Anda di halaman 1dari 9

DASAR PERILAKU MANAJEMEN SUMBER DAYA INSANI

INFERENSI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Manajemen Sumber Daya Insani yang dibina oleh

Bapak Dr. H. Rudy Haryanto, MM

Oleh:

AINUR RIDHO

NIM. 9380031006

PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI SYARIAH

PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

SEPTEMBER 2020
DASAR PERILAKU MANAJEMEN SUMBER DAYA INSANI

Manajemen Sumber Daya Insani (MSDI) telah bertransformasi menjadi sebuah


industri dari awal yang hanya merupakan sebuah pekerjaan.

Manajemen Sumber Daya Insani sangat dibutuhkan untuk membantu orang-orang


(Insani) dan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan besar ekosospol dan
teknologi yang mempengaruhi bagaimana cara mengelola orang-orang.

Derasnya arus perubahan yang kita alami memaksa kita untuk mengakui bahwa ada
kekuatan yang lebih besar yang mempengaruhi tata manajemen orang. Perubahan yang paling
dominan ialah perubahan lingkungan, peningkatan keamanan resiko, perubahan demografis,
perkembangan ekonomi yang sangat cepat serta pergeseran nilai-nilai dan gaya hidup,
keluarga, pendidikan dan kesehatan. Apa yang menjadi ranah Manajemen Sumber Daya
Insani yang dulu mungkin sudah sangat jauh dengan apa yang menjadi cakupan pembahasan
MSDI pada saat ini. Perubahan global, sosial dan politik telah mempengaruhi semua
kegiatan ekonomi yang berdampak kepada peluang dan ancaman pemasaran, mempengaruhi
lapangan kerja, budaya, produktivitas dan iklim hubungan sosial.

Munculnya berbagai gaya baru yang digunakan untuk bekerja dan berorganisasi
menjadi faktor determinan terhadap Manajemen Sumber Daya Insani.

Fungsi SDI dalam organisasi lebih kecil dan lebih sering dikaitkan dengan berbagai
penyedia layanan, dan kadang-kadang disebut dengan kegiatan transaksional out sourcingi.

A. Kesadaran Diri
Diktum sadar bukanlah sebuah terminologi yang bersifat apolegetik; tanpa tujuan
yang jelas dan kongkrit, akan tetapi merupakan suatu diktum kebijaksanaan yang seolah
mudah dikatakan tapi sulit untuk dilaksanakan. Sadar merupakan suatu keberanian
seseorang untuk melakukan perbuatan mulia, karena dengan sadar seseorang telah
mendekontruksi seluruh bagian egosentris yang ada dalam dirinya menjadi sikap
tawadhu’.
Dalam konteks bisnis, seseorang harus sadar bahwa dirinya tidak sepenuhnya
mengetahui dan menguasai terhadap apa yang ia kerjakan. Karena dengan kesadaran
seperti itu seseorang akan menjadi lebih berhati-hati dan lebih bersikap inklusif dengan
menerima saran dan kritik dari orang lain, dan lambat laut akan membuat orang tersebut
menjadi semakin berkualitas dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

1
Semakin besar rasa sadar yang dimiliki seseorang maka akan semakin besar pula
ia bertindak untuk menghormati dan mendukung orang lain.
Ada dua pandangan terhadap individu yaitu pandangan yang dimiliki individu
tentang diri mereka sendiri dan ada pandangan yang dimiliki orang lain yang telah
melihat mereka dalam berbagai situasi.
Dalam menilai perilaku individu ada empat varian utama yang telah dirangkum
dalam model jendela Johari, sebuah jendela yang dinamai menurut penulis psikolognya,
Joe Luft dan Harry Ingham. Empat varian tersebut ialah:
1. Dikenal oleh diri sendiri dan orang lain (publik).1 Misalnya, Saya tahu bahwa saya
malas dan orang lain juga berpikiran seperti itu.
2. Dikenal orang lain, tetapi tidak untuk diri sendiri (buta).2 Misalnya, Saya pikir saya
orang yang perhatian dan sensitif. Orang lain tidak melihat saya dengan cara ini.
Saya tidak sadar bahwa orang lain memiliki pandangan yang berbeda.
3. Dikenal sebagai diri sendiri, tetapi tidak bagi orang lain (tersembunyi).3 Misalnya,
Saya tahu bahwa kurangnya kebodohan saya adalah kelemahan utama.
Rupanya orang lain tidak begitu menyadari masalah ini.
4. Tidak dikenal sendiri dan tidak dikenal orang lain. Misalnya, Saya seorang hakim
yang miskin. Saya tidak menyadari hal ini dan juga orang lain yang tidak kenal saya.
Seiring berjalannya waktu jendela ini akan mengecil dan mengalami kontraksi
seiring dengan kita mulai mengembangkan diri atau belajar dari pengalaman.

B. Bagaimana Seharusnya Kesadaran Diri Orang lain Dijelaskan

Seseorang yang memiliki pandangan yang jujur dan seimbang terhadap diri
mereka sendiri adalah mereka yang menyadari bahwa:

1. Perilaku mereka dapat mempengaruhi orang lain


2. Mereka mungkin perlu merubah perilaku tersebut agar kinerja dapat berjalan efektif
dan hubungan mereka dengan orang lain pun bisa menjadi lebih baik.

1
Maksud daerah publik adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh dirinya dan orang lain.
2
Daerah buta adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh orang lain tetapi tidak diketahui oleh
dirinya. Hubungan secara interpersonal, orang ini lebih memahami orang lain tetapi tidak mampu memahami
tentang diri, sehingga orang ini seringkali menyinggung perasaan orang lain dengan tidak sengaja.
3
Daerah tersembunyi adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh diri sendiri tetapi tidak diketahui
oleh orang lain. Dalam daerah ini, orang menyembunyikan/menutup dirinya.
3. Mereka mengambil langkah-langkah aktif untuk mendapatkan umpan balik tentang
perilaku dan kinerja mereka (Melakukan aktivitas sensasional yang senantiasa
menjadi sorotan publik).
4. Mereka mencatat secara khusus setiap konsensus pandangan eksternal, terutama
ketika berbeda secara signifikan dari pandangan mereka tentang diri mereka sendiri
(sering melakukan instropeksi diri).

Carl Jung mendefinisikan ciri-ciri kepribadian yang paling utama adalah sikap
keseluruhan 'Ekstroversi' dan 'Introversi'. Ciri-ciri ini membantu menjelaskan bagaimana
seseorang melihat dan memahami dunia, bagaimana orang tersebut memproses
informasi dan membuat keputusan, yang menurut Jung bergantung pada pemikiran,
perasaan, sensasi, dan intuisi orang tersebut.
Adapun ciri-ciri kepribadian tersebut dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
1. Ekstroversi: ekstrovert cenderung mudah bergaul, menghubungkan diri mereka
dengan dunia di sekitar mereka.
2. Neuroticism: memandang dunia sebagai tempat yang menakutkan. Neurotik
memiliki kecemasan dan sadar diri.
3. Agreeableness: kemampuan untuk peduli, penuh kasih sayang.
4. Hati nurani: perilaku berhati-hati, teliti, gigih.
5. Keterbukaan terhadap pengalaman: orang-orang ini memiliki minat luas dan mau
mengambil risiko.
Raymond Cattell mengemukakan bahwa kepribadian itu tidak sepenuhnya harus
diperbaiki. Sebaliknya, kita dapat beradaptasi dan berubah sesuai dengan situasi yang
kita hadapi, meskipun diantisipasi setiap perubahan perilaku akan konsisten dengan
kepribadian kita secara keseluruhan.
Jawaban atas pertanyaan yang harus disediakan oleh analisis diri hanya dapat
berasal dari bukti perilaku masa lalu dan masa kini. Tindakan lebih keras daripada kata-
kata. Analisis individu untuk tujuan kesadaran diri membutuhkan penyelidikan yang
sama dengan yang terjadi selama wawancara seleksi dalam penilaian kinerja. Itu
membutuhkan disiplin dan sistem. Bukti kemampuan, potensi, kekuatan, kelemahan
individu, nilai-nilai, sikap, motivasi, kesukaan,ketidaksukaan, ciri-ciri kepribadian, dan
lain-lain. Jawaban tersebut akan disediakan dari sumber-sumber berikut:
1. Pengaruh besar dalam kehidupan seperti keluarga, pendidikan, agama, pekerjaan dan
sosial.
2. Riwayat hidup dalam pencapaian sesuatu dan keputusan.
Individu dapat melakukan investigasi ini untuk diri mereka sendiri, tetapi proses
ini sangat ditingkatkan melalui bantuan orang lain yang memiliki keterampilan
konseling dan investigasi yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan yang relevan,
menyelidik dan kadang-kadang canggung dalam cara yang ramah, membantu tetapi
tegas.

C. Komunikasi

Masalah yang ditimbulkan individu insani dalam konteks hubungan interpersonal


merupakan suatu kajian yang terkandung dalam disiplin ilmu komunikasi, artinya segala
persoalan bisa diatasi melalui platform komunikasi.

Komunikasi adalah aliran informasi yang digunakan setiap insan untuk


menyampaikan pesan dan niat satu sama lain, oleh karena itu tindakan kolaboratif atau
sinergis hanya bisa terjalin melalui platform komunikasi. Artinya suatu kontrak kerjasama
hanya bisa terjalin jika setiap individu insani menjalin komunikasi dengan orang lain.

Agar maksud dari pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator bisa dipahami
oleh komunikan maka harus memenuhi beberapa ketentuan sebagaimana berikut:

1. Keduanya (Komunikator dan Komunikan) harus memahami kode pesannya


2. Mereka menggunakan frekuensi yang sama
3. Harus ada gangguan skala minimum

Ketentuan tersebut harus benar-benar di ilhami oleh kedua belah pihak agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman yang mengakibatkan tercemarnya pola komunikasi. Oleh
sebab itu, agar jalinan komunikasi benar-benar bisa efektif dibutuhkan dorongan dari sifat
dasar setiap insani yaitu:

1. Keinginan yang tulus untuk berkomunikasi. Yakni komunikator seyogianya benar-


benar peduli terhadap komunikan, dengan kata lain komunikator sesering mungkin
membantu komunikan agar bisa memahami pesan yang disampaikan sedini mungkin.
2. Iklim kepercayaan dan keterbukaan harus terjalin antara keduanya, agar rasa aman
dan nyaman sama-sama dapat dirasakan sehingga menyebabkan komunikasi menjadi
lebih efektif.
3. Keduanya harus menyadari bahwa masing-masing dari keduanya memiliki
kekurangan dan keterbatasan sehingga antara keduanya bisa terjalin sikap simbiosis
mutualisme, saling melengkapi antara satu dengan yang lain, bukan saling
menjatuhkan apalagi saling memaksakan kehendak.
4. Sesering mungkin berbagi pengalaman
5. Sering melakukan instrospeksi dan koreksi terhadap niat dan pesan yang ingin
disampaikan
6. Seorang komunikator juga harus mendengarkan feedback dari komunikan tentang
apa yang ia komunikasikan.

D. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,


mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan
emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri,
memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan
orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk
memotivasi diri.

E. Motivasi

Secara tradisional, motivasi kerja yang lazim dimanifestasikan dalam bentuk


imbalan atau hukuman merupakan representasi dari apa yang disebut dengan pendekatan
wortel dan tongkat; sebuah pendekatan psikologi yang disebut Douglas McGregor
sebagai teori X Y.

Motivasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan batin yang mendorong Insani untuk
berperilaku dalam berbagai cara. Oleh setiap Insani harus memiliki motivasi tersebut
sebagai modal agar apa yang ia kerjakan menjadi efektif dan maksimal. Meski demikian,
memotivasi bukanlah perbuatan yang mudah dilakukan ada beberapa fitur motivasi yang
lazim digunakan secara umum yaitu

1. Kekuatan motivasi timbul sebagai akibat dari kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti
contoh; karyawan yang bekerja kurang maksimal bisa dimotivasi dengan cara
memberikan reward kepada mereka.
2. Kepuasan suatu kebutuhan dapat merangsang keinginan untuk memenuhi kebutuhan
lebih lanjut. misalnya, "Semakin banyak yang mereka miliki, semakin banyak yang
mereka inginkan".
3. Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan dapat menyebabkan pengurangan atau
pengalihan kekuatan motivasi menuju tujuan lain yang dinilai lebih mudah didapat.
4. Kekuatan motivasi memiliki tiga elemen dasar yaitu; arah, intensitas, dan durasi.
Maksudnya adalah diarahkan pada tujuan, kekuatannya dapat sangat bervariasi,
tergantung pada kekuatan keinginan individu, dan itu dapat berlangsung untuk jangka
waktu yang lama atau pendek atau berulang secara berkala.
5. Ada dua sumber utama kebutuhan Insani (Konsep SDI) yaitu:
a. Diwarisi atau ditentukan oleh keturunan yaitu semua Insani berbagi kebutuhan
fisiologis primer yang harus dipenuhi untuk bertahan hidup (daya fisik)
b. Ditentukan oleh Lingkungan, yaitu melalui pengaruh sosialisasi utama dalam
hidup mereka sehingga orang-orang memperoleh sikap, nilai, dan harapan yang
mengarah (daya pikir).

Sumberdaya Insani adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya
fisik yang dimiliki setiap individu.

F. Alasan Keanggotaan Kelompok dan Harapan Anggota Kelompok

Alasan mengapa individu bergabung dengan kelompok ialah dapat diidentifikasi


dengan menggunakan kategori hierarki Maslow yang meliputi: material atau ekonomi,
sosial, harga diri atau status, pengembangan diri atau pemenuhan.

Secara sederhana dapat dipersepsikan bahwa alasan kenapa seseorang bergabung


dengan kelompok ialah karena dilatarbelakangi oleh kebutuhan, dengan harapan agar
keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan itu bisa tercapai.

G. Interaksi Antar Kelompok

Interaksi merupakan kegiatan ataupun tindakan yang terjadi ketika dua anggota
atau lebih saling memberikan pengaruh satu sama lain. Ketika terjadi interaksi maka
akan menyebabkan terbentuknya gambaran perkembangan suatu kelompok.
Tuckman mengajukan empat model tahapan sebagai gambaran umum kronologi
perkembangan kelompok menuju kolaborasi yang kohesif:

1. Forming: merupakan tahapan dimana anggota merasa kurang yakin dalam memilih
atau menentukan keberadaannya, serta semua prosedur dan aturan – aturan yang
berlaku dalam suatu kelompok. Dalam tahapan ini sering sekali anggota merasakan
ketidakjelasan mengenai struktur, kepemimpinan maupun tujuan dalam kelompok.
Namun, hal ini dapat diubah pada tahap selanjutnya.
2. Stroming: para anggota saling mengenal satu sama lain dan siap untuk
mengemukakan pandangan mereka. Hal ini menyebabkan konflik antara individu,
pemimpin atau subkelompok yang mungkin muncul. Terdapat anggota yang
menantang aturan maupun pengaruh dari dalam kelompok sendiri serta terkadang
akan ada yang merasa kurang sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya.
Kondisi-kondisi seperti ini hendaknya disadari oleh setiap anggota akan pentingnya
saling menghargai, menghormati dan meminimalisir sikap egois yang ada pada diri
sebagai solusi yang dapat diterapkan pada tahap ini.
3. Norming: konflik mulai dikendalikan saat anggota menyadari kebutuhan untuk
bekerjasama dalam melaksanakan tugas. Kelompok mulai menghasilkan norma
perilaku, yaitu kode sikap dan perilaku yang diterima semua anggota
4. Performing: kelompok ini sekarang telah mengembangkan tingkat kohesi yang
dibutuhkan untuk bekerja sebagai tim dan untuk berkonsentrasi pada masalah yang
harus diatasi untuk mencapai tujuannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kelompok yaitu:

1. Tugas: sifat dan pengaturan yang dipaksakan oleh manajemen dalam hal metode dan
kondisi kerja.
2. Kelompok: ukuran, komposisi, hubungan dan norma.
3. Fungsi kepemimpinan: gaya dan kesesuaiannya dengan tugas dan kelompok.
4. Lingkungan: hubungan dengan kelompok lain dan organisasi utama.

Menurut RF Bales, mengungkapkna bahwa perilaku anggota dalam kelompok


kerja masuk dalam dua kategori utama, yaitu:

1. Berorientasi pada tugas.


2. Berorientasi sosio-emosional yang dibagi menjadi dua yaitu:
a. emosional positif : sebuah perilaku yang diarahkan untuk meningkatkan kekompakan
tim, seperti mengekspresikan humor untuk melepaskan ketegangan dan
mengekspresikan tindakan untuk mendukung anggota tim lainnya, dan lain
semacamnya
b. emosional negatif: sebuah perilaku yang mencerminkan karakter antagonis dan egois.

Anda mungkin juga menyukai