Tinjauan Pustaka: Sleep Disorder
Tinjauan Pustaka: Sleep Disorder
Sleep Disorder
Diajukan sebagai salah satu tugas P3D Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Pembimbing:
Irwanto Ichlas, dr., SpKJ-K
Disusun Oleh:
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAGIAN 1 TIDUR NORMAL..............................................................................1
1.1 Mengapa Kita Tidur?.........................................................................................1
1.2 Berapa Lama Tidur yang Kita Butuhkan?.........................................................1
1.3 Bagimana Mengatur Tidur.................................................................................2
1.3.1 Proses Sirkadian........................................................................................2
1.3.2 Proses Homeostasis..................................................................................3
1.3.3 Gairah, Relaksasi, dan Kegelisahan..........................................................4
1.4 Fisiologi dari Kontrol Tidur-Bangun.................................................................5
1.5 Struktur Tidur....................................................................................................5
1.5.1 Fenomena EEG saat Tidur........................................................................7
1.6 Tidur dalam Kelompok Khusus.........................................................................9
1.6.1 Tidur pada Anak-Anak.............................................................................9
1.6.2 Tidur dan Penuaan..................................................................................10
1.6.3 Tidur Selama Kehamilan dan Menopause..............................................10
1.7 Tidur dan Bermimpi........................................................................................13
1.8 Tidur, Belajar, dan Memori.............................................................................13
1.9 Tidur pada Hewan............................................................................................14
BAGIAN 2 DIAGNOSA GANGGUAN TIDUR................................................16
2.1 Pertanyaan ‘ Apa masalahnya dengan tidur?’.................................................16
2.2 Gejala yang timbul...........................................................................................17
2.3 Pertanyaan lebih lanjut....................................................................................18
2.4 Diagnosis Insomia...........................................................................................18
2.5 Keusioner.........................................................................................................19
2.6 Tes objektif......................................................................................................22
2.6.1 Actigraphy..............................................................................................22
2.6.2 Polisomnografi (PSG).............................................................................22
2.6.3 Multiple Sleep Latemcy Test (MSLT)...................................................24
2.6.4 Overnight video recording......................................................................26
ii
1
2
Gambar 1.1 Jam tidur dilaporkan dalam hari kerja (biru muda) dan akhir pekan
(biru gelap). Berdasarkan data National Sleep Foundation 2002
Seluruh hewan memiliki “jam” ini, periode dan waktu dipengaruhi gen
tertentu, sebagian besar umum pada lalat buah, tikus, primata, dan pada
spesies lainnya. Mutasi dari gen-gen yang mengarah pada perubahan ritme
sirkadian sangat mudah diidentifikasi pada lalat buah dan varian serupa
dari gen-gen ini telah ditemukan pada orang-orang dengan gangguan ritme
sirkadian. Gangguan jadwal tidur tertentu, contohnya, gangguan fase tidur
tertunda telah terbukti memiliki hubungan dengan bentuk laik “Clock
gane”.
Tampaknya baik berapa lama kita tidur dan waktu tidur yang kita
inginkan dipengaruhi susunan genetik kita. Proses molekuler dimana gen
berinteraksi dengan mekanisme otak, membuat “jam berdetak”, bekerja
dengan baik dan melibatkan produksi protein yang mengaktifkan
metabolisme sel, yang kemudian menghentikan gen yang bertanggung
jawab untuk produksi selama siklus 24 jam.
Dorongan untuk tidur dari jam sirkadia (disebut proses “C”) dimulai
perlahan sekitar pukul 11 malam dan secara bertahap meningkat dengan
puncak pada pukul 4 pagi. (Gambar 1.2). “Jam” menyediakan proses
kantuk yang berlanjut hingga pertengahan pagi dan menyediakan
kesadaran ketika siang.
Gambar 1.2 dua proses tidur. Garis tipis, C, adalah kecenderungan tidur sirkadian
yang mencapai maksimum sekitar pukul 4 pagi, dan berakhir di pagi hari,
membuat kita tetap waspada pada siang dan sore hari. Garis biru yang lebih gelap
adalah proses S, yang mencapai maksimum setelah sekitar 16 jam bangun dan
berkurang saat tidur.
kejadiannya. Pola ini berbeda tiap orangnya, tetapi biasanya terdiri dari 4
atau 5 siklus tidur tenang bergantian dengan paradoxical dan Rapid eye
movement (REM). Pada paruh pertama malam ditandai dengan periode
tidur nyenyak dengan periode REM yang lebih banyak dan lebih lama di
paruh kedua malam. Gambaran dari berbagai fase tidur dari waktu ke
waktu dikenal sebagai hipnogram dan salah satu gambaran normal terdapat
pada Gambar 1.3
Gambar 1.3 Hypnogram normal, menunjukkan fase tidur dan distribusi sepanjang
malam
terpenting, dan kita akan memiliki dua kali jumlah biasa dari SWS malam
berikutnya.
K kompleks dan “sleep spindles” adalah fenomena tidur yang secara
rutin digunakan untuk menilai tahap tidur, dan terkait dengan transmisi
informasi dari thalumus ke korteks. K kompleks dapat ditimbulkan dengan
mudah dalam tidur ringan oleh stimulasi pendengaran, dan diperkirakan
bahwa ini adalah manifestasi dari sinyal ke bawah (dari korteks ke talamus
dan batang otak) untuk tetap tertidur. “Sleep Spindle” merupakan
semburan pendek dari aktivitas ritmis 10-15 Hz yang terjadi selama tidur
non-REM ringan dan dalam, dan mungkin terkait dengan mencegah
korteks berproses selama tidur.
Gambar 1.5 Gambaran proporsi perkiraan bangun tidur pada anak-anak. Gambar
1.5 didasakrkan pada data dari Dittrichova (1966).
Gambar 1.6 Perubahan waktu bangun, slow-wave sleep, dan sekresi growth
hormone berdasarkan usia pada pria dewasa. Van Cauter et al (2000).
14
tertarik pada kebiasaan tidur hewan, waktu tidur dan bangun dari kisaran
spesies ditunjukkan pada Gambar 1.7, diambil dari data yang disediakan
oleh Lesku et al (2006, 2008).
Gambar 1.7 waktu tidur dan terjaga beberapa spesies hewan dalam 24 jam. Lesku
et al (2006)
BAGIAN 2
DIAGNOSA GANGGUAN TIDUR
17
18
2.5 Keusioner
Kusioner yang bermanfaat dimana pasien dapat mengisinya di ruang
tunggu adalah Bristol Sleep Profile. Ini dapat menjadi dasar untuk
pertanyaan lebih lanjut mengenai gaya hidup dan gangguan tidur yang
spesifik.
Diari tidur merupakan hal yang penting untuk mengetahui masalah
tidur. Seperti contohnya gejala insomnia jarang ditemukan persis sama
dari malam ke malam, dan dalam dua sampai tiga minggu diari tidur akan
memberikan informasi mengenai pola waktu dan keteraturan tidur dan
frekuensi dari gejala.
Diari tidur pada gambar 2.1 menunjukkan bahwa waktu tidur yang
lebih dipilih pasien adalah pada akhir pekan dibandingkan pada minggu,
yang mungkin menyebabkan gangguan waktu penjadwalan tidur. Kolom
pengobatan dapat ditambahkan bila diperlukan.
Keusioner terutama yang berorientasi pada penelitian namun dapat
bermanfaat dalam klnis adalah Pittsburgh Sleep Quality Index, bertanya
mengenai tidur dalam beberapa bulan terakhir, dan St Mary’s Sleep
21
2.6.1 Actigraphy
Actigraphy adalah metode pemantauan gerakan selama nenerapa hari
atau minggu dalam kehidupan nyata. Tes ini dengan cara menggunakan
monitor kecil yang dikenakan di pergelangan tangan yang berisi suatu
perangkat (akselerator) yang menghasilkan impuls listrik sebagai respons
suatu gerakan, yang disimpan dalam memori digital. Biasanya aktigraf
mencatat intensitas dan durasi gerakan. Alat ini ringan dan mudah dipakai
serta dapat digunakan pada pasien yang kurang kooperatif (bayi, pasien
demensia). Aktigraf memberikan catatan dari waktu istirahat dan aktivitas
selama beberapa minggu dan dapat diunduh dengan cepat untuk
memberikan gambaran instan ketika pasien datang berobat.
Actigraphy mungkin berguna untuk mengukur tidur selama terbangun
dikaitkan dengan gerakan dan tidur dikaitkan dengan diam. Dengan
demikian pasien yang berbaring diam tetapi terjaga di tempat tidur akan
dianggap tertidur, dan pasien yang sangat gelisah selama tidur akan
diasumsikan telah terbangun, walaupun mereka belum terbangun.
Actigraphy sebaiknya diiringi dengan suatu catatan harian sehingga pola
yang tidak biasa akan dapat dilihat.
Poin kunci
Insomnia merupakan masalah kesehatan yang berkaitan dengan
rendahnya kualitas hidup, tingginya jumlah absen kerja, serta
kesehatan mental dan fisik
Pasien mengeluhkan tidur yang sebentar, sering terbangun, kualitas
tidur yang buruk, atau kombinasi seluruhnya
Penting untuk menyingkirkan gangguan tidur lain sebagai penyebab
insomnia: rujukan ke pusat spesialis tidur untuk pemeriksaan lebih
lanjut pada kasus dengan tanda gejala yang tidak biasa atau diagnosis
masih ragu-ragu
Seluruh pengobatan bertujuan untuk mengetahui distres, menangani
penyebab primer, edukasi pasien mengenai faktor pencetus, dan
membentuk kebiasaan tidur yang baik
Obat untuk insomnia merupakan agen hipnotik yang bekerja pada
reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA)-A-benzodiazepine
Beberapa obat untuk mengatasi insomnia sedang dalam pengembangan
29
30
Gamb
ar 3.1 Faktor presipitasi insomnia
Saran ini bertujuan untuk memperbaiki sirkardian (jam tubuh) dan homeostatis
(penyembuhan) yang membantu untuk masuk tidur dan meminimalisir
intervensi arousal.
Menjaga waktu tidur dan bangun secara teratur.
Hal ini membantu dengan cara resinkronisasi jam setiap hari dan
memastikan bahwa waktu sejak tidur terakhir sudah cukup lama
untuk memaksimalkan proses pemulihan.
Olahraga siang hari.
Aktivitas fisik membantu sinkronisasi jam tubuh tetapi dapat
meningkatkan arousal jika dilakukan malam hari.
Melakukan aktivitas pagi hari ke siang hari.
Mengurangi atau menghentikan tidur siang.
Menghindari stimulan, alkohol, dan rokok pada sore dan malam hari.
Membentuk jam tidur rutin.
Hal ini meminimalkan arousal pada jam tidur.
ini sebagai alasan untuk terus konsumsi obat tidur. Pada pasien yang ingin
berhenti konsumsi obat, terdapat beberapa alternatif pengobatan lainnya.
Pertama yaitu meyakinkan penggunaan intermiten obat hipnotik kerja
singkat, sehingga pasien mengetahui jika mereka akan mendapatkan tidur
yang baik sebanyak dua sampai tiga kali dengan obat dalam seminggu.
Strategi lain yaitu menyarankan menurunkan dosis dalam periode singkat,
dengan pemberian edukasi pada pasien tentang insomnia rebound.
Merencanakan penurunan dosis merupakan hal penting, dan banyak pasien
yang memilih untuk absen kerja beberapa waktu, atau meminta bantuan
keluarga untuk beberapa waktu saat kualitas tidur mereka akan memburuk
sementara. Pengobatan yang telah memperlihatkan perbaikan simtom pada
insomnia kronik yaitu intervensi psikologis seperti cognitive behavioural
therapy (CBT), dan jika pasien diajarkan beberapa teknik tersebut, mereka
mungkin dapat mengurangi konsumsi obat hipnotik lebih mudah.
Meskipun usaha-usaha tersebut dilakukan, akan ada beberapa pasien
yang terus mengeluhkan bahwa insomnia yang mereka alami hanya
berespon terhadap obat. Pada kasus seperti ini, pasien dan klinisi
mempertimbangkan risiko dan keuntungan pengobatan yang tersisa,
mengingat adanya risiko pasien mengkonsumsi alkohol (atau obat yang
tidak diresepkan) sebagai alternatif. Obat antidepresan dapat diberikan;
pasien harus dalam keadaan stabil dan dalam dosis standar antidepresan
sebelum mulai menghentikan obat hipnotik.
(Roth et al 2005). Saat ini baru pertama kali data terkontrol jangka lama
mampu memperlihatkan efisiensi berlanjut obat hipnotik, yang akan
menenangkan pasien dan dokter yang mengobatinya.
Tidak ada bukti obyektif jika dosis rendah antidepresan trisiklik seperti
amitriptilin meningkatkan kualitas tidur pada insomnia primer. Satu alasan
agar tidak menggunakan obat tersebut yaitu obat tersebut banyak dipakai
untuk bunuh diri (Nutt 2005). Pada depresi, mitrazapin berguna pada
pasien dengan insomnia yang jelas sebagai gejala depresi. Pada pasien
insomnia yang tidak depresi, obat antidepresan dengan efek blokade 5-
HT2 terkadang bekerja efektif. Ada laporang bahwa selective serotonin
reuptake inhibitors (SSRI) memperbaiki insomnia jangka panjang,
diperkirakan karena efek ansiolitik atau anti obsesional membantu
menghentikan kecemasan malam hari dan ruminasi.
Pemberian eksogen melatonin, hormon yang diproduksi oleh glandula
pineal saat gelap telah diinvestigasi untuk pengobatan insomnia, tetapi
hasilnya inkonklusif (Buscemi et al 2005), meskipun melatonin berguna
pada gangguan irama sirkardian. Paruh waktu melatonin singkat, dengan
formulasi slow-release telah dilisensi karena dapat memperbaiki
kontinuitas tidur dan kesejahteraan siang hari pada orang0orang usia di
atas 55 tahun dengan insomnia (Lemoine et al, 2007; Wade et al 2007).
Hal tersebut diperkirakan bahwa pada kelompok usia tersebut terjadi
penurunan irama sekresi melatonin endogen. Melatonin menyebabkan
pemendekan latensi tidur dan tidak ada efek gangguan kognitif, motorik,
ataupun respirasi.
Kebanyakan obat tidur paten mengandung antihistamin. Antihistamin
yang memiliki efisiensi pada percobaan terkontrol yaitu promethazine
(OTC sebagai Sominex) yang menurunkan latensi onset tidur dan
terbangun saat malam hari setelah konsumsi satu dosis., tetapi tidak ada
penelitian yang memperlihatkan efek tahan lama lebih dari satu malam.
Kebanyakan antihistamin sedatif memiliki kerja lebih lama sehingga dapat
mengakibatkan sedasi siang hari.
43