Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH BA’I SALAM DAN ISTISHNA

PERBANKAN SYARIAH SEMESTER II


Di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
yang dibimbing oleh
Dosen: Muhammad As’ari Hasan, S.Pd.I, MM

Di susun oleh :
MOHAMMAD RAMDHANI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SHALAHUDDIN (STAIS)

PRODI PERBANKAN SYARIAH


KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Daftar isi

BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A.      Latar Belakang.........................................................................................................................4
B.     Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
C.    Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A.      AS-SALAM.............................................................................................................................5
1.      Pengertian As-Salam dan Dasar Hukumnya.........................................................................5
2. Jenis akad Bai Salam...............................................................................................................6
3. Karakteristik Akad Salam.......................................................................................................7
4.    Rukun dan Syarat Jual Beli As-Salam....................................................................................8
5. Skema AS-SALAM dan Skema AS-SALAM PARAREL......................................................9
B.       AL-ISTISHNA’....................................................................................................................12
1.      Pengertian Al-Istishna’.......................................................................................................12
2. Jenis Akad Istishna...............................................................................................................13
3. Karakteristik Akad Istishna..................................................................................................14
4.     Rukun dan Syarat al-Istishna’..............................................................................................16
5. Skema Al-isthisna dan istishna’ pararel...............................................................................17
C.      PERBANDINGAN ANTARA AS-SALAM DAN AL-ISTISHNA.......................................20
BAB III................................................................................................................................................21
PENUTUP...........................................................................................................................................21
A.   Simpulan...................................................................................................................................21
B.   Saran.........................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah islamiah
terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan bahkan sampai puluhan.
Sungguhpun demikian, dari sekian banyak itu, ada tiga jenis jual beli yang telah
dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam
perbankan syariah yaitu murabahah, as-salam, dan al-istishna’.

Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah penghimpunan dana,
penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas resiko serta kegiatan-kegiatan
lainnya. Pada perbankan syariah, prinsip jual beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan
barang. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga
atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
dan waktu penyerahan barang.

Pada makalah ini akan dibahas jenis pembiayaan salam dan istishna’. Jual beli dengan salam
dan istishna’ ini, akadnya sangat jelas, barangnya jelas, dan keamanannya juga jelas. Maka
jual beli salam dan istishna’ wajar jika masih banyak diminati.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian, jenis, dan karakteristik as-salam dan al-istishna’ serta dasar hukumnya?

2.      Apa rukun dan syarat dari as-salam  dan al-istishna’?

3.      Bagaimana perbedaan as-salam dan al-istishna’ ?

C.    Tujuan
1 Untuk mengetahui pengertian,jenis, dan karakteristik as-salam dan al-istishna’ serta dasar
hukumnya.

2.    Untuk mengetahui rukun dan syarat as-salam dan al-istishna’.

3.    Untuk mengetahui perbedaan as-salam  dan al-istishna’?


BAB II

PEMBAHASAN

A.      AS-SALAM

1.      Pengertian As-Salam dan Dasar Hukumnya


Secara bahasa as-salam  atau as-salaf  berarti pesanan. Secara terminologis para ulama
mendefinisikannya dengan: “Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau
menjual suatu (barang) yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal lebih awal,
sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari”.

Untuk hal ini para fuqaha (ahli hukum islam) menamainya dengan Al-Mahawi’ij yang artinga
“barang mendesak”, sebab dalam jual beli ini barang yang menjadi objek perjanjian jual beli
tidak ada ditempat, sementara itu kedua belah pihak telah sepakat untuk melakukan
pembayaran terlebih dahulu.

Dalam perjanjian As-Salam ini pihak pembeli barang disebut As-Salam (yang menyerahkan),
pihak penjual disebut Al-Muslamuilaihi (orang yang diserahi), dan barang yang dijadikan
objek disebut Al-Muslam Fiih (barang yang akan diserahkan), serta harga barang yang
diserahkan kepada penjual disebut Ra’su Maalis Salam (modal As-Salam).

Adapun yang menjadi dasar hukum pembolehan perjanjian jual beli dengan pembayaran yang
didahulukan ini disandarkan pada surat Al-Baqarah ayat 282:

 …

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya…”

Disamping itu terdapat juga ketentuan hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim yang
artinya berbunyi :

“Siapa yang melakukan salaf, hendaklah melaksanakannya dengan takaran yang jelas dan
timbangan yang jelas pula, sampai dengan batas waktu tertentu..

Dari ketentuan hukum diatas, jelas terlihat tentang pembolehan pembayaran yang
didahulukan.

Pembiayan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian,
perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk
modal awal dalam melaksanakan aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana
pada saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar salam kembali. Dengan
melakukan transaksi salam, maka petani dan peternak dapat mengambil manfaat tersebut.

2. Jenis akad Bai Salam

Salam, merupakan transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada
ketika transaksi dilakukan, pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan
penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.

Salam paralel, artinya melaksanakan dua transaksi bai’ salam yaitu antara pemesan
dan penjual dan antara penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya
secara simultan.

Beberapa ulama kontemporer melarang transaksi salam paralel terutama jika


perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus menerus.

Hal demikian dapat menjurus kepada riba. Paralel salam dibolehkan asalkan
eksekusi kontrak salam kedua tidak tergantung pada eksekusi kontrak yang
pertama.
3. Karakteristik Akad Salam

1. Harga, Spesifikasi, Karakterisik, Kualitas, Kuantitas dan waktu penyerahan aset yang
dipesan sudah ditentukan dan disepakati ketika akad terjadi.

2. Dalam akad salam, harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah
selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang
telah disepakati sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiar yaitu memilih apakah
transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.
4.    Rukun dan Syarat Jual Beli As-Salam

1)      Mu’aqidain : Pembeli (muslam) dan penjual ( muslam ilaih)

a.       Cakap bertindak hukum ( baligh dan berakal sehat).

b.      Muhtar ( tidak dibawah tekanan/paksaan).

2)      Obyek transaksi ( muslam fih):

a.       Dinyatakan jelas jenisnya

b.      Jelas sifat-sifatnya

c.       Jelas ukurannya

d.      Jelas batas waktunya

e.       Tempat penyerahan dinyatakan secara jelas

3)      Sighat ‘ijab dan qabul

4)      Alat tukar/harga

a.       Jelas dan terukur

b.      Disetujui kedua pihak

c.       Diserahkan tunai/cash ketika akad berlangsung


5. Skema AS-SALAM dan Skema AS-SALAM PARAREL

Contoh kasus :

Seorang petani memiliki 2 hektar sawah mengajukan pembiayaan ke bank sebesar Rp


5.000.000,00. Penghasilan yang didapat dari sawah biasanya berjumlah 4 ton dan beras dijual
dengan harga Rp 2.000,00 per kg. ia akan menyerahkan beras 3 bulan lagi. Bagaimana
perhitungannya?

Bank akan mendapatkan beras Rp 5juta dibagi Rp 2.000,00 per kg = 2.5 ton. Setelah melalui
negoisasi bank menjual kembali pada pihak ke 3 dengan harga Rp 2.400,00 per kg yang
berarti total dana yang kembali sebesar Rp 6juta. Sehingga bank mendapat keungtungan 20%.
Ketentuan Syariah
1. Pelaku

a. ada penjual dan pembeli

b. Cakap hukum (Berakal dan dapat membedakan),

2. Obyek akad

modal salam :

1.1 modal harus diketahui jenis dan jumlahnya

1.2 Berbentuk uang tunai. Para ulama berbeda pendapat masalah


bolehnya pembayaran dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa
ulama menganggapnya boleh.

1.3 Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh


utang atau merupakan pelunasan utang. Hal ini adalah untuk
mencegah praktek riba melalui mekanisme salam

Barang salam :

◦ Barang tersebut harus dapat dibedakan/ diidentifikasi mempunyai spesifikasi


dan karakteristik yang jelas seperti kualitas, jenis, ukuran dan lain sebagainya
sehingga tidak ada gharar.

◦ Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang
ditentukan

◦ Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan, akad
menjadi fasid/rusak

◦ Pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai dengan barang yang dipesan
tersedia

◦ Atau membatalkan akad sehingga penjual harus mengembalikan dana yang


telah diterima

◦ Apabila barang yang dikirim cacatatau tidak

◦ sesuai dengan yang disepakati dalam akad, maka

◦ pembeli bolehmelakukan khiar atau memilih untuk menerima atau menolak.


B.       AL-ISTISHNA’

1.      Pengertian Al-Istishna’
Al-Istishna’ adalah akad jual beli pesanan antara pihak produsen / pengrajin / penerima
pesanan ( shani’) dengan pemesan ( mustashni’) untuk membuat suatu produk barang dengan
spesifikasi tertentu (mashnu’) dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggungjawab
pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir.

Secara umum landasan syariah yang berlaku pada bai’ as-salam juga berlaku pada bai’ al-
istishna’. Menurut Hanafi, bai’ al-istishna’  termasuk akad yang dilarang karena mereka
mendasarkan pada argumentasi bahwa pokok kontrak penjualan harus ada dan dimiliki oleh
penjual, sedangkan dalam istishna’, pokok kontrak itu belum ada atau tidak dimiliki penjual.
Namun mazhab Hanafi menyutui kontrak istishna’  atas dasar istishan.

Tujuan istishna’ umumnya diterapkan pada pembiayaan untuk pembangunan proyek seperti


pembangunan proyek perumahan, komunikasi, listrik, gedung sekolah, pertambangan, dan
sarana jalan. Pembiayaan yang sesuai adalah pembiyaan investasi.
2. Jenis Akad Istishna
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan

pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat, shani’).

Istishna’Paralel adalah suatu bentuk akad istishna’’

antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan,
penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (sub kontraktor) yang dapat memenuhi
aset yang dipesan pembeli. Syaratnya akad istishna’ pertama tidak bergantung pada istishna’
kedua. Selain itu penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama konstruksi.
3. Karakteristik Akad Istishna

Barang pesanan harus memenuhi kriteria:

a. memerlukan proses pembuatan ;

b. sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk massal; dan

c. diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis,


kualitas, dan kuantitasnya.
4.     Rukun dan Syarat al-Istishna’

Pada prinsipnya bai’ al-istishna’ adalah sama dengan bai’ as-salam. Maka rukun dan


syarat istishna’  mengikuti bai’ as-salam.  Hanya saja pada bai’ al-istishna’  pembayaran tidak
dilakukan secara kontan dan tidak adanya penentuan  waktu tertentu penyerahan barang,
tetapi tergantung selesainya barang pada umumnya.  Misal : Memesan rumah, maka tidak
bisa dipastikan kapan bangunannya selesai.
5. Skema Al-isthisna dan istishna’ pararel

Contoh kasus :

Seuah perusahaan konveksi meminta pembiayaan untuk pembuatan kostum tim sepakbola
sebesar Rp 20juta. Produksi ini akan dibayar oleh pemesannya dua bulan yang akan datang.
Harga sepasang kostum biasanya Rp 4.000,00, sedangkan perusahaan itu bisa menjual pada
bank dengan harga Rp 38.000,00. Berapa keuntungan yang didapatkan bank?

Dalam kasus ini, produsen tidak ingin diketahui modal pokok pembuatan kostum. Ia hanya
ingin memberikan untung sebesar Rp 2.000,00 per kostum atau sekitar Rp 1juta
(Rp 20juta/Rp 38.000,00 X Rp 2.000,00) atau 5% dari modal. Bank bisa menawar lebih
lanjut agar kostum itu lebih murah dan dijual kepada pembeli dengan harga pasar.
Ketentuan Syariah
1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh

2. Objek akad

Berakhirnya istishna’

kondisi-kondisi berikut:
—
dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak

Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak


—
pembatalan hukum kontrak.
C.      PERBANDINGAN ANTARA AS-SALAM DAN AL-ISTISHNA

Subyek Salam Istishna’ Keterangan

Pokok Muslam Mashnu’ Barang ditangguhkan dengan


Kontrak Fih spesifikasi

Harga Dibayar Bisa di awal, Cara penyelesaian pembayaran


tunai saat tangguh, dan merupakan perbedaan utama
kontrak akhir antara salam dan istishna’

Sifat Mengikat Mengikat Salam mengikat semua pihak


Kontrak secara asli secara ikutan sejak semula, sedangkan
ishtisna’ menjadi pengikat untuk
melindungi produsen sehigga
tidak ditinggalkan begitu saja
oleh konsumen secara tidak
bertanggung jawab.
BAB III

PENUTUP

A.   Simpulan

Salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda,  pembayaran modal lebih
awal. Rukun dan syarat jual beli as-salam yaitu Mu’aqidain yang meliputi Pembeli dan
penjual, Obyek transaksi, Sighat ‘ijab qabul, dan alat tukar.

Al-Istishna’ adalah akad jual beli pesanan dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi
tanggungjawab pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka,
tengah atau akhir. Rukun dan syarat istishna’  mengikuti bai’ as-salam.  Hanya saja pada bai’
al-istishna’  pembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak adanya penentuan  waktu
tertentu penyerahan barang, tetapi tergantung selesainya barang pada umumnya.

Perbedaan salam dan istishna’ adalah cara penyelesaian pembayaran salam dilakukan diawal
saat kontrak secara tunai dan cara pembayaran istishna’ tidak secara kontan bisa dilakukan di
awal, tengah atau akhir.

B.   Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’I. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta : Gema


Insani

DEPAG. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya

Hadi, Abd. 2010. Dasar-Dasar Hukum Ekonomi Islam. Surabaya : Putra Media Nusantara

Ismail. 2011. Perbankan syariah. Jakarta : Kencana

Pasaribu, Chairuman; Suhrawardi K. Lubis, 1994. Hukum Perjanjian Dalam Islam. Jakarta :


Sinar Grafika

Sabid, Sayid. 1998. Fikih Sunnah. Bandung : PT. Al Ma’arif

Abd. Hadi, Dasar-Dasar Hukum Ekonomi Islam, (Surabaya : Putra Media Nusantara, 2010),


100

 Chairuman Pasaribu; Suhrawardi K. Lubis S.H, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta :


Sinar Grafika, 1994), hlm. 48

 DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya, 2002

 Sayid Sabid, Fikih Sunnah, (Bandung : PT. Al Ma’arif, 1998), hlm. 111

 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani,


2001), hlm. 114

 Ismail, Perbankan syariah, ( Jakarta : Kencana, 2011), hlm. 149-150  

Anda mungkin juga menyukai