Oleh :
Iin Nurmutmainah
21601101042
Pembimbing:
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelaianan lain dari
retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi atau vaskularisasi dan
pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi untuk kebutuhan jaringan. Retinopati anatara lain
disebabkan oleh hipertensi, aretiosklerosis, anemia, diabetes mellitus, dan leukemia. Hipertensi
merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan
pembuluh darah ini dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh
(Wong and Mitchell, 2004).
Hipertensi retinopati merupakan merupakan kelainan pada pembuluh darah retina yang
disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Tekanan darah tinggi akan menyebabkan pembuluh
darah mengalami kerusakan berupa sclerosis, penebalan dinding pembuluh darah ataupun
kebocoran plasma (Ilyas, 2014). Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kelainan
ini sering ditemukan pada usia 40 tahun keatas karena arteriolar retina lebih sempit pada orang-
orang yang lebih tua, dimana dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin menyempit dan
kaku (Wong and Mitchell, 2004).
Penatalaksanaan hipertensi retinopati bertujuan untuk untuk membatasi kerusakan dan
menghindari komplikasi pada retina. Penatalaksanaan yang diberikan berdasarkan tingkat
kerusakan retina, berupa konservatif dan laser fotokoagulasi. Prognosis visual ini tergantung pada
kontrol tekanan darah. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi oklusi cabang vena atau arteri
sentral, edema macula, dan vitreoretinopati proliferative, yang dapat menyebabkan penurunan
ketajaman penglihatan sampai kebutaan (AAO, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambae 2.3
Opasifikasi dan cherry-red spot pada foveola
Pada arteri retina sentral terbentuk rekanalisasi. Namun, penurunan ketajaman penglihatan
akibat CRAO bersifat permanen karena terjadi infark pada bagian dalam retina. Sebuah studi
menunjukkan bahwa 66% memiliki visus 20/400 dan hanya 18% memiliki visus ≥ 20/40. Sebagian
besar kasus dengan visus ≥ 20/40 terjadi pada arteri silioretina yang masih bisa mempertahankan
vaskularisasi ke sentral makula. Studi pada primata menunjukkan bahwa kerusakan retina
irreversibel terjadi setelah 90 menit pasca CRAO (AAO, 2012).
2.3.3 Gejala Klinis CRAO
Gejala utama pada oklusi arteri retina adalah kehilangan penglihatan, biasanya monokular,
kabur dalam beberapa menit, lalu terjadi penurunan total penglihatan. Pada CRAO, terjadi
kehilangan penglihatan terpusat dan menyeluruh. Tidak ada rasa nyeri juga menyertai sindrom
iskemik ocular.
Pada CRAO, tanda petama adalah defek aferen pupil pada salah satu sisi. Kemudian terjadi
opasifikasi, pembentukan cherry-red spotopt, ik disk menjadi pucat, terjadi revaskularisasi, dan
edem retina menyebabkan penebalan lapisan serabut saraf lapisan sel ganglion.
2.3.4 Penatalaksanaan CRAO
1. Vasodilator
a. Pentoxyphylline
Pentoxyphylline adalah derivatif xanthine yang bekerja dengan meningkatkan fleksibilitas
eritrosit, mengurangi viskositas darah, dan meningkatkan perfusi jaringan. Telah digunakan dalam
pengobatan penyakit pembuluh darah perifer.
b. Inhalasi Carbogen (Campuran 95% O2 and 5% CO2)
Carbogen adalah campuran dari 4-7% karbon dioksida dan 93-96% oksigen, digunakan
dalam pengobatan CRAO didasarkan pada asumsi bahwa karbon dioksida akan mencegah
vasokonstriksi yang diinduksi oksigen agar mempertahankan atau bahkan meningkatkan aliran
darah tetap mengoksigenasi retina.
c. Oksigen Hiperbarik
Tujuan oksigen hiperbarik pada penderita CRAO adalah meningkatnya tekanan parsial
pengiriman oksigen ke jaringan iskemik hingga terjadi reperfusi spontan maupun dengan bantuan.
d. Sublingual ISDN
Nitrogliserin menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah dengan merangsang
Cyclic-Guanosine Monophosphate (C-GMP) intraseluler.
2. Pengurangan Tekanan Intra Okular (TIO)
Diharapkan dari TIO yang menurun dapat meningkatkan perfusi CRA atau membantu
mengeluarkan embolus. Seperti yang diketahui, tekanan perfusi CRA adalah selisih antara MAP
dan TIO, sehingga dilakukan pengurangan TIO agar dengan demikian terjadi peningkakan perfusi
ocular (Cugati, 2013).
a. Ocular Massage
Ocular massage meliputi kompresi secara global dengan lensa kontak tiga cermin
selama 10 detik, untuk mendapatkan denyut CRA atau tanda aliran berhenti jika denyut tidak
terlihat setelah 5 detik kompresi. Selain cara tersebut, pijat digital juga dapat diaplikasikan
secara global pada kelopak mata yang ditutup selama 15-20 menit. Kombinasi ocular massage
dan acetazolamide dapat menurunkan tekanan intraokular hingga 5 mmHg dalam waktu
singkat. Ocular massage menyebabkan dilatasi arteri retina dan fluktuasi besar dalam tekanan
intraokular (TIO). Terapi ini telah diteliti dapat secara mekanis menyebabkan terlepasnya
trombus, atau melepas embolus yang berdampak mengalir ke bagian yang lebih perifer dari
sirkulasi retina (Cugati, 2013).
b. Acetazolamide Intravena
Acetazolamide adalah inhibitor karbonik anhidrase yang mampu mengurangi produksi
humor aquos sehingga diharapkan mengurangi Tekanan Intraokular (TIO) dan pada akhirnya
meningkatkan perfusi retina (Cugati, 2013).
c. Mannitol Intravena
d. Obat Anti Glaukoma Topikal
Obat anti-glaukoma bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokular dan
meningkatkan tekanan perfusi di CRA (Tekanan perfusi CRA=MAP-TIO). Obat ini bertindak
dengan cara mengurangi produksi humor aqueous (dengan beta-bloker atau inhibitor karbonik
anhidrase) atau meningkatkan aliran (dengan analog prostaglandin atau alpha-agonis). Namun,
onset kerja obat ini lebih lambat dibandingkan dengan acetazolamide intravena dan manitol
(Cugati, 2013).
3. Anti Edema Retina
a.Metilprednisolon Intravena
Dosis tunggal methyl rednisolone IV 1 g telah diteliti dalam serangkaian kasus yang
meliputi pasien buta yang gagal mengalami perbaikan visus setelah pengobatan konvensional
yang bertujuan mengurangi TIO. Mekanisme kerja Metilprednisolon diduga mengurangi
edema retina, sehingga bisa menyebabkan peningkatan penglihatan. Namun, pada pasien yang
lebih muda, kemungkinan besar bahwa pasien tersebut menderita CRAO sekunder daripada
CRAO yang diinduksi penyakit artherosklerotik (Cugati, 2013).
4.Terapi Trombolitik
a.Tissue plasminogen activator (tPA)
Tissue plasminogen activator (tPA) adalah agen fibrinolitik alami yang ditemukan
dalam sel-sel endotel pembuluh darah yang membuat clot lisis. Di lokasi trombus, pengikatan
tPA dan plasminogen ke permukaan fibrin menginduksi konversi plasminogen menjadi
plasmin dan menyebabkan clot menjadi terurai (Chen, 2011).
5. Invasif
Laser arteriotomi, embolektomi, dan lokal intraarterial trombolisis merupakan tindakan
invasive. Keberhasilan dalam prosedur invasif ditentukan oleh pengalaman dari dokter yang
melakukannya.
2.4 Retinoati Hipertensi
2.4.1 Definisi dan Klasifikasi
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada
penderita hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan
tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi
pada retina maka terjadi retinopati hipertensi.
Klasifikasi Retinopati Hipertensi menurut stadiumnya antara lain:
Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina
Stadium I Penyempitan arteriolar difus, tidak ada konstriksi fokal,
pelebaran refleks arteriolar retina
Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi
fokal, tanda penyilangan arteriovenous
Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire
arteries
Stadium IV Edema retina, hard eksudat, papil edema, silver-wire arteries
Tabel 1.1 Klasifikasi Retinopati Hipertensi menurut Scheie (1953)
Stadium Karakterisitk
Stadium 0 Tidak ada perubahan
Stadium I Penyempitan arteriolar yang tidak terdeteksi
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papil edema
Table 2.2 Modifkasi klasifikasi Scheie oleh AAO
Adapaun klasifikasi Retinopati hipertensi berdasarkan tanda yang ditemui pada retina yaitu:
Ket : Multipel cotton wool spot (panah putih) , perdarahan retina (panah hitam).
Gambar 2. 8. Hard exudate
Gambar 2.9. Gambaran Cotton wool spot , macula star figure disertai papil edema
Ket : Panah biru : Cotton wool spot ; Panah putih : perdarahan (blot shape) ; Panah hijau :
eksudasi retina dan macular star (star figure) ; panah hitam : papil edema
Gambar 2.10. Funduskopi sesuai stadium retinopati hipertensi
Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan funduskopi adalah
angiografi fluoresein. Kontras berupa bahan fluoresein dimasukkan melalui vena di lengan.
Ketika kontras sudah mencapai pembuluh darah retina, gambaran pembuluh darah tersebut
difoto dengan kamera khusus yang menggunakan sinar biru. Pemeriksaan ini dapat
menentukan dengan tepat lokasi terjadinya neovaskularisasi dan kebocoran kapiler retina.
Gambar 2.11. Perbandingan foto retina dengan angiografi fluorosein
Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain
dari hipertensi. Untuk pemeriksaan laboratorium terutama diperiksa kadar gula darah, lemak darah
dan fungsi ginjal.
2.4.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan yang sudah
terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, Mengobati faktor primer adalah sangat penting
jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan
dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka
kelainan klinis yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah progresivitasnya. Beberapa
studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi
dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Penggunaan obat ACEI (Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat
hipertrofi.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
3.1.1 IDENTITAS
Nama : Tn. F
Usia : 65 tahun
Status : Menikah
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Pensiunan
3.1.2 KELUHAN UTAMA
Penglihatan mata kanan buram mendadak 1 hari sebelum ke RS.
3.1.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Penglihatan buram mendadak pada mata kanan seperti gelap / hitam, awalnya seperti daerah
yang berwarna kehitaman pada lapang pandangan, makin lama makin meluas hingga gelap.
Riwayat trauma mata disangkal. Nyeri pada mata disangkal.
3.1.4 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. DM + lebih dari 5 tahun, terkontrol dengan obat. HT
+ lebih dari 10 tahun, terkontrol dengan obat. Merokok +, alkohol -. Olahraga jalan pagi di
sekitar rumah.
3.1.5 RIWAYAT TERAPI
(-)
3.1.6 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini sebelumnya.
PEMBAHASAN
Tn.F 65 th datang dengan keluhan mata kanan buram mendadak 1 hari sebelum ke RS.
Penglihatan buram mendadak pada mata kanan seperti gelap/hitam, awalnya seperti daerah yang
berwarna kehitaman pada lapangan pandangan, makin lama makin meluas hingga gelap. Pasien
mengaku telah menderita DM lebih dari 5 tahun, terkontrol dengan obat. Hipertensi lebih dari 10
tahun terkontrol dengan obat. Pasien merupakan perokok aktif. Menurut literature, pasien dengan
oklusi retina sentral mengalami penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba tanpa disertai rasa
sakit dan memburuk dalam waktu singkat. Hal ini sesuai dengan kasus dimana secara tiba-tiba
penglihatan kanan pasien buram mendadak, awalnya seperti daerah yang berwarna kehitaman dan
makin lama makin meluas hingga gelap. Selain itu, berdasarkan literature oklusi arteri retina
sentral juga dapat terjadi akibat komplikasi dari hipertensi maupun diabetes. Hal ini sesuai kasus,
dimana pasien memiliki riwayat hipertensi lebih dari 10 tahun.
Kemudian dari pemeriksaan oftalmologis pada kedua mata pasien, didapatkan bahwa pada
mata kanan visus 1/300, didapatkan arteri kolaps, retina pucat, cherry red spot (+) pada mata kanan.
Hal ini sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa pada pemeriksaan visus, 90% penderita
oklusi arteri retina sentral memiliki tajam penglihatan antara menghitung jari sampai dengan hanya
dapat melihat cahaya. Kemudian hasil pemeriksaan funduskopi pada pasien menunjukkan tanda
dari oklusi arteri retina sentral sesuai dengan literature. Selain itu, ada mata kiri pasien didapatkan
crossing phenomenon (+), silver wire (+), RM (+), retina perdarahan dot blot (+). Tanda tersebut
merupakan ciri dari retinopati hipertensi. Selain dari hasil pemeriksaan oftalmologis, penegakkan
diagnosis retinopati hipertensi juga berdasarkan adanya riwayat penyakit tekanan darah tinggi
yang diderita pasien lebih dari 10 tahun.
Terapi untuk penatalaksanaan kasus ini adalah dengan pemberian Obat golongan ACE
Inhibitor (Captopril) untuk mengontrol tekanan darah pasien serta mengurangi penebalan dinding
arteri. Sedangkan untuk penanganan oklusi arteri retina sentral pada pasien diberikan Inhalasi
Carbogen (campuran 95% O2 dan 5% CO2) sebagai vasodilator agar aliran darah mengoksigenasi
retina.
Prognosis pada kasus ini adalah buruk karena dapat menyebabkan penurunan tajam
penglihatan hingga menghitung jari bahkan lambaian tangan. Selain itu, prognosis yang buruk juga
disebabkanoleh karena kerusakan retina yang irreversibel hanya berlangsung dalam 90 menit.
BAB V
PENUTUP
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada penderita
hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan tekanan sistolik
> 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi pada retina maka
terjadilah retinopati hipertensi. Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Pada hipertensi yang
tidak terkontrol, komplikasi yang dapat timbul, salah satunya adalah Central Retinal Artery
Occlusion (CRAO).
CRAO adalah salah satu gangguan obstruktif vaskular paling serius dari mata. CRAO
penyakit yang terjadi secara mendadak dan memerlukan penanganan yang sesegera mungkin
karena merupakan kasus keagawatdaruratan. Prognosis pada kelainan ini adalah buruk karena
dapat menurunkan tajam penglihatan.
DAFTAR PUSTAKA