Anda di halaman 1dari 124

ANALISIS RAGAM DAN PERUBAHAN KONSEPSI KALOR

SISWA SMA NEGERI 5 MALANG

SKRIPSI

OLEH
YENY KHRISTIANI
NIM 109321417103

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JULI 2013
ANALISIS RAGAM DAN PERUBAHAN KONSEPSI SISWA

SMA NEGERI 5 MALANG

SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana

Oleh
Yeny Khristiani
NIM 109321417103

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JULI 2013
ABSTRAK

Khristiani,Yeny. 2013. Analisis Ragam dan Perubahan Konsepsi Kalor Siswa


SMA N 5 Malang. Skripsi, Jurusan Pendidikan Fisika FMIPAUniversitas
Negeri Malang. Pembimbing: (I) Dr. Sutopo M, Si (II) Sugiyanto, S.Pd,
M. Si

Kata kunci: ragam konsepsi, perubahan konsepsi, suhu dan kalor,

Prakonsepsi yang salah tentang konsep-konsep fisika perlu segera


diperbaiki agar tidak menghambat keberhasilan belajar siswa. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui ragam konsepsi siswa tentang kalor dan bagaimana
perubahannya setelah pembelajaran. Konsepsi yang dikaji mencakup 1) suhu, 2)
muai panjang, 3) kalor, 4) kalor jenis, 5) konduksi kalor dan 6) perubahan wujud.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Subjek
penelitian adalah siswa kelas X-8 SMAN 5 Malang yang terdiri atas 11 laki-laki
dan 23 perempuan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan instrument
tes berupa tes diagnostic yang diberikan sebelum dan setelah pembelajaran
dengan instrumen yang sama. Tes berbentuk pilihan ganda di mana siswa
dibolehkan memilih lebih dari satu jawaban. Pembelajaran didokumentasikan
dengan teknik audio visual (video).Triangulasi data dilakukan dengan
menggunakan wawancara untuk memperoleh data yang akurat.
Perubahan ragam konsepsi siswa sebelum dan setelah pembelajaran di
analisis berdasarkan perubahan kualitas respon siswa. Respon siswa dikategorikan
menjadi tiga level berdasarkan kualitas jawabannya. Level 2 (tertinggi) apabila
siswa memilih semua jawaban benar dan tidak memilih satu pun jawaban salah.
Apabila jawaban siswa merupakan kombinasi antara jawaban benar dan salah,
digolongkan sebagai Level-1. Level-0 (terendah) apabila semua pilihan siswa
merupakan jawaban salah. Perubahan kategori digunakan untuk mendeskripsikan
perubahan konsepsi siswa. Selanjutnya, dianalisis keterkaitannya dengan
pembelajaran.
Penelitian ini antara lain menemukan bahwa ragam konsepsi siswa baik
sebelum maupun setelah pembelajaran sangat variatif. Pada umunya, siswa
memiliki konsepsi yang salah, baik sebelum maupun sesudah pembelajaran.
Konsepsi siswa (yang salah) tentang kalor antara lain, 1) kalor merupakan partikel
atau fluida yang mengalir, 2) terjadi perpindahan kalor antara dua benda yang
berbeda jenis meskipun keduanya bersuhu sama dan 3)perubahan suhu dua benda
yang bersetuhan disebabkan oleh aliran dingin dari benda bersuhu rendah ke
benda bersuhu tinggi. Terkait dengan konsep suhu, sebagian besar siswa(32 siswa
dari 34 siswa) berpendapat bahwa jika suatu benda dipotong, maka potongan yang
lebih besar memiliki suhu yang lebih tinggi. Secara umum, pembelajaran tidak
memberikan pengalaman belajar yang cukup bermakna untuk memahami konsep-
konsep yang diteliti.
ABSTRACT

Khristiani, Yeny. 2013. Analyze Variety and Change Student’s Conception of


Heat in SMA N 5 Malang. Thesis, Department of Physical Education, State
University of Malang. Supervisor: (I) Dr. Sutopo M, Si (II) Sugiyanto, S.Pd, M. Si

Kata kunci: conceptual variation, conceptual change, heat and temperature,

Preconceptions were wrong about the ideas of physics need to be repaired


immediately because it can obstruct the success of student learning. This research
was conducted to find out the students' conceptions on the topic of heat, before
and after the learning and how various changes after learning. Conception of the
topics consist of 1) temperature, 2) long expansion, 3) heat, 4) specific heat, 5)
heat conduction and 6) phase changes.
The research method used is descriptive research. The subjects were
students of class X-8, SMAN 5 Malang consisting of 11 men and 23 women. Data
were collected by using this diagnostic test. Tests given before and after learning
about the same. Multiple choice test where students are allowed to choose more
than one answer. Learning techniques documented by audio-visual (video).
Triangulated data using interviews to obtain accurate data.
Changes in students 'conceptions range from before to after the study was
analyzed based on changes in the quality of students' responses given. Students'
response to diagnostic tests are categorized into three levels based on the quality
of the answer. Level 2 (the highest) if students choose all the correct answers and
not pick one answer wrong. If the student answers option is a combination of
correct and incorrect answers, classified as a Level-1. Level-0 (low) if all of the
student's choice is the wrong answer. Change category (if any) are used to
describe changes in students' conceptions. Furthermore, these changes are
associated with learning to know the impact of the change in students' conceptions
of learning.
This study, among others, found that a variety of conceptions of students
both before and after the lesson is very varied. In general, students have
misconceptions, both before and after learning. Students' conceptions (which is
wrong) about the heat, among others, 1) heat a fluid flowing particles or, 2) heat
transfer occurs between two objects of different types even though both are the
same temperature, and 3) change in temperature of two objects contacting caused
by cold flow of a low-temperature object to a higher temperature object.
Associated with the concept of temperature, most of the students (32 students
from 34 students) argues that if an object is cut, then the larger pieces have a
higher temperature. In general, the learning does not provide a meaningful
learning experience enough to understand the concepts under study.
KATA PENGANTAR

Syukur atas nikmat dan kehendah Tuhan YME selalu penulis haturkan

dalam setiap proses dan hasil yang telah dilalui dalam penulisan skripsi yang

berjudul “Analisis Ragam dan Perubahan Konsepsi Siswa SMAN 5 Malang”.

Sholawat serta salam selalu dilantunkan kepada junjungan Nabi Muhammad

SAW, yang memberikan kenyamanan kehidupan untuk menuntut ilmu

pengetahuan melalui islam.

Skripsi merupakan wahana yang tepat untuk penulis belajar

mengaplikasikan pola fikir ilmiah melalui penelitian dalam dunia pendidikan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada

berbagai pihak yang telah mendukung terlaksananya penulisan skripsi ini. Ucapan

terimakasih pertama, saya sampaikan kepada Dr. Sutopo, M. Si yang telah

memberikan banyak ilmu dan pengalamannya kepada saya. Pembimbingan yang

beliau lakukan selama ini, banyak merubah pola fikir penulis. Memandang suatu

permasalahan dalam kerangka berfikir yang lebih positif. Beliau jugalah yang

telah memberikan ilmu tentang cara memaknai, baik memaknai ilmu pengetahuan

maupun memaknai kehidupan secara mendalam. Saya banyak belajar tentang arti

sebuah kesungguhan, kerja keras, ketelitian dan kecermatan dari Beliau. Semoga

Pak Topo (sapaan akrab beliau) selalu dilindungi Tuhan YME

Ucapan terimakasih kedua disampaikan kepada Dr. Markus Diantoro, M.

Si yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis baik secara langsung

maupun tidak langsung. Selaku ketua jurusan, beliau telah menjadi sosok yang
patut dicontoh, terutama karakter tepat waktu, konsep sadar diri dan bersungguh-

sungguh dalam segala hal. Semoga beliau selalu dalam lindungan Allah.

Sugiyanto, S. Pd, M. Si selaku pembimbing II yang penuh dengan

pengarahan, selalu memberikan ilmu pada setiap pertemuan. Sosok beliau yang

tegas memberikan semangat baru dalam menyelesaikan skripsi ini sebaik

mungkin. Terimakasih Bapak Sugiyanto, semoga Allah selalu memudahkan

jalanmu.

Malang, 8 Juli 2013

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 6
D. Definisi Operasional ............................................................................ 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 8


A. Hakikat Belajar Fisika.......................................................................... 8
B. Konsep dan Konsepsi ........................................................................... 8
C. Pemerolehan Konsep.......................................................................... 10
D. Perubahan Konsepsi (Conceptual Change) ........................................ 12
E. Pentingnya Mengetahui Konsepsi Siswa............................................. 13
F. Konsep-konsep Esensial Topik Suhu dan Kalor .................................. 14

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 21


A. Pendekatan Jenis Penelitian ............................................................... 21
B. Konteks Penelitian ............................................................................. 21
C. Data dan Sumber Data ....................................................................... 22
D. Prosedure Pengumpulan Data ............................................................ 22
E. Analisis Data ...................................................................................... 26
F. Tahap-tahap Penelitian ....................................................................... 27

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN ................ 32


A. Ragam Konsepsi Siswa dan Perubahannya Berdasarkan
Tes Awal dan Te sakhir ................................................................... 32
1. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor dan Perubahannya ................. 24
2. Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang
Dipotong dan Perubahannya ............................................................. 35
3. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis dan Perubahannya ........ 36
4. Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian dan Perubahannya ........... 38
5. Ragam Konsepsi Siswa tentang Konduksi Kalor
dan Perubahannya ............................................................................ 40
6. Ragam Konsepsi Siswa tentang Perubahan Wujud
dan Perubahannya ............................................................................ 42
B. Deskripsi Kegiatan Pembelajaran ...................................................... 42
1. Pembelajaran Berkaitan dengan Suhu ............................................... 44
2. Pembelajaran Berkaitan dengan Muai Panjang ................................. 44
3. Pembelajaran Berkaitan dengan Kalor .............................................. 45
4. Pembelajaran Berkaitan dengan Kalor Jenis ..................................... 47
5. Pembelajaran Berkaitan dengan Perubahan Wujud ........................... 47
6. Pembelajaran Berkaitan dengan Perambatan Konduksi Kalor ........... 48

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 49


A. Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong
dan Perubahannya ............................................................................ 49
B. Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian dan Perubahannya .......... 51
C. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor dan Perubahannya................. 53
D. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis dan Perubahannya ........ 62
E. Ragam Konsepsi Siswa tentang Perambatan Konduksi Kalor
dan Perubahannya ............................................................................ 64
F. Ragam Konsepsi Siswa tentang Perubahan Wujud
dan Perubahannya ............................................................................ 65

BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 69


A. Kesimpulan ..................................................................................... 69
B. Saran ............................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 72


PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................................... 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 76
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... 115
DAFTAR TABEL

Tabel ....................................................................................................... Halaman

3.1 Konsepsi Suhu dan Kalor yang Dikembangkan Menjadi Tes Diagnostik .... 24

3.2 Kategori Kualitas Konsepsi Siswa Berdasarkan Hasil Tes Diagnostik ........ 26

4.1 Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong

pada Tes Awal dan Tes Akhir .................................................................... 30

4.2 Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian Pada Tes Awal dan Tes Akhir ... 31

4.3 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes nomor

4 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir .................................................... 32

4.4 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor pada Tes Awal dan Tes Akhir ......... 33

4.5 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 1

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir ......................................................... 34

4.6 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 2

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 35

4.7 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 5

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir ......................................................... 35

4.8 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis pada Tes Awal dan Tes Akhir

36

4.9 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 3

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 37


4.10 Variasi Jawaban Siswa tentang Konduksi pada Tes Awal dan Tes Akhir .... 38

4.11 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 6

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 39

4.12 Variasi Jawaban Siswa tentang Perubahan Wujud

pada Tes Awal dan Tes Akhir ....................................................................... 40

4.13 Perubahan level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 7

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 41

4.14 Perubahan level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 9

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 42

4.15 Materi pelajaran pada setiap pertemuan materi Kalor di kelas X-8 .............. 44
DAFTAR TABEL

Tabel ....................................................................................................... Halaman

3.1 Konsepsi Suhu dan Kalor yang Dikembangkan Menjadi Tes Diagnostik .... 24

3.2 Kategori Kualitas Konsepsi Siswa Berdasarkan Hasil Tes Diagnostik ........ 26

4.1 Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong

pada Tes Awal dan Tes Akhir .................................................................... 30

4.2 Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian Pada Tes Awal dan Tes Akhir ... 31

4.3 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes nomor

4 Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir .................................................... 32

4.4 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor pada Tes Awal dan Tes Akhir ......... 33

4.5 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 1

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir ......................................................... 34

4.6 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 2

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 35

4.7 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 5

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir ......................................................... 35

4.8 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis pada Tes Awal dan Tes Akhir

36

4.9 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 3

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 37


4.10 Variasi Jawaban Siswa tentang Konduksi pada Tes Awal dan Tes Akhir .... 38

4.11 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 6

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 39

4.12 Variasi Jawaban Siswa tentang Perubahan Wujud

pada Tes Awal dan Tes Akhir ....................................................................... 40

4.13 Perubahan level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 7

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 41

4.14 Perubahan level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 9

Berdasarkan Tes Awal dan Tes Akhir 42

4.15 Materi pelajaran pada setiap pertemuan materi Kalor di kelas X-8 .............. 44
DAFTAR LAMPI RAN

............................................................................................................ Halaman

1 Instrumen Tes Diagnostik ............................................................................. 76

2 Sillabus ......................................................................................................... 79

3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .............................................................. 82

4.a Sebaran Jawaban Siswa pada Tes Awal ...................................................... 110

4.b Sebaran Jawaban Siswa pada Tes Akhir ..................................................... 111

5 Kategori Jawaban Siswa............................................................................... 115


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata pelajaran fisika di SMA berdasarkan Permendiknas No 22 Tahun

2006 dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berfikir

yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari, dan

dengan tujuan khusus untuk membekali siswa berupa pengetahuan, pemahaman

dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang

pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

Kemampuan yang dimaksud yakni kemampuan berfikir, bekerja, bersikap ilmiah

dan berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

Proses belajar inkuiri sejalan dengan teori belajar konstruktivistik. Siswa

masuk ke dalam kelas tidak seperti papan tulis kosong, namun dengan sebuah

prekonsepsi yang tidak semuanya benar (Wenning, 2005). Para ahli

konstruktivistik menyatakan bahwa belajar melibatkan konstruksi pengetahuan

saat pengalaman baru diberi makna oleh pengetahuan terdahulu (Yamin, 2008).

Siswa menginterpretasi pengalaman lama berdasarkan realitas (konsepsi) yang

telah terbentuk di dalam pikiran siswa. Siswa merumuskan pengetahuan baru

dengan cara memodifikasi dan menyaring pemahaman lama dan menambahkan

konsep-konsep baru yang belum mereka ketahui.


Prakonsepsi siswa yang dibawa sebelum pembelajaran tersebut mungkin

benar dan mungkin salah. Konsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah

tersebut disebut dengan miskonsepsi (Dahar,2011). Miskonsepsi merupakan salah

satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses belajar. Merujuk pada

Haryanto (2008) Pieget menyatakan bahwa ada empat proses dasar perkembangan

kognitif yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan equilibrium. Keempat proses

tersebut berjalan secara berulang-ulang. Jika siswa mengalami miskonsepsi dalam

proses tersebut, maka akan mengakibatkan dampak pada proses belajar berikutnya

dan materi berikutnya. Hal ini akan berlangsung secara terus menerus dan

berdampak negatife bagi pemahaman siswa.

Banyak sumber yang menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Yuliati

(2004) menyatakan, komponen yang memungkinkan siswa mengalami

miskonsepsi adalah siswa itu sendiri, guru dan metode pembelajaran. Guru yang

tidak menguasai konsep dengan benar akan menyebabkan siswa mangalami

miskonsepsi. Pembelajaran di dalam kelas yang tidak menunjang proses

konstruksi yang benar pada siswapun juga memungkinkan siswa mengalami

miskonsepsi.

Faktor lain yang mungkin menyebabkan miskonsepsi pada siswa adalah

istilah-istilah dalam IPA. Belajar IPA seperti belajar bahasa baru (Wellington,

2000). Menjelaskan istilah-istilah dalam IPA seperti usaha, kerja, element, dst;

yang memiliki pengertian berbeda antara IPA dan dalam kehidupan sehari-hari

mengakibatkan sering terjadi penggabungan makna oleh siswa yang hasilnya tidak

sesuai dengan konsep yang benar. Miskonsepsi ini termasuk salah satunya terjadi

pada materi suhu dan kalor.


Buku teks yang digunakan oleh siswa juga memungkinkan siswa

mengalami miskonsepsi terutama jika ada perbedaan antara satu buku dan buku

lainnya dalam menjelaskan suatu konsep misalnya suhu dan kalor. Ada buku yang

mengatakan bahwa kalor adalah energi, kalor adalah bentuk dari energi, atau kalor

adalah perpindahan energi kinetik dari satu benda yang bersuhu tinggi ke benda

bersuhu lebih rendah. Selain itu pendapat dari berbagai ilmuwan tentang konsep

kalor yang menggunakan istilah-istilah sulit menyebabkan konsep kalor menjadi

terlalu abstrak untuk siswa (Sozbilir, 2003) dan memungkinkan siswa mengalami

miskonsepsi pada materi suhu dan kalor.

Suhu dan kalor merupakan salah satu konsep yang sulit untuk dipelajari

(Sozbilir,2003). Konsep suhu dan kalor yang terlalu abstrak menimbulkan

berbagai pemikiran yang berbeda pada siswa ketika mempelajarinya. Misalnya

konsep kalor yang merupakan energi yang mengalir dipamahi siswa sebagai

materi atau zat yang terbentuk seperti udara atau sungai kecil (Baser, 2006).

Thomas et al (1995) menemukan bahwa siswa memiliki kesulitan yang tinggi

untuk menerima bahwa benda yang berbeda akan memiliki suhu yang sama ketika

disentuhkan pada lingkungan yang sama selama beberapa waktu.

Namun demikian, suhu dan kalor merupakan salah satu konsep kunci yang

digunakan untuk memahami konsep-konsep ilmiah lainnya (Sozbilir, 2003).

Konsep ini merupakan konsep yang penting. Misalnya, konsep suhu dan kalor

merupakan konsep yang harus dipahami siswa terlebih dulu untuk dapat

menjelaskan hukum termodinamika. Dalam materi rangkaian listrik, konsep suhu

dan kalor juga turut berperan dalam menentukan bahan-bahan yang digunakan
dalam suatu rangkaian elektronik. Fisika modern juga tak lepas dari rumusan suhu

sebagai salah satu faktor penting yang selalu mempengaruhi faktor-faktor lainnya.

Konsep kalor banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah

satu contohnya yakni penggunaan alumunium untuk peralatan memasak. Dengan

menggunakan alumunium yang memiliki konduktivitas thermal yang lebih tinggi

dibanding logam lainnya maka penggunaan alumunium dapat membuat proses

memasak menjadi lebih cepat. Contoh lain misalnya adanya rongga antar batang

rel kereta api. Rongga tersebut bertujuan untuk memberikan ruang ketika rel

kereta api mengalami pemuaian saat suhu lingkungan tinggi.

Berbagai aplikasi konsep kalor dalam kehidupan sehari-hari tersebut

menyebabkan siswa datang ke sekolah dengan pemahaman kalor yang berbeda-

beda. Pemahaman siswa didapat dari lingkungan, kejadian sehari-hari, orang tua,

ataupun masyarakat. Namun tidak semua pemahaman itu sesuai dengan konsep

kalor dalam IPA, adakalanya konsepsi yang dibawa siswa tidak sesuai dengan

konsep yang benar.

Sejauh ini, masih sedikit penelitian yang mengkaji pemahaman siswa

Indonesia tentang konsep kalor. Sebagai calon guru, penulis merasa sangat perlu

memiliki informasi tersebut. Penulis juga memerlukan pengalaman langsung

terhadap metode pembelajaran materi kalor yang sesuai untuk mengubah

(memperbaiki, menguatkan, atau memperluas) pemahaman siswa tentang konsep

tersebut serta saling keterkaitannya.

Berdasarkan uraian di depan, perlu adanya penelitian terhadap pemahaman

siswa SMA tentang konsep kalor termasuk mengidentifikasi kemungkinan adanya

miskonsepsi pada konsep tersebut baik sebelum maupun sesudah pembelajaran.


Ragam pemahaman siswa terhadap konsep tersebut termasuk bagaimana ragam

tersebut berubah akibat suatu pembelajaran merupakan informasi yang sangat

penting dalam perencanaan pembelajaran yang efektif tentang materi kalor.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian terhadap ragam

konsepsi siswa tentang kalor dan bagaimana ragam tersebut berubah setelah

pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian

ini bermaksud untuk mengetahui ragam konsepsi siswa tentang materi kalor dan

bagaimana kosnepsi tersebut berubah setelah pembelajaran. Secara lebih

terperinci, penelitian diarahkan untuk menjawab sejumlah pertanyaan sebagai

berikut.

1. Bagaimana ragam konsepsi suhu siswa dan perubahannya setelah

pembelajaran?

2. Bagaimana ragam konsepsi muai panjang siswa dan perubahannya setelah

pembelajaran?

3. Bagaimana ragam konsepsi kalor siswa dan perubahannya setelah

pembelajaran?

4. Bagaimana ragam konsepsi kalor jenis siswa dan perubahannya setelah

pembelajaran?

5. Bagaimana ragam konsepsi konduksi kalor siswa dan perubahannya setelah

pembelajaran?

6. Bagaimana ragam konsepsi perubahan wujud siswa dan perubahannya setelah

pembelajaran?
C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak

sebagai berikut.

1. Bagi guru

Bagi guru hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

ragam konsepsi siswa SMA terhadap konsep kalor sehingga dapat memperbaiki

pembelajaran pada materi tersebut.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung kepada peneliti

sebagai calon guru fisika dalam mengakses dan mengidentifikasi ragam konsepsi

siswa tentang materi kalor. Proses dan hasil penelitian sangat berguna bagi

peneliti untuk menyiapkan diri sebagai calon guru fisika yang efektif sehingga

dapat merancang pembelajaran yang sesuai untuk merekonstrksi pengetahuan

siswa ke arah yang benar.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam

memahami maksud penelitian ini dan agar tidak terjadi interpretasi yang berbeda

antara peneliti dan pembaca.

1. Konsepsi siswa adalah pandangan siswa terhadap konsep suhu yang diambil

dari tes awal dan tes akhir

2. Kualitas respon siswa adalah kategori jawaban siswa berdasarkan jawaban

benar pada tiap soal butir soal tes yang diberikan. Kategori tersebut meliputi
kualitas tertinggi (Lev-2), kualitas menengah (Lev-1) dan kualitas terendah

(Lev-0).

3. Perubahan konsepsi adalah perubahan kualitas respon siswa dari tes awal ke

tes akhir.

4. Ragam konsepsi adalah variasi konsepsi siswa berdasarkan jawaban yang

diberikan pada tes awal dan tes akhir.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Belajar Fisika

Pada hakikatnya, fisika merupakan bagian dari IPA sehingga hakikat

belajar Fisika sama dengan belajar IPA. Belajar Fisika adalah suatu proses untuk

mengetahui konsep-konsep fisika dan mengetahui bagaimana memperoleh fakta

dan prinsip tersebut beserta sikap fisikawan dalam menemukannya. Dalam belajar

Fisika, idealnya siswa bisa mendapatkan kebermaknaan terhadap konsep yang

dipelajari sehingga siswa dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam

kehidupan sehari-hari.

Suparno (1999) mengatakan bahwa inti belajar fisika adalah perubahan

konsep pada diri seseorang yang sedang belajar. Perubahan ini secara umum dapat

terjadi dalam dua bentuk, yaitu pengembangan konsep seseorang dari yang belum

sempurna atau belum lengkap menjadi lengkap dan pembentulan konsep dari

konsep salah menjadi konsep yang benar (sesuai dengan yang telah disepakati ahli

fisika).

B. Konsep dan Konsepsi

Banyak pengertian tentang konsep, namun secara umum Dahar (2011)

menyatakan bahwa konsep merupakan penyajian internal sekelompok stimulus,

konsep tidak dapat diamati, konsep harus disimpulkan dari perilaku. Menurut

Rosser (1984) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-
objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang

mempunyai atribut-atribut yang sama. Menurut Ausubel konsep adalah benda-

benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas yang

mewakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda symbol (object, event, situation,

or properties that process common critical attribute and are designated in any

given culture by some accepted sign or symbol) Dahar (2011). Jadi, konsep

merupakan abstraksi dan ciri-ciri dari suatu kejadian(fakta) yang mempermudah

komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan untuk manusia berfikir.

Merujuk pada Dahar (2011), Gagne membagi konsep dalam dua kategori

yaitu konsep konkrit dan konsep terdefinisi. Konsep konkrit merupakan abstraksi

atau gagasan yang diturunkan dari suatu objek konkrit seperti konsep tentang meja

dan kursi atau peristiwa-peristiwa yang konkrit seperti konsep tentang peleburan.

Konsep terdefinisi merupakan abstraksi atau gagasan yang diturunkan dari objek-

objek abstrak seperti konsep tentang atom, molekul, atau peristiwa-peristiwa

abstrak seperti fotosintesis, osmosis dan lain-lain.

Tafsiran khas perorangan terhadap suatu konsep ilmu inilah yang disebut

oleh Berg (Dahar 2011) sebagai konsepsi. Karena konsep merupakan abstraksi

dan karakteristik khusus suatu kejadian maka konsepsi setiap orang berbeda-beda

maka konsepsi ini tergantung pada pengalaman yang terjadi pada seseorang

tersebut. Dahar (2011) mengatakan bahwa, karena orang mengalami stimulus

yang berbeda-beda, orang membentuk konsepsi sesuai dengan pengelompokkan

stimulus dengan cara tertentu.

Konsepsi lebih mengarah pada konsep pribadi seseorang yang diperoleh

setelah menerima dan mengolah informasi baru dalam struktur kognitifnya.


Bentukan konsepsi ini tidak hanya diterima setelah menerima pelajaran formal

saja, namun berjalan seiring pengalaman yang terjadi pada dirinya. Oleh karena

itu, konsepsi tersebut ada yang sesuai dan ada pula yang tidak sesuai dengan

konsep-konsep sebagaimana dimaksud oleh ilmuwan.

C. Pemerolehan Konsep

Pemerolehan konsep (conceptual aquisition) merupakan suatu proses yang

dilalui siswa secara bertahap. Konsep tersebut berkembang berdasarkan

pengalaman yang dialami oleh siswa. Menurut beberapa ahli, perolehan konsep

dirumuskan sebagai berikut.

1. Pemerolehan Konsep Menurut Ausubel

Menurut Ausubel (Dahar, 2011) konsep diperoleh dengan dua cara yaitu,

pembentukan konsep dan asimilasi konsep. Pembentukan konsep terutama

merupakan bentuk perolehan konsep sebelum siswa datang di sekolah.

Pembentukan konsep dapat disamakan dengan belajar konsep konkrit menurut

Gagne. Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep

selama dan sesudah sekolah.

2. Pemerolehan Konsep Menurut Brunner

Menurut Brunner (Dahar, 2011) pemerolehan konsep ditentukan pada

belajar dengan penemuan. Belajar penemuan merupakan proses pencarian

pengetahuan secara aktif oleh siswa. Pendekatan yang digunakan Brunner tentang

belajar penemuan didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah,

pemerolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya siswa belajar

berinterkasi dengan lingkungan secara aktif sehingga siswa mendapat informasi


dari lingkungan untuk menunjang pembentukan konsepnya. Asumsi kedua adalah,

siswa membangun pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang

masuk dengan informasi yang disimpan dalam struktur pengetahuan yang telah

diperoleh sebelumnya (Dahar, 2011).

Brunner (Dahar 2011) menjelaskan bahwa proses konstruksi pengetahuan

dilakukan oleh siswa dengan jalan mencocokan apa yang ada di luar dirinya

dengan struktur pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Proses pencarian

kecocokan antara yang ada di dalam dan di luar diri siswa berjalan secara terus-

menerus, sehingga belajar merupakan suatu proses yang aktif dan dinamis. Karena

hal tersebut Brunner mengatakan bahwa belajar penemuan merupakan proses

pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya

memberikan hasil paling baik. Brunner (Dahar, 2011) menyarankan agar siswa

selalu berpartisipasi aktif dengan konsep, prinsip, hukum dan teori agar siswa

mempunyai pengalaman dengan cara melakukan eksperimen-ekperimen yang

mendukung dan dapat mengantarkan mereka untuk memahami konsep, prinsip,

hukum dan teori itu sendiri.

3. Pemerolehan Konsep Menurut Pieget

Menurut Pieget (Dahar, 2011) pemerolehan konsep pada dasarnya

merupakan proses pemerolehan konsep oleh individu yang dapat dianggap sebagai

salah satu sarana untuk membentuk skema (sturktur kognitif). Berdasarkan tingkat

perkembangan kognitif oleh Pieget, diketahui bahwa seorang individu akan lebih

mudah memahami konsep-konsep yang konkrit dari pada konsep-konsep yang

abstrak. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan pembelajaran akan lebih baik bila

materi belajar yang disajikan dimulai dari materi yang bersifat konkrit menuju
materi yang bersifat abstrak sehingga akan memudahkan siswa untuk menguasai

materi yang diberikan.

D. Perubahan Konsepsi (Conceptual Change)

Rihf (2003) mengatakan bahwa pergantian pengetahuan yang tengah

dimiliki oleh seseorang dengan pengetahuan baru yang lain disebut dengan

perubahan konsepsi (conceptual change). Perubahan konsep seseorang berkaitan

dengan prinsip-prinsip kontruktivisme. Menurut Suparno (1997) prinsip-prinsip

konstruktivisme terdiri dari empat hal pokok yaitu, 1) pengetahuan dibangun oleh

siswa sendiri baik secara personal maupun social, 2)pengetahuan tidak dapat

dipindahkan dari guru ke siswa kecuali hanya dengan keaktifak siswa sendiri

untuk menalar, 3) siswa membangun pengetahuannya terus-menerus serta sesuai

dengan konsep ilmiah dan 4) guru membantu menyediakan sarana dan situasi agar

proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan baik.

Perubahan konsep merupakan analogi dari perubahan paradigma dalam

perkembangan IPA secara umum. Posner, dkk (1982), Good dan Pubbs (1996)

menjelaskan bahwa tahap pertama perubahan konsep itu disebut asimilasi dan

tahap kedua disebut akomodasi. Siswa menggunakan konsep-konsep yang telah

mereka punya untuk berhadapan dengan fenomena baru melalui asimilasi.siswa

mengubah konsepnya yang tidak sesuai dengan fenomena baru yang mereka

hadapi tersebut melalui proses akomodasi. Akomodasi dalam hal ini disebut juga

dengan perubahan konsep secara radikal. Istilah asimilasi dan akomodasi menurut

Posner ini sama maknanya dengan yang dikemukakan Pieget, namun berbeda arti.

Supaya terjadi perubahan radikal (akomodasi) tersebut di atas Demastes,

dkk (1996) berpendapat dibutuhkan beberapa keadaan dan syarat sebagai berikut.
1. Harus ada ketidak puasan terhadap konsepsi yang telah ada. Siswa akan dapat

mengubah konsepsinya jika mereka yakin bahwa konsepsi mereka yang lama

tidak dapat digunakan lagu untuk menelaah situasi, pengalaman, dan gejala

baru

2. Konsep yang baru dapat dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan

persoalan atau fenomena yang baru

3. Konsep yang diberikan harus masuk akal, dapat memecahkan dan menjawab

persoalan terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori atau pengetahuan

yang sudah ada sebelumnya

4. Konsep baru harus berdaya guna bagi siswa dalam mengembangkan

pengetahuannya untuk dapat menjelaskan fenomena atau fakta baru yang

dijumpainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa siswa memiliki

pontensi untuk membantun pengetahuannya secara terus menerus. Proses

membangun pengetahuan ini selalu diiringi oleh perubahan-perubahan konseptual.

Perubahan konseptual dapat terjadi ketika siswa dihadapkan dengan situasi yang

secara konseptual bertentangan dengan konsepsi yang telah dimilikinya.

E. Pentingnya Mengetahui Konsepsi Siswa

Siswa masuk ke dalam kelas tidak seperti papan tulis kosong, namun

dengan sebuah prekonsepsi yang tidak semuanya benar (Wenning, 2005).

Pemahaman awal siswa disebut dengan konsepsi, sedangkan konsepsi yang tidak

sesuai dengan konsep ilmiah biasa disebut dengan miskonsepsi (Yuliati, 2004).

Konsepsi siswa terbangun dari berbagai faktor bukan hanya dari pendidikan

formal saja namun juga bisa berasal dari lingkungan.


Pemerolehan konsep siswa terjadi secara berkesinambungan dan saling

terkait pada setiap tahap yang dilalui. Menurut teori pieget, setiap orang

mengalami tahap perkembangan kognitif yang terjadi secara berkelanjutan, yaitu :

1) tahap sensorimotor (1-2 tahun), 2) tahap pra-operasional (2-7 tahun, 3) tahap

praoperasional konkret (7-11 tahun), dan 4) tahap operasional formal (11 tahun ke

atas). Pada setiap tahap tersebut setiap anak akan membangun sebuah konsepsi

terhadap suatu fakta atau konsep tertentu yang nantinya dibawa ke dalam kelas.

Jika siswa memiliki konsepsi yang benar pada tahap sebelumnya maka dapat

mendukung pembelajaran, begitu juga sebaliknya jika konsepsi siswa pada tahap

sebelumnya tidak benar dapat mengganggu pemerolehan konsep baru di dalam

pembelajaran.

Pembelajaran yang tidak sesuai dan konsepsi awal yang tidak benar dapat

menyulitkan siswa untuk memahami suatu konsep baru. Kesulitan tersebut

memberikan peluang bagi siswa untuk mengalami konsepsi salah yang

berkelanjutan. Oleh karena itu, penting bagi seorang guru untuk mengetahui

konsepsi siswa baik sebelum pembelajaran maupun dalam pembelajaran.

F. Konsep-Konsep Esensial Topik Suhu dan Kalor

Suhu dan kalor merupakan topik yang diajarkan di kelas X pada semester

genap berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penelitian ini mengacu

pada kurikulum tersebut, namun membatasi pada konsep-konsep esensial yang

dianggap penting. Konsep-konsep esensial tersebut dijabarkan dalam uraian

berikut.
1. Suhu

Suhu merupakan sifat suatu system yang ditentukan dengan

membandingkan suatu sistem tersebut (sehingga mencapai kesetimbangan

thermal) dengan system lainnya (Zemansky, 1986) . Jika ada dua system dengan

suhu yang berbeda diletakkan dalam kontak termal maka kedua sistem tersebut

pada akhirnya akan mencapai suhu yang sama. Jika dua system dalam

kesetimbangan termal dengan system ketiga, maka ketiganya akan berada dalam

kesetimbangan termal satu sama lain. Jika dua benda berada pada kesetimbangan

thermal kemudian dipisahkan maka suhu masing-masing benda tetap seperti

suhunya semula tidak bergantung dari besarnya ukuran.

Banyak siswa yang belum memahami dengan baik bahwa ketika dua

benda berbeda jenis diletakkan pada suatu ruangan yang sama selama beberapa

waktu, akan memiliki suhu yang sama (Thomas et al, 1995). Gonen (2010) juga

mengatakan bahwa siswa sekolah menengah atas memiliki kesulitan yang tinggi

untuk memahami perbedaan antara suhu dan kalor. Oleh karena itu, suhu

merupakan salah satu topik yang memungkinkan siswa mengalami kealahan

konsepsi sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap topic tersebut.

2. Muai Panjang

Umumnya, suatu zat akan memuai jika dipanaskan dan menyusut jika

didinginkan. Benda padat, cair maupun gas terdiri dari partikel-partikel yang

selalu bergetar (vibration) dan saling menarik satu sama lain. Kenaikan suhu

menyebabkan gerak partikel bertambah cepat sehingga jarak rata-rata antar

partikel bertambah panjang. Hal inilah yang menyebabkan benda mengalami

pemuaian (ekspansi).
Pemuaian ini bisa berupa muai panjang, luas atau volum. Ketika benda

yang sangat panjang dan memiliki luas penampang kecil maka luas

penampangnya bisa diabaikan sehingga benda tersebut mengalami muai panjang.

Muai panjang umumnya terjadi pada zat padat. Perbedaan sifat muai berbagai zat

ditentukan oleh koefisien muai panjang dari masing-masing zat itu sendiri.

Secara mikroskopik muai panjang suatu batang logam ketika dipanaskan

disebabkan jarak antar partikel membesar. Ketika diberi kalor maka partikel di

dalam batang logam mendapatkan tambahan energi sehingga getarannya

meningkat. Getaran yang meningkat tersebut menyebabkan jarak antar partikel

membesar dan menyebabkan batang logam menjadi lebih panjang.

Berdasarkan pengalaman, peneliti mengalami kesulitan dalam memahami

konsep pemuaian secara mikroskopik. Hal ini dikarenakan konsep pemuaian yang

abstrak menyebabkan kesulitan untuk membayangkan dengan benar proses

pemuaian tersebut. Kecenderungan menghafalkan definisi pemuaian

menyebabkan pemahaman terhadap proses pemuaian tidak baik. Sehingga,

peneliti merasa perlu mengetahui konsepsi siswa pada topik ini.

3. Kalor

Kalor adalah perpindahan energi internal (Zemansky, 1986). Kalor

mengalir dari satu bagian sistem ke bagian lain atau dari satu system ke system

lain karena ada perbedaan suhu. Kalor dilambangkan dengan Q. Berdasarkan

hukum termodinamika I, = − −( ) dengan U adalah energi

internal dan W adalah kerja yang dilakukan oleh sistem. Kalor belum bisa

diketahui ketika tidak terjadi aliran energi internal dari satu system satu ke system
lainnya. Aliran tersebut terjadi jika ada perbedaan suhu. Sehingga, kalor bukanlah

suatu zat yang disimpan dalam suatu benda namun berupa aliran energi.

Satuan kalor dalam SI adalah Joule. Namun, banyak fisikawan dan

kimiawan yang lebih menyukai penggunaan satuan kalori. Satu kalor didefiniskan

sebagai sejumlah kalor yang diperlukan atau dilepaskan untuk menaikkan

temperature satu gram air sebesar 1 . Karena dalam kenaikan atau penurunan

persatuan 1 berbeda pada setiap perubahan, maka ditentukan bahwa satu kalori

ditentukan pada kenaikan air pada suhu 14,5 menjadi 15,5 . Ada kesetaraan

antara satu kalori dengan Joule yakni 1 kal=4,186 Joule.

Sejarah penemuan kalor diawali dengan konsepsi para ahli bahwa kalor

merupakan suatu zat yang mengalir dari satu benda (bersuhu tinggi) ke benda lain

(bersuhu lebih rendah). Hal ini didasarkan pada sebuah fakta, ketika dua benda

berbeda suhu didekatkan maka suhu kedua benda tersebut akan mencapai

kesetimbangan. Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menemukan penyebab

hal tersebut. Namun akhirnya pada tahun 1849 seorang peneliti bernama Joule

dapat membuktikan hubungan kalor dan kerja yang membuktikan secara tuntas

bahwa kalor merupakan energi.

Banyak penelitian yang menemukan bahwa siswa memiliki konsepsi

salah tentang kalor. Konsepsi salah yang dimiliki siswa tersebut adalah kalor

merupakan partikel atau suatu zat yang mengalir. Brook et al (1985) menemukan

bahwa siswa memiliki konsepsi bahwa kalor merupakan materi fluida. Engel

Clough & Driver (1985) juga menemukan bahwa seringkali siswa

menggolongkan kalor sebagai suatu zat yang sama seperti materi fluida. Oleh
karena itu, peneliti juga ingin mengetahui bagaimana konsepsi siswa (pada subjek

penelitian yang telah ditentukan) tentang topic kalor.

4. Kalor Jenis

Jika satu kilogram air dan satu kilogram minyak tanah diberi kalor yang

sama, maka minyak tanah mengalami perubahan suhu lebih besar dari pada air.

Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing zat mengalami perubahan suhu yang

berbeda ketika diberi kalor yang sama. Perbedaan ini terjadi karena kedua zat

tersebut memiliki kalor jenis yang berbeda. Kalor jenis suatu zat didefinisikan

sebagai banyaknya kalor yang diperlukan atau dilepaskan (Q) untuk menaikkan

atau menurunkan suhu satu satuan massa zat itu sebesar satu satuan suhu.

Ditemukan banyak siswa yang menggunakan rumusan = ∆ namun

belum dengan baik memahami sebagai kalor jenis. Bagaimana pemahaman

siswa tentang hubungan kalor jenis terhadap kenaikan suhu suatu benda atau

pemahaman siswa dalam memaknai satuan massa jenis / ℃ . Pendapat

peneliti ini mendorong peneliti untuk mengetahui konsepsi siswa terhadap topic

tersebut.

5. Perubahan Wujud

Zat dapat berbentuk dalam beberapa wujud yaitu padat, cair dan gas.

Masing-masing wujud tersebut dapat berubah dari wujud yang satu ke wujud

lainnya. Perubahan wujud disertai dengan penyerapan kalor atau pelepasan kalor.

Perubahan wujud disebut juga perubahan fase. Perubahan dari fase tertentu ke

fase yang lain biasa disebut dengan melebur (padat ke cair), membeku (cair ke

padat), menguap (cair ke gas), mengembun (gas ke cair), deposisi (gas ke padat)
dan menyublim (padat ke gas). Tidak semua zat dapat mengalami semua

perubahan fase.

Perubahan fase tidak diikuti dengan perubahan suhu. Sebagai contoh

adalah proses peleburan es menjadi air dan menjadi gas. Ketika es bersuhu

negatife maka kalor yang diterima es digunakan untuk menaikkan suhu mencapai

0 . Pada suhu tersebut, kalor yang diterima es akan digunakan untuk merubah

wujud. Besarnya kalor yang digunakan untuk melebur disebut dengan kalor lebur.

Kalor lebur adalah kuantitas panas yang harus diberikan pada suatu bahan pada

titik leburnya supaya menjadi zat cair seluruhnya pada suhu titik lebur. Setelah es

melebur kalor diterima digunakan kembali untuk menaikkan suhu sampai suhu

100 (pada tekanan 1atm) kemudian menguap pada keadaan suhu konstan.

Kuantitas kalor per satuan massa yang harus diberikan pada suatu bahan pada titik

didihnya supaya menjadi gas seluruhnnya pada suhu titik didih disebut kalor uap.

Penelitian beberapa ahli menemukan bahwa siswa memiliki konsepsi,

ketika perubahan fase suhu zat terus meningkat. Stavy (1990) menyatakan bahwa

80 % siswa pada studinya tidak menyadari bahwa suhu air tetap konstan dalam

proses pemuaian atau perubahan wujud. Hollon (1986) juga menyatakan bahwa

kebanyakan siswa percaya, suhu suatu benda akan berubah secara

berkesinambungan ketika diberi kalor. Mereka menganggap bahwa melebur dan

menguapnya suatu zat disertai dengan penyerapan kalor sehingga suhunya juga

akan terus bertambah. Mereka sangat terkejut ketika mengetahui bahwa suhu zat

tersebut tetap ketika mengalami perubahan fase. Hal ini mendorong peneliti untuk

mengetahui pula bagaimana konsepsi siswa terhadap suhu saat terjadi perubahan

fase.
6. Perpindahan Kalor

Kalor berpindah dari satu benda ke benda lain dengan tiga cara yakni

konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi merupakan berpindahkan kalor dari

satu tempat ke tempat lain dengan cara tumbukan antar molekul, dengan laju

aliran kalornya = dengan H adalah laju aliran kalor, A adalah luas

penampang ( ), T adalah suhu ( ). Konveksi merupakan berpindahnya kalor

dari suatu tempat ke tempat lain dengan pergerakan molekul, zat atau materi.

Sedangkan radiasi adalah perpindahan kalor yang tidak memerlukan medium

dalam perambatannya.

Perpindahan kalor tanpa disertai perpindahan partikel zat seperti ini

disebut konduksi. Secara mikroskopik proses konduksi dijelaskan sebagai berikut.

Saat dipanaskan atom-atom ujung logam mendapatkan energi sehingga getaran

partikel semakin besar dan kemudian menumbuk atom tetangganya sambil

memberikan energi. Atom-atom tetangga ini menumbuk dan memberikan energi

kalor kepada atom tetangga berikutnya, dan begitu seterusnya. Kalor merambat

melalui batang logam tanpa ada bagian-bagian logam yang pindah bersama kalor

itu.

Tanahoung (2010) menemukan, sebagian besar siswa mengalami

miskonsepsi dan tidak memahami tentang peristiwa perambatan kalor secara

konduksi yang terjadi pada logam maupun kayu. Sebagian besar siswa tersebut

tidak dapat memberikan alasan yang memuaskan pada soal open-ended yang

diberikan karena mereka tidak dapat menjelaskan alasan yang benar. Hal ini

mungkin terjadi pula di Indonesia. Sehingga perlu pula diketahui bagaimana

konsepsi siswa terhadap perambatan kalor secara konduksi pada penelitian ini.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dikaji, penelitian ini bersifat deskriptif yang

bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai situasi atau kejadian sebagaimana

adanya. Analisis data penelitian ini bersifat kualitatif untuk menghasilkan

gambaran yang akurat, mendalam dan terperinci. Sesuai dengan maksud

penelitian ini maka yang akan digambarkan adalah ragam konsepsi siswa,

kecenderungan perubahan konsepsi siswa setelah pembelajaran dan penjelasan

mengapa perubahan tersebut terjadi.

B. Konteks Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 34 siswa kelas X-8 SMA N 5

Malang, yang terdiri atas 11 laki-laki dan 23 perempuan. SMA N 5 Malang

menyediakan fasilitas pembelajaran kepada X-8 (khususnya) berupa LCD, papan

tulis, koneksi wifi pada lokasi-lokasi sekitar kelas, dan buku-buku penunjang yang

disediakan di perpustakaan.

Penelitian dilakukan pada tahun ajaran 2012-2013. Pada tahun ajaran ini,

terdapat guru magang (PPL) yang mengajar secara bergantian dengan guru tetap.

SMAN 5 Malang menerapkan sistem dua guru (team teaching) dalam satu kelas

untuk satu mata pelajaran, termasuk mata pelajaran fisika, sehingga guru mata

pelajaran fisika di X-8 ada dua yakni guru tetap dan guru PPL.

Kompetensi dasar (KD) yang diajarkan selama penelitian adalah tentang

suhu dan kalor yang diajarkan selama 4 minggu, dengan 5 jam pertemuan setiap
minggunya terjadi 20 jam pertemuan. Namun, pada beberapa pertemuan tidak

berjalan dengan lancar karena terpotong oleh kepentingan kelas 3 untuk

melakukan tryout maupun ujian sekolah.

Kelas X-8 menggunakan sumber belajar utama berupa buku pegangan

siswa terbitan penerbit Sagufindo. Buku ini digunakan oleh semua siswa atas

anjuran guru. Beberapa siswa juga menggunakan buku lain, misalnya karya

Martin Kangingan terbitan Erlangga.

C. Data dan Sumber Data

Sesuai dengan masalah yang dikaji, data yang diperlukan dalam penelitian

ini berupa konsepsi siswa sebelum dan setelah pembelajaran tentang konsep suhu

dan kalor, dan proses pembelajaran yang dialamai oleh siswa pada topik tersebut.

Sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X-8 SMA Negeri 5

Malang yang terdiri dari 34 siswa, guru dan RPP.

D. Prosedure Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam menjawab masalah penelitian. Pada penelitian ini, prosedure

yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut.

1. Tes Diagnostik

Tes diagnostic digunakan untuk mendapatkan data konsepsi siswa tentang

suhu dan kalor sebelum dan setelah pembelajaran. Waktu yang disediakan untuk

mengerjakan tes selama 45 menit. Tes yang digunakan merupakan tes pemahaman

konsep materi suhu dan kalor. Tes ini dikembangkan oleh peneliti dengan

mengacu pada sebaran materi suhu dan kalor dalam kurikulum KTSP SMA 2007.
Instrument soal yang digunakan dikembangkan menjadi tiga belas butir

soal. Jenis pertanyaannya berupa pertanyaan kontekstual yang mencangkup

konsep-konsep suhu dan kalor dalam kehidupan sehari-hari siswa. Instrument soal

dibuat dalam bentuk pilihan ganda. Sebagian dengan 4 pilihan jawaban, 3 pilihan

jawaban, 2 pilihan jawaban dan jawaban akhir kosong. Jawaban kosong ini

disediakan untuk diisi oleh siswa apabila siswa mempunyai jawaban lain selain

jawaban yang disediakan. Pilihan jawaban berupa pernyataan-pernyataan yang

harus dipilih oleh siswa dengan menyilang jika menganggap pernyataan itu salah,

melingkari jika mengaggap pernyataan itu benar dan tidak memberikan tanda jika

ragu-ragu. Siswa dapat melingkari ataupun menyilang lebih dari satu pilihan

jawaban.

Untuk mempermudah keterwakilan konsep oleh setiap soal sesuai dengan

apa yang akan diukur maka konsep-konsep yang digunakan ditabelkan seperti

pada Tabel 2.1 berikut.


Tabel 3.1 Konsepsi Suhu dan Kalor yang Dikembangkan Menjadi Tes Diagnostik
No Konsep Variabel yang diamati berkenaan dengan konsepsi siswa

1 Kalor - Kalor adalah salah satu bentuk energi yang mengalir dari
benda bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu lebih
rendah
- Benda yang menerima kalor suhunya naik (atau berubah
wujud dengan suhu tetap) dan benda yang melepas kalor
suhunya turun
- Kalor bukanlah suatu zat yang disimpan dalam suatu
benda namun merupakan perpindahan energi internal
karena adanya perbedaan suhu
2 Suhu - Suhu merupakan sifat suatu sistem yang ditentukan
dengan membandingkan keadaan sistem tersebut dengan
sistem lainnya.
- Dingin atau panas merupakan suatu ekspresi yang
diwujudkan dari penilaian indra manusia terhadap suatu
keadaan.
- Suhu benda tetap ketika suatu zat mengalamai perubahan
wujud.
3 Kalor Jenis - Kalor jenis adalah bilangan yang menunjukkan jumlah
kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu tiap satu
satuan massa zat dalam satu derajat
4 Perpindahan Kalor Konduksi

- Proses perambatan kalor secara konduksi dijelaskan


sebagai berikut. Ketika salah satu ujung logam
dipanaskan maka atom-atom ujung logam mendapatkan
energi yang dapat meningkatkan getaran atom-atom
tersebut. Atom yang bergetar ini kemudian menumbuk
atom tetangganya sambil memberikan energi. Atom-
atom tetangga ini menumbuk dan memberikan energi
kalor kepada atom tetangga berikutnya, dan begitu
seterusnya.
5 Perubahan Wujud Zat - Pada peristiwa perubahan wujud tidak disertai dengan
perubahan suhu karena kalor yang diterima oleh zat
digunakan untuk merubah wujud
6 Pemuaian - Sebatang logam dengan panjang mula-mula L ketika
dipanaskan akan memanjang sepanjang ∆ , disebabkan
karena jarak antar partikel dalam logam membesar
sehingga batang logam memanjang

2. Observasi Partisipasi

Metode observasi digunakan untuk mengamati kinerja siswa di dalam

kelas selama proses pembelajaran. Pengamatan tersebut melingkupi aktifitas siswa

dan aktifitas guru. Observasi yang dilakukan merupakan observasi partisipasi

pasif, yakni peneliti bertindak sebagai penonton mengamati sasaran tanpa

menimbulkan perhatian sasaran. Selama proses observasi, peneliti


mendokumentasikan dengan menggunakan kamera digital dan handycam baik

untuk pengambilan data berupa audio, visual maupun audiovisual.

3. Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan untuk menunjang data hasil tes awal dan

tes akhir (triangulasi). Wawancara ini digunakan dengan tujuan untuk

memperoleh data yang lebih jelas/rinci tentang konsepsi awal siswa berkenaan

dengan perubahan konsepsinya dan mengapa hal tersebut terjadi. Sifat pertanyaan

selama wawancara tidak terstruktur dengan maksud agar siswa secara bebas dapat

memberikan dan mengembangkan penjelasannya mengenai hasil tes yang

dikerjakan.

Kegiatan wawancara ini melibatkan 8 siswa dari keseluruhan responden.

Pemilihan siswa dilakukan berdasarkan tingkatan perubahan konsepsi siswa

sebelum dan setelah pembelajaran, mulai dari yang paling tinggi perubahannya,

menengah dan yang paling tidak berubah. Dalam kegiatan wawancara dilakukan

perekaman visual yang bertujuan untuk akurasi data.

Peneliti memulai dengan bertanya tentang jawaban siswa pada tes awal

kemudian alasan-alasannya sehingga memberikan jawaban tersebut dan tentang

tes akhirnya. Bila jawaban dan alasan pada tes awal dan tes akhir berbeda, kepada

siswa ditanyakan kembali penyebab perbedaan jawaban tersebut terjadi.

Pernyataan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran alternatife penyebab

perubahan konsepsi siswa.


E. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan

kualitatif. Analisis data dengan menggunakan pendekatan kuantatititf didasarkan

pada hasil tes awal dan tes akhir siswa. Berdasarkan hasil jawaban siswa tersebut,

dihitung frekuensi jawaban siswa pada setiap butir soal yang diberikan. Jawaban

setiap butir soal tes memungkinkan siswa memilih lebih dari satu jawaban,

sehingga kualitas jawaban siswa kemudian digolongkan menjadi tiga kategori

level (tingkatan ) yakni level 0, level 1 dan level 2. Kategori level kualitas

jawaban siswa ditunjukkan pada tebal 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Kategori Kualitas Konsepsi Siswa Berdasarkan Hasil Tes Diagnostik
Kualitas Konsepsi Deskripsi

Level 2 Jika siswa memilih semua jawaban benar dan tidak memilih satupun
jawaban salah

Level 1 Jika siswa memilih jawaban campuran antara pilihan jawaban benar
dan salah, atau siswa hanya memilih salah satu dari beberapa jawaban
benar (tidak semua jawaban benar dipilih)

Level 0 Jika semua pilihan siswa merupakan jawaban yang salah

Tabulasi perubahan konsepsi siswa tersebut kemudian dianalisis secara

kualitatif . Analisis ini menggunakan teknik analisis taksonomix

(TaxonomicAnalysis) yang memberikan hasil analisis luas dan umum (Burhan,

2003). Analisis terfokus pada konsep-konsep yang diteliti kemudian dijabarkan

menjadi konsep-konsep yang lebih khusus yang ada pada fikiran siswa

berdasarkan hasil tes.

Selanjutnya pada konsep-konsep khusus yang telah dijabarkan, dianalisis

elemen-elemen kontras yang terjadi. Elemen-elemen kontras tersebut disesuaikan


dengan data yang telah diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Misalnya,

pada tes awal diketahui bahwa pada soal tes nomor satu, 100 % siswa menyatakan

bahwa konsep kalor mengalir dari suhu lebih tinggi ke suhu lebih rendah, namun

pada tes akhir hanya 38 % siswa. Hal ini merupakan elemen kontras yang

memerlukan analisis lebih dalam dikaitkan dengan observasi pembelajaran yang

telah dilakukan.

Perubahan konsepsi siswa diketahui dengan melakukan crosstabulasi

kualitas jawaban siswa pada tes awal dan tes akhir. Hasil tersebut kemudian

dianalisis dengan mengaitkan perubahan yang terjadi dengan pembelajaran yang

telah dilakukan.

F. Tahap-tahap Penelitian

Langkah-langkah operasional pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Melakukan observasi awal untuk menentukan kelas yang akan digunakan

sebagai lokasi penelitian.

2. Pelaksanaan tes awal dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2013. Hasil jawaban

siswa pada tes awal menggambarkan prekonsepsi masing-masing siswa

sebelum pembelajaran tentang konsep suhu dan kalor.

3. Setelah tes awal dilakukan, kemudian pemberian pembelajaran oleh guru.

Materi pembelajaran meliputi Kompetensi Dasar kelas X 4.1 (menganalisis

pengaruh kalor terhadap suatu zat) dan 4.2 (menganalisis cara perpindahan

kalor) berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan 2007. Dalam proses


pembelajaran diambil data secara langsung dengan menggunakan catatan

lapangan oleh peneliti dan dibantu dengan proses dokumentasi video.

4. Tes akhir diberikan setelah pembelajaran dilaksanakan. Tes akhir

dilaksanakan pada 17 April 2013. Butir soal pada tes awal sama dengan pada

tes akhir.

5. Melakukan wawancara kepada 8 siswa terpilih. Wawancara selanjutnya

dilakukan seiring proses analisis data dilakukan. Siswa yang akan

diwawancarai tergantung pada setiap elemen khusus yang terjadi pada data

yang ditemukan.

6. Penyusun laporan penelitian


BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN

A. Ragam Konsepsi Siswa dan Perubahannya Berdasarkan Tes Awal ke Tes

Akhir

Bagian ini menyajikan konsepsi siswa berdasarkan respon siswa terhadap

tes awal (dilakukan sebelum pembelajaran) dan tes akhir (dilakukan setelah

pembelajaran) yang berkaitan dengan konsep suhu, kalor, kalor jenis, pemuaian,

konduksi kalor dan perubahan wujud. Tes awal dan tes akhir menggunakan

instrument yang sama.

1. Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong dan


Perubahannya
Berikut dideskripsikan konsepsi siswa tentang suhu masing-masing

potongan jika suatu balok es dipotong menjadi dua bagian. Respon siswa terhadap

pertanyaan tersebut dirangkum pada Tabel 4.1. Pada Tes awal semua siswa (34

siswa) dengan mantap memilih pilihan B. Namun, dua dari 34 siswa tersebut

bergeser ke pilihan C pada tes akhir. Pertanyaan untuk mengasses konsepsi siswa

tersebut sebagai berikut.

8. Jika balok es yang suhunya −10℃ dipotong menjadi dua bagian, bagaimana suhu masing-
masing potongannya?
A. Suhu kedua bagian sama besar yakni −5℃ jika balok es dipotong menjadi dua sama besar
B. Suhu kedua bagian sama besar yakni −10℃, dimanapun balok dipotong
C. Jika ukuran potongan tidak sama, potongan yang besar memiliki suhu yang lebih tinggi
D. Jika ukuran potongan tidak sama, potongan yang besar memiliki suhu yang lebih rendah
E. …………….……………………………………………………………………………
Tabel 4.1 Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong pada Tes Awal dan
Tes Akhir
No Frekuensi
Konsepsi benraBenar Konsepsi siswa
Soal Pre Post
Pada persitiwa suatu 8 Pada peristiwa suatu benda yang
benda yang dipotong dipotong menjadi beberapa bagian, suhu 34 32
menjadi beberapa kedua benda tetap
bagian (bagaimanapun
ukurannya, Pada peristiwa suatu benda yang
0 2
suhumasing-masing dipotong menjadi beberapa bagian, suhu
bagian adalah sama kedua benda berubah

2. Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian dan Perubahannya

Berikut dideskripsikan konsepsi siswa tentang pengaruh kalor terhadap

pemuaian. Variasi konsepsi siswa terhadap konsep tersebut ditunjukkan pada

Tabel 4.2, sedangkan perubahan level kualitas respon siswa ditunjukkan pada

Tabel 4.3. Pertanyaan untuk mengasses konsepsi siswa tersebut adalah sebagai

berikut.

4. Suatu batang alumunium yang panjangnya 20 cm dipanaskan di atas api seperti terlihat pada
gambar. Setelah 10 menit ternyata panjangnya menjadi 25 cm. Mengapa batang alumunium
bisa memanjang?
A. Partikel-partikel kalor mendesak partikel-partikel alumunium sehingga berpindah ke kanan
(mengisi ∆ )
B. Partikel-partikel kalor memenuhi ruang antar partikel alumunium, sehingga partikel-partikel
alumunium terdesak ke segala arah
C. Jarak antar partikel-partikel alumunium menjadi semakin jauh akibat kenaikan suhu
D. Partikel-partikel alumunium bertambah besar akibat kenaikan suhu
E. …………….……………………………………………………………

= 20

∆ =5
Tabel 4.2 Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian Pada Tes Awal dan Tes Akhir
No Frekuensi
Konsepsepsi Benar Konsepsi siswa
Soal Pre Post
Pemuaian panjang terjadi karena
jarak antar pertikel-partikel 0 4
logam menjadi semakin jauh
Pemuaian panjang terjadi karena
Suatu benda yang
pertikel-partikel kalor memenuhi
dipanaskan mengalami 0 9
ruang antar partikel-partikel
pemuaian karena jarak
4 logam
antar partikel menjadi
Pemuaian panjang terjadi karena
semakin jauh akibat
partikel-partikel kalor mendesak 0 19*
kenaikan suhu
partikel-partikel logam
Pemuaian panjang terjadi karena
partikel-partikel logam 8 17*
bertambah besar
Konsepsi tidak terindentifikasi 26 0
* Siswa memiliki konsepsi lebih dari satu

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa pada tes awal sebagian besar siswa

memiliki jawaban sendiri yakni karena terjadi pemuaian. Sebagian besar siswa

tersebut mengetahui bahwa ketika suatu logam diberi kalor maka akan mengalami

pemuaian, namun tidak memahami proses pemuaian tersebut secara mikroskopik.

Sedangkan pada tes akhir, hanya sebagian kecil siswa (4 siswa) yang memahami

dengan benar proses mikroskopik pemuaian logam ketika diberi kalor yakni jarak

antar partikel-partikel logam menjadi semakin jauh. Siswa yang lain berfikir

bahwa kalor berbentuk partikel dan pada proses pemuaian panjang partikel-

partikel kalor tersebut mendesak partikel-partikel logam (19 siswa), atau partikel-

partikel kalor memenuhi ruang antar partikel-partikel logam (9 siswa). Sedangkan

17 siswa berfikir bahwa pemuaian panjang terjadi karena pertikel-pertikel logam

bertambah besar.
Tabel 4.3 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes nomor 4 Berdasarkan Tes
Awal dan Tes Akhir
Tes Akhir Total Tes Awal
Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *)

Tes Awal
Lev-0 30 4 0 34 100.0
Lev-1 0 0 0 0 0.0
Lev-2 0 0 0 0 0.0
Total Tes Jumlah 30 4 0 34 100.0
Akhir % *) 88.2 11.8 0.0 100.00

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki

kualitas respon terendah (Lev-0) mengalami penurunan dari 100% menjadi 88%.

Penurunan ini disebabkan terdapat 4 siswa yang mengalami perubahan kualitas

respon dari Lev-0 menjadi Lev-1. Tidak ada siswa yang mencapai kualitas respon

terbaik baik pada tes awal maupun tes akhir.

3. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor dan Perubahannya

Konsepsi siswa tentang kalor diassess berdasarkan respon siswa terhadap

tiga butir soal tes yaitu nomor 1, 2 dan 5. Soal nomor 1 mengungkap konsepsi

siswa tentang aliran kalor yang terjadi jika logam berbentuk kubus kecil bersuhu

0℃ dimasukkan ke dalam gelas berisi air yang bersuhu 25℃. Soal nomor 2

mengungkap konsepsi siswa tentang aliran kalor yang terjadi jika dua buah benda

(logam dan kayu) yang bersuhu sama saling disentuhkan. Soal nomor 5

mengungkap konsepsi siswa tentang aliran kalor yang terjadi jika air dalam panci

yang dipanaskan di atas kompor dari suhu 20℃ menjadi 30℃. Variasi respon

siswa terhadap ketiga pertanyaan tersebut dirangkum pada Tabel 4.4.

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui pada tes awal semua siswa (34 siswa)

memiliki konsepsi no 1, 26 siswa memiliki konsepsi nomor 4 dan 34 siswa

memiliki konsepsi nomor 7 yang ketiganya merupakan konsepsi yang benar.


Namun masih ada 8 siswa yang tidak konsisten dan menyatakan bahwa ada aliran

kalor pada dua benda yang bersuhu sama. Ada satu siswa yang secara konsisten

(pada tes awal maupun tes akhir) berpendapat bahwa penurunan suhu benda

disebabkan benda itu menerima dingin dari benda yang bersuhu rendah.

Selain itu, ada beberapa siswa yang justru memiliki konsepsi salah setelah

pembelajaran. Empat siswa memiliki konsepsi bahwa kalor yang diberikan ke

suatu benda disimpan di dalamnya. Lima siswa memiliki konsepsi bahwa kalor

merupakan partikel, bukan energi. Delapan siswa memiliki konsepsi bahwa ketika

besi dan kayu yang bersuh sama disentuhkan, tidak terjadi perpindahan kalor

karena besi merupakan logam dan kayu bukan logam.

Tabel 4.4 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor pada Tes Awal dan Tes Akhir
Frekuensi
Konsepsi Benar No Soal Konsepsi siswa
Pre Post
Kalor berpindah 1 ( ) 34 32
Kalor berpindah dari benda bersuhu
dari benda bersuhu tinggi ke rendah, benda yang melepas
tinggi ke rendah, kalor suhunya turun sedangkan benda
benda yang melepas yang menerima kalor suhunya naik
kalor suhunya turun ( ) 1 1
Dingin berpindah dari benda bersuhu
sedangkan benda rendah ke tinggi, benda yang melepas
yang menerima dingin suhunya naik sedangkan benda
kalor suhunya naik yang menerima dingin suhunya turun
(selama tidak terjadi ( )
Logam suhunya naik karena logam 0 1
perubahan wujud) lebih cepat panas dari pada bukan logam
2 ( ) 26* 26*
Ketika besi dan kayu yang bersuhu
sama disentuhkan, tidak terjadi
perpindahan kalor karena suhu kedua
Ketika besi dan
benda sama
kayu yang bersuhu ( )
Ketika besi dan kayu yang bersuhu 0 8
sama disentuhkan,
sama disentuhkan, tidak terjadi
tidak terjadi
perpindahan kalor karena besi logam
perpindahan kalor
dan kayu bukan logam
karena suhu kedua ( )
benda sama Ketika besi dan kayu yang bersuhu 8 4
sama disentuhkan, terjadi perpindahan
kalor karena besi lebih cepat panas dari
pada kayu
5 ( ) 34 31*
Selama tidak terjadi Kalor yang diberikan ke suatu benda
perubahan wujud, digunakan untuk menaikkan suhu benda
kalor yang itu
diberikan ke suatu ( ) 0 4
Kalor yang diberikan ke suatu benda
benda digunakan disimpan didalam benda itu
untuk menaikkan ( ) 0 5
Kalor diberikan ke suatu benda
suhu benda itu dalam wujud parikel
* Siswa memiliki konsepsi lebih dari satu
Perubahan konsepsi siswa ditunjukkan dari perubahan kualitas respon

siswa dari tes awal ke tes akhir, terhadap butir soal 1, 2 dan 5 secara berurutan

disajikan pada Tabel 4.5 s.d 4.7. Seperti dituliskan pada bab sebelumnya (metode

penelitian), penjenjangan kualitas respon siswa didasarkan pada variasi respon

siswa terhadap tes yang diberikan. Jika seorang siswa memilih semua pilihan

benar dan tidak memilih satupun pilihan salah, maka konsepsi siswa tersebut

dikategorikan pada Level-2 (tertinggi). Jika respon siswa tidak ada pilihan yang

benar maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan paling rendah (Level-0). Jika

respon siswa merupakan campuran antara pilihan yang salah dan yang benar,

maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan pada level antara (Level-1).

Tabel 4.5 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 1 Berdasarkan Tes
Awal dan Tes Akhir
Tes Akhir Total Tes Awal
Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *)
Tes Awal

Lev-0 0 0 0 0 0
Lev-1 0 1 18 19 55.9
Lev-2 0 1 14 15 44.1
Total Tes Jumlah 0 2 32 34 100.0
Akhir % *) 0.0 5.9 94.1 100.00

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki

kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami kenaikan dari 44,1 % menjadi 94,1 %.

Kenaikan ini utamanya disebabkan ada 18 siswa yang mengalami kenaikan

kualitas respon dari Lev-1 menjadi Lev-2. Namun demikian masih terdapat 1

siswa yang justru mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-2 menjadi Lev-

1.
Tabel 4.6 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 2 Berdasarkan Tes
Awal dan Tes Akhir
Tes Akhir Total Tes Awal
Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *)
Lev-0 2 4 2 8 23.5

Tes Awal
Lev-1 0 0 1 1 2.9
Lev-2 6 1 18 25 73.5
Total Tes Jumlah 8 5 21 34 100.0
Akhir % *) 23.5 14.7 61.8 100.00

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa proporsi kualitas respon siswa

terbaik (Lev-2) menurun dari 73,5 % menjadi 61,8 %. Penurunan ini utamanya

disebabkan ada 6 siswa yang mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-2

menjadi Lev-0. Sebanyak 2 siswa tidak mengalami perubahan dan tetap berada

pada Lev-0. Namun demikian, terjadi kenaikan pada kualitas respon siswa

menengah dari 2.9 % menjadi 14,7 %. Kenaikan ini disebabkan ada 4 siswa yang

mengalami kenaikan kualitas respon dari Lev-0 menjadi Lev-1.

Tabel 4.7 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 5 Berdasarkan Tes
Awal dan Tes Akhir
Tes Akhir Total Tes Awal
Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *)
Tes Awal

Lev-0 0 0 0 0 0.0
Lev-1 0 0 1 1 2.9
Lev-2 4 6 23 33 97.1
Total Tes Jumlah 4 6 24 34 100.0
Akhir % *) 11.8 17.6 70.6 100.00

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki

kualitas respon terbaik (Lev-2) menurun yakni dari 97,1 % menjadi 70,6 %.

Penurunan ini utamanya disebabkan ada 4 siswa yang mengalamai penurunan

kualitas respon dari Lev-2 menjadi Lev-0 dan 6 siswa dari Lev-2 menjadi Lev-1.
4. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis dan Perubahannya

Berikut deskripsi konsepsi siswa tentang pengaruh kalor jenis terhadap

kenaikan suhu benda. Pertanyaan untuk mengasses konsepsi siswa tersebut

disajikan setelah paragraf ini.Variasi respon siswa terhadap soal nomor 3 tersebut

ditunjukkan pada Tabel 4.8, sedangkan perubahan level kualitas respon siswa

ditunjukkan pada Tabel 4.9.

3. Benda A memiliki kalor jenis sebesar 10 / ℃ dan benda B sebesar 5 / ℃. Jika kedua
benda memiliki massa yang sama lalu dipanaskan dengan pemanas yang sama secara bersamaan,
bagaimana kenaikan suhunya?
A. Suhu benda A naik lebih cepat daripada suhu benda B karena kalor jenis benda A lebih besar dari
pada kalor jenis benda B
B. Suhu benda A naik lebih lambat daripada suhu benda B karena kalor jenis benda A lebih
besar dari pada kalor jenis benda B
C. Suhu keduanya naik secara bersamaan karena diberi kalor yang sama
D. Suhu keduanya naik secara bersamaan karena mempunyai massa yang sama dan mendapat kalor
yang sama
E. …………….…………………………………………………………………………

Tabel 4.8 Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis pada Tes Awal dan Tes Akhir
No Frekuensi
Konsepsi Benar Konsepsi siswa
Soal Pre Post
Kalor jenis 3 Kalor jenis mempengaruhi kenaikan suhu 33* 13
mempengaruhi benda, semakin besar kalor jenisnya
kenaikan suhu (pada dua zat berbeda yang diberi
benda, semakin sejumlah kalor yang sama) semakin cepat
besar kalor jenisnya kenaikan suhunya
semakin besar kalor Kalor jenis mempengaruhi kenaikan suhu 1 18
yang diperlukan benda, semakin besar kalor jenisnya
untuk menaikkan (pada dua zat berbeda yang diberi
suhunya sejumlah kalor yang sama) semakin
lambat kenaikan suhunya
Kalor jenis tidak mempengaruhi kenaikan 2 3
suhu benda
* Siswa memiliki konsepsi lebih dari satu

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa sebagian besar siswa (33 siswa)

memiliki konsepsi yang salah pada tes awal, namun telah mengalami perubahan

menjadi konsepsi yang benar pada tes akhir meskipun hanya sebagian (18 siswa).
Baik pada tes awal (2 siswa) maupun tes akhir (3 siswa) masih ada siswa yang

memiliki konsepsi bahwa kalor jenis tidak mempengaruhi kenaikan suhu benda.

Tabel 4.9 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 3 Berdasarkan Tes
Awal dan Tes Akhir
Tes Akhir Total Tes Awal
Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *)
Tes Awal

Lev-0 16 0 17 33 97.1
Lev-1 0 0 0 0 0.0
Lev-2 0 0 1 1 2.9
Total Tes Jumlah 16 0 18 34 100.0
AKhir % *) 47.1 0.0 52.9 100.00

Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki

kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami kenaikan dari 2,9 % menjadi 52,9 %.

Kenaikan ini disebabkan ada 17 siswa yang mengalamai kenaikan kualitas respon

dari Lev-0 menjadi Lev-2. Meski demikian masih ada 16 siswa yang tidak

mengalami perubahan konsepsi dan konsepsinya tidak dapat teridentifikasi.

5. Ragam Konsepsi Siswa tentang Konduksi Kalor dan Perubahannya

Berikut ini dideskripsikan konsepsi siswa tentang perpindahan kalor secara

konduksi. Pertanyaan untuk mengasses konsepsi siswa ditunjukkan setelah

paragraf ini. Pernyataan benar dari soal di atas adalah A, C dan D. Dari tes yang

telah dilakukan didapatkan variasi jawaban siswa terhadap soal tersebut

ditunjukkan pada tabel 4.10.

6. Ketika kita memanaskan air dengan panci, api hanya mengenai bagian bawah panci.
Namun ternyata bagian gagang panci juga ikut panas. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
A. Karena kalor dapat merambat melalui benda padat
B. Karena partikel panci pada bagian bawah panci berpindah ke gagang panci ketika
dipanaskan
C. Karena partikel panci saling bertubrukan dan menghantarkan energi kalor
D. Karena kalor selalu berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah
E. …………….………………………………………………………………
Tabel 4.10 Variasi Jawaban Siswa tentang Konduksi pada Tes Awal dan Tes Akhir
Frekuensi
Pilihan Jawaban
Pre Post
A 32 4
B 1 0
C 0 1
A,C 0 4
A,D 1 5
C,D 0 1
A,C,D 0 17
A,B,D 0 2
Total Jawaban 34 34

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa pada tes awal 32 siswa

mengetahui bahwa kalor dapat merambat melalui benda padat, namun belum

memahami proses perambatan tersebut secara mikroskopik. Pada tes akhir, 17

siswa telah memiliki konsepsi yang lengkap bahwa kalor dapat merambat melalui

benda padat dari suhu tinggi ke suhu rendah dan proses perambatan tersebut

terjadi karena partikel panci saling bertubrukan dan menghantarkan energi kalor.

Namun demikian, masih banyak siswa yang belum memahaminya dengan baik

(15 siswa). Sedangkan dua siswa justru berfikir bahwa perambatan kalor secra

konduksi disebabkan partikel panci berpindah ke gagang panci ketika dipanaskan.

Perubahan kualitas respon siswa dari tes awal ke tes akhir, terhadap butir

soal 6 disajikan pada Tabel 4.11. Jika seorang siswa memilih semua pilihan benar

(A, C dan D) dan tidak memilih satupun pilihan salah, maka konsepsi siswa

tersebut dikategorikan pada Level-2 (tertinggi). Jika respon seorang siswa adalah

pilihan B maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan paling rendah (Level-0).

Jika respon siswa merupakan campuran antara pilihan yang salah dan yang benar,

maka konsepsi siswa tersebut dikategorikan pada level antara (Level-1).


Tabel 4.11 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Nomor 6 Berdasarkan Tes
Awal dan Tes Akhir
Tes Awal Total Tes Awal
Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *)

Tes Akhir
Lev-0 1 0 0 1 2.9
Lev-1 11 5 17 33 97.1
Lev-2 0 0 0 0 0.0
Total Tes Jumlah 12 5 17 34 100.0
AKhir % *) 35.3 14.7 50.0 100.00

Berdasarkan Tabel 4.11 tentang level kualitas respon siswa pada peristiwa

perpindahan kalor secara konduksi diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki

kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami kenaikan yakni dari 0,0% menjadi 50,0

%. Kenaikan ini disebabkan ada 17 siswa yang mengalami kenaikan kualitas

respon dari lev-1 menjadi Lev-2. Namun demikian, sebanyak lima siswa tidak

mengalami perubahan konsepsi dan tetap berada pada kualitas respon menengah

(Lev-1) baik pada tes awal maupun tes akhir. Sebanyak 11 siswa justru

mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-1 menjadi Lev-0.

6. Ragam Konsepsi Siswa tentang Perubahan Wujud dan Perubahannya


Konsepsi siswa tentang suhu pada saat perubahan wujud diasses

berdasarkan respon siswa terhadap dua butir soal tes yaitu nomor 7 dan 9. Soal

nomor tujuh mengungkapkan konsepsi siswa tentang suhu air yang sedang

mendidih dikaitkan dengan intensitas gelembung-gelembung udara yang terjadi

saat api dikecilkan. Soal nomor Sembilan mengungkap konsepsi siswa tentang

“perginya” kalor yang terus diberikan pada air yang sedang mendidih untuk

menjelaskan mengapa suhu air tetap. Soal nomor tujuh dan Sembilan ditampilkan

setelah paragraf ini. Variasi respon siswa terhadap kedua pertanyaan tersebut

dirangkum pada Tabel 4.12.


7. Ani memanaskan air pada panci dengan menggunakan kompor dengan api yang besar.
Setelah beberapa saat, air mendidih dan terdapat gelembung-gelembung air yang
memecah di permukaan. Kemudian Ani menurunkan besarnya api ternyata banyaknya
gelembung-gelembung air menjadi berkurang. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
A. Suhu air saat mendidih terus meningkat ketika api kompor tetap besar
B. Suhu air saat mendidih turun ketika api kompor diperkecil
C. Suhu air saat mendidih tetap, namun jumlah kalor yang mengalir ke dalam air
berkurang ketika kompor diperkecil
D. Jumlah partikel air yang sedang mendidih berkurang ketika kompor diperkecil
E. …………….………………………………………………………………………

9. Kita mengetahui bahwa, suhu air yang sedang mendidih tidak akan naik lagi meskipun
terus dipanaskan. Kemanakah perginya kalor tersebut?
A. Dilepaskan ke udara sekitar secara konveksi
B. Digunakan untuk mengubah molekul air dari keadaan cair menjadi uap (gas)
C. Digunakan untuk menambah volume air
D. …………….………………………………………………………………………

Tabel 4.12 Variasi Jawaban Siswa pada Tes Awal dan Tes Akhir
Pilihan
Nomor Pilihan Frekuensi Soal Frekuensi
Jawaban
soal Jawaban Nomor
Pre Post Pre Pre Post
7 A 0 1 9 A 0 1
B 25 1 B 33 4
C 0 7 A,B 1 28
D 8 0 B,D 0 1
E 0 3
A,B 0 1
A,C 0 1
B,C 0 6
B,D 1 7
C,D 0 3
A,B,C 0 1
A,C,D 0 1
B,C,D 0 1
A,B,C,D 0 1

Berkaitan dengan respon siswa nomor sembilan pada tes awal semua siswa

menjawab pernyataan benar yakni pernyataan B, meskipun masih ada satu siswa

yang memilih A. Namun demikian, pada tes akhir 28 siswa memiliki konsepsi
lain bahwa selain kalor digunakan untuk merubah wujud juga dilepaskan ke udara

secara konveksi. Pernyataan tersebut merupakan pernyataan benar namun bukan

yang dimaksudkan dalam soal.

Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa pada tes awal untuk soal nomor

tujuh, tidak ada siswa yang memiliki konsepsi benar tentang suhu saat air

mendidih. Pada konteks api dikecilkan saat mendidihkan air, sebagian besar siswa

(25 siswa) memiliki konsepsi bahwa suhu air juga akan turun. Informasi pada soal

nomor Sembilan bahwa suhu air ketika mendidih tidak akan naik lagi meskipun

terus diberi kalor tidak berpengaruh pada siswa. Hal ini menunjukkan bahwa

konsepsi siswa tersebut merupakan konsepsi yang kuat.

Sedangkan pada tes akhir jawaban siswa sangat bervariasi. Hanya tujuh

siswa yang memiliki konsepsi benar bahwa suhu air tetap ketika mendidih.

Sementara 14 siswa lain memiliki konsepsi tersebut dan secara bersamaan

memiliki konsepsi lain yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi

siswa belum kuat setelah pembelajaran meskipun sudah ada informasi pada soal

nomor Sembilan bahwa suhu air tidak berubah ketika mendidih.

Perubahan kualitas respon siswa pada soal tes nomor tujuh berdasarkan tes

awal dan tes akhir ditunjukkan pada Tabel 4.13, sedangkan nomor Sembilan pada

Tabel 4.14.

Tabel 4.13 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 7 Berdasarkan
Tes Awal dan Tes Akhir
Tes Akhir Total Tes Awal
Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *)
Tes Awal

Lev-0 20 0 5 25 73.5
Lev-1 7 0 2 9 26.5
Lev-2 0 0 0 0 0.0
Total Tes Jumlah 27 0 7 34 100.0
Akhir % *) 79,4 0,00 20,6 100.00
Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki

kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalamai kenaikan dari 0% menjadi 20,6 %.

Kenaikan ini disebabkan ada 2 siswa yang mengalamai kenaikan kualitas respon

dari Lev-1 menjadi Lev-2 dan 5 siswa mengalami kenaikan kualitas respon dari

Lev-0 menjadi Lev-2 . Namun demikian sebanyak 20 siswa tidak mengalami

perubahan kualitas reposn dan tetap pada kualitas respon terendah (Lev-0).

Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki

kualitas respon terbaik (Lev-2) mengalami penurunan dari 97,1 % menjadi 11,8

%. Penurunan ini utamanya disebabkan 27 siswa mengalami perubahan konsepsi

dari Lev-2 menjadi Lev-1.

Tabel 4.14 Perubahan Level Kualitas Respon Siswa pada Soal Tes Nomor 9 Berdasarkan
Tes Awal dan Tes Akhir
Tes Akhir Total Tes Awal
Lev-0 Lev-1 Lev-2 Jumlah % *)
Tes Awal

Lev-0 0 0 0 0 0.0
Lev-1 0 1 0 1 2.9
Lev-2 2 27 4 33 97.1
Total Tes Jumlah 2 28 4 34 100.0
Akhir % *) 5.9 82.4 11.8 100.0

B. Deskripsi Kegiatan Pembelajaran

Pembelajaran dilakukan berdasarkan kurikulum KTSP. SK yang dituju

adalah menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai

perubahan energi. Sedangkan KD (kompetensi dasar) yang diharapkan tercapai

adalah menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara

perpindahan kalor dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah. SK dan

KD tersebut kemudian dijabarkan dalam silabus (Lampiran 4) dan RPP (Lampiran

4) oleh guru.
SMA N 5 merupakan salah satu sekolah yang menerapkan sistem team

teaching. Dua orang guru dalam satu mata pelajaran tertentu mengajar dalam satu

kelas yang sama. Materi yang diberikan sama, namun saling berkelanjutan antara

guru yang satu dengan guru yang lainnya. Hal tersebut juga berlaku di kelas X-8.

Guru pengajar mata pelajaran fisika di kelas tersebut ada dua, yang keduanya

saling berkoordinasi dalam memberikan materi pelajaran.

Jadwal pelajaran di sekolah tersebut berganti beberapa kali. Sejak awal

semester sampai penelitian ini dilakukan, jadwal pelajaran berganti sebanyak tiga

kali. Perubahan ini mempertimbangkan berbagai hal. Di X-8, penelitian ini

dilakukan saat mata pelajaran fisika mendapatkan jadwal pada hari senin jam 5

dan 6, hari selasa jam ke 5 dan 6 dan hari rabu jam ke 6.

Sesuai dengan silabus yang telah disusun oleh guru pengajar, tatap muka

yang direncanakan dalam menyelesaikan SK ini adalah 11 JP (jam pelajaran),

namun dalam kenyataannya pembelajaran pada SK ini sebanyak 19 JP (jam

pelajaran) dengan pertemuan sebanyak 11 kali. Rincian masing-masing pertemuan

tertera pada Tabel 4.15.

Kegiatan pembelajaran dideskripsikan dari hasil pengambilan video

(menggunakan handycamp dan camera digital) dan rencana pelaksanaan

pembelajaran yang dimiliki oleh guru (RPP). Karena keterbatasan waktu

penelitian, dari 11 kali pertemuan tersebut video yang dapat direkam secara penuh

hanya 4 kali pertemuan, masing-masing 2 JP sehingga didapatkan data 8 JP dari

19 JP yang dilakukan. Deskripsi kegiatan pembelajaran untuk masing-masing

pertemuan yang berhasil direkam ditunjukkan melalui narasi berikut.


Tabel 4.15 Materi Pelajaran pada Setiap Pertemuan Materi Kalor di Kelas X-8
Hari/tanggal pertemuan Materi yang diajarkan

Senin 11 maret 2013 Suhu dan temperature

Selasa 12 maret 2013 Kalor, kapasitas kalor

Selasa 19 maret 2013 Perubahan wujud

Senin 25 maret 2013 Pemuaian, (muai panjang, luas dan volum) dan keping
bimetal

Selasa 26 maret 2013 Asas black demonstrasi

Rabu 27 maret 2013 Pembahasan soal-soal

Senin 1 april 2013 Praktikum asas black

Senin 8 april 2013 Perpindahan kalor (konduksi, konveksi, radiasi)

1. Pembelajaran Berkaitan dengan Suhu

Pembelajaran berkaitan dengan suhu terjadi pada pertemuan tanggal 11

Maret 2013. Pada pertemuan tersebut guru menjelaskan bahwa suhu adalah

derajat panas dinginnya suatu benda. Kemudian pembelajaran dilakukan dengan

melakukan konversi suhu pada empat thermometer yang berbeda, yakni

thermometer Celcius, Kelvin, Farenheit dan Reanmur.

Gambar 4.1 Guru Menggunakan Media Pembelajaran Berupa Kertas

2. Pembelajaran Berkaitan dengan Muai Panjang

Penjelasan muai panjang dilakukan guru pada pertemuan tanggal 25 Maret

2013. “Pemuaian itu, kalau sesuatu mendapat panas atau dipanaskan akan
bertambah panjang dan luas” terang guru. Menggunakan media pembelajaran

berupa kertas warna yang dibuat mirip dengan lempeng logam, guru menjelaskan

bahwa seng yang memiliki koefisien muai paling besar mengalami muai panjang

paling besar.

Guru juga menjelaskan tentang koefisien muai panjang dengan

menggunakan media kertas. Kemudian menjelaskan tentang muai luas dan volum.

Koefisien muai panjang didapatkan dari perbandingan panjang awal dan akhir

dibanding dengan perubahan suhu. Dituliskan di papan tulis oleh guru sebagai

berikut :

:∆ =

1
=

3. Pembelajaran Berkaitan dengan Kalor

Pembelajaran yang membahas tentang mencampuran dua zat yang

memiliki suhu berbeda terjadi pada pertemuan tanggal 26 Maret 2013. Di awal

pembelajaran, guru memberikan peristiwa air jeruk yang diberi es balok. Guru

bertanya kepada siswa tentang proses pencairan es. “Apa yang akan terjadi setelah

beberapa saat?” Tanya guru. Siswa menjawab bahwa air jeruk akan lebih dingin.

Guru melanjutkan pertanyaan kenapa hal tersebut bisa terjadi. Kemudian siswa

menjelaskan karena esnya menyerap. “Menyerap apa?” lanjut guru bertanya. “Ada

yang panas ada yang dingin” jawab seorang siswa. “Yang panas siapa?” tanya

guru lagi. “Air jeruk, yang dingin es” jawab salah seorang siswa.
Gambar 4.2 Siswa Melakukan Demonstrasi Pencampuran Air yang Bersuhu Beda
Selanjutnya, pada pertemuan yang sama guru memberikan suatu

demonstrasi. Dua beker glas yang masing-masing berisi air 50 ml diukur suhunya

dengan bantuan seorang siswa di depan kelas. Lalu, salah satu gelas dipanaskan di

atas api sambil diukur suhunya sampai suhu tertentu. Setelah itu gelas dengan air

bersuhu 50 derajat (panas) dicampur dengan air pada gelas kedua yang bersuhu 28

derajat. Demonstrasi diakhiri dengan pertanyaan dari guru tentang suhu campuran

tersebut dan dijawab oleh siswa secara bersamaan di atas 28 derajat dan kurang

dari 50 derajat.

Selanjutnya guru menjelaskan peristiwa air es yang semakin dingin ketika

diberi bongkahan es. Es jeruk lama kelamaan menjadi lebih dingin ketika diberi

bongkahan es karena ada aliran energi. Pertemuan sebelumnya guru pernah

menjelaskan bahwa kalor itu adalah energi yang berpindah dari benda bersuhu

tinggi ke benda bersuhu rendah. Ada yang memberi dan ada yang menerima.

Yang memberi yang suhunya tinggi, dan yang suhunya rendah menerima. Jadi,

kalor itu ada dua kemungkinan ketika diberikan pada suatu benda, pertama

digunakan untuk menaikkan suhu dan yang kedua digunakan untuk merubah

wujud.

Pembelajaran tentang kalor juga diberikan kepada siswa ketika mereka

melakukan praktikum tentang asas Black. Dalam praktikum tersebut, siswa dibagi

menjadi 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 5-6 siswa. Siswa tersebut
belajar menggunakan thermometer untuk mengukur suhu, memanaskan air dengan

menggunakan kompor dan menentukan suhu campuran dua zat yang berbeda

suhu. Mereka juga belajar menggunakan kalorimeter untuk mencampurkan dua

zat yang berbeda suhu. Pembagian tugas dilakukan dengan baik pula, mulai dari

pembaca skala thermometer, pencatat suhu, pengambil air.

Gambar 4.3 Siswa Melakukan Praktikum tentang Azaz Black

Tanggal 12 Maret 2013 juga menjelaskan tentang peristiwa kalor. Guru

menjelaskan bahwa semaki besar massanya maka kalor yang dibutuhkan untuk

perubahan suhu juga semakin besar, semakin banyak kalor yang diberikan pada

suatu benda maka, semakin besar perubahan suhunya dan jenis zat yang berbeda

mengalami perubahan suhu yang berbeda ketika diberi kalor yang sama.

4. Pembelajaran Berkaitan dengan Kalor Jenis

Pembahasan tentang kalor jenis terjadi pada pertemuan pada tanggal 12

Maret 2013. Guru menjelaskan bahwa penggunaan minyak goreng untuk

menggoreng tempe di dapur karena minyak lebih cepat panas dari pada air.

Karena lebih cepat panas (kenaikan suhunya lebih cepat) dibandingkan air maka

minyak goreng digunakan untuk menggoreng tempe.


5. Pembelajaran Berkaitan dengan Perubahan Wujud

Pembahasan tentang perubahan wujud dilakukan pada pertemuan tanggal

19 Maret 2013. Dalam pertemuan tersebut guru memberikan video tentang gleter

yang mencair akibat global warming. Kemudian guru mempertanyakan pencairan

gletser tersebut. Siswa menjawab bahwa gletser tersebut mencair karena

mendapatkan kalor dari lingkungan. Selanjutnya guru menjelaskan suatu

fenomena tentang pembakaran lilin. Lilin dapat mencair karena kalor yang

diberikan oleh api digunakan untuk wujud lilin mengubah wujud lilin dari padat

menjadi cair. Semakin banyak massa, semakin banyak kalor yang dibutuhkan ntuk

meleburkan lilin. Selama terjadi perubahan wujud, suhu lilin tetap.

Guru juga menjelaskan bahwa ketika benda dipanaskan tidak selalu terjadi

perubahan suhu karena ketika terjadi perubahan wujud, kalor yang diberikan

digunakan untuk merubah wujud sehingga suhunya konstan. Pengaruh kalor

terhadap suatu zat selain untuk menaikkan suhu juga untuk merubah wujud.

6. Pembelajaran Berkaitan dengan Konduksi Kalor

Peristiwa perambatan kalor dijelaskan melalui pertemuan pada tanggal 8

April 2013. Pembelajaran tersebut guru menjelaskan bahwa suatu benda padat

tersusun dari partikel-partikel yang saling menempel. Jika salah satu ujungnya

diberi kalor, maka panas dari ujung tersebut akan merambat ke ujung satunya.

Ketika dipanaskan, partikel akan bergetar di ujung dekat api kemudian merambat

ke samping-sampingnya, akhirnya panasnya bisa sampai di ujung. Jadi, ujung

yang yang lain ikut memanas ketika salah satu ujunya dipanaskan karena getaran

partikel yang disebut dengan peristiwa konduksi. Panas itu karena getaran

partikel. Konduksi itu panas karena getaran partikel.


BAB V
PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan pembahasan hasil analisis data sebagaimana telah

diuraikan pada bab sebelumnya (Bab IV) dan data lain yang relevan yang

diperoleh dari hasil dokumentasi, observasi dan wawancara. Pembahasan

difokuskan pada ragam konsepsi siswa, perubahan konsepsi siswa (jika ada) dan

penjelasan mengapa perubahan tersebut terjadi atau tidak setelah pembelajaran.

Pandangan para ahli dan temuan penelitan lain yang relevan juga digunakan untuk

memperkaya pembahasan.

A. Ragam Konsepsi Siswa tentang Suhu Benda yang Dipotong dan

Perubahannya

Sebagian besar siswa memiliki konsep yang benar tentang suhu pada

peristiwa balok es yang dipotong menjadi beberapa bagian. Ketika dua benda

berada pada kesetimbangan thermal, kemudian kedua benda itu dipisahkan maka

suhu masing-masing tetap sama dengan suhu awalnya. Hasil jawaban dari tes

tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut.


G : Pada soal tes nomor 8, mengapa kamu memilih jawaban itu?
S : Kan tidak mungkin kalau kita motong es trus suhunya menjadi 5 disini
menjadi 5 disitu, ya tidak mungkin Bu. Suhunya tetap 10 dipotong sebanyak
apapaun

Namun demikian masih terdapat dua siswa yang memiliki konsepsi bahwa

ketika suatu benda dipotong menjadi beberapa bagian, suhu kedua benda tersebut
berubah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baser (2006)

tentang miskonsepsi yang dialami siswa. Baser menemukan, salah satu

miskonsepsi yang dialami siswa adalah ketika suatu benda bersuhu tertentu

kemudian dibagi menjadi beberapa bagian maka benda yang massanya lebih besar

suhunya lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Gonen pada tahun 2010 juga

menemukan bahwa 37% siswa pada grade 6, 22% siswa pada grade 7 and 30 %

siswa pada grade 8 memiliki konsepsi, benda yang berukuran lebih besar, suhunya

lebih tinggi. Pathare & Pradhan (2007) menyatakan bahwa sebagian besar siswa

menyatakan, suhu yang dicapai suatu benda bergantung pada ukurannya.

Konsepsi siswa seperti tersebut di atas, bisa disebabkan pemahaman siswa

yang kurang kuat terhadap ungkapan “besarnya kalor sebanding dengan massa”

pada rumusan = ∆ . Guru memberikan penjelasan bahwa besarnya kalor

yang diberikan atau dilepaskan sebanding dengan massa benda tersebut namun

tidak melakukan diskusi mendalam untuk memaknainya, sehingga proses

asimilasi pada beberapa siswa tidak terjadi secara sempurna. Akhirnya, ungkapan

“besarnya kalor sebanding dengan massa” dimaknai oleh siswa bahwa benda yang

ukurannya besar memiliki suhu yang lebih tinggi.

Konsepsi siswa tersebut dapat mengganggu pemahaman siswa terhadap

konsep suhu dan kalor selanjunya. Maka dari itu, perlu pembelajaran yang tepat

agar siswa dapat memahami konsep suhu dengan baik. Salah satunya dengan

menggunakan metode praktikum. Metode praktikum dapat memberikan gambaran

lebih konkrit kepada siswa bahwa ketika suatu benda bersuhu sama kemudian

dibagi menjadi dua bagian yang berbeda ukuran, suhu kedua bagian tersebut tetap

dan tidak bergantung pada ukuran.


B. Ragam Konsepsi Siswa tentang Pemuaian dan Perubahannya

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa pada tes awal sebagian besar siswa

memiliki jawaban sendiri yakni karena terjadi pemuaian. Sebagian besar siswa

tersebut mengetahui bahwa ketika suatu logam diberi kalor maka akan mengalami

pemuaian, namun tidak memahami proses pemuaian tersebut secara mikroskopik.

Hal ini mungkin dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa

sebelum pembelajaran. Secara umum, pengetahuan tentang pemuaian adalah

ketika sebuah logam diberi kalor maka akan terjadi pemuaian.

Sedangkan pada tes akhir, hanya sebagian kecil siswa (4 siswa) yang

memahami dengan benar proses mikoroskopik pemuaian logam ketika diberi

kalor yakni jarak antar partikel-partikel logam menjadi semakin jauh. Siswa yang

lain berfikir bahwa kalor berbentuk partikel dan pada proses pemuaian panjang

partikel-partikel kalor tersebut mendesak partikel-partikel logam (19 siswa), atau

partikel-partikel kalor memenuhi ruang antar partikel-partikel logam (9 siswa).

Sedangkan 17 siswa berfikir bahwa pemuaian panjang terjadi karena pertikel-

pertikel logam bertambah besar.

Berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada nomor 4

(Tabel 4.9) diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas repon terendah

(Lev-0) telah mengalami penurunan dari 100% menjadi 88%. Penurunan ini

disebabkan terdapat 4 siswa yang mengalami perubahan kualitas konsepsi dari

Lev-0 menjadi Lev-1. Sebanyak 4 siswa tersebut memiliki konsepsi benar pada

tes akhir bahwa logam memuai ketika diberi kalor karena jarak antar partikel-

partikel logam menjadi semakin jauh. Sedangkan 30 siswa lainnya tetap berada

pada kualitas respon terendah (Lev-0).


Sebanyak 30 siswa yang masih berada pada kualitas respon terendah

memiliki konsepsi yang bervariasi. Mereka berfikir bahwa kalor berbentuk

partikel dan pada proses pemuaian panjang partikel-partikel kalor tersebut

mendesak partikel-partikel logam (19 siswa), atau partikel-partikel kalor

memenuhi ruang antar partikel-partikel logam (9 siswa). Sebanyak 17 siswa lain

berfikir bahwa pemuaian panjang terjadi karena pertikel-pertikel logam bertambah

besar. Hasil jawaban dari tes tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara

dengan siswa sebagai berikut.


G :Ketika alumunium dipanaskan, akhirnya memanjang, kenapa?
S1 :Karena memuai Bu. Partikel kalor masuk lalu mendesak begitu Bu
G :Berarti kalor itu partikel?
S1 :Mungkin Bu. Kalor itu partikel panas
S2 :Dan partikelnya itu juga membesar juga Bu

Dari hasil wawancara terlihat, siswa konsisten dengan konsepsinya yang

menyatakan, proses pemuaian panjang disebabkan partikel kalor masuk ke dalam

logam lalu mendesak partikel logam. Siswa kedua berfikir secara bersamaan,

bahwa partikel logamnya juga membesar.

Konsepsi siswa pada taraf mikroskopik belum terbentuk secara sempurna,

meskipun dalam pelajaran kimia kondisi mikroskopik tentang partikel telah

dijelaskan. Proses belajar siswa pada kondisi abstrak menyebabkan siswa

menjalani proses asimilasi yang tidak sempurna, dan memerlukan bantuan berupa

hal konkrit untuk menyempurnakannya.

Pembelajaran tentang pengaruh kalor terhadap pemuaian dijelaskan guru

dengan metode ceramah, tanpa diskusi yang mendalam dan bantuan media

pembelajaran yang dapat menggambarkan keadaan mikroskopik di dalam


lempeng yang sedang dipanaskan. Secara khusus, guru memberikan pemahaman

tentang rumusan koefisien muai panjang, luas dan volum dengan menggunakan

media pembelajaran berupa kertas untuk menunjukkan bahwa benda dengan

koefisien muai panjang yang lebih besar akan memanjang lebih cepat jika diberi

kalor yang sama. Perlu adanya penjelasan tentang konsep pemuaian secara

mikroskopik oleh guru melalui video atau media lain sehingga siswa terbantu

untuk menkonkritkan kondisi mikroskopik yang tidak dapat terlihat oleh mata

tanpa bantuan alat.

Gambar 5.1. Dalam Pembelajaran Guru Menggunakan Media Pembelajaran Kertas


C. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor dan Perubahannya

Berdasarkan paparan data di Bab IV, ragam konsepsi siswa tentang kalor

digolongkan menjadi beberapa konsepsi berdasarkan masing-masing peristiwa

pada tiga butir soal yang diberikan (1, 2 dan 5). Pada masing-masing peristiwa

tersebut terdapat konsepsi siswa yang benar dan juga salah. Konsepsi salah yang

dimaksud adalah konsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi benar berdasarkan

teori para ahli, dan konsepsi yang benar adalah yang sesuai. Berikut diuraikan

ragam konsepsi siswa tersebut serta bagaimana setiap konsepsi berubah dari tes

awal ke tes akhir.


1. Kalor Merupakan Energi Panas yang Mengalir dari Benda Bersuhu

Tinggi ke Benda Bersuhu Lebih Rendah, Benda yang Melepas Kalor

Suhunya Turun Sedangkan Benda yang Menerima Kalor Suhunya Naik

(tidak Termasuk Peristiwa Perubahan Wujud)

Salah satu konsepsi benar tentang kalor adalah kalor merupakan energi

yang mengalir dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu lebih rendah, benda

yang melepas kalor suhunya turun sedangkan benda yang menerima kalor

suhunya naik (bukan ketika perubahan wujud). Berdasarkan Tabel 4.1 (konsepsi

siswa tentang kalor) diketahui bahwa semua siswa telah memahami dengan baik

bahwa kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke rendah, benda yang melepas

kalor suhunya turun sedangkan benda yang menerima kalor suhunya naik (selama

tidak terjadi perubahan wujud).

Berdasarkan tabel perubahan level kualitas jawaban siswa pada soal nomor

satu (Tabel 4.2), proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2)

mengalami kenaikan yakni dari 44,1 % menjadi 94,1 %. Kenaikan ini utamanya

disebabkan ada 18 siswa yang mengalami kenaikan kualitas respon dari Lev-1

menjadi Lev-2. Data ini menunjukkan bahwa pada tes awal sebagian besar siswa

belum menjawab dengan lengkap dari dua pernyataan benar yang diberikan pada

soal. Sebagian besar siswa tersebut hanya memilih satu jawaban saja.

Perubahan konsepsi siswa dari kurang lengkap menjadi lengkap sebanyak

50,0 % tersebut bisa disebabkan proses belajar yang didapatkan siswa di dalam

kelas. Dalam proses pembelajaran tersebut, guru memberikan praktikum tentang

Asas Black dengan mencampurkan dua zat yang memiliki suhu berbeda pada

kalorimeter. Kegiatan praktikum ini memberikan pembelajaran bermakna kepada


siswa karena siswa menjalani proses menemukan, sehingga konsep bahwa kalor

berpindah dari benda bersuhu tinggi ke rendah, benda yang melepas kalor

suhunya turun sedangkan benda yang menerima kalor suhunya naik dipahami

sebagian besar siswa dengan baik. Hal ini serupa dengan pandangan Jean Peaget

(Yamin, 2008) yang mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara

pasif oleh seseorang melainkan melalui tindakan (action).

Namun, masih ada dua siswa yang memiliki konsepsi salah tentang kalor.

Kedua siswa tersebut mempunyai konsepsi bahwa suhu benda berubah karena

dingin berpindah dari benda bersuhu rendah ke tinggi. Hasil jawaban dari tes

tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut.


G : Berarti menurutmu, kalor itu panas atau dingin?
S : Kalor itu panas
G : Kalau dingin itu apa?
S :Dingin ya dingin
G : Berarti kalau dingin bukan kalor?
S : Kalau ada yang lebih dingin, bisa disebut kalor
G : Misal ada dua buah benda ya, yang satu 5 derajat, yang satu sepuluh derajat ,
berarti yang punya kalor yang siapa? Yang lebih tinggi suhunya atau gimana?
S : Dua-duanya punya kalor

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa siswa konsisten dengan

konsepsinya yang menyatakan kalor itu bisa berupa panas (hot) dan dingin (cold).

Meskipun hanya ada dua siswa (dari 34 siswa) yang memiliki konsepsi seperti itu,

hal ini perlu diantisipasi dalam pembelajaran, sebab tidak menutup kemungkinan

banyak siswa lain (di luar subjek penelitian) yang memiliki miskonsepsi itu

seperti ditunjukkan oleh Christine Schnittka (2011) melalui penelitian yang

dilakukan di Lexington USA. Pada penelitian tersebut, sebagian besar siswa


memiliki konsepsi salah dengan berfikir bahwa dingin merupakan lawan dari

kalor yang mengalir dari benda dingin ke benda yang lebih hangat.

Adanya miskonsepsi seperti di atas, menurut Hollon (1986) mungkin

disebabkan siswa tersebut memiliki bipolar konsepsi tentang kalor. Bipolar

konsepsi yang dimaksud adalah memandang dingin seperti sesuatu yang dapat

diberikan oleh benda dingin yang berfungsi untuk menetralkan kalor dan

memandang kalor sebagai panas yang juga mengalir dari benda panas ke dingin.

Konsep yang benar adalah, dingin tidak di pindahkan ke dalam air, dingin

bukanlah sebuah zat dan bukan kebalikan dari kalor (Hollon, 1986). Dingin

hanyalah sebuah istilah (kata) yang digunakan untuk membandingkan suhu dua

buah benda pada tingkatan derajat yang berbeda.

2. Selama Tidak Terjadi Perubahan Wujud, Kalor yang Diberikan ke Suatu

Benda Digunakan Untuk Menaikkan Suhu Benda Itu

Kalor yang diberikan ke suatu benda digunakan untuk menaikkan suhu

benda itu, selama tidak terjadi perubahan wujud. Konsepsi ini merupakan

konsepsi yang benar. Berdasaran Tabel 4.1 (ragam konsepsi siswa tentang kalor)

diketahui bahwa sebelum pembelajaran semua siswa memiliki konsepsi benar.

Namun, berdasarkan Tabel 4.4 (perubahan level kualitas respon siswa pada soal

nomor 5) diketahui bahwa kualitas respon siswa terbaik (Lev-2) menurun yakni

dari 97,1 % menjadi 70,6 %. Penurunan ini utamanya disebabkan ada empat siswa

yang mengalami penurunan kualitas respon tertinggi (Lev-2) menjadi terendah

(Lev-0). Keempat siswa tersebut memiliki konsepsi bahwa kalor yang diberikan

ke suatu benda disimpan di dalamnya.


Perubahan konsepsi keempat siswa tersebut (dari benar menjadi salah)

mungkin dipengaruhi proses pembelajaran. Saat pembelajaran mengenai asas

Black, guru pernah menyampaikan bahwa kalau kalornya tidak keluar berarti

suhunya tetap. Kalimat ini memungkinkan siswa berfikir bahwa kalor merupakan

sesuatu yang disimpan oleh suatu benda yang dimasukkan kemudian disimpan di

dalamnya dan bisa keluar bisa juga tidak.

Pembelajaran yang mungkin bisa dilakukan untuk mengantisipasi hal

tersebut adalah siswa diperkenalkan tentang energi internal terlebih dulu sebelum

membahas tentang suhu dan kalor sehingga mereka memahami hukum

termodinamika pertama yang mengaitkan antara energi internal, kerja yang

dilakukan dan kalor. Keterkaitan energi internal dan kalor merupakan dua hal

yang tidak bisa dipisahkan pembahasannya untuk memahami hukum

termodinamika. Namun kenyataannya, kurikulum belum mendukung untuk guru

mengajarkan tentang hukum termodinamika secara berkesinambungan di jenjang

sekolah menengah atas. Sehingga perlu pembenahan susunan kurikulum

pengajaran fisika yang berkesinambungan dengan hirarki yang tepat.

3. Tidak Ada Pertukaran Kalor antara Logam dan Kayu yang Suhunya

Sama, Meskipun Keduanya Berbeda Jenis (Kalor Jenis Keduanya

Berbeda)

Konsepsi siswa terhadap peristiwa kayu dan logam yang bersuhu sama

saling disentuhkan adalah baik pada tes awal maupun tes akhir. Sebanyak 26

siswa memahami bahwa jika dua benda bersuhu sama didekatkan maka tidak

terjadi perpindahan kalor karena suhu kedua benda tersebut sama. Konsepsi ini

merupakan konsepsi yang benar. Namun delapan siswa lainnya dan menurun
menjadi empat siswa pada tes akhir berfikir bahwa terjadi perpindahan kalor

antara logam dan kayu meskipun suhunya sama karena besi lebih cepat panas dari

pada kayu.

Berdasarkan tabel perubahan level kualitas konsepsi siswa pada soal tes

nomor dua (Tabel 4.3), proporsi level kualitas respon siswa terbaik (Lev-2)

menurun dari 73,5 % menjadi 61,8 %. Penurunan ini utamanya disebabkan ada

enam siswa yang mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-2 menjadi Lev-0.

Dari keenam siswa tersebut, tiga siswa berubah konsepsi dan menjadi berfikir

bahwa tidak ada aliran kalor dari besi ke kayu disebabkan kedua benda berbeda

jenis. Tiga siswa lain menjadi berfikir bahwa kalor dari besi mengalir ke kayu dan

sebaliknya, sebab besi lebih cepat panas dari pada kayu.

Konsepsi siswa tentang cepat panas atau dingin antara besi dan kayu

berkaitan dengan pengalaman belajar siswa dalam kehidupan sehari-harinya. Jika

ada lempeng logam dan lempeng kayu yang bersuhu sama diletakkan pada suatu

ruangan selama beberapa saat dan disentuh dengan tangan, maka logam akan

terasa lebih dingin dari pada kayu. Peristiwa ini memberikan prekonsepsi kepada

siswa bahwa logam itu lebih cepat dingin dari pada kayu. Prekonsepsi semacam

ini terbentuk secara alamiah karena siswa menjalani proses fisika bukan hanya di

dalam kelas namun juga dalam kehidupan sehari-harinya.

Penelitian yang dilakukan Tanahoung (2010) di Thailand menemukan

adanya 13 % dari 334 siswa memiliki konsepsi bahwa logam lebih dingin dari

pada kayu karena logam menyerap dingin lebih baik dari pada kayu. Dalam

peristiwa ini siswa menggunakan indera perasa berupa kulit untuk menentukan

tingkat panas suatu benda, bukan dengan menggunakan termometer. Indera perasa
merupakan alat ukur yang buruk, karena dapat menipu. Hal ini sesuai hasil

temuan oleh Christine Schnittka (2011) dalam penelitian yang dilakukan di

Lexington USA bahwa siswa menggunakan insting (human sense) dalam

menentukan pola pemikiran tentang suhu dan kalor.

Konsep yang benar adalah, ketika lempeng kayu dan lempeng logam

bersuhu sama diletakkan pada ruangan yang sama selama beberapa saat, maka

keduanya mempunyai suhu yang sama dengan suhu ruangan. Ketika terdapat dua

atau lebih sistem, dipisahkan oleh dinding konduktor maka kesemua sistem

tersebut akan berada dalam kesetimbangan termal (Young & Freddman, 2000).

4. Kalor Merupakan Energi Panas yang Mengalir dari Benda Bersuhu

Tinggi ke Rendah, Bukan Merupakan Partikel, Zat atau Fluida yang

Mengalir

Konsepsi siswa tentang kalor pada berbagai peristiwa yang diberikan

menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berfikir bahwa kalor merupakan suatu

zat atau partikel yang mengalir. Pada soal tes nomor lima, terdapat lima siswa

pada tes akhir yang memiliki konsepsi bahwa partikel kalor saling menumbuk

partikel air sehingga suhu air naik. Hal serupa ditemukan pada soal nomor empat

berkaitan dengan muai panjang logam ketika dipanaskan. Sebanyak 88,2 % siswa

memandang kalor sebagai partikel.

Berdasarkan tabel perubahan level kualitas konsepsi siswa pada soal tes

nomor 5 (Tabel 4.4), proporsi siswa yang memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2)

menurun yakni dari 97,1 % menjadi 70,6 %. Penurunan ini utamanya disebabkan

ada empat siswa yang mengalami penurunan kualitas respon dari Lev-2 menjadi

Lev-0 dan 6 siswa dari Lev-2 menjadi Lev-1. Kesepuluh siswa tersebut
mengalami perubahan konsepsi bervariasi. Sebanyak lima siswa diantaranya

memiliki konsepsi bahwa kalor diberikan ke suatu benda dalam wujud partikel

bukan energi. Siswa berfikir bahwa kalor adalah suatu zat yang tidak terlihat

seperti halnya gas, dan mengalir serta disusun oleh partikel-partikel kalor. Hasil

jawaban tes tertulis tersebut ditegaskan dengan hasil wawancara dengan siswa

sebagai berikut.


G : Berarti kalor itu partikel apa bukan?
S1 : Berarti kalor itu angin yang panas
G : Kalor itu angin yang panas?
S2 : Yang saya tau kalor itu untuk menaikkan suhu sama merubah wujud benda
S1 : Kalor itu semacam seperti angin Bu. Kalor itu sesuatu yang panas

Konsepsi siswa tersebut merupakan konsep yang salah. Kalor adalah

energi yang mengalir, kalor bukanlah suatu zat atau pertikel (Hollon, 1986).

Konsep kalor merupakan konsep yang abstrak, sehingga istilah “aliran kalor”,

“kalor diberikan ke suatu benda”, yang sering digunakan di dalam buku fisika dan

pembelajaran menyebabkan siswa memiliki visualisasi berbeda terhadap istilah-

istilah tersebut. Siswa yang menyatakan bahwa kalor berupa partikel

dimungkinkan pengaruh visualisasi dari konsep kalor yang abstrak tersebut.

Dalam fikiran siswa, istilah “aliran kalor” divisualisasikan sebagai sesuatu yang

mengalir selayaknya air atau fluida lainnya. Carlton (2000) menyatakan bahwa ide

tentang konsep termal pada fisika dibangun melalui pengalaman siswa mulai masa

anak-anak hingga sekarang dan mengalami perubahan seiring bertambahnya usia,

namun ada beberapa situasi dimana mereka gagal menjelaskan tentang apa yang

mereka pahami.
Temuan ini senada dengan penelitian oleh Brook et al (1985 ) yang

dilakukan terhadap 300 siswa pada usia 15 tahun . Brook menemukan bahwa

terdapat siswa yang memiliki konsepsi, kalor dan dingin itu saling berlawanan dan

keduanya merupakan “material fluida”. Clough & Driver (1985) menemukan

bahwa seringkali siswa mengklasifikasikan kalor sebagai suatu zat yang sama

seperti material fluida.Weiss juga menemukan, dari sepuluh siswa yang dia teliti

dia mengetahui bahwa beberapa siswa memiliki konsepsi, kalor memiliki

karakteristik seperti suatu zat bukan sebagai sebuah proses.

Konsepsi siswa tersebut dapat menghambat pemahamannya terhadap

konsep-kosnep terkait suhu dan kalor pada topik selanjutnya, sehingga guru perlu

melakukan antisipasi . Salah satu antisipasi dalam pembelajaran yang bisa

dilakukan adalah pembelajaran oleh guru dalam memberikan pemahaman kepada

siswa bahwa kalor merupakan salah satu bentuk energi yang mengalir, karena

adanya perbedaan suhu dan bukan merupakan zat atau partikel seperti yang

kebanyakan siswa bayangkan.

D. Ragam Konsepsi Siswa tentang Kalor Jenis dan Perubahannya

Berdasarkan tabel ragam konsepsi siswa tentang kalor jenis (Tabel 4.6)

diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki konsepsi yang terbalik pada tes

awal dan menganggap bahwa kalor jenis sebanding dengan kenaikan suhu.

Semakin besar kelor jenis suatu benda semakin cepat kenaikan suhunya. Namun,

berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada soal nomor 3 (Tabel

4.7) diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas repon terbaik (Lev-2)

telah mengalami kenaikan dari 2,9 % menjadi 52,9 % dan proporsi siswa yang

memiliki kualitas respon terendah (Lev-0) telah mengalami penurunan dari 97,1
% menjadi 47,1 %. Kenaikan ini disebabkan ada 17 siswa yang mengalamai

kenaikan kualitas respon dari Lev-0 menjadi Lev-2.

Hal ini menunjukkan bahwa pada tes akhir sebagian besar siswa telah

memiliki konsepsi benar yakni semakin besar kalor jenisnya semakin besar kalor

yang diperlukan untuk menaikkan suhunya. Namun, 16 siswa lain masih memiliki

konsepsi yang salah. Keenam belas siswa yang belum memahami dengan baik

tentang hubungan kalor jenis dengan kenaikan suhu ini mungkin disebabkan

karena kebingunan antara kalor jenis sebanding dengan kenaikan suhu atau

berbanding terbalik. Hasil jawaban dari tes tertulis tersebut ditegaskan dengan

hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut.


G : Kamu Rul, di soal tes nomor tiga, kenapa kamu memilih jawaban itu?
S2 : Seingatku itu kalau kalor jenisnya kecil itu berarti lebih cepat panas
G : Berarti kalau kalor jenisnya kecil lebih cepat panas?
S2 : Sebentar Bu, masih bingung. Kalau kalor jenisnya yang lebih besar itu
naiknya lebih lambat, kalau kalor jenisnya kecil naiknya lebih cepat
G : Kalau kamu (menunjuk satunya) berfikirnya gimana yang nomor tiga?
S1 : Yang kalor jenisnya kecil berarti lebih cepat panas
Dalam pembelajaran guru memberikan penjelasan dengan metode ceramah

tentang kalor jenis setiap benda yang berbeda-beda, dan jika benda yang kalor

jenisnya lebih besar diberi panas maka kenaikan suhunya akan lebih lambat

karena kalor jenis berbading terbalik dengan perubahan suhu. Akan lebih baik jika

pembelajaran yang diberikan dengan menggunakan praktikum sehingga siswa

memahami pengaruh kalor jenis terhadap kenaikan suhu.

Sebanyak 16 siswa tidak mengalami perubahan konsepsi dan tetap pada

konsepsi yang salah. Konsepsi salah tersebut merupakan konsepsi yang terbalik

dengan konsepsi yang benar. Keterbalikan konsepsi yang dimiliki siswa tersebut

menunjukkan siswa mengalami kebingungan tentang kalor jenis. Pemaknaan


beberapa istilah yang selama ini dikenal oleh siswa memiliki maksud berbeda.

Mulai dari kalor jenis, koefisien muai panjang, dan konduktivitas termal suatu

benda menyebabkan siswa bingung dalam mengaitkan hubungan antara koefisien-

koefisien tersebut dengan kenaikan suhunya. Kebingunan tersebut juga terlihat

dari hasil wawancara di atas. Beberapa kebingunan yang terjadi pada siswa ini

ternyata juga ditemukan alam penelitian yang dilakukan oleh Quan (2011)

terhadap 32 guru di Summer Institute. Ditemukan bahwa 25 % student (dalam hal

ini siswa merupakan seorang guru) mengalamai kebingunan mengenai kalor jenis

dan konduktivitas termal suatu benda.

Baik pada tes awal (2 siswa) maupun tes akhir (3 siswa) terdapat siswa

yang memiliki konsepsi bahwa kalor jenis tidak mempengaruhi kecepatan

kenaikan suhu benda. Hal ini dimungkinkan karena beberapa siswa tidak

memaknai dengan baik simbol c yang sering mereka jumpai pada rumusan

= ∆ sebagai kalor jenis. Perlu diskusi lebih mendalam atau menggunakan

praktikum sehingga siswa mendapat pemaknaan yang dalam tentang rumusan

yang mereka gunakan.

E. Ragam Konsepsi Siswa tentang Konduksi Kalor Secara dan

Perubahannya

Berdasarkan tabel variasi jawaban siswa tentang peristiwa perambatan

kalor secara konduksi (Tabel 4.10) diketahui bahwa pada tes awal hampir semua

siswa (32 siswa) mengetahui bahwa kalor dapat merambat melalui benda padat,

namun belum memahami proses perambatan tersebut secara mikroskopik.

Sebelum pembelajaran siswa belum mendapatkan materi tentang konduksi secara


mendalam sehingga siswa belum memahami proses mikroskopik pada peristiwa

konduksi.

Berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada peristiwa

perpindahan konduksi kalor (Tabel 4.11) diketahui bahwa proporsi siswa yang

memiliki kualitas respon terbaik (Lev-2) telah mengalami kenaikan yakni dari

0,0% menjadi 50,0 %. Kenaikan ini disebabkan ada 17 siswa yang mengalami

kenaikan kualitas respon dari lev-1 menjadi Lev-2.Hal ini menunjukkan sebagian

besar siswa telah berubah konsepsi menjadi benar setelah pembelajaran.

Kenaikan tersebut jika dihubungkan dengan pembelajaran dapat dijelaskan

sebagai berikut. Guru memberikan gambaran dan penjelasan dengan konkrit

mekanisme mikroskopik tentang konduksi pada metal dalam pembelajaran.

Konduksi terjadi utamanya pada benda padat. Energi kinetic molekul berpindah

melalui vibrasi molekul yang saling bertabrakan dengan yang lain. Pembelajaran

seperti ini dapat membuat 17 siswa mengalami perubahan konsepsi menjadi

konsepsi yang lengkap. Namun demikian, penelitian menunjukkan masih ada 17

siswa lainnya yang belum memahami peristiwa konduksi dengan lengkap.

Gambar 5.2 Guru Menjelaskan Proses Konduksi Pada Logam Secara

Konduksi dapat diinterpretasikan dengan baik oleh sebagian siswa selain

karena mereka paham melalui pembelajaran juga karena model multiple choice

yang digunakan pada soal tes yang diberikan. Siswa hanya memilih tanpa harus

membuat kata-kata sendiri untuk menjelaskan peristiwa konduksi tersebut secara


jelas. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tanahoung

(2010) yang menemukan sebagian besar siswa mengalami miskonsepsi dan tidak

memahami tentang peristiwa konduksi yang terjadi pada logam maupun kayu.

Sebagian besar siswa tersebut tidak dapat memberikan alasan yang memuaskan

pada soal open-ended yang diberikan karena mereka tidak dapat menjelaskan

alasan yang benar.

F. Konsepsi Siswa tentang Perubahan Wujud

Berdasarkan tabel variasi jawaban siswa soal tes nomor 7 dan 9 (Tabel

3.13) diketahui bahwa respon siswa terhadap soal nomor sembilan, pada tes awal

semua siswa menjawab pernyataan benar yakni pernyataan B, meskipun masih

ada satu siswa yang memilih A. Sedangkan pada konteks api dikecilkan saat

mendidihkan air (soal nomor tujuh), sebagian besar siswa (25 siswa) memiliki

konsepsi bahwa suhu air juga akan turun. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tahu

bahwa suhu air tetap ketika mendidih dan kalor digunakan untuk merubah wujud,

namun ketika dihadapkan pada konteks apinya dikecilkan siswa tersebut juga

berfikir bahwa suhunya turun. Hal ini dapat diartikan bahwa ke 25 siswa tersebut

belum memiliki konsepsi yang kuat di awal tentang suhu air saat mendidih.

Berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada soal tes

nomor 7 (Tabel 4.13) diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas

respon terbaik (Lev-2) mengalamai kenaikan dari 0% menjadi 20,6 %. Kenaikan

ini disebabkan ada 2 siswa yang mengalamai kenaikan kualitas konsepsi dari Lev-

1 menjadi Lev-2 dan 5 siswa mengalami kenaikan kualitas respon dari Lev-0

menjadi Lev-2. Hal ini menunjukkan bahwa ada 7 siswa setelah pembelajaran
yang memiliki konsepsi kuat bahwa suhu air tetap ketika mendidih (mengalami

perubahan wujud).

Kedua penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah

memiliki konsepsi yang kuat bahwa suhu air tetap saat mendidih (berubah fase)

namun sebagian yang lain belum. Hasil tes tertulis tersebut ditegaskan dengan

hasil wawancara yang dilakukan dengan dua orang siswa sebagai berikut.


G : Bagaimana menurut kaliran dengan nomor 7?
S1 : Ketika air mendidih suhunya turun Bu. Kompornya kan apinya diperkecil,
jadi suhunya turun Bu
S2 : Suhunya tetap bu, karena kan apinya tidak dimatikan. Kalau dimatikan
suhunya turun. Kalau dikecilkan, kalornya berkurang saja Bu, suhunya tetap
S1 : Bingung, kalau diperkecil kan panasnya berkurang.
G : Berarti ketika air mendidih itu suhunya bagaimana?
S2 : Suhunya tetap Bu, meskipun kalornya diturunkan. Kan kalor digunakan untuk
merubah wujud air. Ya digunakan untuk merubah molekul air menjadi gas Bu

Dari hasil wawancara di atas, diketahui bahwa sebagian besar siswa

mengalami kebingungan dengan suhu air saat mendidih. Peristiwa api kompor

yang dikecilkan sehingga kalor yang diberikan berkurang menyebabkan siswa

berfikir bahwa suhu air juga akan turun. Namun, siswa yang telah memiliki

konsepsi yang kuat tetap pada konsepsinya bahwa suhu air tetap ketika mendidih

karena hanya kalornya saja yang turun bukan suhunya.

Siswa yang memiliki konsepsi bahwa suhu air berubah ketika mendidih

(berubah wujud) juga ditemukan oleh Nachimias, Stavy (1990) yang menyatakan

bahwa 80 % siswa pada studinya tidak menyadari bahwa suhu air tetap konstan

ketika dalam proses pemuaian atau perubahan wujud. Hollon (1986) juga

menyatakan bahwa kebanyakan siswa percaya bahwa suhu suatu benda akan

berubah secara berkesinambungan ketika diberi kalor. Mereka menganggap


bahwa melebur dan menguap dari suatu zat menyerap kalor sehingga suhunya

juga akan terus bertambah. Mereka sangat terkejut ketika mengetahui bahwa suhu

zat tersebut tetap ketika mengalami perubahan fase.

Berdasarkan tabel perubahan level kualitas respon siswa pada soal tes

nomor 9 (Tabel 4.14) diketahui bahwa proporsi siswa yang memiliki kualitas

respon terbaik (Lev-2) mengalami penurunan dari 97,1 % menjadi 11,8 %.

Penurunan ini utamanya disebabkan 27 siswa mengalami perubahan konsepsi dari

Lev-2 menjadi Lev-1 dan 1 siswa tetap berada pada kualitas respon menengah

(Lev-1). Ke 28 siswa tersebut memiliki konsepsi yang bersamaan bahwa selain

kalor digunakan untuk merubah wujud juga dilepaskan ke udara secara konveksi.

Pernyataan tersebut merupakan pernyataan benar namun bukan yang

dimaksudkan dalam soal.

Hal ini berkaitan dengan pamahaman siswa terhadap soal. Soal

menanyakan peristiwa perubahan air menjadi gas, namun pada pilihan jawaban

terdapat materi konveksi. Pernyataan bahwa kalor dilepaskan ke udara sekitar

secara konvepsi merupakan pernyataan yang benar, namun tidak ada kaitannya

dengan perubahan wujud air menjadi gas. Kebingungan pada pemahaman soal ini

yang mungkin menyebabkan siswa memilih kedua pilihan jawaban tersebut.

Namun, dengan mengabaikan pilihan jawaban A, 32 siswa pada tes akhir telah

mengetahui bahwa suhu air tetap ketika menguap disebabkan kalor digunakan

untuk merubah wujud air menjadi gas.

Meskipun guru telah memberikan penjelasan secara jelas melalui ceramah

bahwa ketika es mencair maupun air menguap suhunya tetap namun sebagian

besar siswa belum memiliki konsepsi kuat bahwa suhu air tetap ketika mengalami
perubahan wujud. Alangkah lebih baik jika pembelajaran yang diberikan, siswa

bisa mendapat pengalaman belajar berupa praktikum sehingga memberikan

pengalaman kepada siswa untuk memahami bahwa ketika terjadi perubahan

wujud air menjadi gas suhunya tetap.


BAB VI
PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang dijelaskan pada bab sebelumnya, peneliti

mengambil kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut.

A. KESIMPULAN

1. Ragam konsepsi siswa tentang suhu benda yang dipotong-potong antara lain,

(1) benda yang ukurannya lebih besar suhunya lebih tinggi (32 siswa) dan (2)

suhu benda tetap meskipun dipotong menjadi beberapa bagian (2 siswa).

Cenderung tidak terjadi perubahan konsepsi siswa setelah pembelajaran dan

sebagian besar tetap berada pada konsepsi yang benar.

2. Ragam konsepsi siswa tentang pemuaian sebelum pembelajaran, sebagian

besar siswa belum memiliki konsepsi benar tentang pemuaian begitu juga

setelah pembelajaran. Hanya empat siswa yang mengalami perubahan

konsepsi menjadi benar setelah pembelajaran bahwa pemuaian panjang

terjadi karena jarak antar partikel-partikel logam menjadi semakin jauh

3. Ragam konsepsi siswa dan perubahannya setelah pembelajaran tentang kalor

antara lain, (1) terjadi perubahan konsepsi siswa sebesar 50% menjadi

konsepsi yang benar setelah pembelajaran yakni kalor berpindah dari benda

bersuhu tinggi ke rendah, benda yang melepas kalor suhunya turun sedangkan

benda yang menerima kalor suhunya naik (selama tidak terjadi perubahan

wujud), (2) setelah pembelajaran, sebanyak dua siswa memiliki konsepsi

bahwa kalor itu bisa berupa panas (hot) dan dingin (cold), (3) terjadi
perubahan konsepsi 4 orang siswa setelah pembelajaran dan berfikir bahwa

kalor yang diberikan ke suatu benda disimpan di dalamnya, 4) sebanyak tiga

siswa berubah konsepsi setelah pembelajaran dan memiliki konsepsi bahwa

kalor pada konteks besi dan kayu yang bersuhu sama didekatkan maka kalor

dari besi mengalir ke kayu dan sebaliknya dam 5) 88,2 % dari 34 siswa

memiliki konsepsi bahwa kalor adalah partikel.

4. Sebagian besar siswa telah mengalami perubahan ke arah konsepsi yang

benar (2,9 % menjadi 52,9 %) bahwa kalor jenis mempengaruhi kenaikan

suhu benda dan kalor jenis berbanding terbalik dengan kenaikan suhu. Namun

masih ada 47,1 % siswa lain masih memiliki konsepsi yang terbalik.

5. Sebagian besar siswa telah mengalami perubahan ke arah konsepsi yang

benar dan lengkap (0,0 % menjadi 50,0%) tentang konduksi kalor bahwa

konduksi kalor terjadi karena kalor dapat merambat melalui benda padat dan

berpindah dari suhu tinggi ke rendah, partikel panci saling bertubrukan dan

menghantarkan energi kalor.

6. Sebanyak 25 siswa pada tes awal belum memiliki konsepsi yang kuat tentang

suhu air saat mendidih namun sebanyak tujuh siswa telah mengalami

perubahan konsepsi menjadi konsepsi yang benar dan kuat setelah

pembelajaran. Namun demikian setelah pembelajaran sebanyak 27 siswa

mengalami konsepsi ganda bahwa pada konteks air mendidih, selain

digunakan untuk merubah wujud, kalor juga dilepaskan ke udara secara

konveksi.

B. SARAN
Saran yang bisa diberikan oleh peneli dari penelitian yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini belum bisa memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang

menyebabkan seorang siswa memiliki suatu konsepsi tertentu tentang kalor

(baik benar maupun salah) sehingga akan lebih baik jika dilakukan

pembatasan topik yang lebih spesifik. Sehingga penelitian tersebut dapat

memberikan informasi lebih mendalam tentang perubahan konsepsi siswa

terhadap topik tertentu

2. Untuk memahami dan mengembangkan materi thermal pada fisika seorang

siswa harus mampu memiliki dua konsep dasar yakni tentang kesetimbangan

termal dan perbedaan antara konsep suhu dan kalor.

3. Akan lebih baik jika seorang guru melakukan observasi awal sebelum

pembelajaran untuk mengetahui prakonsepsi siswa. Prakonsepsi yang salah

dapat diselesaikan dengan memberikan tindakan berupa konflik kognitif agar

prakonsepsi siswa menjadi benar.


DAFTAR RUJUKAN

American Chemical Society Education Division Office of K-8 Science. 2007.


USA: American Chemical Society.

Baser, Mustafa. 2006. Effect of Conceptual Change Oriented Instruction on


Students’ Understanding of heat and Temperature Concept. Journal of
Maltese Education Research, (On-line), 4(1): 64-79,
(ttp://www.educ.um.edu.mt/jmer), diakses 18 Januari 2013.

Brook, A. Broggs, Bell B and Driver R. 1985. Secondary Students’ Ideas About
Heat :Centre for Studies in Science and Mathematics Education

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja


Grafindo Persada

Carlton, K. 2000. Teaching About Heat and Temperature. Physics Education.


35(2),101

Dahar , Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung : PT


gelora Aksara Pratama Erlangga

Etkina, Eugenia. 2005. Physics Teacher Preparation : Dream and Reality. Journal
of Physics Teacher Education On Line, (Online), Vol 3(2),
(www.phy/ilstu.edu/jpeto)

Engel Clough, E and Driver R. 1985. Secondary students’ Conception of the


Conduction of heat : Physics Education, 20, 176-182

Haryanto. 2008. Teori yang Melandasi Pembelajaran Konstruktivistik (online).

Harcombe, S. Elnora. 2001. Science Teaching / Science Learning (Library of


Congress Catalohing-in-Publication Data). New York: Teacher Collage
Press

Hollon, E. Robert and Charles W. Anderson. 1986. Heat and Temperature : A


Teaching Module. The Institute for Research on Teaching 252 Erickson
Hall Michigan State University East Lansing. 48824-1034

Gonen, Selahattin. Serhat Kocakaya. 2010. A Cross-Age Study in the


Understanding of Heat and Temperature. Eurasian Journal Physics
Chemistry Education 2(1):1-5
Pathare, Shirish & H. C Pradhan. 2007. Students’ Alternative Conception in
Pressure, Heat and Temperature. Homi Babha for Science Education, TIFR
: India

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia no. 22 tahun 2006


tentang Standart Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Posner, J.G,. 1982. Accomodation of a Scientific Conception: Toward a Theory


of Conceptual Change. Journal Science Education 66(2): 211-227.(online)
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/sce.3730660207

Quan, Gina. 2011. Improvements of Student Understanding of Heat and


Temperature. Journal of University of Washington Research Experience for
Undergraduates 2011 and The Physics Education Group

Ruhf. Robert J. 2003. Unpublished Document A General Overview of Conceptual


Change Research

Schnittka, Cristine and Randy Bell. 1887. Engineering Design and Conceptual
Change in Science: Addressing Thermal Energy and Heat Transfer in Eighth
Grade. International Journal of Science Education, 33(12)

Sozbilir, Mustofa. 2003. A Review Of Selected Literature On Student’s


Misconception Of Heat And Temperature. Journal of Education Vol. 20(1)

Suparno, Paul. 1999. Teori Perubahan Konsep dan Aplikasinya dalam


Pembelajaran Fisika. Jurnal Ilmu Pendidikan, X (1): 15-26

Stavy ,R. 1990. Pupils Problems in Understanding Coservation of Matter.


International Journal of Science Education. 12(5) 501-512

Tanahoung, Choksin. 2010. Probing Thai Freshmen Science Student’s


Conceptions of Heat and Temperature Using Open-ended questions: A case
study. Eurasian J. Physics Chemistry Education 2(2):82-94

Thomas, M. F. Malaquis et all. 1995. An Attempt to Overcome Alternative


Conception Related to Heat and Temperature. Physics Education. 30, 19-26

Weiss, Leah. 2000.Ell and non Ell Students’ Misconceptions About Heat and
Temperature in Middle School. Thesis Submitted in Partial Fulfillment of
the Requirement for the degree of Master of Education in Department of
Teaching and learning Principals in the Collage of Education at the
University if Central Florida Orlando. Florida

Wellington, Jerry. 2000. Teaching and Learning Secondary Science


Contemporary issues and Practical Approaches. London:Routledge
Wenning, Carl. 2005. Minimizing Resistance to Inquiry-oriented Science
Instruction : The Importance of Climate Setting. Journal of Physics Teacher
Education On Line. (Online), Vol 3(2), (www.phy/ilstu.edu/jpeto), diakses
Desember 2005

Yamin, Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung


Press

Yuliati, Lia. 2004. Miskonsepsi Siswa SMP. Bandung: Tidak Diterbitkan

Young & Freedman. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2. Terjemahan


Pantur Silaban. 2004. Bandung: Erlangga

Zemansky. Mark W dan Richard H. Dittman. Kalor dan Termodinamika. 1986.


Bandung. Penerbit ITB
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Yeny Khristiani

NIM : 109321417103

Jurusan/Program Studi : Fisika/Pendidikan Fisika

Fakultas/Program : MIPA

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang ditulis ini benar-benar

merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan plagiasi baik sebagian atau

seluruhnya.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil plagiasi,

baik sebagian ataupun seluruhnya, maka bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

Malang, 2 Juli 2013


Yang bersangkutan,

Yeny Khristiani
NIM 109321417103
1 : Instrumen Tes Diagnostik

TES DIAGNOSIS SISWA


Nama : ____________________________________
KONSEP Motto : ____________________________________
SUHU DAN KALOR Cita : ____________________________________

PETUNJUK UMUM :
1. Tulislah terlebih dahulu nama dan kelas anda pada kotak identitas yang
telah disediakan
2. Laporkan kepada guru jika ada tulisan yang kurang jelas, ada kertas yang
rusak atau sulit terbaca
3. Lingkari jawaban yang kamu anggap benar, silang jawaban yang kamu
anggap salah dan biarkan jika kamu ragu akan pilihan jawaban itu.
Pastikan semua jawaban sudah kami baca.
4. Tulislah pada tempat yang disediakan untuk jawaban lain sesuai
pendapatmu

A B C D E

1. Sebuah logam kubus kecil bersuhu 0° C dimasukkan ke dalam gelas berisi air
yang bersuhu 25° C. Apa yang segera terjadi?
A. Suhu logam naik sebab kalor berpindah dari air menuju logam
B. Suhu logam naik sebab dingin dari logam berpindah ke air
C. Suhu air turun sebab dingin dari logam berpindah ke air
D. Suhu air turun sebab kalor berpindah dari air menuju logam
E. Suhu logam naik karena logam lebih cepat panas
F. Suhu logam dan suhu air tetap karena logam dan air adalah dua zat yang berbeda
G. ……………………………………………………………………………….............

2. Sebuah balok besi dan balok kayu memiliki suhu yang sama. Balok
besi diletakkan di atas balok kayu seperti pada gambar. Apa yang
Balok besi
akan segera terjadi?
A. Kalor dari besi mengalir ke kayu sebab besi lebih cepat panas Balok kayu
daripada kayu
B. Kalor dari kayu mengalir ke besi sebab besi lebih cepat panas daripada kayu
C. Tidak ada kalor yang mengalir dari besi ke kayu atau sebaliknya sebab besi adalah
logam dan kayu bukan logam
D. Tidak ada kalor yang mengalir dari besi ke kayu atau sebaliknya sebab suhu kedua
benda sama
E. …………….…………………………………………………………………………

3. Benda A memiliki kalor jenis sebesar 10 / ℃ dan benda B sebesar 5 / ℃. Jika


kedua benda memiliki massa yang sama lalu dipanaskan dengan pemanas yang sama
secara bersamaan, bagaimana kenaikan suhunya?
A. Suhu benda A naik lebih cepat daripada suhu benda B karena kalor jenis benda A
lebih besar dari benda B
B. Suhu benda A naik lebih lambat daripada suhu benda B karena kalor jenis benda A
lebih besar dari benda B
C. Suhu keduanya naik secara bersamaan karena diberi kalor yang sama
D. Suhu keduanya naik secara bersamaan karena mempunyai massa yang sama dan
mendapat kalor yang sama
E. …………….…………………………………………………………………………

4. Suatu batang alumunium yang panjangnya 20 cm dipanaskan di atas api seperti


terlihat pada gambar. Setelah 10 menit ternyata panjangnya menjadi 25 cm.
Mengapa batang alumunium bisa memanjang?
A. Partikel-partikel kalor mendesak partikel-partikel = 20
alumunium sehingga berpindah ke kanan (mengisi ∆ )
B. Partikel-partikel kalor memenuhi ruang antar partikel
alumunium, sehingga partikel-partikel alumunium terdesak
ke segala arah ∆ =5
C. Jarak antar partikel-partikel alumunium menjadi semakin jauh akibat kenaikan suhu
D. Partikel-partikel alumunium bertambah besar akibat kenaikan suhu
E. …………….…………………………………………………………………………

5. Air dalam panci dipanaskan di atas kompor dari suhu 20℃ menjadi 30℃. Apa yang
menyebabkan hal tersebut terjadi?
A. Kalor yang diterima air digunakan untuk menaikkan suhu
B. Kalor yang diterima air disimpan di dalamnya sehingga jumlah kalor dalam air
bertambah banyak
C. Partikel-partikel kalor menumbuk partikel-partikel air sehingga menjadi lebih panas
D. …………….…………………………………………………………………………

6. Ketika kita memanaskan air dengan panci, api hanya mengenai bagian bawah panci.
Namun ternyata bagian gagang panci juga ikut panas. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
A. Karena kalor dapat merambat melalui benda padat
B. Karena partikel panci pada bagian bawah panci berpindah ke gagang panci ketika
dipanaskan
C. Karena partikel panci saling bertubrukan dan menghantarkan energi kalor
D. Karena kalor selalu berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah
E. …………….…………………………………………………………………………

7. Ani memanaskan air pada panci dengan menggunakan


kompor dengan api yang besar. Setelah beberapa saat, air
mendidih dan terdapat gelembung-gelembung air yang memecah
di permukaan. Kemudian Ani menurunkan besarnya api ternyata
banyaknya gelembung-gelembung air menjadi berkurang.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

A. Suhu air saat mendidih terus meningkat ketika api kompor tetap besar
B. Suhu air saat mendidih turun ketika api kompor diperkecil
C. Suhu air saat mendidih tetap, namun jumlah kalor yang mengalir ke dalam air
berkurang ketika kompor diperkecil
D. Jumlah partikel air yang sedang mendidih berkurang ketika kompor diperkecil
E. …………….……………………………………………………………………………
8. Jika balok es yang suhunya −10℃ dipotong menjadi dua bagian, bagaimana suhu masing-
masing potongannya?
A. Suhu kedua bagian sama besar yakni −5℃ jika balok es dipotong menjadi dua sama
besar
B. Suhu kedua bagian sama besar yakni −10℃, dimanapun balok dipotong
C. Jika ukuran potongan tidak sama, potongan yang besar memiliki suhu yang lebih
tinggi
D. Jika ukuran potongan tidak sama, potongan yang besar memiliki suhu yang lebih
rendah
E. …………….……………………………………………………………………………

9. Kita mengetahui bahwa, suhu air yang sedang mendidih tidak akan naik lagi meskipun
terus dipanaskan. Kemanakah perginya kalor tersebut?
A. Dilepaskan ke udara sekitar secara konveksi
B. Digunakan untuk mengubah molekul air dari keadaan cair menjadi uap (gas)
C. Digunakan untuk menambah volume air
D. …………….……………………………………………………………………………
Lampiran 2: Silabus

SILABUS

Sekolah : SMA Negeri 5 Malang


Mata Pelajaran : FISIKA
Kelas/Semester : X/2
Alokasi Waktu : 11 x 45 menit
Standar Kompetensi : 4.Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energi

Kompetensi Materi Kegiatan Indikator Penilaian Alokasi Sumber/ Alat


Dasar Pembelajaran Pembelajaran Teknik Bentuk Contoh Waktu dan Bahan
Instrumen
4.1 Kalor  Melakukan percobaan  Menjelaskan Tes Tulis PG Benda A dan B apabila 3 JP  Sumber : Buku,
Menganalisis pengaruh kalor hubungan kalor, diberi sejumlah kalor LKS, internet
pengaruh kalor terhadap perubahan massa, kalor jenis, yang sama ternyata  Alat dan Bahan
terhadap suatu suhu, pengaruh massa kapasitas kalor, dan kenaikan suhu A lebih : Beaker glass,
zat terhadap kalor yang perubahan suhu tinggi daripada kenaikan Termometer,
diperlukan, pengaruh  Menganalisis suhu B. Hal ini Kaki Tiga,
jenis zat terhadap kalor hubungan kalor, membuktikan bahwa… . Kasa, Bunsen,
yang diperlukan massa, kalor jenis, Tes Tulis A. massa A lebih besar Air, Minyak,
kapasitas kalor, dan PG daripada massa B lilin
 Melakukan diskusi di perubahan suhu B. kalor jenis B lebih
kelas untuk besar daripada kalor
menganalisis pengaruh  Menerapkan jenis A
kalor terhadap persamaan pengaruh C. massa jenis A lebih
perubahan suhu, kalor terhadap kecil daripada massa
hubungan kalor perubahan suhu jenis B
dengan massa, kalor dalam menyelesai- Tes Tulis D. kapasitas kalor A
jenis, kapasitas kalor kan soal lebih kecil daripada
dan perubahan suhu  Menghitung PG kapasitas kalor B
dalam memecahkan kapasitas kalor suatu E. jenis zat A dan B
masalah benda berbeda
 Melakukan percobaan  Menjelaskan
pengaruh kalor pengaruh kalor
terhadap perubahan terhadap perubahan Tes Tulis
wujud zat wujud zat
 Melakukan diskusi  Menganalisis
untuk menganalisis pengaruh kalor Tes Tulis PG
pengaruh kalor terhadap perubahan
terhadap perubahan wujud zat
wujud dalam
memecahkan soal Tes Tulis PG
fisika
PG
4.2 Perpindahan  Melakukan percobaan  Menghitung laju Tes Tulis PG Sebuah batang baja luas 5 JP  Sumber : Buku,
Menganalisis Kalor perpindahan kalor kalor secara permukaannya 125 cm2 LKS
cara secara konduksi, konduksi dan tebalnya 10 cm.  Alat dan Bahan
perpindahan konveksi, dan radiasi  Mengklasifikasikan Beda suhu antara kedua : Gelas ukur,
kalor karakteristik alat permukaan baja 2⁰C. Termometer,
 Melakukan diskusi pemanas yang baik Jika koefisien konduksi Kaki Tiga,
perpindahan kalor berdasarkan kalor Tes Tulis termal baja 50W/mK, Kasa, Bunsen,
secara konduksi, jenis dan PG maka banyak kalor yang Air, Kit
konveksi, dan radiasi konduktivitas bahan dapat dihantarkan oleh percobaan
 Membandingkan baja tiap detik sebesar… konduksi,
pengaruh kalor . termoskop
terhadap perbahan A. 2,5 J/s
suhu dengan kalor B. 12,5 J/s
konduksi C. 125 J/s
 Menjelaskan D. 1250 J/s
perpindahan kalor Tes Tulis E. 12.500 J/s
secara radiasi
 Menganalisis PG
perpindahan kalor
secara radiasi
 Menjelaskan
perpindahan kalor
secara konveksi
 Menerapkan
persamaan laju kalor
konveksi dalam
menyelesaikan soal
4.3 Asaz Black  Melakukan percobaan  Menjelaskan suhu Tes Tulis PG Suhu tiga macam cairan 3 JP  Sumber : Buku,
Menerapkan tentang Asaz Black termal/suhu bermassa sama A, B, dan LKS, internet
asas Black campuran berdasar C masing-masing 10⁰C,  Alat dan Bahan
dalam  Melakukan diskusi asas Black 20⁰C, dan 30⁰C. Jika A : Kalorimeter,
pemecahan tentang asaz black  Menghitung suhu dan C dicampur suhu Termometer,
masalah dalam memeahkan campuran Tes tulis suhunya menjadi 16⁰C, Air.
masalah fisika menggunakan asas PG sedangkan jika B dan C
Black dicampur suhunya
 Menerapkan asas menjadi 24⁰C. Jika A
Black dalam Tes Tulis dan C dicampur, maka
menyelesaikan soal suhunya dalah… .
fisika PG A. 10⁰C
 Mengevaluasi asas B. 15 ⁰C
Black dalam Tes Tulis C. 20⁰C
menyelesaikan soal D. 25⁰C
fisika E. 30⁰C
PG
Lampiran 3 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN


Satuan Pendidikan : SMA Negeri 5 Malang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/semester :X/2
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Pertemuan :1

Standar Kompetensi
4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai
perubahan energi
Kompetensi Dasar
4.1 Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat
A. Indikator
1. Menjelaskan hubungan kalor, massa, kalor jenis, kapasitas kalor, dan
perubahan suhu
2. Menganalisis hubungan kalor, massa, kalor jenis, kapasitas kalor, dan
perubahan suhu
3. Menerapkan persamaan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu dalam
menyelesai-kan soal
4. Menghitung kapasitas kalor suatu benda
B. Tujuan pembelajaran
1. Setelah melakukan percobaan siswa dapat menjelaskan hubungan antara
massa, perubahan suhu, kalor jenis suatu zat, dan kalor yang diperlukan
2. Setelah melakukan percobaan siswa dapat menganalisis hubungan antara
massa, perubahan suhu, kalor jenis suatu zat, dan kalor yang diperlukan
3. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menerapkan persamaan pengaruh
kalor terhadap perubahan suhu dalam menyelesaikan soal
4. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menghitung kapasitas kalor suatu
benda
C. Materi Pembelajaran : Kalor
Kalor merupakan transfer energi dari benda satu ke benda lain karena
adanya perbedaan suhu. Transfer energi terjadi melalui aliran kalor dari benda
yang suhunya lebih tinggi ke benda yang lain yang suhunya lebih rendah.
Jika benda diberi kalor maka temperaturnya akan naik. Kenaikan suhu ini
tergantung pada jenis zat yang dipanaskan. Besar kalor yang dibutuhkan
untuk merubah suhu suatu zat tertentu sebanding dengan massa zat tersebut
dan dengan perubahan suhu.
Kalor dirumuskan dengan persamaan :

Q = mc ΔT

dimana c adalah besaran karakteristik dari zat tersebut, yang disebut kalor
jenis (J/kg⁰C)
m adalah massa zat (kg)
ΔT adalah perubahan suhu (⁰C)
Q adalah kalor yang diperlukan untuk merubah suhu (J)
Selain massa dan kenaikan suhu, jumlah kalor yang dibutuhkan benda
tergantung dari jenis zat yang dipanaskan yang disebut dengan kalor jenis.
Kalor jenis suatu zat didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan
untuk menaikkan atau melepaskan suhu tiap satu kilogram massa suatu zat
sebesar 1⁰C atau 1 Kelvin yang dapat dituliskan dalam persamaan :

c=

Banyak kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu yang sama dari benda
yang berbeda pada umumnya tidak sama. Perbandingan banyaknya kalor
yang diberikan terhadap kenaikan suhu benda dinamakan kapasitas kalor.
Kapasitas panas adalah kemampuan suatu benda untuk menerima atau
melepas kalor untuk menaikkan atau menurunkan suhu benda sebesar 1⁰C
atau 1 Kelvin yang dapat dituliskan dalam persamaan:

C=

Kapasitas kalor juga dapat dinyatakan dalam persamaan:

C = mc

D. Sumber Belajar :
 Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.
 Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2.
Erlangga : Jakarta.
 Internet
E. Model Pembelajaran : Direct Instruction
F. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab
G. Alat/bahan :
 LCD dan Laptop
 Media pembelajaran Power Point
 Beaker Glass
 Termometer
 Stopwatch
 Air
 Minyak
H. Sintaks Pembelajaran (2 x 45 menit)
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi
Waktu
Pendahuluan
 Apersepsi  Memperhatikan video yang disajikan  10 menit
Menunjukkan video tentang memasak air guru
“apa yang terjadi dengan air ketika
dipanaskan?” “air menjadi panas/suhu air
naik/semakin lama semakin panas/
Menunjukkan video tentang menggoreng lama-lama mendidih”
tempe
“mengapa menggoreng tempe menggunakan
minyak tidak menggunakan air” “karena lebih cepat panas/kenaikan
suhunya lebih cepat dibandingkan  5 menit
 Menyampaikan tujuan pembelajaran air ketika dipanaskan”
 Mendengarkan penjelasan guru

Inti
 Guru mendemonstrasikan dua fenomena:  Siswa mengamati demonstrasi  10 menit
I : dua beaker glass berukuran
sama berisi air yang massanya berbeda
dipanaskan dengan kalor yang sama,
kemudian diukur perubahan suhunya setelah 2
menit
II : dua beaker glass berukuran sama
berisi air yang massanya sama
tetapi dipanaskan kalor yang diberikan
berbeda, kemudian diukur suhunya setelah 2
menit.
III : dua beaker glass berukuran sama berisi
zat cair yang berbeda dengan massa yang
sama dipanaskan dengan kalor yang sama.
Kemudian diukur suhunya setelah 2 menit.
 Guru mengajukan pertanyaan arahan selama
melakukan demonstrasi.
 5 menit
“Apakah suhu kedua thermometer akan
menujukkan skala yang berbeda pada
percobaan? Apakah massa mempengaruhi
banyak kalor yang dibutuhkan oleh suatu
zat?”

 Guru meminta 2 orang siswa maju ke depan


untuk mengukur suhu dan melakukan
pengamatan
 Hasil pengamatan ditulis dalam slide power
point yang ditampilkan di layar kelas
 Berdasar demonstrasi tersebut guru
mengajukan pertanyaan untuk menyimpulkan
hasil demonstrasi.
“Bagaimanakah hubungan antara massa,  Menjawab pertanyaan guru.
jenis zat, perubahan suhu, dan kalor yang “semakin besar massa sutu benda
diperlukan suatu zat?” semakin banyak kalor yang
diperlukan untuk perubahan suhu
yang sama.”
“semakin banyak kalor yang
diberikan pada suatu benda,
semakin besar perubahan suhunya”
“jenis zat yang berbeda mengalami
perubahan suhu yang berbeda ketika
beri kalor yang sama.”
 Menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kalor suatu zat  Memperhatikan penjelasan guru
 Menjelaskankan hubungan massa, kalor jenis
zat, perubahan suhu, dan kalor dengan  20 menit
menghubungkan persamaan kalor
Q = m c ΔT
Q = C ΔT
 Menjelaskan kalor jenis dan kapasitas kalor
 Menjelaskan hubungan kalor dengan energi
 Memberi contoh soal
“Untuk memanaskan 100 gram air dari suhu  Mengerjakan tugas
10⁰C sampai 40⁰C, sebuah heater
membutuhkan kalor 9.000 Joule selama 1
menit. Bila efisiensi heater 100%, hitunglah:
a. Kapasitas kalor air
b. Kalor jenis air”
 Memberi latihan soal

 25 menit

Penutup
 Guru bersama dengan siswa menyimpulkan  Bersama guru, siswa menyimpulkan  10 menit
hasil pembelajaran tentang pengaruh kalor hasil pembelajaran
terhadap suatu zat
 Memberi penguatan tentang pengaruh kalor
terhadap suatu zat

I. Penilaian
Penilaian Kognitif
1) Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kalor yang diperlukan suatu zat!
2) Dua buah bejana berisi larutan A dan B dengan kalor jenis larutan A dua kali
kalor jenis larutan B. Apabila massa kedua larutan tersebut sama, berapakah
perbandingan kalor yang diperlukan untuk mencapai perubahan suhu yang
sama?
3) Berapakah kalor yang diperlukan untuk memanaskan 100 gram tembaga yang
memiliki massa jenis 0,09 kal/gr⁰C dari suhu 25⁰C menjadi 75⁰C?
4) 2 kg air bersuhu 25⁰C dipanaskan dengan kalor 2,25 x 10 4 J selama 5 menit.
Jika diketahui kalor jenis air 4200 J/Kg⁰C, berapa suhu akhir air setelah
dipanaskan?
Kunci Jawaban
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi kalor yang diperlukan oleh suatu zat antara
lain
a. Massa
berdasarkan persamaan Q = mc ΔT maka Q ̴ m semakin banyak massa
(pada c dan ΔT konstan) semakin banyak kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu dan sebaliknya
b. Kalor jenis
berdasarkan persamaan Q = mc ΔT maka Q ̴ c semakin besar kalor jenis
suatu zat (pada m dan ΔT konstan) semakin banyak kalor yang diperlukan
untuk menaikkan suhu dan sebaliknya
c. Perubahan suhu
berdasarkan persamaan Q = mc ΔT maka Q ̴ ΔT semakin besar kenaikan
suhu (pada m dan c konstan) suatu zat semakin banyak kalor yang
diperlukan dan sebaliknya

2) Diketahui : mA = mB
ΔTA = ΔTB
cA = 2 c B
Ditanya : QA : QB … ?
Jawab : =
=
=

3) Diketahui : m = 100 gram


c = 0,09 kal/gr⁰C
T1 = 25⁰C
T2 = 75⁰C
ΔT = T2 - T1 = 50⁰C
Ditanya : Q … ?
Jawab : Q = mc ΔT
= 0,1 x 0,09 x 50
= 0,45 kalori

4) Diketahui : m = 2 kg
T1 = 25⁰C
c = 4200 J/Kg⁰C
Q = 2,25 x 104 J
Ditanya : T2 … ?
Jawab : Q = mc ΔT
8,4 x 104 = 2 x 4200 x ΔT
8,4 x 104 = 8400 ΔT
10 = ΔT
10 = T2 - T1
10 = T2 – 25
35⁰C = T2

Skor penilaian kognitif


 Nilai total 100 dengan skor max masing-masing no 25
 Skor diketahui max 5
 Skor ditanya 5
 Skor Jawab max 15
RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMA Negeri 5 Malang
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/semester :X/2
Alokasi Waktu : 1 x 45 menit
Pertemuan :2

Standar Kompetensi
4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai
perubahan energi
Kompetensi Dasar
4.1 Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat
A. Indikator
1. Menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat
2. Menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat
B. Tujuan pembelajaran
1. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menjelaskan pengaruh kalor
terhadap perubahan wujud zat
2. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menganalisis pengaruh kalor
terhadap perubahan wujud zat
C. Materi Pembelajaran : Perubahan wujud
Ketika suatu materi berubah fase dari padat ke cair atau dari cair ke gas,
sejumlah energi terlibat pada perubahan fase tersebut. Kalor yang dibutuhkan
untuk merubah 1,0 kg zat dari padat menjadi cair disebut kalor lebur (Lf).
Kalor yang dibutuhkan untuk merubah suatu zat dari fase cair ke uap disebut
kalor penguapan(L v). Nilai kalor lebur dan kalor penguapan disebut juga
kalor laten. Kalor penguapan dan lebur mengacu pada jumlah kalor yang
dilepaskan oleh zat ketika berubah dari gas ke cair atau dari cair ke padat.
Kalor yang terlibat dalam perubahan fase tidak hanya bergantung pada kalor
laten, tetapi juga bergantung pada massa. Sehingga dapat dituliskan dalam
persamaan:
D.
Q=mL
dimana L adalah kalor laten proses dan zat tertentu (J/kg)
m adalah massa zat (kg)
Q adalah kalor yang dibutuhkan atau dikeluarkan selama perubahan
fase (J)
Selama terjadi perubahan fase, suhunya tidak berubah/konstan. Selama terjadi
perubahan fase kalor yang serap atau dilepas digunakan untuk merubah suhu
sehingga tidak terjadi perubahan suhu.
Fase perubahan wujud benda digambarkan dalam bagan di bawah ini
Gas

Padat Cair

Suatu zat dapat jika melepas atau menyerap kalor, maka zat tersebut akan
mengalami perubahan suhu dan wujud secara bergantian. Contohnya es pada
tekanan 1 atm yang dipanaskan mula-mula akan mengalami perubahan suhu
sebelum mengalami perubahan wujud menjadi air, kemudian air akan naik
suhunya sampai mendidih dan kemudian menguap, dan uap air akan terus
naik suhunya. Berikut gambar pemanasan air tersebut.
Perumbahan

o
T ( C)
Perumbahan

Menguap

suhu
Perumbahan

suhu
Mencair

o
100 C adalah suhu ketika air
suhu

mulai menguap atau uap mulai


mengembun 100 Q5
o Q4
0 C adalah suhu ketika es mulai Q3
mencair atau air mulai 0 Q (J)
Q2
Q1
Gambar 4. Proses perubahan suhu dan wujud es menjadi uap air

Sehingga pada proses perubahan es menjadi uap air akan membutuhkan kalor
sebanyak
Q Total  Q1  Q 2  Q 3  Q 4  Q 5
E. Sumber Belajar :
 Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.
 Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2.
Erlangga : Jakarta.
 Internet
F. Model Pembelajaran : Direct Instruction
G. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab
H. Alat/bahan
 LCD dan Laptop
 Media pembelajaran Power Point
 Beaker Glass
 Termometer
 Stopwatch
 Lilin
 Bunsen, kaki tiga, kassa
I. Sintaks Pembelajaran (1 x 45 menit)
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi
Waktu
Pendahuluan
 Apersepsi  Memperhatikan video yang  5 menit
Menunjukkan video tentang glester yang ditunjukkan oleh guru
mencair akibat global warming, anak sedang  Siswa menjawab pertanyaan dari
makan es cream setelah beberapa saat guru dan mengemukakan pendapat
kemudian es mencair. “Kenapa glester dan es tentang video
dapat mencair? Apakah glester dan es “Glester mencair akibat pemanasan
suhunya berubah ketika mencair? Apa yang global”
dapat kalian jelaskan dari video?” “es mencair karena mendapat kalor
 Menyampaikan tujuan pembelajaran dari lingkungan”

 Siswa mendengarkan penjelasan  5 menit


guru
Inti
 Guru menunjukkan dua fenomena:  Siswa mengamati demonstrasi  10 menit
Dua buah beaker glass masing-masing berisi 1  Menjawab pertanyaan guru “karena
potong lilin dan 2 potong lilin mendapat kalor”
dipanaskan.Perhatikan apa yang terjadi ketika “kalor yang diberikan dapat
lilin dipanaskan. Mengapa lilin dapat mengubah wujud lilin dari padat
mencair? Bearti apa pengaruh kalor yang menjadi cair”
diberikan pada lilin?

 Guru meminta dua orang siswa mengukur


suhu lilin saat mencair dan mengukur waktu  Siswa mengukur suhu saat lilin
yang diperlukan untuk meleburkan lilin. melebur dan mengukur waktu yang
diperlukan untuk meleburkan 1 lilin
dan 2 lilin dan membandingkan
 Berdasar demonstrasi tersebut guru waktu tersebut
mengajukan pertanyaan untuk menyimpulkan  Menjawab pertanyaan guru.
hasil demonstrasi. “Semakin banyak massa, semakin
“Apakah kalor yang diperlukan keduanya banyak kalor yang dibutuhkan untuk
sama? Bagaimanakah suhu lilin ketika lilin meleburkan lilin.”
melebur?” “Selama terjadi perubahan wujud,
suhu lilin tetap.”
 Menjelaskan pengaruh kalor terhadap  Memperhatikan dan mendengarkan
perubahan wujud zat penjelasan guru
 Menjelaskan grafik hubungan kalor dengan  Mencatat penjelasan guru  10 menit
perubahan wujud
 Menjelaskankan hubungan massa dan kalor
laten suatu zat
 Menjelaskan kalor lebur
 Memberi contoh soal
“Berapakah jumlah kalor yang diperlukan
untuk mengubah 10 gram es pada suhu 0⁰C
menjadi air pada suhu 50⁰C.”
 Memberi latihan soal
 Mengerjakan soal

 10 menit
Penutup
 Guru bersama dengan siswa menyimpulkan  Bersama guru, siswa menyimpulkan  5 menit
hasil pembelajaran tentang pengaruh kalor hasil pembelajaran
terhadap perubahan wujud zat
 Memberi penguatan tentang pengaruh kalor
terhadap perubahan wujud zat

J. Penilaian
Penilaian Kognitif
1. Suatu bahan mempunyai titik lebur 700⁰C, kalor lebur 4,0 x 105 J/Kg, dan
kalor jenis 1.000 J/Kg⁰C. Hitunglah kalor yang diperlukan untuk meleburkan
600 gram bahan yang suhunya 30⁰C! (skor max 30)
2. Suhu (⁰C)

D E

B C Waktu (menit)
0
20 40 60 100
A

Gambar di atas menunjukkan pemanasan 10 gram zat pada yang menerima kalor
150 Joule tiap detik sehingga semuanya berubah menjadi uap. Hitunglah:
a. kalor lebur zat tersebut
b. kalor uap zat tersebut
(skor max 50)
3. Berdasarkan grafik pada soal nomor 2, jelaskan pengaruh kalor pada masing-
masing proses! (skor max 20)

Kunci Jawaban
1. Diketahui : m = 600 gram = 0,6 kg
ΔT = 700 – 30 = 670⁰C
L = 4,0 x 105 J/Kg
c = 1.000 J/Kg⁰C
Ditanya :Q…?
Jawab : Suhu (⁰C)

Q2
700

Q1

30 Q

Untuk meleburkan bahan tersebut ada dua proses yang harus dilakukan yaitu
menaikkan suhu sampai pada titik leburnya memerlukan kalor Q1 dan
peleburan bahan pada titik leburnya memerlukan kalor sebesar Q2.
Qtotal = Q1 + Q2
= mc ΔT + m L
= (0,6 x 1000 x 670) + (0,6 x 4,0 x 10 5)
= 402.000 + 24.000
= 426.000 J
2. Diketahui : berdasarkan grafik B-C melebur dan D-E menguap
m = 100 gram = 0,1 kg
QBC = 20 x 60 x 150 = 180.000 J
QDE = 40 x 60 x 150 = 360.000 J
Ditanya : Lf dan Lv … ?
Jawab :
a. Q = m Lf
180.000 = 0,1 x Lf
Lf = 1.800.000 J
b. Q = m Lv
360.000 = 0,1 x Lv
Lv = 3.600.000 J

3. Diketahui : grafik hubungan suhu dan waktu


Ditanya : pengaruh kalor selama proses pemanasan
Jawab : A-B pengaruh kalor untuk menaikkan suhu
B-C pengaruh kalor untuk merubah wujud (suhu konstan)
C-D pengaruh kalor untuk menaikkan suhu
D-E pengaruh kalor untuk merubah wujud (suhu konstan)
RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA Negeri Malang


Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/semester :X/2
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Pertemuan :3

Standar Kompetensi
4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai
perubahan energi
Kompetensi Dasar
4.3 Menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah
A. Indikator
1. Menjelaskan suhu termal/suhu campuran berdasar asas Black
2. Menghitung suhu campuran menggunakan asas Black
3. Menerapkan asas Black dalam menyelesaikan soal fisika
4. Mengevaluasi asas Black dalam menyelesaikan soal fisika
B. Tujuan pembelajaran
1. Setelah melakukan percobaan siswa dapat menjelaskan suhu termal
berdasar asaz black
2. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menghitung suhu campuran
3. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menerapkan asaz black dalam
menyelesaikan soal fisika
4. Setelah melakukan diskusi siswa dapat mengevaluasi asas Black dalam
menyelesaikan soal fisika
Materi Pembelajaran : Asaz Black
Dua buah zat yang berbeda suhunya dicampur, maka akan terjadi transfer
kalor dari zat yang suhunya lebih tinggi ke zat yang suhunya lebih rendah
samapi tercapai suhu kesetimbangan anatar keduanya/tidak terjadi transfer
kalor antara keduanya. Hal tersebut sesuai dengan prinsip kekekalan energi
bahwa kalor yang dilepas sama dengan kalor yang diterima. Prinsip
kekekalan energi pada transfer kalor pertama kali diukur oleh Joseph Black
sehingga dikenal dengan asas Black.
“Pada pencampuran dua zat atau lebih, banyaknya kalor yang dilepaskan zat
yang bersuhu lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diserap zat
yang bersuhu lebih rendah.” Dapat dinyatakan dalam
QLepaspersamaan
= QTerima

C. Sumber Belajar :
 Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.
 Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2.
Erlangga : Jakarta.
 Internet
D. Model Pembelajaran : Direct Instruction
E. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab
F. Alat/bahan
 LCD dan Laptop
 Media pembelajaran Power Point
 Kalori meter
 Beaker glass
 Termometer
 Bunsen, kassa, kaki tiga
 Air

G. Sintaks Pembelajaran (2 x 45 menit)


Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi
Waktu
Pendahuluan
 Mereview materi pertemuan sebelumnya  Menjawab pertanyaan review dari  3 menit
tentang pengaruh kalor terhadap perubahan guru tentang pengaruh kalor
suhu dan perubahan wujud suatu zat. terhadap wujud suatu zat.
“Ketika suatu zat dipanaskan apakah selalu “Ketika benda dipanaskan tidak
terjadi perubahan suhu? Apa saja pengaruh selalu terjadi perubahan suhu
kalor terhadap suatu zat ?” karena ketika terjadi perubahan
wujud kalor yang diberikan
digunakan untuk merubah wujud
sehingga suhunya konstan.”
Pengaruh kalor terhadap suatu zat
selain untuk menaikkan suhu juga
untuk merubah wujud.”  10 menit
 Apersepsi  Memperhatikan video yang
Menunjukkan video tentang es jeruk “apa ditunjukkan oleh guru
yang terjadi dengan es jika dibiarkan selama “es lama kelamaan akan mencair
beberapa menit?” karena mendapat kalor dari air
jeruk dan akhirnya mencapai suhu
kesetimbangan.”
“untuk mendapat suhu setimbang
Menunjukkan video tentang ibu yang yang diinginkan”
memandikan anaknya dengan air hangat yang
sebelumnya telah mencampurkan air panas
dan air dingin.
“apa tujuan ibu tersebut mencampur air
dingin dan air panas.”
 Menyampaikan tujuan pembelajaran  Mendengarkan penjelasan guru

 2 menit
Inti
 Guru mendemonstrasikan fenomena  Siswa mengamati demonstrasi  10 menit
“memanaskan 100 ml air sampai suhunya
80⁰C kemudian mencampurkan air yang telah
dipanaskan dengan 100 ml air bersuhu 28⁰C
dalam Kalorimeter. Setelah di aduk diukur
suhu campurannya.”

 Guru meminta bantuan 1 orang siswa untuk


mengukur suhu campuran  Menjawab pertanyaan guru.
 Berdasar demonstrasi tersebut guru “Suhu air yang lebih tinggi turun
mengajukan pertanyaan untuk menyimpulkan dan suhu air yang lebih rendah naik
hasil demonstrasi. karena perbedaan suhu tersebut
“Bagaimanakah suhu air yang panas dan kalor mengalir dari air yang
dingin setelah terjadi percampuran? Mengapa suhunya tinggi ke air yang suhunya
terjadi suhu kesetimbangan setelah dua zat lebih rendah.”
yang berbeda suhunya dicampur?” “Karena terjadi aliran kalor dari zat
yang bersuhu tinggi menuju zat yang
bersuhu lebih rendah sehingga
tercapai suhu kesetimbangan.”

 Menjelaskan asaz black  Memperhatikan dan mendengarkan


 Menjelaskan pengaruh kalor dalam asaz black penjelasan guru
 Memberi contoh soal  Mencatat penjelasan guru  20 menit
“Seratus gram es bersuhu -5⁰C dicampur
dengan dua ratus gram air bersuhu 30⁰C pada  5 menit
tekanan 1 atm. Jika hanya terjadi pertukaran
kalor antara air dan es tentukan suhu akhir
campuran dan massa es yang melebur!
(kalor jenis air 1 kal/g⁰C, kalor jenis es 0,5
kal/gr ⁰C, kalor ebur es 80 kal/g)”
 Memberi latihan soal

 Mengerjakan soal

 25 menit

Penutup
 Guru bersama dengan siswa menyimpulkan  Bersama guru, siswa menyimpulkan  5 menit
hasil pembelajaran tentang asaz black hasil pembelajaran
 Memberi penguatan tentang asaz black
H. Penilaian
Penilaian Kognitif
1. Balok besi bermassa satu kilogram bersuhu 80⁰C dimasukkan dalam dua
kilogram air bersuhu 20⁰C. Jika diketahui kalor jenis air 4,2x103 J/Kg K,
kalor jenis besi 4,5x102 J/Kg K, perkiran suhu akhir campuran setelah
keadaannya setimbang! (skor max 30)
2. Sebatang tembaga bermassa 100 gram, mula-mula bersuhu 95⁰C dimasukkan
ke dalam 20 gram air yang terdapat dalam wadah alumunium 280 gram. Air
dan wadah mula-mula bersuhu 15⁰C. Berapakah suhu akhir system jika
diketahui kalor jenis tembaga 390 J/KgK dan kalor jenis alumunium 900
J/KgK? (skor max 40)
3. Sepotong es dengan massa 50 gram bersuhu -20⁰C dimasukkan ke dalam
cangkir berisi 200 gram air bersuhu 15⁰C. Jika kalor jenis air 4200 J/KgK,
kalor jenis es 2100 J/KgK, kalor lebur es 330.000 J/Kg, anggap pertukaran
kalor hanya terjadi antara air dan es. Berapakah massa es yang mencair?
(skor max 40)

Kunci Jawaban

1. Diketahui: mbesi = 1 kg
mair = 2 kg
Tbesi = 80⁰C
Tair = 20⁰C
cair = 4,2x103 J/Kg K
cbesi = 4,5x102 J/Kg
Ditanya : Tc … ?
Jawab : QLepas = QTerima
mbesi cbesi ΔT = mair cair ΔT
mbesi cbesi (Tbesi – Tc) = mair cair (Tc – Tair)
1 x 4,5x102 x (80 – Tc) = 2 x 4,2x103 (Tc – 20)
4,5 (80 – Tc) = 84 (Tc – 20)
360 - 4,5 Tc = 84 Tc – 1680
2040 = 88,5 Tc
Tc = 23⁰C
2. Diketahui: Ttembaga = 95⁰C
Tair = Twadah = 15⁰C
mtembaga = 100 gram
mair = 20 gram
mwadah = 280 gram
ctembaga = 390 J/KgK
cwadah = 900 J/KgK
Ditanya : Tc … ?
Jawab : QLepas = QTerima
mtembaga ctembaga ΔT = mair cair ΔT + mwadah cwadah ΔT
mtembaga ctembaga ΔT = mair cair ΔT + mwadah cwadah ΔT
mtembaga ctembaga (Ttembaga – Tc) = mair cair (Tc – Tair) + mwadah cwadah
(Tc – Twadah)
0,1 x 390 x ( 95 - Tc) = 0,02 x 4200 x (Tc – 15) + 0,28 x 900 x (Tc
– 15)
39( 95 - Tc) = 84 (Tc – 15) + 252 (Tc – 15)
3705 - 39 Tc = 84 Tc – 1260 + 252 Tc – 3780
8745 = 123 Tc
Tc = 71⁰C
3. Diketahui: mes = 50 gram
mair = 200gram

Tes = -20⁰C
Tair = 15⁰C
cair = 4200 J/KgK
ces = 2100 J/KgK

Les = 330.000 J/Kg

Ditanya : mes yang melebur?


Jawab : =
∆ = ∆ +
( − 0) = (0 − ) +
0,2 4200 (15 − 0) = 0.05 2100 (0— 20) + 0,05 330.000
12600 = 2100 + 15.500
Dari perhitungan tamapak bahwa kalor yang diberikan air mampu menaikkan
suhu es sampai 0⁰C tetapi tidak cukup untuk meleburkan seluruh es jadi hanya
sebagian es yang dapat melebur. Kalor yang diberikan air untuk meleburkan es
adalah
= 12.600 − 2100 = 10.500
=
10500 = 330.000
= 0,03
RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 5 Malang

Mata Pelajaran : Fisika


Kelas/semester :X/2

Alokasi Waktu : 1 x 45 menit


Pertemuan :4

Standar Kompetensi
4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai
perubahan energi
Kompetensi Dasar
4.2 Menganalisi cara perpindahan kalor
A. Indikator
1. Menghitung laju kalor secara konduksi
2. Mengklasifikasikan karakteristik alat pemanas yang baik berdasarkan
kalor jenis dan konduktivitas bahan
3. Membandingkan pengaruh kalor terhadap perbahan suhu dengan kalor
konduksi
B. Tujuan pembelajaran
1. Setelah melakukan percobaan siswa dapat menghitung laju kalor secara
konduksi
2. Setelah melakukan diskusi siswa dapat mengklasifikasikan karakteristik
alat pemanas yang baik berdasarkan kalor jenis dan konduktivitas bahan
3. Setelah melakukan diskusi siswa dapat membandingkan pengaruh kalor
terhadap perbahan suhu dengan kalor konduksi
C. Materi Pembelajaran : Konduksi
Kalor berpindah dari satu tempat atau benda ke tempat atau benda yang
lain dengan tiga cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan
konveksi memerlukan medium untuk membawa kalor dari benda yang
bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Sedangkan radiasi
transfer kalor terjadi tanpa memerlukan medium.
Konduksi kalor digambarkan sebagai hasil tumbukan molekul-molekul.
Ketika satu ujung benda dipanaskan, molekul-molekulnya bergerak lebih
cepat sehingga bertumbukan dengan molekul disebelahnya yang bergerak
lebih lambat, kemudian mentransfer sebagian energinya ke molekul
disebelahnya sehingga lajunya bertambah. Molekul-molekul ini kemudian
juga mentransfer sebagian energinya ke molekul-molekul disebelahnya
sepanjang benda tersebut. Dengan demikian energi gerakan termal ditransfer
oleh tumbukan molekul-molekul sepanjang benda. Pada logam, tumbukan
antara electron-elektron bebas di dalam logam dengan atom logam tersebut
mengakibatkan terjadinay konduksi. Konduksi terjadi jika ada perbedaan
suhu. Kecepatan aliran kalor melalui benda sebanding dengan perbedaan
temperature antara ujung-ujungnya. Kecepatan aliran kalor juga bergantung
pada ukuran benda. Dengan demikian aliran kalor ΔQ per selang waktu Δt
dinayatakan dalam persamaan:
ΔQ −
=
ΔT

k adalah konstanta pembanding yang disebut konduktivitas termal yang


merupakan karakteristik materi tersebut. Jika suatu zat memiliki nilai k besar,
maka mampu menghantarkan kalor dengan cepat dan dinamakan konduktor
yang baik.
D. Sumber Belajar :
 Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.
 Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2.
Erlangga : Jakarta.
 Internet
E. Model Pembelajaran : Direct Instruction
F. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab
G. Alat/bahan
 LCD dan Laptop
 Media pembelajaran Power Point
 Bunsen, kaki tiga, kassa
 Set percobaan konduksi
 Mentega

H. Sintaks Pembelajaran (2 x 45 menit)


Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi
Waktu
Pendahuluan
 Apersepsi  Memperhatikan video dan gambar  10 menit
Menunjukkan video tentang menggoreng yang ditunjukkan oleh guru
tempe dengan spatula yang ujungnya dilapisi
plastic. “panas dari kompor merambat pada
“Berdasarkan video bagaimana kalor bisa penggorengan sehingga dapat
sampai dapat memanaskan tempe? Mengapa memanaskan minyak sehingga tempe
ujung spatula dilapisi plastic?perpindahan bisa matang.”
kalor apa yang terjadi pada penggorengan “agar ujung spatula yang dipegang
dan spatula?” tidak panas”
“perpindahan kalor konduksi”

“Jika siswa masih belum bisa


Menunjukkan gambar keramik dan kayu yang menjawab, guru tidak perlu member
ukurannya sama. jawaban langsung. Biarkan siswa
“Mana yang terasa lebih dingin? Kenapa?” menemukan jawabannya selama
atau setelah pembelajaran”
Menunjukkan gambar cerobong asap pabrik.
“Mengapa perlu dibuat cerobong asap
pabrik?

Menunjukkan video memanggang makanan


dengan microwave.
“Mengapa lebih cepat matang ketika
memanggang dalam mikrowave?”

 Menyampaikan tujuan pembelajaran  Memdengarkan penjelasan guru

 5 menit
Inti
 Guru mengolesi mentega pada masing-masing  Siswa mengamati demonstrasi  5 menit
ujung logam pada kit konduksi.  Menjawab pertanyaan guru.
“Menurut kamu apakah mentega akan meleleh
secara bersama ketika dipanaskan? Kenapa?” “Tidak”
“karena jenis logamnya berbeda.”
 Kemudian logam dipanaskan. “mengapa hal
itu bisa terjadi?” “karena laju perambatan kalor pada
masing-masing logam berbeda,
logam yang paling besar laju rambat
kalornya maka mentega melelah
paling cepat.”

 Guru menjelaskan konduksi  Memperhatikan dan mendengarkan


 Guru menjelaskan faktor-faktor yang penjelasan guru
mempengaruhi laju konduksi  Mencatat penjelasan guru  15 menit
 Guru menjelaskan konduktivitas bahan dan
menunjukkan tabel konduktivitas beberapa
bahan
 Memberi contoh soal
 Memberi latihan soal  Mengerjakan tugas
 12 menit

Penutup
 Guru bersama dengan siswa menyimpulkan  Bersama guru, siswa menyimpulkan  3 menit
hasil pembelajaran tentang konduksi hasil pembelajaran
 Memberi penguatan tentang konduksi dengan
mengaitkan contoh fenomena dan demonstrasi
di awal pembelajaran

I. Penilaian
Penilaian Kognitif
1. Batang baja dan kuningan disambung. Jika luas penampang dan panjang
keduanya sama, suhu ujung batang baja yang bebas 250⁰C sedang suhu ujung
kuningan yang bebas 100⁰C, koefisien konduksi kalor baja dan kuningan
masing-masing 0,12 kal/s cm dan 0,24 kal/s cm, berapakah suhu pada titik
sambung kedua logam tersebut?
Kunci Jawaban

1. Diketahui : Abaja = Akuningan


lbaja = lkuningan
Tbaja = 250⁰C
Tkuningan = 100⁰C
kbaja = 0,12 kal/s cm
kkuningan = 0,24 kal/s cm
Ditanya : Tc …?
Jawab : QLepas = QTerima
Qbaja = Qkuningan

t= t

12 x ( 250 – Tc ) = 0,24 x ( Tc – 100)


250 – Tc = 2 Tc – 200
450 = 3 Tc
Tc = 150⁰C
RENCANA PELAKSAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 5 Malang


Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/semester :X/2
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Pertemuan :5

Standar Kompetensi
4. Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai
perubahan energi
Kompetensi Dasar
4.2 Menganalisi cara perpindahan kalor
A. Indikator
1. Menjelaskan perpindahan kalor secara radiasi
2. Menganalisis perpindahan kalor secara radiasi
B. Tujuan pembelajaran
1. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menjelaskan perpindahan kalor
secara radiasi
2. Setelah melakukan diskusi siswa dapat menganalisis perpindahan kalor
secara radiasi
C. Materi Pembelajaran : Konduksi
Kalor berpindah dari satu tempat atau benda ke tempat atau benda yang
lain dengan tiga cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan
konveksi memerlukan medium untuk membawa kalor dari benda yang
bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Sedangkan radiasi
transfer kalor terjadi tanpa memerlukan medium.
Konveksi adalah proses dimana kalor ditransfer dengan pergerakan
molekul dari satu tempat ke tempat lain karena perbedaan suhu yang
mengakibatkan perbedaan massa jenis sehingga terjadi aliran konveksi. Laju
perpindahan kalor secara konveksi bergantung pada luas permukaan (A) yang
bersentuhan, perbedaan suhu (ΔT) sehingga dapat dinyatakan dalam
persamaan:
ΔQ
=ℎ ( )
Δt
Radiasi merupakan pancaran energi dari permukaan semua benda dalam
bentuk gelombang elektromagnetik sehingga tidak memerlukan medium
untuk perantaranya. Laju sebuah benda meradiasikan energinya sebanding
dengan pangkat empat temperature Kelvin(T4), sebanding dengan luas (A)
benda yang memancarkannya.
Makin tinggi suhu suatu benda dibandingkan suhu lingkungannya, makin
besar pancaran kalornya. Selain suhu, besarnya kalor yang dipancarkan oleh
suatu benda juga ditentukan oleh permukaan benda tersebut:
1. Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi yang baik
sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik pula.
2. Permukaan yang putih dan mengkilap adalah penyerap kalor radiasi yang
buruk sekaligus pemancar kalor yang buruk pula.
Ukuran seberapa besar suatu benda memancarkan energi disebut emisivitas
benda dan bergantung pada sifat permukaan suatu benda yang disimboljan
dengan e ,
dimana 0 < e < 1.
Laju radiasi benda dapat dituliskan dalam persamaan:

ΔQ
=
Δt
D. Sumber Belajar :
 Tim Penyusun, 2010. Buku Pintar Belajar Fisika. Sagufindo Kinarya.
 Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA kelas X semester 2.
Erlangga : Jakarta.
 Internet
E. Model Pembelajaran : Direct Instruction
F. Metode Pembelajaran : Demonstrasi, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab
G. Alat/bahan
 LCD dan Laptop
 Media pembelajaran Power Point
 Bunsen, kaki tiga, kassa
 Beaker glass
 Kalium permanganate
 Termoskop

H. Sintaks Pembelajaran (2 x 45 menit)


Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi
Waktu
Pendahuluan
 Apersepsi  Memperhatikan video dan gambar  10 menit
Menunjukkan gambar cerobong asap pabrik. yang ditunjukkan oleh guru
“Mengapa perlu dibuat cerobong asap “Jika siswa belum bisa menjawab
pabrik? pertanyaan, guru tidak perlu
memberitahu jawabannya secara
Menjukkan gambar AC/kipas angin. “Menapa langsung, biarkan siswa mendapat
AC pada umumnya diletakkan pada posisi jawabannya selama atau setelah
atas/tinggi?” pembelajaran.”

Menunjukkan video memanggang makanan


dengan microwave.
“Mengapa lebih cepat matang ketika
memanggang dalam mikrowave?”
 5 menit
Menunjukkan gambar kanopi yang bergaris
warna hitam putih.
“apa fungsi warna hitam putih pda
kanopi tersebut pada musim salju?”  Mendengarkan penjelasan guru
 Menyampaikan tujuan pembelajaran
Inti
 Guru menunjukkan fenomena Memanaskan air  Siswa mengamati demonstrasi  5 menit
kemudian diberi sedikit kalium permanganat.  Menjawab pertanyaan guru.
“Amati apa yang terjadi dengan kalium “kalium permanganate naik dari
permanganat! Bagaimana alirannya? bawah ke atas kemudian bergerak
Mengapa terjadi aliran?” melingkar tampak seperti siklus.

Menunjukkan video air yang sedang mendidih.


“Perhatikan gelembung-gelembung air?
bagaimana gerakannya?” “gelembung air bergerak ke atas dan
semakin ke atas gelembung air  15 menit
semakin membesar.”

 Menjelaskan konveksi  Memperhatikan dan mendengarkan


 Menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi penjelasan guru
laju konveksi  Mencatat penjelasan guru
 Menunjukkan contoh aplikasi konveksi dalam  5 menit
kehidupan sehari-hari(dalam power point).
 Guru menunjukkan video memanaskan
termoskop di terik matahari.  Mengamati demonstrasi
“Amati apa yang terjadi dengan cairan  Menjawab pertanyaan guru  15 menit
alcohol pada pipa U! pada bagian mana “alcohol lebih cepat naik pada
alcohol naik dengan cepat? Apakah warna permukaan yang hitam karena
bohlam mempengaruhi penyerapan kalor?” menyerap kalor lebih banyak
dibandingkan permukaan yang  5 menit
 Menjelaskan radiasi putih.”
 Menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi
radiasi
 Menunjukkan contoh aplikasi radiasi dalam  Memperhatikan dan mencatat
kehidupan sehari-hari penjelasan guru  20 menit
 Memberi contoh soal
“Lampu pijar yang lusnya 50 mm2
meradiasikan energi dengan laju 2,835 W.
Jika kawat lampu pijar dianggap sebagai
benda hitam sempurna, berapakah suhu
permukaan lampu pijar?”

 Memberi latihan soal

 Mengerjakan tugas
Penutup
 Guru bersama dengan siswa menyimpulkan  Bersama guru, siswa menyimpulkan  5 menit
hasil pembelajaran tentang konveksi dan hasil pembelajaran
radiasi ( apa perbedaan konveksi dan radiasi?)
 Memberi penguatan tentang konveksi dan
radiasi dan dikaitkan dengan apersepsi di awal
pembelajaran

I. Penilaian
Penilaian Kognitif
1. Suhu kulit seseorang kira-kira 32⁰C. Jika orang yang luas permukaan
tubuhnya kira-kira 1,6 m2 berada dalam ruang yang suhunya 22⁰C, berapakah
kalor yang dilepaskan dari tubuh orang tersebut selama 5 menit? h = 77,0
W/m2K
2.
Sebuah alat masak tenaga surya terdiri dari
parabola pemantul yang memfokuskan sinar
matahari pada suatu objek. Daya matahari tiap
satuan luas yang diterima permukaan bumi
adalah 600 W/ m2. Alat masak tersebut
menghadap matahari dan berdiameter 0,6 meter.
Anggap bahwa 40% dari energy yang diterima
akan dihantarkan ke panci yang berisi 0,5 liter bersuhu awal 20 °C. Berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk mendidihkan air dalam panci? (abaikan kapasitas kalor panci)
RIWAYAT HIDUP

Yeny Khristian dilahirkan di sebuah desa


kecil bernama Sendang yang berada di wilayah
paling Barat kabupaten Tulungagung. Anak
pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak
Karmono dan Ibu Sujilah ini lahir pada tanggal 1
Juli 1991. Pendidikan dasarnya ditempuh di
kampung halamannya di SD N 3 Sendang dan
lulus pada tahun 2003. Sekolah menengahnya
ditempuh di kota. Meskipun harus memulai hidup
mandiri (ngekos) semenjak SMP, namun dia
berhasil lulus dengan cukup baik dari SMP N 2
Tulungagung pada tahun 2006 dan melanjutkan ke
SMA N 1 Boyolangu tamat pada tahun 2009. S1-nya diambil di Universitas
Negeri Malang dan lulus pada tahun 2013.

Kehidupan mandiri sejak SMP membentuk karakter dirinya dari


pengalaman. Berbagai kegiatan organisasi yang diikutinya mengenalkannya pada
islam. Pramuka sejak SMP, Dewan Kerja Ranting Boyolangu, Wakil ketua Saka
Bhayangkara Polres Tulungagung, Pradana Putri Ambalan SMABoy, Remaja
Masjid Agung Al-Munawar Tulungagung, Ta’mir Masjid Sekolah, KIR, PMR,
KOMPA UM, Kabid Absis HMJ Fisika, Wakil Gubernur BEMFA MIPA UM,
Koord Pemungutan Suara KPU MIPA, Sekretaris Umum UKM Pramuka UM,
Ketua pelaksana Juara 3 Kompas Competition 2012, dan mawapres 3 Fakultas
MIPA tahun 2012. Meskipun bukan prestasi akademik, namun telah
memberikannya banyak pengalaman dalam kehidupan maupun dalam dunia
pendidikan.

Ketika penelitian ini ditulis, posisinya tengah menjelang pernikahan. Cita-


citanya untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang sukses hampir diraihnya.
Semoga setelah anak-anaknya cukup dewasa mengurus dirinya sendiri,
keinginannya untuk melanjutkan pendidikan S2 dan mendirikan sebuah yayasan
yang bergerak dalam bidang pendidikan bisa terwujud. Keinginan kuatnya dalam
kehidupan ini adalah bermafaat untuk orang lain. Semoga Allah selalu
memberkahi sosok yang selalu mau belajar ini untuk mencapai kehidupan
terbaiknya di dunia ini. Amin.

Anda mungkin juga menyukai