Anda di halaman 1dari 20

Journal Reading

Relationship between the degree of perineal trauma at vaginal


birth and change in haemoglobin concentration

Oleh:
Dhanty Mukhlisa S.ked 04084821719179

Pembimbing:
dr. Adnan Abadi Sp.OG(K)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Journal Reading
Relationship between the degree of perineal trauma at vaginal birth and
change in haemoglobin concentration

Oleh:

Dhanty Mukhlisa S.ked 04084821719179

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang periode 17 September 2018 — 26
November 2018
.

Palembang, Oktober 2018


Pembimbing

dr. Adnan Abadi Sp.OG(K)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii

KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iv

JURNAL (TERJEMAHAN) ................................................................................. 1

TELAAH KRITIS...........................................................................................................17

LAMPIRAN....................................................................................................................22

3
Hubungan antara Derajat Trauma Perineum pada Persalinan Pervaginam
dengan Perubahan Konsentrasi Hemoglobin

1. Pendahuluan

Pada persalinan pervaginam tanpa komplikasi, secara fisiologis


kehilangan darah dapat mencapai 500 mL. Walaupun jumlah tersebut cukup
signifikan, karena perubahan hemodinamik selama kehamilan, wanita dapat
beradaptasi terhadap kehilangan darah tersebut. Namun, terdapat beberapa
kondisi klinis yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum lebih berat dan
berdasarkan kadar hemoglobin (Hb) sebelumnya, dapat menyebabkan dampak
maternal lebih tinggi selama periode postpartum.
Perdarahan postpartum/ hemorrhagic post partum (HPP) didefinisikan
sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL, diperkirakan terjadi pada 6%
kelahiran, dan merupakan satu dari penyebab utama morbiditas dan mortalitas
maternal yang dapat dicegah di seluruh dunia. Diantara komplikasi kehilangan
darah yang paling sering adalah anemia postpartum, yang menjadi masalah
kesehatan penting pada Negara dengan pendapatan tinggi maupun rendah.
Prevalensinya walaupun berbeda antar Negara, diperkirakan memengaruhi
sekitar 50–80% wanita pada 48 jam postpartum. Ini berhubungan dengan
gangguan kualitas hidup dari sudut pandang fisik dan psikologis. Berdasarkan
beberapa studi, situasi ini menjadi predisposisi kemungkinan yang lebih besar
dari kelelahan, stress, depresi dan kesulitan interaksi ibu-bayi, dan efeknya
dapat memanjang hingga beberapa bulan setelah melahirkan.
Tindakan berbeda untuk menurunkan kehilangan darah postpartum
dilakukan, dan ini menurunkan kejadian anemia maternal. Diantaranya adalah
pencegahan anemia pada saat kehamilan dengan suplementasi besi dan
pemberian uterotonika pada kala III persalinan.
Walaupun demikian, terdapat faktor-faktor risiko lain yang berperan
dalam penurunan kadar Hb postpartum. Diantaranya adalah variablel obstetrik
yaitu paritas, kehamilan multipel, durasi persalinan, persalinan dengan alat,
seksio sesaria dan trauma perineum. Trauma perineum terjadi pada hingga 85%
persalinan pervaginam, baik karena episiotomi, robekan spontan atau

4
kombinasi keduanya. Morbiditas postnatal secara langsung berhubungan
dengan kompleksitas trauma perineum, dan walaupun kedua tipe trauma
perineum ini merupakan risiko perdarahan, masih tidak diketahui yangmana
yang menyebabkan perubahan konsentrasi Hb lebih besar.
Sementara bukti terkini mendukung pembatasan penggunaan episiotomi
dan indikasinya dikurangi terutama untuk persalinan yang dibantu alat atau
dicurigai gangguan janin, variabelitas penggunaan episiotomi secara praktis
lebih relevan. Perbedaan besar variabelitas dapat dijelaskan dengan perbedaan
temuan dalam hubungan dengan professional yang menangani persalinan
(dokter obstetrik atau bidan), posisi pada saat persalinan, paritas, pencegahan
robekan berat, penggunaan analgetik epidural, dan konteks dimana persalinan
berlangsung (rumah sakit atau di rumah).
Robekan perineum juga diidentifikasi sebagai faktor risiko perdarahan,
terjadi lebih sering pada primipara, bayi besar, kala II memanjang, persalinan
dengan alat atau pada wanita yang tidak dilakukan episiotomi.
Pencegahan trauma perineum spontan, terutama derajat berat,
digunakan sebagai argumen oleh professional untuk kebijakan penggunaan
episiotomi. Sehingga terjadi issue penting, karena penggunaan episiotomi dapat
dimodifikasi dan pengurangannya berimplikasi pada peningkatan robekan.
Studi yang dipublikasi biasanya fokus pada manfaat pembatasan episiotomi
terhadap beberapa komplikasi penggunannya, dan biaya perawatan kesehatan.
Namun, peran episiotomi terhadap kadar HB pada akhirnya masih tidak
diketahui, sehingga masih tidak jelas derajat trauma perineum yangmana yang
dapat menambah morbiditas postpartum dalam hal kehilangan darah.
Mengingat bahwa penggunaan episiotomi merupakan faktor risiko yang
dapat diubah, tujuan studi ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara
derajat trauma perineum dan perubahan konsentrasi Hb pada persalinan
pervaginam.

5
2. Metode
Setting
Studi ini dilakukan di Rumah sakit umum yang merupakan pusat
pelayanan kesehatan tingkat sekunder. Pada episiotomi, teknik yang digunakan
adalah mediolateral dan dilakukan baik oleh bidan maupun dokter obstetric.
Penggunaanya tidak distandardisasi secara sistematik dan walaupun
diindikasikan untuk persalinan dengan alat atau gangguan janin, pada banyak
kasus, keputusan final didelegasikan pada professional yang menolong
persalinan. Setelahnya, tidak terdapat penilaian tambahan seerti pemasangan
cairan intravena atau penundaan penjahitan yang dilakukan untuk encegah
kehilangan darah lebih banyak. Pada persalinan dengan alat, vacuum, forcep
atau spatula digunakan, dapat berupa alat tunggal atau kombinasi. Episiotomi
tidak dilakukan secara rutin pada persalinan dengan alat. Penjahitan robekan
derajat 2 dan 3, sama halnya dengan episiotomi dilakukan di kamar bersalin,
dan pasien hanya dibawa ke ruang operasi bila mengalami robekan derajat 4
oleh karena kompleksitasnya dan kemungkinan untuk disediakannya analgesia
yang lebih tinggi jika diperlukan.
Penjahitan, kecuali pada robekan dengan keparahan tinggi (derajat 3
dan 4) dan trauma perineum yang terjadi ada persalinan dengan alat, dilakukan
oleh bidan. Ketika wanita berada di kamar bersalin, pemisahan analitik
dilakukan secara rutin untuk dapat membandingkan kadar Hb antepartum dan
postpartum dan menentukan derajat kehilangan darah. Ini distandardisasi 24
jam postpartum, namun karena teknik bergantung pada pelayanan maternitas,
waktu pasti pengumpulan berada pada rentang, walaupun secara teori analisis
dilakukan 24 jam setelah persalinan.

Desain dan sampel


Metode analitik observasional dengan desain kohort retrospektif
digunakan dengan total sampel 3479 wanita. Populasi studi berupa wanita
hamil tunggal dengan persalinan pervaginam di Rumah Sakit Mancha Centro
(Alcazar de San Juan), Ciudad Real (Spanyol) selama periode 2010– 2014.
Wanita dengan kematian janin antenatal, hamil ganda dan kehamilan usia

6
kurang dari 35 minggu dieksklusi karena situasi ini menyebabkan kondisi
klinis yang dapat bervariasi dibandingkan situasi normal. Wanita yang tidak
dapat dilakukan analisis antepartum dan postpartum dikeluarkan dari analisis.

Sumber informasi
Data dikumpulkan dari rekam medis elektronik. Orang yang
bertanggung jawab terhadap pengumpulan adalah bidan yang menolong
persalinan. Variabel dependen utama adalah perubahan konsentrasi Hb, hasil
dari perbedaan Hb pada onset persalinan dan 24 jam setelah persalinan.
Variabel independen adalah tipe trauma perineum. Mereka dibagi menjadi 4
kategori dan morbiditas yang dihasilkannya berdasarkan perluasan robekan.
Robekan derajat 1 merupakan luka yang mengenai kulit perineum, derajat 2
mengenai otot perineum, derajat 3 mengenai sfingter ani dan derajat 4 meluas
ke mukosa rectal. Variabel sekunder yang dikontrol sebagai variabel perancu
adalah usia ibu, paritas, indeks massa tubuh (IMT), usia kehamilan, riwayat
seksio sesaria, kadar Hb antepartum, induksi persalinan, lama kala I dan II
persalinan, persalinan dengan alat, manajemen aktif, manual plasenta, dan
berat lahir bayi. Semua variabel tersebut dipilih karena berhubungan dengan
kehilangan darah yang lebih banyak pada persalinan pervaginam.

Analisis statistik
Analisis statistik deskriptif dilakukan menggunakan frekuensi relatif
dan absolut untuk variabel nominal, dan rata-rata serta standard deviasi (SD)
untuk variabel kontinyu (Tabel 1) untuk menjelaskan karakterisktik populasi
studi. Untuk menentukan hubungan antara kondisi perineum dan kadar Hb
analisis dilakukan dengan regresi linier (Tabel 2). Rata-rata perbedaan
penurunan Hb pada variabel yang berbeda dengan tingkat kepercayaan 95%.
Nilai p < 0.05 dianggap sebagai hubungan bermakna secara statistik. Analisis
multivariat dengan regresi linier multipel digunakan untuk mengontrol
kemungkinan faktor perancu dan menentukan efek bersih tiap tipe trauma
perineum terhadap penurunan Hb (Tabel 3). Pada model ini, semua variabel
yang secara statistik signifikan pada analisis univariat, dan variabel tanpa

7
signifikansi statistik, berhubungan sebagai faktor risiko perdarahan pada
penelitian sebelumnya. Perineum yang intak dikategorikan ada tanpa
episiotomi dan tanpa robekan. Untuk analisis statistik digunakan perangkat
lunak SPSS versi 20.0 (SPSS Inc., Chicago, IL).

Pertimbangan etik dan legal


Studi dilakukan sesuai denga prinsip Deklarasi Helsinki dan disetujui
oleh Institutional Review Board (IRB) Rumah Sakit Mancha-Centro. Karena
retrospektif alamiah dari penelitian ini dan penggunaan riwayat medis
terdahulu. IRB tidak membutuhkan formulir informed consent untuk
berpartisipasi.

Tabel 1. Karakteristik populasi penelitian (n=3479).

8
Tabel 2. Analisis univariat. Regresi linear.

Tabel 3. Derajat trauma perineum dan perubahan kadar hemoglobin. Analisis


multivariat.

3. Hasil

Dari populasi 3524 wanita yang menjalani persalinan pervaginam,


didapatkan sampel akhir 3479 (98.7%) wanita setelah kriteria ekslusi dipenuhi
(gambar 1). Dari sampel tersebut, 50.7% (1763) merupakan multipara, rata-rata
usia ibu 31 tahun (SD = 5.2 tahun), dengan induksi 23.9% (831) dan persalinan
dengan alat pada 8.5% (294) persalinan. Tabel 1 menunjukkan karakteristik
populasi studi. Dari sampel total, 20.1% (699) memiliki perineum intak, 41.6%

9
(1446) dengan beberapa tipe robekan tanpa menjalani episiotomi. Rata-rata
penurunan Hb adalah 1.46 g/dL (SD = 1.09 g/dL) untuk robekan derajat 2
tanpa episiotomi dan 2.07 g/dL (SD = 1.24 g/dL) untuk wanita tanpa robekan
perineum dengan episiotomi. Penurunan terbesar terjadi pada wanita dengan
robekan derajat 3 dan 4 akibat episiotomi yaitu penurunan 3.10 g/dL (SD =
1.32 g/dL). Tidak ada hubungan yang ditemukan pada usia ibu dan IMT
dengan penurunan signifikan konsentrasi Hb (Tabel 2). Akhirnya, analisis
multivariat dilakukan untuk mengetahui efek bersih dari tiap tipe trauma
perineum terhadap penurunan Hb yang disesuaikan dengan faktor perancu. Ini
menunjukkan bahwa trauma yang dihasilkan dari robekan spontan derajat 2
memiliki perbedaan rata-rata penurunan Hb dibandingkan dengan perineum
intak 0.23 g/dL (95% CI:0.12–0.33), sedangkan mereka yang dilakukan
episiotomi tanpa derajat robekan apapun menunjukkan perbedaan penurunan
Hb 0.42 g/dL (95% CI:0.31–0.52). Mereka dengan episiotomi dan robekan
derajat 3 dan 4 memiliki penurunan konsentasi Hb terbesar (1.05 g/dL, 95%
CI: 0.61– 1.49). walaupun tidak terdapat hubungan antara wanita yang
menjalani episiotomi, tapi robekan derajat 1 (p = 0.945) dan derajat 3 atau 4 (p
= 0.226) (Tabel 3), Gambar 1 menunjukkan tren linier antara derajat trauma
perineum dan penurunan kadar Hb.
Wanita yang menjalani episiotomi menunjukkan penurunan Hb yang
lebh besar dibandingkan dengan mereka tanpa episiotomi atau derajat robekan
apapun. Penurunan Hb lebih besar terjadi pada wanita dengan derajat trauma
perineum lebih berat.

4. Diskusi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara derajat
trauma perineum dengan perubahan konsentrasi hemoglobin pada persalinan
pervaginam. Penelitian kami menemukan peningkatan derajat trauma perineum
menyebabkan penurunan kadar hemoglobin yang lebih besar.
Insidensi anemia setelah terjadinya perdarahan tidaklah asing, karena
hilangnya darah secara akut dapat menyebabkan penurunan kadar Hb. Wagner
dkk menemukan pervalensi anemia yang lebih tinggi pada kelompok wanita

10
yang mengalami perdarahan, dengan risiko 5,68 kali lebih besar untuk
mengalami anemia jika terjadi perdarahan yang berlebihan. Dilakukannya
manajemen aktif kala III telah ditetapkan sebagai cara efektif untuk
menurunkan kejadian anemia postpartum, karena tindakan ini dapat
mengurangi jumlah darah yang hilang pada proses persalinan dan menurunkan
angka transfusi pada ibu secara signifikan.
Trauma perineum, baik spontan maupun karena episiotomi, merupakan
faktor risiko untuk HPP, yang nantinya dapat menjadi faktor risiko anemia
karena terjadinya penurunan kadar Hb. Penelitian sebelumnya menemukan
bahwa prevalensi anemia postpartum lebih tinggi secara signifikan pada
perempuan yang menjalani episiotomi atau dengan robekan derajat tiga dan
empat dibandingkan perempuan yang tidak menjalani episiotomi atau dengan
robekan derajat satu atau dua. Trauma perineum telah diduga sebagai penyebab
hilangya darah dalam jumlah yang lebih banyak pada persalinan dengan posisi
duduk atau semi-duduk. Panduan paktik klinis terbaru merekomendasikan
peraturan ketat untuk dilakukannya episiotomi karena risiko yang
ditimbulkannya, dan penelitian sebelumnya juga telah menemukan penurunan
anemia postpartum mencapai 8,7% setelah peraturan ketat ini diterapkan.
Namun, fokus penelitian belum membandingkan derajat trauma perineum
mana yang berkaitan dengan penurunan kadar Hb postpartum yang lebih besar,
jika terjadi robekan spontan maupun episiotomi.
Pada penelitian ini, jumlah darah yang hilang diukur dengan
membandingkan kadar Hb antepartum dan postpartum. Hal ini dilakukan
karena penilaian secara visual telah terbukti tidak akurat pada penelitian yang
dilakukan sebelumnya. Adanya simulasi dan edukasi terhadap petugas
kesehatan dapat meningkatkan akurasi; namun, terjadinya perdarahan terus
diremehkan, terutama dengan volume darah yang besar. Pengukuran langsung
perdarahan menggunakan wadah maupun dengan mengukur berat benda yang
digunakan untuk membersihkan darah dalam proses persalinan, menunjukkan
keterbatasan untuk menentukan jumlah perdarahan yang sebenarnya, karena
ada cairan lainnya seperti cairan amnion atau urin yang ikut terukur dan
merubah hasil yang didapatkan. Karena tidak adanya metode yang sesuai,

11
pengukuran kadar Hb merupakan cara potensial yang lebih objektif untuk
menunjukkan jumlah darah yang hilang.
Perubahan kadar hemoglogin merupakan hal yang masuk akal berkaitan
dengan hemodilusi pada ibu yang menjalani proses pesalinan dan pada masa
postpartum. Selain itu, perubahan-perubahan ini akan dialami oleh seluruh
wanita terlepas dari jenis trauma perineum yang dialaminya. Kita dapat
meragukan keakuratan bagian mana dalam perubahan hemoglobin yang
berkaitkan dengan trauma perineum, namun tidak untuk hubungan derajat
trauma dengan penurunan konsentrasi hemoglobin.
Angka episiotomi pada pusat penelitian kami adalah 38,3% (1334
wanita), dibandingan dengan angka nasional, yaitu 43%, pada tahun 2013. Jika
dibandingkan dengan angka nasional pada negara-negara lainnya, angka ini
jauh lebih tinggi dari rata-rata di negara Eropa maupun Amerika; jadi, negara-
negara seperti Perancis (27%), Norwegia (19%), Denmark (5%), dan Amerika
(11,6%) menunjukkan angka yang lebih rendah. Namun, terdapat variasi yang
besar dari penggunaan episiotomi. Dalam keadaan klinis yang serupa,
kemungkinan terjadinya trauma perineum dipengaruhi tidak hanya oleh
keragaman maternal maupun fetal, tapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang bergantung pada tenaga kesehatan yang menolong proses persalinan
sesuai dengan pengalaman dan keterampilan klinisnya.
Salah satu pertimbangan yang digunakan oleh beberapa ahli untuk
melakukan episiotomi adalah untuk mencegah terjadinya robekan spontan
berat, karena robekan derajat tiga dan empat merupakan penyebab morbiditas
dengan dampak yang penting untuk kualitas hidup wanita. Namun, beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa episiotomi tidak mencegah terjadinya
robekan yang berat. Hasil penelitian kami memperkuat pertimbangan untuk
membatasi penggunaan episiotomi karena tindakan ini bertanggungjawab
untuk penurunan kadar Hb postpartum lebih besar yang berkaitan dengan
derajat robekan spontan manapun. Keadaan ini berhubungan bila episiotomi
dan derajat robekan spontan yang berat digabungkan (Gambar 1), keduanya
sangat terkait dengan proses persalinan dengan alat. Sebaliknya, tidak
dilakukannya episiotomi meningkatkan terjadinya robekan derajat satu dan

12
dua. Namun, robekan spontan kecil, meskipun umum pada persalinan
pervaginam, menyebabkan morbiditas dan pengaruh yang lebih rendah pada
konsentrasi Hb.

Gambar 1. Hubungan antara derajat trauma perineum dengan rerata penurunan


hemoglobin pada persalinan pervaginam.

Episiotomi menunjukkan keuntungan berupa jahitan yang lebih


sederhana karena tepinya yang jelas, suatu hal yang tidak sering terjadi pada
robekan spontan, dimana robekannya tidak dapat diprediksi. Walaupun
keduanya menyebabkan kerusakan jaringan yang mencapai struktur muskular
dasar panggul, kedua keadaan ini menyebabkan perbedaan jumlah darah yang
hilang, karena wanita yang menjalani episiotomi mengalami penurunan kadar
hemoglobin yang lebih besar dibandingkan wanita dengan robekan derajat dua.

13
Hasil penelitian kami menunjukaan kerugian episiotomi lainnya yang
tidak terbatas pada proses persalinan, namun berlanjut hingga periode
postpartum, karena penurunan kadar Hb yang disebabkannya. Walaupun
kerugian ini tidak nampak segera setelah persalinan, penurunan kadar Hb ini
dapat berkontribusi pada situasi hematologi lebih buruk yang membahayakan
kemampuan adaptasi ibu terhadap periode postpartum. Aspek ini sangat
penting karena merupakan salah satu dari sedikit faktor yang dapat
dimodifikasi melalui praktik klinis.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penurunan kadar Hb antara
wanita dengan robekan derajat tiga dan empat (tanpa episiotomi) dibandingan
dengan wanita yang tidak mengalami trauma perineum. Kami percaya bahwa
kurangnya hubungan ini disebabkan oleh rendahnya kekuatan statistik untuk
kelompok ini, karena hanya 15 wanita yang mengalami keadaan ini. Meskipun
demikian, pada Gambar 1, dapat digambarkan kecenderungan linier antara
jenis trauma dan penyebabnya sehubungan dengan penurunan kadar
hemoglobin.
Kami mempertimbangkan variabel-variabel sekunder dalam analisis
multivariat yang dapat mempengaruhi jumlah darah yang hilang pasca
persalinan. Di antara variabel-variabel ini, primiparitas berperan penting karena
berkaitan dengan kala I dan kala II memanjang, dengan penggunaan analgetik
epidural yang lebih banyak dan likelihood penyelesaian yang lebih besar pada
persalinan dengan alat, dimana semuanya terkait secara independen dengan
risiko HPP.
Penggunaan metode penilaian perdarahan kuantitatif yang objektif
merupakan kekuatan dari penelitian ini. Kami juga mengikutsertakan sampel
consecutive dalam jumlah besar dan mampu mengendalikan faktor perancu
dengan analisis multivariat. Selain itu, penelitian ini merupakan laporan
pertama yang diterbitkan mengenai hubungan antara perubahan hemoglobin
ibu dengan derajat trauma perineum.
Namun terdapat beberapa kelemahan dalam penggunaan database
retrospektif. Karena itu, faktor-faktor lain yang terkait dengan perdarahan
postpartum, sebagai augmentasi persalinan, riwayat HPP sebelumnya atau

14
gangguan koagulasi, tidak dapat dianggap sebagai faktor perancu karena data
ini tidak dicatat secara rutin. Selain itu, tidak dapat dipastikan bahwa analisis
postpartum dicatat tepat 24 jam setelah persalinan pada setiap wanita, karena
hal ini bergantung pada teknik layanan persalinan, akibatnya, alasan-alasan ini
tidak dapat disingkirkan dari hasil penelitian kami.

5. Kesimpulan
Episiotomi berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin yang lebih
besar jika dibandingkan robekan perineum derajat apapun. Oleh karena itu,
penelitian ini membuktikan perlunya membatasi praktik episiotomi, karena
pilihan ini dipertimbangkan sebagai strategi efektif untuk mengurangi jumlah
darah yang hilang dalam proses persalinan. Lebih dari itu, karena episiotomi
merupakan faktor yang dapat dimodifikasi, kami menyarankan penyedia
layanan persalinan untuk membatasi praktik episiotomi agar dilakukan hanya
pada keadaan yang sangat diperlukan.

15
Telaah Kritis

Jurnal yang diakses dari Science Direct, Elsevier ini merupakan bagian
dari kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine) diartikan sebagai suatu
proses evaluasi secara cermat dan sistematis suatu artikel penelitian untuk
menentukan reabilitas, validitas, dan kegunaannya dalam praktik klinis.
Komponen utama yang dinilai dalam critical appraisal adalah validity,
importancy, applicability. Telaah kritis meliputi semua komponen dari suatu
penelitian dimulai dari komponen pendahuluan, metodologi, hasil, dan diskusi.
Masing-masing komponen memiliki kepentingan yang sama besarnya dalam
menentukan apakah hasil penelitian tersebut layak atau tidak digunakan sebagai
referensi.

Evaluasi Jurnal
Telaah kritis meliputi semua komponen dari suatu penelitian dimulai dari
komponen pendahuluan, metodologi, hasil dan diskusi. Masing-masing komponen
memiliki kepentingan yang sama besarnya dalam menentukan apakah hasil
penelitian tersebut layak atau tidak digunakan sebagai referensi.

I. Latar belakang
Secara garis besar, latar belakang jurnal ini cukup memenuhi
komponen-komponen yang seharusnya terdapat dalam latar belakang. Dalam
latar belakang diberikan pengenalan singkat mengenai permasalahan yang
diteliti pada studi ini yaitu perdarahan postpartum, komplikasi perdarahan
postpartum, trauma perineum, perubahan konsentrasi Hb, dan beberapa faktor
risiko yang telah diketahui dari penelitian-penelitian sebelumnya. Dijabarkan
mengenai besar masalah melalui prevalensi secara umum dan kontroversi
yang ditumbulkan dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Tujuan
penelitian juga sudah dituliskan dalam latar belakang.

16
II. Tujuan Penelitian
Tujuan Tujuan dari penelitan ini baik karena peneliti telah
memaparkannya secara jelas, yakni untuk menilai hubungan antara derajat
trauma perineum dan perubahan konsentrasi Hb pada persalinan pervaginam.

III. Metode Penelitian


Metode penelitian dalam jurnal terdiri dari desain penelitian, populasi
dan subjek penelitian, sampel, serta rencana analisis data menggunakan
program SPSS v.21.0 (SPSS Inc. IBM, Chicago, IL, USA) dan uji Pearson
Chi-square dengan metode eksakta.

IV. Hasil Penelitian


Hasil penelitian dalam jurnal ini telah memenuhi komponen-
komponen yang harus ada dalam hasil penelitian jurnal. Pada hasil penelitian
disajikan dalam bentuk deskripsi paragraf, tabel dan grafik.

1. Population
Populasi studi berupa wanita hamil tunggal dengan persalinan
pervaginam di Rumah Sakit Mancha Centro (Alcazar de San Juan), Ciudad
Real (Spanyol) selama periode 2010– 2014 yang berjumlah 3479 wanita.
Kriteria ekslusi yaitu wanita dengan kematian janin antenatal, hamil ganda
dan kehamilan usia kurang dari 35 minggu, serta tidak dapat dilakukan
analisis antepartum dan postpartum. Data diambil dari rekam medis
elektronik rumah sakit.

2. Intervention
Pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi pada subjek penelitian.

3. Comparison
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
desain kohort retrospektif. Peneliti membandingkan derajat trauma perineum
baik spontan maupun episiotomi dengan perubahan konsentrasi Hb pada

17
persalinan pervaginam. Sifat penelitian disebut retrospektif karena peneliti
mengidentifikasi faktor risiko yang dimiliki subjek penelitian (trauma
perineum) dengan outcome atau dampak yang telah terjadi (penurunan kadar
Hb setelah persalinan).

4. Outcome
Episiotomi berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin yang
lebih besar jika dibandingkan robekan perineum derajat apapun. Episiotomi
merupakan faktor yang dapat dimodifikasi, sehingga pembatasan praktik
episiotomy dapat dipertimbangkan sebagai strategi efektif untuk mengurangi
jumlah darah yang hilang dalam proses persalinan.

5. Study Validity
Research questions
Is the research question well-defined that can be answered using this study
design?
Ya. Penelitian dengan menggunakan desain penelitian kohort
retrospektif ini dapat menjawab tujuan utama dari dilakukannya penelitian,
yaitu menilai hubungan antara derajat trauma perineum dan perubahan
konsentrasi Hb pada persalinan pervaginam.

Does the author use appropriate methods to answer their question?


Ya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
dengan uji regresi linier multipel. Metode ini tepat untuk menguji hubungan
antara dua variabel yaitu dalam penelitian ini variabel dependennya adalah
perubahan konsentrasi Hb (data numerik), dan variabel independennya adalah
tipe trauma perineum (kategori). Karena terdapat faktor risiko lain yang
mungkin menjadi variabel perancu yaitu usia ibu, paritas, indeks massa tubuh
(IMT), usia kehamilan, riwayat seksio sesaria, kadar Hb antepartum, induksi
persalinan, lama kala I dan II persalinan, persalinan dengan alat, manajemen
aktif, manual plasenta, dan berat lahir bayi, analisis dengan uji regresi linier
multipel dapat mengontrol variabel perancu tersebut sehingga net effect dari

18
variabel independen (tipe trauma perineum) terhadap varibel dependen
(penurunan Hb postpartum pervaginam) dapat diketahui dengan lebih baik.

Is the data collected in accordance with the purpose of the research?


Ya. Data yang diambil sesuai dengan tujuan penelitian yaitu 3479
wanita hamil tunggal dengan persalinan pervaginam di Rumah Sakit Mancha
Centro (Alcazar de San Juan), Ciudad Real (Spanyol) selama periode 2010–
2014.

Randomization
Were the patients randomized to the intervention and control groups by a
well-defined method of randomization?
Pada penelitian ini tidak dilakukan randomisasi. Sampel diambil
berdasarkan periode tertentu dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari
periode 2010-2014, terdapat 3524 wanita yang menjalani persalinan
pervaginam, dengan sampel akhir 3479 wanita setelah kriteria ekslusi
dipenuhi. Semua sampel yang memenuhi kriteria diikutkan dalam penelitian
ini.

Was the randomization list concealed from patients, clinicians, and


researchers?
Tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

Interventions and co-interventions


Were the performed interventions described in sufficient detail to be followed
by others? Other than intervention, were the respondent cared for in similar
way of treatment?
Pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi pada subjek penelitian.

19
6. Importance
Is this study important?
Ya, penelitian ini penting karena dengan mengetahui hubungan
trauma perineum dengan penurunan Hb postpartum pervaginam maka anemia
postpartum dapat dicegah dan pertimbangan penggunaan episiotomi dapat
lebih dibatasi untuk keadaan-keadaan tertentu saja. Sehingga kualitas hidup
ibu setelah melahirkan dapat lebih baik.

7. Applicability
Are your patient so different from these studied that the results may not apply
to them?
Tidak. Berdasarkan penelitian ini, karakteristik sampel berupa usia ibu,
paritas, usia kehamilan, riwayat seksio sesaria, kadar Hb antepartum, induksi
persalinan, lama kala I dan II persalinan, persalinan dengan alat, manajemen
aktif, manual plasenta, dan berat lahir bayi, pada kenyataannya hampir tidak
jauh berbeda dengan keadaan di Indonesia. Dengan demikian hasil dari
penelitian ini dapat diterapkan dan digunakan sebagai pertimbangan
pencegahan anemia postpartum dan pertimbangan penggunaan episiotomi
pada persalinan pervaginam.

Is your environment so different from the one in the study that the methods
could not be use there?
Tidak, penelitian dengan metode kohort retrospektif ini dapat diterapkan di
Indonesia. Hal ini karena data-data yang diperlukan dapat diperoleh melalui
rekam medik. Selain itu, penelitian ini juga bisa dijadikan acuan untuk
penelitian selanjutnya dengan melihat baik jumlah sampel, metode penelitian,
penambahan variabel yang lain, serta karakteristik penelitian.

Kesimpulan: Jurnal ini valid, penting, dan dapat diterapkan sehingga jurnal
ini dapat digunakan sebagai referensi.

20

Anda mungkin juga menyukai