukung komunikasi adalah suasana terbuka,
akrab, santai, menjaga tetap ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan lanjut usia
(Wahjudi Nugroho, 2008).
2.4 Keterampilan Komunikasi Terapeutik pada Lansia
Menurut Azizah (2011) Keterampilan komunikasi terapeutik pada lanjut usia
dapat meliputi :
1). Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
dan lama wawancara.
2). Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3). Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosikulturalnya.
4). Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam
berfikir abstrak.
5). Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon
nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
6). Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan
distres yang ada.
7). Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari komunikasi dan
7

tindakan.
8). Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat
dan tetap mengobservasi.
9). Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi
pasien.
10). Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11). Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitive, suara
berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12). Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.
13). Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
14). Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku merupakan dasar yang
paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia.

Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik


dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah,
ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi dan
faktor presipitasi. Ketika terjadi perubahan perilaku ini sangat penting untuk dianalisis
(Azizah, 2011).
2.5 Prinsip Gerontologis untuk Komunikasi
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Lanjut usia yang mengalami penurunan daya
ingat mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Hal ini sangat
mengecewakan dan membingungkan lansia dan perawat oleh karen itu, perlu diciptakan
komunikasi yang mudah antara lain :
1. Buat percakapan yang akrab.
a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsung pada orang tersebut dan bertatap muka langsung.
c. Sentuh lengannya agar ia terfokus pepada pembicaraan
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat.
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata, ganti dengan kata lain yang
mempunyai arti sama.
b. Ulangi apa yang telah dikatakan dan gunakan kata-kata yang sama, gerak, nada yang
sama pula.
4. Berkata yang tepat
8

a. Katakan, “ini buburmu”, bukan “sekarang waktu untuk sarapan”


b. Katakan, “kakek, ini kacamatamu?”, bukan “kakek butuh ini?”
c. Hilangkan kata-kata “kamu masih ingat?”
5. Beri pilihan yang sederhana.
a. Ajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban “iya” atau “tidak”.
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti “ apakah kakek mau minum teh?”, bukan
“apakah kakek mau minum sesuatu?”
6. Pakailah etiket, Tempelkan etiket pada barang-barang yang sering dipakai, misalnya :
a. Gambar toilet pad pintu WC
b. Gambar kepala diguyur air gayung yang ditempel dipintu kamar mandi
c. Gambar mangkuk sayur yang ditempel pada pintu lemari makan.
7. Pakai isayarat, bukan kata-kata
a. Lambaikan tangan atau sentuh lengannya dengan lemah lembut untuk memberi
salam.
b. Senyum dan menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa anda mengerti
maksudnya
c. Memberi isyarat dengan lengan untuk mengajak ikut serta dalam suatau kegiatan
d. Gunakan sentuhan apabila ia bingung.
e. Lihat dan dengarkan apakah ada “gelagat” dalam ingkah lakunya karena ia sering
mondar-mandir, berarti ia perlu ketoilet.
f. Sadari bahasa tubuh atau ekspresi wajah, nada suara, dan sikap badan anda karena
klien mungkin tidak mengerti apa yang anda katakan, tetapi ia akan mengerti tanda
nonverbal.
8. Buat keputusan yang tepat
a. Berhenti berbicara dan dengarkan apa yang dikatakan klien tersebut.
b. Ulangi apa yang anda dengar, misalnya “kamu sekarang lapar, bukan ?”
c. Pikirkan apa yang sebenarnya dimaksud oleh orang tersebut “saya ingin pulang
kerumah” mungkin hal tersebut berarti ia cemas dan butuh ketentraman hati.
d. Kenali nada dan kata-katanya.
e. Beri waktu pada untuk berfikir
f. Tawarkan bantuan walaupun anda tidak mengerti maksudnya.
9. Kurangi gangguan
a. Bercakap-cakap dalam suasana yang sepi, tenang, tanpa gangguan kegiatan yang
lain.
b. Dorong lansia untuk memakai kacamata dan alat pendengar
c. Berbincang-bincang sambil bertatap muka.
d. Dekati klien dari depan, jangan membuatnya kaget.
9

2.6 Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi


Menurut Azizah (2011) pendekatan perawatan lanjut usia antara lain:
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang
dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan
dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative
lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku,
maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan
ini perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu
yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien
dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan
atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.
2.7 Teknik Komunikasi pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat
juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat
berlangsung secara lancer dan sesuai dengan tujuan yang dim inginkan. Beberapa teknik
komunikasi yang dapat di terapkan antara lain (Anjaswarni, 2016) :
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika
pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu
petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapetik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan
10

sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi
tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang
sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…? Berespon berarti bersikap
aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas
kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi
yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi
yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan meksud pembicaraan.
Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-
hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik ataupun psikis secara
bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di
sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan ,
senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai
sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan
kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya
dengan demikian di harapkan klien termotovasi untuk menjadi dan berkarya sesuai
dengan kemapuannya selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril,
petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat
merendahan keparecayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri
klien tanpa terkesen menggurui atau mengajari misalnya: “saya yakin bapak/ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya dan bila
diperlukan kami dapat membantu”.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien “bapak/ibu bisa
menerima apa yang saya sampaikan tadi? Bisa minta tolong bapak/ibu untuk
menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?”
f. Sabar dan ikhlas
Seperti di ketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-
perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak
di sikapai dengan sabar dan iklas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
11

sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapetik, solute namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara
klien dengan petugas kesehatan.
2.8 Suasana Komunikasi pada Lansia
Di samping sikap, sebagai perawat kita juga harus memperhatikan atau mampu
menciptakan suasana yang dapat mendoronh efektivitas komunikasi pada kelompok
lansia. Upayakan penciptaan suasana komunikasi yang dapat mencapai tujuan yang
diinginkan (Anjaswarni, 2016).
a. Suasana hormat menghormati
Lansia akan mampu berkomunikasi dengan baik apabila pendapat pribadinya
dihormati, ia lebih senang kalau ia boleh turut berpikit dan mengemukakan
pikirannya.
b. Suasana saling menghargai
Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, dan sistem nilai yang dianut perlu
dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri mereka akan dapat menjadi
kendala dalam jalannya komunikasi.
c. Suasana saling percaya
Saling memercyai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya akan dapat
membawa hasil yang diharapkan. Jangan melakukan penyangkalan pada apa yang
dikomunikasikan oleh lansia, karena mereka akan tidak percaya dengan anda dan
mengakibatkan tujuan komunikasi tidak tercapai.
d. Suasana saling terbuka
Keterbukaan dalam komunikasi sangat diperlukan, baik bagi orang dewasa maupun
lansia. Maksud terbuka adalah terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk
mendengarkan orang lain. Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternative dapat
tergali.
Komunikasi verbal dan nonverbal adalah bentuk komunikasi yang harus saling
mendukung satu sama lain. Seperti halnya komunikasi pada anak-anak, perilaku nonverbal
sama pentingnya pada orangg dewasa dan juga lansia. Ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan
nada suara memberi tanda tentang status emosional dari lansia (Anjaswarni, 2016).
Lansia yang sakit dan dirawat di rumah sakit bisa merasa tidak berdaya, tidak
aman, dan tidak mampu ketika dikelilingi oleh tokoh-tokoh yang berwenang. Status
kemandirian mereka telah berubah menjadi status ketika orang lain yang memutuskan
kapan mereka makan dan kapan mereka tidur. Ini merupakan pengalaman yang mengancam
dirinya ketika orang dewasa tidak berdaya dan cemas dan ini dapat terungkap dalam bentuk
kemarahan dan agresi. Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai dengan konteks pasien
12

sebagai lansia oleh para professional, pasien lansia akan mampu menunjukkan perilaku
yang adaptif dan mampu mencapai penerimaan terhadap masalahnya (Anjaswarni, 2016).
2.9 Hambatan Komunikasi pada Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif (Azizah, 2011) :
2. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku- prilaku di bawah
ini:
a. Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b. Meremehkan orang lain
c. Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d. Menonjolkan diri sendiri
e. Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan.
3. Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
a. Menarik diri bila di ajak berbicara
b. Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c. Merasa tidak berdaya
d. Tidak berani mengungkap keyakinaan
e. Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f. Tampil diam (pasif)
g. Mengikuti kehendak orang lain
h. Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang
lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring
dengan menurunnya fisik dan psikis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang
professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut (Azizah, 2011).
2.10 Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi pada Lansia
Menurut Anjaswarni (2016) hambatan komunikasi terapeutik yang terjadi pada
lansia berhubungan dengan keterbatasan fisik. Hal ini terjadi akibat dari proses menua
(aging process). Adapun hambatan-hambatan tersebut meliputi:
a. Fugsi pendengaran yang menurun
b. Mata yang kabur
c. Suara mulai melemah
d. Tidak memiliki gigi
13

Untuk meningkatkan efisiensi dan juga efektivitas berkomunikasi kepada lansia,


perlu adanya penguasaan terhadap cara-cara dalam mengatasi hambatan komunikasi.
Adapun cara-cara mengatasi hambatan berkomunikasi pada lansia adalah sebagai berikut:
a. Menjadi pendengar yang setia dan sediakan waktu untuk mengobrol
b. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
c. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat
mulut anda.
d. Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik.
Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya.
Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak
kooperatif.
f. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang
tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g. Menjaga agar kebisingan minimum
h. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik
i. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan tugas atau keahlian
j. Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang
dapat mendengar dengan lebih baik
k. Yakinkan bahwa kacamata lansia tersebut bersih dan pas
l. Berdiri di depan klien, jangan terlalu jauh dari lansia
m. Beri kesempatan bagi klien untuk berpikir
n. Berbicara pada tingkat pemahaman klien
o. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan juga sederhana
p. Mendorong keikutsertaan dalam akivitas sosial, seperti perkumpulan orang tua atau
kegiatan rohani.
2.11 Strategi Komunikasi pada Lansia yang Mengalami Penurunan
Seiring bertambahnya usia, tentunya fungsi tubuh lansia pun juga mengalami
penurunan. Fungsi pendengaran, penglihatan, wicara dan kesadaran merupakan penurunan
fungsi yang sering terjadi, dimana sangat berpengaruh pada proses komunikasi yang
berlangsung. Untuk itu perlu beberapa strategi agar komunikasi tetap berjalan efektif sesuai
tujuan, diantaranya (Muhith Dan Sandu, 2016).
a. Lansia dengan penurunan fungsi penglihatan
Berikut ini teknik komunikasi yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan
lansia yang mengalami gangguan penglihatan:
14

- Perawat berusaha mengambil posisi yang dapat dlihat oleh klien lansia, bila ia
mengalami kebutaan parsial atau memberitahu secara verbal keberadaan atau
kehadirannya.
- Perawat menyebutkan identitasnya dan menyebutkan nama serta perannya.
- Perawat berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi lansia
tidak memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara visual.
- Nada suara perawat memegang peranan besar dan bermakna bagi lansia.
- Jelaskan alasan perawat menyentuh sebelum melakukan sentuhan pada lansia.
- Ketika perawat akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus komunikasi atau
pembicaraan, informasikan pada lansia.
- Orientasikan lansia pada suara-suara yang terdengar disekitarnya.
- Orientasikan lansia pada lingkungannya bila lansia dipindahkan ke lingkungan
yang asing baginya.
b. Lansia dengan penurunan fungsi pendengaran
Komunikasi pada klien lansia yang mengalami penurunan fungsi pendengaran,
biasanya menggunakan media visual. Hal ini berkaitan dengan klien lansia yang
menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan
mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Perawat perlu menciptakan kondisi visual
yang baik agar komunikasi dengan lansia berjalan efektif. Berikut ini beberapa teknik
komunikasi yang dapat digunakan pada lansia yang mengalami penurunan fungsi
pendengaran:
- Orientasikan kehadiran perawat dengan menyentuh lansia atau memposisikan diri
di depannya.
- Usahakan menggunakan bahasa yang sedderhana dan berbicara dengan perlahan
untuk memudahkan lansia membaca gerak bibir perawat.
- Usahakan berbicara dengan posisi yang tepat di depan lansia dan pertahankan
sikap tubuh serta mimic wajah yang lazim.
- Jangan melakukan pembicaraan ketika perawat sedang mengunyah sesuatu.
- Gunakan bahasa pantomime bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan
perlahan.
- Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan dan perawat mampu
melakukannya.
- Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan , sampaikan pesan dalam
bentuk tulisan atau gambar atau simbol.
c. Lansia dengan penurunan fungsi wicara
Lansia dapat mengalami gangguan wicara, yang dapat terjadi akibat ompong,
kerusakan lingual, kerusakan pita suara, atau gangguan persarafan. Berikut beberapa
15

hal yang harus diperhatikan ketika berkomunikasi dengan lansia yang mengalami
penurunan fungsi wicara:
- Perawat memperhatikan mimik dan gerak bibir lansia.
- Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-
kata yang diucapkan lansia.
- Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik
- Sehingga menjadi lebih santai dan perlahan.
- Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan
baik.
- Bila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
- Bila memungkinkan, hadirkan orang yang biasa berkomunikasi lisan dengan lansia
untuk menjadi mediator komunikasi.
d. Lansia dengan penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik lansia mengalami
penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima dan lansia tidak
dapat merespon kembali stimulus tersebut. Secara etis penghargaan dan penghormatan
terhadap nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada lansia yang
tidak sadar. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan saat berkomunikasi dengan
lansia yang mengalami penurunan kesadaran:
- Perawat harus berhati-hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat dengan
lansia karena ada keyakinan bahwa organ pendenngaran merupakan organ terakhir
yang mengalami penurunan kemampuan menerima rangsangan pada individu yang
tidak sadar. Individu yang tidak sadar sering kali dapat mendengar suara dari
lingkungan walaupun ia tidak mampu merespon sama sekali.
- Perawat harus mengambil asumsi bahwa lansia dapat mendengar pembicaraan kita,
maka dari itu usahakan mengucapkan kata dengan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang disampaikan.
- Perawat tetap harus memberikan ungkapan verbal sebelum menyentuh lansia.
- Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu lansia
berfokus pada komunikasi yang berlangsung.
e. Lansia dengan penurunan daya ingat
Lansia yang mengalami penurunan daya ingat atau demensia atau kepikunan
mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Kondisi ini cukup
menyulitkan dan membingungkan bagi lansia atau perawat, untuk itu terdapat beberapa
gejala yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Lupa kejadian yang baru saja dialami
- Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari
16

- Kesulitan dalam berbahasa


- Disorientasi waktu dan tempat
2.12 Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia
Keterbatasan lansia dalam berinteraksi dapat disebabkan karena proses penuaan
yang teradi pada lansia yang mengakibatkan penurunan fungsi tubuh lansia secara umum.
Interaksi sosial berperan sangat penting terhadap status kesehatan lansia. Salah satu terapi
yang dapat meningkatkan kemampuan interaksi lansia adalah terapi aktivitas kelompok
(TAK) (Pambudi dkk, 2017).
Terapi aktivitas kelompok adalah suatu upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi
sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial, yang bertujuan untuk meningkatkan
hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. TAK membantu lansia untuk melakukan
sosialisasi dengan individu yang ada disekitarnya (Pambudi dkk, 2017).
Pemberian TAK pada lansia dapat melatih lansia untuk meningkatkan kemampuan
lansia untuk membangun hubungan interpersonal. Setelah mengikuti TAK, lansia akan
mendapatkan keterampilan untuk berinteraksi sosial dan dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosial (Pambudi dkk, 2017).
2.13 Tahapan TAK
TAK terdiri dari tujuh sesi yaitu memperkenalkan diri, berkenalan dengan orang
lain, bercakap-cakap, berbincang-bincang tentang topik tertentu, berbincang tentang
masalah pribadi yang dialami, bekerjasama, dan berpendapat tentang manfaat dari TAK.
Sesi-sesi dalam TAK terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan
lansia dalam bersosialisasi dan membina hubungan yang baik dengan sesama lansia dan
lingkungan sekitar. Pemberian terapi aktivitas kelompok melatih individu untuk
meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi, saling
memperhatikanm memberikan tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide, dan
menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan (Pambudi dkk, 2017)
2.14 Prinsip Memilih Peserta TAK
1. Gejala sama
Setiap terapi aktivitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk
sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan perasaan. Setiap tujuan spesifik tersebut
akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga
mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.
2. Jenis kelamin sama
Pengalaman terapi aktivitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan gejala sama,
biasanya laki-laki akan lebih mendominasi daripada perempuan. Maka lebih baik
dibedakan.
17

3. Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisai. Pasien yang
dapat diikutkan dalam terapi aktivitas kelompok adalah pasien akut skor rendah sapai
pasien tahap promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor yang hampir sama
maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.
4. Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien.
5. Jumlah efektif 7-10 orang per kelompok
Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu ramai
dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa sepi
interaksi dan tujuannya sulit tercapai (Pambudi dkk, 2017)
2.15 Manfaat TAK bagi Lansia
1. Agar anggota kelompok merasa memiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh
anggota kelompok yang lain.
2. Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah perilaku
yang destruktif dan maladaptif
3. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain untuk
menemukan cara menyelesaikan masalah (Pambudi dkk, 2017).
18

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya tergantung dari
kebutuhan biomedis semata namun juga bergantung kepada kondisi sekitarnya. Hubungan
saling memberi dan menerima antara perawat dan lansia dalam pelayanan keperawatan
disebut komunikasi terapeutik perawat yang merupakan komunikasi profesional perawat.
Komunikasi entara perawat dengan lansia harus efektif karena berpengaruh terhadap
kebutuhan lansia. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mengambil saran untuk
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan jiwa. Adapun saran dalam makalah ini
adalah:
1. Bagi Rumah Sakit
a. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan gerontik perlu menerapkan
komunikasi terapeutik di setiap melaksanakan asuhan keperawatan.
b. Komunikasi terapeutik dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi penyakit
apapun
2. Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa supaya dapat menerapkan praktik komunikasi terapeutik pada
lansia khususnya pada kelompok gerontik (TAK) agar lebih mempelajari dan
menguasai teori maupun keterampilan, baik mulai dari tahapan pra interaksi sampai
tahap evaluasi, agar dalam pelaksanan asuhan keperawatan kepada lansia dapat
berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurakhman R. Nur. 2019. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta : Gramedia.


Afnuhazi.R. 2015. Komunikasi Terapeutik dalam keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen
Publising.
Argyatiasa, Nizar., Suprajitno., & Wiwin Martiningsih. 2015. Gaya Hidup Lansia. Jurnal Ners
dan Kebidanan, Vol 2, No.3.
Ariani, Tutu April. 2018. Komunikasi Keperawatan. Malang : UMMPress.
Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2018. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
Dewi, S.R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Dora, Mechi Silvia., Dini Qurrata Ayuni & Yanti Asmalinda. 2019. Hubungan Komunikasi
Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien. Jurnal Kesehatan, Vol, 10, No.2.
Faridah., dan Indrwati, Iin. 2019. Komunikasi Terapeutik Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Luhur Jambi. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), Vol 1, No 2.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2012. Kesehatan Lanjut Usia. Jakarta : Kemenkes RI.
Muhith, Abdul., & Sandu Siyoto. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : ANDI.
Utomo, Agus Setyo. 2019. Status Kesehatan Lansia Berdayaguna. Surabaya : Media Sahabat
Cendekia.
Sumakul, BJ. 2015. Peranan Komunikasi Keluarga Dalam Pembentukan Identitas Remaja Di
Kelurahan Malalayang I Kecamatan Malalayang Kota Manado. Vol IV, No.4. Manado: e-
journal “Acta Diurna”
Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga tentang Komunikasi dengan Penerapan Komunikasi
Pada Lansia Nursing News Volume 2, Nomor 2, 2017
Nugroho, W. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik, EGC, Jakarta.
Siboro, E. N. 2012. Pola komunikasi keluarga berhubungan dengan tingkat depresi pada
lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan. http://repository.usus.ac.id/handle/13
456789/3975.pdf
Mundakir. 2006. Komunikasi keperawatan dalam pelayanaan: Yogyakarta. Graha Ilmu
Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung:
Refika Aditama.
Prasanti, Ditha. 2017. Komunikasi Terapeutik Tenaga Medis dalam Pemberian Informasi tentang
Obat Tradisional bagi Masyarakat. Jurnal Mediator Vol. 10, no.1 tahun 2017.
Anjaswarni, Tri. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Komunikasi Dalam
Keperawatan. Jakarta Selatan: Kemenkes RI.
Muhith, Abdul dan Sandu Siyoto. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Ed. 1. Yogyakarta:
Andi.
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Pambudi, Wahyu Elok dkk. 2017. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS) terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Lanjut Usia (PLSU) Jember. Skripsi. E-
Journal Pustaka Kesehatan Vol. 5 No. 2, Mei, 2017.

Anda mungkin juga menyukai