Anda di halaman 1dari 4

Framing Diri Bisa Menjadi Faktor Disintegrasi

Nasional.
Indonesia merupakan negara besar yang seakan-akan semakin
kecil seiring berkembangnya IPTEK. Perkembangan IPTEK melalui
berbagai cara salah satunya adalah internet. Perkembangan internet
mulai menunjukkan grafik signifikan sejak mulainya dunia memasuki
era revolusi industri 4.0. era ini lebih banyak menggunakan sistem
yang terpusat pada penggunaan internet atau cyber. Sejak saat ini pula
banyak muncul berbagai media sosial seperti instagram, facebook,
whatsapp, dan lain sejenisnya.

Perkembangan media sosial begitu mempengaruhi pola hidup


bermasyarakat. Media sosial dapat dibilang menjadi kiblat bagi
masyarakat untuk memperoleh sebuah informasi. Bukan hanya
menjadi kiblat ketika masyrakat mencari informasi, bahkan lebih dari
itu menjadi kiblat bagi masyarakat dalam mengikuti sebuah tren mulai
dari dunia fashion, lifestyle, hingga pendidikan pun melihat
perkembangan melalui dunia maya.

Hal ini menjadi salah satu sisi positif adanya perkembangan


internet yang begitu masif di Indonesia khususnya. Untuk mendukung
hal ini pemerintah melalui programnya membangun sebuah jaringan
internet yang super luas diperuntukkan bagi warna negaranya.
Program ini dinamakan program palapa ring. Program ini bertujuan
untuk membantu pemerintah berikhtiar dalam pembangunan Indonesia
hingga plosok negeri dan juga untuk membangun ”jalan tol” dalam
bidang internet. Hal ini merupakan salah satu kemajuan yang
ditunjukkan oleh pemerintah dalam hal nya untuk mendukung
masyarakatnya yang saat ini masih tertinggal oleh negara lain.

Sayangnya, keberhasilan ini tidak diikutsertakan oleh


masyarakat yang aktif dan berpartisipasi dalam menggunakan internet
dengan bijak. Banyak masyarakat menggunakan internet dengan tidak
efektif dan tidak bijak. Cohtohnya saja data Biro Pusat Statistik,
pengguna internet di Indonesia mencapai angka 132 juta orang.
Terdiri dari anak-anak berusia 10-14 tahun yang mengakses internet
sekitar 768 ribu orang. Untuk usia 15-19 tahun tingkat akses internet
mencapai 12,5 juta orang. Kemudian dari hasil survei Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 4.500 pelajar, total
pengakses konten pornografi hampir mencapai angka maksimal 100
persen. hal ini menunjukkan penggunaan internet yang tidak bijak
dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Selain itu, media sosial digunakan juga untuk hal yang disebuat
framing diri. Framing dalam makna makro merujuk pada mode
presentasi yang digunakan oleh para jurnalis atau wartawan dan
komunikator lainnya untuk menyajikan jenis-jenis
informasi atau jenis-jenis berita yang beresonansi dengan berbagai
macam skema yang ada diantara khalayak mereka. Hal ini bukan
berarti para jurnalis mencoba untuk memanipulasi berita kepada
khalayak. Bagi jurnalis, framing merupakan alat penting untuk
mengurangi kompleksitas sebuah isu karena adanya kendala yang
dialami media dalam kaitannya dengan keseluruhan berita dan waktu
tayang. Berarti secara gamblangnya framing merupakan sebuah sudut
pandang yang kerap kali digunakan dalam berbagai penulisan atau
sikap seseorang.

Framing ini kerap kali disalahgunakan oleh beberapa oknum


untuk memecah belah bangsa kita melalui berbagai media masa. Salah
satu media yang paling sering digunakan adalah instagram. Instgaram
menjadi aplikasi yang sangat mendukung untuk melakukan framing
tersebut. Di instagram kita dapat meng-upload informasi berupa foto
atau video beserta keterangannya. Hal ini menjadi faktor yang sangat
besar dalam melakukan framing. Framing dapat berupa video atau
foto bahkan kata kata yang merupakan sudut pandang dari seseorang.
Tapi kadang kala framing ini digunakan untuk menfitnah sebuah
kelompok atau masyarakat atau individu untuk menarik perhatian
orang lain. Sebagai contohnya beberapa hari lalu statemen dr. tirta
yang tengah viral pada beberapa minggu ini di potong dan disebarkan
sehingga menjadi viral tetapi yang menjadi masalahnya adalah
statemen dalam bentuk video dan voice note tersebut dipotong dan
tidak dijelaskan perihal stetemen tersebut sehingga terlihat
memojokkan beberapa pihak. Hal itu memicu pandangan masyarakat
yang negatif kepada pihak pihak yang terlihat terpojok pada statemen
tersebut.

Bukan hanya hal itu saja, beberapa tahun ke belakang tepatnya


pada saat pemilu 2019 framing merajalela. Mulai di instagram,
facebook, twitter dan sebagainya banyak memunculkan hal ini. Pada
saat ini terjadi pelaku tidak menggunakan akun aslinya melainkan
menggunakan akun buzzer. Mereka menyebarkan berita berita yang
tidak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya. Sangat disayangkan
memang, tapi inilah yag terjadi.

Sejatinya framing yang menjadi salah satu cara para jurnalis


untuk menyampaikan berita dibelokkan fungsinya oleh orang yang
tidak bertanggung jawab. Mungkin hal ini lah yang menjadikan
Indonesia masih sering terjadi konflik sosial. Freaming menjadi alasan
kuat saat ini terjadinya disintergrasi di Indonesia. Kurang sadarnya
masyarakat akan kebhinekaan menjadi hal fundamental yang
seharusnya dipupuk sejak dini. Masyarakat yang heterogen
menjadikan alasan kuat mengapa Indonesia seharusnya sudah mulai
menerapkan kebhinekaan sejak dini kepada masyarakatnya. Pada
intinya freaming yang menjadi sebuah analisis untuk menentukan
sudut pandang bisa menjadi alat integrasi bukan malah menjadi alat
disintegrasi bagi bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai