Anda di halaman 1dari 20

Pengantar Jurnalistik

KRIMINALISISASI DAN INTERVENSI PERS OLEH SUMBER


BERITA

Disusun Oleh:
Nabila Ardhana
1802055009
Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Universitas Mulawarman
Periode 2018/2019

0
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Saya
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-
Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas analisis kasus yang bertentangan
dengan nilai Pancasila.

Tugas yang berjudul “Kriminalisasi dan Intervensi Pers oleh Sumber Berita” telah saya
susun dan saya kerjakan dengan maksimal. Tugas ini dibuat untuk memenuhi nilai pada mata
kuliah Pengantar Jurnalistik.

Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah


membantu saya dalam mengerjakan tugas ini, Saya berharap, tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran saya harapkan dari para pembaca
untuk dapat membangun dan juga membuat saya lebih baik kedepannya.

Samarinda, 29 April 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 3
.................................................................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers........................................................................................................ 5
B. Kebebasan dan Intervensi Pers................................................................................ 9
C. Kebebasan Pers pada Masa Orde Baru.................................................................... 13
D. Kebebasan Pers pada Era Reformasi....................................................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 18
B. Saran........................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pada awalnya, di masa orde baru, Pemerintahan Soeharto menjanjikan akan
membebaskan akan kebebasan berpendapat. Masyarakat pun menyambut pemerintahan
Soeharto pada saat itu dengan penuh suka cita. Namun, apa yang diharapkan oleh
masyarakat Indonesia, berbanding terbalik dengan apa yang terjadi, khususnya bagi Pers
Indonesia.
Pers Indonesia harus menghadapi berbagai tekanan dari pemerintah. Tidak
memiliki kebebasan untuk menerbitkan berita-berita yang bersifat menjelekkan atau
mengkritik pemerintahan Soeharno. Tidak hanya pers, masyarakat biasa pun yang
menjelekkan bagaimana buruknya pemerintahan Soeharto akan ditembak secara
misterius.
Tumbangnya masa kepemimpinan Soeharto pada masa orde baru turut menjadi
andil dalam perkembangan kebebasan pers di Indonesia. Sekarang, pers telah memiliki
kebebasan berpendapat dan menerbitkan surat kabar yang mengritik social pemerintah.
Namun, dalam hal mengkritik pun, pers harus memiliki tanggung jawab.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pers?
2. Apa itu kebebasan dan intervensi pers?
3. Bagaimana keadaan pers pada masa orde baru?
4. Bagaimana keadaan pers pada era reformasi?

C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
2. Untuk mengetahui bagaimana kebebasan pers di Indonesia
3. Untuk mengetahui perbandingan antara kebebasan pers pada masa orde baru dan pada
masa sekarang

3
4. Untuk mengetahui bagaimana campur tangan dari kaum elite terhadap pers di
Indonesia
5. Untuk mengetahui kasus pembungkaman pers yang pernah terjadi di Indonesia

4
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Pers
Secara etimologi, kata pers (Belanda), atau press (Inggris), atau presse (Prancis),
berasal dari bahasa Latin, pressare dari kata premere, yang berarti "tekan" atau "cetak".
Pengertian pers secara terminologi ialah "media massa cetak". Dalam bahasa Belanda
ialah gedrukten, atau drukpers atau pers. Adapun dalam bahasa Inggrisnya printed media
atau printing press atau press.

Menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia, Pers memiliki lima makna antara lain
sebagai berikut:

1. Usaha percetakan dan penerbitan;


2. Usaha pengumpulan dan penyiaran berita;
3. Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, dan radio;
4. Orang yg bergerak dl penyiaran berita;
5. Medium penyiaran berita, spt surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film

Istilah pers telah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu jenis media massa
atau media komunikasi massa. Istilah pers juga sudah lazim diartikan sebagai "surat
kabar" (newspaper) atau "majalah" (magazine). Menurut Weiner, pengertian pers adalah
wartawan cetak atau media cetak, publisitas atau pelipuran berita, dan mesin cetak atau
naik cetak.

Pengertian pers dibatasi pada pengertian sempit dan pengertian luas, seperti
dikemukakan oleh Oemar Seno Adji, Pers dalam arti sempit seperti diketahui
mengandung penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan ataupun berita-berita dengan jalan
kata tertulis. Sebaliknya, pers dalam arti yang luas memasukkan di dalamnya semua
media mass communications yang memancarkan fikiran dan perasaan seseorang baik
dengan kata-kata tertulis mau pun dengan kata-kata lisan. Ditegaskan oleh Commission

5
on The Freedom of The Press, bahwa: “If will be understood that we ae using the term
“press” to include all means of communicating to the public newspapers, magazines, or
books, by radio broadcast, by television, or by films”.

Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa


"Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik, meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia."
Pengertian pers menurut Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pers Pasal 1 ayat (1) adalah Pers adalah lembaga kemasyarakatan alat
revolusi yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat
umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya diperlengkapi atau tidak
diperlengkapi dengan alat-alat teknik lainya.
Pers mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu pertama merupakan medium
komunikasi yang tertua di dunia, dan kedua pers sebagai lembaga masyarakat dan juga
sistem politik. Sebagai medium komunikasi, pers harus sanggup hidup bersama-sama dan
berdampingan dengan lembaga-lembaga lainnya dalam suatu keserasian. Dalam hal ini,
sifat hubungan antara satu sama lainnya tidak akan luput dari landasan falsafah dan
ideologi yang dianut oleh masyarakatnya dan juga struktur/sistem politik yang berlaku.

Fungsi Pers
Dalam pasal pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungsi pers yaitu
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol sosial. Sedangkan Pasal 6
UU Pers Nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:

 Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai nilai dasar demokrasi
dan mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM. Pers juga harus menghormati
kebinekaan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat
dan benar melakukan pengawasan.

6
 Sebagai pelaku Media Informasi
1. Pers sebagai Media Informasi
Fungsi pers yang penting yaitu sebagai media informasi, karena masyarakat
memerlukan informasi mengenai berbagai hal yang diperlukan dalam hidupnya, baik
itu informasi ekonomi (bisnis), politik, hobi, atau bidang-bidang lainnya yang
berguna. Informasi yang disajikan oleh pers adalah informasi yang telah diseleksi
dari berbagai berita yang masuk ke meja redaksi, dari berbagai sumber yang
dikumpulkan oleh para reporter di lapangan. Pers berfungsi positif dalam mendukung
kemajuan masyarakat, dan memiliki tanggung jawab menyebarluaskan informasi
tentang kemajuan dan keberhasilan pembangunan kepada masyarakat.
Di dalam hal ini media berfungsi sebagai sarana konunikasi dari media itu sendiri
kepada masyarakat luas.
2. Pers sebagai Media Pendidikan
Ini mempunyai arti bahwa informasi dari pers yang disebarluaskan melalui media
juga mempunyai fungsi untuk mendidik, mencerdaskan, mengandung kebenaran, dan
bisa mendorong untuk berbuat kebaikan. Pers sebagai media pendidikan (mass
education) juga berguna dalam pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan hidup
manusia. Masyarakat yang secara teratur mencari dan mendapat berita dari media
massa akan bertambah pengetahuan, wawasan, dan tentunya juga ilmu. Dalam
Pembinaan Idiil Pers disebutkan juga bahwa pers harus mampu menghidupkan
prakarsa pelaksanaan demokrasi Pancasila. Intinya informasi yang disampaikan
harus secara objektif dan selektif. Objektif artinya hal yang disampaikan asli atau
tanpa adanya perubahaan sedikit pun oleh wartawan dan Selektif maksudnya hanya
berita yang pantas atau layak disampaikan kepada masyarakat luas. Salah satu contoh
nyata pers bisa berfungsi sebagai media pendidikan ialah banyak siswa sekolah yang
browsing lewat internet untuk mencari materi pelajaran atau browsing untuk
menyelesaikan tugas.

7
3. Pers sebagai Media Entertainment (Hiburan)

Di dalam Undang-Undang No 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1 dinyatakan bahwa


salah satu fungsi pers yaitu sebagai hiburan. Hiburan yang diberikan pers patutnya
tidak keluar dari aturan yang berlaku. Hiburan yang sifatnya mendidik atau netral
jelas diperbolehkan, dan yang melanggar nilai agama, HAM, moral, atau peraturan
lain tidak diperbolehkan. Fungsi pers sebagai media hiburan tentu bukan hanya untuk
menimbangi berita yang berat, tetapi memang menjadi kebutuhan dasar manusia
bahwa hiburan itu perlu dan harus dipenuhi. Hiburan tersebut bisa diperoleh dari
media elektronik maupun cetak.Atau bisa mencari hiburan dengan mendengar radio,
melihatnya melalui televisi, browsing di internet, melihat video youtube, dan lainnya.
Artinya memang pers berfungsi juga sebagai media hiburan.

4. Pers sebagai Media Kontrol Sosial

Pers sebagai media kontrol sosial yaitu memiliki fungsi untuk mengontrol,
mengkoreksi, mengkritik sesuatu yang sifatnya konstruktir, artinya sesuatu yang
membangun bukannya merusak atau destruktir. Fungsi kontrol sosial tergantung dari
wartawannya, karena tidak semua berita memiliki fungsi kontrol sosial. Wartawan
yang mempunyai kebebasan memasukan kontrol sosial di dalam berita yang dibuat.
Pers semestinya bisa melaksanakan kontrol sosial guna mencegah terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan, entah itu KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) maupun
penyimpangan dan penyelewengan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara. Kehadiran pers disini untuk memperbaiki keadilan, kontrol sosial yang
dilakukan media massa sangat penting. Pers menginformasikan berita buruk agar
peristiwa itu tidak terulang kembali sehingga kesadaran berbuat baik dan taat
peraturan semakin tinggi. Sehingga tujuan koreksi, kritik dan kontrol adalah untuk
kepentingan umum, bangsa/negara dan pembangunan.

5. Pers sebagai Lembaga Ekonomi

Zaman sekarang pers tidak hanya sebagai media informasi, tetapi juga merupakan
lembaga ekonomi. Sebagai lembaga ekonomi media massa tidak hanya bertujuan

8
untuk menghidupi penerbit media massa sendiri, tetapi juga untuk meraup
keuntungan (untuk bisnis). Pers tumbuh menjadi industri media yang mampu
mendapatkan dan menyerap lapangan kerja yang cukup menggiurkan dan
menciptakan keuntungan yang tidak sedikit. Tetapi yang kita harapkan di pers bahwa
seharusnya pers berorientasi kepada kepentingan publik daripada kepentingan bisnis.
Karena aerdapat pendapat bahwa sebagian besar surat kabar dan majalan di Negara
ini menjadikan pembaca sebagai mangsa pasar da komoditas untuk menarik
pembaca. Perilaku ini menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan akhir pers.

Peranan Pers

Peranan pers sudah terdapat dalam UU No. 40 Tahun 1999, dan berikut ini adalah
point point tentang peranan pers :

1. Untuk memenuhi hak masyarakat dalam mengetahui sebuah informasi.


2. Untuk menegakkan suatu nilai nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya sebuah
supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta untuk menghormati kebhinnekaan.
3. Untuk mengembangkan pendapat umum yang berdasarkan sebuah informasi yang
tepat, akurat dan benar.
4. Untuk melakukan sebuah pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal hal yang
berkaitan dengan suatu kepentingan umum.
5. Untuk memperjuangkan suatu keadilan dan kebenaran.

Pers mempunyai peranan penting dalam memberikan sebuah informasi terhadap


masyarakat agar masyarakat tidak ketinggalan dalam mendapatkan sebuah informasi.

B. Kebebasan dan Intervensi Pers.


Kebebasan Pers adalah kebebasan menggunakan pendapat, baik secara tulisan
maupun lisan, melalui media pers, seperti harian, majalah, dan buletin. Kebebasan pers
dituntut tanggung jawabnya untuk menegakkan keadilan, ketertiban, dan keamanan
dalam masyarakat. Kebebasan pers harus disertai tanggung jawab sebab kekuasaan yanb

9
besar dan bebas yang dimiliki manusia mudah sekali disalahgunakan dan dibuat semena-
mena. Demikian juga pers harus mempertimbangkan apakah berita yang disebarkan dapat
menguntungkan masyarakat luas atau memberi dampak positif pada masyarakat dan
bangsa. Inilah segi tanggung jawab pers. Jadi, pers diberikan kebebasan dengan disertai
tanggung jawab sosial.

Kebebasan pers (bahasa Inggris: freedom of the press) adalah hak yang diberikan
oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-
bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan menerbitkan surat
kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau
perlakuan sensor dari pemerintah.

Secara konseptual kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas,


bijaksana, dan bersih. Melalui kebebasan pers masyarakat akan dapat mengetahui
berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and
balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri. Karena itu, media
dapat dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legeslatif, dan
yudikatif. Kebebasan pers pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas
demokrasi. Dengan kebebasan pers, media massa dimungkinkan untuk menyampaikan
beragam informasi, sehingga memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan
di dalam demokrasi atau disebut civic empowermen

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat
1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat
kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers
nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan
informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di
depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

10
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.

Kebebasan pers sebagai perwujudan dari kebebasan berbicara kebebasan


berekspresi memang mempunyai makna yang signifikan terhadap peningkatan kualitas
pemerintahan maupun kecerdasan masyarakatnya sendiri. Dengan kebebasan pers,
pemerintah dan rakyat dapat mengetahui berbagai peristiwa atau realitas yang sedang
terjadi, maupun berbagai pendapat dan argumentasi yang acap kali saling bertentangan.
Melalui kebebasan pers, komunikasi politik yang berupa kritikan kepada pejabat, instansi
pemerintah, maupun institusi masyarakat sendiri dijamin oleh negara, tanpa takut
ditindak. Memang kritikan acap kali dirasa tidak menyenangkan bagi penerima kritik.
Kebebasan pers juga menjamin semakin terpenuhinya hak masyarakat untuk tahu
terhadap berbagai peristiwa yang sedang terjadi    (theoharis, 1998:160 ). Pada hakikatnya
hak masyarakat untuk tahu merupakan hal penting yang harus dipenuhi oleh media
massa. Asumsinya, media massa ataupun pers merupakan institusi sosial yang dibentuk
dan dihidupi oleh masyarakat penggunanya, karena itu sudah jamaknya jika media harus
berorientasi memenuhi hak rakyat yang menghidupinya itu. Dalam hal ini media massa
menjadi sarana manusia untuk memahami realitas. Dan gambaran tentang realitas (
virtual reality ) yang berasal dari informasi inilah yang nantinya mempengaruhi sikap dan
perilaku mereka. Kalau informasi media yang diungkap media tidak utuh karena tidak
adanya kebebasan pers, maka gambaran tentang realitas itupun akan bias, dan akhirnya
sikap dan perilaku masyarakat pun akan keliru. Inilah yang kemudian memunculkan
tuntutan adanya hak masyarakat untuk tahu, yang syaratnya adalah kebebasan pers tadi.
Jika kebebasan pers mengalami tekanan, inforasi yang muncul di media massa bukan saja
tidak transparan, tetapi juga informasi mengenai fakta fakta itu menjadi tidak lengkap
( premateur facts ).
Ciri-ciri pers yang merdeka berdasarkan teori libertarian dapat diperinci sebagai
berikut: publikasi bebas dari setiap penyensoran pendahuluan; penerbitan dan
pendistribusian terbuka bagi setiap orang tanpa memerlukan izin atau lisensi; kecaman
terhadap pemerintah, pejabat atau partai politik tidak dapat dipidana; tidak ada kewajiban
mempublikasikan segala hal; publikasi ”kesalahan” dilindungi sama halnya dengan

11
publikasi kebenaran dalam hal-hal yang berkaitan dengan opini dan keyakinan; tidak ada
batasan hukum terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi; dan
wartawan punya otonomi profesional dalam organisasi mereka. Berdasarkan hal tersebut
di atas maka sistem pers dan kebebasan pers di era reformasi dikategorikanpers liberal
dari Fred S Siebert.
Kebebasan Pers memiliki empat aliran yang menghasilkan teori mengenai pers.
Teori tersebut adalah sebagai berikut.
1. Teori Pers Totalitarian

Teori ini muncul di Rusia pada abad ke-19. Falsafah teori totalitarian adalah media massa
sebagai alat negara untuk menyampaikan segala sesuatunya kepada rakyat. Pengguna
media adalah anggota partai yang setia. Media massa dikontrol secara ketat oleh
pemerintah dan dilarang melakukan kritik atas tujuan dan kebijakan.

2. Teori Pers Libertarian

Teori ini muncul di Inggris, kemudian masuk ke Amerika hingga keseluruh dunia.
Falsafah teori ini adalah pers memberi penerangan dan hiburan dengan menghargai
sepenuhnya individu. Teori libertarian menganut paham ideologi kebebasan pers yang
sebebas-bebasnya tanpa ada campur tangan pengontrol terhadap media di dalamnya.
Ideologi inilah yang diterapkan oleh media massa yang bercorak free press. Pers menjadi
alat kontrol masyarakat kepada pemerintah dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.

3. Teori Pers Social Responsibility

Teori ini menyatakan bahwa pers memiliki tanggung jawab sosial. Teori ini
dikembangkan di Amerika pada abad ke-20. Falsafah teori ini adalah pers memberikan
penerangan, hiburan, dan menjual produk. Namun, pers dilarang melanggar kepentingan
orang lain dan masyarakat. Teori ini berada di tengah antara teori authoritarian dan
libertarian. Hingga saat ini, dunia pers di Amerika menganut teori social responsibility
yang berada netral di antara kedua kutub yang ada.

4. Teori Pers Authoritarian

12
Teori ini dikembangkan di Inggris mulai abad ke-16 dan 17, kemudian ke seluruh dunia.
Falsafah teori authoritarian adalah pers menjadi kekuasaan mutlak kerajaan atau
pemerintah yang berkuasa guna mendukung kebijakannya. Pers difungsikan untuk
mengabdi pada kepentingan negara. Dengan demikian, yang berhak menggunakan media
komunikasi adalah siapa pun yang mendapat izin dari kerajaan atau pemerintah. Teori ini
memberikan keleluasaan kepada negara untuk melakukan intervensi kepada pers.

Intervensi kepada pers, adalah bentuk pencederaan hak publik atas informasi
yang benar. Upaya intervensi adalah upaya melawan hukum. UU no 40 tahun 1999 pasal
4 menjadi landasan kemerdekaan pers. Kebebasan pers pada dasarnya adalah kebebasan
hak warga masyarakat memperoleh informasi yang diperlukan untuk membentuk
pendapatnya disatu pihak dan menyatakan pendapat dipihak lain.

C. Kebebasan pers pada masa orde baru


Di masa Orde Baru pers diatur dengan Undang-undang No. 11 Tahun 1966,
Undang-undang No. 4 Tahun 1967 dan Undang-undang No. 21 Tahun 1982 yang
merupakan produk rezim Soeharto yang represif. Selama masa Orde Baru menghasilkan
sistem pers yang otoriter dengan kedok sistem pers Pancasila yaitu pers yang bebas dan
bertanggung jawab, sehingga akibatnya kebebasan pers sangat dikekang yaitu dengan
cara breidel dan menjebloskan ke penjara yang anti pemerintah.
Praktis antara tahun 1966 sampai dengan awal tahun 1970-an hampir tidak ada
masalah antara pers dengan pemerintah. Pers boleh meliput apapun sejauh pers tidak
menentang kekuasaan yang anti komunis (Oey dalam Hanazaki, 1998:20) Tetapi, sejak
awal 1970-an masalah mulai muncul. Lambat laun kebebasan mulai dikekang, terutama
menjelang dilaksanakannya pemilu 1971. Secara perlahan musuh politik presiden
Soeharto mulai muncul, orang-orang yang tidak puas terhadap pemerintahan baru berani
berbicara lantang. Peristiwa-peristiwa semacam ini tidak luput dari liputan pers. Liputan
yang dilakukan pers ikut menyulut komponen lain untuk menentang pemerintah.
Puncaknya meletuslah peristiwa Malari 1974 yang me-nentang penggunaan produk
buatan Jepang. Sejak peristiwa tersebut, pemerintah mu-lai melakukan control terhadap
pers. Karena pers mulai dianggap membahayakan stabilitas negara.

13
Memang pemerintah Orde Baru telah menciptakan mekanisme kontrol yang
efektif terhadap pers. Kontrol itu bisa berupa slogan-slogan, seperti pers yang bebas dan
bertanggung jawab atau interaksi positif antara pemerintah, pers dan masyarakat
(Luwarso, 1998, 27). Untuk memenuhi harapan ini, yang diperlukan bukan saja
penggelaran aparatur represif dari negara untuk mengendalikan oposisi dan
pembangkangan, tetapi tak kalah hebatnya upaya-upaya mengendalikan dan
memanipulasi sistem reproduksi ideasional demi meratakan jalan bagi pengoperasian
hegemoni makna (Ibrahim, 1996:27-28). Perekayasaan isu menjadi efektif karena kontrol
kekuasaan terhadap media massa, sehingga kekuasaan bisa menentukan apa yang boleh
dimuat dan tidak boleh dimuat dalam hampir semua media massa resmi melalui budaya
telepon , pembinaan , ancaman pembredelan dan kontrol melalui saham yang ditanamkan
di media massa yang bersangkutan (Sudjatmiko, 2000:251).
Jelas sekali bahwa kemerdekaan pers tidak hanya dipasung melalui pembatasan-
pembatasan melalui kegiatan jurnalistiknya seperti pembredelan, budaya telepon,
ancaman, bahkan pembunuhan terhadap wartawan yang dinilai menganggui kepentingan
orang yang dekat dengan kekuasaan.15 Pada acara-acara briefing terhadap para
pemimpin redaksi, tak jarang pula dipesankan agar tidak memuat berita kegiatan
mahasiswa di halaman depan. Gejala ini terus berlangsung hingga menjelang kejatuhan
Orde Baru. Bersamaan dengan penekanan terhadap kemerdekaan pers, hal yang
sama juga dilakukan terhadap para mahasiswa, misalnya dengan dilakukannya
penculikan dan penembakan mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, pada aksi
menuntut Soeharto mundur dari jabatan Presiden (Mei 1998). Bahkan, dalam kurun
waktu yang hampir bersamaan, beberapa penerbit anti pemerintah, seperti Tabloid Delik,
Majalah Berita Tempo, dan Editor dicabut SIUPP nya oleh pemerintah pada tahun 1996.
Majalah SINAR, yang waktu itu penulis pimpin sebagai pemimpin redaksi, mendapat
peringatan keras terakhir dari Deppen, karena memuat berita penyerangan kantor DPP
PDIP di Jalan Diponegoro Jakarta, serta memuat foto uskup Belo di sampul depan setelah
ia mendapat hadiah Nobel Perdamaian, dan sebagainya.
Intervensi melalui penguasaan saham juga merupakan salah satu cara yang efektif
bagi pemerintah. Seperti diketahui, banyak sekali kroni-kroni elite politik me-nguasai
jaringan penerbitan di Indonesia yang cenderung membentuk konglomerasi media dari

14
hulu sampai hilir. Sebagai contoh mantan menteri penerangan Harmoko menguasai
mayoritas saham di Pos Kota Group yang membawahi 31 penerbitan, Surya Paloh dan
Siti Hardijanti Rukmana dengan Surya Persindo Groupnya membawai 6 penerbitan, Jawa
Pos Group yang dimiliki oleh Eric Samola membawahi hampir 23 anak perusahan
penerbitan (Hanazaki, 1998:104--107). Data tersebut belum termasuk stasiun televisi
swasta yang hampir semuanya dimiliki oleh kroni Cendana. Seringkali para pemilik
saham tersebut ikut campur dalam masalah isi redaksional penerbitan. Contoh kasus
majalah Gatra yang dimiliki oleh Bob Hasan, Bob Hasan sering mengintervensi isi
pemberitaan terutama jika menyangkut kepentingan Cendana dan kepentingan bisninya.
Pada kasus pembredelan majalah Tempo ada deal-deal dibelakang layar yang
membolehkan Tempo terbit kembali dengan syarat Gunawan Mohammad keluar dari
Tempo.
Walaupun demikian, tidak berarti pers berdiam diri dan tidak melakukan kontrol
terhadap pemerintah. Berbagai upaya dilakukan untuk menyiasati keadaan tersebut.
Seorang wartawan senior, Jakob Oetama pernah mengemukakan, agar tetap selamat, pers
Indonesia harus berlaku seperti kepiting bebelok jika terhalang batu (Luwarso, 1998:26).
Salah satu yang digunakan adalah penggunaan bahasa eufimisme dalam melaporkan
suatu peristiwa yang sensitif. Eufimisme merupakan gaya bahasa yang menuntut
pembaca untuk bisa melihat hal yang tersirat. Akibatnya muncullah dalam khasanah surat
kabar kata-kata diamankan untuk mengganti kata ditangkap, diminta keterangan untuk
mengganti-kan kata hukuman, penyesuaian harga untuk menggantikan istilah kenaikan
harga, perbedaan pendapat untuk menggambarkan adanya perpecahaan dalam organisasi,
kekurangan gizi untuk me-nggantikan kata kelaparan. Kata-kata yang demikian
merupakan produksi media un-tuk membungkus sebuah fakta agar kelihatan lebih halus.
Bagi sebagian kalangan penggunaan bahasa eufimistik mendapat dukungan, karena
dianggap lebih sopan atau untuk sopan santun. Tetapi, bagi pers sebetulnya tidak bisa
diterima, hal tersebut sa-ma saja dengan menutupi kebenaran yang sebenarnya
Pada kasus pers, eufimisme digunakan untuk menutupi fakta yang sesungguhnya.
Tampubolon (dalam Suparno, 2000:13) menggunakan istilah fenomena negatif dalam
eufimisme untuk membuat suatu informasi menjadi tidak jelas maknanya. Yang pada

15
ujungnya menimbulkan pembudayaan ketidaksesuaian antara makna dan kata yang pada
gilirannya menim-bulkan pembusukan moralitas individu, masyarakat dan budaya.

D. Kebasan pers pada era reformasi


Padadi era Reformasi setelah lengsernya Soeharto kehidupan pers diberlakukan
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang penuh dengan euforia. Di era
Reformasi sistem pers menuju ke sistem pers liberal yaitu dengan adanya euforia
kebebasan yang kebablasan karena tidak ada lagi ketentuan regulasi yang represif.Tahun
1998 gerakan reformasi berhasil menumbangkan rezim Orde Baru.
Keberhasilan gerakan ini melahirkan peraturan perundang- undangan sebagai
pengganti peraturan perundang-undangan yang menyimpang dari nilai- nilai Pancasila,
yaitu Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Peraturan ini berbeda dengan UU
No. 11 Tahun 1966 jo UU No. 4 Tahun 1967 jo UU No. 21 Tahun 1982 yang memberi
kewenangan kepada pemerintah untuk mengontrol sistem pers, UU No. 40 Tahun 1999
lebih memberi kewenangan kontrol kepada masyarakat antara lain terletak pada pasal 15
ayat (1) yang menyatakan bahwa ”dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan
meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen”. Adapun
Pasal 17 menyatakan bahwa masyarakat dapat melakuan kegiatan untuk mengembangkan
kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan, kegiatan
tersebut berupa memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika
dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; dan menyampaikan usulan
dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers
nasional.
Pembebasan kegiatan pers dari belenggu rezim Orde Baru di era reformasi, ada
tali temalinya dengan realitas produk hukum represif dan konfigurasi politik otoriter yang
dirasakan sangat pahit selama tiga puluh dua tahun Orde Baru. Berbagai penyempurnaan,
penghapusan dan pembuatan nilai-nilai baru yang relevan dengan nilai-nilai demokrasi
dan hukum responsive merupakan antitetis dari keadaan sebelumnya yang membelenggu
pers Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informasi, Syamsul Muarif sering mengatakan
bahwa pada era reformasi ini kemerdekaan pers dan kedudukan pers sangat kuat. Hal itu
digambarkan, betapa pemerintah sangat berhati-hati dalam menanggapi berita dan kritik

16
tentang pers dalam hal Daerah Operasi Militer di Ambon. Begitu kuatnya pengaruh dan
kedudukan pers di era Reformasi, sehingga kedudukan pers Indonesia bukan lagi sebagai
pilar keempat demokrasi, tetapi menjadi pilar pertama demokrasi. Jadi gejala pers di
Indonesia, bukan lagi sebagai pilar keempat demokrasi seperti yang dijuluki dalam teori
the four estate of democracy life. Gejala kemerdekaan pers di Indonesia, tercermin pula
melalui hasil survey organisasi Reporter Without Border, di Paris tahun 2002, bahwa
kemerdekaan pers di Indonesia terbaikdi Asia Tenggara.
Sejatinya, kebebasan pers dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat
tanpa adanya pembatasan baik dalam bentuk regulasi maupun dengan tindakan
kekerasan. Pers nasional bebas mempunyai hak untuk mencari, memperoleh dan
menyebarluaskan tanpa gangguan maupun swasensor baik dari pemilik media itu sendiri
maupun dari pihak pemerintah dalam bentuk regulasi.
Kini kebebasan pers sedang mengalami kemajuan. Kalau pada era Orde Baru
terdapat ketentuan tentang pembredelan yang jelas- jelas diatur dalam UU yang lama,
yang menyebabkan pemerintah dapat menghentikan produksi media yang berseberangan
dengan pemerintah, namun ketentuan itu tidak ada lagi dalam UU No. 40 Tahun 1999.
Meskipun demikian, UU yang baru ini tidak menjamin adanya perubahan di tingkat
pelaksanaan. Masih saja terjadi kriminalisasi terhadap pers.
Adanya pergantian aktor dalam memusuhi pers yang tadinya negara, kemudian
diganti oleh kroni-kroni negara yang berusaha membatasi, mulai dari pengusaha, pejabat
negara, kemudian tokoh-tokoh masyarakat yang bisa membayar advokat dengan harga
tinggi.
Menurut teori pers liberal, pers bukan instrumen pemerintah, akan tetapi sarana
hati masyarakat untuk mengawasi pemerintah dan menentukan sikap terhadap
kebijaksanaannya. Karena itu, pers seharusnya bebas dari pengawasan dan pengaruh
pemerintah. Itulah sebabnya di dalam masyarakat liberal, kemerdekaan pers dipandang
sebagai suatu hal yang sangat pokok karena dari kemerdekaan pers yang tumbuh di suatu
negara merupakan barometer dari kemerdekaan yang dimiliki oleh masyarakat. Karena
itu sensor dipandang sebagai restriksi yang inkonstitusional terhadap kemerdekaan pers.
Hal tersebut dipandang sebagai suatu pelanggaran terhadap prinsip atau gagasan ”pers
merdeka”.

17
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Dari hasil deskripsi yang telah saya kumpulkan dapat ditarik kesimpulan bahwa
kebebasan pers dibawah rezim Soeharto pada zaman dulu sangat menyulitkan pers dalam
menyampaikan berita. Pers harus memakai perkataan yang sedikit “halus”. Namun,
dengan memakai perkataan yg lebih “halus” itu menyebabkan adanya maksud yang
kurang jelas.
Pada pers di era reformasi, kebebasan pers untuk menerbitkan atau
menyampaikan berita sudah dilindung oleh Undang-undang. Sekarang pers sudah bisa
mengkritik pemerintah, namun juga tetap dengan penuh tanggung jawab. Sekarang,
musuh-musuh pers bukan hanya dari pemerintah, tapi juga dari kroni-kroni negara yang
berusaha membatasi, mulai dari pengusaha, pejabat negara, kemudian tokoh-tokoh
masyarakat yang bisa membayar advokat dengan harga tinggi.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan yang membaca akan mengerti betapa
susahnya dulu pers memperjuangkan hak bersuaranya untuk menyampaikan pendapat,
bukan hanya pers. Namun orang biasa juga susah untuk menyuarakan ataupun
mendapatkan berita yang kredibel.

18
Daftar Pustaka

https://studijurnalistik.blogspot.com/2013/11/pengertian-pers-apa-itu-pers.html

https://pusatlaguku.wordpress.com/2012/11/17/apa-itu-pers-definisi-pengertian-pers/

https://seputarilmu.com/2018/12/jenis-pers.html

http://www.zonasiswa.com/2015/11/kebebasan-pers-landasan-hukum-teori.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan_pers

https://docs.google.com/viewerng/viewer?
url=http://www.dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/viewFile/85/36

https://wantysastro.wordpress.com/2012/12/02/pengertian-kebebasan-pers/

http://www.dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/view/85/36

https://mafiadoc.com/intervensi-pemerintah-terhadap-kebebasan-pers-dan-
munculnya_598428081723ddd069faf56e.html

19

Anda mungkin juga menyukai