Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN PASIEN

RPK, RBD, WAHAM, ISOLASI SOSIAL DAN HALUSINASI

DISUSUN OLEH

NAMA : ANGEL MARCELIN KORENGKENG

NIM : 17061073

SEMESTER : VII

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

2020
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi
Banyak ahli mendefiniskan mengenai perilaku kekerasan diantaranya, menurut
Berkowitz (1993), perilaku kekerasan bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis. Citrome dan Volavka (2002, dalam Mohr, 2006)
menjelaskan bahwa perilaku kekerasan merupakan respon perilaku manusia untuk
merusak sebagai bentuk agresif fisik yang dilakukan oleh seseorang terhadap
orang lain dan atau sesuatu.Pendapat senada diungkapkan Stuart dan Laraia
(2005),yang menyatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan hasil dari marah
yang ekstrim atau ketakutan sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik
berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan terancam ini dapat
berasal dari lingkungan luar (penyerangan fisik, kehilangan orang berarti dan
kritikan dari orang lain) dan lingkungan dalam (perasaan gagal di tempat kerja,
perasaan tidakmendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik).
Menurut Keliat, (2011), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Herdman
(2012) mengatakan bahwa risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
diperlihatkan oleh individu. Bentuk ancaman bisa fisik, emosional atau seksual
yang ditujukan kepada orang lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan:
a. Respons emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang
meningkat dan dirasakan sebagai ancaman (diejek/dihina).
b. Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas).
c. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
B. Rentang Respon Marah
Marah yang dialami setiap individu memiliki rentang dimulai dari respon
adaptifsampai maladaftif. Sekarang marilah kita bersama-sama mempelajarinya
untukmempermudah pemahaman Anda dibawah ini akan digambarkan rentang
respon perilaku kekerasan.
Keterangan
 Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
 Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/ terhambat
 Pasif : Respon lanjutan dimana pasien tidak mampu mengungkapkan
perasaannya
 Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
 Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol
C. Tanda Gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan
didukung dengan hasil observasi.
a. Data Subjektif:
1. Ungkapan berupa ancaman
2. Ungkapan kata-kata kasar
3. Ungkapan ingin memukul/ melukai
b. Data Objektif:
1. Wajah memerah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Bicara kasar
6. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7. Mondar mandir
8. Melempar atau memukul benda/orang lain
D. Pohon Masalah
E. Penatalaksanaan
Tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko perilaku kekerasan, dilakukan
terhadap pasien dan keluarga. Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan
kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui
pasien. Bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien
dan keluarga. Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian,
mengevaluasi dan melatih satu cara lagi untuk mengatasi masalah yang dialami
pasien. Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka (obat), maka hal
pertama yang harus dilatih perawat adalah pentingnya kepatuhan minum obat.
Setelah perawat selesai melatih pasien, perawat menemui keluarga untuk melatih
cara merawat pasien. Selanjutnya perawat menyampaikan hasil tindakan yang
telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga yaitu untuk
mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi masalahyang telah
diajarkan oleh perawat.

Tindakan Keperawatan
1) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling
percaya adalah:
a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang Perawat sukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang disukai
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan : apa yang Perawat akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
f) Tunjukkan sikap empati
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah/perilaku kekerasan saat
ini dan yang lalu.
3) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara social
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara Verbal
a) terhadap orang lain
b) terhadap diri sendiri
c) terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a) Patuh minum obat
b) Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
c) Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak dan
meminta rasa marahnya
d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

F. ASKEP Teori
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga.Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat ditemukan dengan
wawancaramelalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Coba ceritakan ada kejadian apa/apa yang menyebabkan Anda marah?
b. Coba Anda ceritakan apa yang Anda rasakan ketika marah?
c. Perasaan apa yang Anda rasakan ketika marah?
d. Sikap atau perilaku atau tindakan apa yang dilakukan saat Anda marah?
e. Apa akibat dari cara marah yang Anda lakukan?
f. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah Anda hilang?
g. Menurut Anda apakah ada cara lain untuk mengungkapkan kemarahan Anda
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui
observasiadalah sebagai berikut:
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Bicara kasar
f. Mondar mandir
g. Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Melempar atau memukul benda/orang lain
Data hasil observasi dan wawancara didokumentasikan pada status.
Contohpendokumentasian hasil pengkajian pada Tn Z sebagai berikut:
Data :

Setelah Anda mendapatkan data, selanjutnya kita membuat Analisa Data. Berikut
contoh analisa data pada perilaku kekerasan.
2. Diagnose Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian rumuskan diagnosis keperawatan.

3. Pohon Masalah

4. Tindakan
Keperawatan

Tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko perilaku kekerasan, dilakukan


terhadap pasien dan keluarga. Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan
kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui
pasien. Bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien
dan keluarga. Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian,
mengevaluasi dan melatih satu cara lagi untuk mengatasi masalah yang dialami
pasien. Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka (obat), maka hal
pertama yang harus dilatih perawat adalah pentingnya kepatuhan minum obat.
Setelah perawat selesai melatih pasien, perawat menemui keluarga untuk melatih
cara merawat pasien. Selanjutnya perawat menyampaikan hasil tindakan yang
telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga yaitu untuk
mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi masalahyang telah
diajarkan oleh perawat.
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Risiko Perilaku KekerasanTujuan:
Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Menjelaskan penyebab marah
3) Menjelaskan perasaan saat penyebab marah/perilaku kekerasan
4) Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
5) Menyebutkan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan
6) Melakukan kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan
7) Memakan obat secara teratur
8) Berbicara yang baik saat marah
9) Melakukan kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah

Tindakan Keperawatan
1) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b) Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang Perawat
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang
disukai
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan : apa yang Perawat akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan dan
tempatnya dimana
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
f) Tunjukkan sikap empati
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah/perilaku
kekerasan saat ini dan yang lalu.
3) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
social
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah secara Verbal
a) terhadap orang lain
b) terhadap diri sendiri
c) terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a) Patuh minum obat
b) Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
c) Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak
dan meminta rasa marahnya
d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal empat


kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga dapat
mengontrol /mengendalikan perilaku kekerasan.

a. Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien risiko perilaku kekerasan


Tujuan:Keluarga mampu:
1) Mengenal masalah risiko perilaku kekerasan
2) Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien risiko perilaku
kekerasan
3) Merawat pasien risiko perilaku kekerasan dengan mengajarkan dan
mendampingi pasien berinteraksi secara bertahap, berbicara saat
melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan social
4) Memodifikasi lingkungan yang konsusif agar pasien mampuberinteraksi
dengan lingkungan sekitar
5) Mengenal tanda kekambubuhan, dan mencari pelayanan kesehatan
6) Keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar
kemampuanpasien risiko perilaku kekerasan mengatasi masalahnya
dapat meningkat.
Tindakan keperawatan kepada keluarga :
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan.
3) Melatih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan.
4) Membimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.
5) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung pasien untuk mengontrol emosinya.
6) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
7) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara
teratur.

5. Evaluasi
a. Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan berhasil
apabilapasien dapat:
1) Menyebutkan penyebab, tanda dan gejalaperilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan.
2) Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal:
 secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur
 secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan mengungkapkan
perasaandengan cara baik
 secara spiritual
 terapi psikofarmaka
3) Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah
perilakukekerasan
b. Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) risiko perilaku kekerasan
berhasil apabilakeluarga dapat:
1) Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien (pengertian, tanda
dangejala, dan proses terjadinya risiko perilaku kekerasan)
2) Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
3) Menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
4) Memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perasaan marah
5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasienmengontrol perasaan marah
6) Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah perilaku
kekerasanpasien
7) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tAnda kambuh dan
melakukanrujukan.
6. Dokumentasi Hasil Asuhan Keperawatan
Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan
pasien dan keluarga. Berikut adalah contoh dokumentasi asuhan keperawatan
risiko perilaku kekerasan pada kunjungan pertama.

G. Strategi Pelaksanaan
Pasien
Risiko Keluarga
Perilaku
Kekerasan SP Ip
1. Mengidentifikasi penyebab PK SP I k

2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK 1. Mendiskusikan


3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan masalah yang
4. Mengidentifikasi akibat PK dirasakan keluarga
5. Menyebutkan cara mengontrol PK dalam merawat
6. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara pasien
mengontrol fisik I 2. Menjelaskan
1. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik II pengertian PK,
2. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal tanda dan gejala,
kegiatan harian serta proses
terjadinya PK
3. Menjelaskan cara
SP IIp
merawat pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
SP II k
kegiatan harian
1. Melatih keluarga
mempraktekkan
SP IIIp
cara merawat
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara 2. Melatih keluarga
spiritual melakukan cara
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal merawat langsung
kegiatan harian kepada pasien PK

SP IVp SP III k

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 1. Membantu


2. Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum
obat keluarga membuat
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal jadual aktivitas di
kegiatan harian rumah termasuk
minum obat
(discharge
planning)
2. Menjelaskan
follow up pasien
setelah pulang

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

A. Definisi

Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan (Wilson dan Kneisl, 1988). Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping
yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara
berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang
spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan
perawat yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien
tidak melakukan tindakan bunuh diri.

Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor penyebab bunuh diri adalah perceraian,
pengangguran, dan isolasi sosial. Sementara menurut Tishler (1981) (dikutip oleh Leahey
dan Wright, 1987) melalui penelitiannya menyebutkan bahwa motivasi remaja melakukan
percobaan bunuh diri, yaitu 51% masalah dengan orang tua, 30% masalah dengan lawan
jenis, 30% masalah sekolah, dan 16% masalah dengan saudara.

Seorang sosiolog dari Perancis bernama Email Durkheim (Oltmanns, 2013)


memandang bunuh diri sebagai masalah sosial, dan tertarik dengan fakta sosial, seperti
kelompok religius dan partai daripada aspek psikologis atau biologisnya.

B. Klasifikasi

Jenis Bunuh Diri

1. Bunuh diri egoistik


Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
2. Bunuh diri altruistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3. Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.

Pengelompokan Bunuh Diri

1. Isyarat bunuh diri


Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi
ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, yang berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan
alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan
rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun
dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat
harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi.

C. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Peningkatan Diri Pertumbuhan Perilaku Pencederaan Bunuh diri


Peningkatan destruktif diri diri
Berisiko tak langsung
Keterangan

1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan
kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang masih
normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku
merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko
tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku
yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan
orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk umum
perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan
kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.

D. Tanda Gejala

Santrock (2003) mendaftarkan tanda-tanda awal seseorang melakukan bunuh diri,


yaitu sebagai berikut:

1. Melakukan ancaman untuk bunuh diri


2. Sudah pernah mencoba bunuh diri sebelumnya.
3. Mengalami depresi seperti perasaan putus asa, harga diri rendah, dan cenderung
menyalahkan dirinya sendiri
4. Terjadi peristiwa kehilangan dalam kehidupannya seperti kehilangan anggota
keluarga, binatang peliharaan atau kekasih akibat kematian, perceraian, diabaikan atau
putusnya suatu hubungan.
5. Mendapat tekanan dalam hidup dan kurang adanya afeksi dan dukungan emosional
dari orang disekitarnya.
6. Gangguan tidur, kebersihan diri dan kebiasaan makan.
7. Hilangnya minat secara tiba-tiba terhadap aktivitas yang disukai atau aktivitas yang
menjadi rutinitas.
8. Terjadi pola perubahan tingkah laku yang dramatis, yaitu seseorang yang periang
secara tiba-tiba menjadi pemurung dan penyendiri.
9. Menarik diri dari lingkungan sekitar, merasa disingkirkan oleh orang yang berarti
baginya.
10. Adanya serangkaian kecelakaan atau tingkah laku beresiko yang tidak terencana.

Disamping itu sebuah asosiasi yang peduli untuk mencegah bunuh diri yaitu National
Suicide Prevention Lifeline 18 (www.suicidepreventionlifeline.org) menguraikan
beberapa gejala yang mengarah pada tindakan bunuh diri yaitu:

1. Membicarakan bahwa ia ingin mati atau ingin membunuh dirinya sendiri.


2. Mencari cara untuk melakukan bunuh diri, seperti membeli senjata, atau membeli
racun
3. Hal yang dibicarakannya mengenai keputusasaan dan ketidakpantasan untuk hidup
4. Berbicara mengenai sakit yang mendalam dan merasa terperangkap terhadap masalah
hidup.
5. Merasa menjadi beban bagi orang lain.
6. Sering menggunakan alkohol dan obat-obatan.
7. Cemas dan gelisah, serta berperilaku sembrono.
8. Tidak bisa tidur, atau justru malah tidur seharian.
9. Menarik diri dari pergaulan dan mengisolasi dirinya sendiri.
10. Bersikap marah-marah dan mengatakan ingin melakukan balas dendam.
11. Menunjukkan perubahan suasana hati yang ekstrim

E. Pohon Masalah

Risiko bunuh diri

Gangguan konsep diri: harga


diri rendah

F. Penatalaksanaan

Pencegahan bunuh diri menurut Conwell terdiri atas pencegahan primer, sekunder dan
tertier. Pencegahan primer adalah suatu upaya pencegahan terjadinya perilaku bunuh diri
atau keadaan yang berkembang menjadi menjadi upaya bunuh diri. Pencegahan sekunder
adalah suatu upaya pencegahan dengan cara menemukan sedini mungkin krisis bunuh diri
dan melakukan tindakan agar tidak berlanjut menjadi bunuh diri. Sedangkan pencegahan
tertier adalah tindakan yang ditujukan untuk menyelamatkan sesorang yang melakukan
bunuh diri, mengurangi gejala psikiatris dan penyakit sosial pada kelompok risiko.
Penanganan di ruang gawat darurat dan 15 di bangsal rawat inap psikiatri merupakan
pelayanan tertier (WHO, 2010).
Evaluasi pertama di ruang gawat darurat merupakan unsur yang penting dalam
penanganan pasien psikiatri yang berisiko bunuh diri. Sangat mungkin dalam penanganan
tersebut dilakukan kerjasama dengan bagian lain (Roan, 2015).

Setelah itu, pasien gangguan mental dapat diberikan terapi sesuai indikasi dengan
tujuan utama menangani gejala mental akutnya. Langkah berikutnya adalah melakukan
intervensi psikologis. Sejumlah proses psikologis yang mendahului ide dan perilaku
bunuh diri dapat meningkat bila muncul stresor. Peran terapis adalah mengenali faktor
tersebut. Selama proses tersebut pencegahan dapat dilakukan dengan membatasi sarana
dan prasarana yang mungkin digunakan untuk melakukan bunuh diri (Caroline, 2016)

Banyak kasus bunuh diri dapat dicegah (Sadock, 2016; Roy, 2015). Begitu pula
percobaan bunuh diri di rawat inap. Penderita depresi dapat melakukan bunuh diri justru
di saat mereka tampak mulai pulih (paradoxal suicide) (Surilena, 2015). Pengenalan
faktor risiko sangat penting bagi klinisi yang merawat pasien psikiatri rawat inap. Petugas
kesehatan harus cermat menilai kondisi pasien secara keseluruhan. Faktor-faktor yang
harus dinilai adalah status mental terbaru, ide-ide terakhir mengenai kematian dan bunuh
diri, rencana bunuh diri terbaru, seberapa siap orang itu, dan sesegera apa aksi tersebut
akan dijalankan, sistem pendukung individu (WHO, 2015).

Banyak pasien bunuh diri menggunakan preokupasi bunuh diri untuk melawan
depresi yang tidak tertahankan dan rasa putus asa. Penilaian potensi bunuh diri
melibatkan penggalian riwayat psikitrik 17 yang lengkap, pemeriksaan status mental
pasien yang menyeluruh, dan pertanyaan tentang gejala depresi, pikiran, tujuan, rencana
dan usaha bunuh diri (Sadock, 2016; Roy, 2015).

Di rumah sakit, pasien mungkin menerima medikasi antidepresan atau antipsikotik


sesuai dengan indikasi; terapi 18 individual, terapi kelompok dan juga terapi keluarga.
Pasien mendapatkan dukungan sosial rumah sakit dan rasa aman. Terapi ECT (Electro
Convulsive Theraphy) mungkin diperlukan untuk pasien yang terdepresi parah. Pasien
yang memiliki gagasan bunuh diri akut memiliki prognosis yang lebih baik dari pada
pasien yang mencoba bunuh diri secara kronis (Sadock, 2016; Roy, 2015).

Pengamatan yang terus-menerus oleh perawat khusus, pengurungan dan pengikatan


tidak dapat mencegah bunuh diri jika pasien teguh, terutama individu yang ingin
melakukan bunuh diri biasanya menjadi lebih kreatif untuk menemukan metode bunuh
dirinya. Namun demikian, harus diperhatikan agar memeriksa barang-barang pasien dan
orang-orang yang berkunjung ke bangsal untuk mencari benda-benda yang dapat
digunakan untuk bunuh diri dan secara berulang mencari eksaserbasi gagasan bunuh diri
(Sadock, 2016; Roy, 2015).

Idealnya, pasien rawat inap yang mencoba bunuh diri mengalami depresi harus
ditempatkan dalam bangsal yang terkunci, dimana jendela dipasang terali, ruangan pasien
harus berlokasi dekat tempat perawatan untuk memaksimalkan pengamatan oleh perawat.
Tim yang mengobati harus diperiksa secara berulang dan terus-menerus mengawasi
secara langsung. Pasien yang sedang pulih dari depresi, bunuh diri berada pada risiko
khusus. Saat depresi menghilang, pasien memiliki energi untuk melakukan bunuh diri
(Sadock, 2016; Roy, 2015).

G. Asuhan keperawatan Teori


1. PENGKAJIAN

Pengkajian tingkah laku bunuh diri temasuk aplikasi observasi melekat dan
keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik dan rencana spesifik. Perawat
harus mengkaji tingkat risiko bunuh diri, faktor predisposisi, presipitasi, mekanisme
koping, dan sumber koping pasien. Beberapa kriteria untuk menilai tingkat risiko bunuh
diri seperti pada tabel berikut.

Faktor Risiko

Menurut SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)

Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang.

Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri.

Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.

Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh
diri”.

Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri.


Faktor Perilaku

1. Ketidakpatuhan Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan yang


dilakukan (pemberian obat). Pasien dengan keinginan bunuh diri memilih untuk tidak
memperhatikan dirinya.
2. Pencederaan diri Cedera diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan diri dilakukan terhadap diri
sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai
tubuh.
3. Perilaku bunuh diri Biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
a. Ancaman bunuh diri, yaitu peringatan verbal dan nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan
secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau
mungkin juga mengomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah,
merevisi wasiatnya, dan sebagainya.
b. Upaya bunuh diri, yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat mengarahkan pada kematian jika tidak
dicegah.
c. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

Faktor Lain

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien destruktif diri (bunuh diri)
adalah sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1995).

1. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri.


a. Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan.
b. Tindakan persiapan/metode yang dibutuhkan, mengatur rencana, membicarakan
tentang bunuh diri, memberikan barang berharga sebagai hadiah, catatan untuk
bunuh diri.
c. Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematikan.
d. Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih.
e. Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
2. Petunjuk gejala
a. Keputusasaan.
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak berharga.
c. Alam perasaan depresi.
d. Agitasi dan gelisah.
e. Insomnia yang menetap.
f. Penurunan berat badan.
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
3. Penyakit psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya.
b. Kelainan afektif.
c. Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat.
d. Kelainan tindakan dan depresi pada remaja.
e. Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia.
f. Kombinasi dari kondisi di atas.
4. Riwayat psikososial
a. Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan.
b. Hidup sendiri.
c. Tidak bekerja, perubahan, atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami.
d. Stres kehidupan ganda (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah
sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin).
e. Penyakit medis kronis.
f. Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat.
5. Faktor-faktor kepribadian
a. Impulsif, agresif, rasa bermusuhan.
b. Kekakuan kognitif dan negatif.
c. Keputusasaan.
d. Harga diri rendah.
e. Batasan atau gangguan kepribadian antisosial.
6. Riwayat keluarga
a. Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri.
b. Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme, atau keduanya.

Faktor Predisposisi
Mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri? Banyak pendapat tentang
penyebab dan atau alasan termasuk hal-hal berikut.

1. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.


2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal
melakukan hubungan yang berarti.
3. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
5. Tangisan minta tolong

Faktor Presipitasi

1. Psikososial dan klinik


a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
3. Diagnostis
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis
c. Penyalahgunaan zat

Sumber Koping
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan kultural. Durkheim
membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga subkategori bunuh diri
berdasarkan motivasi seseorang, yaitu sebagai berikut.

1. Bunuh diri egoistik Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.

2. Bunuh diri altruistik Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.

3. Bunuh diri anomik Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.

Mekanisme Koping

Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri tak
langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara, mekanisme koping yang paling menonjol
adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.

2. DIAGNOSIS
 Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. RENCANA INTERVENSI
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosis keperawatan risiko bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1) Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat.
2) Tindakan
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka
Anda dapat melakukan tindakan berikut.
a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke tempat
yang aman.
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet, gelas,
tali pinggang.
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat.
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga

1) Tujuan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
2) Tindakan
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian.
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya di sekitar pasien.
c. Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun sendiri.
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.

4. EVALUASI
1) Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan pasien yang tetap
aman dan selamat.
2) Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan
bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan
keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri.
3) Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan hal berikut.
a. Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
4) Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan
risiko bunuh diri, sehingga keluarga mampu melakukan hal berikut.
a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh diri.
b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi anggota
keluarga yang berisiko bunuh diri.
c. Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia dalam
merawat anggota keluarga yeng berisiko bunuh diri.

H. Strategi Pelaksanaan (SP)

Masalah Tindakan Keperawatan Untuk Tindakan Keperawatan Untuk


Keperawatan Pasien Keluarga
Risiko Bunuh SP I p SP I k
Diri
1. Mengidentifikasi benda- 1. Mendiskusikan masalah
benda yang dapat yang dirasakan keluarga
membahayakan pasien dalam merawat pasien
2. Mengamankan benda-benda 2. Menjelaskan pengertian,
yang dapat membahayakan tanda dan gejala risiko
pasien bunuh diri, dan jenis
3. Melakukan kontrak perilaku bunuh diri yang
treatment dialami pasien beserta
4. Mengajarkan cara proses terjadinya
mengendalikan dorongan 3. Menjelaskan cara-cara
bunuh diri merawat pasien risiko
5. Melatih cara mengendalikan bunuh diri
dorongan bunuh diri
SP II p SP II k

1. Mengidentifikasi aspek 1. Melatih keluarga


positif pasien mempraktekkan cara
2. Mendorong pasien untuk merawat pasien dengan
berfikir positif terhadap diri risiko bunuh diri
3. Mendorong pasien untuk 2. Melatih keluarga
menhargai diri sebagai melakukan cara merawat
individu yang berharga langsung kepada pasien
risko bunuh diri
SP III p SP III k

1. Mengidentifikasi pola koping 1. Membantu keluarga


yang biasa diterapkan pasien membuat jadual aktivitas di
2. Menilai pola koping yang rumah termasuk minum
biasa dilakukan obat
3. Mengidentifikasi pola koping 2. Mendiskusikan sumber
yang konstruktif rujukan yang bisa
4. Mendorong pasien memilih dijangkau oleh keluarga
pola koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan
harian
SP IV p
1. Membuat rencana masa
depan yang realistis bersama
pasien
2. Mengidentifikasi cara
mencapai rencana masa
depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis
BAB III

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

1. DEFINISI
Myers, dkk (2017) menyatakan bahwa waham adalah keyakinan atau persepsi palsu
yang tetap tidak dapat diubah meskipun ada bukti yang membantahnya. Gangguan proses
piker waham mengacu pada suatu kondisi seseorang yang menampilkan satu atau lebih
khayalan ganjil selama paling sedikit satu bulan. Waham merupakan suatu keyakinan
yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus menerus, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Klien menyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi
pikirannya.
Waham merupakan gejala spesifik psikosis. Psikosis sendiri merupakan gangguan
jiwa yang berhubungan dengan ketidakmampuan seseorang dalam menilai realita dan
fantasi yang ada di dalam dirinya. Terlepas dari khayalan mereka, orang-orang dengan
gangguan waham mungkin terus bersosialisasi, bertindak secara normal, dan perilaku
mereka tidak selalu tampak aneh.
Waham sering ditemui pada penderita gangguan jiwa berat. Selain itu, beberapa
bentuk waham yang spesifik, sering ditemukan pada penderita skizofrenia. Akan tetapi,
gangguan waham berbeda dengan skizofrenia. Jika seseorang memiliki gangguan waham
fungsinya umumnya tidak terganggu dan berperilaku tidak jelas, aneh, kecuali khayalan.
Selain itu, waham ini bukan merupakan kondisi medis atau kondisi akibat
penyalahgunaan zat.

2. KLASIFIKASI
a. Waham Kebesaran (Grandiosity)
Klien menyakini bahwa ia memiliki suatu kebesaran atau kekuasaan khusus.
Keyakinannya ini diucapkan secara berulang-ulang, tetapi tidak sesuai dengan realita
yang ada. Contoh : “ Saya sudah menjadi anggota kepresidenan sejak era Soekarno.
Tidak ada presiden yang dapat menjalankan kekuasaannya tanpa saya. Jika bukan
karena saya, mungkin kita akan mengalami perang berkepanjangan dengan Belanda.”
b. Waham Persekusi (Persecution)
Klien menyakini bahwa ada seseorang atau sesuatu kelompok yang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya. Contoh : “Saya tahu, saudara-saudara
perempuan saya ingin menghancurkan saya karena saya lebih cantik dari mereka.”
c. Waham Agama (Religious)
Klien memiliki keyakinan berlebihan terhadap suatu agama. Keyakinan yang
tidak sesuai dengan realita itu terus menerus diulanginya. Contoh : “Selama saya
menggunakan 10 medali religious ini, tidak ada hal yang buruk yang akan menimpa
saya.”
d. Waham Somatik (Somatic)
Klien menyakini bahwa tubuh atau bagian dari tubuhnya terganggu atau
terserang suatu penyakit. Keyakinan yang tak sesuai dengan realitas ini diucapkan
berulang-ulang. Contoh : “Kerongkongan saya rasanya tercabik-cabik. Ada tikus di
perut saya dan kadang-kadang dia sampai ke tenggorokanku. Lihatlah ke
tenggorokan saya sekarang dan mungkin anda bisa melihat tikus itu.”
e. Waham Nihilistik (Nihilistic)
Klien meyakini bahwa dirinya sudah tiada atau meninggal dan keyakinannya
terhadap hal ini diucapkan secara berulang-ulang. Contoh : “Ini adalah alam kubur
dan semua yang ada di sini adalah roh-roh.”
f. Waham Bizar (Bizarre)
Suatu paham yang melibatkan fenomena keyakinan seseorang yang sama sekali tidak
masuk akal (Sadock & Sadock 2007). Waham bizar terdiri dari beberapa yaitu :
1) Waham sisip pikir adalah waham di mana klien menyakini bahwa pikiriannya
bukan miliknya sendiri, melainkan milik orang lain dan telah dimasukkan ke
dalam pikiran klien.
2) Waham siar pikir adalah waham di mana klien memiliki keyakinan yang tidak
masuk akal bahwa orang lain dapat mendengar atau menyadari pikirannya.
3) Waham kendali pikir adalah waham di mana klien menyakini bahwa perasaan,
dorongan, pikiran, atau tindakannya berada di bawah kendali orang lain atau
pihak eksternal dari pada bi bawah kendalinya sendiri.
3. RENTANG RESPON
Adaptif Maladaptif

 Pikiran Logis.  Pikiran kadang  Gangguan


 Persepsi akurat. menyimpang proses pikir :
 Emosi konsisten ilusi. waham.
dengan  Reaksi  Halusinasi.
pengalaman. emosional  Kesulitan
 Perilaku sesuai. berlebihan atau memperoleh
 Hubungan kurang ilusi emosi.
sosial.  Perilaku aneh  Ketidakteraturan
atau tak lazim. dalam perilaku.
 Menarik diri.  Isolasi sosial.

(Sumber : Stuart, 2013)


4. TANDA GEJALA
Gejala gangguan waham dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu gejala kognitif, gejala
afektif, gejala perilaku dan hubungan sosial, dan gejala fisik.
1) Gejala Kognitif waham mencakup :
- Ketidakmampuan dalam membedakan realita dan fantasi,
- Kepercayaan yang sangat kuat terhadap keyakinan pasunya,
- Memiliki kesulitan dalam berpikir realita, dan
- Ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
2) Gejala Afektif waham mencakup :
Situasi yang tidak sesuai dengan kenyataan dan afek tumpul (blunted offect).
Karakter khas dari afek tumpul adalah tidak mengksepresikan perasaan, baik secara
verbal dengan membicarakan kejadian emosional dengan cara emoted atau secara
nonverbal dengan menggunakan bahasa tubuh emosional, ekspresi wajah, atau gerak
tubuh.
3) Gejala Perilaku dan Hubungan Sosial mencakup :
Hipersensitifitas, depresif, ragu-ragu, hubungan interpersonal dengan orang
lain yang bersifat dangkal, mengancam secara verbal, aktivitas tidak tepat, impulsif,
curiga, dan pola piker stereotip. Selain gejala-gejala yang telah disebutkan
sebelumnya, terdapat gejala fisik yang ditandai dengan kebersihan diri yang kurang,
muka pucat, sering menguap, turunnya berat badan dan nafsu makan, serta sulit tidur.
5. POHON MASALAH
Berdasarkan data yang diperoleh, ditetapkan bahwa diagnosis keperawatan waham
adalah :
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

Gambar :Pohon Masalah Diagnosis Gangguan Proses Pikir : Waham

Risiko Kerusakan Komunikasi Verbal

Perubahan Proses Pikir : Waham

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri


Rendah
(Sumber : Stuart, 2013)
6. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Tatalaksana pengobatan skizoprenia secara umum menurut Townsend (1998),
Kaplan dan Sadock (1998) anatar lain :
1) Anti Psikotik
Jenis-jenis obat Anti Psikotik antara lain :
a) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premedikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala
emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal 3x25 mg, kemudian dapat
ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tinggi 1000mg/hari secara oral.
b) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organic, dan gangguan psikotik menarik diri,
dosis awal 3x1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50mg/hari.
c) Haloperidol
Untuk ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis, dan mania, dosis awal
3x0,5 mg sampai 3mg.
2) Anti Parkinson
a) Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme dan untuk menghilangkan reaksi
kestrapiramidal akibat obta. Dosis yang digunakan 1-15 mg/hari.
b) Difenhidramin
Dosis yang diberikan 10-400 mg/hari
3) Anti Depresan
a) Amitriptyline
Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatic.
Dosis 75-300 mg/hari.
b) Impramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotic. Dosis
awal 25 mg/hari, dosis pemeliharaan 50-75 mg/hari.
4) Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengontrol ansietas, kelainan somatroform,
keluhan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-
gejala insomnia dan ansietas. Obat-obat yang termasuk anti ansietas antara lain :
- Fenobarbital 16-320 mg/hari
- Meprobamat 200-2400 mg/hari
- Klordiazepoksida 15-100 mg/hari
b. Penatalaksanaan non farmakologi
1. Terapi aktivitas kelompok
7. ASKEP TEORI
a. Pengkajian
Pada pengkajian, faktor penyebab terjadinya gangguan waham digolongkan menjadi
beberapa faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor biologis, dan faktor psikodinamik.
1. Faktor Predisposisi (Predisposing factor)
Faktor predisposisi terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor psikologis,
dan faktor sosial budaya.
a) Faktor Biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan lindik. Abnormalisasi
otak yang menyebabkan respon neurologis yang maladaptive yang baru mulai
dipahami. Hal ini termasuk hal-hal berikut :
1) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak
yang luas dan dalam perkembangan skizofrenia. Hal yang paling
berhubungan dengan perilaku psikotik adalah adanya lesi pada area
frontal, temporal, dan limbic.
2) Beberapa senyawa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukkan hal-hal berikut ini :
a) Kadar dopamine neurotransmitter yang berlebihan.
b) Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain.
c) Masalah-masalah yang terjadi pada sistem respons dopamin.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap kembar identic,
misalnya, ditemukan bahwa kembar identic yang dibesarkan secara terpisah
memiliki angka kejadian yang tinggi pada kizofrenia dari pada pasangan
saudara kandung yang tidak identic.
b) Faktor Psikologis
Teori psikodinamika yang mempelajari terjadinya respons
neurobiology yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Teori
psikologi terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini,
sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya (keluarga terhadap tenaga
kesehatan jiwa professional). Waham ini juga dapat disebabkan oleh
perbedaan perlakukan dari keluarga. Misalnya saja, sosok ibu adalah tipe
pencemas, sedangkan sosok ayah adalah tipe yang kurang atau tidak peduli.
c) Faktor Sosial budaya
Secara teknis, kebudayaan merupakan ide atau tingkah laku yang dapat dilihat
maupun yang tidak terlihat. Kebudayaan turut mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian seseorang, misalnya melalui aturan-aturan
kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Unsur-unsur dari faktor
sosial budaya dapat mencakup kestabilan keluarga, pola mengasuh anak,
tingkat ekonomi, perumahan (perkotaan lawan pendesaan), masalah
kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, pendidikan,
dan kesejahteraan yang tidak memadai, pengaruh sosial dan keagamaan, serta
nilai-nilai (Yosep, 2009). Di sisi lain, timbulnya waham dapat disebabkan
oleh perasaan tersaing dari lingkungannya dan kesepian (Direja, 2011).
2. Faktor Biologis
Berbagai zat dan kondis medis non-psikiatrik dapat menyebabkan waham,
sehingga menyatakan bahwa faktor biologis yang jelas dapat menyebabkan
waham. Akan tetapi, tidak semua orang dengan tumor memiliki waham. Klien
yang wahamnya disebabkan oleh penyakit neurologis serta yang tidak
memperlihatkan gangguan intelektual, cenderung mengalami waham kompleks
yang serupa dengan penderita gangguan waham. Sebaliknya, penderita gangguan
neurologis dengan gangguan intelektual sering mengalami waham sederhana.
Jenis waham sederhana ini tidak seperti waham pada klien dengan gangguan
waham.
Timbulnya gangguan waham bisa merupakan respons normal terhadap
pengalaman abnormal pada lingkungan, sistem saraf tepi, atau sistem saraf pusat.
Jadi, jika klien mengalami pengalaman sensorik yang salah, seperti merasa diikuti
(mendengar langkah kaki), klien mungkin percaya bahwa mereka sebenarnya
diikuti. Hipotesis tersebut tergantung pada pengalaman seperti halusinasi yang
perlu dijelaskan. Sementara itu, pengalaman halusinasi tersebut pada gangguan
waham tidak terbukti.
3. Faktor Psikodinamik
Banyak klien dengan gangguan waham memiliki suatu kondisi sosial terisolasi
dan pencapaian sesuatu dalam kehidupannya tidak sesuai dengan apa yang
mereka harapkan. Teori psikodinamik spesifik mengenai penyebab dan evolusi
gejala waham melibatkan anggapan seputar orang hipersensitif dan mekanisme
ego spesifik, pembentukan reaksi, proyeksi, dan penyangkalan.
4. Mekanisme Defensi
Klien dengan gangguan waham menggunakan mekanisme defensi berupa
proyeksi, penyangkalan, dan pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi digunakan
oleh klien sebagai pertahanan terhadap agresi, kebutuhan untuk bergantung, dan
perasaan afeksi serta transformasi kebutuhan akan ketergantungan akan menjadi
ketidaktergantungan yang berkepanjangan. Untuk menghindari kesadaran
terhadap realita yang menurutnya menyakitkan, klien menggunakan mekanisme
penyangkalan (Sadock&Sadock, 2010). Ditimbun oleh perasan dendam, marah,
dan permusuhan kepada orang lain, klien menggunakan proyeksi untuk
melindungi diri mereka sendiri dari pengenalan impuls yang tidak dapat diterima
dalam diri mereka.
b. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan Proses Pikir : Waham
c. Perencanaan

Rencana Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Proses Pikir: Waham

DIAGNOSIS PERENCANAAN
KEPERAWA Tujuan
Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
TAN (Tuk/Tum
Waham curiga TUM : 1. Ekspresi wajah 1.1. Bina Hubungan-
Klien secara bersahabat, hubungan saling
bertahap menunjukan saling percaya percaya
mampu rasa senang, ada dengan merupakan
berhubungan kontak mata, mengemukakan dasar untuk
dengan mau berjabat prinsip Interaksi
realitas atau tangan, mau komunikasi yang
kenyataan. menyebutkan terapeutik: selanjutnya
nama, a. Mengucapk akan
TUK 1: menjawab an salam dilalukan
Klien dapat salam, klien terateupik, interaksi
membinahubu mau duduk sapa klien yang
ngan berdampingan dengan selanjutnya
dengan perawat, rama akan
mau ramah, dilakukan .
mengutarakan b. Berjabat tindakan
masalah ynang tangan akan
dihadapinya, dengan membina
tidak klien. klien dalam
menunjukan c. Perkenalka berinteraksi
tanda-tanda n diri secara baik
kecurigaan, dengan dan benar,
mau menerima sopan sehingga
bantuan dari d. Tanyakan klien
perawat. nama bersedia
lengkap mengungkap
klien dan kan isi
nama hatinya.
panggilan
yang
disukai
klien.
e. Jelaskan
tujuan
pertemuan.
f. Membuat
kontrak
topic,
waktu, dan
tempat
setiap kali
bertemu
klien.
g. Tunjukan
sikap
empati dan
menerima Meningkatka
klien apa n orientasi
adanya. klien
h. Beri terhadapt
perhatian realita serta
kepada meningkatka
klien dan n rasa
perhatian percaya
bertuhan klien pada
dasar klien. perawat.
1.2. Jangan
membantah dan
mendukung
waham klien.
a. Katakana
bahwa Suasana
perawat lingkungan
menerima yang
keyakinan bersahabat
klien bturut
b. Katakana mendudung
bahwa komunikasi
perawat teraupetik.
tidak
mendukung
keyakinan
klien.
1.3. Yakinkan
klien bahwa ia
dalam Mengetahui
keadaamanan penyebab
a. Anda waham
berada curiga dan
ditempat intervensi
aman dan “ yang
b. Gunakan selanjutnya
keterbukaa kan
n dan dilakukan
kejujuran oleh klien.
dan jangan
meninggak
lan klien
dalam
keadaan
sendiri.
1.4. Observasi
apakah waham
mengganggu
aktivitas sehari
dan perawatan
dari klien.
TUK 2 : Kriteria Evaluasi: 2.1. Berikan Penguatan
Klien dapat 1. klien dapat pujian pada positif dapat
mengidentifik mempertahanka penampilan meningkatka
asi n aktivitas dan n
kemampuan sehari-hari kemampuan kemampuan
yang 2. klien dapat klien yang yang dimiliki
dimilikinya. mengontrol realistis. oleh klien
wahamnya. 2.2. Diskusikan dan harga
bersama diri klien.
dengan klien Klien
mengenai terdorong
kemampuan untuk
yang memilih
dimilikinya aktivitas,
dahulu dan saat seperti
ini. sebelumnya
2.3. Tanyakan tentang
apa yang bisa aktivitas
dilakukan yang pernah
(kaitkan dimiliki oleh
dengan hal klien.
seputar
aktivitas sehari-
hari dan
perawatan diri
klien), lalu
anjurkan untuk
melakukannya
saat ini.
2.4. Jika klien Dengan
selalu berbicara mendengarka
tentang n klien akan
wahamnya, merasa lebih
dengarkan diperhatikan,
sampai sehingga
kebutuhan klien akan
waham menggungka
tersebut tidak pkan
ada atau klien perasaannya.
berhenti
membicarakan
wahamnya.
Perawat perlu
memperhatikan
bahwa klien
sangat penting.
TUK 3: Kriteria Evaluasi : 3.1. Observasi Observasi
Klien dapat 1. Kebutuhan kebutuhan klien dapat
mengidentifik kklien sehari-hari. digunakan
asi kebutuhan terpenuhi 3.2. Diskusikan untuk
yang tidak 2. Klien dapat kebutuhan klien mengetahui
dimiliki melakukan waham yang kebutuhan
aktivitas secara tidak terpenuhi klien.
terarah selama dirumah
3. Klien tidak maupun Dengan
menggunakan dirumah sakit. mengetahui
atau 3.3. Menghubun kebutuhan
membicarakan gkan kebutuhan yang tidak
wahamnya. yang tidak terpenuhi,
terpenuhi perawat
dengan dapat
timbulnya mengetahui
waham. kebutuhan
3.4. Tingkatkan yang akan
aktivitas klien diperlukan
yang dapat oleh klien
memenuhi waham.
kebutuhan klien
serta aktivitas Dengan
yang melakukan
memerlukan aktivitas,
waktu dan klien tidak
tenaga. akan lagi
3.5. Mengatur menggunaka
situasi agar n isi atau ide
klien tidak wahamnya.
memiliki waktu
untuk Dengan
menggunakan situasi
wahamnya. tertentu,
klien akan
dapat
mengontrol
wahamnya.
TUK 4: Kriteria Evaluasi : 4.1. Berbicara Penguatan
Klien dapat 1. Klien dapat dengan klien penting
berhubungan berbicara dalam konteks untuk
dengan dengan realitas realitas(realitas meningkatan
realitas atau 2. Klien dapat diri, realitas kesadaran
kenyataan menyebutkan orang lain, serta klien akan
atau mampu perbedaan realitas waktu realitas.
berinterakside pengalaman dan tempat).
ngan realitas nyata dan 4.2. Ikut
secara pengalaman sertakan klien
bertahap. tidak nyata. dalam terapi Pujian dapat
3. Klien aktivitas menaikkan
mengikuti kelompok harga diri
terapi aktivitas dalam kaitannya klien dan
kelompok dengan orientasi memotivasi
(TAK). realitas. klien untuk
4.3. Berikan meningkatka
pujian pada n kegiatan
setiap kegiatan positifnya.
positif yang
dilakukan oleh
klien.
Kriteria Evaluasi : 5.1. diskusikan Perhatian dan
1. Keluarga dapat dengan pengertian
mebina keluarga keluarga
hubungan tentang : akan dapat
saling percaya a. Gejala membantu
dengan waham. klien dalam
perawat. b. Cara mengendalik
TUK 5:
2. Keluarga dapat merawat. an
Klien dapat
menyebutkan c. Lingkungan wahamnya.
dukungan dari
pengertian, keluarga
keluarga
tanda, dan d. Follow up
tindakan dan obat
perawatanklien 5.2. Anjurkan
dengan Keluarga
wahamnya. melaksanakan
dengan bantuan
perawat.
TUK 6: Kriteria Evaluasi : 6.1. diskusikan Obat dapat
Klien dapat 1. Klien dapat dengan klien mengontrol
menggunakan mengetahui dan keluarga waham klien
obat dengan manfaat minum tentang obat, dan dapat
benar obat, kerugian dosis, membantu
tidak minum frekuensi, efek penyembuha
obat. samping obat, n klien.
2. Klien dan akibat dari
mengetahui penghentian Mengontrol
nama, warna, obat kegiatan
dosis, efek 6.2. Diskusikan klien minum
samping, efek perubahan obat dan
terapi. perasaan klien mencegah
3. Klien setelah minum klien putus
mendemonstras obat. obat.
ikan 6.3. berikan obat
penggunaan dengan prinsip
obat yang 5 benar dan
benar. observasi
4. Klien dapat setelah minum
mendemonstrasi obat.
kanakibat
berhenti minum
obat tanpa
konsultasi pada
dokters
5. Klien dapat
mendemonstrasi
kan prinsip 5
benar dalam
penggunaan
obat.
8. STRATEGI PELAKSANAAN

Masalah Tindakan Keperawatan Untuk Tindakan Keperawatan Untuk


Keperawatan Pasien Keluarga
Waham SP I p SP I k

1. Membantu orientasi 1. Mendiskusikan masalah


realita yang dirasakan keluarga
2. Mendiskusikan dalam merawat pasien
kebutuhan yang tidak 2. Menjelaskan pengertian,
terpenuhi tanda dan gejala waham,
3. Membantu pasien dan jenis waham yang
memenuhi kebutuhannya dialami pasien beserta
4. Menganjurkan pasien proses terjadinya
memasukkan dalam 3. Menjelaskan cara-cara
jadwal kegiatan harian merawat pasien waham

SP II p SP II k

1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga


kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Berdiskusi tentang merawat pasien dengan
kemampuan yang waham
dimiliki 2. Melatih keluarga
3. Melatih kemampuan melakukan cara merawat
yang dimiliki langsung kepada pasien
waham
SP III p SP III k

1. Mengevaluasi jadwal 1. Membantu keluarga


kegiatan harian pasien membuat jadual aktivitas di
2. Memberikan pendidikan rumah termasuk minum
kesehatan tentang obat
penggunaan obat secara Mendiskusikan sumber rujukan
teratur yang bisa dijangkau keluarga
Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
BAB IV

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A. Definisi
Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi dan
hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993). Isolasi sosial adalah keadaan seorang
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Hubungan yang sehat dapat digambarkan dengan adanya komunikasi yang terbuka,
mau menerima orang lain, dan adanya rasa empati. Pemutusan hubungan
interpersonal berkaitan erat dengan ketidakpuasan individu dalam proses hubungan
yang disebabkan oleh kurang terlibatnya dalam proses hubungan dan respons
lingkungan yang negatif. Hal tersebut akan memicu rasa tidak percaya diri dan
keinginan untuk menghindar dari orang lain.
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
kebutuhan atau mengharapakan untuk melibatakan orang lain, akan tetapi tidak dapat
membuat hubungan tersebut (Carpenito,1995).
Gangguan hubungan sosial adalah suatu kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosialnya (Depkes,2016).

B. Klasifikasi
Klasifikasi proses terjadinya isolasi sosial dijelaskan oleh Stuarat dan Laraia
(2008) dalam konsep stress adapatasi yang teridiri dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
Faktor Predisposisi yang menyebabkan timbulnya Isolasi sosial meliputi:
a. Biologis
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat penyakit kronis atau
trauma kepala merupakan merupakan salah satu faktor penyebab gangguan
jiwa
b. Psikologis Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri
rendah adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan
dari lingkungan dan orang terdekat serta harapan yang tidak realistis.
Kegagalan berulang, kurang mempunyai tanggungjawab personal dan
memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain merupakan faktor lain
yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain itu pasiendengan harga diri rendah
memiliki penilaian yang negatif terhadap gambaran dirinya, mengalami krisis
identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis.
c. Faktor Sosial Budaya Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan isolasi
sosial adalah adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial
ekonomi rendah, pendidikan yang rendah serta adanya riwayat penolakan
lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.
FaktorPresipitasi Faktor presipitasi yang menimbulkan Isolasi antara
lain:
a. Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman
psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban maupun saksi dari
perilaku kekerasan.
b. Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan Karen: transisi
peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke remaja.
c. Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
d. Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari kondisi sehat
kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena
kehilangansebahagian anggota tuhuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan atau fungsi tubuh.Atau perubahan fisik yang berhubungan
dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis dan keperawatan.
C. Rentang Respon

Keterangan :

a. respon adaptif adalah respons individu menyelesaikan suatu hal dengan


cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat.
b. Menyendiri (solitude)
Respon yang dilakukan individu dalam merenungkan hal yang telah terjadi
atau di lakukan dengan tujuan engevaluasi diri untuk kemudain
menentukan rencana.
c. Otonomi
Kemampuan individu dalam menyampaikan ide, pikiran,perasaan dalam
hubungan social.individu mampu menetapkan diri untuk interpenden dan
pengaturan diri
d. Saling ketergantungan (independen)
Suatu hubungan saling ketergantungan antara individu lain dalam
hubungan social.
e. Respon maladaptif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan ,asalah
dengan cara yang bertentangan dengan norma agama dan masyarakat.
Antara lain:
 Manipulasi
Gangguan social yang menyebabkan individu memperlakukan
sebagai objek, dimana hubungan terpusat pada pengendalian
masalah orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri
sendiri
 Impulsive
Respon social yang di tandai dengan individu sebagai subjek yang
tidak dapat. diduga, tidak dapat dipercaya , tidak mampu
merencanakan,tidak mampu belajar dari pengalaman ,tidak dapat
melakukan penilaian secara objektif
 Narsisme
Respon social ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
egosentris, harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan,
dan mudah marah jika tidak terdapat dukungan dari porang lain.

D. Tanda dan gejala


Klien menceritakan perasaan kesepian atau di tolak orang lain
a. Klien merasa tidak aman bersama orang lain
b. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
c. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
d. Klien tidak mampu berkosentrasi dan membuat keputusan
e. Klien merasa tidak berguna
f. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
Tanda dan gejala isolasi social yang didapat melalui observasi adalah:
a. Tidak memiliki teman dekat
b. tidak komunikatif
c. Tindakan berulang dan tidak bermakna
d. Asyik dengan pikirannya sendiri
e. Tidak ada kontak mata
f. Tampak sedih, apatis, afek tumpul.
E. pohon masalah

resiko perilaku kekerasan

Resiko isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

F. penatalaksanaan
1. Penatalksanaan medis
a. ECT (Electro Confulsive Therapy) Jenis pengobatan dengan menggunakan
arus listrik pada otak menggunakan 2 elektrode.
b. Psikoterapi Membutuhkan waktu yang relative lama dan merupakan
bagian penting dalam proses teraupetik, upaya dalam psikoterapi ini
meliputi ; memberikan rasa nyaman dan tenang, menciptakan lingkungan
yang teraupetik, bersifat empati, menerima klien apa adanya, memotivasi
klien untuk dapat mengungkapakan perasaanya sacara verbal, bersikap
ramah, sopan dan jujur.
c. Terapi Okupasi Ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipan seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri
seseorang
2. Penatalaksanaan keperawatan
Psikoterapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada
individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilakunya.
Hubungan terbina melalui tahap yang sama dengan tahap hubungan perawat
klien : introduksi, kerja, dan terminasi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan serangkaian tindakan dalam
mencapai tujuan khusus. Perencanaan meliputi perumusan tujuan, tindakan dan
penilaian rangkaian pengkajian agar masalah keperawatan dapat teratasi.
Perawatan pasien isolasi sosial : menarik diri dari tujuan umum dan tujuan
khusus. Dalam tujuan umum diharapkan klien dapat berhubungan dengan orang
lain dan lingkungan, sedangkan dalam tujuan khusus ada 5 tujuan khusus yaitu :
Tujuan khusus pertama membina hubungan saling percaya, tujuan khusus
kedua klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri,
tujuan khusus ketiga klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan
orang lain, tujuan khusus keempat klien dapat berhubungan dengan orang lain
secara bertahap, tujuan khusus kelima klien mendapat dukungan keluarga dalam
berhubungan dengan orang lain
Tujuan khusus pertama klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat, intervensi yang dilakukan dengan membina hubungan saling percaya,
sikap terbuka dan empati, menerima klien apa adanya, sapa klien dengan ramah,
menepati janji, menjelaskan tujuan pertemuan, mempertahankan kontak mata
selama interaksi.
Tujuan khusus kedua, klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan
perilaku isolasi social, klien dapat menyebutkan penyebab atau alas an perilaku
menarik diri pada dirinya. Intervensi yang dilakukan mengkaji pengetahuan klien
tentang perilaku menarik diri, memberikan kesempatan pada klien untuk
mengungkapakan perasaan penyebab menarik diri, diskusikan dengan pasien
tentang perilaku menarik diri, memberikan pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapakan perasaannya.
Tujuan khusus ketiga, klien dapat menegetahui keuntungan berhubungan
dengan orang lain klien dapat menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang
lain yaitu, mendpat teman, mengungkapan perasaannya, membantu pemecahan
masalah. Intervensi yang dilakukan diskusikan tentang manfaat berhubunagn
dengan orang lain, dorong klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan
dengan orang lain,. Berikan pujian atas kemampuan klien dalam menyebutkan
manfaat berhubungan dengan orang lain.
Tujuan khusus keempat. Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
bertahap, klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain misalnya
membalas sapaan perawat, menatap mata dan mau berinteraksi. Intervensi yang
dilakukan dorong klien untuk menyebutkan cara berkenalan dengan orang lain,
dorong dan bantu klien dengan orang lain secara bertahap antara lain, klien
dengan perawat perawat, klien dengan perawat dan perawat lain, klien dengan
perawat dengan perawat lain dan klien lain, klien dengan kelompok kecil TAK,
klien dengan keluarga, libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan,
berikan pujian atas keberhasilan yang telah klien capai.
Tujuan khusus kelima, klien mendapatkan dukungan keluarga dalam
berhubungan dengan orang lain. Intervensi yang dilakukan diskusikan tentang
manfaat berhubungan dengan anggota keluarga, dorong klien untuk
mengungkapkan perasaan tentang keluarga, dorong klien untuk mengikuti
kegiatan bersama keluarga seperti makan, beribadah, dan rekreasi, jelaskan pada
keluarga kebutuhuan klien, bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan
dengan klien yaitu memperlihatkan perhatian dengan meningkatkan kunjungan ke
Rumah Sakit.
G. ASKEP TEORI
RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosis Perencanaan
Keperawatan Tujuan(tuk/t Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
um)
Isolasi sosial Tum : 1. Setelah 1x 1. bina hubungan saling Membina
Klien dapat interaksi percaya dengan hubungan saling
berinteraksi dengan mengemukakan prinsip percaya dengan
dengan orang klien komunikasi teraepeutik klien. Kontak
lain. menunjuka a. Mengucapkan salam percaya denan
. n tanda- terauepeutik. Sapa klien klien. Kontak
Tuk 1 : tanda dengan ramah,baik verbal yang
Klien dapat percaya ataupun non verbal jujur,singkat,
membina kepada b. Berjabat tangan dengan dan konsisten
hubungan perawat: klien dengan perawat
salaing a. Ekspres c. Perkenalkan diri dengan dapat membantu
percaya i wajah sopan membina
cerah, d. Tanyakan nama klien nama kembali
terseny lengkap, panggilan yand di interaksi penuh
um sukai klien percya dengan
b. Mau e. Jelaskan tujuan pertemuan orang lain.
berkena f. Membuat kontrak topic,
lan waktu,dan setiap kali
c. Ada bertemu klien.
kontak g. Tunjukan sikap empati dan
mata menerima klien apa adanya
d. Bersedi h. Beri perhatian kepada klien
a dan perhatian kebutuhan
menceri dasar klien.
takan
perasaa
n
e. Bersedi
a
mengun
gkapka
n
masalah

H. Strategi Pelaksanaan (SP) ISOS

Isolasi Sosial Pasien Keluarga

SP I p SP I k

1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial 1. Mendiskusikan masalah


pasien yang dirasakan keluarga
2. Berdiskusi dengan pasien tentang dalam merawat pasien
keuntungan berinteraksi dengan orang lain 2. Menjelaskan pengertian,
3. Berdiskusi dengan pasien tentang tanda dan gejala isolasi
kerugian tidak berinteraksi dengan orang sosial yang dialami pasien
lain beserta proses terjadinya
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan 3. Menjelaskan cara-cara
dengan satu orang merawat pasien isolasi
5. Menganjurkan pasien memasukkan sosial
kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP II k

1. Melatih keluarga
SP II p
mempraktekkan cara
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian merawat pasien dengan
pasien isolasi sosial
2. Memberikan kesempatan kepada pasien 2. Melatih keluarga
mempraktekkan cara berkenalan dengan melakukan cara merawat
satu orang langsung kepada pasien
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan isolasi sosial
berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian
SP III

1. Membantu keluarga
SP III p
membuat jadual aktivitas di
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian rumah termasuk minum
pasien obat (discharge planning)
2. Memberikan kesempatan kepada 2. Menjelaskan follow up
berkenalan dengan dua orang atau lebih pasien setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
BAB V
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. DEFINISI

Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan dari
pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi merupakan
gangguanpersepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.Ada limajenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan
dan perabaan.Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak
ditemukan terjadipada 70% pasien,kemudian halusinasi penglihatan20%, dan sisanya
10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.

Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada. Perilaku
yangteramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi pendengaran adalah
pasienmerasa mendengarkan suara padahal tidak ada stimulus suara. Sedangkan pada
halusinasipenglihatan pasein mengatakan melihat bayangan orang atau sesuatu yang
menakutkanpadahal tidak ada bayangan tersebut. Pada halusinasi penghidu pasien
mengatakanmembaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi
serupa. Sedangkanpada halusinasi pengecapan, pasien mengatakan makan atau minum
sesuatu yangmenjijikkan. Pada halusinasi perabaan pasien mengatakan serasa ada
binatang atau sesuatuyang merayap ditubuhnya atau di permukaan kulit.

B. KLASIFIKASI

Jenis halusinasi Data obyektif Data subyektif


Halusinasi  Bicara atau tertawa  Mendengar suara-suara
Pendengaran sendiri atau kegaduhan.
 Marah-marah tanpa sebab  Mendengar suara yang
 Menyedengkan telinga mengajak bercakap-cakap
kearah tertentu  Mendengar suara
 Menutup telinga menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi  Menunjuk-nunjuk ke arah  Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan Tertentu bentuk geometris, bentuk
 Ketakutan pada sesuatu kartoon, melihat hantu
yang tidak jelas. atau monster.
Halusinasi Penghidu  Mengisap-isap seperti  Membaui bau-bauan
sedang membaui bau- seperti bau darah, urin,
bauan tertentu. feses, kadang-kadang bau
 Menutup hidung. itu menyenangkan.
Halusinasi  Sering meludah  Merasakan rasa seperti
Pengecapan  Muntah darah, urin atau feses
Halusinasi Perabaan  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada serangga
permukaan Kulit di permukaan kulit
 Merasa seperti tersengat
Listrik

Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi


Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisidan presipitasi,

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari

1) Faktor Biologis :
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter),
riwayatpenyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zatadiktif lain (NAPZA).
2) Faktor Psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku maupun
saksi dariperilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang
disekitar atauoverprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Sebahagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial
ekonomirendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan
pada usiaperkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat
pendidikan yangrendah serta pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan
sosial (perceraian, hidupsendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan
adanyariwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
adanya riwayatkekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam
hidup, kemiskinan,adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang
sering tidak sesuai denganpasien serta konflik antar masyarakat.

C. RENTANG RESPON

Rentang Respon Neurobiologis, Stuart and Laraia menjelaskan rentang respon


neurobiologis pada pasien dengangangguan senssori persepsi halusinasi sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Proses pikir kadang terganggu Gangguan proses pikir Waham

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisiten Emosi berlebihan/kurang Kerusakan proses emosi

Perilaku sesuai Perilaku tidak terorganisir Perilaku tidak sesuai


Hub sosial harmonis Isolasi sosial

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Subyektif: Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
ataumonster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau
itumenyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Obyektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit

E. POHON MASALAH
Risiko perilaku
Efek / Akibat kekerasan

gangguan sensori
Masalah utama persepsi : Halusinasi

Penyebab
Isolasi Sosial

F. PENATALAKSANAAN
Tindakan Keperawatan
1) Membina Hubungan Saling Percaya
2) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi
3) Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi: Secara rinci tahapan melatih pasien
mengontrol halusinasi
4) Jelaskan pada keluarga tentng gangguan jiwa yang dialami klien, dan cara
mengontrolnya juga dukungan dari keluarga
5) Jelaskan pada klien tentang obat yang yang diminum baik jenis, dosis, kegunaan
maupun efek samping
G. ASKEP TEORI
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien
dan keluarga.
Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan dengan
wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut
a. Dari pengamatan saya sejak tadi, bapak/ibu tampakseperti bercakap-cakap
sendiriapa yang sedang bapak/ibu dengar/lihat?
b. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
c. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan?
d. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan?
f. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut?
g. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
h. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
i. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan
tersebut?
j. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan melihat
bayangantersebut?
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkan atau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
g. Menutup hidung.
h. Sering meludahi. Muntah
i. Menggaruk permukaan kulit
2. Diagnosis Keperawatan
Langkah kedua dalam asuhan keperawatan adalah menetapkan diagnosis
keperawatanyang dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala gangguan sensori persepsi :
halusinasi yangditemukan.Data hasil observasi dan wawancara dilanjutkan dengan
menetapkan diagnosiskeperawatan. Bagan dibawah ini merupakan contoh: Analisa data
dan rumusan masalah.
NO Data Masalah Keperawatan
1. Data Objektif : Halusinasi
 Bicara atau tertawa sendiri
 Marah marah tanpa sebab
 Mengarahkan telinga ke posisi tertentu.
 Menutup telinga
Data Subjektif :
 Mendengar suara-suara atau kegaduhan
 Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
 Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya

3. Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi.
Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik
3) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat
4) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari
Tindakan Keperawatan :
1. Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien dan
b) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d) Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa lama
akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan asuhan keperawatan.
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2. Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi
a) Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa mendukung,
dan menyangkal halusinasinya.
b) Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan,
respon dan upaya yang sudah dilakukan pasien untuk menghilangkan atau
mengontrol halusinasi.
3. Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi: Secara rinci tahapan melatih pasien
mengontrol halusinasi dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, 6(enam) benar minum
obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti membereskan
kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju.
b) Berikan contoh cara menghardik, 6(enam) benar minum obat, bercakapcakap dan
melakukan kegiatan dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan tempat
tidur serta mencuci baju.
c) Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara menghardik, 6(enam) benar
minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti
membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju yang dilakukan
di hadapan Perawat
d) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan
keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin pasien akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan latihannya.

4. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga


Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah di lakukan untuk pasien
gangguan sensori persepsi halusinasi adalah sebagai berikut
a. Pasien mampu:
1) Mengungkapkan isi halusinasi yang dialaminya
2) Menjelaskan waktu dan frekuensi halusinasi yang dialami.
3) Menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi
4) Menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi
5) Menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi:
a) Menghardik halusinasi
b) Mematuhi program pengobatan
c) Bercakap dengan orang lain di sekitarnya bila timbul halusinasi
d) Menyusun jadwal kegiatan dari bangun tidur di pagi hari sampai mau tidur
pada malam hari selama 7 hari dalam seminggu dan melaksanakan jadwal
tersebut secara mandiri
6) Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan halusinasi
b. Keluarga mampu:
1) Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien
2) Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi melalui empat cara mengontrol
halusinasi yaitu menghardik, minum obat,cakap-cakap dan melakukan aktifitas di
rumah
3) Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi
4) Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
pasien Menilai dan melaporkan keberhasilannnya merawat pasien

5. Dokumentasi Asuhan Keperawatan


Pendokumentasian wajib dilakukan setiap selesai melakukan interaksi dengan pasien
dan keluarga.. Berikut contoh pendokumentasian asuhan keperawatan gangguan sesnsori
persepsi halusinasi.

H. Strategi Pelaksanaan (SP) HALUSINASI


Halusinasi Pasien Keluarga

SP I p SP I k

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan


2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien masalah yang
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien dirasakan keluarga
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien dalam merawat
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan pasien
halusinasi 2. Menjelaskan
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap pengertian, tanda dan
halusinasi gejala halusinasi, dan
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi jenis halusinasi yang
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara dialami pasien
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan beserta proses
harian terjadinya
3. Menjelaskan cara-
cara merawat pasien
SP II p
halusinasi
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi
SP II k
dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain 1. Melatih keluarga
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam mempraktekkan cara
jadwal kegiatan harian merawat pasien
dengan Halusinasi
2. Melatih keluarga
SP III p
melakukan cara
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien merawat langsung
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi kepada pasien
dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang Halusinasi
biasa dilakukan pasien)
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian SP III k
1. Membantu keluarga
membuat jadual
SP IV p
aktivitas di rumah
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien termasuk minum obat
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang (discharge planning)
penggunaan obat secara teratur 2. Menjelaskan follow
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam up pasien setelah
jadwal kegiatan harian pulang

DAFTAR PUSTAKA
NS.NURHALIMAH,2016.Keperawatan Jiwa.Jakarta selatan : Pusdik SDM Kesehatan
NS.NURHALIMAH,2016. Praktikum Keperawatan Jiwa.Jakarta selatan : Pusdik
SDM Kesehatan
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed).Jakarta :Dewan Pengurus Dewan Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed).Jakarta :Dewan Pengurus Dewan Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai