Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM BISNIS

“Wanprestasi”

Disusun Oleh :

Mifta Aulia Ashali (11970320155)

Rara Arwani (11970323038)

Putri Amelia S (11970323022)

Fakultas Ekonomi Dan Sosial

Program Studi Akuntansi

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang memberikan penulis kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur sebanyak-banyaknya kepada Allah SWT atas


limpahan nikmat dan rahmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal
pikiran, sehingg mampu menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata
kuliah Hukum Bisnis dengan judul “Wanprestasi”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
terdapat kesalahan & kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Pekanbaru, 24 Maret 2020

Penulis

DAFTAR ISI

1|Hukum Binis
KATA PENGANTAR......................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................2

BAB I : PENDAHULUAN..............................................................................3

A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................3

BAB II : PEMBAHASAN................................................................................4

A. Pengertian Wanpretasi..........................................................................4

BAB III : PENUTUP........................................................................................25

A. Kesimpulan...........................................................................................25
B. Saran.....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................26

2|Hukum Binis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu
persetujuan yang menimbulkan perikatan diantara pihak-pihak yang membuat
persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para
pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai manayang diatur di dalam pasal
1338 KUH Perdata.

Perikatan yang bersifat senantiasa menimbulkan sisi aktif dan sisi pasif. Sisi aktif
menimbulkan hak bagi kreditor untuk menuntut pemenuhan prestasi, sedangkan sisi
pasif menimbulkan beban kewajiban bagi debitur untuk melaksanakan prestasinya.
Pada situasi normal antara prestasi dan kontraprestasi akan saling bertukar, namun
pada waktu tertentu pertukaran akan prestasi tidak berjalan sebagaimana mestinya
sehingga muncul peristiwa yang disebut wanprestasi.

Pelanggaran hak-hak kontraktual tersebut menimbulkankewajiban ganti rugi


berdasarkan wanprestasi.Suatu perjanjian dapat dilakukan dengan baik apabila semua
pihak telah melakukan prestasinya masing-masing sesuai dengan yang telah
diperjanjikan tanpa ada yang dirugikan. Tapi adakalanya perjanjian yang telah
disetujui tidak berjalan dengan baik karena adanya wanprestasi dari salah satu pihak. 
Dari adanya wanprestasi tersebut akan mengalami beberapa kendala yang nantinya
akan terjadi, contohnya seperti terjadi kerugian kecil maupun besar. Oleh karena itu
orang yang melakukan wanprestasi akan menanggung resiko-resikoyang harus
ditanggung, seperti mengganti kerugian yang telah disebabkanolehnya, maupun
pembatalan perjanjian yang telah disepakati tersebut.

Terkait dengan kegagalan perjanjian, dapat terjadi karena faktor


internal para pihak maupun faktor eksternal yang berpengaruh terhadap eksistensi per

3|Hukum Binis
janjian yang bersangkutan. Dalam pembahasan ini kegagalan pelaksanaan pemenuha
n kewajiban dalam suatu perikatan disebabkan karena wanprestasi.makalah ini akan
membahas dari mulai pengertian wanpresatsi serta akibthukum dari prestasi

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan, khususnya bagi


pemakalah sendiri dan uumumnya bagi teman-teman semua untuk mengetahui
pelbagai korelasi kejahatan dan korban dalam tindak pidana kesusilaan yang terjadi
dalam masyarakat beserta cara penganggulangannya.

4|Hukum Binis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wanprestasi
Perjanjian akan menimbulkan suatu perikatan yang dalam kehidupan sehari-hari
sering diwujudkan dengan janji atau kesanggupan baik diucapkan atau ditulis.
Hubungan hukum dalam perjanjian bukanlah hubungan hukum yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang berkeinginan untuk menimbulkan hubungan hukum tersebut.1
Dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak yang akan menimbulkan prestasi,
apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi dalam perjanjian akan menimbulkan
ingkar janji (wanprestasi) jika memang dapat dibuktikan bukan karena overmacht
atau keadaan memaksa.2
Istilah mengenai wanprestasi ini terdapat di berbagai istilah yaitu ingkar janji,
cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya. Istilah wanprestasi atau yang dalam
hukum perdata di Indonesia sering disebut dengan ingkar janji/cidera janji berasal
dari bahasa Belanda yaitu dari kata ‘wan’ yang artinya tidak ada, kata ‘prestasi’ yang
diartikan prestasi/kewajiban. Jadi wanprestasi berarti prestasi buruk atau tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana yang telah diperjanjikan. Selain itu bisa juga
diartikan ketiadaan suatu Prestasi3.
Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya prestasi buruk.
Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang
dan dibuat antara kreditur  debitur.4
Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka
dikatakan ia melakukan “Wanprestasi. ia alpa atau “Lalai” atau ingkar janji. Atau

1
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika (Jakarta : PT. Raja Gravindo Persada,2004), h. 216
2
Nindyo Pramono, Hukum Komersil (Jakarta : Pusat Penerbitan UT, 2003), h. 221
3
Subekti, Hukum Perjajnjian, (Jakarta:Intermasa, 1984), h.45
4
Abdul R Saliman,Esensi Hukum Bisnis Indonesia ( J a k a r t a : K e n c a n a , 2 0 0 4 ) , h. 15

5|Hukum Binis
juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh
dilakukannnya5.
Dengan adanya bermacam-macam istilah mengenai pengertian wanprestsi ini, ada
beberapa sarjana yang memberi pendapat tentang pengertian mengenai wanprestsi.
Menurut Gunawan wijaya dan Kartika Muljadi setiap pelaksanaan prestasiyang tidak
baik, prestasi yang buruk, prestasi yang tidak memadai, prestasi yang tidak beres
disebut dengan wanprestasi, yang berarti prestasi yang tidak dipenuhi dengan baik 6.
Wanprestasi berarti suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak
melaksanakan kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan7.
Mariam Darus Badrul zaman mengatakan apabila debitur “karena kesalahannya”
tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu wanprestasi atau cidera
janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena debitur tidak melaksanakan
prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karenasalahnya8.
Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu
prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai
isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah
“Pelaksanaan janji untuk prestasi & ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.”.9
Menurut M.Yahya Harahap bahwa “wanprestasi” dimaksudkan juga sebagai
pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilaksanakan tidak
selayaknya. 10 Artinya apabila salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar isi
perjanjian maka telah melakukan perbuatan wanprestasi.
Dengan demikian bahwa dalam setiap perikatan yang berprestasi merupakansuatu
yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi merupakan isi dari
suatu perjanjian dalam perikatan, apabila debitur tidak memenuhi prestasi
sebagaimana yang telah ditentukan dalam isi perjanjian maka dikatakan wanprestasi.
5
Subekti, Hukum Perjanjian, cet. ke-19 ( Jakarta: Intermasa,2002), h. 45
6
6 Gunawan Wijaya dan Kartini Muljadi,Hapusnya Perikatan (Jakarta: PT. Raja grafindoPersada, 2003), h. 87
7
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: PradnyaParamita, 2003), h. 341
8
Subekti, Hukum Perjanjian, cet. Ke-4 (Jakarta: Pembimbing Masa, 1979), h. 59
9
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian (Bandung: Sumur,1999),h.17
10
Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1982), h. 60

6|Hukum Binis
Begitu juga dalam hukum Islam dalam cabang fiqih muamalah juga
mengakui/mengakomodir wanprestasi, sanksi, ganti kerugian serta adanya keadaan
memaksa. dalam perjanjian/akad dapat saja terjadi kelalaian, baik ketika akad
berlangsung maupun pada saat pemenuhan prestasi. Wanprestasi memberikan akibat
hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawakonsekuensi terhadap
timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihakyang melakukan
wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukumdiharapkan agar tidak
ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

B. Bentuk dan Syarat Wanprestasi


Menurut Satrio (1999), terdapat tiga bentuk wanprestasi, yaitu:

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan dengan debitur


yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi
prestasi sama sekali.
2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi debitur masih
dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi
tetapi tidak tepat waktunya.
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi
prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki
lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.

Sedangkan menurut Subekti, bentuk dan syarat tertentu hingga terpenuhinya


wanprestasi adalah sebagai berikut (Ibrahim, 2004):

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.


2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

7|Hukum Binis
Adapun syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang Debitur sehingga
dikatakan dalam keadaan wanprestasi, yaitu:

1. Syarat materill, yaitu adanya kesengajaan berupa:


a) kesengajaan adalah suatu hal yang dilakukan seseorang dengan di kehendaki
dan diketahui serta disadari oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian
pada pihak lain.
b) Kelalaian, adalah suatu hal yang dilakukan dimana seseorang yang wajib
berprestasi seharusnnya tahu atau patut menduga bahwa dengan perbuatan
atau sikap yang diambil olehnya akan menimbulkan kerugian.
2. Syarat formil, yaitu adanya peringatan atau somasi hal kelalaian atau
wanprestasi pada pihak debitur harus dinyatakan dahulu secara resmi, yaitu
dengan memperingatkan debitur, bahwa kreditor menghendaki pembayaran
seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Somasi adalah teguran keras
secara tertulis dari kreditor berupa akta kepada debitur, supaya debitur harus
berprestasi dan disertai dengan sangsi atau denda atau hukuman yang akan
dijatuhkan atau diterapkan, apabila debitur wanprestasi atau lalai.

C. Penyebab Terjadinya Wanprestasi


Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya wanprestasi adalah sebagai
berikut (Satrio, 1999):
a. Adanya Kelalaian Debitur (Nasabah)
Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika di dalamnya ada
unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan pada diri debitur
yang dapat dipertanggung jawabkan kepadanya. Kelalaian adalah peristiwa dimana
seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau
sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian.

8|Hukum Binis
Sehubungan dengan kelalaian debitur, perlu diketahui kewajiban-kewajiban yang
dianggap lalai apabila tidak dilaksanakan oleh seorang debitur, yaitu:
1. Kewajiban untuk memberikan sesuatu yang telah dijanjikan.
2. Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan.
3. Kewajiban untuk tidak melaksanakan suatu perbuatan.

b. Karena Adanya Keadaan Memaksa (overmacht/force majure)


Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak
debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana
tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan. Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena
keadaan memaksa tersebut timbul di luar kemauan dan kemampuan debitur.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa adalah sebagai berikut:

1. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda


yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap.
2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau sementara.
3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan karena
kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.

D. Akibat Hukum Wanprestasi


Akibat hukum atau sangsi yang diberikan kepada debitur karena melakukan
wanprestasi adalah sebagai berikut:

a. Kewajiban membayar ganti rugi

Ganti rugi adalah membayar segala kerugian karena musnahnya atau rusaknya
barang-barang milik kreditur akibat kelalaian debitur. Untuk menuntut ganti rugi

9|Hukum Binis
harus ada penagihan atau (somasi) terlebih dahulu, kecuali dalam peristiwa-peristiwa
tertentu yang tidak memerlukan adanya teguran.

Ketentuan tentang ganti rugi diatur dalam pasal 1246 KUHPerdata, yang terdiri dari
tiga macam, yaitu: biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran atas
pengongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh kreditur sedangkan bunga
adalah segala kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan
atau yang sudah diperhitungkan sebelumnya.

Ganti rugi itu harus dihitung berdasarkan nilai uang dan harus berbentuk uang. Jadi
ganti rugi yang ditimbulkan adanya wanprestasi itu hanya boleh diperhitungkan
berdasar sejumlah uang. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesulitan
dalam penilaian jika harus diganti dengan cara lain.

b. Pembatalan perjanjian

Sebagai sangsi yang kedua akibat kelalaian seorang debitur yaitu berupa pembatalan
perjanjian. Sangsi atau hukuman ini apabila seseorang tidak dapat melihat sifat
pembatalannya tersebut sebagai suatu hukuman dianggap debitur malahan merasa
puas atas segala pembatalan tersebut karena ia merasa dibebaskan dari segala
kewajiban untuk melakukan prestasi.

Menurut KUHPerdata pasal 1266: Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam
persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi
hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus
dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan
dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan hakim adalah
leluasa untuk menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka

10 | H u k u m B i n i s
waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun tidak
boleh lebih dari satu bulan.

11 | H u k u m B i n i s

Anda mungkin juga menyukai