Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KLIMATOLOGI

HUJAN ASAM

OLEH:

NAMA : FLORIDA SAJA MONA

NIM : 182381221

PRODI : PENGOLAHAN HUTAN

JURUSAN : KEHUTANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Seiring berjalannya waktu, cepat atau lambat dunia pasti akan mengalami
perubahan. Bisa menjadi lebih baik atau bahkan lebih buruk. Perubahan ini mau
tidak mau pasti harus dihadapi oleh penghuni bumi. Mengarahkannya kepada
perubahan yang lebih baik atau malah menghancurkannya
Dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahun dan teknologi (IPTEK),
semakin tinggi pula aktivitas kegiatan ekonomi manusia, di antaranya dengan
semakin pesatnya perkembangan sektor industri dan sistem transportasi. Sebagai
konsekuensi logis, maka semakin dampaknya akan meningkatkan pula zat-zat
polutan yang dikeluarkan kegiatan industri maupun transportasi tersebut.
Keberadaan zat-zat polutan di udara ini tentu akan berpengaruh terhadap proses-
proses fisik dan kimia yang terjadi di udara. Beberapa contoh efek negatif
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi isu-isu global antara
lain efek rumah kaca, pemanasan global, polusi, sampah, dan hujan asam.
Mengingat begitu besar dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam
terhadap kehidupan manusia dan lingkungan, maka pada makalah ini akan dibahas
mengenai bagaimana hujan asam terbentuk, dampak hujan asam terhadap manusia
dan lingkungan, serta usaha yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dan
mencegah terjadinya hujan asam.

1.2 Tujuan
Mengetahui apa yang dimaksud dengan hujan asam, mengetahui tentang proses
terjadinya hujan asam, dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam terhadap
kehidupan manusia dan lingkungan, dan usaha yang dapat kita lakukan untuk
mengurangi dan mencegah dampak buruk yang ditimbulkan oleh hujan asam.
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah hujan asam pertama kali dicetuskan oleh Robert Angus Smith pada tahun
1872. Dia menemukan hujan asam di kota Manchester, Inggris, yang menjadi kota
penting dalam Revolusi Industri.  Robert Angus Smith menemukan hubungan
antara hujan asam dengan pencemaran udara 20 tahun sebelumnya, yaitu pada
tahun 1852. Ia mengamati bahwa hujan asam dapat mengarah pada kehancuran
alam dan kehidupan manusia. Smith menjelaskan fenomena hujan asam pada
bukunya yang berjudul “Air and Rain: The Beginnings of Chemical Technology“.
Fenomena hujan asam mulai dikenal sejak akhir abad 17.Hal ini diketahui dari
buku karya Robert Boyle pada tahun 1960 dengan judul “A General History of the
Air“.Buku tersebut menggambarkan fenomena hujan asam sebagai “nitrous or
salino-sulforus spiris“.Selanjutnya revolusi industri di Eropa yang dimulai sekitar
awal abad ke 18 memaksa penggunaan bahan bakar batubara dan minyak sebagai
sumber utama energi untuk mesin-mesin.Sebagai akibatnya, tingkat emisi
precursor (faktor penyebab) dari hujan asam yakni gas-gas SO2, NOX dan HCl
meningkat.Padahal biasanya precursor hanya berasal dari gas-gas gunung berapi
dan kebakaran hutan.
Masalah hujan asam dalam skala yang cukup besar pertama terjadi pada tahun
1960-an ketika sebuah danau di Skandinavia meningkat keasamannya hingga
mengakibatkan berkurangnya populasi ikan. Hal tersebut juga terjadi di Amerika
Utara, pada masa itu pula banyak hutan-hutan di bagian Eropa dan Amerika yang
rusak.Sejak saat itulah dimulai berbagai usaha penaggulangannya, baik melalui
bidang ilmu pengetahuan maupun teknis.
Hujan asam adalah segala jenis hujan yang memiliki pH dibawah 5,6. Hujan
yang dimaksud disini bukan hanya hujan yang turun sebagai butiran air saja tetapi
dapat berupa salju maupun kabut. Istilah hujan asam juga digunakan sebagai istilah
umum untuk mendeskripsikan semua material asam baik kering maupun basah
yang jatuh dari atmosfer. Sehingga dikenal adanya deposisi basah dan deposisi
kering.
Hujan asam yang turun dalam bentuk hujan, salju maupun kabut disebut
deposisi basah. Deposisi basah ini biasanya terjadi jauh dari sumber pencemar.
Hujan asam yang turun  dalam bentuk gas, debu, dan partikel padat lainnya yang
menyebabkan kondisi asam disebut deposisi kering. Deposisi kering ini biasanya
terjadi di dekat sumber pencemar.
Secara alami proses terjadinya hujan asam disebabkan karena gunung berapi dan
dari proses proses bio-kimia yang terjadi di rawa, laut maupun tanah,. Namun pada
dasarnya terjadinya hujan asam terjadi karena ulah manusia sendiri seperti
perindustrian, pembangkit listrik, emulsi, dll. Semua gas yang dihasilkan oleh
aktivitas manusia tersebut akan terbawa oleh angin hingga mencapi atmostfir
sehingga turun bersama hujan dan kemudian mengendap di tanah.
Hujan Asam bisa terjadi di daerah perkotaan karena adanya pencemaran udara
dari lalu lintas yang berat dan daerah yang langsung terkena udara yang tercemar
dari pabrik.Hujan asam dapat pula terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin
yang membawa udara yang mengandung asam.Deposisi kering biasanya terjadi di
tempat dekat sumber pencemaran.
Daerah Yogyakarta sudah rawan dengan hujan asam, semakin memburuknya
kualitas udara dari tahun ke tahun sehingga berdampak buruk, di antaranya
kemungkinan terjadi hujan asam. Di Yogyakarta fenomena alam itu diperkirakan
akan terjadi 10 tahun mendatang. Walau sampai sekarang belum pernah terjadi
hujan asam di Yogyakarta, namun jika kondisi lingkungan dan kualitas udara tidak
dijaga, kemungkinan hujan tersebut bisa terjadi sepuluh tahun mendatang (Anonim,
2009).

Berikut ini data dari tingginya kualitas hujan asam diseluruh dunia :
Negara/ Tingkat Keasaman (pH)
Daerah
Jepang/ 2.5
Gunung.
Tsukuba
Jepang/ 2.45
Kagoshima
Seluruh Tidak tecantum (merupakan daerah
Amerika Utara yang tingkat keasamannya paling tinggi)
Seluruh Tidak tercantum (merupakan daerah
Eropa yang tingkat keasamannya paling tinggi)
Data daerah dengan kadar asam tertiggi di Indonesia :
Daerah Tingkat
Keasaman (pH)
Medan < 5.6
Pekanbaru < 5.6
Jambi < 5.6
Bengkulu < 5.6
Palembang < 5.6
Jakarta < 5.6
Cisarua, Bogor < 5.6
Bandung < 5.6
Mataram < 5.6
Pontianak < 5.6
Palangkaraya 4.61
Banjarbaru < 5.6
Winangun- 4.55
Manado
Sam Ratulangi- < 5.6
Manado
Makassar < 5.6
Palu < 5.6
Jayapura < 5.6
Berdasarkan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Rata-rata tingkat
keasaman wilayah Indonesia sekitar 4,7 pada tahun 1998

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proses Terjadinya Hujan Asam


Secara alami proses terjadinya hujan asam disebabkan karena gunung berapi dan
dari proses proses bio-kimia yang terjadi di rawa, laut maupun tanah,. Namun pada
dasarnya terjadinya hujan asam terjadi karena ulah manusia sendiri seperti
perindustrian, pembangkit listrik, emulsi, dll. Semua gas yang dihasilkan oleh
aktivitas manusia tersebut akan terbawa oleh angin hingga mencapi atmostfir
sehingga turun bersama hujan dan kemudian mengendap di tanah.
Secara sederhana pembentukan zat asam tersebut melalui proses kimia, dengan
reaksi seperti berikut

Pada proses terbentuknya hujan asam, evaporasi dan transpirasi berlangsung


seperti pada siklus air yang biasanya. Uap air hasil evaporasi dan transpirasi ini
juga akan naik ke atmosfer. Namun karena adanya pencemaran udara oleh gas NO x
dan SO2, uap air kemudian bereaksi dengan gas NOx dan SO2 membentuk asam
nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4). Asam-asam ini kemudian bergabung
dengan uap air membentuk awan. Awan yang mengandung asam ini akan
berkumpul awan-awan lain hingga terjadi presipitasi. Presipitasi yang terjadi inilah
yang disebut dengan hujan asam.
Hujan asam terjadi akibat pencemaran udara. Pencemaran udara ini dapat terjadi
secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Udara yang tercemar mengandung
bahan-bahan antara lain karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO x),
Hidrocarbon (HC), karbon dioksida (CO 2), sulfur dioksida (SO2), dll. Namun bahan
pencemar utama yang menyebabkan terbentuknya hujan asam adalah nitrogen
oksida (NOx) dan sulfur dioksida (SO2).
Nitrogen oksida sering disebut NOx karena oksida nitrogen mempunyai 2
macam bentuk yang sifatnya berbeda yaitu gas nitrogen dioksida (NO 2) dan gas
nitrogen monoksida (NO). Sifat gas NO2 adalah berwarna merah kecoklatan dan
berbau tajam menyengat hidung, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak
berbau. NOx banyak dihasilkan oleh berbagai macam aktivitas yang menunjang
kehidupan manusia seperti transportasi, pembangkit listrik, pembuangan sampah,
dan lain-lain. Oleh karena itu, kadar NOx di daerah perkotaan yang berpenduduk
banyak akan lebih tinggi daripada daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit.
Secara sederhana, reaksi pembentukan hujan asam sebagai berikut:
Pembentukan Asam Sulfat (H2SO4)
Gas SO2, bersama dengan radikal hidroksil dan oksigen melalui reaksi
photokatalitik di atmosfer, akan membentuk asamnya.
SO2 + OH -> HSO3
HSO3 + O2 -> HO2 + SO3
SO3 + H2O -> H2SO4
Selanjutnya apabila diudara terdapat Nitrogen monoksida (NO) maka radikan
hidroperoksil (HO2) yang terjadi pada salah satu reaksi diatas akan bereaksi
kembali seperti:
NO + HO2 -> NO2 + OH
Pada reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada NO
diudara, maka reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi semakin banyak
SO2, maka akan semakin banyak pula asam sulfat yang terbentuk.
Pembentukan Asam Nitrat (HNO3)
Pada siang hari, terjadi reaksi photokatalitik antara gas Nitrogen dioksida
denan radikal hidroksil.
NO2 + OH -> HNO3
Sedangkan pada malam hari terjadi reaksi antara Nitrogen dioksida dengan
ozon
NO2 + O3 -> NO3 + O2
NO2 + NO3 -> N2O5
N2O5 + H2O -> HNO3
Didaerah peternakan dan pertanian akan concong menghasilkan asam pada
tanahnya mengingat kotoran hewan banyak mengandung NH3 dan tanah pertanian
mengandung urea. Amoniak di tanah semula akan menetralkan asam, namun
garam-garam ammonia yang terbentuk akan teroksidasi menjadi asam nitrat dan
asam sulfat. Disisi lain amoniak yang menguap ke udara dengan uap air akan
membentuk ammonia hingga memungkinkan penetralan asam yang ada di udara.
Pembentukan Asam Chlorida (HCl)
Asam klorida biasanya terbentuk di lapisan stratosfer, dimana reaksinya
melibatkan Chloroflorocarbon (CFC) dan radikal oksigen O*
CFC + hv(UV) -> Cl* + produk
CFC + O* -> ClO + produk
O* + ClO -> Cl* + O2
Cl + CH4 -> HCl + CH3
Reaksi diatas merupaka bagian dari rangkaian reaksi yang menyebabkan
deplesi lapisan ozon di stratosfer. Perbandingan ketiga asam tersebut dalam hujan
asam biasanya berkisar antara 62 persen oleh Asam Sulfat, 32 persen Asam Nitrat
dan 6 persen Asam Chlorida.

3.2 Dampak Hujan Asam Terhadap Lingkungan & Kesehatan Manusia


Dampak dari hujan asam pun terlihat nyata, semenjak terjadi Revolusi
Indrustri di eropa, terjadi penurunan pH di kutub utara dengan sangat drastis, pH di
kutub utara yang tadinya adalah 6, sekarang telah turun hingga 4,5. Tidak hanya
perubahan pada pH saja, tetapi juga terdapat organisme kecil yang disebut dengan
diatom, diatom tersebut menetap di kolam-kolam, selama bertahun", kemudian
diatom tersebut mati dan mengendap pada sedimen-sedimen tertentu di dasar
kolam. Jumlah diatom yang mengendap di dasar kolam dapat menjadi petunjuk
tingkatan pH, karena tingginya pH mempengaruhi pertumbuhan dari diatom
tersebut. Sehingga dengan data tersebut dapat diketahui perbedaan pH di kutub
utara akibat hujan asam dari tahun ke tahun.
Hujan asam pertamakali ditemukan terdapat di Manchester pada 1852 oleh Robert
Angus Smith.para ilmuan baru melakukan penelitian terhadap hujan asam pada
tahun 1970-an. Kepedulian terhadap hujan asam baru perjadi pada tahun 1990 yaitu
saat New York Times memuat laporan Hubbard Brook Experimental Forest di New
Hampshire tentang tentang hujan asam yang banyak menyebabkan kerusakan pada
lingkungan.
Dampak lain dari Hujan Asam
1. Menghambat perkembang biakan binatang yang hidup di air akan mati, pH
yang semakin kecil akan menghambat pertumbuhan larva ikan, sehingga membuat
ikan sulit untuk berkembang biak, seperti ikan trout.
2. Memusnahkan berbagai jenis ikan, menurut penelitian, plankton tidak
dapat bertahan hidup apabila pH pada air dibawah 5, sedangkan plankton adalah
makanan dasar dari ikan dan keadaan tersebut dapat menyebabkan putusnya rantai
makanan, pH yang terlalu kecil juga akan membuat beberapa jenis logam akan
bercampur seperti alumunium, keadaan tersebut dapat menyebabkan ikan
mengeluarkan banyak lendir dari ingsan nya seghingga ikan akan sulit berrespirasi.
3. Racun bagi manusia, hujan asam juga dapat berdampak bagi kesehatan
manusia. Hujan asam akan menyebar ke sungai, danau dan tempat menampunyan
air, pH yang terlalu rendah sangat tidak baik untuk manusia.
4. Kerusakan lingkungan, hujan asam dapat menyebabkan tumbuhan mati.
Hujan asam akan menghancurkan zat lilin yang terdapat pada tumbuhan. Nutrisi
yang ada pada tumbuhan tersebut akan hilang, sehingga tanaman tersebut dapat
dengan mudah terserang penyakit seprti jamur. Kerusakan hutan yang pelingbanyak
terkena dampaknya adalah di pegunungan, karena di daerah tersebut sering terjadi
hujan.

Hujan asam dapat melepas zat gizi tanah seperti kalsium dan magnesium
dari tanah dan membawanya ke sungai-sungai dan kolam-kolam. Hujan asam
menyebabkan air sungai menjadi terlalu asam sehingga beberapa hewan perairan
seperti ikan, telur hewan amfibi terancam hidupnya. Hujan asam juga menyebabkan
endapan logam beracun seperti oksida merkuri (HgO) dan aluminium (Al2O3)
terlarut dalam air sehingga binatang dapat teracuni. Hujan asam juga dapat
mempercepat terjadinya perkaratan logam-logam seperti besi, baja, dan tembaga.
Namun, hujan asam tidak terlalu berpengaruh di daerah pegunungan berkapur
(basa), karena kapur dapat menetralisir asam dalam air hujan.

3.3 Pencegahan Hujan Asam


Usaha jangka panjang untuk menghentikan kerusakan karena hujan asam
adalah dengan menghentikan sumbernya, mengganti bahan bakar batubara dengan
bahan bakar lainnya. Sedangkan, penanganan cara cepat jika hujan asam sedang
terjadi adalah dengan menebarkan zat kapur di atas danau atau sungai.
             Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan
bakar yang mengandung sedikit zat pencemar, menghindari terbentuknya zat
pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan
dan penghematan energi. 
a.       Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah
            Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya
ialah sampai saat ini Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan
batubara, sedangkan minyak bumi merupakan sumber bahan bakar dengan
kandungan belerang yang tinggi.
            Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan
tetapi kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan
menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen.
Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati,
jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol
menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat
ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker). 
b.      Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran
            Kadar belarang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan
teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya
dicuci untukk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta
mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi
sulfida( sampai 50-90%

c.       Pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran


            Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu
pembakaran telah dikembangkan. Slah satu teknologi ialah lime injection in
multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai
80% dan NOx 50%.
            Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan
suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi
dengan belerang dan membentuk gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu
mengakibatkan penurunan pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam
bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
d.      Pengendalian Setelah Pembakaran
            Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran.
Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi,
2000. Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di
cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan
cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah
terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum
yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah dengan
menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan
dapat dipergunakan sebagi pupuk.
           Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam
memproduksi gipsum sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang
pertama di AS didirikan oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997
lalu. Lokasi pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee
Valley Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt. 
           Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu
mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru
yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi
secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang
diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran
yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat
nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.
e.      Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)
            Hendaknya prinsip ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu
barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang
sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi
yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan
emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah
lingkungan.
f.        Pengendalian Emisi Kendaraan Bermotor
Mengingat kendaraan bermotor mempunyai andil terbesar dalam polusi udara,
maka pengendalian polusi udara juga berarti pengendalian emisi kendaraan
bermotor. Selain itu juga untuk mahasiswa yang punya intelektual dan kesadaran
terhadap lingkungan yang tinggi alangkah baiknya untuk bisa menggunakan sepeda
motornya sesuai kebutuhan agar bisa mengurangi sedikit dari polusi udara akibat
kendaraan bermotor.
g.       Menanam Pohon-Pohon Untuk Menjaga Kelestarian Lingkungan
          Penghijauan dalam arti luas adalah segala daya untuk memulihkan,
memelihara dan meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi
secara optimal, baik sebagai pengatur tata air atau pelindung lingkungan.
                Dalam hal mi penghijauan perkotaan merupakan kegiatan pengisian
ruang terbuka di perkotaan. Pada proses fotosintesa tumbuhan hijau mengambil
CO2 dan mengeluarkan C6H1206 serta peranan O2 yang sangat dibutuhkan
makhluk hidup. Oleh karena itu, peranan tumbuhan hijau sangat diperlukan untuk
menjaring CO2 dan melepas O2 kembali ke udara. Di samping itu berbagai proses
metabolisme tumbuhan hijau dapat memberikan berbagai fungsi untuk kebutuhan
makhluk hidup yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan.
BAB IV
KESIMPULAN

Hujan asam adalah fenomena dimana pH pada air hujan dibawah 5,6.
Bukan hanya hujan berupa butiran air, namun dapat berupa kabut maupun salju.
Hujan asam dapat dihasilkan dari pencemaran udara dimana kadar belerang dan
nitrogennya melebihi batas normal. Biasanya pencemaran udara ini diperankan oleh
ulah manusia, namun selain karena pencemaran udara yang disebabkan oleh
manusia, hujan asam juga bisa ditimbulkan dari hasil letusan gunung berapi.
Dampak dari hujan asam ini sangatlah banyak, antara lain : penurunan pH,
perkaratan pada logam, pemusnahan biota air, dan bisa juga merusak kesehatan
manusia. Oleh karena itu, dibutuhkanlah kesadaran diri untuk mulai mencintai
lingkungan kita. Misalnya saja dengan menurunkan tingkat polusi kendaraan,
mengaplikasikan prinsip 3R, dan ikut melakukan penghijauan.

Daftar Pustaka

Anonim . 2009. Cause and Effects of Acid Rain. Diperoleh


dari: http://www.buzzle.com/ articles/ causes – and – effects – of – acid –rain.html.
Diakses pada: 11 Oktober 2014
 
Harjanto, N.T., 2008. Dampak Lingkungan Pusat Listrik Tenaga Fosil Dan
Prospek Pltn Sebagai Sumber Energi Listrik Nasional. Pusat Teknologi Bahan
Bakar Nuklir, BATAN. Diperoleh dari: http://www.batan.go.id/ptbn/php/pdf-
publikasi /PIN/ pin-pdf/ 06Anto.pdf. Diakses pada: 9 Oktober 2014
 

Anda mungkin juga menyukai