Anda di halaman 1dari 61

PENUNTUN PRAKTIKUM

ILMU BEDAH UMUM

Disusun oleh:
drh. M. Arfan Lesmana, M.Sc.
drh. Dian Vidiastuti, M.Si.
drh. Nofan Rickyawan, M.Sc.

LABORATORIUM BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWJAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Illahi atas ijin-Nya Buku “Penuntun Praktikum Ilmu Bedah
Umum Veteriner” ini dapat diselesaikan. Buku ini disusun dengan tujuan untuk membantu
dan memandu mahasiswa dalam mengikuti praktikum Ilmu Bedah Umum. Diharapkan
dengan adanya buku ini proses transfer ilmu akan lebih baik dan membuahkan hasil yang
memuaskan.
Tim penyusun menyadari ada banyak celah-celah kekurangan dalam penyusunan
buku ini, sehingga kami akan menerima segala kritik dan masukan dengan sepenuh hati.
Kritik dan masukan sangat berguna untuk perbaikan kualitas diktat ini, yang pada akhirnya
akan meningkatkan kualitas praktikum.
Semoga keberadaan buku petunjuk praktikum ini bermanfaat bagi pembacanya dan
digunakan sebagaimana mestinya.

Malang, Januari 2020

Tim penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... iii


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv
TATA TERTIB PRAKTIKUM ............................................................................................. 5
MATERI 1. PEMILIHAN ALAT DAN BAHAN SETA PERSIAPAN BEDAH ............... 7
MATERI 2. PREPARASI TIM BEDAH ........................................................................ 17
MATERI 3. HANDLING, RESTRAIN, POSSITIONING, DAN PREPARASI PASIEN. 25
MATERI 4. JAHITAN DAN PENUTUPAN LUKA ....................................................... 30
MATERI 5. ANESTESI DAN EMERGENSI 1 ............................................................... 37
MATERI 6. ANESTESI DAN EMERGENSI 2 ............................................................... 47
MATERI 7. MANAJEMEN POST-OPERATIF .............................................................. 51
MATERI 8. LAPAROTOMY .......................................................................................... 53
MATERI 9. BANDAGING, CASTING, SPLINTING, AND DRAINS ........................... 57
REFERENSI ....................................................................................................................... 61

iv
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Sebelum memasuki lab :


• Hadir 30 menit sebelum dimulainya praktikum untuk melaksanakan oral tes
• Praktikan wajib menguasai materi yang dipraktikumkan.
• Pakaian tidak ketat, rok/celana panjang (minimal ¾) bahan kain, baju berkerah,
sepatu tertutup, rambut diikat rapi (bagi yang tidak berjilbab), kuku bersih dan
pendek.
• Membawa tiket masuk sesuai dengan materi praktikum dengan format yang
sudah ditentukan pada kertas A4 menggunakan cover
• Asisten tidak menerima acc tiket masuk 5 menit sebelum dimulainya
praktikum
2. Memasuki Lab :
• Sebelum praktikum dimulai absensi diserahkan pada asisten
• Menggunakan jas lab putih FKH UB
• Praktikan wajib menggunakan scrubsuit lengkap (khusus : materi emergensi
dan laparotomy)
• Menggunakan sepatu lab yang disediakan
• Mengumpulkan tiket masuk dan laporan praktikum sebelumnya
• Membawa form laporan sementara dan ATK yang dibutuhkan
• Membawa bahan, alat dan APD sesuai yang ditentukan
• Apabila tidak membuat laporan praktikum dan tidak memenuhi ketentuan
praktikum maka tidak boleh mengikuti praktikum pada hari tersebut
• Apabila tidak dapat menjawab atau tidak lulus oral test / pre test : akan dikenai
sanksi (konfirmasi oleh asisten)
3. Mengikuti pretest atau post test
4. Sebelum pelaksanaan praktikum, dilakukan inventarisasi peminjaman alat yang
akan digunakan selama praktikum yang ditulis dalam form peminjaman alat.
5. Alat yang digunakan sebelum dan sesudah praktikum harus dalam kondisi sama,
jika terjadi kerusakan atau kehilangan alat, kelompok wajib mengganti alat dengan
spesifikasi yang sama berjumlah 2 x lipat.
6. Mengisi form pengambilan obat dan bahan habis pakai dan meminta persetujuan

5
pembimbing praktikum sebelum mengambil sediaan pada depo
7. Setiap praktikan diharapkan dapat bekerja tertib dan teratur
8. Dilarang makan, minum dan merokok selama mengikuti acara praktikum
9. Membuat catatan data fisiologis pasien dan membuat laporan tertulis sesuai waktu
yang sudah ditentukan.
10. Praktikan WAJIB membersihakan lab. setelah praktikum selesai sesuai SOP
laboratorium.
11. Perijinan tidak mengikuti praktikum atau mengganti jadwal praktikum :
• Menunjukan surat keterangan yang sah
• Mencari teman untuk menukar jadwal
• Disetujui oleh koordinator dosen praktikum
• Tidak diadakan praktikum susulan

6
MATERI 1. PEMILIHAN ALAT DAN BAHAN SERTA PERSIAPAN BEDAH

Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama penggunaan alat-alat operasi


adalah jenis, jumlah, kebersihan atau sterilitas, tata letak dan kondisi alat. Alat-alat
operasi yang dipergunakan harus dipertahankan sterilitasnya sampai pelaksanaan
operasi selesai dan segera dibersihkan setelah selesai digunakan.
1. Scalpel: Alat untuk mengiris jaringan dan terdiri atas batang scalpel dan pisau
scalpel (blade). Perhatikan cara memegang scalpel.

Bard-Parker scalpel handles and blades

7
2. Gunting operasi : Alat untuk memotong jaringan
- Berdasarkan ujungnya (tumpul-tumpul, tajam-tajam dan tajam tumpul)
- Berdasarkan bentuknya (lurus dan bengkok)

Point types (left to right): blunt-blunt, sharp-sharp,


and sharp-biunt

Wire Cutting Scissors

8
3. Hemostatic forceps : Alat untuk menjepit pembuluh darah yang terpotong
a. Rochester-pean (alur transversal dari ujung sampai pangkal): untuk menjepit
pembuluh darah besar dan jaringan
b. Ochsner (alur seperti R-P forceps tetapi ujungnya bergigi). Fungsi gigi untuk
mencegah terjadinya slip ketika digunakan untuk menjepit pembuluh darah
besar dan jaringan.
c. Carmalt (alur memanjang dari pangkal sampai mendekati ujung, tetapi di
bagian ujungnya beralur transversal). Alur transversal di ujung berfungsi untuk
memudahkan melepas forceps setelah digunakan.
d. Kelly (alur transversal dari tengah sampai ujung distal) : untuk menjepit
pembuluh darah kecil.
e. Mosquito(alur transversal dari pangkal sampai ujung distal) : untuk menjepit
pembuluh darah

Ochsner forceps Curved and Straight Kelly forceps

9
Halstead mosquito forceps

Removal of mosquito forceps. Hemostasis with mosquito forceps

4. Allis Tissue Forceps : Alat untuk menjepit jaringan/organ tidak berlumen

Allis Tissue Forceps

10
5. Tissue forceps (Pinset) : Alat untuk memegang jaringan
a. Anatomis (ujung tidak bergigi) : untuk memegang jaringan atau organ dalam
dan organ berlumen
b. Chirurgis (ujung bergigi) : terutama untuk memegang kulit dan jaringan lain,
kecuali organ dalam dan organ lumen

Brown-Adson tissue forceps

11
6. Needle Holder : Alat untuk memegang jarum
Macam Needle Holder : mayo-heegar (panjang), Metzembaum (panjang) dan Derf-
needle holder (pendek)

A. Mayo-Hegar needle holders; Derf needle holders


B. Metzenbaum needle holders

7. Towel clamp/duk klem : Alat untuk menjepit duk/drapes supaya dapat melekat
atau menempel pada kulit

8. Towel/duk : Bahan untuk pelindung pasien dari kontaminan dan sebagai alas untuk
meletakkan alat-alat operasi yang digunakan selama operasi berlangsung.

12
9. Needle (jarum jahit)
a. Lubang atau mata jarum: round square, French dan swaged
b. Batang jarum : bulat dan sudut
c. Bentuk jarum : lengkung (1/4, 3/8, 5/8, 1/2) dan lurus.
d. Ujung jarum : taper dan cutting

Mayo Benjamin Square Round French Atraumatic Swaged

½ circle 5/8 circle 3/8 circle

½ curve Straight ¼ circle

13
Trocar

Tapercut

Ribbed atraumatic

Modified spatual Spatula

14
10. Susunan Alat menjelang Operasi

15
11. Pemasangan Duk (Operasi di Daerah Abdomen)
Cara Pemasangan duk pada operasi di daerah abdomen dilakukan dengan urutan
sebagai berikut sebagaimana tampak pada gambar:

Four Corner draping

12. Cara membersihkan instrumen bedah


Membersihkan alat bedah dari darah dan bahan asing (mis., Tanah, dan bahan
organik) biasanya dilakukan dengan menggunakan air dengan deterjen atau
produk enzimatik. Pembersihan menyeluruh diperlukan sebelum desinfeksi dan
sterilisasi tingkat tinggi karena bahan anorganik dan organik yang tersisa pada
permukaan instrumen mengganggu efektivitas proses ini. Juga, jika bahan-bahan
kotor mengering, proses desinfeksi atau sterilisasi menjadi kurang efektif.
Instrumen bedah harus dipresoak atau dibilas untuk mencegah pengeringan darah
dan untuk melembutkan atau mengeluarkan darah dari instrumen.

16
MATERI 2. PREPARASI TIM BEDAH

1. Surgical Attire
a. Surgical Gown (Jas Operasi atau Gaun Operasi)

Syarat umum : Cara memakai jas operasi aseptik :


1. Ukuran cukup longgar untuk 1) Diambil jas operasi steril, pegang jas
memudahkan bergerak. pada garis leher dengan
2. Perhatikan teknik aseptik pada setiap menggunakan tangan kanan/ kiri
langkah. dengan posisi tangan setinggi bahu.
3. Dilakukan setelah melakukan cuci 2) Buka lapisan jas dengan cara melepas
tangan bedah steril bagian yang terlipat (harus aseptis).

17
3) Tangan kiri tetap memegang leher 4) Asisten kotor berdiri dibelakang
jas, dimasukkan tangan ke lengan jas, mengikatkan tali jas.
ikuti dengan tangan kanan.

b. Nurse cap
Digunakan untuk mencegah kotoran atau bakteri dari kepala operator
mengkontaminasi area operasi. Diikatkan cukup kuat, dipasang bersamaan pada waktu
mengganti pakaian dengan baju khusus. Penutup kepala harus menutupi rambut kepala.

c. Masker
Masker dipakai untuk melindungi pemakai dari transmisi mikroorganisme yang
dapat ditularkan melalui udara dan droplet, atau pada saat kemungkinan terkena cipratan
cairan tubuh. Beberapa prinsip penting dalam pemakaian yang harus dipenuhi:
 Masker dipasang dahulu sebelum memakai jas operasi dan glove, juga
sebelum mencuci tangan. Masker hanya dipakai sekali saja untuk jangka
waktu tertentu. Kemudian dibuang dalam tempat pembuangan yang
disediakan.

d. Glove
Dalam memakai maupun melepas glove/sarung tangan terdapat teknik aseptik yang
khusus. Teknik ini dimaksudkan agar menghindari kontaminasi sebelum operasi
maupun sesudah operasi.
- Close Glove Technique adalah metode pemasangan sarung tangan steril
dengan menempatkan tangan yang sudah disterilkan. Prosedur pemasangan
bila menggunakan gown attire:

18
19
Berikutnya tata cara pemasangan glove tanpa menggunakan jas
operasi, dimana yang perlu diperhatikan pada cara ini adalah bagian luar
sarung tangan tidak tersentuh oleh tangan secara langsung. Oleh karena itu
sarung tangan steril biasanya pangkalnya dilipat keluar agar dapat dipakai
sebagai pegangan pada saat. Prosedur pemasangan bila tanpa menggunakan
gown attire:

- Open Glove Technique


Sarung tangan setelah operasi dapat mengandung bahan infeksius. Hindari
kontaminasi dari bagian luar sarung tangan yang telah terkena darah dan
cairan dari penderita ke bagian kulit. Berikut tata caranya :

20
e. Washing Hand
Mencuci tangan sebelum menggunakan sarung tangan steril akan meminimalkan
dan menghambat pertumbuhan bakteri di dalam sarung tangan. Mencuci tangan juga
harus disertai dengan menyikat tangan dan lengan menggunakan sikat yang lembut agar
tidak mengiritasi kulit. Gunakan sabun untuk mencuci tangan. Syarat surgical soap
adalah :
 Tidak bersifat iritatif pada kulit.
 Efektif, artinya jumlah bakteri yang tertinggal di kulit hanya sedikit.
 Mempunyai masa antibakteri yang panjang.
 Dapat larut dan berbusa dalam air, baik air dingin maupun panas.
 Jumlah yang dibutuhkan sedikit (± 8 ml) setiap kali mencuci tangan.

21
PROSEDUR TETAP MENCUCI TANGAN

(1) (4)

(2)

(5)

(3)

22
f. Sterilization Technique
Sterilisasi adalah proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme,
baik yang berbentuk vegetatif maupun bentuk spora pada suatu barang. Sterilisasi dapat
dikombinasikan dengan pengemasan hemetis pada alat bedah, hemetis adalah pengemasan
sangat rapat sehingga tidak dapat ditembus mikroorganisme, air atau udara.
Sterilisasi dapat dilakukan baik dengan cara fisik maupun kimia. Metode fisik didasarkan
pada tindakan pemanasan (proses autoclaving, sterilisasi ternal kering atau sterilisasi ternal
basah), iradiasi (irradiasi-ƴ), atau pada pemisahan secara mekanis melalui filtrasi. Metode
kimia mencakup sterilisasi gas dengan etilenoksida atau gas lainnya dan menyampurkan
agens pensteril pada larutan desinfektan.
1. Sterilisasi Fisik
a. Pemanasan
1) Panas kering (dry heat)
Pemanasan dengan metode panas kering
mencapai efektifitas diperlukan pemanasan
dengan temperatur 160°C sampai 180°C.
2) Panas basah (moist heat) / uap air
Sterilisasi ini menggunakan alat yang
dinamakan autoclaf.
Alat atau bahan yang akan di sterilisasi
dibungkus dengan kasa atau kertas payung
kemudian di sterilisasi selama 15-20 menit
untuk alat. Hal ini akan membunuh semua
bakter, spora, dan virus.
2. Sterilisasi Kimia
Antiseptik merupakan zat kimia yang digunakan untuk membunuh mikrobia
patogen yang terdapat pada jaringan tubuh untuk mencegah terjadinya sepsis atau
infeksi.

23
g. Pembagian Teknis Operasi
Pembagian tugas dalam suatu operasi dilakukan guna memudahkan penatalaksanaan
operasi.

1. Operator 2. Asisten Operator


Bertugas sebagai penanggung jawab Bertugas membantu operator dalam
mengkoordinasi seluruh anggota kawasan aseptik dan dapat membantu
kelompok selama berjalannya operasi, proses pembedahan pada hewan coba.
melaksanakan kegiatan operasi dari awal
hingga akhir.

Hal yang dilaksanakan operator dan asisten operator sebelum operasi dimulai yaitu
mempersiapkan diri dengan mencuci tangan menggunakan sabun antiseptik
(Chlorhexidine), kemudian dibilas dengan air bersih yang mengalir, dan dikeringkan
dengan handuk steril. Selama operasi, operator dan asisten operator harus menggunakan
masker, penutup kepala, surgical attire dan surgery glove yang steril untuk menghindari
kontaminasi.
3. Asisten Kotor 4. Anasthesiolog
Bertugas membantu seluruh kegiatan Bertugas mengontrol kondisi hewan
operasi dalam kawasan non aseptik. selama operasi berlangsung secara
berkala (meliputi pengecekan suhu,
respirasi, pulsus, dll).

24
MATERI 3. HANDLING, RESTRAIN, POSSITIONING, DAN PREPARASI PASIEN

1. Restrain Anjing
Menggendong/Mengangkat Anjing Sakit
Teknik restrain pada anjing kecil dilakukan dengan cara
sebagai berikut : tangan kanan diselipkan di ventral tubuh anjing
dengan jari tangan (kecuali ibu jari) dilewatkan diantara kedua kaki
depan, sehingga menyangga bagian dada anjing. Tangan kiri
digunakan untuk memegang kulit bagian dorsal leher sehingga anjing
tidak dapat menggigit. Usahakan agar tubuh hewan terletak nyaman
pada pinggang pembawa.
Untuk anjing ras besar restrain dapat dilakukan dengan cara
menggendong, maka posisi anjing berada di depan pembawa
sebagaimana tampak pada gambar. Pada metode ini sebaiknya anjing
direstrain moncongnya untuk mencegah gigitan

Restrain Moncong

Metode 1. “Loop” dari tali kompor atau perban dengan simpul surgeon ’s knotdiselipkan ke
moncong anjing kemudian dikencangkan (posisi orang searah dengan anjing, tidak
berhadapan dengan anjing). Selanjutnya tali ditarik ke bawah dagu dan disimpul dengan
overhand knot, kemudian tali ditank ke arah dorsal leher dan disimpul kuat dengan reefer 's
knot.

25
Metode 2. Dengan metode ini moncong terikat dalam waktu yang lebih cepat dibanding
metode 1, namun dari segi keamanan lebih rendah.

Restrain Anjing Moncong pendek


Cara melakukan restrain anjing bermoncong pendek sama seperti restrain moncong
metode 1, namun harus dilanjutkan dengan menarik salah satu dari dua ujung tali di dorsal
leher ke arah rostral, dikaitkan dengan ‘loop’ yang pertama lalu ditarik kembali ke arah
dorsal. Kemudian dengan ujung tali yang lain disimpul atau dibuat simpul menggunakan
metode reefer’s knot.

26
Pengikatan Anjing pada Meja Operasi

Anjing yang sudah dianestesi


diletakkan dalam posisi tubuh rebah lateral.
Dengan tali kompor atau perban yang sudah
dibuat “loop” kemudian diselipkan melingkari
lengan (humerus dan femur). Tali tersebut
kemudian ditarik ke arah carpal / tarsal untuk
dililitkan dibagian carpal / tarsal, selanjutnya
tali diikatkan pada kaki meja dengan simpul
metode reefer 's knot.

Restrain Injeksi Intravena

Untuk injeksi intravena diperlukan


pembantu/asisten untuk merestrain anjing
tersebut. Asisten menahan kepala anjing
dengan lengan kanan seperti pada gambar.
Tangan yang lain menahan kaki depan anjing
sekaligus membendung vena cephalica.
Sedapat mungkin lengan kiri menjepit tubuh
hewan agar tetap tenang.

2. Restrain Kucing
Menggendong/Mengangkat Kucing
Tangan kanan diselipkan di bagian ventral tubuh kucing, dengan posisi jari-jari
tangan seperti tampak pada gambar. Jari telunjuk menopang dada kucing. Tangan kir?
menahan bagian dorsal leher dengan lembut, selanjutnya kucing diangkat. Jepit tubuh kucing
diantara tekukan lengan dan pinggang.

27
Metode lain:

Karung/kantung kucing
Karung sering digunakan untuk restrain kucing. Pada bagian atas terdapat tali
pengikat dan satu sisi sudutnya dibuat lubang. Bahan kantung dapat dari kulit, handuk katun
tebal seperti denim, atau menggunakan kanvas.
Untuk pengobatan pada kepala, maka kepala dibiarkan di luar dan tali dikencangkan
di daerah leher, sedangkan untuk pengobatan pada kaki maka kaki dikeluarkan dan sudut
yang berlubang.

28
3. Preparasi Pasien
Pencukuran rambut dilakukan terlebih dahulu menggunakan silet dan bahan berupa
sabun pada area pembedahan yaitu pada bagian ventral sekitar linea alba hingga bersih tanpa
meninggalkan rambut untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Pencukuran juga dilakukan
pada salah satu kaki guna memudahkan pemasangan IV Chateter. Setelah itu dilakukan
penimbangan berat badan untuk menentukan dosis obat yang diberikan.
Pemeriksaan fisik meliputi penghitungan suhu, pulsus dan respirasi sebelum diberikan
obat bius. Pemeriksaan juga dilakukan selama operasi berlangsung. Sebelum pemberian obat
bius hewan disuntikkan obat premedikasi berupa atropin sulfat. Setelah 15 menit kucing
disuntikkan obat bius berupa ketamine-xylazine dan ditunggu sampai kucing terbius dengan
sempurna. Setiap 5 menit dilakukan pemeriksaan fisik guna mengetahui hewan masih dalam
keadaan terbius/tertidur.
Setelah hewan terbius, hewan direbah ventral dan dilakukan restrain menggunakan tali
pada keempat kaki di meja operasi. Setelah itu dilakukan sterilisasi menggunakan iodine pada
area yang akan di incisi. Setelah itu dilakukan draping

4. Draping
Draping adalah istilah yang digunakan di instalasi bedah sebagai suatu teknik/seni
dalam menutup daerah sayatan pembedahan. Drapping merupakan prosedur menutup pasien
yang sudah berada diatas meja operasi dengan tujuan memberi batas yang tegas pada daerah
steril pembedahan
Tujuan Draping
1) Menciptakan incisi dalam keadaan steril
2) Mencegah cairan (darah) masuk ke permukaan kulit sekitar arean incisi
3) Menampung cairan (darah selama prosedur pembedahan)
4) Membuat pembatas/barrier area operasi terhadap kontaminasi yang mungkin terjadi
Cara Draping
 Operator membawa lipatan duk yang pada bagian lubang diletakkan pada situs incisi
 Dibentangkan duk pada keempat sisi daerah operasi
 Pakailah towel clamp atau duk clamp untuk membatasi daerah yang akan dioperasi

29
MATERI 4. JAHITAN DAN PENUTUPAN LUKA

1. Instrumen Jahit
a. Jarum Jahit
Jenis jarum jahit :
- Jaringan : GT (tapered), GR (round)
- Bentuk : ●1/4 lingkaran ●5/8 lingkaran
●3/8 lingkaran ●½ kurva
●½ lingkaran ● lurus

b. Benang Jahit
Benang diserap (absorbable) : Tipe A (Plain Cutgut)
Tipe B (Chromic)
Tipe C (Chromic)
Tipe D (Extrachromic)
Benang tidak diserap (non absorbable) : Silk (jaringan kulit)
cotton
linen
metal
sintetik.
2. Pola Jahitan
a. Interrupted Suture
Di gunakan untuk menjahit muskulus,jaringan lemak dan kulit.
30
Keuntungan:
- Lebih baik dan aman di pakai dalam menunjang proses penyembuhan luka, karena
lebih sempurna dalam mempertautkan kedua tepi permukaan luka.
- Apabila ada salah satu simpul jahitan yang lepas tidak akan berpengaruh terhadap
luka secara keseluruhan.
Kerugian: Waktu yang di perlukan dalam pelaksanaan penjahitan lebih lama dan
membutuhkan bahan benang yang lebih banyak.
Macam pola jahitan interrupted atau terputus yaitu :

1. Simple Interupted 2. Horizontal mattress suture


Keuntungan : cepat dalam pelaksanaannya dan membutuhkan bahan (benang)
hanya sedikit.
Kerugian : tingkat kesulitan tinggi sehingga butuh konsentrasi yang tinggi.

2. Vertical mattress suture


keuntungan : kekuatan menahan luka lebih bagus dari matras horizontal dan tingkat
eversinya lebih kecil.
kerugian : waktu yang di butuhkan untuk proses menjahit lebih lama dan materi
(benang) yang di butuhkan lebih banyak.

31
3. Cross mattress suture
keuntungan : pola jahitan ini menghasilkan kekuatan yang cukup bagus dan tingkat
eversinya kecil
4. Lambert interrupted suture

b. Continous Suture
Pola jahitan continous yaitu pola jahitan menerus dan simpul hanya pada akhir jahitan.
Keuntungan : pola jahitan ini lebih praktis karena waktu yang di butuhkan juga lebih
sedikit.
Kerugian :
- Penggunaannya terbatas karena pada pola jahitan ini tepi permukaan luka tidak dapat di
pertautkan dengan baik sehingga pembentukan jaringan granulasi akan lebih banyak dan
membutuhkan waktu penyembuhan lebih lama.
- Apabila terjadi lepasnya simpul maka jahitan akan terbuka secara keseluruhan.
Macam pola jahitan interrupted atau terputus yaitu :
1. Simple continous suture
2. Interlocking suture (lock stitch)
Keuntungan : Lebih kuat dalam mempertahankan tepi luka.
Waktu yang di butuhkan cukup singkat.
Kerugian : bahan (benang) yang di butuhkan lebih banyak.

3. Horizontal continous suture


4. Vertical continous suture
5. Lambert continous suture (pola jahitan untuk organ viscera)

32
Keuntungan : bagus untuk mencegah kebocoran organ, dan mempercepat proses
kesembuhan luka

6. Cushing suture 7. Connell suture


Kerugian : kemungkinan terjadi stenosis cukup besar
1. Purse-String Suture (utnuk menjahit luka memutar)
2. Parker-Kerr suture (modifikasi jahitan cushing dengan bantuan alat)
3. Halsteed suture

3. Simpul Jahitan
Macam-macam simpul jahitan :
a. First tie (1)
b. Square knot (1-1)
c. Surgeon’s knot (2-1-1)
d. Triple knot (3-2-1)
e. Granny knot (1-2)
f. Half hitch knot (1 sisa, 1)

33
4. Kesembuhan luka
a. Faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu, Vaskularisasi
(mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang baik
untuk pertumbuhan atau perbaikan sel), anemia (orang yang mengalami kekurangan
kadar hemoglobin dan protein dalam darah akan mengalami proses penyembuhan
lama), usia (proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat
memperlambat proses penyembuhan luka), penyakit lain (diabetes dan ginjal), stres,
obesitas, obat-obatan yang berlebih, nutrisi merupakan unsur utama dalam membantu
perbaikan sel (vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi penutupan
luka dan kolagen; vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang

34
mengatur metabolisme protein; karbohidrat, dan lemak; vitamin c dapat berfungsi
sebagai fibroblast, dan mencegah adanya infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler
darah; dan vitamin K yang membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat
pembekuan darah), dan Jahitan luka yang kurang baik atau tidak dapat menempel
pada proses epitelisasi penyembuhan luka merupakan salah satu indikasi
terhambatnya penyembuhan luka perineum dan luka lainnya.
b. proses kesembuhan luka
1. Healing Cascade
Healing cascade dimulai segera setelah terjadinya perlukaan, menyebabkan
pelepasan faktor pembekuan dan deposisi fibrin kedalam lokasi luka yang
berfungsi untuk menghentikan perdarahan dan mempengaruhi proses dari
pemyembuhan luka. Platelet melepaskan faktor pembekuan mediator kimia
(Sitokin dan growth factor), utamanya PDGF dan TGF-β.
PDGF memicu kemotaksis dari Netrofil, Makrofag, otot polos dan Fibroblas,
dan juga memulai mitosis sel Fibroblas dan otot polos. TGF-β berperan untuk
menarik Makrofag dan menstimulasi pelepasan Sitokinsitokin lain seperti FGF,
TNF-α, dan IL-1. TGF-β untuk memperkuat kemotaksis dari Fibroblas dan otot
polos, dan memodulasi pembentukan kolagen dan kolagenase. Proses ini akan
menyebabkan deposisi jaringan ikat baru pada lokasi luka yang dikenal sebagai
fase proliferasi, dan setelah semua proses epithelialisasi, granulasi, dan
neovaskularisasi selesai, akan diikuti oleh suatu proses remodelling untuk
mengembalikan struktur yang baru terbentuk mendekat kondisi awalnya.
2. Inflamasi
Netrofil sebagai sel radang pertama yang dijumpai pada daerah luka muncul
dalam 24 jam pertama setelah kerusakan, fungsi utamanya untuk mengeliminasi
benda asing, bakteri, sel dan matrik jaringan yang rusak. Sel Monosit dalam darah
akan menjadi teraktivasi dan menjadi Makrofag setelah 48 jam, yang berperan
besar dalam tahap inflamasi penyembuhan luka dan gangguan terhadap fungsi
Makrofag akan mengganggu penyembuhan luka. Setelah teraktivasi, sel Makrofag
sendiri juga akan menghasilkan PDGF dan TGF-β. Sifat fagositik dari Makrofag
bertujuan untuk mengeliminasi sel dan matrik yang rusak.

35
3. Proliferasi
Fase proliferasi terdiri atas proses reepitelialisasi, neovaskularisasi, dan
pembentukan jaringan granulasi, dalam fase ini peran TGF-β yang dilepaskan
oleh trombosit, makrofag memegang peranan penting sebagai pengatur fungsi
Fibroblas. Reepitelialisasi terjadi dalam beberapa jam setelah terjadi luka, dan
Sitokin yang berperan adalah EGF dan TGFα yang dihasilkan oleh Platelet,
Makrofag, dan keratinosit. Proses angiogenesis sebagai trauma yang akan
menimbulkan kerusakan jaringan, dan bFGF akan segera dilepaskan oleh
Makrofag dan VEGF oleh sel epidermis yang mengalami hipoksia. Proses
angiogenesis akan terhenti setelah terbentuk granulasi dan pembuluh darah baru
yang banyak tersebut akan mengalami disintegrasi akibat apoptosis, dengan
berakhirnya tahap ini, proses penyembuhan dilanjutkan oleh fase remodeling.
4. Remodelling
Terjadi pergantan serabut kolagen yang lebih besar untuk membentuk
jaringan baru yang lebih kuat.

36
MATERI 5. ANESTESI DAN EMERGENSI 1

1. Anestesi lokal
 Anestesi Infiltrasi Titik (Weal Anaesthesi)
Anastetika yang digunakan adalah Procain HC1 2 % atau Lidokain HC1
Cara Kerja :
a. Rambut di daerah yang akan dianestesi digunting atau dicukur, kemudian didesinfeksi
dengan kapas yang dibasahi alkohol 70%.
b. Ambillah anestetikanya dengan alat suntik sebanyak 0,5 - 1 ml
c. Suntikkan secara subkutan dan curahkan seluruh anastetikanya
d. Tunggu beberapa menit (1-2 menit) untuk melihat onset (mula kerja), kemudian dites
dengan cara mencubit bagian/daerah yang dianestesi tersebut dengan pinset chirurgi,
amati sudah terjadi matirasa atau belum
e. Ukurlah diameter area yang teranestesi, kira-kira berapa cm.

 Anestesi Infiltrasi Linier (Linear Anaesthesi)


Cara kerja :
a. Siapkan daerah yang akan dianestesi seperti di atas, tetapi daerahnya lebih luas.
b. Ambillah anestetikanya dengan alat suntik sebanyak 2 ml atau 5 ml
c. Suntikkan secara subkutan dan curahkan anestetikanya sedikit demi sedikit sambil
ditarik pelan-pelan untuk membuat distribusi anestetikanya merata
d. Jumlah volume anestetikanya disesuaikan dengan luas area operasinya, untuk itu
perkirakan dengan dasar pedoman bahwa setiap 0,5 ml Prokain HC1 2 % membuat
matirasa dengan diameter 1 cm.
e. Tunggu beberapa menit dan lakukan tes, ada rasa sakit atau tidak.

37
 Anestesi Infiltrasi Melingkar (Ring Anaesthesi)
Prinsip anestesi ini sama dengan anestesi infiltrasi linier, hanya dilakukan secara
melingkar.
Cara kerja :
a. Persiapkan daerah yang akan dianestesi seperti pada acara pertama, pada acara ini
sebaiknya dilakukan di pangkal ekor
b. Ambillah anestetikanya secukupnya.
c. Suntikkan secara subkutan di pangkal ekor, lakukan infiltrasi secara melingkar
d. Tunggu beberapa menit dan lakukan tes rasa sakit di sebelah distal tempat suntikan
anestesi.
e. Anestesi ini cukup baik untuk melakukan operasi potong ekor

 Anestesi Infiltrasi Field Block (Field Block Anaesthesi)


Prinsip kerja anestesi ini sama dengan anestesi linier, tetapi pada anestesi field block
diperlukan anestetika yang lebih banyak karena area anestesinya juga lebih luas. Anestesi
ini boleh dikatakan anestesi suatu bidang, biasaanya berbentuk segiempat.
Cara kerja :
1. Lakukan atau praktekkan sendiri dengan bentuk daerah operasi segi empat
2. Lihat gambar.
3. Buatlah juga anestesi L-block.

1 2

1. Technique of field block—the production of a ‘cup’ of infiltrated tissues.


2. Thc L-block in cattle for operations through the Flank

38
 Anestesi Epidural
Anestesi ini termasuk anestesi lokal tetapi daerah matirasa lebih luas sehingga juga
disebut anestesi regional.
Anestetika/obat: Prokain HC1 2-4%, Lidokain HC1 2-4%. Pada prakteknya sebaiknya
digunakan konsentrasi 2% karena lebih aman.
Cara kerja :
1. Tentukan lokasi penyuntikan yaitu di celah lumbo-sakral (antara lumbal ke-7 atau
lumbal terakhir dengan sakral pertama). Penentuan lokasi dilakukan dengan cara
menarik garis bayangan dari prominentia illiaca kanan dan kiri, maka garis
bayangan tersebut memotong processus spinosus dari lumbal terakhir, maka celah
di belakangnya adalah lokasi suntikan.
2. Persiapkan daerah lumbo-sakral dengan menggunting rambutnya dan lakukan
desinfeksi.
3. Suntikkan pada lokasi tersebut, curahkan 0,5-1 ml di subkutannya. Kemudian
arahkan jarum sehingga ke dalam epidural. Perlu diperhatikan bahwa apabila
penusukan jarum ke celah epidural tepat maka sebelumnya akan terasa menusuk
ligamentum flavum dan terasa seperti kalau menusuk kertas atau lapisan tipis
yang dibentangkan.
4. Bila arah tusukan diyakini tepat maka bila anestetika dicurahkan akan terasa
ringan. Masukkan secara pelan-pelan sesuai dosis yang disarankan (anjing tipe
kecil 2-3 ml).
5. Biarkan anjing dalam posisi tengkurap simetris selama 10-15 menit.
6. Amatilah : ekor lemas menggantung, anus membuka, jalan sempoyongan sampai
lumpuh pada kedua kaki belakang, rasa sakit akan hilang sampai separuh tubuh
bagian belakang (dari umbilicus ke belakang).
7. Lama anastesi ini berlangsung kurang lebih 1 jam.

39
Anestesi Epidural

2. Anestesi Umum
Untuk melakukan anestesi umum perlu dilakukan lebih dulu suatu tindakan yang
disebut dengan istilah premedikasi atau preanaesthetis medication.Premedikasi terdiri
dari sedativa atau transqualizer dan antikolinergik atau substansi yang fungsinya
bermacam-macam tergantung obatnya.
Persiapan obat untuk premedikasi dan anestesi:
1. Diazepam 0,5% dosis 0,2 - 0,5 mg/kg BB atau xylazine 2% dosis 1 mg/kg BB sebagai
sedativa, disuntikkan secara IM atau acepromazine 0,05 mg/kg BB ddisuntikkan
secara intramuskular.
2. Atropin sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg BB sebagai antikolinergik, disuntikkan secara
SC.
3. Ketamin dosis 10 - 20 mg/kg BB sebagai anestetika umum, disuntikkan secara IM/IV.
Cara kerja
1. Hewan coba ditimbang berat badannya.
2. Suntik dengan atropin sulfat sesuai dosis secara subkutan dan premedikasi lain seperti
acepromazine.
3. Tunggu selama 10-15 menit untuk menunggu onset kerja obat tersebut. Kemudian
injeksi dengan ketamine dan xylazine/diazepam.
40
4. Tunggu 10 – 15 menit sampai efek obat muncul.
5. Selalu monitor kondisi fisiliogis tubuh seperti denyut jantung, frekuensi dan tipe
pernafasan, suhu tubuh, reflek palpebrae dan pupil mata, reflek rasa sakit laring dan
faring serta jaw tension (tekanan rahang) serta mukosa (konjunktiva, ginggiva dan
lidah)
6. Onset kerja anestesi adalah sampai mencapai stadium 3 plana II (depth
anesthesia/surgical anesthesiai).
7. Lakukan operasi.
8. Selama operasi (selama hewan teranestesi) monitor terhadap kondisi pasien harus
selalu dilakukan untuk mermastikan pasien tetap stabil dalam kondisi teranestesi dan
tidak menurun atau meningkat stadium anestesinya.

Stadium anestesi umum


1. Stadium I, stadium induksi (induction stage or stage of voluntary excitement)
atau stadium eksitasi bebas. Tanda-tanda :
a. hewan masih sadar dan dapat memberontak
b. rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus
c. dilatasi pupil
d. teijadi urinasi dan defekasi
2. Stadium II, stadium eksitasi tidak bebas (stage of involuntary
exitement). Tanda-tanda :
a. kesadaran hilang secara tiba-tiba
b. respon reflek terhadap stimuli berlebihan
c. gerakan anggota gerak kuat sehingga diperlukan restrain yang baik
d. respirasi sangat tidak teratur

41
3. Stadium III, stadium operasi (stage of surgical anaesthesia)
PLANE RESPIRASI REFLEKS RELAKSASI
Okuler Laring & faring Ekstremitas Rahang Perut

1 Reguler, Bola mata Muntah dan Anggota


(light) thoracoabdominal bergerak- menelan absen, Gerak
gerak, reflek batuk masih ada
palpebra,
konjungtiva,
kornea
secara
bertahap
terdepres
2 Reguler, Bola mata di Batuk masih ada
(medium) thoracoabdominal, ventro medial, sampai
amplitudo kornea (-) pertengahan
menurun medium ini
3 Reguler, abdominal, Bola mata Batuk (-) Pedal hilang hilang
(deep) amplitudo minimal kembali di hilang
tengah

4. Stadium over dosis atau stadium paralisa {stage paralysis)


Tanda-tanda :
a. paralisa otot dada
b. pulsus cepat
c. pupil dilatasi
d. bola mata seperti mata ikan

Penghitungan volume anestetika yang diberikan


d x BB
Volume Obat = -----------------
[]
keterangan : d = dosis (mg/kg BB)
BB = berat badan (kg)
[ ] = konsentrasi ( g/dL atau mg/ml)
42
Antidotum Anestesi
Antidotum anestesi berfungsi untuk mempercepat pemulihan pasca anestesi. Beberapa
contoh dari antidotum anestesi yaitu :
- Yohimbine : antidotum untuk xylazine
- Flumazenil : antidotum untuk benzodiazepine
- Naloxone : antidotum untuk opioid
- Physostigmine : antidotum untuk antikolinergik
- Atipamezole : antidotum untuk xylazine, medetomidine, detomidine dan
dexmedetomidine

Agen Hemostatik
Berfungsi dalam menghentikan perdarahan pada intraoperative. Syarat dari agen
hemostatik antara lain dapat digunakan dengan mudah, memiliki efek yang cepat, tidak
memiliki efek samping, dan dapat kontak langsung dengan permukaan luka. Terdapat tiga
jenis agen hemostatik, yaitu :
a. Mechanical
- Direct pressure
- Fabric pads/gauze sponges/sponges
- Sutures/staples/ligating clips
b. Thermal/energy-based
- Electrosurgery
- Ultrasonic device
- Laser
c. Chemical
- Pharmacological agents : epinephrine, vitamin K, protamine, desmopressin
- Topical hemostatic agents : collagen-based products, cellulose, gelatin

3. Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan tindakan yang sangat penting dalam berbagai kondisi
medis pasien. Pemberian terapi cairan pada pasien bergantung pada 3 fase, yaitu fase
emergensi, replacement, dan maintenance. Pada fase emergency dilakukan pemberian
cairan pada pasien yang kehilangan cairan tubuh dalam waktu singkat, seperti pada
kasus perdarahan hebat selama operasi, kecelakaan, dan luka bakar. Fase replacement

43
merupakan fase pemberian cairan pada kondisi dehidrasi. Sedangkan pada fase
maintenance dilakukan pemberian cairan untuk mempertahankan cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Sebelum dilakukan pemberian terapi cairan, dilakukan pemeriksaan fisik,
seperti kesadaran, turgor kulit, membran mukosa, dan pulsus untuk menentukan kondisi
hidrasi pasien. Jenis-jenis terapi cairan adalah sebagai berikut :
1. Cairan koloid
- Pemberian dengan volume rendah dapat langsung menaikkan tekanan darah
- Akan menetap pada sistem vaskular untuk mempertahankan tekanan darah
- Koloid natural : darah, plasma, plasma kaya platelet, dan RBC
- Koloid sintetis : dextran, hetastarch
2. Cairan Kristaloid
- Mengandung sodium (Na) untuk mempertahankan tekanan osmotik
- Sangat berguna untuk meningkatkan volume cairan tubuh terutama pada jaringan
intersisial
- Isotonis : Ringer lactat, 0,9%NaCl
- Hipertonis : 3%NaCl, 10% dextrose in water, 0,9%NaCl+5% dextrose
- Hipotonis : 0,25%NaCl, 0,45% NaCl, dan 5% dextrose in water

Derajat Dehidrasi
Derajat Gejala Fisik
˂ 5% Tidak menunjukkan gejala
5-6% Membran mukosa kering
7-8 % Membran mukosa kering, turgor kulit turun,
CRT ˃ 2 dtk,
9-10% Membran mukosa kering, mata kering,
oligouria, turgor kulit turun
10-12% Turgor kulit buruk, membran mukosa
kering, pulsus cepat dan lemah, tachypnea,
hipotermia, CRT ˃ 3 dtk, sunken eyeball
12-15% Shock, kematian

44
Rumus Volume Maintenance :
V (ml) = (30 x kg BB) + 70

Rumus Volume Replacement :


V (ml/24 jam) = % dehidrasi x BB (kg) x 1000 ml

Volume Emergency (Shock) :


Anjing = 40-90 ml/kg/jam
Kucing = 20-60 ml/kg/jam

Rumus Jumlah Tetes/Menit (tergantung infus set yang digunakan):


Tetes/menit = Volume cairan x faktor tetes
Waktu (menit)
Faktor tetes : infus set Geriatrik = 20 tetes/ml
Infus set Pediatrik = 60 tetes/ml

Langkah Pemasangan IV Catheter :


- Dicukur bulu di area yang akan dipasang IV cath
- Dilakukan desinfeksi kulit dengan alkohol 70%
- Dipasang tourniquet di atas area pemasangan IV cath
- Ditusukkan IV cath pada pembuluh vena dengan sudut
± 30° dari kulit, dan lubang jarum menghadap ke atas,
kemudian diputar jarum sehingga lubang menghadap
ke bawah
- Dipastikan jarum telah masuk ke dalam pambuluh
vena dengan melihat adanya aliran darah pada kateter
- Didiorong IV cath dan dilepas stylet/jarum
- Disambungkan selang infus dengan plastic
sheet/kateter
- Dilakukan fiksasi kateter dengan hypafix

45
4. Urinary Catheterization

Kateterisasi dilakukan dengan tujuan untuk pengambilan sampel urin, pengambilan


gambaran rontgen dengan media kontras, dan keperluan pengobatan khususnya pada kasus
retensi urin. Kateterisasi dapat dilakukan dengan atau tanpa pemberian anestesi. Langkah
pemasangan urin kateter adalah sebagai berikut :
- Pasien yang telah diberi obat penenang atau anestesi diposisikan rebah lateral, dorsal
recumbency, atau berdiri
- Dibersihkan rambut di area lubang uretra untuk mengurangi kontaminasi
- Dikeluarkan penis pada hewan jantan dan dibuka vulva pada hewan betina
- Dioleskan cairan lubrikan pada selang kateter
- Dimasukkan selang kateter secara perlahan kedalam uretra hingga urin terlihat pada
selang kateter
- Apabila terdapampat hambatan berupa urolith, maka dapat didorong menggunakan NaCl
0,9% melalui kateter secara perlahan. Hal ini dilakukan sampai kateter dapat terdorong
masuk.
- Dilepaskan stylet kateter
- Dilakukan fiksasi selang kateter dengan menjahit kateter pada kulit di sekitar lubang
uretra
- Dilakukan aspirasi urin menggunakan spuit

46
MATERI 6. ANESTESI DAN EMERGENSI 2

1. Anastesi Inhalasi

Mesin anestesi berfungsi untuk menyalurkan gas atau campuran gas anestetik
dengan aman ke dalam tubuh pasien. Beberapa contoh komponen dari mesin anestesi
antata lain :
a. Regulator : berfungsi untuk mengatur tekanan gas O2 yang keluar dari tabung
b. Flowmeter : berfungsi untuk mengatur tekanan gas O 2 untuk dapat dikonsumsi
pasien
c. Vaporizer : berfungsi untuk menguapkan agen anestesi
d. Masker : berfungsi untuk menyalurkan gas ke saluran pernapasan pasien
e. Scavenger : berfungsi untuk menyerap zat sisa anestesi dari pasien
Beberapa contoh agen anestesi inhalasi yaitu isoflurane, halothane, enflurane,
sevoflurane, dan desflurane.

2. Endotracheal Intubation
Endotracheal intubation (ETT intubation) merupakan prosedur yang dialukan untuk
pemberian oksigen dan agen anestesi kepada pasien secara langsung melalui trakea.
Pemasangan ET dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan laryngoscope untuk
47
membuka epiglotis yang menutupi trakea, dan dapat menggunakan anestes i lokal untuk
mengurangi rasa sakit pada saat memasukkan selang ET.

Langkah :
Pemasangan endotracheal tube dilakukan dengan
merebahkan pasien posisi dorsoventral dan kepala
sejajar dengan tubuh. Diukur panjang selang ET
mulai dari ujung mulut hingga ujung skapula,
kemudian ditandai dengan tali atau perban. Dibuka
mulut pasien menggunakan tangan atau tali untuk
dapat membuka rongga mulut secara lebar. Ditarik
lidah pasien keluar
untuk dapat menjangkau bagian epiglotis (huruf E
pada gambar). Dimasukkan laringoskop dan
ditekan epiglotis ke bawah menggunakan ujung
spatula untuk dapat memasukkan selang ke dalam
rongga trakea. Diolesi selang ET menggunakan
cairan lubrikan dan dimasukkan selang ke dalam
trakea melalui laringoskop sedalam tanda tali atau
perban. Dikembangkan bola pengancing dengan
memasukkan udara pada selang bola menggunakan
spuit 5cc, sehingga ET tidak dapat terlepas.
Dilakukan fiksasi eksternal selang ET menggunakan perban. Disambungkan selang ET
dengan mesin anestesi atau dengan tabung oksigen.

3. Cardiopulmonary Resucitation
CPR dilakukan pada pasien dengan keadaan darurat, ditandai dengan hilangnya
pulsus dan/atau pernapasan.

48
49
Metode lain :
- Hewan direbahkan lateral
- Dilakukan kompresi dada 100-120 per menit pada sepertiga hingga setengah dari
lebar dada
- Dilakukan CPR dalam siklus 2 menit sekali

50
MATERI 7. MANAJEMEN POST-OPERATIF

Hal-hal yang penting untuk diperhatikan pada pasien pasca operasi adalah manajemen
nyeri, perawatan luka, posisi pasien, pendampingan ambulator, kontrol urinasi dan defekasi
serta asupan nutrisi yang seimbang.
1. Penanganan Kritis
- Manajemen nyeri berlebih pada luka operasi dapat diatasi dengan pemberian agen
analgesik yang sesuai. Monitoring luka harus tetap dilakukan minimal sekali/ hari
- Posisi berbaring pada pasien pasca operasi dapat menyebabkan gangguan respirasi
seperti atelektasis dan pneumonia aspirasi, kondisi ini dapat diatasi dengan
pemberian antibiotik dan nebulisasi. Laju respirasi, denyut jantung, dan suhu tubuh
dimonitoring setiap 4-6 jam sekali.
- Posisi berbaring pada pasien pasca operasi tidak memungkinkan pasien untuk
melakukan urinasi dengan sendirinya, kondisi ini dapat diatasi dengan kateterisasi.
Pemasangan kateter harus dilakukan secara steril dan untuk hewan betina dibutuhkan
pemberian agen sedatif.
- Pemberian pakan pada pasien pasca operasi dapat dibantu dengan pemasangan
nasogastric tube untuk menghindari stress saat kesulitan makan melalui mulut.
- Kondisi hipovolemia pada pasien pasca operasi dapat diatasi dengan injeksi cairan
secara subkutan atau pemasangan iv catheter.
2. Nutrisi
Kekurangan nutrisi pasca operasi dapat berakibat pada gangguan yang serius.
Beberapa gangguan yang dapat terjadi yaitu pemulihan pasca operasi yang lama,
penurunan proses kesembuhan luka, penurunan fungsi imun, dan hospitalisasi yang
berkepanjangan, jika dibandingkan dengan pasien dengan asupan nutrisi baik. Kondisi
malnutrisi yang berkepanjangan juga berakibat pada berbagai gangguan serius pada
sistem urinasi, respirasi, kardiovaskular, dan muskuloskeletal sehinga dapat berujung
pada kematian. Kebutuhan cairan pada anjing dan kucing normal adalah 50-100 mL/ kg/
hari. Kebutuhan cairan ini dapat bervariasi tergantung pada konsumsi pakan, aktivitas,
dan kondisi lingkungan. Nutrisi yang akan diberikan pada hewan pasca operasi dapat
berupa pakan yang bersifat palatable, bergizi seimbang, lembut, dan dapat beradaptasi
pada berbagai teknik pemberian pakan. Dukungan nutrisi harus sesuai dengan Resting
Energy Requirement (RER) hewan berdasar berat badan dengan rumus sebagai berikut:

51
3. Komunikasi Klien
Komunikasi yang baik antara dokter hewan dan klien sangat penting untuk dilakukan
agar pemantauan kondisi pasien dapat terjadi secara efektif dan tepat sasaran.

52
MATERI 8. LAPAROTOMY

Laparatomi berasal dari dua kata terpisah yaitu laparo dan tomi. Laparo berarti perut
dan tomi berarti penyayatan. Laparatomi dapat didefinisikan sebagai penyayatan pada dinding
abdomen atau peritoneal. Laparatomi dapat digunakan sebagai langkah terapi, pengambilan
sample jaringan dan diagnosa. Laparatomi terdiri dari :
a. Laparatomi Flank
Laparatomi flank umumnya dilakukan pada hewan besar dengan daerah orientasi fossa
paralumbal.
b. Laparatomi Medianus
Laparatomi medianus umum dilakukan pada hewan kecil dengan daerah orientasi
ventral abdominal (linea alba)
c. Laparatomi Paramedianus
Laparatomi ini dilakukan dengan menyayat ventral abdomen yang sejajar dengan linea
alba.

Persiapan Alat dan Tim Operasi


1. Alat tumpul disterilisasi dengan metode panas kering (oven 121ºC) atau panas
bertekanan (autoclave 120ºC) selama 15 menit
2. Alat tajam disterilisasi dengan perendaman pada Povidone Iodine 10% atau Alkohol
70%
3. Tim Operasi terbagi atas tim steril (Operator, Co-Operator) dan non steril
(Anestesiolog, Asisten Kotor). Seluruh tim melakukan sterilisasi dan mengenakan
standart pakaian operasi (gaun operasi, nurse cap, masker, glove)

Persiapan Hewan
1. Hewan di mandikan beberapa hari sebelum operasi dan dicukur pada situs operasi
serta situs pemasangan Iv Catheter. Obat yang dapat digunakan dalam mempermudah
pencukuran adalah Acepromazine (0.005-0.025 ml/kg BB IM) yang berefek 20-30
menit sejak penyuntikan. Bulu dibasahi dengan air sabun, dicukur searah dengan rebah
bulu kemudian dikeringkan setelah pencukuran.
2. Hewan dipuasakan makan 6-12 jam dan minum 2-6 jam sebelum operasi.
3. Lakukan pengosongan urin menggunakan kateter, dan feses dengan enema

53
4. Hewan diberi premedikasi atropin sulfat 0.25mg/ml dengan dosis 0.04 mg/kgBB SC
kemudian ditunggu 10-15 menit. Anestesi campuran ketamin 10% dosis 10mg/kgBB
dan xylazine 2% dosis 2mg/kgBB diinjeksikan IM.

Prosedur Operasi
Setelah teranestesi, hewan diletakkan di meja operasi dengan posisi rebah dorsal dan
untuk mempertahankan posisi tersebut, keempat kaki difiksasi pada meja operasi. Daerah
operasi diolesi antiseptik secara sirkuler dari bagian sentral (tempat yang akan dioperasi)
bergerak ke arah perifer.
Pemasangan duk (4 lembar kain duk) atau menggunakan satu lembar duk dengan
lubang/celah di tengah kemudian duk difiksir dengan duk klem. Irisan dinding abdomen
dilakukan melalui garis median (caudal afau cranial midline). Irisan caudal midline dibuat
tepat dibelakang umbilicus kearah caudal kira- kira 3-5 cm (secukupnya tergantung besar
kecilnya hewan), sedangkan irisan cranial midline dibuat tepat di belakang processus
xyphoideus sampai umbilicus.
Kulit dan jaringan sub kutan diincisi dengan menggunakan pisau bedah (untuk
mempermudah mendapatkan linea alba dapat dilakukan preparasi tumpul). Di bagian kiri dan
kanan linea alba dijepit Allis forceps kemudian dengan pisau bedah dibuat irisan kecil pada
linea alba.
Sebelum dilakukan penutupan dinding abdomen, rongga abdomen dibasahi larutan
antibiotik/NaCl fisiologis steril. Linea alba dipertautkan dengan benang catgut chromik pola
jahitan sederhana tunggal, subkutan dijahit dengan benang catgut plain pola jahitan sederhana
menerus, sedangkan kulit dijahit dengan benang katun pola jahitan sederhana tunggal benang
absorbable.

Monitoring pasien
Pemantauan Rutin Selama Anestesia pada Laparotomi (pulsus, respirasi dan temperatur).
Selama pemberian anestesia/analgesia, jalan nafas, oksigenasi, ventilasi, dan sirkulasi pasien
harus dievaluasi secara teratur dan sering bahkan pada kasus-kasus tertentu dilakukan secara
kontinyu.

54
a. Jalan nafas
Pemantauan jalan nafas ini bertujuan untuk mempertahankan keutuhan jalan nafas.
Dilakukan dengan cara memantau jalan nafas selama anestesia baik dengan teknik
sungkup maupun intubasi.
b. Oksigenasi
Bertujuan untuk memastikan kadar zat asam di dalam udara/ gas inspirasi dan di
dalam darah. Hal ini dilakukan pada anestesia umum inhalasi.
c. Ventilasi
Bertujuan untuk memantau keadekuatan ventilasi. Ventilasi dapat dilakukan
dengan cara :
a) Diagnostik fisik, dilakukan secara kualitatif dengan mengawasi gerak naik
turunya dada, gerak kembang kempisnya kantong reservoar atau auskultasi
suara nafas.
b) Kuantitatif dengan menghitung jumlah denyut jantung, frekuensi pernafasan.
d. Sirkulasi
Bertujuan untuk memastikan fungsi sirkulasi pasien. Pemantauan terhadap
sirkulasi dapat dilakukan dengan cara:
a. Menghitung denyut nadi secara teratur dan sering dengan stetoskop.
b. Mengukur tekanan darah secara invansif, EKG dan disertai dengan
oksimeter denyut.
c.
Pemberian Antibiotika Dan Analgesik
- Injeksi Antibiotik Amoxicillin dilanjutkan pemberian amoxicillin peroral dosis: 20
mg/kg BB S12h PO) diberikan selama 5 hari berturut.

- Analgesik golongan NSAID seperti Tolfenamic Acid (0,05 ml/kg BB IM, SC),
Meloxicam (0.1 mg/kg BB PO/SC dan ketoprofen (5 mg/kg BB SC/IM).

55
Posisi hewan Inisi abdomen

Preparir jaringan dengan gunting tumpul Mempertautkan linea alba dengan pola
jahitan sederhana tunggal

Mempertautkan subkutan dengan Mempertautkan kulit dengan pola


pola jahitan sederhana menerus jahitan sederhana tunggal

56
MATERI 9. BANDAGING, CASTING, SPLINTING, AND DRAINS

1. Bandaging
Pembalutan atau bandage adalah proses pemasangan bahan/material untuk mendukung
bahan medis (balutan/dressing atau bidai/splint) atau untuk menyokong bagian tubuh. Perban
atau bandage digunakan setalah terjadinya luka, tepatnya setalah penjahitan luka. Fungsi dari
bandage antara lain ; (1) untuk melindungi luka dari bakteri, (2) menyerap sekresi luka, (3)
immobilisasi luka, dan (4) untuk memberikan tekanan yang membantu mencegah
pembengkakan atau perdarahan.. Bandage terdiri dari beberapa lapisan diantaranya :
a. Lapisan dalam (primer): lapisan yang
bersentuhan langsung dengan luka. Dapat
berupa kasa wet to dry atau dry to dry, atau
dapat juga bahan yang lembab lainnya (seperti
hidrokoloid, hidrogel, madu, dll).

b. Lapisan tengah (sekunder): berfungsi untuk


menyerap eksudat. Lapisan sekunder dapat
menggunakan gulungan kapas atau produk
komersial yang berasal dari kapas

c. Lapisan luar (tersier): bisa menggunakan


bahan berpori dan kohesif. Lapisan ini
berfungsi untuk menghindari kontaminasi dari
dua arah. Perlu dilakukan pemantauan bandage
tersier setiap hari untuk memastikan kondisi
vaskularisasi tetap baik.

57
Jenis-jenis bandage pada hewan :
1. Head/ear bandage
2. Paw bandage
3. Robbert jones bandage
4. Abdominal bandage
5. Thorax bandage
6. Velpeau bandage
7. Ehmer sling bandage

2. Casting
Casting atau gips dilakukan dengan menggunakan teknik aseptik. Metode yang
digunakan untuk memasang gips dirancang untuk mencegah kontaminasi
mikroorganisme. Preparasi pasien yang perlu dilakukan yaitu mencukur rambut di area
yang akan digips, dan dapat diberikan anestesi. Gips dipasang dengan tujuan untuk
mengimmobilisasi sendi atas dan sendi bawah dari tulang yang patah, menetralkan gaya
lentur dan rotasi pada fraktur. Gips terdiri dari dua jenis, yaitu gips yang terbuat dari
plester, dan fiberglass.

3. Splinting
Splint/belat merupakan alat untuk membantu imobilisasi dini ketika fraktur disertai
dengan banyak pembengkakan. Bahan belat dipilih sesuai ukuran hewan dan panjang
anggota gerak. Strip basah ditempatkan di kaki yang sakit, mulai dari ujung kaki hingga
siku. Kemudian, kasa dibungkus dengan gerakan melingkar di sekitar plester. Belat
dilenturkan agar sesuai dengan siku pada ekstremitas.

58
Thomas splint

4. Drains
1. Defenisi
Evakuasi cairan &/ udara pada jaringan atau rongga tubuh
2. Fungsi
Menghilangkan akumulasi serum & darah
Mengurangi tekanan
Evakuasi mediator inflamasi, bakteri, jaringan nekrotik, benda asing
3. Jenis drainase
Drainase aktif : mengandalkan tekanan negatif. Contoh : butterfly catheter,
vacutainer, aspirasi, dan Jackson-Pratt.

59
Contoh tahapan pemasangan drainase Jackson-Pratt :

Menempatkan selang drainase ke dalam luka Memfiksasi selang drainase pada jaringan

Memompa cairan eksudat keluar dari jaringan

Memfiksasi drainase pada tubuh pasien

Drainase pasif : mengandalkan tekanan gravitasi. Contoh : Painrose drain

Pemasangan painrose drain

60
REFERENSI

Annis, J.R. Allen, A.R. 2006. An atlas of Canine Surgery. School of Veterinary Science and
Medicine. Purdue University
Anonimus, 2006. Petunjuk Praktikum Ilmu Bedah Umum, Bagian Ilmu Bedah dan Radiologi
FKH UGM.
Donohoe, 2012. Fluid Therapy do Veterinary Technicians and Nurses. Wiley Blackwell.
Duncanson, GR.. 2013. Farm Animal Medicine and Surgery. CABI.
Fossum, T.W. 2019. Small Animal Surgery. Fifth Edition. Elsevier
Grimm, KA., Lamont, LA, Tranquili, WJ., Greene, SA, Robertson, SA. 2015. Veterinary
Anesthesia and Analgesia 5th Edition for Lumb and Jones. Wiley bLackwell.
Hackett, TB., Mazzaferro, EM . 2012. Veterinary Emergency and Critical Care 2nd Edition.
Wiley Blackwell.
Hickman, J., 1995. An Atlas of Veterinary Surgery. Third Edition. Blackwell Sciences Pty
Ltd.
Swaim, SF., Renberg, WC., Shike, KM. 2011. Small Animal Bandaging, Casting and
Splinting Techniques. Wiley Blackwell
Sonsthagen, T. F . 2014.Veterinary Instruments and Equipment: A Pocket Guide. Elsevier

61
LAPORAN PRAKTIKUM

Nama :
Nim :
Kelompok :

Acara Praktikum :

62

Anda mungkin juga menyukai