Anda di halaman 1dari 20

TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN KRITIS

“RESUME MATERI SKILL LAB KEPERAWATAN KRITIS”

DISUSUN OLEH

TASYA AULIA FITRI

I1031171018

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK

2020
Resume Skill Lab : Syringe Pump

A. Pengertian
Syringe Pump adalah salah satu peralatan medis yang digunakan untuk memasukkan
obat dalam tubuh pasien berupa cairan dalam waktu tertentu dan teratur sesuai dosis yang
diperlukan dan kondisi pasien. Dalam buku pedoman peralatan medis yang diterbitkan
Kemenkes menyebutkan bahwa Syringe Pump adalah alat untuk menyalurkan nutria atau
cairan obat melalui pembuluh darah yang diatur volume cairan dan waktunya (Miharja,
2018).
Syringe pump merupakan pompa infus kecil yang digunakan untuk mengelola
sejumlah kecil cairan secara bertahap. Pompa Syringe (Syringe Pump) merupakan alat
pengontrol pemberian cairan atau obat-obatan melalui infus yang menggunakan tekanan
positif dalam mengalirkan cairan ke tubuh pasien (non-grevitasi). Alat ini berguna untuk
memberikan obat melalui IV (intravena) secara perlahan, sehingga mencegah terjadinya
periode konsentrasi obat menjadi sangat tinggi atau sangat rendah dalam darah. Selain untuk
pemberian obat anti nyeri, syringe pump juga digunakan untuk pemberian obat untuk
menekan rasa mual dan muntah, serta pemberian obat yang lain (Miharja, 2018).
Berdasarkan sumber tenaga yang digunakan, syringe pump dibedakan sebagai
manual pump yang dirancang untuk didorong dengan tangan, pneumatik pump yang
menggunakan udara untuk mekanisme kompresi, dan juga ada syringe pump bertenaga listrik
menggunakan arus searah (DC) atau arus bolak balik (AC). Syringe pump bertenaga listrik
umumnya dibuat dengan bahan yang higienis, anti meledak, anti karat, dan portabel. Alat ini
juga dilengkapi oleh panel kontrol, baterai cadangan, kabel power, pengukur tekanan, dan
penyaring (Hidayati, Ratna dkk, 2014).
B. Tujuan
a. Untuk memberikan obat melalui vena dengan dosis dan jumlah yang tepat sesuai kondisi
pasien dengan jumlah volume maksimal 50 cc / jam.
b. Pemberian obat secara kontinyu dengan dosis terukur dan tepat
c. Untuk menjaga pemberian medikasi intravena sesuai kebutuhan klien.
d. Untuk memberikan medikasi dengan dosis kecil dan waktu pemberian yang lama.
e. Untuk menurunkan risiko pemberian obat yang terlalu cepat dengan menggunakan IV
push (Hidayati, Ratna dkk, 2014)
C. Indikasi
a. Pemberian cairan atau obat obatan melalui infus dengan kecepatan yang konstan dan
akurat.
b. Memfiltrasi obat-obat atau cairan.
c. Pemberian cairan atau obat-obatan dalam jumlah yang sangat kecil.
d. Klien yang membutuhkan pengobatan yang diberikan secara kontinyu (Hidayati, Ratna
dkk, 2014)
D. Manfaat
- Sebagai alat yang digunakan untuk memasukkan obat dan cairan dengan tingkatan
ketepatan yang tinggi ke dalam tubuh pasien
- Sebagai alat yang dapat digunakan secara kontinyu sesuai aturan tanpa memberikan efek
kadar obat yang terlalu rendah atau tinggi karena dilakukan dengan tepat dan akurat
- Sebagai alat pemasukan obat yang efektif terutama bagi pasien yang memiiki kesulitan
memasukkan obat dalam bentuk tablet atau kapsul (Miharja, 2018)
E. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan penggunaan syringe pump yaitu kemudahan dalam mengontrol :
- Kecepatan arus cairan,
- Pergantian dan pemilihan jarum suntik,
- Mematikan atau menghidupkan fungsi dari infus,
- Pengisian kembali infus yang telah habis,
- Alarm berbunyi untuk memberikan tanda waspada bila terjadi kondisi diluar dugaan
(misalnya cairan tidak mengalir atau habis) (Miharja, 2018)
Kekurangan syringe pump yaitu tidak terdeteksinya kebocoran ekstravaskuler, dalam
pemberian cairan line infuse yang tersumbat cukup memakan jeda waktu hingga terdeteksi
sumbatan, jika laju aliran menurun maka setelah oklusi membutuhkan waktu yang lama
sampai alarm berbunyi dan tidak dapat digunakan di ruang MRI karena MRI memiliki medan
magnet yang kuat sehingga dapat menimbulkan kerusakan (Miharja, 2018).
F. Prosedur Penggunaan Syringe Pump
a) Pengkajian
Cek instruksi dokter tentang cairan atau obat-obatan yang akan diberikan dan perhatikan
prinsip 5T dan IW
b) Persiapan
1. Persiapan alat
a. Mesin syringe pump
b. Spuit 20,30,50 ml
c. Extention tube
d. Perfusor
e. Cairan D5%, RL atau NaCl
f. Sarung tangan
2. Persiapan pasien
a. Informed consent
b. Kondisikan pasien senyaman mungkin
c) Prosedur Pelaksanaan
1. Cuci tangan, pasang sarung tangan
2. Oplos obat dan tempatkan obat atau cairan pada syringe ukuran 20 ml, 30 ml, atau 50
ml sesuai dengan kebutuhan khusus untuk perfusor Terumo gunakan syinge Terumo
3. Sambungkan kabel listrik ke sumber listrik
4. Tekan tombol ON atau OFF untuk menghidupkan alat
5. Lepaskan knop putar, letakkan syringe dan kunci knop putar
6. Sambungkan selang syringe ke jalur intravena
7. Atur dosis dengan tekan tombol “rate/D.Limit/ml (SELECT)” sehingga muncul
RATE pada layar, putar dial setting di sebelah samping (rate dalam satuan ml/h =
cc/jam)
8. Tekan Start (jika sudah operasional maka lampu indikator akan menyala hijau
berputar)
9. Jika ingin membolus maka tekan tombol Purge
10. Ketika terjadi eror maka ALARM akan berbunyi dan lampu indikator berkedip
merah
11. Matikan ALARM dengan tekan tombol STOP
12. Cari penyebab dan selesaikan masalah (sesuai indikator eror)
13. Ukur dosis/ rate ulang terus jalankan START
d) Evaluasi
1. Respons pasien setelah pemasangan
2. Kepatenan aliran syringe pump
e) Dokumentasi
1. Catat waktu dan tanggal pemasangan
2. Catat dosis dan jenis obat yang diberikan
3. Catat respon pasien (Sheindy, 2017).
G. Perhitungan Dosis melalui Syringe Pump
1. Tentukan konsentrasi obat
Kandungan sediaan obat (mg) μg
×1000=Konsentrasi obat( )
Volume sediaan obat ( ml) ml
2. Tentukan kecepatan syringe pump
μg
Dosis obat ( )
kg
menit
x BB x 60
=Kecepatan syringe pump(
ml
)
μg jam
Konsentrasi Obat ( )
ml
Contoh Soal :
Berikan 0,1 μg/KgBB/menit dengan BB 50 kg dan sediaan adrenalin 1 mg dalam 50 cc NaCl,
berapa kecepatan syringe pump yang disetel di alat?
Jawab :
1. Tentukan Konsentrasi Obat
1 x 1000 : 50 = 20 μg/ml
2. Kecepatan syringe pump
0,1 μg/kgBB/menit x 50 kg x 60 : 20 = 15 ml/jam
Rangkuman Skill Lab : Pengukuran JVP

A. Pengertian
Jugular Venous Pressure (JVP) secara singkat artinya adalah mengukur tekanan
pada vena jugular. Denyut pada vena jugular didefinisikan sebagau osilasi atas kolom
ventrikal darah vena jugularis kanan (IJV) yang mencerminkan perubahan tekanan pada
atrium kanan dalam siklus jantung. Pengukuran JVP umum dilakukan di right neck atau
leher sebelah kanan lebih tepatnya vena jugular interna. Hal tersebut dikarenakan vena
jugular interna kanan berkomunikasi langsung dengan atrium kanan melalui vena kava
superior.sedangkan eksterna vena jugular tidak langsung mengalir ke vena kava superior
dan eksterna vena jugular bersifat dangkal dan cenderung kusut [ CITATION Jyo17 \l 1057 ].
Pengukuran tekanan pada vena jugularis dapat menunjukkan tekanan pada atrium
kanan. Nilai normal pada pengukuran JVP adalah < 8 cmH 2O. Peningkatan JVP
merupakan tanda dari gagal jantung kanan. Pada gagal jantung kanan, bendungan darah
di ventrikel kanan akan diteruskan ke atrium kanan dan vena kava superior, sehingga
tekanan pada vena jugularis akan meningkat. Peningkatan JVP akan tampak dengan
adanya distensi vena jugularis, dimana JVP akan tampak setinggi leher, jauh lebih tinggi
daripada normal [ CITATION Mic14 \l 1057 ].
B. Tujuan
Tujuan pengukuran JVP adalah untuk melihat adanya distensi vena jugularis dan
memperkirakan tekanan vena central (CVP). Distensi vena-vena di leher dapat
memperlihatkan adanya perubahan volume dan tekanan di dalam atrium kanan. Vena
jugularis merupakan salah satu vena yang terdapat di arealeher. Di leher terdapat dua
buah vena jugular yaitu vena jugular internal dan vena jugular eksternal. Vena jugular
interna terletak lebih dalam di belakang otot sternokleidomastoideus sehingga sering
tidak tampak dari permukaan kulit, padahal tekanan vena sentral (CVP) lebih reliabel
melalui vena jugular interna daripada vena jgular eksterna. Sedangkan vena jugular
eksterna dapat lebih mudah melebar/membesar saat menahan napas, menengokkan leher,
dan dengan pemakaian pakaian yang sempit di daerah leher atau di atas area thorak
[ CITATION Dav07 \l 1057 ][ CITATION Jyo17 \l 1057 ].
C. Metode Pengukuran
Tekanan vena jugularis atau Jugular Venous Pressure (JVP) merupakan tekanan
sistem vena yang diamati secara tidak langsung. Secara langsung, tekanan sistem
venadiukur dengan memasukkan kateter yang dihubungkan dengan sphygmomanometer
melalui venasubclavia dextra yang diteruskan hingga ke vena centralis (vena cava
superior) [ CITATION Nia20 \l 1057 ].
Ketinggian tekanan vena jugularis rata-rata yang diukur dalam sentimeter air
adalah tingkat JVP di atas titik tengah atrium kanan. Titik tengah atrium kanan adalah
hubungan tetap yang konstan (yaitu, 5 cm) di bawah sudut sternum Louis terlepas dari
posisi anatomi pasien. Jadi, apakah pasien berbaring telentang atau duduk tegak,
hubungan anatomi ini berlaku. Untuk menentukan tekanan vena jugularis rata-rata,
pemeriksa harus mengamati titik nadir kolom vena saat inspirasi dan puncak kolom ini
saat ekspirasi. Selanjutnya, titik tengah perjalanan denyut vena selama siklus pernapasan
normal diperkirakan secara visual. Pernapasan yang berlebihan atau menahan napas
mendistorsi tekanan vena rata-rata normal dan harus dihindari [ CITATION Jyo17 \l 1057 ].
Selain metode terbagi menjadi dua pada pengukuran JVP penting juga untuk
memperhatikan hal berikut:
1. Kepala dan bahu hal ini penting dikarenakan otot strenokledomastoid terletak
di anterior ke setiap vena jugularis interna, apabila terjadi keteganggan akan
menghalangi observasi yang baik sehingga penting untuk mengatur posisi
klien atau pasien dengan benar dengan capaian:
a. Menempatkan bantal terlipat di belakang kepala pasien
b. Menjaga bahu di atas kasur
c. Memalingkan kepala dan mengangkat rahang sedikit. Derajat peninggian
kepala diantara 30-60o .
2. Menentukan vena jugular interna (JVI)
3. Pencahayaan, untuk mengidentifikasi vena jugularis sebelum pemeriksaan dan
ketika sedang melakukan pemeriksaan agar adekuat selain itu untuk
meminimalisir adanya bayangan atau bias penglihatan.
4. Membedakan denyut vena dan arteri
5. Gunakan alat yang lurus dan berskala [ CITATION Mic14 \l 1057 ].
D. Indikasi
1. Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat penting
diketahui
2. Pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi parenteral, atau jika vena perifer tidak
adekuat
3. Pasien dengan distensi unilateral
4. Pasien dengan trauma mayor
5. Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes laboratorium
6. Pasien yang diberi cairan IV secara tepat
Sumber lain menyebutkan bahwa indikasi pengukuran JVP diklasifikasikan
berdasarkan jenis masalahnya apakah faktor kardiak atau non-kardiak.
E. Kontraindikasi
Pengukuran JVP tidak dilakukan pada pasien dengan:
1. SVC sindrom
2. Infeksi pada area insersi
3. Koagulopati
4. Insersi kawat pacmaker
5. Disfungsi kontralateral diafragma
6. Pembedahan leher
Komplikasi yang Mungkin Terjadi
1. Hematoma lokal
2. Sepsis
3. Disritmia
4. Tamponade perikard
5. Bakteriemia
6. Emboli udara
7. Pneumotoraks

F. Evaluasi JVP
1. Bentuk gelombang
2. Variasi pernapasan dalam tingkat dan pola gelombang
3. Refluks hepato-jugularis
4. Dengungan vena
5. Ukuran dan denyut hati Informasi yang dapat diperoleh dari penilaian denyut vena
jugularis meliputi
a. Penentuan tekanan vena rata-rata
b. Kontur denyut vena
c. Adanya dan jenis disritmia jantung [ CITATION Aly16 \l 1057 ].
G. Prosedur Pemeriksaan
1. Persiapkan alat pengukuran JVP berupa :
a. 2 buah penggaris
b. Spidol / marker skin
c. Senter / pen light
d. Alat tulis untuk dokumentasi
2. Cuci tangan
3. Jelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, serta lakukan inform consen.
4. Pemeriksaa berada di samping kanan pasien.
5. Posisikan pasien berbaring di tempat tidur dan atur posisi kepala pada kemiringan 30
– 45o dari bidang horizontal.
6. Anjurkan pasien untuk menoleh dan menengadah ke sebelah kiri
7. Identifikasi vena jugularis
8. Tentukan puncak undulasi vena jugular
9. Tentukan titik angulius sternalis
10. Dengan penggaris pertama, proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara horizontal
ke dada sampai titik manubrium sterni.
11. Kemudian penggaris kedua diletakkan vertikal dari angulus sternalis.
12. Lihat hasil pengukuran dengan melihat hasil angka pada penggaris kedua (titik
pertemuan antara mistar pertama dan kedua). Hasil pembacaan kemudian
ditambahkan angka 5 cm, sebagai asumsi jarak antara angulus sternalis dengan
atrium kanan.
13. Catat jarak dalam sentimeter dan tetntukan sudut kemiringan pasien berbaring
(missal denyut vena jugularis 5 cm di atas sudut sternal, dengan kepala dinaikkan 30
derajat.
14. Pengukuran yang lebih dari 3 sampai 4 cm di atas sudut sternal dianggap sebagai
suatu peningkatan JVP
15. Catat hasil / dokumentasikan [ CITATION Bal15 \l 1057 ] [ CITATION Nia20 \l 1057 ].
Rangkuman Skill Lab : Infus Pump

A. Pengertian
Infus pump merupakan salah satu alat penunjang medis yang biasa digunakan di
dalam ruang gawat darurat, ruang rawat indap, ruang rawat intensif dan ruang khusus
lainnya. Infus pump merupakan salah satu alat kesehatan yang berfungsi untuk
memasukkan cairan infus ke dalam tubuh pasien secara otomatis. Infus pump digunakan
untuk memastikan ketepatan dosis sehingga tidak terjadi overdasis pada pasien. Alat ini
memiliki fungsi yang oenting dalam pelayanan medis khusus nya dalam perawatan
pasien yang dalam keadaan kritis, karena cairan yang dimasukkan dengan menggunakan
alat ini langsung melalui pembuluh darah dan memastikan ketepatan dosis sehingga tidak
akan terjadi overdosis pada pasien (Wadianto & Fihayah, 2016).
B. Fungsi
Smart infus pump meliputi data penyimpan obat dari institusi, Data penyimpan ini
meliputi nama obat, konsentrasi obat, batas bawah dan atas dari dosis obat, laju infus,
unit (untuk obat atau dosis) dan area perawatan klinik. Tim multidisplin yang meliputi
ahli farmasi, perawat dan dokter mengeset dan meng-update data penyimpanan obat
tersebut berdasarkan panduan dari institusi.
Dalam proses pemberian obat melalui infus memiliki kemungkinan terjadi
kesalahan meliputi pembacaan pesanan, menghitung pengobatan, mempersiapkan infus
dan program infus pump. Paling banyak kesalahan meliputi misinterpretasi pesanan,
kesalahan obat, kesalahan jumlah konsentrasi obat, kesalahan obat untuk infus dan
kesalahan memasukkan konsentrasi infus. Smart pump telah didesain untuk mengurangi
kesalahan dosis ketika pemberian obat harus melalui jalur IV. Secara khusus smart IV
pump digunakan di Rumah Sakit pada obat-obat yang spesifik yang membutuhkan
perhitungan dosis lebih spesifik baik lebih besar atau lebih kecil. Fungsi alat ini adalah
mendeteksi apabila cairan didalam infus sudah menunjukkan tanda-tanda akan habis,
maka akan mengirimkan sinyal ke pusat kendali selanjutnya pusat kendali akan
mengirimkan respon untuk mengisi kembali.
Meskipun Smart Infus Pump bervariasi tergantung produsen, langkah-langkah
yang diambil ketika menggunakan Smart infus pump adalah serupa. Ketika anda
menghidupkan alat maka smart infus pump akan meminta anda memasukkan data area
perawatan pasien yang kemudian secara otomatis mengkonfigurasi alat untuk
menyesuaikan dengan parameter infus pada area perawatan tersebut. Berikutnya program
akan menampilkan obat yang dimaksudkan dan konsentrasi dari obat tersebut,
memasukkan dosis dan perintah flow dari infus. Smart infus pump kemudian akan
memeriksa informasi tersebut dengan library yang dimiliki. Jika parameter yang
diprogramkan sesuai dengan data pada Library maka smart infus pump akan memulai
kerjanya, namun jika apa yang telah diprogramkan diluar dari yang direkomendasikan
maka smart infus pump akan mengeluarkan tanda untuk mengingatkan klinikal akan
kesalahan dosis tersebut.
Kemampuan infus pump ini mendukung 5 prinsip benar dari administrasi
pengobatan : benar obat, benar pasien, dengan benar rute, dengan benar dosis dan benar
waktu. Smart infus pump juga akan menyimpan semua data, tanda, merekam waktu,
tanggal, obat, konsentrasi dan flow infus serta tindakan klinikan.
Smart infus pump memiliki sistem pengaman obat yang disebut sebagai Dosis
Error Reduction Sistem (DERS). Sebuah DERS dirancang oleh produsen dan berisi
perangkat lunak yang membantu pengguna wapada terhadap potensi kesalahan dosis
sebelum pengiriman obat-obatan. Secara khusus Smart infus pump memungkinkan rumah
sakit untuk mengkonfigurasi perangkat lunak tersebut dengan karakteristik pasien, baik
jenis pasien (dewasa atau anak), jenis perlakuaan (onkologi, bedah). Berdasarkan hal
diatas rumah sakit dapat menyesuaikan antara pemilihan obat dengan kebutuhan pasien
sesuai dengan area perawatannya. Secara umum manfaat dari smart infus pump adalah :
1. Mengenali tanda batas aman
Batas laju infus dalam ml/jam dapat ditambahkan untuk infus tanpa memerlukan
perhitungan manual, seperti nutrisi parenteral total, IV emulsi lemak darah dan
konsentrasi insulin. Selain itu dengan memasukkan data mengenai luas permukaan
tubuh, smart IV pump dapat melindungi infus kemoterapi secara tepat. Bolus dan
infus intermitten juga dijaga dengan baik pada dosis total dan waktu infus. Smart
infus pump juga dapat mengingatkan perawat bahwa obat yang sama sudah
disuntikkan atau berat badan pasien melebihi batas pemberian obat.
2. Pemilihan obat sesuai dengan indikasi terapeutik
Untuk obat-obatan khusus seperti pada kasus stroke, infark miokard, emboli paru,
library obat dapat di atur untuk memungkinkan pemilihan obat sesuai dengan
indikasi terapeutik. Setiap kategori terapi dapat memiliki dosis yang berbeda
berdasarkan rekomendasi dari administrasi, selain itu administator dapat
menggunakan teknik lain untuk pemantauan dan informasi obat seperti pemantauan
EKG jika laju infus melebihi 10 mEq/hr
3. Kontrol Analgesia
Smart infus pump dapat dikombinasikan untuk pemantauan pernafasan kontiniu
(pulsa oksimetri dan kapnografi non invasif). Informasi mengenai hubunan dosis
obat dengan laju pernafasan mengurangi resiko depresi pernafasan yang
berhubungan dengan analgesia
4. Bar-Code obat
Perangkat smart infus dapat membaca bar-code yang diterapka oleh produsen atau
farmasi. Ketika bar code di obat IV dipindai, infus pump secara otomatis memilih
pengobatan yang benar dan konsentrasi
C. Komponen Alat
 Alarm control
 Pump system
 Sensor tetesan
 Control gelembung udara
 Pengatur jumlah tetesan
 Display system
D. Prinsip Kerja
Buzzer drive / buzzer volume variable circuit akan berbunyi dan digunakan sebagai
sumber alarm (Muljodipo, N. Et al., 2015).
a. Nurse call I/O circuit, nurse call relay dikontrol oleh sinyal nurse call relay dan CPU
atau signal run out of control stop
b. Air in-line detection circuit, untuk mendeteksi keberadaan gelembung pada pipa atau
selang pada infus pump, untuk mendeteksi the air in-line maka digunakan ultrasonic
sensor
c. Delivery detection circuit, digunakan untuk mendeteksi berapa besar tetesan yang
sudah dikeluarkan atau diberikan. Tetesan pada drip chamber dideteksi dengan infra
red emitting element yang terletak pada drop sensor probe
d. Occlusion detection circuit, rangkaian ini berguna untuk mendeteksi terjadinya
penyumbatan saat terjadi tekanan internal pada selang keluaran, dimana pendeteksian
secara mekanik diatur pada bagian terendah dari finger unit. Occlusion plunger yang
menggunakan magnet akan mendeteksi posisi yang berubah dikarenakan oleh
bergeraknya tabung/selang
e. Door detection circuit, mendeteksi keadaan pintu masuk cairan yang dimana akan
terdeteksi oleh magnet yang dipasang pada pintu dan semua bagian dihubungkan
pada display circuit
f. Fail safe circuit, berguna untuk mengetahui keadaan bekerjanya control circuit dan
display circuit board CPU yang akan digunakan untuk berkomunikasi dengan bagian
lain pada saat status operasi dengan CPU
E. Cara Kerja
Menurut Arimbawa (2019) cara penggunaan infus pump seperti dibawah ini:
1. Masukkan kabel listrik ke jaringan PLN 220 volt.
2. Untuk memulai tekan tombol ON.
3. Gantungkan botol infuse pada tempatnya dan pasang IV set nya.
4. Pasang Drop Sensor pada center tabung IV set. ( jangan terlalu ke bawah /keatas).
5. Buka Clemp IV set dan biarkan cairan keluar ( Priming ), dan setelah itu tutup
kembali, ( pastikan tidak ada gelembung udara pada selang IV set ).
6. Pasang IV set ke dalam pompa infuse melalui jalur-jalur yang tepat, (jangan terlalu
ketat ).
7. Setelah tombol ON di tekan unit akan melakukan Tests Post, tunggu beberapa detik
sampai terlihat angka 20 atau 15 pada display. ( H – Series khusus TOP ).
8. Pilih jenis dan ukuran IV set yang akan digunakan dengan cara menekan tombol ↑
atau ↓.
9. Jika pemilihan IV set sudah benar, tekan tombol SELECT, dengan menggunakan
tombol ↑ dan ↓, tentukan jumlah cc dan dengan cara yang sama tentukan waktu cairan
yag akan masuk ke pasien.
10. Setelah Pre – set selesai dilakukan, tutup pintu pada panel depan, buka clamp pada IV
set.
11. Tekan START untuk memulai proses.
12. Jika terdengar bunyi alarm disertai tulisan “DOOR OPEN”, maka buka
13. pintu dan tutup kembali kemudian tekan tombol START.
Rangkuman Skill Lab : Tekanan Tinggi Intra Kranial

A. Definisi
Tekanan intrakranial adalah tekanan di dalam ruang tengkorak yang dilindungi
dari tekanan luar. Tekanan ini dinamik dan berfluktuatif secara ritmis mengikuti siklus
jantung, respirasi, dan perubahan proses fisiologis tubuh; secara klinis bisa diukur dari
tekanan intraventrikuler, intraparenkimal, ruang subdural, dan epidural. Pengukuran
kontinu pada satu kompartemen intrakranial akan memperlihatkan perubahan fisiologis
dan patologis ruang dalam tengkorak dari waktu ke waktu, yang diperlukan untuk dasar
pengelolaan pasien dengan peningkatan tekanan intracranial.
B. Prinsip-prinsip
Tekanan intrakranial adalah tekanan yang terdapat pada otak dan cairan
serebrospinal. Tubuh memiliki berbagai mekanisme melalui pergeseran dalam produksi
dan penyerapan CSS yang membuat tekanan intrakranial stabil, bervariasi sekitar 1
mmHg pada orang dewasa normal. Tekanan CSS telah terbukti dipengaruhi oleh
perubahan mendadak tekanan intratoraks selama batuk (tekanan intraabdominal),
manuver Valsava, dan komunikasi dengan pembuluh darah (sistem vena dan arteri). ICP
diukur pada saat istirahat, biasanya 7-15 mmHg untuk dewasa terlentang.
Perubahan ICP dikaitkan dengan perubahan volume dalam satu atau lebih
konstituen di dalam tempurung kepala. Tengkorak dan kanal tulang belakang, bersama
dengan dura relatif inelastis, membentuk sebuah wadah yang kaku, sehingga peningkatan
apapun dari otak, darah, atau CSS akan cenderung meningkatkan tekanan intrakranial
(TIK). Selain itu, setiap peningkatan salah satu komponen harus dengan mengorbankan
dua lainnya (doktrin Monro – Kellie). Peningkatan kecil volume otak tidak menyebabkan
peningkatan TIK langsung, karena CSS akan dipindahkan ke kanal tulang belakang, serta
sedikit meregangkan falks cerebri. Namun, setelah TIK sudah mencapai sekitar 25
mmHg, peningkatan kecil volume otak sudah dapat menyebabkan peningkatan TIK.
Sirkulasi serebro-vaskuler merupakan jaringan kompleks yang terdiri dari arteri
dan vena. Perbedaan tekanan yang mendorong darah memasuki sistem ini disebut dengan
tekanan perfusi serebri (CPP=Cerebral Perfusion Pressure). CPP = tekanan masuk arteri –
tekanan keluar vena Nilai normal CPP adalah 80 mmHg. Cerebral Blood Flow (CBF)
adalah aliran suplai darah ke otak. Pada dewasa, normal CBF berkisar 15% dari curah
jantung. Nilai CBF dapat dihitung dengan CPP dibagi dengan Cerebrovascular Resistance
(CVR). CPP dapat disederhanakan sebagai tekanan masuk yang kira-kira sama dengan
tekanan rata-rata arteri/ Mean arterial pressure (MAP) dikurangi tekanan keluar yang
kira-kira sama dengan tekanan intrakranial/ intracranial pressure (ICP), sehingga: CPP =
MAP – ICP, berhubungan langsung dengan tekanan perfusi otak dan berhubungan tidak
langsung dengan resistensi serebrovaskuler (CVR = Cerebrovascular Resistence) CBF =
MAP – ICP CVR.
C. Patofisiologi
1. Edema interstitial
2. Edema sitotoksik
3. Edema vasogenic
D. Manifestasi klinis
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Kejang
4. Perubahan status mental dan penurunan kesadaran
5. Papil edema,
6. Bradikardi
7. Peningkatan progresif tekanan darah
8. Perubahan tipe pernapasan
9. Timbulnya kelainan neurologis
10. Gangguan endokrin
11. Gangguan tingkat kesadaran
12. Pada anak-anak, dapat terjadi pembesaran lingkar kepala dengan pelebaran sutura
tengkorak. Kelainan neurologis yang sering adalah kelumpuhan nervus VI dan nervus III
serta tanda Babinski positif di kedua sisi.
E. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Manajemen penanganan tekanan tinggi intrakranial (TTIK) adalah suatu tindakan
pengelolaan memperbaiki tekanan tinggi intrakranial yang bertujuan untuk menurunkan
tekanan intrakranial dalam rentang 10-15 mmHg, memperbaiki aliran darah otak serta
mencegah dan menghilangkan herniasi. Sebagian besar teknik manajemen berorientasi
terhadap control volume darah serebral serebral dan sirkulasi CSS.
Indikasi dilakukannya manajemen penanganan TTIK pada pasien-pasien tekanan
tinggi intrakranial yaitu dengan kondisi tekanan intrakranial 20 -40 mmHg dianggap
sebagai peningkatan tekanan intrakranial yang meningkat. Serta jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial lebih atau sama dengan 10 mmHg selama 5 menit harus segera
dilakukan tindakan untuk menurunkannya.
Hal hal yang harus dilakukan dalam standar operasional prosedur penanganan
tekanan tinggi intrakranial (TTIK) yaitu :
a. Persiapan Alat
1) Alat vital sign lengkap ( tensimeter, termometer, saturasi meter, pen light)/on
monitor vital sign
2) Oksigen
3) Penurun panas( kompres hangat, rapid sponge, cooling pack , dan anti piretik jika
perlu )
4) Cairan Manitol
5) Cairan hypertonic saline
6) ICP monitoring
b. Pelaksanaan
1) Siapkan alat
2) Cuci tangan
3) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan, berkaitan tindakan
4) Lakukan assesment adanya tanda-tanda peningkatan Tekanan Intra kranial, kaji
adanya Triase chushing ( bradikardi, hipertensi, RR irreguler), respon Pupildan
ukuran, kejang.
5) Observasi vital sign
6) Atur Posisi tempat Tidur 30°
7) Berikan oksigen sesuai indikasi
8) Lakukan penurunan Suhu tubuh mencapai suhu hypotermi therapy 33 – 34 °C
9) Berikan therapy heperosmolar (manitol dan hypertonic saline ), pemberian
manitol diberikan selama diagnostic dan intervensi, evaluasi intracranial mass
lessi, terapi manitol yang lama tidak direkomendasikan sampai CPP mencapai >70
pertimbangkan hypontesi periper dan penyakit renal selama pemberian manitol
10) Kolaborasi dalam pemberian Beta-blocker atau beta campuran dan alpha blocker
memberikan yang terbaik efek antihipertensi tanpa menyebabkan vasodilatasi
serebral yang signifikan yang dapat menyebabkan peningkatan ICP.

Referensi
Affandi, I.G dan Panggabean, R. (2016). Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada Stroke.
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Windharti, Lisa. (2016). Pengetahuan Perawat Tentang Manajemen Tekanan Intracranial (Tik)
Pada Pasien Cedera Kepala Sedang Berat Di Rumah Sakit Kota Semarang. Universitas
Diponegoro.
Miharja, M Najamuddin Dwi, 2018. Rancang Bangun Aplikasi Dosis Obat Syringe Pump.
Jurnal Seminar Nasional Informatika Medis. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia
Hidayati, Ratna,dkk. 2014. Praktik Laboratorium Keperawatan jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Sheindy, Chandra. 2017. Dual Spuit Syringe Pump. Karya Tulis Ilmiah. Poltekkes Surabaya.
Ball, J. W., Dains, J. E., & Flynn, J. A. (2015). Seidel’s Guide To Physical Examination (8th
Ed.). New York: Elsevier.
Gilreath-Osoff, A., & Deve, G. (2016). Jugular Venous Pressure: Measuring. EBSCO .
Jyotsna, M. (2017). Jvp- Jugular Venous Pressure. Indian Journal Of Cardiovascular Diseases
Journal In Women (IJCD , 2 (2), 1-13.
Michael, J., Parikh, N. I., & Fergusson, D. J. (2014). The Jugular Venous Pressure Revisited.
Cleveland Clinic Journal Of Medicine , 80 (10), 638-644.
Ni’am, U., Sobirin, M. A., & Ropyanto, C. B. (2020). Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis
(Jvp) Pada Pasien Gagal Jantung: Konsep Analisis. Journal Of Tscners , 5 (1), 45-53.
Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Lecture Notes. Kedokteran Kritis. Jakarta:
Erlangga.
Muljodipo, N. Et al. (2015). Rancang Bangun Otomatis Sistem Infus Pasien. 4(4)., 12-22.
Wadianto dan Zhafira Fihayah. (2016). Simulasi Sensor Tetesan Cairan, Pada Infus
Konvensional. Jurnal Kesehatan. Vol 7. No 3. Hal 394-401.
Arimbawa, Putu Aries. (2019). Efektivitas Penggunaan Infuse Pump Terhadap Kenyamanan
Pasien di Rumah Sakit Prima Medika Denpasar. Bali Health Journal. ISSN 2599-
1280

Anda mungkin juga menyukai