Anda di halaman 1dari 98

KAJIAN PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR

PRODUK MAKANAN OLAHAN

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri


Badan Penelitian Dan Pengembangan Perdagangan
Departemen Perdagangan
2008
KAJIAN PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR
PRODUK MAKANAN OLAHAN

Tim Peneliti:

Hari Widodo (Kordinator)


Yosua Simanjuntak
Siswanti T.P.
Umar Fakhrudin
Hasni
Sri Mulyati
Rakiman
Sri Mulatsih
Alla Asmara

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri


Badan Penelitian Dan Pengembangan Perdagangan
Departemen Perdagangan
2008
RINGKASAN EKSEKUTIF

Industri makanan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki kontribusi
penting dalam perekonomian Indonesia, baik dalam pembentukan PDB, ekspor dan
penciptaan lapangan kerja, maupun dalam mendukung perkembangan sektor industri lainnya.
Peranan industri makanan (termasuk minuman dan tembakau) dalam pembentukan PDB pada
tahun 2007 sekitar 7 persen dengan nilai Rp. 136,7 triliun atau tumbuh 5 persen dibandingkan
dengan tahun 2006. Di bidang ekspor, produk makanan olahan merupakan komoditi yang
potensial untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan ekspor non migas Indonesia. Nilai
ekspor produk makanan olahan pada tahun 2007 mengalami peningkatan 14,7 persen, dari
US$ 1,96 miliar pada tahun 2006 menjadi US$ 2,25 miliar. Jumlah usaha dalam bidang
industri ini di Indonesia mencapai sekitar 916 ribu unit usaha dengan melibatkan sekitar 3,5
juta tenaga kerja.

Di pasar dunia, produk makanan olahan tumbuh rata-rata 12 persen per tahun. Namun,
pertumbuhan ini tidak dibarengi oleh pertumbuhan ekspor produk makanan olahan Indonesia
yang hanya rata-rata 5 persen per tahun. Selain itu, pangsa pasar produk makanan olahan
Indonesia di pasar dunia masih relatif rendah sekitar 0,7 persen. Hal ini tentu saja masih
membuka peluang bagi Indonesia untuk memperluas pasarnya di dunia. Agar dapat
memperoleh gambaran yang jelas tentang sejauhmana Indonesia dapat merebut peluang pasar
tersebut, maka dilakukan kajian tentang pengembangan pasar ekspor produk makanan olahan
Indonesia, yang bertujuan : 1) memperoleh gambaran tentang perkembangan ekspor makanan
olahan Indonesia dan dunia; 2) menentukan produk makanan olahan prioritas ekspor
Indonesia; 3) menganalisis daya saing produk makanan olahan Indonesia dalam peta
persaingan pasar dunia; dan akhirnya diharapkan dapat 4) menyusun strategi dan kebijakan
pengembangan ekspor produk produk makanan olahan.

Metode analisis kajian ini adalah analisis deskriftif, analisis indeks penentuan produk
prioritas ekspor dari ITC (International Trade Centre) dan analisis daya saing dengan
menggunakan CMSA (Constant Market Share Analysis). Berdasarkan analisis dengan
menggunakan metode yang dikembangkan ITC dalam menentukan industri prioritas
pengembangan ekspor diperoleh hasil sebagai berikut: (a) Prioritas tinggi: produk ikan, teh

i
dan tembakau; (b) Prioritas sedang: produk gula, cokelat, kopi, sereal, sayur dan buah; (c)
Prioritas rendah: produk susu, daging dan minuman beralkohol.

Dari analisis yang dilakukan diketahui bahwa daya saing produk makanan olahan
prioritas tinggi Indonesia mengalami penurunan di pasar internasional, dengan penjelasan
sebagai berikut: (a) Produk ikan menurun di semua pasar yang dianalisis dan memiliki
peluang pasar di Brazil dan India, namun tingkat tarif relatif tinggi (35,5%); (b) Produk teh
memiliki daya saing tinggi di pasar Jepang dan India, namun permintaan di negara tersebut
sudah levelling off. Permintaan pasar di Amerika Serikat, Rusia, China, Arab Saudi dan
Afrika masih tinggi, serta pengembangan ekspor ke pasar Brazil cukup potensial; dan (c)
Daya saing produk tembakau menurun di semua pasar yang dianalisis, kecuali pasar Afrika.
Permintaan pasar impor dari Jepang, Brazil, Rusia, China dan Arab Saudi masih memiliki
potensi untuk dimanfaatkan.

Peluang dan hambatan ekspor yang dihadapi setiap produk memiliki kesamaan di
banyak negara tujuan, namun setiap produk juga memiliki keunikan masing-masing yang
tidak dapat digeneralisasi. Untuk itu diperlukan strategi promosi yang dilakukan secara
berkala, terarah dan tepat sasaran sesuai dengan prioritas produk dan pasarnya.

Untuk meningkatkan daya saing, strategi dan kebijakan yang harus diambil antara
lain: (a) meningkatkan ketersediaan pasokan bahan baku lokal melalui peningkatan produksi
dan produktivitas sektor/industri penyedia bahan baku serta mendorong pengembangan
industri pendukung lainnya; (b) meningkatkan efisiensi industri untuk menekan biaya
produksi akibat kenaikan harga BBM dan listrik; (c) meningkatkan ketersediaan infrastruktur
utama (listrik, air, gas, jalan dan sistem teknologi informasi) untuk mengurangi biaya
ekonomi tinggi serta memberikan insentif yang dapat mendorong produktivitas dan daya
saing industri, serta (d) meningkatkan kualitas produk diiringi dengan brand image
development produk nasional di pasar internasional.

ii
KATA PENGANTAR

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa peranan ekspor sebagai salah satu sumber
utama penerimaan devisa negara adalah sangat strategis dan penting dalam menunjang
kelangsungan pembangunan perekonomian nasional. Oleh sebab itu, keberhasilan dalam
membangun dan meningkatkan ekspor akan sangat menentukan terhadap kelangsungan
pembangunan perekonomian nasional.

Pada tahun 2008 pemerintah mentargetkan ekspor tumbuh 12,5 persen. Untuk
mencapai target tersebut, pemerintah mencanangkan program pengembangan ekspor non
migas melalui peningkatan ekspor 10 produk utama dan 10 produk potensial, diantaranya
produk makanan olahan. Selama lima tahun terakhir (2003-2007) ekspor produk makanan
olahan Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 15,6 persen per tahun. Pada tahun 2008
ekspor produk makanan olahan ditargetkan mencapai US$ 2,3 miliar, atau meningkat sekitar
18,7 persen.

Di pasar impor dunia, produk makanan olahan tumbuh rata-rata 12 persen per tahun,
namun pertumbuhan tersebut tidak dibarengi dengan pertumbuhan ekspor Indonesia yang
hanya 5 persen per tahun. Pangsa pasar Indonesia yang masih relatif rendah (0,7%) di pasar
internasional masih membuka peluang bagi Indonesia. Oleh sebab itu, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perdagangan Luar Negeri melaksanakan kajian tentang pengembangan pasar
ekspor produk makanan olahan Indonesia. Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai bahan referensi bagi semua pihak yang memerlukannya.

Akhirnya, kami menyadari bahwa laporan hasil kajian ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, kami sangat berterimakasih kepada semua pihak atas segala komentar
dan sarannya demi kesempurnaan laporan ini.

Jakarta, Desember 2008

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


PERDAGANGAN LUAR NEGERI

iii
DAFTAR ISI

Halaman

EXECUTIVE SUMMARY ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian.......................................................................... 5
1.3. Ruang Lingkup............................................................................. 6
1.4. Output yang Diharapkan ............................................................. 6
1.5. Kerangka Konseptual Penelitian ................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9


2.1. Perdagangan Internasional ........................................................... 9
2.2. Konsep Keunggulan Komparatif .................................................. 9
2.3. Konsep Daya Saing....................................................................... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 17


3.1. Produk Makanan Olahan .............................................................. 17
3.2. Analisis Daya Saing ..................................................................... 17
3.3. Indeks Produk Makanan Olahan Prioritas Metode ITC ............... 18
3.4. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 19
3.5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 20
3.6. Analisis Data ................................................................................ 21

BAB IV PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN


OLAHAN INDONESIA ....................................................................... 26
4.1. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia dan
Dunia …………………………………....................................... 26
4.1.1. Pasar Makanan Olahan Dunia …………………………………. 26
4.1.2. Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ................................ 29
4.1.3. Posisi Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Dunia ......... 33
4.2. Penentuan Prioritas Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia. 38
4.2.1. Indeks-1 Performa Ekspor ……………………………………... 38
4.2.2. Indeks-2 Performa Impor Pasar Dunia ………………………… 39
4.2.3. Indeks-3 Suplai Domestik ........................................................... 40
4.2.4. Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi .............................................. 42
4.2.5. Kombinasi Indeks ........................................................................ 42

iii
4.3. Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar
Internasional ................................................................................ 46
4.3.1. Produk Makanan Olahan Prioritas Tinggi ................................... 46
4.3.2. Produk Makanan Olahan Prioritas Sedang .................................. 48
4.3.3. Produk Makanan Olahan Prioritas Rendah ................................. 51
4.4. Hasil Survey Lapangan ............................................................... 52
4.4.1. Dalam Negeri .............................................................................. 52
4.4.2. Luar Negeri ................................................................................. 60

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ............................... 63


5.1. Kesimpulan .................................................................................. 63
5.2. Implikasi Kebijakan .................................................................... 64
5.2.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan Umum .................................... 64
5.2.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan Komoditi ................................ 65

DAFTAR PUSTAKA 69
Lampiran 70

iv
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1. Klasifikasi Produk Makanan Olahan ............................................................ 18


Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 21
Tabel 4.1. Impor Makanan Olahan Dunia 2002 – 2006 ................................................. 29
Tabel 4.2. Nilai Impor Produk Makanan Olahan Berdasarkan Pasar Tujuan ................ 31
Tabel 4.3. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia Periode 2003–2007 ..... 32
Tabel 4.4. Ekspor Makanan Olahan Indonesia Menurut Negara Tujuan
Periode 2003 – 2007 ..................................................................................... 34
Tabel 4.5. Nilai Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Berdasarkan Pasar Tujuan
Tahun 2007 ................................................................................................... 35
Tabel 4.6. Indeks Spesialisasi Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia
Periode 2003 – 2007 ..................................................................................... 36
Tabel 4.7. Pemasok Utama Produk Makanan Olahan di Pasar Impor Dunia ................ 37
Tabel 4.8. Pemasok Makanan Olahan Daging dan Ikan di Pasar Dunia 2002–2006 .... 39
Tabel 4.9. Pemasok Makanan Olahan Kopi dan Teh di Pasar Impor Dunia
2002–2006 ..................................................................................................... 40
Tabel 4.10. Pemasok Makanan Olahan Berbahan Baku Coklat di Pasar Impor Dunia
2002–2006 ..................................................................................................... 41
Tabel 4.11. Indeks-1 Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ................. 43
Tabel 4.12. Indeks-2 Pasar Dunia .................................................................................... 44
Tabel 4.13. Indeks-3 Suplai Domestik ............................................................................. 45
Tabel 4.14. Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi ................................................................ 46
Tabel 4.15. Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ................................ 50
Tabel 5.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Tinggi ................. 74
Tabel 5.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Sedang ................ 75
Tabel 5.3. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Rendah ............... 76

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Skema Kerangka Pemikiran ........................................................... 8


Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional .................................................. 11
Gambar 2.2. Diagram Porter’s Diamond ............................................................ 14
Gambar 3.1. Komponen Indeks Produk Unggulan ............................................. 20
Gambar 4.1. Overlay Performa Ekspor dengan Pasar Impor ............................. 47
Gambar 4.2. Overlay Performa Ekpor Dengan Sosio-Economi ......................... 49
Gambar 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Bahan Baku dan
Jenis Usaha .................................................................................... 59
Gambar 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Pasar yang
Digunakan ...................................................................................... 60
Gambar 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Informasi Pasar yang
Dibutuhkan .................................................................................... 60
Gambar 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Hal Penting untuk
Pengembangan Ekspor ................................................................... 61
Gambar 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penghambat Produksi 62
Gambar 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Permasalahan Internal ........... 62
Gambar 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Keunggulan Produk Negara
Pesaing ........................................................................................... 63
Gambar 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan
Produktivitas .................................................................................. 64
Gambar 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan SDM 65
Gambar 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Mendorong
Ekspor ............................................................................................ 65

vi
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1. Klasifikasi Produk Makanan Olahan ............................................................ 18


Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 21
Tabel 4.1. Impor Makanan Olahan Dunia 2002 – 2006 ................................................. 29
Tabel 4.2. Nilai Impor Produk Makanan Olahan Berdasarkan Pasar Tujuan ................ 31
Tabel 4.3. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia Periode 2003–2007 ..... 32
Tabel 4.4. Ekspor Makanan Olahan Indonesia Menurut Negara Tujuan
Periode 2003 – 2007 ..................................................................................... 34
Tabel 4.5. Nilai Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Berdasarkan Pasar Tujuan
Tahun 2007 ................................................................................................... 35
Tabel 4.6. Indeks Spesialisasi Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia
Periode 2003 – 2007 ..................................................................................... 36
Tabel 4.7. Pemasok Utama Produk Makanan Olahan di Pasar Impor Dunia ................ 37
Tabel 4.8. Pemasok Makanan Olahan Daging dan Ikan di Pasar Dunia 2002–2006 .... 39
Tabel 4.9. Pemasok Makanan Olahan Kopi dan Teh di Pasar Impor Dunia
2002–2006 ..................................................................................................... 40
Tabel 4.10. Pemasok Makanan Olahan Berbahan Baku Coklat di Pasar Impor Dunia
2002–2006 ..................................................................................................... 41
Tabel 4.11. Indeks-1 Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ................. 43
Tabel 4.12. Indeks-2 Pasar Dunia .................................................................................... 44
Tabel 4.13. Indeks-3 Suplai Domestik ............................................................................. 45
Tabel 4.14. Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi ................................................................ 46
Tabel 4.15. Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ................................ 50
Tabel 5.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Tinggi ................. 74
Tabel 5.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Sedang ................ 75
Tabel 5.3. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Rendah ............... 76

vii
DAFTAR ISI

Halaman

EXECUTIVE SUMMARY ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.6. Latar Belakang............................................................................. 1
1.7. Tujuan Penelitian.......................................................................... 5
1.8. Ruang Lingkup............................................................................. 6
1.9. Output yang Diharapkan ............................................................. 6
1.10. Kerangka Konseptual Penelitian ................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9


2.1. Perdagangan Internasional ........................................................... 9
2.2. Konsep Keunggilan Komparatif ................................................... 9
2.3. Konsep Daya Saing....................................................................... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 17


3.1. Produk Makanan Olahan .............................................................. 17
3.2. Analisis Daya Saing ..................................................................... 17
3.3. Indeks Produk Makanan Olahan Prioritas Metode ITC ............... 18
3.4. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 19
3.5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 20
3.6. Analisis Data ................................................................................ 21

BAB IV PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN


OLAHAN INDONESIA ....................................................................... 26
4.1. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia dan
Dunia …………………………………....................................... 26
4.1.1. Pasar Makanan Olahan Dunia …………………………………. 26
4.1.2. Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ................................ 29
4.1.3. Posisi Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Dunia ......... 33
4.2. Penentuan Prioritas Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia.. 38
4.2.1. Indeks-1 Performa Ekspor ……………………………………... 38
4.2.2. Indeks-2 Performa Impor Pasar Dunia ………………………… 39
4.2.3. Indeks-3 Suplai Domestik ........................................................... 40
4.2.4. Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi .............................................. 42
4.2.5. Kombinasi Indeks ........................................................................ 42

viii
4.3. Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar
Internasional ................................................................................ 46
4.3.1. Produk Makanan Olahan Prioritas Tinggi ................................... 46
4.3.2. Produk Makanan Olahan Prioritas Sedang .................................. 48
4.3.3. Produk Makanan Olahan Prioritas Rendah ................................. 51
4.4. Hasil Survey Lapangan ............................................................... 52
4.4.1. Dalam Negeri .............................................................................. 52
4.4.2. Luar Negeri ................................................................................. 60

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ............................... 63


5.1. Kesimpulan .................................................................................. 63
5.2. Implikasi Kebijakan .................................................................... 64
5.2.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan Umum .................................... 64
5.2.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan Komoditi ................................ 65

DAFTAR PUSTAKA
Lampiran

ix
DAFTAR ISI

Halaman

EXECUTIVE SUMMARY ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian.......................................................................... 5
1.3. Ruang Lingkup............................................................................. 6
1.4. Output yang Diharapkan ............................................................. 6
1.5. Kerangka Konseptual Penelitian ................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9


2.1. Perdagangan Internasional ........................................................... 9
2.2. Konsep Keunggulan Komparatif .................................................. 9
2.3. Konsep Daya Saing....................................................................... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 17


3.1. Produk Makanan Olahan .............................................................. 17
3.2. Analisis Daya Saing ..................................................................... 17
3.3. Indeks Produk Makanan Olahan Prioritas Metode ITC ............... 18
3.4. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 19
3.5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 20
3.6. Analisis Data ................................................................................ 21

BAB IV PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR PRODUK MAKANAN


OLAHAN INDONESIA ....................................................................... 26
4.1. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia dan
Dunia …………………………………....................................... 26
4.1.1. Pasar Makanan Olahan Dunia …………………………………. 26
4.1.2. Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ................................ 29
4.1.3. Posisi Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Dunia ......... 33
4.2. Penentuan Prioritas Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia. 38
4.2.1. Indeks-1 Performa Ekspor ……………………………………... 38
4.2.2. Indeks-2 Performa Impor Pasar Dunia ………………………… 39
4.2.3. Indeks-3 Suplai Domestik ........................................................... 40
4.2.4. Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi .............................................. 42
4.2.5. Kombinasi Indeks ........................................................................ 42

iii
4.3. Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar
Internasional ................................................................................ 46
4.3.1. Produk Makanan Olahan Prioritas Tinggi ................................... 46
4.3.2. Produk Makanan Olahan Prioritas Sedang .................................. 48
4.3.3. Produk Makanan Olahan Prioritas Rendah ................................. 51
4.4. Hasil Survey Lapangan ............................................................... 52
4.4.1. Dalam Negeri .............................................................................. 52
4.4.2. Luar Negeri ................................................................................. 60

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ............................... 63


5.1. Kesimpulan .................................................................................. 63
5.2. Implikasi Kebijakan .................................................................... 64
5.2.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan Umum .................................... 64
5.2.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan Komoditi ................................ 65

DAFTAR PUSTAKA 69
Lampiran 70

iv
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 3.1. Klasifikasi Produk Makanan Olahan ............................................................ 18


Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 21
Tabel 4.1. Impor Makanan Olahan Dunia 2002 – 2006 ................................................. 29
Tabel 4.2. Nilai Impor Produk Makanan Olahan Berdasarkan Pasar Tujuan ................ 31
Tabel 4.3. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia Periode 2003–2007 ..... 32
Tabel 4.4. Ekspor Makanan Olahan Indonesia Menurut Negara Tujuan
Periode 2003 – 2007 ..................................................................................... 34
Tabel 4.5. Nilai Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia Berdasarkan Pasar Tujuan
Tahun 2007 ................................................................................................... 35
Tabel 4.6. Indeks Spesialisasi Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia
Periode 2003 – 2007 ..................................................................................... 36
Tabel 4.7. Pemasok Utama Produk Makanan Olahan di Pasar Impor Dunia ................ 37
Tabel 4.8. Pemasok Makanan Olahan Daging dan Ikan di Pasar Dunia 2002–2006 .... 39
Tabel 4.9. Pemasok Makanan Olahan Kopi dan Teh di Pasar Impor Dunia
2002–2006 ..................................................................................................... 40
Tabel 4.10. Pemasok Makanan Olahan Berbahan Baku Coklat di Pasar Impor Dunia
2002–2006 ..................................................................................................... 41
Tabel 4.11. Indeks-1 Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ................. 43
Tabel 4.12. Indeks-2 Pasar Dunia .................................................................................... 44
Tabel 4.13. Indeks-3 Suplai Domestik ............................................................................. 45
Tabel 4.14. Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi ................................................................ 46
Tabel 4.15. Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia ................................ 50
Tabel 5.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Tinggi ................. 74
Tabel 5.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Sedang ................ 75
Tabel 5.3. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Rendah ............... 76

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Skema Kerangka Pemikiran ........................................................... 8


Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional .................................................. 11
Gambar 2.2. Diagram Porter’s Diamond ............................................................ 14
Gambar 3.1. Komponen Indeks Produk Unggulan ............................................. 20
Gambar 4.1. Overlay Performa Ekspor dengan Pasar Impor ............................. 47
Gambar 4.2. Overlay Performa Ekpor Dengan Sosio-Economi ......................... 49
Gambar 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Bahan Baku dan
Jenis Usaha .................................................................................... 59
Gambar 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Pasar yang
Digunakan ...................................................................................... 60
Gambar 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Informasi Pasar yang
Dibutuhkan .................................................................................... 60
Gambar 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Hal Penting untuk
Pengembangan Ekspor ................................................................... 61
Gambar 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penghambat Produksi 62
Gambar 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Permasalahan Internal ........... 62
Gambar 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Keunggulan Produk Negara
Pesaing ........................................................................................... 63
Gambar 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan
Produktivitas .................................................................................. 64
Gambar 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan SDM 65
Gambar 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Mendorong
Ekspor ............................................................................................ 65

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kondisi perekonomian global yang relatif sangat dinamis pada beberapa bulan
terakhir, mulai dari fenomena kenaikan harga BBM dan lonjakan harga komoditi di pasar
internasional sampai dengan gejolak krisis keuangan di Amerika Serikat, memberikan
pengaruh yang sangat signifikan terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Berbagai
kebijakan ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai dampak negatif yang terjadi
akibat perubahan perekonomian global tersebut.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester pertama tahun 2008 tercatat sebesar
6,4 persen dibanding semester pertama tahun 2007. Sektor pertanian meningkat 4,6 persen,
sektor industri pengolahan 4,1 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 11,2 persen, sektor
konstruksi 8,0 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,9 persen, sektor
pengangkutan dan komunikasi 19,6 persen, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan
8,7 persen, serta sektor jasa-jasa 6,5 persen. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian
mengalami perlambatan sebesar -0,9 persen.

Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 27,39


persen pada tahun 2007, dimana industri migas dan non migas masing-masing berkontribusi
sebesar 24,96 persen dan 2,43 persen. Dalam sub sektor industri pengolahan non migas,
industri makanan, minuman dan tembakau menyumbang 6,96 persen terhadap PDB nasional,
dengan nilai Rp. 136.722,4 miliar. Peran industri makanan, minuman dan tembakau
merupakan yang terbesar kedua setelah peran industri alat angkut, mesin dan peralatannya
yang menyumbang 8,22 persen terhadap PDB nasional tahun 2007.

Dalam struktur pengembangan ekspor non migas, produk makanan olahan termasuk
di dalamnya minuman dan tembakau merupakan salah satu dari sepuluh produk ekspor
potensial untuk dikembangkan. Untuk sepuluh produk potensial, pemerintah mentargetkan
pertumbuhan ekspornya sebesar 24,7 persen, yaitu dari US$ 5 miliar pada tahun 2007
menjadi US$ 6,2 miliar pada tahun 2008. Ke-10 produk potensial tersebut adalah kerajinan
tangan, ikan dan produk ikan, kulit dan produk kulit, makanan olahan, perhiasan, minyak
atsiri, bumbu rempah-rempah, peralatan kantor bukan kertas, alat-alat kesehatan, serta

1
tumbuhan obat. Ekspor produk makanan olahan pada tahun 2008 ditargetkan mencapai US$
2,3 miliar, atau tumbuh sekitar 18,7%.

Sementara itu, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI)


memperkirakan bahwa pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun 2008
minimal tumbuh sebesar 15 persen. Pertumbuhan tersebut didukung dengan telah
diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2007 tentang penghapusan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen terhadap komoditas pertanian primer, yang
menjadi bahan baku utama industri makanan olahan, serta PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang
pemberian insentif berupa keringanan Pajak Penghasilan (PPh) untuk sektor usaha tertentu
dan daerah tertentu seperti industri makanan dan minuman.

Perhatian pemerintah yang besar terhadap industri makanan tidak terlepas dari
kontribusinya yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia, baik dalam pembentukan
PDB, ekspor dan penciptaan lapangan kerja, maupun pendukung bagi perkembangan sektor
industri lainnya. Saat ini, jumlah industri makanan dan minuman di Indonesia mencapai 916
ribu perusahaan dengan menyerap tenaga kerja sekitar 3,5 juta orang (Bisnis Indonesia).
Sementara itu, apabila dikaji dari struktur biaya yang dikeluarkan oleh industri makanan
olahan maka umumnya biaya terbesar yang dikeluarkan dalam proses produksi adalah biaya
bahan baku sekitar 40-50 persen. Lebih lanjut, proporsi biaya yang juga relatif besar adalah
biaya kemasan sekitar 20-30 persen, dan biaya energi sekitar 5 persen. (Republika, 14/01/08).
Dengan struktur biaya yang demikian, maka efisiensi industri dalam hal penggunaan bahan
baku akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap total biaya yang harus dikeluarkan
oleh industri yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing di pasaran internasional.

Menurut data BPS, perkembangan ekspor makanan olahan Indonesia pada tahun 2007
telah mencapai sekitar US$ 2,0 miliar atau meningkat sebesar 10,6% dibandingkan tahun
2006. Ekspor makanan olahan yang meningkat pada tahun 2007 antara lain: ekspor ke
Amerika Serikat sebesar 18,02%, Singapura (9,66%) dan Malaysia (7,98%).

Lebih lanjut apabila dikaji berdasarkan pasar tujuan ekspor makanan olahan Indonesia
diketahui bahwa pasar Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang merupakan pasar yang
dominan menyerap produk makanan olahan untuk jenis produk tertentu. Untuk produk
daging, ekspor terbesar Indonesia adalah ke pasar Uni Eropa yaitu senilai US$ 21,48 juta
dengan share ekspor sebesar 22,2% dari total ekspor produk daging Indonesia. Ikan paling
banyak diimpor oleh Amerika Serikat dengan nilai US$ 203,3 juta (53,4%). Jepang

2
merupakan importir terbesar kopi Indonesia dengan nilai sebesar US$ 3,8 juta (7,3%),
sedangkan teh dan cokelat paling banyak diimpor oleh Uni Eropa dengan nilai masing-
masing sebesar US$ 32,4 juta (25,6 %) dan US$ 120,0 juta (40,0%). Gula dan produk
berbahan baku gula paling banyak diimpor oleh Brazil dan Prancis dengan nilai masing-
masing US$ 4.024,0 juta (14,9%) dan US$ 2.497,3 (9,2%). Produk berbahan baku sayur dan
sereal paling banyak diimpor oleh Jerman dan Italia dengan nilai masing-masing sebesar US$
4.026,1 juta (10,1%) dan US$ 3.480,1 juta (8,8%). Sedangkan Amerika Serikat dan Belanda
banyak mengimpor tembakau dengan nilai US$ 4.407,5 juta (16,5%) dan US$ 3.993,6 juta
(15,0%). Sementara Prancis merupakan importir terbesar untuk produk minuman alkohol dan
non alkohol yaitu sebesar US$ 14.033,2 juta (21,0%). (Wits, 2006).

Kecenderungan impor makanan yang tinggi nilainya dan terus meningkat di pasar
dunia menunjukkan tingkat kebutuhan dunia yang semakin besar. Menurut data WITS tahun
2002-2006 ekspor daging dan ikan dunia mengalami peningkatan dari US$ 60.769,94 juta
pada tahun 2002 menjadi US$ 93.376,95 juta pada tahun 2006 atau meningkat sebesar 65%.
Untuk komoditi kopi dan teh, peningkatan ekspor terjadi dari US$ 4.406,22 juta pada tahun
2002 menjadi US$ 7.042,79 milyar pada tahun 2006. Adapun ekspor dunia terhadap makanan
olahan berbahan baku coklat mengalami peningkatan dari US$ 10.975,12 juta pada tahun
2002 menjadi US$ 17.811,73 juta pada tahun 2006. Peningkatan permintaan dunia tersebut
menunjukan bahwa terdapat peluang bagi Indonesia untuk terus meningkatkan ekspor produk
makanan olahan ke pasar dunia.

Namun demikian pertumbuhan nilai ekspor Indonesia cenderung lebih lambat


daripada pertumbuhan permintaan pasar impor dunia. Ekspor Indonesia tumbuh rata-rata
sekitar 5% per tahun, sementara pasar impor dunia tumbuh rata-rata sekitar 12% per tahun.
Disamping itu, pangsa ekspor Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara eksportir
lainnya. Eksportir daging dan ikan dunia antara lain: Amerika Serikat dengan pangsa pasar
sebesar 9,0%; Brazil (8,2%); Jerman (8,0%); Belanda (7,2%) dan Indonesia berada pada
urutan ke-22 dengan pangsa pasar sebesar 0,9%. Sementara itu, Eksportir kopi dan teh antara
lain: Jerman dengan pangsa pasar 11,11%; Sri Lanka (8,28%); China (7,74%); India (6,71%);
Kenya (6,65%); sedangkan Indonesia berada pada posisi ke-13 dengan pangsa pasar sebesar
2,43%. Eksportir makanan olahan berbahan baku coklat antara lain: Belanda dengan pangsa
pasar sebesar 13,61%; Jerman (12,80%); Belgia (9,84%); Prancis (7,61%); Italia (4,64%) dan
Indonesia berada pada urutan ke-20 dengan pangsa pasar sebesar 1,31%.

3
Pangsa pasar industri makanan olahan Indonesia yang masih relatif rendah di pasar
internasional, tidak terlepas dari berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh
industri tersebut. Kendala dan permasalahan tersebut antara lain terkait struktur biaya,
ketersediaan bahan baku, tingkat utilitas industri, dan penerapan teknologi.

Industri makanan olahan Indonesia masih menghadapi biaya tinggi untuk bahan baku
kaleng, seperti pada produk daging kalengan, yaitu mencapai 30-40% dari harga produksi.
Disamping itu yang juga menjadi kendala adalah kapasitas industri kaleng di dalam negeri
yang masih relatif rendah, sedangkan untuk mengimpor kaleng untuk produk tertentu
(kornet) dikenakan anti dumping duty sebesar 15%. Bahkan untuk mengimpor kaleng dari
Jepang dikenakan anti dumping duty sebesar 67%;

Sementara itu, untuk industri pengolahan ikan permasalahan yang dihadapi adalah
masih maraknya ilegal fishing yang menyebabkan ketersediaan bahan baku industri semakin
berkurang. Permasalahan lain yang juga terjadi pada industri pengolahan ikan adalah industri
pengolahan ikan tradisional belum sepenuhnya dapat menerapkan HACCP; semakin
tingginya tuntutan traceability untuk udang di pasar Uni Eropa; serta belum memadainya
sistem mata rantai pendinginan (cold chain system) mulai penangkapan ikan sampai tempat
pengolahan.

Pada industri pengolahan kakao, kendala yang dihadapi adalah terkait dengan pasar
bahan baku untuk industri pengolahan kakao yang dikuasai oleh pihak asing. Disamping itu,
rendahnya utilisasi industri pengolahan kakao sebagai dampak rendahnya produktivitas bahan
baku karena banyaknya tanaman yang tua dan mengandung hama.

Pada industri gula dan industri yang menggunakan gula sebagai bahan baku/bahan
penolong, permasalahan utama yang dihadapi adalah terkait dengan kurangnya ketersediaan
gula. Pembatasan izin impor gula rafinasi oleh pemerintah diperkirakan akan memicu
kelangkaan produk makanan-minuman. Sementara itu, untuk menggunakan gula rafinasi
dalam negeri ternyata tidak semua produk makanan dan minuman dapat menggunakannya
karena kualitasnya yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Ketua Umum Asosiasi Industri
Gula Rafinasi (Agri) Melvin Korompis menjelaskan bahwa pada awal tahun 2008 industri
gula rafinasi menjalankan utilisasinya hingga 70 sampai 80 persen dengan kapasitas produksi
pada waktu itu mencapai 2,15 juta ton per tahun. Namun hingga kini para produsen gula
rafinasi telah mengurangi produksinya sampai 1,2 juta ton saja. Salah satu penyebabnya

4
adalah pengurangan impor raw sugar sebagai bahan baku gula rafinasi. Jatah impor raw
sugar dikurangi 300.000 ton per tahun menjadi hanya setahun 1,2 juta ton.

Kendala yang juga dihadapai oleh industri makanan olahan Indonesia adalah juga
terkait dengan pemberlakuan tariff dan non-tariff barrier. Pemberlakuan tarif bea masuk yang
bervariasi di negara tujuan ekspor berdasarkan jenis produk serta hambatan non tarif yang
cukup kompleks di negara tujuan ekspor kerapkali menjadi kendala bagi eksportir untuk
dapat menjual produknya di pasar internasional. Tantangan lain yang dihadapi adalah isu
global seperti isu lingkungan, food safety, sanitary and phytosanitary (SPS) sebagai
hambatan teknis (technical barrier). Disamping itu, produk makanan olahan Indonesia
banyak yang belum memenuhi standar dan labelling di negara tujuan.

Adanya peluang pasar untuk ekspor produk makanan olahan Indonesia sebagai
implikasi peningkatan permintaan dunia pada satu sisi dan adanya berbagai kendala yang
dihadapi pada sisi lain akan menentukan posisi produk makanan olahan Indonesia di pasar
dunia. Sejauh mana Indonesia dapat merebut peluang pasar tersebut, dengan berbagai kondisi
yang dihadapi, menjadi pertanyaan pokok yang penting untuk dikaji. Lebih lanjut, untuk
merebut peluang pasar tersebut maka pertanyaannya adalah produk makanan olahan apa yang
harus diprioritaskan dan bagaimana posisi produk makanan olahan tersebut di pasar dunia,
serta strategi dan kebijakan apa yang perlu dilakukan dalam rangka pengembangan pasar
ekspor produk makanan olahan Indonesia.

1.2. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Memperoleh gambaran tentang perkembangan ekspor makanan olahan Indonesia
dan dunia;
2. Menentukan prioritas ekspor produk makanan olahan Indonesia;
3. Menganalisis daya saing produk makanan olahan Indonesia di pasar internasional;
dan
4. Merumuskan strategi dan kebijakan Indonesia dalam mempertahankan dan
mengembangkan pasar dan produk makanan olahan.

5
1.3. Ruang Lingkup
Lingkup kegiatan yang dilakukan dalam kajian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Penyusunan kerangka konseptual dan penentuan alat analisis, baik analisis
deskriptif maupun kuantitatif.
2. Pengelompokan produk makanan olahan yang mencakup 169 item HS 6 Digit
menjadi 12 kelompok produk berdasarkan bahan baku utamanya yaitu daging, ikan,
cokelat, kopi, teh, susu, buah-buahan, sayuran, tembakau, sereal, gula, dan minuman
beralkohol.
3. Penyusunan instrumen pengumpulan data primer dalam bentuk kuesioner dan
penentuan responden.
4. Penentuan produk prioritas ekspor makanan olahan Indonesia dan identifikasi posisi
produk tersebut di pasar dunia.
5. Perumusan strategi dan kebijakan pengembangan pasar ekspor produk makanan
olahan Indonesia.

1.4. Output yang Diharapkan


Dari kegiatan yang dilakukan dalam kajian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran data dan informasi sebagai berikut:
1. Perkembangan ekspor makanan olahan Indonesia dan dunia;
2. Prioritas produk ekspor makanan olahan Indonesia;
3. Posisi produk makanan olahan Indonesia dalam peta persaingan pasar dunia; dan
4. Rumusan strategi dan kebijakan Indonesia dalam mempertahankan dan
mengembangkan pasar dan produk makanan olahan.

1.5. Kerangka Konseptual Penelitian


Industri makanan olahan memiliki peranan yang cukup penting dalam perekonomian
Indonesia. Dibidang ekspor, produk makanan olahan merupakan komoditi yang potensial
untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan ekspor non migas. Nilai ekspor pada tahun
2007 mengalami peningkatan 14,7 persen, dari US$ 1,96 miliar pada tahun 2006 menjadi
US$ 2,25 miliar. Namun demikian, pertumbuhan ekspor Indonesia terlihat lebih lambat
daripada pertumbuhan permintaan pasar impor dunia. Di pasar dunia pangsa Indonesia baru
mencapai sekitar 0,7 persen pada tahun 2006, dan menduduki urutan ke-17. Selama kurun
waktu lima tahun (2002-2006) ekspor Indonesia tumbuh rata-rata sekitar 9,3 persen per
6
tahun, sementara pasar impor dunia tumbuh rata-rata sekitar 11,8 persen per tahun.
Berdasarkan uraian tersebut, Indonesia masih memiliki peluang dalam meningkatkan ekspor
produk makanan olahannya ke pasar dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang
pengembangan ekspor produk makanan olahan Indonesia di dunia.

Kajian akan menentukan komoditi yang memiliki potensi ekspor dan merumuskan
strategi pengembangan ekspornya. Penentuan komoditi ekspor merupakan pekerjaan yang
rumit. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan, baik faktor internal (kondisi dalam
negeri) maupun faktor eksternal (kondisi luar negeri).

Lingkungan dalam negeri dengan birokrasi yang rumit dapat mengurangi fleksibilitas
proses produksi. Pungutan liar akan mengurangi keuntungan yang diterima perusahaan dan
meningkatkan biaya produksi. Lingkungan dengan infrastruktur ekonomi yang kurang
memadai menghambat masuknya investasi produktif. Secara keseluruhan, kondisi tersebut
akan mengurangi tingkat daya saing suatu komoditi.

Demikian juga dengan hambatan akses pasar ke negara tujuan ekspor. Hambatan
tersebut tidak hanya dijumpai dalam bentuk tarif, tetapi juga non tarif. Tarif bea masuk
produk makanan olahan di negara-negara tujuan ekspor bervariasi sesuai jenis produknya,
sementara hambatan non tarif diterapkan beragam mulai dari isu lingkungan, food safety dan
sanitary and phytosanitary (SPS) serta packaging and labelling.

Menurut Afari (2004), daya saing merupakan indikator yang relevan untuk
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penentuan komoditi yang memiliki potensi
ekspor. Karena daya saing pada umumnya didasarkan pada variabel-variabel yang dapat
mendukung kegiatan ekonomi sekaligus dapat mensejahterakan masyarakatnya.

Kajian tentang pengembangan pasar ekspor produk makanan olahan ini,


menggunakan indikator daya saing, dengan alat analisis CMSA (Constant Market Share
Analysis) dan indeks daya saing dari ITC (International Trade Centre). Penggunaan kedua
indikator tersebut didasarkan atas pertimbangan: (1) CMSA dan indeks daya saing bisa
menunjukkan tingkat daya saing suatu komoditi di pasar internasional; (2) kedua metode
tersebut telah banyak digunakan oleh banyak peneliti untuk menentukan komoditi ekspor
yang perlu dikembangkan; (3) hasil analisis dengan metode CMSA dan indeks daya saing
adalah berupa perbandingan (ranking) antara satu komoditi dengan komoditi lainnya
berdasarkan kriteria tertentu sesuai kebijakan, dan (4) bisa menampilkan informasi tentang
perkembangan daya saing antar periode, yang diperlukan bagi para pengambil kebijakan,

7
khususnya yang berkaitan dengan investasi dan untuk evaluasi jangka panjang. Secara
spesifik, kerangka pemikiran kajian pengembangan ekspor produk makanan olahan
ditampilkan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perdagangan Internasional

Ekspor memberikan efek yang positif terhadap kegiatan perekonomian, karena


pembayaran dari negara lain atas barang dan jasa yang dihasilkan didalam negeri. Pada abad
ke 19 perdagangan luar negeri sudah membuktikan peranannya yang sangat penting dalam
pembangunan negara-negara yang kini sudah maju (Kindleberger, 1997). Suatu negara
melakukan perdagangan dengan negara lain karena dua alasan. Pertama, karena setiap
negara mempunyai perbedaan dalam pemilikan sumberdaya alam dan pengolahannya.
Kedua, karena negara-negara yang berdagang bermaksud untuk mencapai skala ekonomis
(economics of scale) dalam berproduksi, sehingga semakin efisien.

Perbedaan dalam kepemilikan sumberdaya memberi peluang bagi terjadinya


perdagangan antar-negara dan masing-masing memperoleh keuntungan dari aktifitas
perdagangan (Krugman dan Obstfeld, 1994; dan Chacoliades, 1978). Suatu negara akan
memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain bila negara tersebut
berspesialisasi dalam komoditi yang dapat diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai
keunggulan absolut) kemudian mengekspornya, serta mengimpor komoditi yang kurang
efisien (mengalami kerugian absolut).

Menurut pandangan kaum klasik dan neo-klasik, alasan utama terjadinya perdagangan
internasional adalah terciptanya keuntungan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan.
Teori tentang perdagangan internasional telah berkembang mulai dari teori merkantilis
hingga teori Adam Smith (Keunggulan Absolut), David Ricardo (Keunggulan Komparatif)
dan Haberler (Keunggulan Komparatif dengan Pendekatan Biaya Imbangan) serta teori Porter
tentang keunggulan kompetitifnya.

2.2. Konsep Keunggulan Komparatif

Konsep keunggulan komparatif yang dipopulerkan oleh David Ricardo (1823),


selanjutnya disebut model Ricardian, menyatakan bahwa meskipun sebuah negara kurang
efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih tetap terdapat
dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak.

9
Dalam model Ricardian diasumsikan bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunya
faktor produksi. Teori nilai kerja ini menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu komoditi
sama dengan curahan waktu kerja yang dipakai memproduksi komoditi. Hal ini secara tidak
langsung mengasumsikan bahwa: (1) tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi
yang dipakai untuk memproduksi komoditi, dan (2) kualitas tenaga kerja semua pekerja
homogen. Asumsi-asumsi yang terdapat dalam teori nilai kerja tersebut merupakan
kelemahan dari model Ricardian.

Ahli ekonomi lainnya yaitu Eli Heckser dan Bertil Ohlin dalam Salvatore (1997)
menelaah sebab-sebab dan dampak keunggulan komparatif bagi tiap negara dalam hubungan
perdagangan terhadap pendapatan faktor produksi di kedua negara. Teori Heckser-Ohlin
menyatakan bahwa suatu negara memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan
komoditi secara intensif dengan memanfaatkan kepemilikan faktor-faktor produksi yang
berlimpah di negaranya. Teori ini disebut juga sebagai teori keunggulan komparatif
berdasarkan keberlimpahan faktor (factor endowment theory of comparative advantage) yang
mengasumsikan bahwa tiap negara memiliki kesamaan fungsi produksi, sehingga faktor
produksi yang sama menghasilkan output yang sama namun dibedakan oleh harga-harga
relatif faktor produksi tiap negara.

Konsep perdagangan diatas mengimplikasikan keunggulan komparatif (comparatif


advantage) suatu negara. Oleh karena itu dengan melakukan perdagangan, suatu negara
dapat membeli dengan harga yang lebih rendah dibandingkan apabila memproduksi sendiri
dan mungkin dapat menjual ke luar negeri pada tingkat harga yang relatif tinggi (Salvatore,
1997).

Gambar 2.1. memperlihatkan proses terciptanya harga komoditi ekuilibrium dengan


adanya perdagangan, ditinjau dari keseimbangan parsial. Panel A memperlihatkan bahwa
dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan
konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1. Negara 2 akan
berproduksi dan berkonsumsi di titik A’ berdasarkan harga relatif P3. Setelah hubungan
perdagangan berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X akan
berkisar antaara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut cukup besar kekuatan
ekonominya.

10
Panel C
Panel B Pasar di Negara 2
Panel A Px/Py Hubungan Px/Py
Px/Py Pasar di untuk Komoditi X
Perdagangan Sx
Negara 1 untuk Internasional
dalam Komoditi
X P3 A'
P3 A"
S
Sx
Ekspor E*
P2 B’ E'
B E B* Impor
D Dx
P1
A A
Dx *

0 X 0 X 0 X

Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional


Sumber: Salvatore (1997)

Apabila harga yang berlaku di atas P1, maka negara 1 akan memasok atau
memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestik.
Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor (lihat panel A) ke negara 2. Dilain pihak
jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara 2 akan mengalami peningkatan
permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada produksi domestiknya. Hal ini akan
mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi X itu dari
negara 1 (lihat panel C).

Negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X (Panel A) karena Px/Py lebih


besar dari P1, sehingga kurva penawaran ekspornya atau S mengalami peningkatan (Panel B).
Dilain pihak, karena Px/Py lebih rendah dari P3, maka negara 2 mengalami kelebihan
permintaan untuk momoditi X (Panel C) dan ini mengakibatkan permintaan impor negara 2
terhadap komoditi X atau D, mengalami kenaikan (Panel B). Panel B juga menunjukkan
bahwa hanya pada tingkat harga P2 maka kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh
negara 2 akan persis sama dengan kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh negara 1.

Dengan demikian P2 merupakan Px/Py atau harga relatif ekuilibrium setelah


berlangsungnya perdagangan diantara kedua negara tersebut. Tapi jika Px/Py lebih besar dari

11
P2 maka akan terdapat kelebihan penawaran ekspor komoditi X dan hal ini akan menurunkan
harga relatifnya atau Px/Py, sehingga pada akhirnya harga itu akan bergerak mendekati atau
sama dengan P2. Sebaliknya jika Px/Py lebih kecil daripada P2, maka akan tercipta kelebihan
permintaan impor komoditi X yang selanjutnya akan menaikkan Px/Py sehingga akan sama
dengan P2.

Secara keseluruhan terdapat tiga implikasi dari konsep keunggulan komparatif dalam
perdagangan internasional. Pertama, bahwa pasar dunia memberikan kesempatan pada suatu
negara untuk membeli komoditi pada tingkat harga yang lebih murah sehingga negara
tersebut dapat meningkatkan pendapatannya dibandingkan produksi di dalam negeri tanpa
terjadi perdagangan. Kedua, jika suatu negara kurang mampu menguasai akses perdagangan,
maka tetap akan memperoleh manfaat potensial dari adanya perdagangan meskipun negara
lain akan memperoleh manfaat juga. Ketiga, suatu negara akan memperoleh manfaat lebih
besar dari perdagangan dengan mengekspor komoditi dengan faktor produksi berlimpah yang
dipunyai dan mengimpor komoditi dengan kelangkaan faktor produksi.

Keunggulan komparatif tidak hanya bersumber dari faktor alamiah saja, tetapi juga
dapat diciptakan (Anggarwal dan Agmon, 1990). Selain itu, dinamika dari keberlimpahan
dan pengelolaan sumberdaya, mengakibatkan keunggulan komparatif tidak hanya bersifat
statis melainkan dinamis (Klein, 1971).

2.3. Konsep Daya Saing

Konsep daya saing sering digunakan dalam mengukur keunggulan produk suatu
negara terhadap negara pesaingnya. Suatu negara dapat dikatakan memiliki suatu daya saing
atau keunggulan kompetitif terhadap negara pesaingnya jika keberlanjutan pangsa suatu
negara lebih besar dari negara pesaingnya.

Daya saing dapat diartikan dari sisi permintaan (demand side) dan dari sisi penawaran
(supply side). Dari sisi permintaan (demand side) kemampuan bersaing mengandung arti
bahwa produk yang dijual haruslah produk yang sesuai dengan atribut yang dituntut
konsumen atau produk yang dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer’s value
perception). Sementara dari sisi penawaran, kemampuan bersaing berkaitan dengan
kemampuan merespon perubahan atribut-atribut produk yang dituntut oleh konsumen secara
efisien.

12
Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertama kali oleh Porter dengan
bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan nasional yang ada. Menurut Porter
(1990), ada empat faktor utama yang menentukan daya saing yaitu kondisi faktor (factor
condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung
yang kompetitif (related and supporting industry), serta kondisi struktur, persaingan dan
strategi industri (firm strategy, structure, and rivalry). Ada dua faktor yang mempengaruhi
interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu faktor kesempatan (chance event) dan faktor
pemerintah (goverment). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam
peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond Theory. Sistem ini dapat
dilihat pada Gambar 2.2.

Strategi
Perusahaan,
Struktur dan
Persaingan

Kondisi Faktor Kondisi Permintaan

Industri terkait dan


Industri pendukung

Gambar 2.2. Diagram Porter’s Diamond


Sumber : Porter (1990)

Kondisi Faktor (factor condition). Sumberdaya yang dimiliki suatu bangsa merupakan
suatu faktor produksi yang sangat penting untuk bersaing. Faktor sumberdaya terdiri dari
lima kelompok, pertama adalah sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia terdiri dari
jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki,
tingkat upah yang berlaku juga etika kerja. Kesemuanya ini sangat berpengaruh pada daya
saing nasional. Kedua adalah sumberdaya fisik atau alam yang mencakup biaya, aksebilitas,
mutu dan ukuran. Selain itu juga ketersediaan air, mineral, energi serta sumberdaya pertanian,
perikanan termasuk kelautan, perkebunan, perhutanan serta sumberdaya lainnya, baik yang
dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan

13
iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain. Ketiga adalah sumberdaya
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Sumberdaya ini terdiri dari ketersediaan
pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan
dalam memproduksi barang dan jasa. Sumberdaya IPTEK lainnya adalah ketersediaan
sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan
pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian.
Keempat adalah sumberdaya modal yang terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis
pembiayaan atau sumber modal, aksetabilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga
pembiayaan dan perbankan. Selain itu juga diperlukan peraturan keuangan, peraturan
moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat dan kondisi moneter dan
fiskal. Kelima adalah sumberdaya infrastruktur terdiri dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya
penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi daya saing. Seperti sistem transportasi,
komunikasi, pos dan giro, serta sistem pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi
listrik, dan lain-lain. Kelima kelompok sumberdaya tersebut sangat mempengaruhi daya saing
nasional.

Kondisi Permintaan (demand condition). Kondisi permintaan yaitu sifat dari permintaan
pasar untuk barang dan jasa industri. Kondisi permintaan sangat mempengaruhi penentuan
daya saing, terutama mutu permintaan. Mutu persaingan memberikan tantangan untuk
meningkatkan daya saing dengan memberikan tanggapan terhadap persaingan yang terjadi.

Industri Terkait dan Industri Pendukung (related and supporting industry). Keberadaan
industri terkait dan pendukung (related and supporting industry) mempengaruhi daya saing
secara global. Untuk menjaga dan memelihara keunggulan daya saing perlu selalu dijaga
kontak dan koordinasi dengan pemasok (supplier), terutama menjaga value chain.

Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (firm strategy, structure, and rivalry).
Tingkat persaingan akan mendorong kompetisi dan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang
handal merupakan penggerak untuk memberikan tekanan dalam meningkatkan daya saing.
Perusahaan yang teruji dalam persaingan yang ketat akan memenangkan persaingan
dibandingkan perusahaan yang berada dalam kondisi persaingan yang rendah. Struktur
perusahaan maupun struktur industri menentukan daya saing dengan cara melakukan
perbaikan dan inovasi. Hal ini jika dikembangkan dalam situasi persaingan akan
berpengaruh pada strategi yang dijalankan oleh perusahaan.

14
Peran Pemerintah (role of government). Peranan pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh
langsung terhadap upaya peningkatan daya saing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-
faktor penentu daya saingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat daya saing global
melalui kebijakan yang memperlemah atau memperkuat faktor penentu daya saing industri,
tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan keunggulan bersaing secara langsung. Peran
pemerintah dalam upaya peningkatan daya saing adalah memfasilitasi lingkungan industri
yang mampu memperbaiki kondisi faktor daya saing sehingga bisa didayagunakan secara
aktif dan efisien.

Peran Kesempatan (chance event). Peran kesempatan berada diluar kendali perusahaan
maupun pemerintah namun mempengaruhi tingkat daya saing. Beberapa hal yang dianggap
keberuntungan merupakan peran kesempatan, seperti adanya penemuan baru yang murni,
biaya perusahaan yang tidak berlanjut akibat perubahan harga minyak atau depresiasi mata
uang. Selain itu juga terjadinya peningkatan permintaan produk industri yang lebih besar dari
pasokannya atau kondisi politik yang menguntungkan bagi peningkatan daya saing.

Daya saing suatu produk di suatu negara dapat ditetapkan dengan menggunakan alat
analisis pangsa pasar konstan (Constant Marker Share Analysis, CMSA). Metode CMSA
digunakan untuk mengetahui determinan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk
pangan olahan Indonesia di dunia. Latar belakang penggunaan metode analisis pangsa pasar
konstan adalah adanya kemungkinan bahwa suatu negara selama suatu periode mengalami
pertumbuhan eskpor lebih rendah dibanding dunia (sebagai standar).

Menurut Leamer and Stern (1970), faktor penyebab lebih rendahnya pertumbuhan
ekspor tersebut antara lain adalah : (1) Suatu negara pengekspor hanya memfokuskan
ekspornya pada suatu produk atau kelompok produk tertentu yang pertumbuhan permintaan
ekspornya lambat; (2) Ekspor tersebut lebih ditujukkan ke negara-negara yang pertumbuhan
ekonominya lambat; dan (3) Negara pengekspor yang bersangkutan tidak mampu atau
enggan bersaing dengan negara-negara pesaingnya. Berdasarkan tiga alasan ini, daya saing
ekspor suatu negara relatif terhadap negara-negara pesaingnya dapat dilihat dari segi
komposisi produk yang diekspor, kondisi ekonomi negara tujuan ekspor, dan posisi negara
pengekspor tersebut terhadap negara-negara pesaingnya.

Asumsi Dasar Analisis Pangsa Pasar Konstan adalah bahwa pangsa pasar (market share)
suatu negara pengekspor dipasar dunia atau kawasan tertentu seperti Asia Pasifik antar waktu
adalah konstan. Jika terjadi perbedaan pertumbuhan ekspor yang dinyatakan oleh perbedaan

15
antara pangsa pasar ekspor konstan dan pangsa pasar ekspor aktual, hal itu disebabkan oleh
efek daya saing dan pertumbuhan aktual yang bersumber dari efek komposisi produk yang
diekspor, efek distribusi pasar dan efek daya saing. Walaupun perubahan pangsa pasar
ekspor tidak ditentukan seluruhnya oleh perubahan daya saing, perubahan pangsa pasar
ekspor merupakan salah satu indikator daya saing yang dapat digunakan untuk mengukur
perubahan daya saing ekspor suatu negara di pasar dunia, di kawasan tertentu Asia Pasifik,
atau di negara tertentu.

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Produk Makanan Olahan

Makanan olahan adalah produk pangan yang telah melalui proses pengolahan satu
tahap dari produk primernya (produk segar). Mengacu pada klasisifikasi sektor berdasarkan
OECD, produk makanan olahan adalah produk yang termasuk kedalam sektor pertanian
(dengan kode dua digit dari 01 sampai 14) dan sektor teknologi rendah, terutama antara kode
15 sampai 24. Klasifikasi produk makanan olahan seperti ditampilkan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Klasifikasi Produk Makanan Olahan

Klasifikasi Produk Makanan Kode Produk 2 digit yang


Olahan Termasuk
Daging & ikan 02, 04, 05, 13, 16, 21
Tembakau 24
Cokelat 18
Sereal 19, 21
Lainnya 04, 08, 12, 20, 21
Kopi dan teh 09, 21
Buah-buahan 08
Makanan mengandung gula 12, 17
Berbahan baku sayuran
Minuman beralkohol dan non alkohol 20, 22
Berbahan baku susu 04, 21

3.2. Analisis Daya Saing

Daya saing menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah kemampuan untuk
melakukan sesuatu atau bertindak untuk merebut pasar. Daya saing sering diidentikan
dengan produktifitas (tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan).
Peningkatan produktifitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja),
peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (total faktor
produktifitas). Sehingga daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk
memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga
yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Indriyati,
2007).

Constant Market Share Analysis (CMSA) merupakan pendekatan untuk menghitung


perkembangan daya saing suatu negara. CMSA dapat membandingkan pertumbuhan ekspor

17
nasional relatif terhadap pertumbuhan rata-rata dunia. CMSA juga menampilkan komposisi
komoditi ekspor, pertumbuhan impor dan daya saing .

3.3. Indeks Produk Makanan Olahan Prioritas Metode ITC

Indeks produk makanan olahan prioritas pada dasarnya menghitung potensi nasional
dan dunia untuk pengembangan produk ekspor Indonesia yang meliputi potensi dalam negeri
dan potensi luar negeri. Potensi pengembangan ekspor berkaitan dengan: (1) performa
ekspor yang meliputi nilai ekspor tahun terakhir, pertumbuhan ekspor dan neraca
perdagangan relatif; (2) kondisi eksternal yang menjadi peluang untuk masuk ke pasar dunia
yaitu pertumbuhan pasar impor dunia dan akses terhadap pasar dunia yang dicerminkan dari
nilai tarif; (3) suplai domestik yang meliputi potensi nilai tambah dan eisiensi penggunaan
asset serta (4) potensi produk ekspor dalam mengatasi permasalahan sosial dalam negeri yang
dicerminkan dari kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja. Variabel penentu indeks
produk makanan olahan prioritas secara lebih lengkap ditampilkan pada Gambar 3.1.

18
Indeks Potensi Ekspor Makanan Olahan

Potensi Ekspor
Dampak Sosial
Ekonomi

- Penyerapan Tenaga
Performa Kerja
Perdagangan
Kondisi Suplai
Domestik:
- Nilai tambah
- Efisiensi asset

Performan
Pasar dunia
Ekspor
- Pertumbuhan
- Ekspor
Impor Dunia
- Pertumbuhan
- Akses
Ekspor
Pasar
- Neraca
Perdagangan
Relatif
- Share
Perdagangan
Dunia

Gambar 3.1. Komponen Indeks Produk Unggulan

3.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian meliputi data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kuantitatif bersumber dari data sekunder dan data primer, sedangkan data kualitatif
seluruhnya berasal dari data primer. Sesuai dengan tujuan penelitian, data dan sumber data
yang diperlukan seperti ditampilkan pada Tabel 3.2.

19
Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data

Tunjuan Data diperlukan Sumber data


Perkembangan Data sekunder World Integrated Trade Solution
ekspor makanan kuantitatif (WITS), www.comtrade.un.org
olahan Indonesia
dan dunia
Makanan olahan Data sekunder BPS, Dept Perdagangan, WITS,
prioritas ekspor kuantitatif www.comtrade.un.org
Posisi produk Data sekunder World Integrated Trade Solution
makanan olahan kuantitatif (WITS), www.comtrade.un.org
Indonesia di pasar
dunia
Persepsi pelaku Data kualitatif dan Wawancara dengan produsen dan
usaha terhadap kuantitatif; primer eksportir, serta Asosiasi produsen
permasalahan dan sekunder makanan olahan
industri makanan
olahan
Strategi Hasil analisis dijadikan sebagai
pengembangan indikator kebijakan
ekspor

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh dari dokumen atau arsip tertulis, laporan hasil penelitian, dan
publikasi lainnya. Dokumen yang (misalnya) hanya berupa catatan pribadi responden,
mengikuti pendapat Poplin (1979), tetap bisa dinilai sebagai data penting dalam penelitian
survey seperti pada penelitian ini. Data sekunder yang diperlukan merupakan data time series
selama 5 tahun yaitu periode tahun 2002-2006, yang meliputi volume ekpor, harga, investasi
industri, nilai tambah industri, kebijakan yang berkaitan dengan ekspor, dan data penunjang
industri makanan olahan.

Data primer diperoleh dari pencatatan di lapangan melalui wawancara dan


pengamatan atas kejadian-kejadian yang secara langsung dapat diikuti peneliti. Wawancara
dilakukan terhadap responden sample. Wawancara terhadap responden dilakukan dengan
dua cara, yaitu dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disiapkan secara
terstruktur (kuesioner) (Poplin, 1979); dan yang hanya berpedoman pada daftar pertanyaan
kunci (key questions).

Teknik diskusi dilakukan untuk menggali pemahaman lebih dalam tentang suatu
gejala atau kejadian, yang memungkinkan peneliti mengetahui aspek ideografis (Von Wright,
20
1979) yaitu suatu kejadian yang berkaitan dengan kegiatan ekspor. Hasil wawancara dengan
berpedoman dengan key questions dan diskusi dicatat dalam catatan lapangan, atau dikenal
sebagai note taking (Bailey, 1982).

Responden sample diambil secara purposive, berdasarkan posisi, jabatan responden


dalam perusahaan atau profesi responden, kesediaan responden untuk diwawancara dan
tujuan penelitian. Sample responden produsen yang diambil dari perusahaan yang mewakili
perusahaan kecil, menengah dan perusahaan besar sesuai dengan kriteria Departemen
Perindustrian.

3.6. Analisis Data

Kegiatan analisis data meliputi: (1) penyuntingan data secara manual; (2) pengkodean
data; dan (3) pengolahan data dengan komputer. Penyuntingan data manual dimaksudkan
untuk merapikan data yang kurang jelas. Pengkodean data diperlukan terutama untuk
mentransfer data dari data disagregat menjadi data agregat. Pengolahan data dengan
komputer diperlukan untuk menganalisis data kuantitatif, dengan menggunakan program
Excel.

Analisis Deskriptif Statistik. Analisis ini digunakan untuk mengetahui struktur dan kinerja
industri serta perkembangan ekspor Indonesia dan pasar dunia.

Constant Market Share Analysis (CMSA). CMSA digunakan untuk mengetahui posisi dan
peluang pasar ekspor produk pangan olahan Indonesia. Mengacu pada formulasi umum
seperti yang digunakan Tyers et.al. (1985), model analisis pangsa pasar konstan dapat
dituliskan sebagai berikut:

Et ..  E (t 1) ..
g (pertumbuhan standar)
E ( t 1) ..

 (g i  g ) E (t 1) i
 i
(pengaruh komposisi komoditas)
E( t 1) ..

21
 ( g i j
ij  g i ) E (t 1)ij
+ (pengaruh distribusi pasar)
E (t 1) ..

 ( E
i j
( t ) ij  E (t 1) ij  g ij E (t 1)ij )
+ (pengaruh daya saing)
E (t 1) ..

Keterangan :

W( t ) ..  W( t 1) ..
g=
W(t 1) ..

W( t )i  W(t 1) i
gi =
W(t 1) i

W( t )ij  W(t 1)ij


gij=
W( t 1)ij

E(t).. = nilai total ekspor Indonesia untuk seluruh produk pangan pangan
olahan tahun ke-t

E(t-1).. = nilai total ekpor Indonesia untuk seluruh produk pangan olahan tahun
t-1
E(t)i. = nilai total ekspor Indonesia tahun t untuk produk pangan olahan x
(jenis produk pangan olahan tertentu)
E(t).j = nilai total seluruh ekspor komoditas produk pangan olahan
indonesia tahun ke-t ke negara tujuan j.
E(t)ij = nilai total ekspor Indonesia tahun t untuk jenis produk pangan
olahan x ke negara j
W(t)i = nilai total ekspor standar (dunia atau negara-negara pengekspor
tertentu) tahun t untuk produk pangan olahan x (jenis produk
pangan olahan tertentu)
W(t)ij = nilai total ekspor standar dunia tahun t untuk produk pangan olahan
x (jenis produk pangan olahan tertentu) ke negara j
W (t).. = nilai total ekspor standar (dunia atau negara-negara pengekspor
tertentu) untuk seluruh komoditas pangan olahan tahun ke-t

 Pertumbuhan Standar

Dalam analisis ini, parameter pertumbuhan standar mengindikasikan standar umum


pertumbuhan ekspor produk negara-negara dunia ke kawasan Asia Pasifik. Pertumbuhan ini
mencerminkan kinerja ekspor dari negara atau kelompok negara pesaing terhadap Indonesia

22
atau negara-negara di kawasan Asia Pasifik lainnya. Jika parameter pertumbuhan ekspor
standar lebih tinggi (atau lebih rendah) dibanding parameter pertumbuhan ekspor Indonesia
ke kawasan Asia Pasifik, berarti kinerja ekspor Indonesia lebih baik (lebih buruk).

 Efek Komposisi Produk

Parameter efek komposisi produk bisa bernilai negatif atau positif. Parameter yang
bernilai positif, mengindikasikan bahwa negara pengekspor yang menjadi perhatian
(misalnya Indonesia) mengekspor suatu produk ke negara yang mempunyai pertumbuhan
impor produk itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan impor kelompok produk tersebut.
Misalnya, apabila pertumbuhan ekspor produk pangan olahan Indonesia ke kawasan Asia
Pasifik daripada pertumbuhan impor kelompok produk pangan olahan (gabungan berbagai
macam produk pangan olahan) oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik, berarti efek
komposisi produk pangan olahan Indonesia di pasar kawasan Asia Pasifik akan positif. Jika
yang terjadi sebaliknya, maka efek komposisi produk akan negatif.

 Efek Distribusi Pasar

Parameter efek distribusi pasar bisa bernilai positif atau negatif. Parameter akan
bernilai positif jika negara pengekspor yang menjadi perhatian, (misalnya Indonesia)
mendistribusikan pasarnya ke pusat pertumbuhan permintaan. Misalnya, apabila ekspor
produk pangan olahan Indonesia ke negara dengan perumbuhan impor produk pangan olahan
asal Indonesia adalah yang tertinggi (misalnya Uni Eropa), maka efek distribusi pasar akan
positif. Jika sebaliknya, maka efek distribusi pasar akan negatif.

 Efek Daya Saing

Parameter efek daya saing mengindikasikan kenaikan atau penurunan bersih (net
gain or loss) dalam pangsa pasar ekspor produk pangan olahan Indonesia secara relatif
terhadap standar setelah memperhitungkan perubahan komposisi produk dan distribusi pasar.
Asumsinya adalah bahwa efek daya saing yang didasarkan pada perubahan pangsa pasar
ekspor negara pengekspor yang menjadi perhatian (misalnya Indonesia) di pasar kawasan
Asia Pasifik (atau negara tertentu) untuk produk tertentu hanya dapat terjadi selama periode
analisis sebagai respon terhadap peubahan harga relatif produk asal Indonesia. Nilai
parameter daya saing bisa positif atau negatif. Jika parameter bernilai postif, berarti Indonesia

23
merupakan pesaing kuat dibawah potongan harga pesaingnya. Jika negatif, berarti Indonesia
lemah dalam persaingan.

Analisis Indeks Produk Makanan Olahan Unggulan. Analisis indeks produk unggulan
diukur dengan metode komposit menggunakan empat (4) indeks, yaitu indeks performa
ekspor (I1), performa pasar dunia (I2), performa suplai domestik (I3) dan performa dampak
sosial ekonomi (I4). Indeks produk unggulan merupakan rataan dari keempat indeks
tersebut.

a. Indeks performa ekspor. Mengukur kinerja ekspor produk tahun terakhir


analisis yang mencakup nilai ekspor, pangsa pasar dunia, neraca perdagangan relatif, dan
pertumbuhan ekspor.
b. Indeks performa pasar dunia. Mengukur permintaan produk di pasar dunia Saat
ini yang mencakup pertumbuhan permintaan dunia dan akses pasar internasional
berdasarkan tarif.

c. Indeks performa suplai domestik. Indeks yang dilihat adalah nilai tambah dan efisiensi
penggunaan asset
d. Indeks performa dampak sosial ekonomi. Indikator yang dinilai adalah kemampuan
menyerap tenaga kerja.

Penentuan komoditi prioritas dilakukan dengan menghitung nilai indeks indikator,


nilai indeks performa dan indeks komposit. Indikator yang memiliki nilai terendah diberi
indeks 1 dan indikator yang nilainya tertinggi diberi indeks 5. Indikator yang nilainya berada
diantara nilai terendah dan nilai tertinggi dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

( Nt  Nj )  ( It  Ir )
IIj  It 
Nt  Nr
dimana:
IIj = Indeks indikator ke-j (yang dicari indeksnya)
It = indeks tertinggi (yaitu 5)
Ir = indeks terendah (yaitu 1)
Nt = nilai indikator tertinggi
Nr = nilai indikator terendah
Nj = nilai indikator ke-j (yang dicari indeksnya)

24
Nilai indeks performa ke-i merupakan rataan dari j indeks indikatornya. rumus yang
digunakan adalah:

IP 
 IIj
j
dimana:
IP = indeks performa
Iij = indeks indikaot ke-j
j = jumlah indikator performa

Indeks komposit Ik dihitung dengan menggunakan rumus:


p1IP1  ...  piIPi
Ik 
 p1  ..  pi 
dimana:
Ik = indeks komposit
IPi = indeks performa ke-i
pi = pembobot indeks performa ke-i
i = jumlah performa yang dipertimbangkan

Prioritas tertinggi adalah industri makanan olahan yang memiliki indeks komposit
tertinggi. Sebaliknya industri yang memiliki indeks komposit terendah, prioritas
pengembangannya juga paling rendah.

25
BAB IV
PENGEMBANGAN PASAR EKSPOR
PRODUK MAKANAN OLAHAN INDONESIA

4.1. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia dan Dunia

4.1.1. Pasar Makanan Olahan Dunia

Ekspor-impor produk makanan olahan terdiri dari produk segar dan olahan. Produk
segar adalah produk yang diperdagangkan dalam bentuk produk aslinya, tanpa melalui proses
pengolahan. Sedangkan produk olahan berarti produk yang diperdagangkan setelah melalui
proses pengolahan satu tahap dari produk primernya (segar). Volume dan nilai produk olahan
yang diperdagangkan di pasar dunia biasanya lebih tinggi dari volume dan nilai produk
segarnya.

Perdagangan produk makanan olahan di pasar dunia cenderung mengalami


peningkatan. Peningkatan tersebut dapat ditunjukan oleh pertumbahan impor dunia terhadap
produk makanan olahan yang meningkat dari waktu ke waktu. Pertumbuhan impor dunia
untuk 13 kelompok produk makanan olahan yang menjadi fokus kajian disajikan pada Tabel
3.1.

Berdasarkan Tabel 4.1. secara umum dikatahui bahwa selama periode 2002-2006
seluruh produk makanan olahan mengalami trend pertumbuhan nilai impor yang positif.
Pertumbuhan yang positif pada permintaan impor dunia tersebut mengindikasikan bahwa
pasar produk makanan olahan dunia berada dalam situasi yang semakin berkembang dan
memberikan peluang kepada negara-negara produsen untuk dapat terus meningkatkan
volume ekspornya.

Pada tahun 2002 nilai impor produk makanan olahan adalah sebesar US$ 500.970,5
juta meningkat menjadi US$ 786.684,8 juta pada tahun 2006. Dengan demikian selama
periode 2002-2006, nilai impor produk makanan olahan mengalami trend pertumbuhan
sebesar 11,99 persen. Pertumbuhan impor dunia yang relatif besar tersebut tentunya tidak
terlepas dari jumlah penduduk dunia yang juga terus mengalami peningkatan dan
pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh negara-negara di dunia.

Lebih lanjut, apabila dikaji untuk masing-masing produk maka selama periode 2002-
2006 diketahui bahwa kopi merupakan produk yang mengalami pertumbuhan impor terbesar

26
di dunia yaitu 15,04 persen. Produk lain yang juga mengalami pertumbuhan relatif besar
yaitu gula, minuman beralkohol, coklat dan sereal dengan trend pertumbuhan masing-masing
sebesar 13,99 persen, 13,34 persen, 13,13 persen dan 12,50 persen. Pertumbuhan impor yang
relatif besar untuk produk-produk tersebut merupakan indikator bahwa pasar dunia untuk
produk tersebut relatif lebih berkembang dibandingkan dengan produk lainnya.

Tabel 4.1. Impor Makanan Olahan Dunia


2002 – 2006 (US$ Ribu)
Trend
Produk 2002 2003 2004 2005 2006
(%)
Daging 85,341,135.1 98,127,341.5 110,949,246.4 124,041,080.3 130,999,073.0 11.36
Ikan 35,356,166.5 39,805,585.4 45,527,216.9 50,990,845.0 55,972,248.2 12.18
Kopi 4,486,721.3 5,901,703.3 6,083,534.8 7,048,142.6 7,730,751.5 15.04
Teh 4,366,324.0 4,972,397.2 5,612,546.3 6,512,464.3 6,442,673.3 10.43
Coklat 22,161,312.3 28,128,097.6 31,355,079.4 34,036,363.9 35,998,788.1 13.18
Gula 32,048,708.9 36,122,279.0 39,817,347.1 47,843,988.4 53,996,558.7 13.99
Buah 67,772,228.3 80,598,772.0 88,590,531.1 98,034,195.1 106,625,915.2 12.07
Sayuran 30,943,404.7 34,799,610.3 39,481,890.9 42,618,722.5 46,532,257.5 10.76
Sereal 49,842,777.6 59,186,111.3 69,231,304.5 75,768,617.7 79,436,635.8 12.50
Tembakau 42,938,262.8 46,251,819.8 51,439,674.9 54,286,687.2 53,378,815.7 5.70
Susu 17,347,475.9 22,002,259.6 24,824,868.6 25,848,966.9 27,262,818.1 12.31
Minol 80,990,126.7 93,912,669.8 107,448,358.2 117,739,467.6 133,513,187.6 13.34
Lain-lain 27,375,882.4 33,040,169.4 40,456,659.2 45,898,345.6 48,795,088.3 15.72
TOTAL 500,970,526.5 582,848,816.2 660,818,258.3 730,667,887.0 786,684,810.9 11.99
Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan.

Namun demikian apabila dikaji dari nilai impor diketahui bahwa pada tahun 2006,
nilai impor terbesar dicapai oleh produk minuman beralkohol yaitu sebesar US$ 133.513,2
juta. Nilai impor tersebut jauh melebihi nilai impor kopi yang hanya sebesar 7.730,8 juta.
Produk lain yang juga mencapai nilai impor yang relative besar adalah produk daging, buah-
buahan dan sereal dengan nilai masing-masing sebesar US$ 130.999,1 juta; US$ 106.625,9
juta dan 79.436,6 juta.

Sementara itu, produk yang mengalami pertumbuhan relatif rendah dan jauh berada di
bawah pertumbuhan rata-rata adalah tembakau. Dalam periode 2002-2006, pertumbuhan nilai
impor tembakau hanya 5,70 persen. Namun demikian apabila dilihat dari nilai impor yang
dicapai pada tahun 2006, nilai impor tembakau (US$ 53,378,8 juta) jauh lebih besar
dibandingkan nilai impor teh (US$ 6.442,7 juta) dan kopi (7.730,8 juta) yang secara relatif

27
pertumbuhannya jauh lebih tinggi dibandingkan tembakau. Produk lain yang
pertumbuhannya juga lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata adalah teh, sayuran dan
daging. Pertumbuhan untuk setiap produk tersebut masing-masing adalah 10,43 persen, 10,76
persen dan 11,36 persen.

Perkembangan pasar impor produk makanan olahan dunia juga dapat dilihat dari
perkembangan yang terjadi pada setiap pasar impor. Sejalan dengan pertumbuhan nilai impor
produk makanan olahan di pasar dunia, untuk setiap pasar impor ternyata juga mengalami
pertumbuhan yang positif. Berdasarkan Tabel 4.2. diketahui bahwa selama periode 2002-
2006 pasar impor Saudi Arabia mengalami trend pertumbuhan yang paling pesat (18,0
persen), kemudian diikuti pasar impor Rusia, Uni Eropa dan Canada dengan pertumbuhan
masing-masing 16,1 persen, 13,2 persen dan 12,4 persen. Besarnya pertumbuhan impor yang
terjadi pada beberapa pasar impor tersebut menunjukan bahwa pasar tersebut merupakan
pasar-pasar yang potensial bagi pemasaran produk makanan olahan.

28
Tabel 4.2. Nilai Impor Produk Makanan Olahan Berdasarkan Pasar Tujuan
2002 2004 2006 % Trend % Share
All countries 201.689 268.435 314.778 11,8 100,0
1 European Union (27) 101.701 143.870 168.150 13,2 53,4
2 Japan 19.994 24.030 24.735 6,1 7,9
3 United States 14.457 18.002 20.093 8,8 6,4
4 Russian Federation 6.664 7.497 12.222 16,1 3,9
5 Canada 5.582 6.746 9.141 12,4 2,9
6 Mexico 3.659 4.329 5.346 10,1 1,7
7 Hong Kong, China 4.529 4.750 5.279 3,8 1,7
8 Korea, Rep. 3.392 3.435 5.089 9,9 1,6
9 Switzerland 3.092 4.088 4.539 9,4 1,4
10 Saudi Arabia 2.389 3.306 4.527 18,0 1,4
SUB TOTAL 165.457 220.054 259.121 11,8 82,3
OTHERS 36.232 48.381 55.658 12,1 17,7
Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan.

Lebih lanjut, apabila dikaji dari share setiap pasar impor terhadap nilai impor produk
makanan olahan dunia maka diketahui bahwa pasar impor Uni Eropa, yang merupakan
gabungan dari 27 negara, merupakan pasar dengan share terbesar yaitu 53,4 persen. Hal
tersebut bermakna bahwa 53,4 persen pangsa nilai perdagangan produk makanan olahan
dunia terjadi di pasar Uni Eropa. Hal tersebut menunjukan bahwa Uni Eropa merupakan
pasar impor terbesar untuk produk makanan olahan di dunia dan menjadi pasar yang
potensial bagi negara-negara produsen yang ingin melakukan ekspansi pasar. Pasar lain yang
juga relatif besar share-nya adalah pasar Amerika Serikat dan Jepang dengan share masing-
masing sebesar 7,9 persen dan 6,4 persen.

4.1.2. Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia

Dalam jangka panjang pengembangan ekspor sektor pertanian Indonesia difokuskan


kepada produk-produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah lebih besar bagi
perekonomian nasional. Makanan olahan merupakan produk turunan dari produk pertanian
yang perlu mendapatkan perhatian besar dari berbagai kalangan, agar pangsa ekspornya dapat
semakin ditingkatkan.

Berdasarkan data WITS diketahui bahwa nilai ekspor produk makanan olahan
Indonesia pada tahun 2007 mencapai US$ 2.248,6 juta atau meningkat sebesar 14,69 %
dibandingkan dengan tahun 2006. Nilai ekspor makanan olahan selama periode 2003-2007

29
meningkat rata-rata sebesar 15,60% per tahun (Tabel 4.3). Produk yang mengalami
peningkatan nilai ekspor terbesar adalah kelompok produk makanan olahan lain yang
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 26,9% pertahun, selanjutnya diikuti oleh makanan
olahan berbahan baku susu (25,1 persen), daging dan ikan (22,8 persen) dan tembakau (8,4
persen).

Lebih lanjut diketahui bahwa produk makanan olahan yang mencapai nilai ekspor
tertinggi pada tahun 2007 adalah kelompok daging dan ikan yang mencapai US$ 477,2 juta,
disusul ekspor tembakau dan coklat yang masing-masing sebesar US$ 424,7 juta dan US$
300,9 juta. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelompok produk tersebut merupakan
kelompok produk yang memiliki daya saing yang relatif baik di pasar internasional. Oleh
karena itu, pengembangan produk dan pengembangan pasar untuk kelompok produk tersebut
perlu mendapatkan prioritas agar pangsa pasar yang ada terus dipertahankan bahkan
ditingkatkan.

Tabel 4.3. Perkembangan Ekspor Makanan Olahan Indonesia periode (US$ Juta)
Periode 2003–2007

No. Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 Trend


(%)
Makanan Olahan 1,251.5 1,488.2 1,781.6 1,960.6 2,248.6 15.6
1 Daging & Ikan 191.8 311.4 336.0 391.5 477.2 22.8
2 Tembakau 209.9 257.2 323.7 339.8 424.7 18.4
3 Cokelat 213.5 179.1 199.7 234.8 300.9 10.0
4 Sereal 133.0 159.8 196.8 199.7 226.1 13.7
5 Kopi dan Teh 111.7 131.1 146.5 166.1 178.6 12.5
6 Buah-Buahan 157.4 153.3 213.9 218.1 177.0 6.1
7 Gula 70.1 85.4 84.8 111.8 94.2 9.0
8 Berbahan Baku Sayuran 52.8 54.7 73.0 78.5 93.3 16.2
9 Minuman Alkohol & Non Alkohol 24.3 32.0 29.0 38.7 40.5 12.9
10 Berbahan Baku Susu 4.5 6.1 7.1 9.3 11.3 25.1
11 Lain-lain 82.6 118.0 171.0 172.3 224.7 26.9
Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan.

Lebih lanjut apabila dikaji berdasarkan negara tujuan utama ekspor produk makanan
olahan Indonesia maka diketahui bahwa Amerika Serikat merupakan importir terbesar
dengan pangsa sebesar 18,02% dan nilai sebesar US$ 405,26 juta (Tabel 3.4). Singapura
berada di urutan kedua dengan nilai ekspor ke negara tersebut sebesar US$ 217,23 juta dan

30
pangsa pasar sebesar 9,66%. Selanjutnya diikuti oleh Malaysia, Jepang dan Pilipina dengan
nilai ekspor dan pangsa masing-masing sebesar US$ 179,54 juta (7,98 persen); US$ 121,39
juta (5,40 persen); dan Pilipina sebesar US$ 18,08 juta (5,25%).

Apabila dibandingkan dengan kondisi di pasar dunia, yang sebagian besar impor
produk makanan diserap oleh pasar Uni Eropa, maka negara tujuan ekspor utama produk
makanan olahan Indonesia relatif berbeda. Pasar Uni Eropa yang merupakan pasar yang
sangat potensial bagi perdagangan produk makanan olahan ternyata belum secara optimal
dapat dimanfaatkan oleh Indonesia. Hal tersebut ditunjukan oleh share ekspor produk
makanan olahan Indonesia ke pasar Uni Eropa yang relatif lebih rendah dibandingkan pasar
Amerika Serikat (Tabel 4.4.)

Tabel 4.4. Ekspor Makanan Olahan Indonesia Menurut Negara Tujuan


Periode 2003 – 2007 (US$ Juta)
Trend Share
No. Uraian 2003 2004 2005 2006 2007
% %
Dunia 1251.49 1488.22 1781.58 1960.59 2248.56 15.58
1 Amerika Serikat 194.26 279.40 329.40 380.93 405.26 19.49 18.02
2 Singapura 100.57 120.88 161.93 165.65 217.23 20.39 9.66
3 Malaysia 110.77 120.15 114.10 143.55 179.54 12.12 7.98
4 Jepang 73.98 76.64 94.74 102.48 121.39 13.67 5.40
5 Pilipina 51.65 82.34 99.09 93.40 118.08 19.48 5.25
6 Belanda 60.61 64.38 80.35 95.57 98.86 14.72 4.40
7 Vietnam 19.60 25.85 36.93 61.38 91.29 48.31 4.06
8 Australia 45.08 38.45 44.84 62.33 82.07 18.31 3.65
9 Kamboja 32.58 41.43 60.26 64.71 80.26 25.22 3.57
10 Jerman 28.67 39.39 56.84 54.89 65.30 21.88 2.90
SUB TOTAL 717.76 888.91 1078.49 1224.90 1459.28 19.00 64.90
LAINNYA 533.73 599.30 703.09 735.69 789.28 10.38 35.10
Sumber: BPS, diolah Balitbang Perdagangan

Berdasarkan Tabel 4.4. diketahui bahwa pangsa nilai total ekspor produk makanan
olahan Indonesia ke pasar Uni Eropa adalah sebesar 17,99 persen, relatif lebih rendah
dibandingkan pangsa Amerika Serikat yang mencapai 19,33 persen. Namun demikian, untuk
produk-produk tertentu pangsa pasar Uni Eropa relatif jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
pangsa pasar Amerika Serikat dan pasar tujuan ekspor lainnya. Produk yang dimaksud adalah
daging, teh, cokelat dan buah-buahan. Sedangkan untuk produk ikan dan sayuran, pasar
Amerika mendominasi tujuan ekspor Indonesia. Lebih rinci share untuk setiap negara tujuan
ekspor dan untuk setiap komoditi ditunjukan pada Tabel 4.4.

31
Untuk menganalisis bagaimana posisi produk makanan olahan Indonesia dalam
analisis ekspor dan impor maka dapat digunakan analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan
(ISP). ISP tersebut juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
komoditi atau produk makanan olahan Indonesia dalam perdagangan internasional. Secara
lebih rinci ISP dari produk makanan olahan Indonesia ditunjukan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Nilai Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia


Berdasarkan Pasar Tujuan, Tahun 2007

Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan.

Berdasarkan Tabel 4.5. diketahui bahwa pada periode 2003-2007 produk makanan
olahan Indonesia memiliki ISP sebesar 0,0; angka ini menunjukkan bahwa produk makanan
olahan secara total masih tergolong dalam substitusi impor. Namun demikian apabila dilihat
pada setiap jenis produk maka terdapat beberapa produk makanan olahan yang tergolong
dalam perluasan ekspor. Produk yang tergolong dalam perluasan ekspor tersebut merupakan
produk yang memiliki daya saing yang relatif baik dalam pasar dunia.

Produk makanan olahan yang tergolong dalam perluasan ekspor adalah cokelat, kopi
dan teh, daging dan ikan, tembakau, dan buah-buahan, masing-masing memiliki nilai ISP
sebesar 0,7; 0,7; 0,5; 0,2 dan 0,2. Sedangkan produk yang tergolong dalam substitusi impor
adalah minuman alkohol dan non alkohol, produk berbahan baku sayuran, sereal, produk
berbahan baku susu dan produk makanan olahan lain. Sementara itu, gula memiliki ISP
sebesar -0,7 artinya gula masih berada dalam tahap pengenalan. Berdasarkan ISP tersebut
maka produk-produk yang tergolong dalam kelompok perluasan ekspor merupakan produk

32
yang seharusnya diprioritaskan untuk terus dikembangkan sebagai produk yang berorientasi
ekspor.

Tabel 4.6. Indeks Spesialisasi Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia Periode
2003 – 2007

No. URAIAN 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-Rata


MAKANAN OLAHAN 0.0 0.2 0.1 0.1 -0.1 0.0
1. COKELAT 0.8 0.7 0.7 0.8 0.7 0.7
2. KOPI & TEH 0.9 0.7 0.7 0.7 0.5 0.7
3. DAGING & IKAN 0.6 0.6 0.5 0.5 0.5 0.5
4. TEMBAKAU 0.2 0.2 0.3 0.3 0.2 0.2
5. BUAH - BUAHAN 0.3 0.2 0.3 0.2 0.0 0.2
6. OTHER 0.0 0.0 0.1 0.0 0.1 0.0
MINUMAN ALKOHOL DAN
7.
NON ALKOHOL 0.3 0.1 0.0 0.0 -0.2 0.0
8. BERBAHAN BAKU SAYURAN 0.0 -0.1 0.0 0.0 0.0 0.0
9. SEREAL -0.4 0.1 0.3 0.0 -0.4 -0.1
10. BERBAHAN BAKU SUSU -0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.3 -0.4
11. GULA -0.7 -0.6 -0.8 -0.7 -0.8 -0.7
Sumber: BPS, diolah Balitbang Perdagangan
Keterangan:
ISP = (Eksporj – Imporj)/(Eksporj + Imporj)
Kategori Isp
-1,0 s/d -0,5 pengenalan
-0,4 s/d 0,0 substitusi impor
0,1 s/d 0,7 perluasan ekspor
0,8 s/d 1,0 pematangan ekspor

4.1.3. Posisi Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Dunia

Perkembangan yang selama ini terjadi dalam perdagangan produk makanan olahan di
pasar dunia telah memposisikan setiap negara pada peta perdagangan dunia untuk produk
makanan olahan tersebut. Apabila dikaji berdasarkan pemasok utama produk makanan olahan
di pasar dunia maka diketahui bahwa Uni Eropa merupakan pemasok utama produk makanan
olahan di pasar dunia (Tabel 4.7). Share Uni Eropa dalam perdagangan produk makanan
olahan di pasar dunia adalah sebesar 51,6 persen dengan trend pertumbuhan sebesar 11,8
persen. Lebih lanjut, negara pemasok lainnya yang juga relative dominan adalah Amerika
Serikat, Brazil, China dan Canada dengan share masing-masing sebesar 5,6 persen, 5,4
persen, 4,5 persen dan 3,5 persen.

Sementara itu, apabila dikaji dari trend pertumbuhan yang dicapai oleh negara
pemasok utama produk makanan olahan di pasar dunia maka diketahui bahwa Argentina
merupakan negara pemasok produk makanan olahan dengan trend pertumbuhan terbesar

33
yaitu 22,7 persen dan dengan share sebesar 1,3 persen. Lebih lanjut, negara yang mengalami
trend pertumbuhan dan share yang relative besar adalah Brazil. Brazil mencapai trend
pertumbuhan sebesar 20,1 persen lebih besar dari trend pertumbuhan yang dicapai oleh China
dan Uni Eropa yang masing-masing mencapai trend pertumbuhan sebesar 13,2 persen dan
12,9 persen. Sementara itu, Amerika serikat justru mengalami trend pertumbuhan yang
negatif yaitu sebesar -0,5 persen.

Tabel 4.7. Pemasok Utama Produk Makanan Olahan di Pasar Impor Dunia

2002 2004 2006 % Trend % Share


All countries 201.689,3 268.434,8 314.778,2 11,8 100,0
1 European Union 99.397,8 139.622,5 162.495,8 12,9 51,6
2 United States 17.158,3 15.716,2 17.636,0 -0,5 5,6
3 Brazil 8.577,5 12.345,6 17.074,7 20,1 5,4
4 China 8.684,8 10.863,4 14.049,5 13,2 4,5
5 Canada 7.534,2 9.420,1 9.558,1 7,0 3,0
6 Australia 6.056,3 8.187,5 9.437,7 12,9 3,0
7 Thailand 6.195,2 7.861,5 8.189,8 6,4 2,6
8 New Zealand 3.060,8 4.481,5 4.734,7 12,7 1,5
9 Argentina 1.855,3 3.034,7 4.083,4 22,7 1,3
10 India 2.498,2 2.858,7 3.840,6 11,7 1,2
SUB TOTAL 161.018,4 214.391,7 251.100,2 11,7 79,8
17 Indonesia 1.616,0 2.166,0 2.317,9 9,3 0,7
Sumber: WITS 2008, diolah Balitbang Perdagangan.

Posisi Indonesia sebagai salah satu negara pemasok produk makanan olahan di dunia
adalah berada pada urutan ke-17. Share Indonesia dalam perdagangan produk makanan
olahan adalah sebesar 0,7 persen dan dengan trend pertumbuhan sebesar 9,3 persen. Posisi
Indonesia tersebut masih berada jauh di bawah Thailand yang menduduki posisi ke-7 dengan
share-nya sebesar 2,6 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum produk makanan
olahan yang dihasilkan oleh Thailand relatif lebih unggul dibandingkan Indonesia. Oleh
karena itu, produk makanan olahan Indonesia harus terus dikembangkan agar share Indonesia
dalam perdagangan dunia dapat terus ditingkatkan. Dengan sumberdaya alam yang dimiliki
selayaknya Indonesia memiliki posisi yang lebih baik dibandingkan negara lain yang
sumberdaya alamnya relatif terbatas.

34
Untuk produk makanan olahan Indonesia dengan nilai ISP yang relatif tinggi atau
produk yang masuk dalam kelompok perluasan ekspor ternyata posisi Indonesia relative tidak
lebih baik dibandingkan negara produsen utama lainnya. Selama periode 2002-2006, ekspor
makanan olahan daging dan ikan dunia meningkat rata-rata sebesar 11,39 persen/tahun (Tabel
4.8). Negara yang mengalami trend pertumbuhan tertinggi sebagai eksportir daging dan ikan
dunia selama periode 2002-2006 adalah Brazil yaitu meningkat rata-rata sebesar 25,24
persen/tahun, disusul Jerman, Australia yang masing-masing tumbuh sebesar 19,54
persen/tahun dan 14,65 persen/tahun. Sedangkan Indonesia mencapai trend pertumbuhan
sebesar 11,64 persen/tahun.

Jika dilihat dari nilai ekspor makanan olahan daging dan ikan dunia pada tahun 2006,
Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan nilai ekspor sebesar US$ 8.431,59
juta, disusul Brazil dan Jerman dengan nilai ekspor masing-masing sebesar US$ 7.612,42 juta
dan US$ 7.432,32 juta. Adapun Indonesia berada di urutan ke 22 dengan nilai ekspor sebesar
US$ 829,55 juta.

Tabel 4.8. Pemasok Makanan Olahan Daging dan Ikan di Pasar Dunia
Periode 2002–2006 (US$ Juta)

Trend
No 2002 2003 2004 2005 2006
(%)

World 60,769.94 69,779.50 79,984.40 86,889.46 93,376.95 11.39


1 USA 8,879.84 10,045.39 6,698.99 7,716.45 8,431.59 (3.61)
2 Brazil 3,258.90 3,984.00 5,586.52 6,933.18 7,612.42 25.24
3 Jerman 3,626.71 4,527.13 5,635.61 6,447.38 7,432.31 19.59
4 Belanda 4,563.66 5,111.86 6,292.41 6,323.60 6,761.81 10.51
5 Australia 3,407.87 3,674.20 5,099.72 5,436.91 5,549.46 14.65
6 Denmark 4,157.43 4,611.16 5,524.24 5,372.04 5,426.03 7.09
7 China 3,213.42 3,257.96 3,864.70 4,429.59 5,011.14 12.70
8 Prancis 3,154.85 3,807.67 4,388.97 4,372.20 4,624.59 9.45
9 Kanada 4,214.52 4,021.00 5,014.25 5,037.04 4,517.37 3.71
10 Thailand 2,933.16 3,217.06 2,848.77 3,189.96 3,613.74 4.17
22 Indonesia 555.55 581.17 647.79 783.59 829.55 11.64
Sumber: UNCOMTRADE diolah Balitbang Perdagangan

Untuk produk olahan kopi dan teh, menurut data UNCOMTRADE ekspor dunia
untuk produk tersebut selama periode 2002-2006 meningkat rata-rata sebesar 11,66
persen/tahun. Pada tahun 2002, nilai ekspornya sebesar US$ 4.406,22 juta, kemudian pada

35
tahun 2006 nilai ekspornya mencapai US$ 7.042,79 juta. Pemasok terbesar ekspor makanan
olahan kopi dan teh adalah Jerman dengan nilai ekspor sebesar US$ 782,27 juta. Eksportir
terbesar kedua dan ketiga adalah Sri Lanka dan Cina dengan nilai ekspor masing-masing
sebesar US$ 582,90 juta dan US$ 545,19 juta. Indonesia menempati peringkat ke-13 dengan
nilai ekspor sebesar US$ 170,79 juta.

Tabel 4.9. Pemasok Makanan Olahan Kopi dan Teh di Pasar Impor Dunia
2002 – 2006 (US$ Juta)

No 2002 2003 2004 2005 2006 Trend


(%)
World 4,406.22 5,423.95 5,776.90 6,394.05 7,042.79 11.66
1 Jerman 444.32 555.86 582.34 692.24 782.27 14.46
2 Sri Lanka 415.56 434.99 513.23 551.35 582.90 9.57
3 China 368.89 398.73 475.39 479.01 545.19 10.13
4 India 378.26 409.47 412.27 430.20 472.42 5.06
5 Kenya 212.07 365.44 405.82 454.04 468.10 19.73
6 Inggris 278.36 322.16 365.61 374.51 435.93 11.05
7 Brazil 198.40 240.65 288.68 371.41 410.08 20.76
8 Belanda 194.79 180.14 228.39 250.43 270.09 10.33
9 Swiss 122.21 160.50 213.39 215.13 237.98 17.65
10 USA 187.00 496.90 178.14 178.49 199.93 (8.52)
13 Indonesia 113.32 133.13 147.83 162.72 170.79 10.75
Sumber: UNCOMTRADE diolah Balitbang Perdagangan

Sementara itu, ekspor yang mencapai trend pertumbuhan tertinggi untuk periode
2002-2006 adalah Brazil yaitu sebesar 20,76 persen/tahun, disusul Kenya dan Swiss masing-
masing sebesar 19,73 persen/tahun dan 17,65 persen/tahun. Adapun Indonesia mengalami
pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 10,75 persen/tahun

Lebih lanjut, ekspor dunia makanan olahan dengan bahan baku coklat mengalami
kenaikan per tahunnya sebesar 12,14 persen/tahun selama periode 2002 -2006 yaitu dari US$
10,9 milyar pada tahun 2002 meningkat menjadi US$ 17,9 milyar pada tahun 2006.
Mengingat semakin banyaknya ragam makanan berbahan coklat dan semakin populernya
makanan jenis ini maka dapat diprediksikan untuk makan olahan berbahan baku coklat akan
selalu mengalami peningkatan.

36
Tabel 4.10. Pemasok Makanan Olahan Berbahan Baku Coklat di Pasar Impor Dunia,
2002 – 2006 (US$ Juta)

No Negara 2002 2003 2004 2005 2006 Trend


(%)
World 10,975.12 14,048.60 15,732.75 16,589.22 17,911.73 12.14
1 Belanda 1,703.32 2,160.29 2,257.80 2,351.46 2,436.94 8.34
2 Jerman 1,256.35 1,612.39 1,964.76 1,961.24 2,292.75 15.02
3 Belgia 1,029.66 1,339.33 1,591.30 1,621.84 1,762.59 13.50
4 Prancis 922.66 1,264.00 1,394.02 1,256.37 1,363.72 8.06
5 Italia 461.24 579.36 716.91 773.94 830.48 15.79
6 USA 569.62 637.91 688.10 704.60 779.74 7.55
7 Kanada 556.22 736.75 763.25 752.98 760.34 6.68
Cote
8 507.49 739.12 706.56 711.46 711.47 6.58
Divoire
9 Inggris 533.42 546.72 553.96 584.75 560.23 1.67
10 Malaysia 205.16 325.50 412.44 509.39 556.61 27.69
20 Indonesia 227.40 266.52 262.60 256.11 234.91 0.25
Sumber: UNCOMTRADE diolah Balitbang Perdagangan

Pemasok makanan olahan berbahan baku coklat, jika di urutkan menurut nilai ekspor,
pemasok terbesar tahun 2006 adalah Belanda. Dunia mengimpor makanan olahan berbahan
baku coklat dari Belanda sebesar US$ 2,4 milyar dengan pertumbuhan per tahun sebesar 8.34
persen selama periode 2002–2006. Pada periode yang sama, posisi pemasok utama setelah
Belanda adalah Jerman, Belgia, Prancis, Italia, USA, Kanada, Cote Divoire (Pantai Gading),
Inggris dan Malaysia dengan besaran impor dunia dari masing–masing negara tersebut
adalah US$ 2,3 milyar; US$ 1,8 milyar; US$ 1,4 Milyar; US$ 830,48 juta; US$ 779,74 juta;
US$ 760,34 juta; US$ 711,47 juta; US$ 560,23 juta; US$ 556,61 juta dan US$ 234,91 juta.

Sementara itu, posisi Indonesia hanya menjadi pemasok makanan berbahan coklat di
urutan ke-20. Posisi Indonesia tersebut jauh berada di bawah Malaysia. Indonesia tertinggal
dibandingkan negara tetangga Malaysia bukan hanya dalam nilai ekspornya tetapi juga dalam
trend pertumbuhannya. Trend pertumbuhan Malaysia adalah sebesar 27,69 persen selama
periode 2002-2006, sedangkan trend pertumbuhan Indonesia pada periode yang sama hanya
mencapai 0,25 persen. Dengan kondisi yang demikian, maka pengembangan industri coklat
perlu mendapatkan perhatian yang serius agar posisi Indonesia di pasar dunia dapat
ditingkatkan.

37
4.2. Penentuan Prioritas Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia

Industri makanan olahan prioritas ditetapkan berdasarkan nilai indeks performa. Ada
empat indeks yang dihitung secara komposit untuk menentukan indeks performa yaitu:
indeks-1 performa ekspor, indeks-2 performa impor pasar dunia, indeks-3 performa suplai
domestik dan indeks-4 dampak sosial ekonomi.

Masing-masing indeks performa terdiri dari beberapa sub-indeks. Nilai indeks


performa merupakan rataan dari nilai sub-indeks. Nilai sub-indeks didasarkan pada capaian
tiap-tiap indikator performa. Nilainya berkisar antara 1 (satu) diberikan pada industri
makanan olahan yang nilai indikator performanya terendah, sampai 5 (lima) untuk industri
makanan olahan dengan nilai indikator performa tertinggi. Kedua batas nilai indeks industri
terendah dan tertinggi tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai indeks industri
lainnya, berdasarkan rasio nilai indikator performa.

Seluruh indikator sub-indeks bersifat aditif terhadap performa produk. Semakin


tinggi nilai sub-indeks, maka akan semakin tinggi pula nilai indeks. Industri prioritas
ditetapkan berdasarkan nilai rataan dari ke-empat indeks, selanjutnya disebut indeks
komposit.

4.2.1. Indeks-1 Performa Ekspor

Indeks performa ekspor dihitung dari nilai ekspor tahun 2006, pangsa pasar ekspor
terhadap pasar dunia tahun 2006, neraca perdagangan relatif tahun 2006 serta pertumbuhan
nilai ekspor rata-rata tahun 2002-2006. Hasil penilaian indeks performa ekspor ditampilkan
pada Tabel 4.11.

Nilai ekspor tertinggi tahun 2006 adalah produk makanan olahan kelompok ikan
dengan nilai US$ 541.8 juta, dengan pertumbuhan ekspor yang juga tinggi mencapai 36.82
persen per tahun selama periode tahun 2002-2006. Indeks nilai ekspor terendah adalah
produk makanan olahan kelompok susu dengan nilai US$ 14.10 juta. Namun selama kurun
waktu 2002-2006, pertumbuhan nilai ekspor susu berada di urutan kedua setelah kelompok
industri ikan.

38
Tabel 4.11. Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia

Pangsa Pasar Neraca Pertumb. Nilai Indeks


Nilai Ekspor
Dunia Perdagangan Ekspor (2002- Perform
(2006)
(2006) Relatif (2006) 2006) Ekspor
Komoditi 000US$ Indeks % Indeks % Indeks % Indeks
Ikan 541.80 5.00 0.97 2.79 90.36 5.00 36.82 5.00 4.45
Teh 137.20 1.93 2.13 5.00 87.85 4.94 7.93 1.95 3.46
Coklat 235.00 2.67 0.65 2.19 75.44 4.63 4.78 1.62 2.78
Kopi 37.90 1.18 0.49 1.88 10.37 3.01 19.83 3.21 2.32
Susu 14.10 1.00 0.05 1.05 (27.72) 2.06 27.16 3.98 2.02
Buah 284.90 3.05 0.27 1.46 19.56 3.24 6.90 1.84 2.40
Tembakau 302.80 3.19 0.57 2.03 27.97 3.45 11.23 2.30 2.74
Sayuran 71.42 1.43 0.15 1.25 (1.83) 2.70 9.05 2.07 1.86
Sereal 186.80 2.31 0.24 1.40 (2.89) 2.68 21.32 3.36 2.44
Gula 129.80 1.88 0.24 1.41 (70.25) 1.00 11.67 2.35 1.66
Daging 30.30 1.12 0.02 0.99 (55.46) 1.37 (1.07) 1.00 1.12
Minol 32.00 1.14 0.02 1.00 (4.12) 2.65 8.39 2.00 1.70
Rata-rata 2.45

Produk makanan olahan kelompok susu, sayuran, sereal, gula, daging, dan minuman
beralkohol (minol), memiliki neraca perdagangan yang negatif. Selama ini impor Indonesia
untuk keenam kelompok makanan olahan tersebut, terutama gula dan daging, masih sangat
tinggi untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri. Artinya bahwa secara ekonomi
empat komoditi tersebut kurang strategis untuk dijadikan komoditi unggulan ekspor. Ekpor
ke luar negeri justru akan mengurangi stock untuk pasar dalam negeri.

Nilai indeks performa ekspor rata-rata adalah 2.41. Berdasarkan indikator ini
kelompok bahan makanan olahan yang memiliki indeks di atas rata-rata adalah kelompok
ikan, teh, cokelat, dan tembakau.

4.2.2. Indeks-2 Performa Impor Pasar Dunia

Performa impor pasar dunia dihitung dari pertumbuhan impor selama kurun waktu
2002-2006, dan akses ke pasar dunia yang dihitung dari rata-rata tarif di pasar impor dunia.
Hasil perhitungan indeks performa pasar dunia ditampilkan pada Tabel 4.12.

39
Tabel 4.12. Indeks-2 Pasar Dunia
Pertumbuhan Impor Akses ke Pasar Dunia Indeks
Makanan Dunia (Tarif Impor) Pasar
Olahan % indeks % indeks Dunia
Ikan 3.84 4.16 19.24 4.25 4.21
Teh 3.17 3.42 16.95 4.59 4.01
Coklat 3.84 4.16 15.49 4.81 4.49
Kopi 4.61 5.00 15.97 4.74 4.87
Susu 3.08 3.33 20.66 4.05 3.69
Buah 3.13 3.38 18.35 4.39 3.88
Tembakau 0.96 1.00 26.49 3.19 2.09
Sayuran 3.23 3.49 14.20 5.00 4.24
Sereal 1.95 2.09 16.24 4.70 3.40
Gula 3.23 3.49 15.06 4.87 4.18
Daging 2.85 3.08 18.95 4.30 3.69
Minol 2.04 2.18 41.29 1.00 1.59
Rata-rata 3.69

Pasar impor dunia yang pertumbuhannya paling tinggi (4.61%), adalah kelompok
makanan olahan kopi. Pertumbuhan impor dunia yang paling kecil adalah kelompok
tembakau (0.96%).

Kelompok minuman beralkohol mempunyai akses ke pasar dunia terkecil (tarif


paling tinggi) dibandingkan kelompok makanan olahan lainnya, dengan tarif impor sebesar
41.29 persen. Akses ke pasar dunia yang paling besar (nilai tarif terkecil) adalah sayuran
dengan tarif sebesar 14.20 persen.

Indeks pasar dunia tertinggi adalah kelompok kopi (4.87), sedangkan minuman
beralkohol mempunyai nilai indeks pasar dunia terkecil yaitu 1.59. Nilai indeks pasar dunia
rata-rata adalah 3.69. Berdasarkan indikator ini kelompok bahan makanan olahan yang
memiliki indeks pasar dunia di atas rata-rata adalah kelompok ikan, teh, cokelat, kopi, buah,
sayuran dan gula.

4.2.3. Indeks-3 Suplai Domestik


Nilai indeks suplai domestik diperoleh dari data BPS. Indeks suplai domestik
dihitung dari nilai tambah dan efesiensi penggunaan asset. Efesiensi penggunaan asset
merupakan rasio antara nilai tambah dengan nilai asset (nilai tambah yang dihasilkan per
satuan asset yang digunakan. Asset industri sekaligus menunjukkan besarnya nilai investasi

40
atau modal yang ditanamkan dalam industri tersebut. Sehingga efesiensi asset bisa
mencerminkan efesiensi penggunaan modal.

Dari data nilai tambah dan efesiensi penggunaan asset, didapatkan indeks tiap
kelompok industri makanan olahan seperti ditampilkan pada Tabel 4.13. Nilai rata-rata
indeks suplai domestik sebesar 2.03. Kelompok kopi, ikan, dan coklat memiliki nilai indeks
suplai domestik yang relatif rendah, masing-masing 1.01, 1.25 dan 1.26. Sedangkan
tembakau dan teh memiliki nilai indeks suplai domestik relatif tinggi, masing-masing 4.69
dan 3.00.

Tabel. 4.13. Indeks-3 Suplai Domestik

Makanan Olahan Nilai Tambah Efesiensi Asset Suplai Domestik


Ikan 1.10 1.40 1.25
Teh 1.00 5.00 3.00
Coklat 1.05 1.47 1.26
Kopi 1.01 1.00 1.01
Susu 1.14 1.81 1.48
Buah 1.07 1.62 1.35
Tembakau 5.00 4.38 4.69
Sayuran 1.27 3.42 2.34
Sereal 1.21 2.53 1.87
Gula 2.60 2.00 2.30
Daging 1.00 3.95 2.47
Minol 1.24 1.37 1.31
Rata-rata 2.03

Industri tembakau memiliki nilai suplai domestik tertinggi karena memiliki performa
nilai tambah tertinggi, meskipun efesiensi penggunaan asset kalah dengan teh. Industri teh
memiliki nilai indeks tertinggi pada sub-indeks efisiensi penggunaan asset.

Suplai domestik untuk industri kopi memiliki nilai paling rendah. Nilai tambah
industri kopi dan efesiensi penggunaan asset relatif rendah. Demikian juga untuk
penggunaan bahan baku lokal, nilai indeksnya pada kisaran sedang.

Berdasarkan nilai indeks-3, kopi, ikan dan coklat, tidak bisa dijadikan sebagai
komoditas ekspor unggulan, karena suplai domestik kurang mendukung. Kelompok
tembakau dan teh memiliki nilai indeks-3 relatif tinggi, artinya dukungan dalam negeri untuk
mengembangkannya sebagai komoditas ekspor cukup tinggi.

41
4.2.4. Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi
Indeks Dampak sosial ekonomi dihitung dari sub indeks penyerapan tenaga kerja.
Data penyerapan tenaga kerja tiap-tiap kelompok industri makanan olahan merupakan data
sekunder dari BPS

Tabel 4.14. Indeks-4 Dampak Sosial Ekonomi

Jumlah Tenaga Kerja Terserap


Kelompok Makanan Olahan Orang Indeks
Ikan 48,920 1.60
Teh 10,516 1.10
Coklat 21,834 1.25
Kopi 12,874 1.13
Susu 13,074 1.13
Buah 65,492 1.82
Tembakau 280,058 4.61
Sayuran 45,685 1.56
Sereal 149,140 2.90
Gula 310,344 5.00
Daging 2,806 1.00
Minol 43,815 1.53
Rata-rata 2.05

Tabel 4.14. menunjukkan bahwa industri gula memiliki nilai indeks penyerapan
tenaga kerja terbesar dan penyerapan tenaga kerja terkecil pada industri daging. Industri
gula menyerap tenaga kerja dari mulai tingkat petani tebu, transportasi sampai pabrik gula.
Industri rokok menyerap tenaga kerja terbesar kedua. Dibandingkan dengan industri lainnya,
industri rokok termasuk padat karya.

4.2.5. Kombinasi Indeks


Overlay Indeks-1 dengan Indeks-2. Dari nilai indeks-1 dan indeks-2 industri makanan
olahan bisa dipetakan ke dalam empat kuadran. Kuadran I: kelompok industri yang memiliki
performa ekspor kurang pada pasar potensial; Kuadran II: kelompok industri yang memiliki
performa ekspor bagus pada pasar potensial; Kuadran III: kelompok industri yang memiliki
performa ekpor bagus, pada pasar kurang potensial; dan Kuadran IV: kelompok industri yang
memiliki performa kurang pada pasar tidak potensial.

42
kuadran II kuadran III

kuadran I kuadran IV

Gambar 4.1. Overlay Performa Ekspor dengan Pasar Impor

Gambar 4.1. menunjukkan status industri makanan olahan berdasarkan performa


ekspor dan pasar impor. Paling ideal adalah kelompok industri yang berada di kuadran III,
dimana peluang pasar dimanfaatkan secara maksimal. Industri pada kelompok kuadran II,
menghadapi pasar yang relatif mudah, namun belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sehingga pada kuadran II potensi ekspor masih bisa ditingkatkan. Kelompok industri pada
kuadran IV, kondisinya berlawanan dengan kuadran II. Pada kuadran IV kemampuan ekspor
sudah tinggi, namun masih bisa ditingkatkan lagi dengan membuka akses pasar ke negara-
negara tujuan ekpor. Kelompok kuadran I, kondisinya paling sulit dikembangkan, karena
kemampuan ekspor masih rendah dan pasar duniapun kurang terbuka.

Overlay Indeks-1 dengan Indeks-4. Perdagangan komoditi tidak hanya sekedar untuk
memperoleh manfaat ekonomi saja. Namun yang lebih penting adalah memperoleh dampak
positif bagi masyarakat secara luas, yang diindikasikan dari tingginya nilai indeks-4 (dampak
sosial ekonomi). Indikator dampak sosial ekonomi penting karena, dampak yang positif
selanjutnya akan menciptakan kondisi yang kondusif bagi produksi komoditi tersebut. Oleh
sebab itu, kombinasi performa ekspor yang bagus dengan dampak sosial ekonomi yang

43
positif dapat menetapkan komoditi ekspor prioritas yang tepat. Gambar 4.2. menampilkan
kelompok komoditi sesuai dengan performa ekspor dan dampak sosial ekonomi.

Paling ideal adalah kelompok industri yang berada di kuadran III, potensi ekspor
tinggi dan dampak sosial ekonomi juga tinggi. Di dalam negeri dukungan masyarakat untuk
melestarikan komoditi tersebut cukup tinggi. Industri pada kelompok kuadran II, memiliki
dampak sosial ekonomi yang baik, namun performa ekspor kurang, sehingga sulit
dikembangkan. Kelompok industri pada kuadran IV, berlawanan dengan kuadra II, dimana
performa ekspor tinggi, namun dampak sosial ekonominya rendah. Kelompok kuadran I,
kondisinya paling sulit dikembangkan, karena kemampuan ekspor masih rendah, dampak
sosial ekonomi juga rendah.

kuadran II kuadran III

kuadran I kuadran IV

Gambar 4.2. Overlay Performa Ekpor Dengan Sosio-Economi

Indeks Komposit. Indeks komposit merupakan nilai akhir, yang merupakan rataan dari nilai
empat indeks dengan pembobotan. Indeks-1 (performa ekspor) diberi bobot 4, indeks-2
(performa impor pasar dunia) diberi bobot 3, indeks-3 (suplai domestik) diberi bobot 2 dan
indeks-4 (dampak sosial ekonomi) diberi bobot 1.

44
Bobot terbesar diberikan bagi indeks-1 dan bobot terbesar kedua indeks-2 dengan
pertimbangan bahwa untuk tujuan pengembangan ekspor, maka peforma ekspor dan
performa pasar dunia menjadi penting karena mencerminkan potensi ekspor langsung baik di
dalam negeri maupun di luar negeri. Sedangkan indeks-3 yang menunjukkan dukungan
dalam negeri yang dilihat dari sisi nilai tambah dan efisiensi aset diberi bobot 2, lebih tinggi
dari bobot indeks-4 yang menunjukkan penyerapan tenaga kerja, yaitu dengan bobot 1.

Tabel 4.15. menampilkan nilai indeks komposit masing-masing kelompok industri


makanan olahan. Berdasarkan nilai indeks komposit yang dicapai tiap semua industri
makanan, kemudian dicari nilai rata-rata indeks (R) dan standar deviasi (SD). Hasil
perhitungan ini digunakan untuk mengelompok status pengembangan ekspor industri
makanan olahan yaitu: (1) kelompok industri prioritas tinggi (nilai indeks ≥ R + ½ SD); (2)
kelompok industri prioritas sedang (nilai indeks pada kisaran (R - ½ SD)< I<(R + ½ SD) dan
(3), kelompok industri prioritas rendah (nilai indeks  R - ½ SD).

Tabel 4.15. Performan Ekspor Produk Makanan Olahan Indonesia

Pembobot Indeks Kriteria


Produk komposit prioritas
makanan olahan 4 3 2 1 setelah ekspor
indeks-1 indeks-2 indeks-3 indeks-4 dibobot
Ikan 4.45 4.21 1.25 1.60 3.45 Tinggi
Teh 3.46 4.01 3.00 1.10 3.29 Tinggi
Tembakau 2.74 2.09 4.69 4.61 3.12 Tinggi
Gula 1.66 4.18 2.30 5.00 2.88 Sedang
Coklat 2.78 4.49 1.26 1.25 2.83 Sedang
Kopi 2.32 4.87 1.01 1.13 2.70 Sedang
Sereal 2.44 3.40 1.87 2.90 2.66 Sedang
Sayuran 1.86 4.24 2.34 1.56 2.64 Sedang
Buah 2.40 3.88 1.35 1.82 2.58 Sedang
Susu 2.02 3.69 1.48 1.13 2.32 Rendah
Daging 1.12 3.69 2.47 1.00 2.15 Rendah
Min. beralkohol 1.70 1.59 1.31 1.53 1.57 Rendah

Dari Tabel 4.15. dapat dilihat bahwa komoditi yang memiliki prioritas tinggi untuk
dikembangkan adalah kelompok ikan, teh dan tembakau. Prioritas sedang yaitu kelompok
gula, coklat, kopi, sereal, sayuran, dan buah. Sedangkan kelompok susu, daging dan
minuman beralkohol, prioritasnya rendah.

Indeks komposit sudah memperhitungkan dimensi ekspor, impor dan pasar dunia
serta dimensi sosial dan ekonomi. Nilai indeks komposit sekaligus menunjukkan

45
keberlanjutan komoditi dimasa yang akan datang, karena didukung oleh banyak faktor.
Komoditi yang indeks kompositnya rendah, dalam jangka panjang sulit dikembangkan
menjadi komoditas ekspor.

4.3. Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan Indonesia di Pasar Internasional
Berdasarkan analisis Trade Performance Index diketahui bahwa 12 produk yang
dikaji dapat dikelompok kedalam tiga kelompok yaitu produk dengan nilai indeks tinggi
(prioritas tinggi), nilai indeks sedang (prioritas sedang) dan nilai indeks rendah (prioritas).
Produk-produk yang termasuk dalam prioritas tinggi adalah: (1) ikan, (2) teh, dan (3)
tembakau; produk dengan prioritas sedang adalah: (1) gula, (2) coklat, (3) kopi, (4) sereal, (5)
sayuran, dan (5) buah-buahan; dan produk dengan prioritas rendah adalah: (1) susu, (2)
daging dan (3) minuman beralkohol.

Untuk menganalisis daya saing dari setiap produk di pasar internasional maka
digunakan Constant Market Share Analysis. Dengan CMSA juga dapat ditentukan aspek-
aspek yang paling signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekspor setiap produk. Pada bagian
berikut akan dibahas hasil dari analisis CMSA.

4.3.1. Produk Makanan Olahan Prioritas Tinggi


Ikan. Hasil analisis CMSA untuk kelompok produk ikan disajikan pada Lampiran 1.
Berdasarkan lampiran tersebut secara umum diketahui bahwa produk ikan mencapai total
perubahan yang positif pada setiap periode analisis dan setiap pasar tujuan. Hal tersebut
bermakna bahwa produk ikan mengalami pertumbuhan ekspor yang positif.

Apabila dikaji lebih lanjut ternyata diketahui bahwa pertumbuhan ekspor yang terjadi
pada produk ikan lebih disebabkan oleh pertumbuhan impor di pasar dunia. Disamping itu,
peningkatan ekspor produk ikan juga didorong oleh adanya efek komposisi komoditi dan efek
distribusi pasar yang positif. Efek komposisi komoditi yang positif tercapai di Pasar Amerika
Serikat, Jepang, Uni Eropa, Rusia, Cina, Arab Saudi dan Afrika Selatan pada periode 2004-
2006. Nilai efek komposisi komoditi yang positif tersebut menunjukan bahwa permintaan
terhadap produk ikan dari Indonesia mengalami peningkatan di masing-masing pasar tujuan
ekspor.

Untuk nilai efek distribusi yang positif pada periode analisis 2004-2006 terjadi di
Pasar Jepang, Uni Eropa, Afrika Selatan, Rusia, Cina dan Arab Saudi. Nilai distribusi pasar

46
yang positif menunjukan bahwa pasar-pasar yang menjadi tujuan ekspor merupakan pasar-
pasar yang memiliki pertumbuhan relatif cepat. Adapun pada Pasar Amerika, efek distribusi
pasar bernilai negatif yang artinya ekspor terkonsentrasi di pasar yang pertumbuhannya
relatif lambat (stagnan). Untuk Brazil dan India mempunyai nilai 0 (nol) karena Indonesia
tidak melakukan ekspor produk ikan ke Negara tersebut pada periode analisis.

Sementara itu terkait dengan daya saing, berdasarkan Lampian 1 juga diketahui
bahwa produk ikan Indonesia mempunyai daya saing yang relatif rendah. Hal tersebut
ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif. Nilai daya saing yang tinggi (positif)
hanya dicapai pada periode analisis 2002-2004 pada pasar Rusia dan Cina.

Teh. Untuk produk teh, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada
periode 2002-2004 dan mengalami penurunan pada periode 2004-2006. Penurunan ekspor teh
Indonesia ke pasar dunia pada periode 2004-2006 lebih dikarenakan efek pertumbuhan impor
yang bernilai negatif (Lampiran 2). Dengan efek pertumbuhan impor tersebut, sekalipun
terjadi peningkatan permintaan terhadap produk teh (efek komposisi komoditi positif), tetap
tidak dapat mencegah kemerosatan nilai ekspor teh Indonesia pada periode tersebut.

Sementara itu untuk pasar tujuan ekspor tertentu, pada periode 2004-2006 efek
komposisi komoditi bernilai negatif di Pasar Amerika, Jepang, Uni Eropa, Afrika Selatan,
Rusia, India, Cina dan Arab Saudi. Adapun efek distribusi pasar mencapai nilai negatif di
Pasar Jepang, Uni Eropa dan India. Nilai efek distribusi pasar positif dicapai untuk ekspor the
ke Pasar Amerika Serikat, Afrika Selatan, Rusia, Cina dan Arab Saudi.

Berdasarkan Lampiran 2 juga diketahui bahwa Indonesia mempunyai daya saing yang
rendah untuk produk teh. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif pada
periode 2004-2006 di sebagian besar pasar yang dikaji, kecuali Pasar Jepang, Brazil dan India
yang mempunyai nilai efek daya saing positif.

Tembakau. Untuk produk tembakau, terjadi penurunan pertumbuhan konsumsi tembakau di


dunia pada periode 2004-2006 (27.8 miliar US$) dibandingkan periode 2002-2004 (123.5
miliar US$). Hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat ekspor produk tembakau dari
Indonesia ke pasar dunia. Namun demikian, produk tembakau Indonesia mengalami
peningkatan daya saing sebesar 56.1 juta US$ pada periode 2004-2006, sehingga mendorong
tingkat permintaan produk tembakau Indonesia.

47
Berdasarkan Lampiran 3 diketahui bahwa semua pasar tujuan yang dianalisis
mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang negatif. Sementara itu untuk efek distribusi
pasar sebagian pasar mencapai nilai positif dan sebagian mencapai nilai negatif. Pada periode
2004-2006, efek distribusi pasar positif terjadi di Pasar Jepang, Brazil, Rusia, India dan Arab
Saudi, sedangkan Pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Afrika Selatan mempunyai nilai
negatif yang artinya bahwa pasar-pasar tersebut merupakan pasar yang relatif stagnan.

Untuk efek daya saing, produk tembakau Indonesia mempunyai daya saing yang
rendah pada Pasar Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, Brazil, Rusia, Cina dan Arab Saudi.
Hal tersebut ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang negatif pada periode analisis 2004-
2006. Sementara itu, efek daya saing positif dapat dicapai produk tembakau Indonesia di
Pasar Afrika Selatan dan India. Hal tersebut menunjukan bahwa produk tembakau Indonesia
mampu bersaing dengan produk-produk sejenis dari negara pesaing.

4.3.2. Produk Makanan Olahan Prioritas Sedang


Gula. Untuk produk gula, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada
setiap periode analisis. Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan impor
dunia. Sementara itu, dorongan peningkatan ekspor dari efek komposisi komoditi dan daya
saing relatif kecil.

Pada periode 2004-2006, untuk semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai
efek komposisi komoditi yang positif (Lampiran 4). Adapun untuk efek distribusi pasar, nilai
positif dicapai di Pasar Amerika Serikat, Rusia, Cina dan Arab Saudi, sedangkan Jepang, Uni
Eropa, Afrika Selatan, Brazil dan India mempunyai nilai negatif.

Berdasarkan Lampiran 4 juga diketahui bahwa Indonesia mempunyai daya saing yang
relative rendah untuk produk gula di sebagian besar pasar tujuan ekspor. Hal ini ditunjukan
oleh nilai efek daya saing yang negatif pada Pasar Amerika Serikat, Uni Eropa, Afrika
Selatan, Brazil, Rusia, Cina dan Arab Saudi. Sementara itu, pada pasar Jepang dan India,
ekspor produk gula Indonesia mempunyai nilai efek daya saing positif. Artinya ekspor
produk gula Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi pada pasar-pasar tersebut.

Cokelat. Untuk produk coklat, pertumbuhan tingkat konsumsi dunia akan coklat menurun
pada periode 2004-2006 (efek perdagangan dunia) (Lampiran 5). Sementara itu, pertumbuhan
permintaan akan produk coklat dari Indonesia justru mengalami peningkatan pada periode

48
tersebut. Hal ini dikarenakan produk coklat dari Indonesia mengalami peningkatan daya
saing.

Pada periode 2002-2004, untuk semua pasar yang dianalisis mempunyai nilai efek
komposisi komoditi yang positif, sedangkan pada periode 2004-2006 nilainya negatif. Untuk
efek distribusi pasar, nilai positif terjadi untuk ekspor produk coklat ke Pasar Afrika Selatan,
Brazil, Rusia India, Cina dan Arab Saudi, sedangkan pada Pasar Amerika Serikat, Jepang dan
Uni Eropa mempunyai nilai negatif. Berdasarkan Lampiran 5 diketahui bahwa Indonesia
mempunyai daya saing yang rendah untuk produk coklat, ditunjukan dengan nilai efek daya
saing yang negatif.

Kopi. Ekspor produk kopi Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada setiap
periode análisis (Lampiran 6). Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh dorongan dari
pertumbuhan impor dunia. Sementara itu, efek daya saing dari produk kopi bernilai negatif
untuk semua periode analisis. Hal tersebut menunjukan bahwa daya saing produk kopi
Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara pesaing.

Untuk ekspor ke Pasar Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, Rusia, Cina dan Arab
Saudi mencapai nilai efek komposisi komoditi yang positif pada periode 2004-2006. Untuk
efek distribusi pasar, nilai positif dicapai pada Pasar Uni Eropa, Rusia dan Cina, sedangkan
Pasar Amerika Serikat, Jepang dan Arab Saudi mempunyai nilai negatif. Nilai efek distribusi
pasar positif artinya Indonesia mampu meningkatkan ekspor di pasar yang tumbuh relatif
cepat. Untuk Brazil dan India mempunyai nilai 0 (nol) karena Indonesia tidak melakukan
ekspor produk kopi ke negara tersebut pada periode analisis.

Untuk efek daya saing diketahui bahwa produk kopi mempunayai daya saing yang
relatif rendah di sebagian besar pasar tujuan ekspor. Hal ini ditunjukan oleh nilai efek daya
saing yang negatif. Daya saing yang tinggi pada produk kopi Indonesia dapat dicapai pada
Pasar Jepang dan Afrika Selatan.

Sereal. Untuk produk sereal, terjadi penurunan pertumbuhan konsumsi produk sereal di
dunia (Lampiran 7). Penurunan tersebut berpengaruh terhadap tingkat ekspor produk sereal
dari Indonesia ke pasar dunia. Pertumbuhan ekspor sereal Indonesia menurun. Namun disisi
lain, produk sereal Indonesia mengalami peningkatan daya saing, sehingga mendorong
tingkat permintaan produk sereal Indonesia.
49
Pada periode 2004-2006, Semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai efek
komposisi komoditi yang negatif. Sementara itu, nilai efek distribusi pasar berbeda pada
setiap negara tujuan ekspor. Nilai distribusi pasar positif terjadi di Pasar Amerika Serikat,
Afrika Selatan, Rusia, Cina dan Arab Saudi, sedangkan Pasar Jepang, Uni Eropa, Brazil dan
India mempunyai nilai negative.

Berdasarkan Lampiran 7 juga diketahui bahwa Indonesia mempunyai daya saing yang
rendah untuk produk sereal pada periode 2004-2006 di sebagian besar pasar yang dianalisis.
Nilai daya saing yang relative baik dari produk sereal Indonesia terjadi di Pasar Rusia.

Sayuran. Ekspor produk sayuran Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan pada
setiap periode análisis (Lampiran 8). Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh efek
pertumbuhan impor yang mendorong. Peningkatan ekspor produk sayuran Indonesia ke pasar
dunia pada periode 2004-2006 juga dikarenakan adanya peningkatan efek daya saing dan
efek komposisi komoditi. Pada saat yang sama pertumbuhan permintaan produk sayuran dari
Indonesia mengalami peningkatan (efek komposisi komoditas).

Untuk pasar tujuan ekspor yang dikaji, efek komposisi komoditi bernilai negatif di
Pasar Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa, Afrika Selatan, Rusia India, Cina dan Arab Saudi.
Untuk efek distribusi pasar nilai positif dicapai di Pasar Afrika Selatan, Rusia, India, Cina
dan Arab Saudi, sedangkan Amerika, Jepang dan Uni Eropa mempunyai nilai negatif. Untuk
Brazil mempunyai nilai 0 (nol) karena Indonesia tidak melakukan ekspor produk sayuran ke
negara tersebut pada tahun 2004.

Berdasarkan Lampiran 8 juga diketahui bahwa produk sayuran Indonesia mempunyai


daya saing yang rendah di sebagian besar pasar yang dikaji. Hal ini menunjukan bahwa
produk sayuran Indonesia kalah bersaing dengan produk dari negara produsen lainnya. Nilai
positif untuk efek daya saing produk sayuran hanya dicapai di Pasar Brazil.

Buah-buahan. Untuk produk buah-buhan, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia mengalami


peningkatan pada setiap periode analisis (Lampiran 9). Peningkatan tersebut lebih disebabkan
oleh efek pertumbuhan impor yang mendorong. Sementara itu, dorongan peningkatan ekspor
dari efek komposisi komoditi dan daya saing relatif kecil

Untuk semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai efek komposisi komoditi
yang negatif. Pada periode 2004-2006, nilai efek distribusi pasar positif dicapai di Pasar Uni
50
Eropa, Afrika Selatan, Brazil, Rusia, India, Cina dan Arab Saudi, sedangkan di Pasar
Amerika Serikat dan Jepang mempunyai nilai negatif.

Indonesia mempunyai daya saing yang rendah untuk produk buah. Hal ini ditunjukan
oleh nilai efek daya saing yang negatif pada periode analisis 2004-2006. Efek daya saing
positif hanya terjadi di Pasar Jepang. Hal ini menunjukan bahwa produk buah Indonesia
mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara pesaing hanya di Pasar Jepang sedangkan
di pasar lainnya produk buah Indonesia kalah bersaing.

4.3.3. Produk Makanan Olahan Prioritas Rendah


Berbahan Baku Susu. Untuk susu, penurunan pertumbuhan konsumsi makanan berbahan
baku susu di dunia, memiliki pengaruh terhadap tingkat ekspor susu dari Indonesia ke pasar
dunia. Pada periode 2002-2004 pertumbuhan ekspor produk barbahan baku susu Indonesia
adalah positif dan susu Indonesia mengalami peningkatan daya saing dari periode 2002-2004
ke periode 2004-2006, sehingga mendorong tingkat permintaan susu Indonesia (Lampiran
10).

Berdasarkan Lampiran 10 diketahui bahwa semua pasar tujuan yang dianalisis


mempunyai nilai efek komposisi komoditi 0 (nol). Hal ini dikarenakan pada tahun 2004
Indonesia belum melakukan ekspor susu ke pasar tujuan yang dianalisis, kecuali untuk
Amerika dan Arab Saudi yang mempunyai nilai efek komoditi negatif. Adapun nilai efek
distribusi pasar positif dicapai di Pasar Arab Saudi, sedangkan Amerika mempunyai nilai
negatif. Untuk daya saing, Indonesia mempunyai daya saing yang rendah untuk produk susu
di Pasar Amerika Serikat dan Arab Saudi. Hal ini ditunjukan oleh nilai efek daya saing yang
negatif pada periode analisis 2004-2006.

Daging. Untuk produk daging, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia mengalami peningkatan
pada setiap periode analisis. Peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh efek pertumbuhan
impor yang mendorong (Lampiran 11). Disamping itu, peningkatan ekspor juga didorong
oleh peningkatan dari efek komposisi komoditi pada periode 2004-2006.

Pada periode 2004-2006, untuk semua pasar tujuan yang dianalisis mempunyai nilai
efek komposisi komoditi yang negatif. Untuk efek distribusi pasar, nilai positif dicapai di
Pasar Uni Eropa, Afrika Selatan, India, Cina dan Arab Saudi, sedangkan di Pasar Amerika
Serikat dan Jepang mempunyai nilai negatif yang artinya kedua pasar tersebut merupakan

51
pasar yang relatif stagnan. Untuk Brazil dan Rusia mempunyai nilai 0 (nol) karena Indonesia
tidak melakukan ekspor produk daging ke negara tersebut pada periode analisis.

Berdasarkan Lampiran 11 juga diketahui bahwa produk daging Indonesia pada pasar
Uni Eropa, Afrika Selatan, India dan Cina mempunyai daya saing yang rendah sedangkan
pada Pasar Amerika Serikat, Jepang dan Arab Saudi, ekspor produk daging Indonesia
mempunyai daya saing yang relative meningkat.

Minuman Beralkohol. Untuk produk minuman beralkohol, ekspor Indonesia ke Pasar Dunia
mengalami peningkatan pada setiap periode analisis (Lampiran 12). Peningkatan tersebut
lebih disebabkan oleh dorongan dari pertumbuhan impor dunia. Disamping itu, juga didorong
oleh peningkatan permintaan terhadap minuman beralkohol dari Indonesai untuk periode
2004-2006.

Pada periode 2004-2006, untuk Pasar Jepang, Uni Eropa, Afrika Selatan, India dan
Arab Saudi mempunyai nilai efek komposisi komoditi yang positif. Adapun nilai efek
distribusi pasar positif dicapai di Pasar Amerika Serikat, Afrika Selatan, Cina dan Arab
Saudi, sedangkan pada Pasar Jepang, Uni Eropa dan India mempunyai nilai negatif.

Indonesia mempunyai daya saing yang rendah untuk produk minuman beralkohol
pada pasar Amerika, Jepang, Uni Eropa, Cina dan Arab Saudi. Hal ini ditunjukan oleh nilai
efek daya saing yang negatif pada periode analisis 2004-2006. Efek daya saing positif dapat
dicapai di pasar Afrika Selatan dan India.

4.4. Hasil Survei Lapangan

4.4.1. Dalam Negeri

Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari hasil survei lapangan diketahui
bahwa jenis usaha responden sebagian besar berperan sebagai eksportir sekaligus produsen
(77 persen). Sementara itu, yang hanya berperan sebagai eksportir adalah sebanyak 8 persen
dan sebagai produsen sebanyak 15 persen. Lebih lanjut, informasi yang diperoleh
menunjukan bahwa sebagian besar industri makanan olahan Indonesia menggunakan bahan
baku lokal. Penggunaan bahan baku lokal lebih dari 60 persen diungkapkan oleh 54 persen
responden. Adapun industri yang menggunakan 100 persen bahan baku lokal diungkapkan

52
oleh 38 persen responden. Namun demikian terdapat industri (8 persen responden) yang
menggunakan bahan baku impor lebih dari 80 persen (Gambar 4.3.).

Penggunaan bahan baku produksi responden Jenis usaha responden:


100% berbentuk PT dan berstatus PMDN
>80% IMPOR
8%
Produsen;
15%

Eksportir
100% LOKAL Eksportir; Produsen;
38% 8% 77%

>60% LOKAL
54%

Gambar 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Bahan Baku dan Jenis
Usaha

Dalam penggunaan informasi, berbagai media informasi yang ada umumnya


digunakan oleh seluruh responden. Sumber informasi dari pameran, internet dan badan
pengembangan ekspor nasional diungkapkan oleh 18 persen responden. Sementara itu,
informasi yang bersumber dari asosiasi eksportir dalam negeri, asosiasi importir negera
tujuan dan instansi pembina produksi diungkapkan oleh 15 persen responden. Namun
demikian, berdasarkan tingkat frekuensi penggunaan informasi pasar ekspor diketahui bahwa
internet merupakan sumber informasi yang sering digunakan oleh responden. Hal tersebut
diungkapkan oleh 37 persen responden. Sumber informasi lainnya yang juga sering
digunakan oleh responden adalah pameran (diungkapkan oleh 22 persen responden), asosiasi
eksportir dalam negeri (17 persen), badan pengembangan ekspor nasional (15 persen) dan
asosiasi importir luar negeri (9 persen).

53
Sumber informasi pasar ekspor yang sering digunakan responden

22%
Pameran

37%
Internet

Instansi pembina produksi 0%

15%
BPEN

9%
Asosiasi Importir LN

17%
Asosiasi Eksportir DN

Gambar 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi


Pasar yang Digunakan

Terkait dengan informasi yang dibutuhkan, terungkap bahwa berbagai informasi


dibutuhkan oleh responden. Informasi yang dibutuhkan oleh responden tersebut mencakup
informasi 1) market sizes, segment and development; 2) market restriction (standar and
legislation); market players (domestic and foreign); 3) product (characterictics,
development, innovation); 4) price (ritel, wholesale, industry, profit margin); and 5)
packaging/label. Distribusi responden untuk setiap jenis informasi tersebut disajikan pada
Gambar 4.5.

Informasi yang sangat dibutuhkan oleh responden

Market sizes, segments, and 14%


development

Market restrictions (standard & 9%


legislation)

Market players (domestic & 14%


foreign)

Products (characteristics, 18%


development, innovation)

Prices (ritel, wholesale, industry, 18%


profit margin)

Packaging/Label 27%

Gambar 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Informasi


Pasar yang Dibutuhkan
Sementara itu, terkait pengembangan ekspor diketahui bahwa 28 persen responden
mengungkapkan pengembangan pasar baru sebagai hal yang sangat penting dalam
pengembangan ekspor. Lebih lanjut hal yang dianggap sangat penting terkait pengembangan

54
ekspor adalah memelihara pasar yang sudah ada diungkapkan oleh 61 persen responden.
Informasi lebih rinci terkait dengan hal-hal penting untuk pengembangan ekspor disajikan
pada Gambar 4.6.

Faktor penting dalam pengembangan pasar ekspor menurut responden

28%
Pengembangan pasar baru

11%
Perluasan segmen pasar

61%
Memelihara pasar yang ada

Gambar 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Hal Penting untuk


Pengembangan Ekspor

Untuk faktor-faktor yang dinilai menghambat oleh responden dalam pengembangan


usaha disajikan pada Gambar 4.7. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa biaya listrik
yang makin mahal, biaya BBM, ketersediaan bahan baku dalam negeri, ketersedian bahan
baku impor dan biaya bahan baku sebagai faktor–faktor yang dinilai sangat menghambat
produksi.

Faktor penghambat produksi menurut responden

Ketersediaan bahan baku dari dalam negeri 7%

Ketersediaan bahan baku dari impor 7%

Ketersediaan tenaga kerja terampil 5%

Biaya bahan baku yang makin mahal 13%

Biaya tenaga kerja yang makin mahal 12%

Biaya listrik yang makin mahal 13%

Biaya BBM yang makin mahal 13%

Peraturan Pemda yang memberatkan 12%

Pungutan oleh oknum Pemda 10%

Pemanfaatan dan penguasaan tehnologi 8%

Gambar 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Penghambat Produksi

55
Penilaian responden untuk faktor permasalahan internal yang dihadapi perusahaan
ditunjukan pada Gambar 4.8. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa pasokan bahan
baku, kualitas, mitra dagang sulit dicari, terbatasnya komponen pendukung, kontinuitas
pengiriman barang dan harga bersaing sebagai faktor–faktor internal yang dinilai bermasalah
oleh responden.

Permasalahan internal yang dihadapi perusahaan menurut responden

21%
Rendahnya produktivitas

Pasokan bahan baku 37%

11%
Pemenuhan kualitas sesuai permintaan

Persaingan harga 11%

Kesulitan mencari pembeli di luar negeri 11%

Kontinuitas pengiriman barang 11%

Gambar 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Permasalahan Internal

Penilaian responden terkait faktor-faktor keunggulan negara pesaing ditunjukan pada


Gambar 4.9. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa harga yang lebih murah, promosi
yang lebih efektif dan mendapat fasilitas dari pemerintahnya sebagai faktor-faktor
keunggulan produk negara pesaing yang dinilai sangat penting oleh sebagian besar
responden. Untuk faktor keunggulan lainnya yang juga cukup dominan diungkapkan oleh
responden adalah kualitas yang lebih baik, kemasan yang lebih menarik, kontinuitas supply
yang terjamin, dan ketepatan waktu pengiriman.

Faktor keunggulan produk dari negara pesaing menurut responden

17%
Harga yang lebih murah

15%
Kualitas yang lebih baik

17%
Kemasan yang lebih menarik

Promosi yang lebih intensif


17%

Memperoleh f asilitas dari 17%


pemerintahnya

Kontinuitas suplai yang terjamin 17%

56
Gambar 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Keunggulan Produk
Negara Pesaing
Penilaian responden terkait kebijakan pemerintah yang harus dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas ditunjukan pada Gambar 4.10. Berdasarkan gambar tersebut
diketahui bahwa insentif pajak, perbaikan infrastruktur, perbaikan kebijakan ketenagakerjaan
dan fasilitas tarif bahan baku sebagai kebijakan yang dinilai sangat prioritas oleh sebagian
besar responden.

Prioritas kebijakan yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan


produktivitas menurut responden

Perbaikan infrastruktur 13%

Penyediaan utilitas (Gas, Listrik, Air) 12%

Ketersediaan transportasi 12%

Meminimumkan pungli 12%

13%
Pemberian fasilitas tarif bahan baku impor

Pembinaan produksi 12%

Perbaikan kebijakan ketenagakerjaan 13%

13%
Insentif pajak

Gambar 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan


Peningkatan Produktivitas

Penilaian responden terkait kebijakan pemerintah yang harus dilakukan untuk


peningkatan SDM ditunjukan pada Gambar 4.11. Berdasarkan gambar tersebut diketahui
bahwa pengembangan sistem informasi dan teknologi sebagai kebijakan yang dinilai sangat
prioritas oleh sebagian besar responden. Untuk kebijakan prioritas lainnya yang juga cukup
dominan diungkapkan oleh responden adalah peningkatan kompetensi SDM ekspor-impor
dan perbaikan kesejahteraan SDM ekspor-impor.

57
Kebijakan Pemerintah yang sangat prioritas untuk meningkatkan SDM dalam
rangka peningkatan ekspor menurut responden

33%
Peningkatan Kompetensi SDM

22%
Peningkatan Kesejahteraan SDM

Pengembangan Sistem Informasi 44%


dan Teknologi

Gambar 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Peningkatan SDM

Penilaian responden terkait kebijakan pemerintah yang harus dilakukan untuk


mendorong ekspor ditunjukan pada Gambar 4.12. Berdasarkan gambar tersebut diketahui
bahwa membangun image produk Indonesia, aktif dalam pameran dan trade mission dan
revitalisasi badan promosi ekspor merupaka kebijakan yang dinilai sangat prioritas untuk
mendorong ekspor oleh sebagian besar responden.

Prioritas kebijakan pemerintah dalam mendorong ekspor menurut responden

Peningkatan kompetensi SDM 12%

Peningkatan kemampuan ekspor perusahaan 12%

Membangun image produk Indonesia 23%

Revitalisasi badan promosi ekspor 19%

Kemitraan dg KADIN & Asosiasi Pengusaha 4%

Pemanfaatan bantuan LN & DN 9%

Aktif dlm pameran & trade mission 22%

Gambar 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan Mendorong Ekspor


Lebih lanjut, berdasarkan berbagai sumber literatur diketahui beberapa permasalahan
yang masih dihadapi oleh industri makanan olahan dalam negeri adalah a) masih banyaknya
ekspor dalam bentuk produk primer hasil pertanian seperti CPO, biji kakao, mete dan lain-
lain; b) Pemanfaatan (utilisasi) industri masih belum optimal (rata-rata 50%) sebagai dampak

58
adanya kekurangan bahan baku; c) Pengolahan produk pasca panen masih dilakukan secara
tradisional sehingga mempengaruhi mutu produk industri makanan; d) tingginya suku bunga
dan kurangnya dukungan permodalan; e) terbatasnya industri pendukung terutama mesin,
peralatan dan kemasan; f) belum berkembangnya kesamaan persepsi mengena otonomi
daerah sehingga iklim usaha cenderung kurang kondusif dan kebijakan di daerah menjadi
beragam; g) masih rendahnya nilai tambah dan mutu produk berbasis SDA; h) Indonesia
belum terintegrasi dalam production network/supply chain (industri hulu-industri
manufaktur-industri hilir); h) produk makanan olahan Indonesia banyak yang belum
memenuhi standar dan labelling di negara tujuan; dan i) produk makanan olahan belum
memiliki pangsa pasar yang kuat di pasar dunia; dan j) struktur biaya pada industri makanan
di Indonesia masih terlalu tinggi.

Sementara itu, permasalahan yang dihadapi oleh industri makanan olahan dalam
melakukan ekspor adalah:

1) Tarif bea masuk yang bervariasi di negara tujuan ekspor berdasarkan jenis produk;
2) Meningkatnya issue global seperti issue lingkungan, food safety, dan sanitary and
phytosanita (SP) sebagai hambatan teknis (Technical Barriers to Trade);
3) Munculnya negara pesaing seperti Cina, Taiwan, Thailand, Vietnam dan Malaysia;
4) Tuntutan pasar dunia terhadap produk-produk yang aman dikonsumsi dan akrab
lingkungan yang semakin besar;
5) Meningkatnya penolakan produk makanan yang diekspor ke beberapa negara karena
adanya kontaminasi fisik, biologi/mikrobiologi, kimia dan lingkungan;
6) Sulitnya memasuki pasar ASEAN karena produk serupa dari ASEAN kualitasnya lebih
baik dan harganya lebih murah. Di samping itu, banyaknya perusahaan multinasional
yang membuka pabrik di ASEAN.
Adapun beberapa peluang yang dapat diidentifikasi berdasarkan hasil analisis adalah
(1) pertumbuhan impor dunia untuk produk makanan olahan yang cenderung akan terus
terjadi sebagai konsekuensi peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi dunia;
(2) adanya kesepakatan WTO yang mendorong penghapusan berbagai bentuk hambatan
perdagangan baik dalam bentuk tarif maupun non-tarif akan membuka kesempatan untuk
meningkatkan ekspor ke berbagai negara tujuan; dan (3) masih relatif terbukanya pasar tujuan
ekspor baru bagi produk makanan olahan Indonesia, seperti pasar Timur Tengah.

59
4.4.2. Luar Negeri
a) Jepang
o Ketentuan Jepang yang mengatur keamanan produk makanan (food safety) sangat
ketat dan kompleks. Ketentuan tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dari
produk makanan impor yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.
o Ketentuan food safety yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang memperoleh
dukungan dari masyarakatnya.
o Menurut persepsi konsumen Jepang bahwa produk makanan impor memiliki
ketidakamanan yang tinggi terhadap kesehatan.
b) Korea
o Produk Makanan Olahan Indonesia di Korea di konsumsi terutama oleh orang
Indonesia yang bermukim disana selain diminati pula oleh konsumen asal Malaysia,
Thailand, Vietnam, dan sedikit warga setempat.
o Beberapa Produk makana olahan Indonesia kurang memenuhi persyaratan standar
Korean Food Drug Administration (KFDA).
o Beberapa Produk yang sudah memenuhi KFDA merupakan produk dengan modifikasi
bahan seperti tidak menggunakan siklamat, MSG, dan CMC thickening agent.
o Produk Kopi Three in One produk nestle yang laku merupakan produk dari Vietnam.
o Akan dilakukan kerjasama untuk pengembangan produk pure mengkudu dari
Indonesia.
c) Vietnam
o Produk-produk makanan olahan yang paling banyak diimpor oleh Vietnam meliputi
produk-produk yang masuk dalam kategori HS 15 (Animal,vegetable fats and oils,
cleavage products, etc), 08 (Edible fruits, nuts, peel of citrus fruit, melons), HS 03
(Fish, crustaceans, molluscs, aquatic invertebrates nes), HS 09 (Coffee, tea, mate and
spices), HS 24 (Tobacco and manufactured tobacco substitutes) dan HS 21
(Miscellaneous edible preparations).
o Ekspor Indonesia untuk produk 0910 (Ginger, saffron, turmeric, thyme, bay leaves &
curry) dan 0901 (coffee) yang saat ini pangsa pasarnya di Vietnam hanya mencapai
7.64% dan 0%.
o Peluang lain adalah untuk produk yang masuk dalam kategori HS 21 (Miscellaneous
edible preparations) dan HS 24 (Tobacco and manufactured tobacco substitutes)
terutama untuk produk-produk yang masuk dalam kelompok 2103 (sauces mixed

60
condimants&mixed seasonings), 2105 (ice cream), 2104 (soups, broths&preparations
thereof), dan 2102 (yeast) yang pangsa pasarnya di Vietnam relatif kecil bahkan nol.
o Importir makanan olahan dari Indonesia masih kalah dibanding produk dari Thailand,
Vietnam, Malaysia, dan China produk terutama dalam hal kemasan.
o Produk Indonesia sangat sedikit sekali yang memiliki produk makanan yang diolah
(less processed food product).
o Vietnam memberikan beberapa insentif bagi investor yang mengembangkan usahanya
di Vietnam.

d) Uni Eropa
Secara umum, Uni Eropa merupakan Negara tujuan ekspor penting bagi tiga produk yang
dihasilkan oleh negara berkembang yaitu kopi, teh, dan cokelat.

Kopi. Total konsumsi kopi di Uni Eropa sebesar 2,5 juta ton, dengan rata-rata konsumsi
perkapita sebesar 5 kg per tahun (2006). Konsumen utama kopi Uni Eropa adalah Jerman,
Italia dan Prancis (+50 % total konsumsi kopi Uni Eropa). Dengan mengambil pasar bersama
yang organic dan jujur mereka dapat mewakili 2 persen dari total pasar kopi. Antara tahun
2002 dan 2006, nilai impor kopi meningkat 14% per tahun, dan volumenya meningkat 3%,
sebesar 6,3 milyar euro/3,3 juta ton pada tahun 2005. Jerman merupakan Negara importir
utama Uni Eropa, diikuti oleh Prancis, Italia dan Belgia. Pada umumnya impor datang
langsung dari negara berkembang, penyuplai utama adalah Brazil dan Vietnam, dengan
impor langsung sebesar 67% dari nilai dan 80% dari volume total impor.

Teh. Tahun 2006, jumlah konsumsi teh di Uni Eropa sebesar 243,3 ribu ton, sekitar 135,4
ribu ton dikonsumsi oleh masyarakat Inggris (International Tea Committee, 2008), disusul
Polandia, Jerman, Prancis, Irlandia, dan Belanda. Konsumsi teh perkapita yang terbesar ada
di Negara Irlandia dan Inggris. Secara umum konsumsi teh di UE mengalami penurunan,
namun demikian konsumsi teh hijau mengalami peningkatan. Impor teh yang masuk ke Uni
Eropa menurun setiap tahun sejak tahun 2002 hingga 2006. Periode 2004-2006 impor sebesar
801 juta euro/336 ratus ton. Kecuali Belanda, impor oleh negara pengkonsumsi utama di Uni
Eropa mengalami penurunan. Bagaimanapun, impor negara-negara Eropa Timur, Eropa
Selatan dan Eropa Tengah menunjukkan perkembangan yang jauh lebih baik. Lebih dari 60%
impor teh Uni Eropa bersumber langsung dari Uni Eropa, kemudian diekspor kembali oleh

61
negara-negara Uni Eropa. Impor teh hitam menunjukkan penurunan, sedangkan impor teh
hijau meningkat.

Cokelat. Negara anggota Uni Eropa yang utama mengkonsumsi cokelat adalah Belanda dan
Jerman. Negara lain yang mempengaruhi peningkatan konsumsi cokelat adalah Prancis dan
Inggris. Pada tahun 2005/ 2006 konsumsi cokelat di Uni Eropa sebesar 1,4 juta ton,
meningkat 3% per tahun sejak tahun 2001/2002. Negara konsumen terbesar adalah Jerman,
Prancis dan Inggris. Produk coklat sangat terkenal di Belgia, Jerman, Irlandia, Inggris dan
Austria, masing-masing memiliki konsumsi 8 kg per kapita atau lebih tinggi dari tahun 2005.
Pada tahun yang sama, konsumsi total sebesar 2,4 juta ton dan diperkirakan akan terus
mengalami peningkatan. Share produksi cokelat terhitung masih kecil dibanding dengan total
pasarnya, tapi share ini diyakini akan meningkat secara cepat. Baik dari sisi nilai maupun
volume, impor negara Uni Eropa terhadap biji coklat, pasta coklat dan coklat bubuk menurun
pada periode 2002-2006, khusunya coklat bubuk, sebesar 2,1 miliyar euro, 565 juta euro dan
294 juta euro pada tahun terakhir. Impor mentega coklat meningkat menjadi sebesar 1,3
milyar euro. Belanda, Jerman, Belgia dan Prancis merupakan Negara importir utama biji
coklat dan produk-produk turunannya. Hampir 90% dari impor biji coklat yang asli berasal
dari negara berkembang. Impor bubuk coklat lebih banyak dan meningkat dengan cepat dari
Negara-negara Uni Eropa.

62
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

5.1. Kesimpulan

Industri makanan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki kontribusi
penting dalam perekonomian Indonesia, baik dalam pembentukan PDB, ekspor dan
penciptaan lapangan kerja, maupun pendukung bagi perkembangan sektor industri lainnya.
Peranan industri makanan (termasuk minuman dan tembakau) dalam pembentukan PDB pada
tahun 2007 sekitar 7% dengan nilai Rp. 136,7 triliun atau tumbuh 5% dibandingkan dengan
tahun 2006. Di bidang ekspor, produk makanan olahan merupakan komoditi yang potensial
untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan ekspor non migas. Nilai ekspor produk
makanan olahan pada tahun 2007 mengalami peningkatan 14,7%, dari US$ 1,96 miliar pada
tahun 2006 menjadi US$ 2,25 miliar. Jumlah usaha dalam industri ini di Indonesia mencapai
sekitar 916 ribu unit usaha dengan melibatkan sekitar 3,5 juta tenaga kerja. Trend
pertumbuhan impor makanan dunia yang tinggi (12%) tidak dibarengi dengan pertumbuhan
ekspor makanan olahan Indonesia (5%). Pangsa pasar produk makanan olahan Indonesia
yang masih relatif rendah (0,7%) di pasar internasional. Hasil kajian pengembangan ekspor
produk olahan sebagaimana diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan sebagai
berikut:

1. Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode yang dikembangkan ITC dalam


menentukan industri prioritas pengembangan ekspor diperoleh hasil sebagai berikut:

 Prioritas tinggi : produk ikan, teh dan tembakau

 Prioritas sedang: produk gula, coklat, kopi, sereal, sayur dan buah

 Prioritas rendah: produk susu, daging dan minuman beralkohol

Hasil analisis tersebut sudah memperhitungkan dimensi ekspor, impor dan pasar dunia
serta dimensi produksi dan sosial ekonomi. Hasil tersebut sekaligus mempertimbangkan
faktor keberlanjutan ekspor produk pada masa yang akan datang.

2. Daya saing produk makanan olahan prioritas tinggi Indonesia mengalami penurunan di
pasar internasional :

63
 Produk ikan menurun di semua pasar yang dianalisis dan memiliki peluang pasar di
Brazil dan India, namun tingkat tarif relatif tinggi (35,5%).

 Produk teh memiliki daya saing tinggi di pasar Jepang dan India, namun permintaan
di negara tersebut sudah levelling off. Permintaan pasar di Amerika Serikat, Rusia,
China, Arab Saudi dan Afrika masih tinggi, serta pengembangan ekspor ke pasar
Brazil cukup potensial.

 Daya saing produk tembakau menurun di semua pasar yang dianalisis kecuali pasar
Afrika. Permintaan pasar impor di Jepang, Brazil, Rusia, China dan Arab Saudi masih
memiliki potensi untuk dimanfaatkan.

3. Peluang dan hambatan ekspor yang dihadapi setiap produk memiliki kesamaan di banyak
negara tujuan, namun setiap produk juga memiliki keunikan masing-masing yang tidak
dapat digeneralisasi. Untuk itu, promosi harus dilakukan secara terarah dan tepat sasaran,
apakah suatu produk dipromosikan untuk mempertahankan pasar atau membuka peluang
pasar baru.

5.2. Implikasi Kebijakan

Perumusan strategi dan kebijakan pengembangan pasar eskpor merupakan satu hal
yang sangat penting untuk dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekspor produk makanan
olahan. Perumusan strategi harus didasarkan suatu pendekatan yang bersifat komprehensif
dan menyeluruh dalam menangkap berbagai fenomena yang terjadi. Perumusan strategi dan
kebijakan yang akan diuraikan pada bagian berikut merupakan hasil analisis dari berbagai
temuan dari kajian yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu.

5.2.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan Umum


Berdasarkan kesimpulan dari analisis ITC, CMSA dan persepsi pelaku usaha maka
strategi dan kebijakan umum yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong ekspor
produk makanan olahan Indonesia adalah:
1) Peningkatan ketersediaan pasokan bahan baku lokal melalui peningkatan produksi dan
produktivitas sektor/industri penyedia bahan baku dan mendorong pengembangan
industri pendukung lainnya;
2) Peningkatan efisiensi industri untuk menekan biaya produksi akibat kenaikan harga
BBM dan listrik;

64
3) Peningkatan ketersediaan infrastruktur utama (listrik, air, gas, jalan dan sistem teknologi
informasi) untuk mengurangi biaya ekonomi tinggi serta pemberian insentif yang dapat
mendorong produktivitas dan daya saing industri;
4) Pengembangan pasar baru yang potensial di luar Jepang dan Amerika Serikat (seperti:
timur tengah) melalui peningkatan promosi ekspor;
5) Mempertahankan kerjasama dengan mitra dagang dan mengembangkan jejaring untuk
memperluas mitra dagang di negara tujuan ekspor; dan
6) Peningkatan kualitas produk diiringi dengan brand image development produk nasional
di pasar internasional.

5.2.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan Spesifik Komoditi


Hasil kajian menunjukan bahwa peluang dan hambatan yang dihadapi masing-masing
industri makanan olahan Indonesia memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu tetapi juga
memiliki keunikan masing-masing yang tidak dapat digeneralisasikan. Oleh karena itu, pada
bagian berikut akan diuraikan rumusan strategi dan kebijakan untuk masing-masing produk
industri makanan olahan Tabel 5.1. sampai dengan Tabel 5.3.

65
Tabel 5.1. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Tinggi

66
Tabel 5.2. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Sedang

67
Tabel 5.3. Rumusan Strategi dan Kebijakan untuk Produk Prioritas Rendah

68
DAFTAR PUSTAKA

Bailey, K. D. 1982. Method of Social Research. The Free Press. London.

Biro Pusat Statistik. 2000-2007. Ekspor Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

Biro Pusat Statistik. 2000-2007. Impor Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

Chacholiades, M. 1997. International Trade Theory and Policy. Mc Graw-Hill Inc.


Singapore.

Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.

ITC, 2007. The Trade Performance Index. Technical Note. Marker Analysis Section. ITC.
Geneva, Switzerland.

Jaya, W.K., 2001. Krugman, P. R. dan Obstfeld, M. 2004. Ekonomi Internasional, Teori dan
Kebijakan. Edisi Kelima. Jilid 1. PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.

Kindleberger,C. P. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Ke-8. Erlangga: Jakarta.

Kustanto, H. 1999. Sistem Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan pada


Kawasan Andalan: Studi Kasus di Kawasan Ciamis, Jawa Barat. [tesis]. PPS-IPB.
Bogor.

Leamer, E dan Stern. 1970. International Economic Relation – Mathematical Models. Allyn
and Bacon, Boston.

Lindert, P.H & C.P. Kendleberger. 1995. Ekonomi Internasional. Edisi Kedelapan.
Penerjemah Burhanuddin Abdullah. Jakarta: Erlangga.

Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi Kelima. Penerjemah Imam Nurmawan.


Erlangga. Jakarta.

Marimin, 2005. Tehnik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT


Gramedia Widia Sarana Indonesia. Jakarta.

Mulyono, S. 1996. Teori Pengambilan Keputusan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi-UI.


Jakarta.

Paulmier, T, 2006. Trade Development Strategies: ITC Method and Approaches.


International Trade Centre UNCTAD/WTO (ITC). Geneva, Switzerland.

Perdagangan, Atase. 2008. Sekilas Ketentuan Impor Beberapa Komoditi Pertanian Dan
Kehutanan Di Jepang. Tokyo: Kedutaan Besar Republik Indonesia.
Poplin, D. E. 1979. Communities: a Survey of Theories and Methods of Research. Macmillan
Publishing Co. Inc. New York.

Porter, E. Michael. 1994. Competitive Advantage of Nations. The Macmillan Press. Ltd.
Hampshire, UK.

Saaty, T. L. 1988. Decision-Making for Leaders. The Analytical Hierarchy Process for
Decisions in Complex World. University of Pittsburgh. Pittsburgh.

Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Haris Munandar [Penerjemah]. Erlangga,


Jakarta.

Tambunan, T.H. Tulus. 2001. Industrialisasi Di Negara sedang Berkembang :kasus


Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta.

TRADE of Cambodia’s Ministry of Commerce dan UNDP Cambodia. 2007. Cambodia’s


2007 Trade Integration Strategy. Phnom Penh.

United Nations Statistic Division. 2006. Commodity Trade. www.comtrade.un.org. [20


September 2008].

United Nations Comodity Trade (COMTRADE) Statistical Database. 2002, 2004, 2005,
2006, 2007. http://unstat.un.org/unsd/comtrade. [diakses 13 September -Oktober
2008].

Von Wright, G.H. 1979. Two Traditions in Social Research: Principles and Procedures.
Longman and The Open Univ. Press. New York.

World Integrated Trade Solution (WITS). 2008.

World Trade Organization. 2006. World Trade Report. World Trade Organization,
Switzerland.

Bisnis Indonesia. www.bisnisindonesia.com

CBI Market. 2008. Information Database. www.cbi.eu

Darmawan, Thomas. Indonesian Market Outlook 2008 – Asosiasi. www.apfood-indo.com.

Republika. www.republika.com

Tambunan, Tulus. 2006. Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dan Permasalahannya.
http://www.kadin-indonesia.or.id [16 September 2008]
Lampiran 1. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Ikan Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 174629839.8 12018649.6 12018649.6 12018649.6 12018649.6 12018649.6 12018649.6 12018649.6 12018649.6 12018649.6
Dunia
Efek Komposisi
27592647.2 -65573.1 -54642.1 -22967.6 0.0 0.0 -192.3 0.0 -4170.7 -721.5
Komoditi
Efek Distribusi
-128161.3 -223795.4 205546.1 0.0 0.0 11973.1 0.0 -8836.3 23059.6
Pasar
Efek Daya Saing -60599.7 -813044.7 -625304.8 -534018.7 0.0 217.3 -15106.1 100.7 -57117.4 -34378.3
Total Perubahan 202161887.3 11011870.6 11114907.3 11667209.5 12018649.6 12018866.9 12015324.3 12018750.3 11948525.2 12006609.5
2004-2006
Efek
Perdagangan 94121822.0 7789685.8 7789685.8 7789685.8 7789685.8 7789685.8 7789685.8 7789685.8 7789685.8 7789685.8
Dunia
Efek Komposisi
2374032.1 586978.0 189827.0 211108.9 0.0 1003.9 0.0 465.2 9203.8 2012.1
Komoditi
Efek Distribusi
-207375.8 32104640.6 115115.4 0.0 5302.2 0.0 3001.3 85960.6 5850.2
Pasar
-
Efek Daya Saing 51297.5 -2563705.5 33024017.3 -1134661.8 0.0 -10334.7 0.0 -4973.0 -121005.6 -15073.7
Total Perubahan 96547151.7 5605582.4 7060136.1 6981248.3 7789685.8 7785657.1 7789685.8 7788179.2 7763844.5 7782474.4

70
Lampiran 2. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Teh Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 97788504.5 3045058.3 3045058.3 3045058.3 3045058.3 3045058.3 3045058.3 3045058.3 3045058.3 3045058.3
Dunia
Efek Komposisi
-90907312.9 -14055.1 -4035.7 -70286.2 0.0 -31870.1 -9218.2 -177.9 -719.4 -75.6
Komoditi
Efek Distribusi
-61363.4 -34164.2 -408391.9 0.0 -11079.4 -19957.5 6924.2 -9011.6 -206.0
Pasar
Efek Daya
12378.7 -102813.1 -12955.2 -412227.0 0.0 -358042.1 -89378.3 -9063.9 519.0 -707.5
Saing
Total Perubahan 6893570.3 2866826.7 2993903.2 2154153.2 3045058.3 2644066.7 2926504.3 3042740.7 3035846.2 3044069.2
2004-2006
Efek
Perdagangan -14053905.9 2253650.7 2253650.7 2253650.7 2253650.7 2253650.7 2253650.7 2253650.7 2253650.7 2253650.7
Dunia
Efek Komposisi
5330343.9 -23047.0 -6695.3 -116660.8 0.0 -63698.7 -9091.2 -66.2 -856.6 -14.0
Komoditi
Efek Distribusi
149116.9 -39294.8 -101230.1 0.0 126859.9 -65072.1 359.8 1723.4 171.1
Pasar
Efek Daya
15547.9 -236557.9 12839.4 -342440.1 4.0 -373071.4 29636.6 -352.2 -5031.8 -218.6
Saing
Total Perubahan -8708014.1 2143162.7 2220500.0 1693319.7 2253654.8 1943740.5 2209124.1 2253592.1 2249485.7 2253589.3

71
Lampiran 3. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Tembakau Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 116867058.5 8055561.1 8055561.1 8055561.1 8055561.1 8055561.1 8055561.1 8055561.1 8055561.1 8055561.1
Dunia
Efek
Komposisi 6560840.7 -115033.5 -12308.4 -450962.9 -2703.5 -30535.6 -289.5 -541.5 -2647.3 -430.9
Komoditi
Efek Distribusi
-228099.0 -8962.4 369404.4 -9965.7 -54321.4 3987.1 11.8 1490.7 3147.0
Pasar
Efek Daya
44132.7 26388.1 -12071.4 -1179033.5 4927.9 690.1 -4530.7 -993.9 -5756.0 -3910.6
Saing
Total
123472031.9 7738816.6 8022218.9 6794969.1 8047819.7 7971394.1 8054728.0 8054037.4 8048648.5 8054366.5
Perubahan
2004-2006
Efek
Perdagangan 18181710.3 6396318.8 6396318.8 6396318.8 6396318.8 6396318.8 6396318.8 6396318.8 6396318.8 6396318.8
Dunia
Efek Komposisi
9584350.0 -200975.3 -29256.7 -521424.9 -525.2 -52117.9 0.0 -485.4 -9946.1 -639.4
Komoditi
Efek Distribusi
-24593.9 33160.8 -21784.6 1800.0 55719.4 0.0 1893.2 4994.7 -1227.6
Pasar
Efek Daya
56054.1 -22300.1 -37460.5 -92254.8 -1734.0 -65682.4 5.8 -1495.2 -6954.2 1193.4
Saing
Total
27822114.5 6148449.5 6362762.4 5760854.5 6395859.6 6334238.0 6396324.6 6396231.4 6384413.2 6395645.2
Perubahan

72
Lampiran 4. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Gula Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 131643720.7 2163126.3 2163126.3 2163126.3 2163126.3 2163126.3 2163126.3 2163126.3 2163126.3 2163126.3
Dunia
Efek Komposisi
-1628861.4 -30573.1 -16484.9 -34903.5 -161.2 -8337.7 -2292.1 -7741.1 -14900.8 -900.1
Komoditi
Efek Distribusi
-37191.8 -25166.6 83256.1 -583.5 -63638.7 504844.3 -4586.0 -123332.0 30911.3
Pasar
Efek Daya Saing 4041.4 -74824.0 -34672.5 -207936.4 -22.3 33362.8 -509999.1 -23783.1 70486.4 -33087.9
Total Perubahan 130018900.7 2020537.4 2086802.4 2003542.6 2162359.4 2124512.8 2155679.5 2127016.2 2095380.0 2160049.7
2004-2006
Efek
Perdagangan 128456365.7 1622177.8 1622177.8 1622177.8 1622177.8 1622177.8 1622177.8 1622177.8 1622177.8 1622177.8
Dunia
Efek Komposisi
-503390.1 51015.3 36923.4 112134.1 14.0 18497.0 58421.4 12802.5 54309.1 20381.0
Komoditi
Efek Distribusi
35875.0 -256224.7 -146072.8 -7.0 45503.2 -434955.7 37266.1 1510846.8 -23366.2
Pasar
-
Efek Daya Saing 18242.6 -138367.3 181287.0 -84507.2 -22.4 -84311.1 311919.0 -63172.0
1621743.5
-19391.9
Total Perubahan 127971218.3 1570700.8 1584163.6 1503731.9 1622162.5 1601866.9 1557562.5 1609074.4 1565590.2 1599800.7

73
Lampiran 5. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Coklat Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 155529418.0 7146274.2 7146274.2 7146274.2 7146274.2 7146274.2 7146274.2 7146274.2 7146274.2 7146274.2
Dunia
Efek Komposisi
-6546054.1 458044.9 43744.6 864165.7 27885.9 31438.2 15221.5 12846.2 1114.8 50747.1
Komoditi
Efek Distribusi
120834.4 -42006.5 334.8 -187000.2 -5280.9 -50476.2 30013.6 852.5 308681.8
Pasar
- -
Efek Daya Saing 8106.8
1922665.7
-132033.7
3435469.7
74915.8 -121396.5 -10164.5 -78285.0 -5286.9 -509336.9
Total Perubahan 148991470.7 5802487.8 7015978.5 4575305.0 7062075.6 7051035.0 7100855.0 7110849.0 7142954.5 6996366.2
2004-2006
Efek
Perdagangan 42375183.5 4734484.6 4734484.6 4734484.6 4734484.6 4734484.6 4734484.6 4734484.6 4734484.6 4734484.6
Dunia
Efek Komposisi
3813256.6 -157024.5 -9228.1 -191114.9 -2531.1 -1926.9 -2972.1 -11061.2 -237.4 -14368.9
Komoditi
Efek Distribusi
-371379.6 -10018.0 -57883.9 28868.8 9542.9 42953.4 19949.4 3208.7 255068.2
Pasar
Efek Daya Saing 38361.4 -403929.1 -33973.3 -879015.1 -40442.3 -19744.5 -57200.2 -76591.6 -4442.8 -329409.8
Total Perubahan 46226801.5 3802151.3 4681265.2 3606470.6 4720380.0 4722356.1 4717265.6 4666781.1 4733013.0 4645774.1

74
Lampiran 6. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Kopi Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 26956932.4 516470.9 516470.9 516470.9 516470.9 516470.9 516470.9 516470.9 516470.9 516470.9
Dunia
Efek Komposisi
14465633.1 227.0 2933.2 1257.3 0.0 0.0 1013.0 39.2 91.9 0.0
Komoditi
Efek Distribusi
-756.4 -11756.7 1795.3 0.0 0.0 -5888.1 904.3 509.9 0.0
Pasar
Efek Daya Saing -122550.7 -1053.8 -11817.0 -11522.2 0.0 26.4 -2368.0 -1153.1 -914.5 0.0
Total Perubahan 41300014.7 514887.7 495830.4 508001.2 516470.9 516497.3 509227.8 516261.4 516158.2 516470.9
2004-2006
Efek
Perdagangan 14830599.4 488563.5 488563.5 488563.5 488563.5 488563.5 488563.5 488563.5 488563.5 488563.5
Dunia
Efek Komposisi
2590931.9 350.6 2918.7 4566.0 0.0 231.8 0.0 621.5 3024.5 0.0
Komoditi
Efek Distribusi
-508.5 -9068.2 923.7 0.0 126.8 0.0 6054.2 -3994.7 0.0
Pasar
Efek Daya Saing -1446.6 -420.4 1899.7 -14966.0 0.0 -837.3 0.0 -7725.7 -5143.4 57.9
Total Perubahan 17420084.6 487985.2 484313.7 479087.1 488563.5 488084.8 488563.5 487513.6 482449.9 488621.4

75
Lampiran 7. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Sereal Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 328165870.4 3298058.3 3298058.3 3298058.3 3298058.3 3298058.3 3298058.3 3298058.3 3298058.3 3298058.3
Dunia
Efek Komposisi
3546869.8 64543.5 28539.8 85420.9 0.0 195.9 1212.9 1137.6 9346.4 1589.5
Komoditi
Efek Distribusi
-104110.0 -28929.0 80543.4 0.0 295.1 -5751.3 8005.9 21123.9 7449.1
Pasar
Efek Daya Saing 23551.4 -205221.8 -108664.5 -496381.2 1.4 -1094.3 -100.7 -9813.1 -67304.7 -14426.6
Total Perubahan 331736291.6 3053270.1 3189004.6 2967641.3 3298059.7 3297454.9 3293419.1 3297388.6 3261223.8 3292670.3
2004-2006
Efek
Perdagangan 91518205.4 2854585.0 2854585.0 2854585.0 2854585.0 2854585.0 2854585.0 2854585.0 2854585.0 2854585.0
Dunia
Efek Komposisi
2092875.0 -61679.2 -24135.6 -56750.0 -5.5 -725.4 -1007.8 -15147.6 -3579.6 -3988.9
Komoditi
Efek Distribusi
124652.5 -82003.8 -1834.3 -36.5 5045.2 -2315.9 121850.6 5384.6 14668.1
Pasar
Efek Daya Saing 29951.2 -338035.5 -3290.8 -201769.3 15.4 -7836.2 -399.4 -178069.4 -17623.3 -29110.9
Total Perubahan 93641031.6 2579522.7 2745154.8 2594231.3 2854558.4 2851068.6 2850861.9 2783218.6 2838766.7 2836153.4

76
Lampiran 8. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Sayuran Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 199979064.1 1565550.8 1565550.8 1565550.8 1565550.8 1565550.8 1565550.8 1565550.8 1565550.8 1565550.8
Dunia
Efek Komposisi
-3205658.3 -50949.8 -3221.0 -27340.2 0.0 -28.8 -1755.4 -4756.1 -3080.4 -6.5
Komoditi
Efek Distribusi
-73347.7 -6154.7 77173.7 0.0 30.2 -28523.2 -2231.5 15821.2 59.0
Pasar
Efek Daya Saing -19017.2 -328267.7 -14688.9 -299566.7 0.0 -210.9 14093.3 -36497.4 -40462.8 -111.0
Total Perubahan 196754388.6 1112985.6 1541486.2 1315817.5 1565550.8 1565341.3 1549365.5 1522065.8 1537828.8 1565492.3
2004-2006
Efek
Perdagangan 42967060.1 962575.5 962575.5 962575.5 962575.5 962575.5 962575.5 962575.5 962575.5 962575.5
Dunia
Efek Komposisi
2748338.4 -9540.9 -2793.6 -1804.0 0.0 -27.7 -43.3 -293.9 -403.3 -0.8
Komoditi
Efek Distribusi
-54154.0 -48497.0 -16988.4 0.0 2027.9 10820.3 6323.3 2345.4 52.6
Pasar
Efek Daya Saing 13558.6 -288260.7 -50917.3 -47842.4 4.0 -1815.6 -11613.5 -17141.1 -16060.3 -5.5
Total Perubahan 45728957.2 610619.9 860367.5 895940.7 962579.4 962760.2 961739.0 951463.8 948457.3 962621.8

77
Lampiran 9. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Buah-Buahan Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 351680760.5 5665754.7 5665754.7 5665754.7 5665754.7 5665754.7 5665754.7 5665754.7 5665754.7 5665754.7
Dunia
Efek Komposisi
2270226.4 -2479.7 -548.6 -4399.7 -110.7 -103.7 -47.0 -39.7 -69.7 -78.5
Komoditi
Efek Distribusi
-631596.3 -39761.4 411105.5 -54277.6 51374.0 28516.4 14839.5 -3244.6 154381.2
Pasar
-
Efek Daya Saing 26103.6 -510280.0 -211758.5
2439490.2
4024.7 -98507.8 -49644.0 -32185.6 -28331.2 -190522.0
Total Perubahan 353977090.5 4521398.6 5413686.2 3632970.3 5615391.1 5618517.2 5644580.1 5648368.8 5634109.1 5629535.4
2004-2006
Efek
Perdagangan 196543437.5 4252909.8 4252909.8 4252909.8 4252909.8 4252909.8 4252909.8 4252909.8 4252909.8 4252909.8
Dunia
Efek Komposisi
3780970.5 -99835.8 -25856.3 -168953.8 -6898.8 -6270.8 -3594.2 -4852.7 -4600.7 -3106.4
Komoditi
Efek Distribusi
-616.2 -113800.9 66642.7 218103.3 108318.9 596316.8 25913.1 15412.4 65564.8
Pasar
Efek Daya Saing 37257.9 -339.0 7185.7 -757680.9 -246586.7 -132286.2 -573426.7 -43359.0 -34357.0 -78138.2
Total Perubahan 200361665.8 4152118.8 4120438.3 3392917.7 4217527.6 4222671.8 4272205.7 4230611.1 4229364.5 4237230.0

78
Lampiran 10. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Berbahan Baku Susu Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 63599487.6 98506.7 98506.7 98506.7 98506.7 98506.7 98506.7 98506.7 98506.7 98506.7
Dunia
Efek Komposisi
1102807.4 3384.3 0.0 163.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Komoditi
Efek Distribusi
2982.9 0.0 31.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Pasar
Efek Daya
-5221.1 -14895.1 0.0 -610.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.5 0.0
Saing
Total
64697073.8 89978.8 98506.7 98090.9 98506.7 98506.7 98506.7 98506.7 98507.3 98506.7
Perubahan
2004-2006
Efek
Perdagangan 10788737.7 176010.1 176010.1 176010.1 176010.1 176010.1 176010.1 176010.1 176010.1 176010.1
Dunia
Efek Komposisi
378808.7 -829.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -4.6 0.0
Komoditi
Efek Distribusi
-616.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 18.3 0.0
Pasar
Efek Daya
1536.8 -339.0 0.3 58.0 0.0 0.0 0.03 1.9 -12.3 0.01
Saing
Total
11169083.2 174225.4 176010.4 176068.1 176010.1 176010.1 176010.1 176011.9 176011.5 176010.1
Perubahan

79
Lampiran 11. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Daging Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 447983815.3 933169.7 933169.7 933169.7 933169.7 933169.7 933169.7 933169.7 933169.7 933169.7
Dunia
Efek Komposisi
-811562.8 51.2 199.0 480.1 0.0 0.0 0.0 4.8 0.0 0.0
Komoditi
Efek Distribusi
2620.3 -46246.8 207075.2 0.0 0.0 0.0 -6276.4 0.0 0.0
Pasar
-
Efek Daya Saing -2387.0 -49178.0 -135040.3
632681.6
0.0 0.0 3.1 2174.1 0.04 0.13
Total Perubahan 447169865.6 886663.2 752081.6 508043.4 933169.7 933169.7 933172.9 929072.2 933169.7 933169.8
2004-2006
Efek
Perdagangan 174915015.1 438747.8 438747.8 438747.8 438747.8 438747.8 438747.8 438747.8 438747.8 438747.8
Dunia
Efek Komposisi
541851.4 -353.5 -879.6 -13631.6 0.0 0.0 -3.1 -251.9 -0.04 -0.1
Komoditi
Efek Distribusi
-10306.2 -96145.4 72447.5 0.0 0.0 551.4 598.2 0.3 5.9
Pasar
-
Efek Daya Saing 4624.5 6142.0 82127.2
305032.4
0.0 0.0 -607.2 -5004.5 20.2 -8.2
Total Perubahan 175461491.0 434230.1 423850.0 192531.4 438747.8 438747.8 438688.9 434089.6 438768.3 438745.4

80
Lampiran 12. Hasil Kalkulasi CMSA Produk Minuman Beralkohol Periode 2002-2004 dan Periode 2004-2006
Uni Arab Afrika
Komponen Dunia Amerika Jepang Brazil Rusia India Cina
Eropa Saudi Selatan
2002-2004
Efek
Perdagangan 446614509.2 769157.0 769157.0 769157.0 769157.0 769157.0 769157.0 769157.0 769157.0 769157.0
Dunia
Efek Komposisi
-3095476.0 1315.5 11883.8 264.0 0.0 0.0 0.0 63.9 72.2 0.0
Komoditi
Efek Distribusi
-9479.1 -92610.8 683.1 0.0 0.0 0.0 1851.7 -2383.0 0.0
Pasar
Efek Daya Saing -94608.0 -19526.6 -168462.2 -5739.1 0.0 0.0 37.8 -3265.1 979.8 0.1
Total Perubahan 443424425.3 741466.8 519967.8 764365.1 769157.0 769194.9 767807.5 767826.0 769157.2
2004-2006
Efek
Perdagangan 239074107.8 462040.5 462040.5 462040.5 462040.5 462040.5 462040.5 462040.5 462040.5 462040.5
Dunia
Efek Komposisi
-129953.8 2570.6 29589.5 5591.9 0.0 0.0 250.9 88.0 1393.2 0.8
Komoditi
Efek Distribusi
5071.6 -62864.7 -6947.6 0.0 0.0 -2168.4 1327.2 4059.3 3.6
Pasar
Efek Daya Saing 5307.7 -14573.4 -33486.5 -13466.1 0.0 0.0 1455.8 -1320.9 -9189.0 31.9
Total Perubahan 238949461.7 455109.4 395278.9 447218.6 462040.5 462040.5 461578.8 462134.9 458304.0 462076.9

81

Anda mungkin juga menyukai