Anda di halaman 1dari 10

INFEKSI SALURAN KEMIH

1. Pengertian

Infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yg terjadi pada saluran kemih. Kejadian
infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan hal ini dihubungkan dengan
hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam
yang sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau katerisasi yang sering.

2. PENAPISAN/SKRINING AWAL

Bakteri escherecia coli merupakan penyebab yang sering ditemukan pada kasus ISK.
Bakteri ini dapat berasal dari flora usus yang keluar sewaktu buang air,dan jika bakteri
berkembang biak akan menjalar ke saluran kencing dan naik ke kandung kemih dan ginjal,
inilah yang menyebabkan ISK.

Pada masa nifas dini, sensivitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih didalam
vesika sering menurun akibat trauma persalinan atau analgesia epidural atau spinal. Sensasi
peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman yang
ditimbulkan oleh episiotomy yang lebar, laserasi periuretra, atau hematoma dinding vagina.
Setelah melahirkan, terutama saat infus oksitosin dihentikan, terjadi diuresis yang disertai
peningkatan produksi urin dan distensi kandung kemih. Over distensi yang disertai katerisasi
untuk mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.

Diagnosis klinis ISK ditegakkan melaui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang teliti. Gejala ISK meliputi adanya nyeri atau rasa terbakar selama berkemih,
demam, menggigil, mual dan muntah serta kelemahan terjadi jika infeksi memburuk.
Kandung kemih yang iritasi menyebabkan timbulnya sensasi ingin berkemih yang mendesak
dan sering. Iritasi juga menyebabkan darah bercampur dalam urin (hematuria). Urin tampak
pekat dan keruh karena adanya sel darah putih atau bakteri. Jika menyebar ke saluran kemih
bagian atas, ibu merasa nyeri panggul, nyeri tekan, demam dan menggigil.
3. TATA LAKSANA KASUS
1. Minumlah cukup banyak air untuk mebersihkan bakteri
2. Jangan menahan jika anda ingin buang air kecil. Buang air kecil jika memang anda ingin
dan perlu
3. Menjaga kebersihan alat genetalia bersihkan daerah terkait setelah BAB/BAK dari depan
ke belakang
4. Buang air kecil setelah melakukan hubungan seks untuk membantu membersihkan
bakteri luar

4. ASUHAN LANJUTAN
a) Infeksi saluran kemih awal dapat diobati dengan ampisillin (250mg 4 kali sehari) atau
nitrofurantoin (100mg per oral empat kali sehari). Gantilah dengan obat lain sesuai
dengan hasil pemeriksaan laboratorium tetapi obati selama 2mg
b) Untuk mengatasi keluhan urgensi dan urinary frequency, berikan piridium 100mg empat
kali sehari. Keluarkan cairan secara paksa (jika diperlukan) dan asamkan urin (Vitamin
C). Berikan Obat analgetik pencahar dan antipiretik jika diperlukan
c) Pengobatan antibiotic yang terpilih meliputi golongan
nitrofurantoin,sulfonamide,trimetroprim,sulfametoksazol, atau sefalosporin.
d) Bidan dapat melakukan katerisasi.
2. RETENSI URIN

1. PENGERTIAN

Retensio urin pasca-persalinan memiliki definisi bervariasi dengan gejala klinis nyeri
mendadak disertai ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih secara spontan setelah 12
jam pasca-persalinan per vaginam, dengan volume urin yang lebih besar daripada kapasitas
kandung kemih sehingga membutuhkan kateterisasi.

Pengaruh Kehamilan dan Persalinan terhadap Terjadinya Retensio Urin Secara


patofisiologi, retensio urin merupakan akibat dari satu atau lebih mekanisme, antara lain
penurunan kontraktilitas kandung kemih, kontraksi detrusor yang buruk, kelainan anatomi,
gangguan relaksasi outlet, atau gangguan koordinasi neurologis dari proses berkemih.
Patofisiologi pasti terjadinya retensio urin pasca-persalinan masih belum dimengerti dan
memiliki mekanisme yang bervariasi berdasarkan penjelasan beberapa penelitian
sebelumnya.Elastisitas traktus urinarius meningkat selama kehamilan akibat perubahan
hormonal, sehingga menyebabkan penurunan tonus otot polos.

2. PENAPISAN/SKRINING AWAL

Salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah gangguan kontraksi uterus yang
dapat diakibatkan oleh adanya retensio urin. Retensio urin menyebabkan distensi kandung
kemih yang kemudian mendorong uterus ke atas dan ke samping. Keadaan ini bisa
menghambat uterus berkontraksi dengan baik yang akhirnya menyebabkan perdarahan.
Apabila terjadi distensi berlebihan pada kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih
lanjut (atoni).

RUPP berhubungan dengan beberapa kondisi pasca-persalinan di bawah ini:

1. Faktor kegelisahan atau kekhawatiran dan faktor serupa lainnya yang menyebabkan
hambatan oleh sistem saraf pusat

2. Postur yang tidak alami


3. Gangguan elastisitas kandung kemih

4. Trauma dan pembengkakan vulva, uretra, dan trigonum kandung kemih

5. Refleks spasme sfingter uretra eksterna dari robekan dan insisi perineum

6. Gangguan tidak spesifik pada mekanisme neuromuskuler kandung kemih dan uretra.

Diagnosis klinis RUPP tidak mudah, terutama pada kasus yang tidak menunjukkan gejala
klinis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan menggunakan kateter dan
ultrasonografi.

Gejala gangguan berkemih antara lain hesitansi (menunggu untuk memulai kencing),
kesulitan mengeluarkan urin, pancaran lemah atau intermiten, mengedan saat berkemih, dan
merasa tidak lampias setelah berkemih. seperti rasa tidak puas saat berkemih (incomplete
voiding), kesulitan dan harus mengejan untuk berkemih, tetesan urin yang lambat, urgensi, dan
inkontinensia.

3. TATA LAKSANA KASUS

1. Atasi nyeri organ pelvic

2. Evaluasi dan ukur urin sisa 6 jam postpartum

3. Melatih ibu berkemih (Bladder training) merupakan penatalaksanaan yang bertujuan


untuk melatih kembali kandung kemih ke pola berkemih normal dengan menstimulasi
pengeluaran urin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran waktu
pertama kali buang air kecil (BAK) pada ibu postpartum yang dilakukan bladder training.

3. TATA LAKSANA LANJUTAN

Pencegahan Pada wanita yang tidak bisa berkemih spontan dalam 6 jam pasca-
persalinan, pemeriksaan USG atau kateter dapat mengidentifikasi RUPP secara dini.
Pengukuran volume urin residu menggunakan USG volume kandung kemih, atau
kateterisasi dapat mengidentifikasi kebutuhan tatalaksana lebih lanjut

Kateterisasi Urin Sisa <500Ml kateter intermitten (tiap 4 jam selama 24 jam),
selanjutnya periksa lagi urin sisa, banyak minum, antibiotika, prostaglandin

Urin Sisa 500-1000 mL „

 Kateterisasi 1x24 jam „


 Kateterisasi intermitten: tiap 4 jam selama 24 jam, kecuali dapat berkemih
spontan „
 Periksa urin sisa „
 Banyak minum 3 liter/hari „
 Urinalisis „
 Antibiotika sesuai kultur „
 Prostaglandin (misalnya misoprostol) dapat terus diberikan selama kateter masih
terpasang

Urin Sisa 1000-2000 mL „

 Kateterisasi 2x24 jam „


 Pemasangan kateter intermiten/4 jam selama 24 jam, kecuali dapat berkemih
spontan „
 Periksa urin sisa „
 Banyak minum 3 liter/hari „
 Urinalisis „
 Antibiotika sesuai kultur „
 Prostaglandin (misalnya misoprostol) dapat terus diberikan selama kateter masih
terpasang

Urin Sisa >2000 mL „

 Kateterisasi 3x24 jam „


 Buka tutup kateter/6 jam selama 24 jam, kecuali dapat berkemih spontan „
 Periksa urin sisa, bila tetap retensi urin pasang kateter menetap selama 1 minggu
(pertimbangkan kateter silikon untuk mengurangi risiko infeksi), bisa pulang,
buka tutup kateter dilakukan mulai 2 hari sebelum kontrol. Saat kontrol, kateter
dilepas dan diperiksa lagi urin sisa 6 jam kemudian atau setelah berkemih
spontan „
 Banyak minum 3 liter/hari „
 Urinalisis „
 Antibiotik sesuai kultur „
 Prostaglandin (misalnya misoprostol) dapat terus diberikan selama kateter masih
terpasang
 Obat- obatan

Obat yang meningkatkan kontraksi vesika urinaria dan menurunkan resistensi


uretra yaitu yang bekerja pada: „ Parasimpatis bersifat kolinergik, asetilkolin bekerja di
‘end organ’ menghasilkan efek muskarinik (contoh: betanekhol, karbakhol, metakholin) „
Simpatis (contoh: fenoksibenzamin) „ Otot polos mempengaruhi kerja otot destrusor
(contoh: prostaglandin E2)

 Antibiotik

Antibiotik sesuai hasil kultur Di departemen Obstetri dan Ginekologi


FKUIRSCM, pencegahan RUPP dilakukan pada pasien yang memiliki faktor risiko,
antara lain pasien dengan primipara, robekan jalan lahir luas, persalinan dengan
menggunakan alat, dan persalinan kala 2 lama. Pencegahan tersebut dilakukan dengan
cara sebagai berikut:

 Pasien diobservasi hingga 6 jam pascapersalinan lalu diminta berkemih spontan.


Kemudian volume urin residu diukur, jika volume >200mL, lakukan protokol tatalaksana
retensio urin RSCM. Jika volume residu urin.
3. RUPTUR PERINEUM

1. PENGERTIAN

Ruptur perineum adalah robeknya organ genital wanita yang biasanya terjadi pada
saat melahirkan. Ruptur perineum dapat terjadi secara spontan maupun iatrogenik, yaitu
karena episiotomi dan persalinan dengan bantuan instrumen.

Ruptur perineum berdasarkan lokasinya dapat dibagi menjadi dua, yakni ruptur
perineum anterior dan posterior. Umumnya pada persalinan, ruptur yang sering terjadi
adalah ruptur perineum posterior yaitu robekan pada dinding posterior vagina ke arah
anus.

Ruptur perineum dibagi lagi berdasarkan derajat keparahannya, dari derajat 1


yang hanya mengenai mukosa vagina dan kulit perineum hingga derajat 4, yakni robekan
yang meluas hingga epitel anus.

2. PENAPISAN/SKRINING AWAL

Beberapa penyebab ruptur perineum pada ibu dalam persalinan menurut Mochtar
(2013) antara lain adalah posisi tubuh saat persalinan salah atau keslahan dari cara
mengedan, paritas ibu yang melahirkan seperti primipara elaksitas perineum yang keras
dam kaku, janin yang berat menyebabkan perineum robek spontan karena defleksi kepala
bayi yang terlalu cepat serta persalinan dengan menggunakan vacum forcep. Untuk
mencegah timbulnya infeksi atau komplikasi lainnya pada masa nifas utamanya dengan
ruptur pada perineum dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan
antaralain perawatan perineum secara insentif. Pada setiap persalinan terutama persalinan
yang berrisiko terjadi robekan perineum yang berat seperti persalinan dengan bantuan
alat (ekstraksi vacuum dan  forceps), oksiput posterior, distosia bahu, bayi besar, dan
episiotomi mediana,  kita harus waspada akan terjadinya robekan perineum derajat III-IV.
Oleh karena itu pasca persalinan harus dinilai benar robekan  perineum yang terjadi.
Tindakan colok dubur dan pemaparan yang baik sangat membantu untuk mendiagnosis
derajat robekan perineum yang terjadi. Sultan dan kawan-kawan melaporkan terjadinya
defek pada sfingter ani eksterna maupun interna berkisar 15-44% pada evaluasi USG
endoanal pasien-pasien pasca perbaikan rupture perineum derajat III dan IV. Salah satu
kemungkinan penyebabnya adalah diagnosis substandar dalam penentuan derajat robekan
sebelum perbaikan.

3.TATA LAKSANA KASUS

Untuk meringankan rasa sakit akibat ruptur perineum tingkat 1–2 dan mempercepat
proses penyembuhan, Bunda dapat melakukan beberapa langkah berikut ini:

 Mengurangi tekanan pada vagina dan perineum


Cobalah beristirahat atau tidur dengan posisi miring serta gunakan bantal atau alas
yang empuk ketika duduk untuk mengurangi tekanan pada area vagina dan
perineum. Selama beristirahat, Bunda juga disarankan untuk tidak banyak
mengejan dan mengangkat beban berat.

 Menjaga area yang terluka agar tetap bersih dan kering


Selama menjalani pemulihan, Bunda perlu menjaga luka robekan atau jahitan
pasca melahirkan normal pada perineum agar tetap bersih dan kering agar tidak
terinfeksi. Bersihkanlah vagina dan perineum setelah buang air kecil atau buang
air besar dan keringkan.

 Memberi kompres dingin


Untuk mengurangi nyeri dan bengkak pada perineum yang terluka, Bunda bisa
memberi kompres dingin dengan es yang dibungkus kain bersih pada perineum
selama 10–20 menit. Kompres dingin pada perineum boleh diulang hingga 3 kali
sehari.
 Mengonsumsi obat pereda nyeri
Jika beberapa cara di atas tidak berhasil mengurangi nyeri akibat ruptur perineum
tingkat 1–2 yang Bunda alami, Bunda bisa menggunakan obat pereda nyeri,
seperti paracetamol, sesuai resep dan anjuran dokter.

Ruptur perineum tingkat 1–2 memang cukup sering terjadi dan biasanya dapat
pulih dalam beberapa minggu setelah persalinan normal. Namun, untuk mengurangi
risiko terjadinya ruptur perineum ringan maupun berat, Bunda dapat melalukan beberapa
tips berikut ini:

 Lakukan senam Kegel untuk memperkuat otot dasar panggul dan meningkatkan


kelenturan jalan lahir.
 Sitz bath dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri
 Lakukan pijatan perineum secara rutin selama hamil dan menjelang persalinan.

 Kompres perineum dengan handuk hangat menjelang persalinan untuk meningkatkan


aliran darah dan membuat otot rileks.

 Jaga kondisi kesehatan selama hamil dengan menjalani pola makan sehat dan olahraga
teratur serta mengonsumsi vitamin prenatal.

5. TATA LAKSANA LANJUTAN

 Pemberian antibiotik spektrum luas (Cefuroxim 1,5gr) dan metronidazol  à evidence level
IV

–        Antibiotik untuk cegah infeksi yang resiko tinggi inkontinensia fekal dan fistula
rektovaginal

–        Metronidazol untuk melindungi kontaminasi kuman anaerob dari anus

 Pemberian Laksatif atau Pencahar selama 10-14 hari àevidence level IV

–        Gunanya untuk mencegah terjadinya konstipasi sehingga terlepasnya jahitan


 Analgesia yang adekuat seperti ibuprofen dengan resep dokter
 Jika ibu akan merasa nyeri yang berlebihan, sebaiknya diperiksa secepatnya karena nyeri
adalah gejala yang umum dari infeksi
 Diet rendah serat
 Terapi laxansia diperlukan terutama bagi robekan derajat III dan IV
 Antibiotik diperlukan untuk mengurangi infeksi luka jahitan, gunakan metronidazole dan
antibotik dengan spectrum yang luas
 Anjurkan tindakan SC untuk persalinan selanjutnya, jika persalinan pervaginam dapat
menyebabkan inkontinensia anal.

Anda mungkin juga menyukai