Anda di halaman 1dari 46

TINJAUAN PUSTAKA

Sleep Disorder

Diajukan sebagai salah satu tugas P3D Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

Pembimbing:
Irwanto Ichlas, dr., SpKJ-K

Disusun Oleh:

Muhammad Irfan Afrisyal (4151161555)


Yuliani Fitria Dewi (4151161556)
Zakiya (4151161557)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
CIMAHI
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAGIAN 1 TIDUR NORMAL..............................................................................1
1.1 Mengapa Kita Tidur?.........................................................................................1
1.2 Berapa Lama Tidur yang Kita Butuhkan?.........................................................1
1.3 Bagimana Mengatur Tidur.................................................................................2
1.3.1 Proses Sirkadian........................................................................................2
1.3.2 Proses Homeostasis..................................................................................3
1.3.3 Gairah, Relaksasi, dan Kegelisahan..........................................................4
1.4 Fisiologi dari Kontrol Tidur-Bangun.................................................................5
1.5 Struktur Tidur....................................................................................................5
1.5.1 Fenomena EEG saat Tidur........................................................................7
1.6 Tidur dalam Kelompok Khusus.........................................................................9
1.6.1 Tidur pada Anak-Anak.............................................................................9
1.6.2 Tidur dan Penuaan..................................................................................10
1.6.3 Tidur Selama Kehamilan dan Menopause..............................................10
1.7 Tidur dan Bermimpi........................................................................................13
1.8 Tidur, Belajar, dan Memori.............................................................................13
1.9 Tidur pada Hewan............................................................................................14
BAGIAN 2 DIAGNOSA GANGGUAN TIDUR................................................16
2.1 Pertanyaan ‘ Apa masalahnya dengan tidur?’.................................................16
2.2 Gejala yang timbul...........................................................................................17
2.3 Pertanyaan lebih lanjut....................................................................................18
2.4 Diagnosis Insomia...........................................................................................18
2.5 Keusioner.........................................................................................................19
2.6 Tes objektif......................................................................................................22
2.6.1 Actigraphy..............................................................................................22
2.6.2 Polisomnografi (PSG).............................................................................22
2.6.3 Multiple Sleep Latemcy Test (MSLT)...................................................24
2.6.4 Overnight video recording......................................................................26
ii

2.7 Kapan pemeriksaan ini dapat dilakukan?........................................................26


BAB 3 INSOMNIA...............................................................................................27
3.1 Apakah gejala insomnia...................................................................................28
3.2 Seberapa umum insomnia terjadi?...................................................................29
3.3 Apa penyebab insomnia?.................................................................................29
3.4 Bagaimana insomnia didiagnosis dan diobati?................................................30
3.5 Pendekatan fisiologis.......................................................................................33
3.5.1 Kebiasaan tidur yang baik......................................................................34
3.5.2 Teknik perilaku.......................................................................................34
3.5.2.1 Kontrol stimulus..................................................................................34
3.5.2.2 Restriksi tidur.......................................................................................34
3.5.2.3 Pelatihan relaksasi...............................................................................35
3.5.3 Teknik kognitif.......................................................................................35
3.5.3.1 Cognitive behavioural therapy (CBT).................................................35
3.5.3.2 Sesi latihan dan perencanaan...............................................................35
3.5.3.3 Paradoxical intent................................................................................36
3.6 Obat untuk insomnia........................................................................................36
3.6.1 Obat yang bekerja pada reseptor GABA-A benzodiazepin....................36
3.6.2 Obat lain untuk insomnia........................................................................38
BAGIAN 1
TIDUR NORMAL

1.1 Mengapa Kita Tidur?


Manusia menghabiskan hampir satu per tiga hidupnya untuk tidur,
tetapi kita hanya sedikit tahu tentang fungsi tidur yang tepat. Kita hanya
mengetahui bahwa:
 Kurang tidur mengakibatkan berbagai macam efek, seperti perubahan
mood, gangguan kognitif, dan ritme hormon yang abnormal
 Ada keinginan kembali untuk tidur setelah periode kurang tidur,
menunjukkan bahwa kurang tidur menyebabkan peningkatan kompensasi
homeostatik.
Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa tidur penting untuk fungsi
otak dan untuk membantu gangguan tidur yang langka seperti familial
insomnia, dimana kurang tidur total dapat menyebabkan kematian dini.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur dapat mengganggu
proses belajar dan memori, dan oleh karena itu tidur penting untuk kerja
saraf.

1.2 Berapa Lama Tidur yang Kita Butuhkan?


Tidur merupakan hal umum untuk semua spesies hewan, tetapi hanya
beberapa, terutama primata, dimana terdapat satu periode tidur yang
konsolidasi satu hari sekali. Setiap manusia memiliki periode waktu tidur
yang berbeda, tetapi kebanyakan orang dewasa tidur selama 7-8 jam
semalam. Mereka yang terbiasa tidur kurang dari 6 jam merasa bahwa
mereka tidur kurang dari yang diinginkan, dan lebih tidak puas dengan
kehidupan. Orang-orang usia sekolah dan kerja, yang memiliki waktu
bangun teratur, cenderung kurang tidur selama hari kerja dan “mengganti”
pada akhir pekan.

1
2

Banyaknya tidur yang dibutuhkan setiap individu secara sederhana


hanya dengan cukup untuk melakukan kegiatan siang hari dan mersa
segar. (lihat Gambar 1.1)
3

Gambar 1.1 Jam tidur dilaporkan dalam hari kerja (biru muda) dan akhir pekan
(biru gelap). Berdasarkan data National Sleep Foundation 2002

1.3 Bagimana Mengatur Tidur


Penelitian lebih dari 25 tahun yang lalu membuktikan bahwa siklus
tidur-bangun kita diatur oleh dua hal yang terpisah tetapi berhubungan,
yaitu proses sirkadian dan homeostatic atau recovery process.
1.3.1 Proses Sirkadian
Proses sirkadian adalah pengatur ritme tubuh dan otak. Pola aktifitas
sirkadian (24 jam) ditemukan di banyak organ dan bahkan di setiap sel.
Circardian peacemaker
utama (body clock) ditemukan dalam kelompok sel suprachiasmatic
nucleus (SCN) pada hipotalamus. Sel tersebut menyediakan pola aktifitas
oscillatory dengan siklus waktu setiap 24 jam, yang mengatur keseluruhan
ritme tubuh, termasuk aktifitas tidur-bangun, pengeluran hormon, fungsi
hati, dll.
 Pengaturan dari SCN, mandiri, tidak terpengaruhi kelelahan atau
banyaknya tidur.
 Dipengaruhi oleh cahaya dan suhu tertentu.
 Cahaya terang pada sore hari akan menunda jam dan cahaya terang pada
pagi hari yang penting untuk menyamakan waktu ritme 24 jam.
 Dalam cahaya atau kegelapan yang konstan, lama siklus sekitar 24,3 jam.
Kenyataannya siklus cahaya ditentukan rotasi bumi secara efektif
memperpendek siklus SCN dan mempertahankannya 24 jam. Oleh karena
itu cahaya disebut “Zeitgeber” (penjaga waktu) irama sirkadian.
4

Seluruh hewan memiliki “jam” ini, periode dan waktu dipengaruhi gen
tertentu, sebagian besar umum pada lalat buah, tikus, primata, dan pada
spesies lainnya. Mutasi dari gen-gen yang mengarah pada perubahan ritme
sirkadian sangat mudah diidentifikasi pada lalat buah dan varian serupa
dari gen-gen ini telah ditemukan pada orang-orang dengan gangguan ritme
sirkadian. Gangguan jadwal tidur tertentu, contohnya, gangguan fase tidur
tertunda telah terbukti memiliki hubungan dengan bentuk laik “Clock
gane”.
Tampaknya baik berapa lama kita tidur dan waktu tidur yang kita
inginkan dipengaruhi susunan genetik kita. Proses molekuler dimana gen
berinteraksi dengan mekanisme otak, membuat “jam berdetak”, bekerja
dengan baik dan melibatkan produksi protein yang mengaktifkan
metabolisme sel, yang kemudian menghentikan gen yang bertanggung
jawab untuk produksi selama siklus 24 jam.
Dorongan untuk tidur dari jam sirkadia (disebut proses “C”) dimulai
perlahan sekitar pukul 11 malam dan secara bertahap meningkat dengan
puncak pada pukul 4 pagi. (Gambar 1.2). “Jam” menyediakan proses
kantuk yang berlanjut hingga pertengahan pagi dan menyediakan
kesadaran ketika siang.

1.3.2 Proses Homeostasis


Keseimbangan atau pemulihan dorongan untuk tidur (disebut proses
“S”) tergantung waktu bangun, hal tersebut meningkat sebanding dengan
lama waktu terjaga sejak tidur terakhir. Hal tersebut biasanya mencapai
maksimal sekitar pukul 11 malam atau sekitar 16 jam setelah bangun pagi,
dan kemudian menurun ketika tidur dan mencapai minimum saat bangun
pada pagi hari. Ketika tidur lebih pendek dari biasanya, terdapat “sleep
debt”, yang nmenyebabkan peningkatan proses S yang berfungsi untuk
memastikan “sleep debt” terbayar poada proses tidur berikutnya dengan
mempercepat waktu tidur dan menambah kedalaman tidur dan durasi tidur.
5

Kedua proses ini berinteraksi untuk memulai onset tidur ketika


keduanya tinggi (saat tidur normal), dan untuk mempertahan kan tidur saat
proses C tinggi dan proses S berkurang (dalam waktu yang sebentar)
Terdapat peningkatan kecenderungan tidur pada sore hari. Pada
masyarakat yang terbiasa dengan pola tidur bifasik, seperti di daerah
Mediteranian, tidur siang dilakukan sekitar pukul 2-4 siang. Tidur siang ini
memuaskan proses S, dimana akan rendah hingga kemudian hari. Hal ini
menjelaskan mengapa periode tidur kedua (pada malam hari) dapat
diundur hingga pukul 1-2 pagi. Peningkatan kecenderungan tidur pada
siang hari sering disebut “post lunch dip”, tetapi tidak dibutuhkan makan
siang untuk mengalaminya, hal tersebut hanya fenomena jam tidur.
Terdapat periode peningkatan dorongan terbangun pada tengah malam,
ketika fungsi fisik dan intelektual tinggi, dan sulit untuk tidur. Jal ini
sering disebut “forbidden zone” untuk tidur, dan alasan mengapa tidur
lebih awal lebih sulit dibanding tidur pada pagi hari.

Gambar 1.2 dua proses tidur. Garis tipis, C, adalah kecenderungan tidur sirkadian
yang mencapai maksimum sekitar pukul 4 pagi, dan berakhir di pagi hari,
membuat kita tetap waspada pada siang dan sore hari. Garis biru yang lebih gelap
adalah proses S, yang mencapai maksimum setelah sekitar 16 jam bangun dan
berkurang saat tidur.

1.3.3 Gairah, Relaksasi, dan Kegelisahan


6

Proses yang membuat gairah atau waspada dapat mengalahkan


keinginan untuk tidur, dan ini menjadi salah satu mekanisme utama
insomnia. Jika aktifitas mental, emosional, atau fisik yang terjadi di dekat
waktu tidur yang kita inginkan, maka waktu untuk tertidur akan lebih lama
dari biasanya. Kegiatan-kegiatan yang dapat membangkitkan gairah
seperti belajar, menonton film, berdebat, atau menghawatirkan sesuatu,
serta berolah raga. Berhubungan seksual menjadi pengecualian, karena
hormon seperti prostaglandin dilepaskan selama dan setelah berhubungan,
dan beberapa diantaranya, seperti oxytosin, dapat membantu tidur, hal ini
berhubungan dengan posisi tubuh agar sperma mengarah ke ovum.
Di siang hari kebosanan dan ketidakaktifan dapat mengurangi gairah
dan menyebabkan kantuk, yang menurunkan irama sirkadian dan
homeostasis untuk terjaga.

1.4 Fisiologi dari Kontrol Tidur-Bangun


Telah banyak studi terkini yang membahas tentang fisiologi dan
regulasi tidur-bangun, dan dibantu dengan teknologi yang tersedia. Telah
ditemukan senyawa Peptida orexin (hypocreatin) sebagai faktor penting
untuk mengatur waktu terjaga dan tidur. Studi-studi ini menunjukkan
bahwa tidur dan terjaga diatur oleh kelompok neuron yang badan selnya
terletak di hipotalamus dan batang otak. Sel ini berfungsi menstabilkan
kebiasaan tidur dan terjaga.
Selama terjaga, sistem rangsangan mendominasi, dan selama tidur
dihambat oleh neuron yang menyediakan tidur

1.5 Struktur Tidur


Tidur adalah keadaan dimana ketidak aktifan fisik disertai dengan
hilangnya kesadaran dan respon yang sangat berkurang terhadap
rangsangan lingkungan. Merekam EEG dan variabel fisiologis lainnya
seperti aktifitas otot dan gerakan mata saat tidur (teknik yang disebut
polisomnografi) memberi informasi tentang berbagai fase tidur dan pola
7

kejadiannya. Pola ini berbeda tiap orangnya, tetapi biasanya terdiri dari 4
atau 5 siklus tidur tenang bergantian dengan paradoxical dan Rapid eye
movement (REM). Pada paruh pertama malam ditandai dengan periode
tidur nyenyak dengan periode REM yang lebih banyak dan lebih lama di
paruh kedua malam. Gambaran dari berbagai fase tidur dari waktu ke
waktu dikenal sebagai hipnogram dan salah satu gambaran normal terdapat
pada Gambar 1.3

Gambar 1.3 Hypnogram normal, menunjukkan fase tidur dan distribusi sepanjang
malam

Tidur yang tenang sering disebut sebagain non-REM (NREM), dan


dibagi menjadi 4 fase. Fase pertama (dozing) tidur sangat ringan diantara
tidur dan bangun, kebanyakan orang mengatakan mereka hanya
mengistirahatkan mata jika itu terjadi saat siang hari. Fase kedua sedikit
lebih dalam, kadang-kadang dengan sesekali tersentak kecil, dan otot-otot
rileks serta pernafasan dan nadi melambat saat terbangun. Ketika
terbangun dari tahap ini, sekitar 50% orang akan mengatakan mereka
tertidur. Ketika seseorang tertidur dalam atau nyenyak, fase 3 dan 4
mereka terlihat pucat, tenang, denyut jantung dan pernafasan melambat.
Sulit untuk membangunkan mereka, dan mengalami disorientasi saat
terbangun, terkadang hingga 10 menit. Proses ini terjadi bertahap dan
terdapat karakteristik masing-masing dalam EEG dengan meningkatkan
8

jumlah aktifitas sinkron yang lambat karena rangsangan korteks menurun


dan korteks talamus menunjukkan peningkatan yang sama. Fase tidur 3
dan 4 dikenal sebagai slow wave sleep (SWS) karena gelombang high
amplitudo lambat (delta) mendominasi (tabel 1.1). Pada tidur dalam,
proses restorasi di dalam tubuh terjadi, misalnya hormon pertumbuhan
dilepaskan terutama saat slow wave sleep.
Sebelumnya, saat masuk ke fase REM dengan cepat dan mendadak.
Selama tidur REM, gambaran EEG mirip dengan saat terbangun atau fase
1, hal ini menyiratkan bahwa korteks aktif (memunculkan istilah
paradoxical sleep), dan terdapat gerakan mata yang tersentak-sentak.
Namun, perbedaan utama dengan keadaan terbangun adalah selama
periode REM, terdapat kelumpuhan lengkap otot rangka, kemungkinan
untuk mencegah mereka memerankan gerakan dalam mimpinya dan
menyediakan istirahat optimal untuk pemulihan fungsi otot. Kelumpuhan
ini ditunjukkan oleh hilangnya aktifitas pada electromyogram (EMG),
yang biasanya dicatat dari otot dibawah dagu. Pada sebagian kecil kasus,
kelumpuha otot selama tidur tidak lengkap dan masalah gangguan perilaku
REM muncul. Selama REM, terdapat peningkatan rangsangan otonom
relatif terhadap tahap tidur lainnya, dengan pernafasan tidak teratur. REM
adalah fase tidur ketika mimpi terjadi.
Seperti yang dapat kita lihat dalam hipnogram, subjek normal
memiliki beberapa fase terbngun singkat di malam hari, sebagian besar
tidak dianggap terbangun kecuali mereka bertahan lebih dari 2 menit.
Kemungkinan tidak ada kesadaran yang jelas, tetapi mungkin ada
pemikiran singkat mengenai tidurnya.

1.5.1 Fenomena EEG saat Tidur


Aktifitas slow wave (delta) didefinisikan sebagai gelombang dengan
frekuensi 0,3-0,4 Hz. Gelombang EEG ini tidak muncul pada orang
dewasa normal selama siang hari, tetapi muncul selama tidur. Aktifitas
slow wave dengan amplitudo maksimal pada lobus frontal, tetapi tersebar
9

luas diseluruh otak. Secara bertahap meningkatkan amplitudo dan


membuat tidur menjadi lebih dalam, proses berfikir yang dihasilkan dalam
sistem loop talamokortikal. Oleh karena itu SWSdapat dianggap sebagai
proses diam ketika sistem rangsangan ke atas dari batang otak melalui
talamus ke korteks tidak aktif. Ini menguatkan bukti dari positron
emission tomographie (PET) dan fungtional magnetic resonance imaging
(fMRI) yang menunjukkan bahwa metabolisme dan aliran darah berkurang
di korteks selama SWS.

Gambar 1.4 Gambaran Electroencephalogram (EEG) slow waves ketika malam.


Sering terjadi pada siklus pertama tidur, dan dan perlahan menghilang selama
malam

Selama siklus pertama tidur gelombang EEG lambat lebih mudah


terlihat dan memiliki amplitudo lebih tinggi, dan secara bertahap
berkurang selama malam, mengikuti pola yang sama seperti dorongan
tidur dari proses homeostatik (Gambar 1.4). Bahkan, gelombang lambat
atau aktivitas delta adalah penanda keseimbangan peran tidur, karena
setelah kurang tidur, gelombang lambat menunjukkan peningkatan dalam
jumlah, amplitudo, dan sinkronisitas dalam pemulihan tidur. Peningkatan
dalam gelombang lambat ini sebanding dengan kehilangan tidur. Jadi jika
kita kehilangan tidur malam, dorongan homeostatik ini adalah yang
10

terpenting, dan kita akan memiliki dua kali jumlah biasa dari SWS malam
berikutnya.
K kompleks dan “sleep spindles” adalah fenomena tidur yang secara
rutin digunakan untuk menilai tahap tidur, dan terkait dengan transmisi
informasi dari thalumus ke korteks. K kompleks dapat ditimbulkan dengan
mudah dalam tidur ringan oleh stimulasi pendengaran, dan diperkirakan
bahwa ini adalah manifestasi dari sinyal ke bawah (dari korteks ke talamus
dan batang otak) untuk tetap tertidur. “Sleep Spindle” merupakan
semburan pendek dari aktivitas ritmis 10-15 Hz yang terjadi selama tidur
non-REM ringan dan dalam, dan mungkin terkait dengan mencegah
korteks berproses selama tidur.

1.6 Tidur dalam Kelompok Khusus


1.6.1 Tidur pada Anak-Anak
Perubahan tidur terlihat secara nyata selama beberapa periode pertama
kehidupan. Ritme 24-jam tidak segera berkembang, tetapi secara bertahap
terlihat jelas selama 3 bulan pertama kehidupan. Namun, beberapa elemen
dari siklus 24-jam muncul lebih awal. Bayi tampaknya sudah terbiasa
dengan 'zona terlarang' pada usia 2-3 minggu dan cenderung tidak tidur di
malam hari, seperti yang diketahui orang tua.
Struktur tidur juga sangat berubah pada masa kanak-kanak. Fitur tidur
berbeda dari orang dewasa, dan penilaian fase tidur menjadi lebih sulit.
Namun, tidur nyenyak (disebut NREM pada orang dewasa) dan tidur aktif
paradoxical terlihat sejak lahir, meskipun gerakan mata yang menyertainya
tidak jelas pada awal masa bayi. Paradoxical sleep mendominasi pada bayi
yang sangat muda dan secara bertahap menurun selama masa kanak-kanak
dan remaja. Tidur mendalam gelombang lambat yang terjadi selama
sebagian besar malam yang tidak ditempati oleh tidur REM. Dominasi
tidur nyenyak ini secara bertahap berkurang dari tahun-tahun remaja ke
usia yg lebih tua, digantikan dengan lebih banyak tidur ringan (lihat
Gambar 1.5)
11

Gambar 1.5 Gambaran proporsi perkiraan bangun tidur pada anak-anak. Gambar
1.5 didasakrkan pada data dari Dittrichova (1966).

1.6.2 Tidur dan Penuaan


Selama masa dewasa, ada dua perubahan besar dalam tidur. Pertama,
jumlah waktu terbangun di tempat tidur meningkat seiring bertambahnya
usia, sebagian besar karena peningkatan fragmentasi tidur. Kedua, jumlah
tidur gelombang lambat menurun dan, bersamaan dengan ini, sekresi
hormon pertumbuhan juga menurun. Gambar 1.6 menunjukkan beberapa
temuan dari serangkaian penelitian penting (Van Cauter et al, 2000) yang
menggambarkan perubahan tidur dan hormon dalam kelompok 149 pria
sehat.

1.6.3 Tidur Selama Kehamilan dan Menopause


Studi epidemiologis dengan jelas menunjukkan perubahan kualitas
tidur wanita dalam kaitannya dengan perubahan dalam tingkat hormon
selama kehamilan dan menopause. Banyak wanita mengeluh kurang tidur
selama kehamilan. Pada trimester pertama, mual, sakit punggung, dan
frekuensi kencing bisa menyebabkan gangguan tidur. Trimester kedua
cenderung lebih mudah tetapi gerakan janin dan nyeri ulu hati mungkin
12

menjadi masalah. Pada trimester ketiga, tidur lebih terganggu, dengan


keluhan frekuensi berkemih dan sakit punggung yang kembali muncul,
selain kram, gatal, dan mimpi yang tidak menyenangkan. Sebagian besar
wanita tertidur lelap tetapi bangun lebih sering.
Sebuah penelitian di AS tentang tidur normal menunjukkan bahwa
wanita tidur lebih dalam daripada pria, dan menopause dikaitkan dengan
latensi tidur yang lebih lama dan penurunan tidur gelombang lambat.
Selain itu, ditemukan bahwa terapi hormon muncul untuk melindungi
wanita dari perubahan yang tidak menguntungkan ini (Bixler et al 2009).
Insiden gangguan tidur juga dipengaruhi oleh gender dan status hormon
(lihat Bab 4 dan 8).
13

Gambar 1.6 Perubahan waktu bangun, slow-wave sleep, dan sekresi growth
hormone berdasarkan usia pada pria dewasa. Van Cauter et al (2000).
14

1.7 Tidur dan Bermimpi


Diskusi tentang isi dan makna mimpi berada di luar cakupan buku ini,
tetapi proses yang mendasari fenomena menarik ini menjadi lebih baik
dipahami. Hampir semua orang bermimpi, tetapi mimpi biasanya hanya
diingat ketika ada periode bangun selama atau pada akhir episode REM.
Mimpi juga dapat terjadi selama tidur NREM, meskipun mimpi-mimpi ini
mungkin secara umum berbeda-mereka kurang seperti cerita dan aneh.
Gerakan mata dan bergerak-gerak selama tidur REM terjadi dalam
serangan yang berlangsung dari detik hingga 2-3 menit (disebut 'phasic'
REM), bergantian dengan periode tidak ada gerakan yang berlangsung
selama 1-3 menit. Hal tersebut masuk akal untuk mengira bahwa gerakan
mata yang terlihat pada tidur REM melibatkan pemindaian gambar mimpi,
tetapi ini sulit dibuktikan, karena ketika subjek terbangun selama fase
REM, recall dapat dikaitkan dengan salah satu dari tipe REM ini. Mimpi
buruk adalah mimpi yang memiliki konten yang tidak menyenangkan atau
menakutkan yang sering mengarah pada tingkat gairah yang tinggi
sehingga si pemimpi terbangun dalam ketakutan begitu mengingatnya
sebagai mimpi buruk. Meskipun mimpi buruk dialami oleh sebagian besar
orang pada tahap tertentu dalam kehidupan mereka, hal tersebut lebih
umum pada mereka dengan gangguan kejiwaan lainnya, terutama depresi
(lihat Bab 7).

1.8 Tidur, Belajar, dan Memori


Pengaruh tidur pada pembelajaran dan memori adalah sesuatu yang
kontroversial, tetapi menjadi suatu bahasan yang menarik. Terdapat
peningkatan besar dalam studi konsolidasi memori dan hubungannya
dengan tidur selama beberapa tahun terakhir. Peningkatan kinerja telah
terlihat jelas pada beberapa kegiatan yang melibatkan konsolidasi memori
dan pembelajaran prosedural setelah tidur, dan peningkatan yang terlihat
setelah tidur secara umum lebih baik daripada yang ditemukan setelah
15

periode istirahat tanpa tidur, sehingga tidur berpengaruh positif pada


pembelajaran. Hal tersebut sekarang diterima secara luas bahwa tidur tidak
hanya memudahkan penyimpanan gagasan dan keterampilan yang baru
diperoleh, tetapi juga mengintegrasikan dengan yang sudah ada
sebelumnya. Namun, jenis, durasi, dan fitur tidur, dan sirkuit otak yang
terlibat, sangat kompleks, dan informasi baru muncul setiap hari (Conte
dan Ficca 2013). Banyak aspek tidur yang terlibat (misalnya REM dan
non-REM), dan peran fitur tidur tertentu, seperti sleep spindles, dalam
studi ini proses belajar dan memori menjadi lebih jelas. Sebagai contoh,
kita sekarang tahu bahwa jumlah dan jenis sleep spindles berhubungan
dengan kemampuan belajar, yang meningkat ketika pembelajaran telah
terjadi pada hari sebelumnya, bahwa peningkatan ini terkait dengan
peningkatan yang bergantung pada tidur dalam kegiatan belajar, dan hal
tersebut mungkin mencerminkan komunikasi thalamocortical yang efisien
(Fogel dan Smith 2011).

1.9 Tidur pada Hewan


Semua hewan tidur, mamalia dan burung keduanya memiliki
gelombang tenang yang lambat dan paradoxical sleep yang aktif,
meskipun tidak semua bergerak mata selama yang terakhir, dan ini
ditandai dengan hilangnya tonus otot dan berkedut. Satu hal yang
membedakan sifat prima monophasic dari tidur mereka-yaitu, mereka
memiliki sebagian besar tidur mereka dalam satu periode. Ini bisa terjadi
pada malam hari atau di siang hari. Misalnya, manusia dan beberapa
primata, kuda, dan sapi semua tidur mereka di jam kegelapan, sedangkan
tikus dan tikus hanya memiliki 30-40% dari tidur mereka dalam
kegelapan, dan kucing memiliki 50%. Perbedaan lain adalah konsolidasi
periode tidur. Hewan yang berbeda memiliki jumlah tidur yang berbeda
selama satu episode; ini bervariasi dari manusia, yang tidurnya 100%
terkonsolidasi dengan babi guinea, yang sebagian besar tidurnya dalam
serangan kecil yang tersebar sepanjang hari adalah bagi mereka yang
16

tertarik pada kebiasaan tidur hewan, waktu tidur dan bangun dari kisaran
spesies ditunjukkan pada Gambar 1.7, diambil dari data yang disediakan
oleh Lesku et al (2006, 2008).

Gambar 1.7 waktu tidur dan terjaga beberapa spesies hewan dalam 24 jam. Lesku
et al (2006)
BAGIAN 2
DIAGNOSA GANGGUAN TIDUR

Memperhatikan riwayat tidur adalah bagian dari pemeriksaan pasien


dengan gangguan tidur. Fakta menunjukkan bahwa menanyakan
pertanyaan 'bagaimana tidurmu saat ini?' harus menjadi bagian dari standar
konsultasi medis, karena gangguan tidur berkaitan dengan berbagai
gangguan psikiatri dan medis.
Pasien dapat merasakan bahwa mereka memiliki gangguan tidur atau
dari teman tidur mereka yang khawatir dengan kebiasaan tidur pasien. Jika
memungkinkan, konsultasi seharusnya dilakukan dengan teman tidur
karena dapat mengurangi keluhan gangguan tidur dan masalah yang
ditimbulkannya.
Gangguan tidur dapat diklasifikasikan kedalam standar manual
diagnosis yang lebih dijelaskan dalam klasifikasi internasional gangguan
tidur. Klasifikasi sederhana dari gejala-gejala yang timbul adalah sebagai
berikut:
 Insomia = tidur tidak cukup atau tidur dengan kualitas yang kurang
 Hipersomnia = mengantuk berlebihan di siang hari
 Parasomnia = kejadian yang tidak biasa di malam hari
Gejala yang timbul dapat termasuk kedalam salah satu klasifikasi
tersebut, namun terdapat beberapa kelainan yang dapat menyebabkan lebih
dari satu kelompok gejala. Insomia itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga
subtipe yaitu :
 Onset insomia = kesulitan memulai tidur
 Maintenance insomia = terbangun berulang kali di malam hari
 Early-morning insomnia = terbangun terlalu pagi dan tidak mampu
untuk tertidur kembali

2.1 Pertanyaan ‘ Apa masalahnya dengan tidur?’

17
18

Pada awalanya pasien sering merasa samar dengan keluhan tidur


mereka, berkata bahwa ‘tidur saya membuat saya sedih’, ‘ saya memiliki
tidur yang buruk’ atau ‘pola tidur saya tidak baik’ atauterkadang hanya
berfikir bahwa mereka memiliki insomia. Beberapa pertanyaan awal dapat
ditanyakan untuk menentukan gejala yang mereka miliki.
2.2 Gejala yang timbul
Pertanyaan penting mengenai insomnia adalah sebagai berikut :
 Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk anda tertidur?apakah anda
sering terbangun di malam hari?apakah memakan waktu yang lama untuk
tertidur kembali?bagaimana anda menjelaskan mengenai kualitas tidur
anda? Apakah anda merasa segar di pagi hari?
 Berapa banyak ‘malam yang buruk’ yang anda alami dalam satu minggu?
Apa dampak yang ditimbulkan dari keluhan ini pada aktifitas harian anda?
Pertanyaan penting mengenai gangguan tidur yang lain adalah sebagai
berikut:
 Apakah anda mengantuk atau tidur di siang hari? (hipersomina atau
kebiasaan tidur yang buruk)
 Bagaimana perasaan anda akhir-akir ini? Apakah anda dapat menikmati
aktifitas sosial maupun keluarga? (depresi)
 Apakah anda merasa tidak dapat mempertahankan tidur di malam hari?
apakah kaki anda tersentak saat tidur (restless leg syndrome, RLS;
gerakan kaki yang periodik saat tidur,PMLS)?
 Apakah anda diberi tahu bahwa anda bertingkah aneh saat tidur
(parasomnia)?
 Apakah anda tiba-tiba jatuh tertidur di siang hari? Apakah anda terkadang
merasa lemas ketika anda sedang terangsang secara emosional, contohnya
saat tertawa(narkolepsi)?
 Apakah anda diberi tahu bahwa anda mengorok? Apkah anda diberi tahu
bahwa anda tiba-tiba henti nafas saat malam (OSAS)?
19

Pertanyaan-pertanyaan tersebut seharusnya menjadi titik awal dalam


menangani keluhan. Pertayaan tersebut seharusnya diikuti dengan pertanyaan
mengenai frekuensi gejala, durasi, tingkat keparahan, dampak pada kesehatan dan
kualitas hidup, riwayat pengobatan, dan apakah pengobatan tersebut berhasil atau
tidak. Informasi lain yang dapat bermanfaat adlah riwayat gangguan tidur saat
anak-anak atau pada anggota keluarga, apakah ada pengobatan yang dijalani oleh
pasien, karena banyak obat yang diresepkan dapat mempengaruhi tidur.

2.3 Pertanyaan lebih lanjut


Penting untuk ditanyakan mengenai kemungkinan faktor presipitasi,
seperti pekerjaan, kafein, rokok, alkohol, dan obat-obatan yang lain.
Stres terkait pekerjaan adalah faktor yang biasa berkontribusi dalam
tidur yang buruk; pola yang khas adalah insomnia minggu malam, karena
kekhawatiran pergi bekerja di hari berikutnya. Beberapa pekerjaan dapat
mengganggu tidur sebagai contoh mereka yang diperlukan untuk on-call di
malam hari (dokter, perawat) dan mereka yang terlibat dalam shift waktu
kerja. Kehilangan pekerjaan-seperti kehilangan hubungan yang penting,
misalnya dalam keadaan berkabung sering berhubungan dengan tidur yang
buruk diikuti dengan mimpi buruk dan onset insomnia.
Obat-obatan dapat meningkatkan gairah dan mengganggu tidur.,
termasuk kafein dan teophyline/theobromine yang terkandung dalam
minuman seperti teh, kopi, dan cola serta stimultan lainnya seperti nikotin
dan amfetamin. Terkadang tindakan ini dapat bermanfaat seperti, kafein
yang dapat mengurangi resiko jatuh tertidur saat mengemudi, dan
disarankan untuk mengukur keamanan berkendara. Obat lainnya awalnya
mungkin dimaksudkan untuk mendorong agar tertidur namun karena
perubahan adaptif di otak sehingga terjadi insomnia. Dari semua itu yang
paling sering adalah alkohol, dimana banyak orang yang menggunakannya
sebagai ‘topi tidur’ mendorong agar jatuh tertidur. Namun ketika
diminum, alkohol akan dibersihkan di hati secara cepat yang akan
menimbulkan efek di pagi hari dan mengganggu tidur. Gangguan tidur
20

jangka panjang juga dapat terjadi selama penghentian obat-obatan seperti,


benzodiazepine, barbiturat, ganja dan opiat.

2.4 Diagnosis Insomia


Diagnosis insomnia memerlukan laporan terdapatnya keluhan tidur
yang buruk secara konsisten, dengan kesulitan memulai tidur atau
mempertahankan agar tetap tertidur, bersamaan dengan keluhan gangguan
fungsi di siang hari akibat dari tidur yang buruk. Kebiasaan tidur pasien,
termasuk penjadwalan yang tepat dan sesuai dari waktu tidur, dan
perhatian terhadap asupan dari zat-zat yang mengganggu tidur ,
seharusnya dapat membantu. Setelah hal ini ditetapkan dan gangguan lain
telah dieliminasi seperti yang sudah dijelaskan diatas, diagnosis dapat
ditegakkan.

2.5 Keusioner
Kusioner yang bermanfaat dimana pasien dapat mengisinya di ruang
tunggu adalah Bristol Sleep Profile. Ini dapat menjadi dasar untuk
pertanyaan lebih lanjut mengenai gaya hidup dan gangguan tidur yang
spesifik.
Diari tidur merupakan hal yang penting untuk mengetahui masalah
tidur. Seperti contohnya gejala insomnia jarang ditemukan persis sama
dari malam ke malam, dan dalam dua sampai tiga minggu diari tidur akan
memberikan informasi mengenai pola waktu dan keteraturan tidur dan
frekuensi dari gejala.
Diari tidur pada gambar 2.1 menunjukkan bahwa waktu tidur yang
lebih dipilih pasien adalah pada akhir pekan dibandingkan pada minggu,
yang mungkin menyebabkan gangguan waktu penjadwalan tidur. Kolom
pengobatan dapat ditambahkan bila diperlukan.
Keusioner terutama yang berorientasi pada penelitian namun dapat
bermanfaat dalam klnis adalah Pittsburgh Sleep Quality Index, bertanya
mengenai tidur dalam beberapa bulan terakhir, dan St Mary’s Sleep
21

Quesionnaire dan The Leeds Sleep Evaluation Questionnaire, yang


menjelaskan tidur dalam beberapa malam terakhir.
22

Gambar 2.1 Algoritma diagnosis awal gangguan tidur


23

Gambar 2.2 Hasil dari diari tidur

Gambar 2.3 Epworth Sleepiness Scale

Jika pasien mengeluh lelah di siang hari, perlu dipertimbangkan


apakah hal tersebut adalah kelelahan atau mengantuk. Kuesioner yang
dapat digunakan untuk menentukan hal tersebut adalah Epworth
Sleepiness Quessionnaire (Gambar 2.3), yang menanyakan mengenai
kemungkinan tertidur pada keadaan normal. Penderita insomnia secara
umum akan kesulitan untuk memulai tidur pada saat apapun, maka jika
nilai Epworth Scale tinggi, maka kemungkinan hipersomnia lebih tinggi.
Jika skor lebih dari sepuluh maka dapat meningkatkan kecurigaan adanya
masalah, bila skor lebih dari lima belas makan hal tersebut menunjukkan
terdapatnya gangguan (pathological sleepiness).
24

2.6 Tes objektif


Pusat tidur khusus memiliki fasilitas untuk melakukan berbagai tes
objektif untuk tidur dan kantuk. Hal tersebut akan dijelaskan dalam bab
selanjutnya.

2.6.1 Actigraphy
Actigraphy adalah metode pemantauan gerakan selama nenerapa hari
atau minggu dalam kehidupan nyata. Tes ini dengan cara menggunakan
monitor kecil yang dikenakan di pergelangan tangan yang berisi suatu
perangkat (akselerator) yang menghasilkan impuls listrik sebagai respons
suatu gerakan, yang disimpan dalam memori digital. Biasanya aktigraf
mencatat intensitas dan durasi gerakan. Alat ini ringan dan mudah dipakai
serta dapat digunakan pada pasien yang kurang kooperatif (bayi, pasien
demensia). Aktigraf memberikan catatan dari waktu istirahat dan aktivitas
selama beberapa minggu dan dapat diunduh dengan cepat untuk
memberikan gambaran instan ketika pasien datang berobat.
Actigraphy mungkin berguna untuk mengukur tidur selama terbangun
dikaitkan dengan gerakan dan tidur dikaitkan dengan diam. Dengan
demikian pasien yang berbaring diam tetapi terjaga di tempat tidur akan
dianggap tertidur, dan pasien yang sangat gelisah selama tidur akan
diasumsikan telah terbangun, walaupun mereka belum terbangun.
Actigraphy sebaiknya diiringi dengan suatu catatan harian sehingga pola
yang tidak biasa akan dapat dilihat.

2.6.2 Polisomnografi (PSG)


Meskipun actigraphy relatif murah dan cukup nyaman, namun alat
tersebut tidak memberikan informasi tentang apa yang terjadi di otak
selama satu malam atau perubahan fisiologis yang terjadi selama tidur.
Polisomnografi yang digunakan selama semalaman(yang mengukur
beberapa variebel tidur fisiologis) adalah satu-satunya cara untuk
25

memberikan informasi tersebut. Alat ini melibatkan elektroda yang


diletakkan di kulit kepala, dahi, dan dahu untuk merekam
electroencephalogram (EEG) atau electrooculogram (EOG) gerakan mata,
dan aktivitas dari otot submental (electromyogram, EMG). Selain itu,
variabel seperti elektrokardiogram (EKG), EMG dari otot kaki, frekuensi
pernafasan, dan gerakan tubuh dapat diukur secara bersamaan.Pedoman
untuk standar pencatatan minimal dan pembagian tingkatan tidur telah
ditetapkan oleh komite internasional pada tahun 1960-an (Rechtscaffen
dan Kales tahun 1968).

Gambar 2.4 Hasil actigraphy


26

Informasi dicatat dan kemudian dapat diputar ulang sehingga


gelombang dapat di interpretasikan dan tidur setiap 30 detik di malam hari
dinilai untuk mennetukan tingkat tidur. Istilah yang digunakan dalam
polisomnografi adalah sebagai berikut:
 Time in bed (TIB): waktu sebenarnya di tempat tidur, namun seringkali
diartikan sebagai waktu dari ketika subjek pertama kali memejamnkan
mata sampai wakty mereka terbangun.
 Sleep onset: biasanya untuk menetapkan tidur
 Sleep onset latency (SOL) : waktu dari cahaya mati atau mata tertutup
untuk tidur.
 Periode tidur: waktu dari awal tidur sampai akhir tidur
 Total waktu tidur : jumlah waktu tidur di masing-masing tahap
 Number of awakening: bergantung pada konvensi lokal, paling sedikit
harus memiliki waktu 30 detik sampai 2 menit
 Efisiensi tidur : total waktu tidur dalam persentase dari jumlah total waktu
di tempat tidur, namun bisa juga berarti persentase dari periode tidur.
 Wake after sleep onset : jumlah waktu terbangun selama periode tidur
 REM onset latency : waktu ke REM pertama yang lebih dari 1 menit
 Waktu di setiap tahap tidur : jumlah total dan kadang secara terpisah, dari
separuh pertama dan kedua malam dari tahapan tidur dalam persentase
dari jumlah total waktu tidur.

Variabel yang terkait dengan respirasi yang umumnya dilaporkan


adalah index apneu-hipopneu, yang menggambarkan jumlah jeda nafas per
jam, dan indeks desaturasi yang menggambarkan jumlah saturasi oksigen
pasien turun sampai (biasanya) 4% setiap jam atau selama satu malam.
Gerakan kaki dinilai jika ada masalah dari PLMS, dan dijelaskan dengan
indeks jumlah gerakan kaki per jam (Indeks PLMS).

2.6.3 Multiple Sleep Latemcy Test (MSLT)


27

Metode standar untuk menilai secara objektif kecenderungan


seseorang untuk tidur di siang hari, dengan demikian dapat membantu
mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis dari gangguan tidur, seperti
kantuk yang berlebihan di siang hari atau narkolepsi. Ini harus dilakukan
setalah merekan tidur semalaman, untuk memeriksa bahwa waktu tidur
malam sudah seperti biasa, dan biasanya dilakukan beberapa kali
(biasanya empat kali) per hari untuk menguji kemungkinan perubahan
irama sirkadian pada tidur. Individu yang akan diuji biasanya sudah
terpasang elektroda di kulit kepala, mata, dan submental yang akan
merekam semalaman. Mereka kemudian diminta untuk berbaring di
tempat tidur di ruang yang gelap dengan suhu yang ditentukan dan diminta
untuk mencoba tidur. Eeg dimonitor terus menerus, saat mereka tidur kita
dapat menentukan tahap tidur apa yang mereka jalani (gambar 2.5). ini
dapat sangat membantu diagnosis narkolepsi karena biasanya pasien akan
memasuki REM segera setelah tertidur. MSLT juga dapat digunakan untuk
mendeteksi efek obat penenang seperti anti depresan dan efek dari
hipnotik yang memiliki waktu paruh panjang, yang mempersingkat waktu
untuk tidur. Varian dari tes ini adalah Mainteance of wakefulness test,
dimana subjek disiapkan dengan cara yang sama dan dimasukkan kedalam
ruangan yang sama, tetapi sekarang diminta untuk tetap terjaga selama
mungkin. Tes ini lebih sensitif pada orang-orang yang memiliki
kecenderungan tidur yang normal, ketika diperintahkan untuk tetap terjaga
mereka dapat melakukannya. Pedoman dalam olahraga dan konsumsi
kafein diantara tes ditetapkan sehingga dapat menghasilkan hasil yang
dapat diinterpretasikan. Jika subjek tertidur selama salah satu tes ini,
mereka biasanya bangun setelah 1-2 menit. Jika terdapat masalah dar
narkolepsi maka MSLT harus terus dilanjutkan sampai 20 menit untuk
melihat apakah periode REM dekat dengan waktu awal tidur.
28

Gambar 2.5 MSLT pada orang normal

2.6.4 Overnight video recording


Ini biasanya dilakukan sehingga hasil dari PSG dan video dapat
disinkronkran, dan sangat berguna dalam diagnosis banding parasomnia.

2.7 Kapan pemeriksaan ini dapat dilakukan?


Di Amerika Serikat, PSG banyak dilakukan, tetapi di inggris dan di
negara-negara Eropa lainnya, pencatatan di rumah lebih umum digunakan.
BAB 3
INSOMNIA

Poin kunci
 Insomnia merupakan masalah kesehatan yang berkaitan dengan
rendahnya kualitas hidup, tingginya jumlah absen kerja, serta
kesehatan mental dan fisik
 Pasien mengeluhkan tidur yang sebentar, sering terbangun, kualitas
tidur yang buruk, atau kombinasi seluruhnya
 Penting untuk menyingkirkan gangguan tidur lain sebagai penyebab
insomnia: rujukan ke pusat spesialis tidur untuk pemeriksaan lebih
lanjut pada kasus dengan tanda gejala yang tidak biasa atau diagnosis
masih ragu-ragu
 Seluruh pengobatan bertujuan untuk mengetahui distres, menangani
penyebab primer, edukasi pasien mengenai faktor pencetus, dan
membentuk kebiasaan tidur yang baik
 Obat untuk insomnia merupakan agen hipnotik yang bekerja pada
reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA)-A-benzodiazepine
 Beberapa obat untuk mengatasi insomnia sedang dalam pengembangan

Insomnia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar,


insomnia merupakan keluhan umum yang berakibat besar terhadap
kepuasan hidup dan produktivitas kerja serta kesehatan. Insomnia
merupakan penyebab rendahnya kualitas hidup (Leger dan Poursain 2005;
Chevalier et al 1999), mengakibatkan tingginya absen kerja (Leger et al
2006), dan berkaitan dengan penyakit fisik, hal tersebut diperkiraka akibat
rendahnya imunitas natural (Irwin et al 2003; Burgos et al 2006), serta
gangguan mental.
Insomnia menyebabkan distres dan menjadi salah satu alasan berobat
ke dokter. Insomnia memiliki dua masalah penting bagi dokter. Pertama,
obat diberikan sebagai pengobatan dan adanya pembatasan lama
pemberian obat tersebut, yang berkonflik dengan banyaknya kasus

29
30

insomnia kronik. Kedua, terbatasnya ketersediaan bentuk pengobatan lain,


seperti psikoterapi yang berfokus pada insomnia.

3.1 Apakah gejala insomnia


Keluhan tidur yang buruk meliputi:
 Tidur yang kurang
 Kesulitan untuk memasuki tidur
 Kualitas tidur yang buruk atau tidak menyegarkan
 Aktivitas fungsional terganggu, seperti kurangnya konsentrasi, gangguan
memori, dan mood yang buruk

Gamb
ar 3.1 Faktor presipitasi insomnia

Mengantuk di siang hari (singkirkan lelah dan letih) merupakan gejala


yang tidak khas pada insomnia. Biasanya, ketika pasien mengeluhkan
tidak bisa tidur, hal ini bermakna bahwa mereka memiliki kesulitan
sepanjang waktu, tidak hanya malam hari. Pada pasien dengan keluhan
mengantuk siang hari, terdapat kemungkin mereka memiliki gangguan
irama sirkardian.
31

Sleep onset insomnia menggambarkan kesulitan untuk memasuki tidur


malam hari, sedangkan sleep maintenance insomnia merupakan istilah
untuk banyak terbangun di malam hari, atau bangun terlalu cepat dan tidak
bisa kembali tidur.
Faktor presipitasi insomnia banyak dan bervariasi (Gambar 3.1).
Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang diluar kendali individu
tersebut yang berkaitan dengan masalah lain (seperti stres psikologis,
penyakit fisik atau psikiatri) atau masalah kerja maupun hubungan
antarpersonal (seperti pola tidur tidak teratur karena shift kerja). Beberapa
faktor presipitasi ditimbulkan dari diri sendiri (melakukan aktivitas yang
menyebabkan tidur tidak teratur, atau mengkonsumsi obat yang
menganggu tidur baik yang diresepkan atau lainnya). Saat faktor yang
bersifat sementara dihilangkan, banyak orang yang kembali ke pola tidur
normal, tetapi beberapa kasus berlanjut menjadi insomnia kronik.

3.2 Seberapa umum insomnia terjadi?


Beberapa penelitian memperlihatkan hasil yang berbeda, namun
berkisar 10-15% populasi memiliki insomnia kronik atau persisten
(Ohayon et al 1997; Roth 2005). Lebih banyak wanita yang terkena
insomnia, dengan prevalensi yang meningkat seiring pertambahan usia.
Insomnia dapat berupa gangguan tidur primer, atau sekunder akibat
penyakit psikiatri atau medis.

3.3 Apa penyebab insomnia?


Insomnia dapat dilihat sebagai kegagalan mekanisme sleep-promoting
ataupun akibat peningkatan aktivitas sistem arousal (rangsangan).
Rangsangan berlebih terjadi pada insomnia yang berkaitan dengan rasa
cemas (seperti sebelum ujian) dan pada pasien gangguan cemas. Beberapa
penelitian tentang tidur menyatakan bahwa insomnia primer merupakan
bentuk gangguan cemas berupa kekhawatiran terhadap kebutuhan tidur
dan akibat buruk jika tidak cukup tidur. Kekhawatiran tersebut
32

menyebabkan terbangun dari tidur, ruminasi (makan), dan ketegangan otot


yang memperburuk tidur. Arousal yang berlebih merupakan faktor
predisposisi insomnia pada depresi dan manik. Pada demensia dan
gangguan neurologis lainnya, fragmentasi tidur mengakibatkan insomnia
karena rusaknya area regulasi tidur di otak, seperti nukleus suprachiasma
di hipotalamus.
Faktor yang menunjang insomnia yaitu:
 Kebiasaan tidur yang buruk yang terus berlangsung
 Kekhawatiran berlebih tentang tidur
 Membuang banyak waktu dan usaha untuk mencoba tidur
Dua faktor terakhir menyebabkan lebih sering menyebabkan terbangun
dan menurunkan kemungkinan untuk jatuh tidur; mencoba untuk tidur
seperti mencoba melupakan sesuatu, dan memperburuk paradoxical
insomnia.

3.4 Bagaimana insomnia didiagnosis dan diobati?


Banyak pasien dengan insomnia datang ke petugas pelayanan primer,
dasar diagnosis dari gejala subyektif yang dikeluhkan. Penting untuk
menyingkirkan gangguan tidur lain, terutama gangguan irama sirkardian
sebagai penyebab insomnia, sehingga catatan harian tidur dibutuhkan.
Gangguan tidur lain yang perlu disingkirkan yaitu restless legs syndrome
(RLS) dan parasomnia seperti night terror dan sleep walking. Obstructive
sleep apnoea bukan penyebab utama insomnia, tetapi harus
diperhitungkan sebagai penyebab gejala kelelahan di siang hari yang
bermanifestasi sebagai rasa kantuk bagi beberapa pasien.
Rujukan ke pusat spesialis tidur untuk pemeriksaan lebih lanjut
dibutuhkan pada kasus dengan gejala yang tidak khas atau diagnosis masih
ragu-ragu, dan pada kasus dimana actigraphy atau polisomnografi
bermanfaat untuk membantu diagnosis.
Insomnia harus diobati, karena kondisi tersebut menurunkan kualitas
hidup, dan berkaitan dengan terganggunya fungsi pada berbagai area, yang
33

mengakibatkan peningkatan risiko depresi, ansietas, dan gangguan


kardiovaskular.
Tujuan pengobatan insomnia yaitu menurunkan penderitaan dan
meningkatkan aktivitas fungsional sehari-hari, pengobatan harus patient-
guided dan berdasarkan bukti efisiensi. Rekomendasi pengobatan
insomnia (dan parasomnia dan gangguan irama sirkardian) terdapat pada
panduan pengobatan oleh British Association for Psychopharmacology
(BAP) (Wilson et al 2010).
 Mengetahui distres pasien
 Mengobati setiap presipitasi atau penyebab primer jika mungkin
 Edukasi pasien mengenai faktor pencetus tidur, dan meyakinkan
mereka bahwa tidurnya akan membaik.
 Membangun kebiasaan tidur yang baik.
Namun, terdapat kemungkin bahwa insomnia kronik tidak akan
merespon terhadap pengobatan ini. Pemeriksaan harus dilakukan untuk
mengidentifikasi dan mengobati gangguan cemas dan depresi. Algoritma
pengobatan insomnia dari panduan konsensus BAP terdapat pada gambar
3.2.
34

Gambar 3.2 Algoritma pengobatan dari British Association for


Psychopharmacology consensusguidelines for treatment of insomnia

Faktor terpenting yang perlu ditangani pada insomnia kronik yaitu


kecemasan tentang pengalaman dan dampak tidur yang buruk. Hal ini
sering diakibatkan kebiasaan buruk yang menjadi presdiposisi peningkatan
arousal dan ketegangan saat jam tidur. Pada insomnia, kamar tidur tidak
berkonotasi dengan tidur sehingga mempersulit penderita insomnia
tersebut. Saat insomnia terjadi, pemikiran negatif mengenai proses tidur
mulai muncul pada malam hari. Cognitive behavioural therapy membantu
menangani pemikiran dan sikap negatif tersebut. Intervensi psikologis
35

tersebut bersamaan dengan edukasi dan sleep hygiene merupakan


pengobatan pilihan untuk insomnia primer yang kronik (Espie 1999).
Namun, ketersediaan terapi ini terbatas, dan beberapa pasien tidak mau
atau tidak berpengaruh dengan terapi tersebut.
Pada beberapa pasien insomnia, mereka menyimpulkan jika tidurnya
buruk berdasarkan dari informasi dari saudara atau informasi dari
actigraphy ataupun polisomnografi. Beberapa pasien mengeluhkan bahwa
mereka tidak tidur sama sekali, atau mungkin hanya tidur beberapa menit,
namun bukti dari pengasuh pasien atau polisomnografi bahwa mereka
tidur secara normal. Fenomena ini dikenal sebagai mispersepsi tidur, dan
cukup sulit untuk membuat pasien mengerti ketidakcocokan antara
pengalaman subyektif mereka dengan pengukuran fisiologis tersebut. Pada
kasus ini, hal yang terbaik adalah mengupayakan terapi fisiologis yang
sesuai.

3.5 Pendekatan fisiologis


Pengobatan fisiologis yang berhasil meliputi pengetahuan tentang tidur
dan kebiasaan tidur yang baik, teknik perilaku, dan terapi kognitif, yang
berfokus pada penanganan pemikiran negatif pasien tentang tidur (Espie et
al 2007; Morin dan Espie 2003).
36

3.5.1 Kebiasaan tidur yang baik

Saran ini bertujuan untuk memperbaiki sirkardian (jam tubuh) dan homeostatis
(penyembuhan) yang membantu untuk masuk tidur dan meminimalisir
intervensi arousal.
 Menjaga waktu tidur dan bangun secara teratur.
Hal ini membantu dengan cara resinkronisasi jam setiap hari dan
memastikan bahwa waktu sejak tidur terakhir sudah cukup lama
untuk memaksimalkan proses pemulihan.
 Olahraga siang hari.
Aktivitas fisik membantu sinkronisasi jam tubuh tetapi dapat
meningkatkan arousal jika dilakukan malam hari.
 Melakukan aktivitas pagi hari ke siang hari.
 Mengurangi atau menghentikan tidur siang.
 Menghindari stimulan, alkohol, dan rokok pada sore dan malam hari.
 Membentuk jam tidur rutin.
Hal ini meminimalkan arousal pada jam tidur.

3.5.2 Teknik perilaku


3.5.2.1 Kontrol stimulus
Hal ini untuk meminimalkan faktor lingkungan yang dapat
menghambat tidur atau memperkuat asosiasi dalam pikiran antara berada
di tempat tidur dan terjaga. Hal ini meliputi:
 Melihat jam saat malam hari terus-menerus
 Menggunakan tempat tidur/kamar tidur untuk aktivitas lain selain tidur,
seperti membaca, menonton TV, atau menggunakan telepon genggam.
 Berdiam di tempat tidur saat terjaga

3.5.2.2 Restriksi tidur


Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tidur. Pasien
didorong untuk menilai berapa banyak rata-rata mereka benar-benar tidur,
37

misalnya dalam seminggu terakhir, lalu membatasi waktu mereka berada


di tempat tidur. Jika mereka hanya tidur selama 5 jam dalam satu malam,
pertaman, mereka harus memilih jam bangun tidur yang disukai dan
jangan mencoba tidur hingga 5 jam sebelum jam tersebut. Mereka perlu
menggunakan alarm yang efektif dan dibantu oleh anggota keluarga untuk
membangunkan jika dibutuhkan. Efisiensi tidur meningkat dan waktu
yang dihabiskan di atas tempat tidur meningkat. Hal ini membutuhkan
banyak perencanaan; biasanya jam tidur kurang dari 5 jam tidak
direkomendasikan. Teknik ini dapat meningkatkan masalah di siang hari
dalam beberapa waktu, jadi membutuhkan pengawasan dari profesional
kesehatan terlatih.

3.5.2.3 Pelatihan relaksasi


Hal ini ditujukan untuk pembelajaran imajinasi dan teknik relaksasi
otot di siang hari, dan kemudian mengembangkan keterampilan untuk
memicu perasaan santai tanpa terapis atau rekaman / CD, sehingga dapat
diterapkan saat akan tidur.

3.5.3 Teknik kognitif


3.5.3.1 Cognitive behavioural therapy (CBT)
Terapi ini dilakukan oleh terapis yang terlatih dan bertujuan untuk
mengubah pemikiran negatif pasien insomnia jika tidak tidur. Pemikiran
negatif tersebut contohnya memiliki pemikiran bahwa mereka akan tidak
dapat bekerja dengan baik keesokan harinya jika tidak tidur.

3.5.3.2 Sesi latihan dan perencanaan


Pasien didorong untuk menyisihkan sedikit waktu (15 menit) pada sore
hari, untuk meninjau aktivitas harian, menulis pencapaian dan rencana,
dan menulis langkah positif yang harus dilakukan esok hari untuk
menyelesaikan masalah. Tidak ada kerja secara aktual, hanya menentukan
perencanaan.
38
39

3.5.3.3 Paradoxical intent


Hal ini dilakukan dengan cara pasien mencoba untuk tetap terjaga di
atas tempat tidur dalam keadaan gelap. Berkonsentrasi pada hal ini
terkadang dapat menyebabkan pasien mengantuk lalu tidur.

Gambar 3.3 Restriksi waktu tidur meningkatkan efisiensi tidur. Hipnogram


bagian atas, pasien menghabiskan 9,5 jam di tempat tidur, tidur selama 5,5 jam,
dan memiliki efisiensi tidur 63%. Restriksi waktu di tempat tidur hingga 6,5 jam
mengurangi tidur hanya 5 jam tetapi meningkatkan efisiensi tidur hingga 83%,
dan peningkatan kualitas tidur pasien.

3.6 Obat untuk insomnia


3.6.1 Obat yang bekerja pada reseptor GABA-A benzodiazepin
Sebagian besar obat yang digunakan untuk pengobatan insomnia
bekerja sebagai agonis pada reseptor GABA-A benzodiazepin dan
memiliki efek samping relaksasi otot, gangguan memori, dan ataksia. Hal
tersebut tidak bermasalah jika pasien tidur, tetapi jika harus terbangun saat
malam hari atau kerja obat memanjang melebihi jam bangun tidur, efek
tersebut menjadi penting. Pada durasi kerja obat yang memanjang
40

biasanya mempengaruhi memori, konsentrasi, dan kinerja seperti


mengemudi, dan akan memunculkan efek ansiolitik dan efek relaksan otot.
Obat Z dan benzodiazepin kerja singkat efektif untuk pengobatan
insomnia. Efek samping serta efek bawaan obat ini lebih rendah dan lebih
aman dengan menurunnya paruh waktu. Perlu berhati-hati dalam memilih
obat berdasarkan onset kerja yang tepat, dan eliminasi obat. Harus berhati-
hati dalam meresepkan obat tersebut pada pasien dengan komorbid sleep-
related breathing disorder seperti obstructive sleep apnoea syndrome yang
dieksaserbasi oleh benzodiazepin. Alkohol dapat memperbesar efek obat
ini, dan pasien harus mengetahui jika mereka minum alkohol pada malam
hari, obat tidur tersebut akan memiliki efek yang lebih besar dan lebih
lama, sehingga akan berdampak pada kegiatan esok hari.
Zopiclone memiliki paruh waktu 6-8 jam dan efektif untuk pengobatan
insomnia tahap awal atau tahap perawatan. Zolpidem dan Zaleplon
memiliki onset cepat (30-60 menit) dan duraksi aksi pendek, dengan paruh
waktu 3 jam untuk zolpidem dan 2 jam pada zaleplon, sehingga berguna
untuk insomnia yang baru. Penelitian menyatakan bahwa zaleplon tidak
memiliki efek psikomotor, termasuk mengemudi, ketika diberikan
sekurang-kurangnya 5 jam sebelum tes. Penelitian tersebut
memperlihatkan jika obat ini dapat diminum malam hari, baik ketika
pasien mencoba untuk tidur, ataupun jika mereka terbangun saat malam
hari dan tidak bisa tidur kembali, tanpa efek mabuk. Obat ini hanya obat
hipnotik yang diresepkan. Pasien dapat mengkonsumsi obat tersebut saat
diperlukan, hal tersebut meningkatkan tingkat kepercayaan diri pasien
terhadap tidur dan mengurangi rasa cemas. Benzodiazepin dengan kerja
tersingkat yaitu temazepam, loprazolam, dan lormetazepam, dengan waktu
paruh hingga 12 jam.
Topik yang mengkhawatirkan pasien dan dokter ketika menggunakan
tablet tidur adalah toleransi obat, ketergantungan, dan withdrawal. Pasien
insomnia kronik takut jika berhenti konsumsi obat tidur, ketika ada
rebound tidur yang buruk jangka pendek, mereka menginterpretasikan hal
41

ini sebagai alasan untuk terus konsumsi obat tidur. Pada pasien yang ingin
berhenti konsumsi obat, terdapat beberapa alternatif pengobatan lainnya.
Pertama yaitu meyakinkan penggunaan intermiten obat hipnotik kerja
singkat, sehingga pasien mengetahui jika mereka akan mendapatkan tidur
yang baik sebanyak dua sampai tiga kali dengan obat dalam seminggu.
Strategi lain yaitu menyarankan menurunkan dosis dalam periode singkat,
dengan pemberian edukasi pada pasien tentang insomnia rebound.
Merencanakan penurunan dosis merupakan hal penting, dan banyak pasien
yang memilih untuk absen kerja beberapa waktu, atau meminta bantuan
keluarga untuk beberapa waktu saat kualitas tidur mereka akan memburuk
sementara. Pengobatan yang telah memperlihatkan perbaikan simtom pada
insomnia kronik yaitu intervensi psikologis seperti cognitive behavioural
therapy (CBT), dan jika pasien diajarkan beberapa teknik tersebut, mereka
mungkin dapat mengurangi konsumsi obat hipnotik lebih mudah.
Meskipun usaha-usaha tersebut dilakukan, akan ada beberapa pasien
yang terus mengeluhkan bahwa insomnia yang mereka alami hanya
berespon terhadap obat. Pada kasus seperti ini, pasien dan klinisi
mempertimbangkan risiko dan keuntungan pengobatan yang tersisa,
mengingat adanya risiko pasien mengkonsumsi alkohol (atau obat yang
tidak diresepkan) sebagai alternatif. Obat antidepresan dapat diberikan;
pasien harus dalam keadaan stabil dan dalam dosis standar antidepresan
sebelum mulai menghentikan obat hipnotik.

3.6.2 Obat lain untuk insomnia


Penelitian untuk mencari obat baru dalam terapi insomnia masih
dilakukan, terdapat beberapa senyawa baru yang menjanjikan tetapi masih
harus dibandingkan dengan obat yang tersedia saat ini. Sebuah penemuan
mengenai enantiomer (S) aktif zopiklon (eszopiklon, terlisensi USA)
menarik perhatian; dalam percobaan dengan plasebo terkontrol, efisiensi
dipertahankan lebih dari 6 bulan (Krystal et al 2003), dan saat ini terdapat
data bahwa efisiensi tersebut dapat dipertahankan lebih dari 12 bulan
42

(Roth et al 2005). Saat ini baru pertama kali data terkontrol jangka lama
mampu memperlihatkan efisiensi berlanjut obat hipnotik, yang akan
menenangkan pasien dan dokter yang mengobatinya.
Tidak ada bukti obyektif jika dosis rendah antidepresan trisiklik seperti
amitriptilin meningkatkan kualitas tidur pada insomnia primer. Satu alasan
agar tidak menggunakan obat tersebut yaitu obat tersebut banyak dipakai
untuk bunuh diri (Nutt 2005). Pada depresi, mitrazapin berguna pada
pasien dengan insomnia yang jelas sebagai gejala depresi. Pada pasien
insomnia yang tidak depresi, obat antidepresan dengan efek blokade 5-
HT2 terkadang bekerja efektif. Ada laporang bahwa selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRI) memperbaiki insomnia jangka panjang,
diperkirakan karena efek ansiolitik atau anti obsesional membantu
menghentikan kecemasan malam hari dan ruminasi.
Pemberian eksogen melatonin, hormon yang diproduksi oleh glandula
pineal saat gelap telah diinvestigasi untuk pengobatan insomnia, tetapi
hasilnya inkonklusif (Buscemi et al 2005), meskipun melatonin berguna
pada gangguan irama sirkardian. Paruh waktu melatonin singkat, dengan
formulasi slow-release telah dilisensi karena dapat memperbaiki
kontinuitas tidur dan kesejahteraan siang hari pada orang0orang usia di
atas 55 tahun dengan insomnia (Lemoine et al, 2007; Wade et al 2007).
Hal tersebut diperkirakan bahwa pada kelompok usia tersebut terjadi
penurunan irama sekresi melatonin endogen. Melatonin menyebabkan
pemendekan latensi tidur dan tidak ada efek gangguan kognitif, motorik,
ataupun respirasi.
Kebanyakan obat tidur paten mengandung antihistamin. Antihistamin
yang memiliki efisiensi pada percobaan terkontrol yaitu promethazine
(OTC sebagai Sominex) yang menurunkan latensi onset tidur dan
terbangun saat malam hari setelah konsumsi satu dosis., tetapi tidak ada
penelitian yang memperlihatkan efek tahan lama lebih dari satu malam.
Kebanyakan antihistamin sedatif memiliki kerja lebih lama sehingga dapat
mengakibatkan sedasi siang hari.
43

Telah ada beberapa percobaan klinis pengobatan tidur herbal dan


sejauh ini bukti efisiensinya tidak konsisten.

Anda mungkin juga menyukai