Anda di halaman 1dari 5

AKU DAN HIZBUT TAHRIR

By. Ustadz Felix Siauw

Saya berkenalan dengan Hizbut Tahrir (HT) bahkan sebelum saya menjadi seorang
Muslim, karena dari salah satu anggota HT saya menerima penjelasan Islam.

Saya sama seperti non-Muslim lainnya pada saat itu, ngeri dan takut akan Islam,
apalagi di tahun 2002 yang saat itu sedang ramai-ramainya Islamophobia.

Bagi saya Islam itu anarkis, kasar, main bunuh, menganggap selain mereka harus
mati, menang sendiri, atau apapun pikiran jelek yang anda sebutkan, saya begitu.

Jangankan yang non-Muslim, yang Muslim saja saat itu takut kok dengan agamanya,
yang Muslim saja bahkan phobia dengan agamanya seperti kerudung dan jilbab.

Para orangtua berpesan pada anaknya "Jangan ikut kajian, nanti kamu sesat, nanti
kamu ekstrim dan direkrut jadi teroris", yang Muslim saja takut belajar agamanya
sendiri.

Saya malah sebaliknya, saya tak bisa menerima hal begitu saja, malah saat tertarik
dengan Islam, saya justru memberanikan diri untuk hadir di acara 'para ekstrimis' itu.

Jadilah sore itu di Masjid Al-Hurriyah IPB, saya yang waktu itu belum Muslim,
duduk diantara peserta diskusi bertajuk 'Menangkis Opini Negatif Tentang Syariat
Islam'.

Pembicaranya salah satu aktivis HT, saya menduga awalnya akan ada ujaran
kebencian, provokasi kekerasan, dan semisal itu, ternyata anggapan saya tak terbukti.

Isi kajian itu berbeda dengan kajian kebanyakan pada masanya, suasana intelektual
kampus sangat terasa, dialog yang terjadi pun sangat santun dan beradab.

Bahkan tak ada yang mempermasalahkan penampakan saya yang sangat berbeda pada
waktu itu, tak seperti yang dulu saya alami di Palembang, pengalaman buruk rasisme.

Pelan-pelan saya berubah, pandangan saya tentang Islam pun berubah, di kajian sore
itu saya punya anggapan baru tentang Islam yang tak saya punya sebelumnya.

Diskusi sore itu membuka diskusi lainnya, kali ini diskusi khusus dengan aktivis HT
lainnya, namanya Ustadz Fatih Karim. Dan diskusi itu yang menghantarkan saya pada
Islam.

Diskusi saya dengan Fatih Karim bermula selepas Maghrib di kos-kosannya di daerah
Ciheuleut. Bahasannya sederhana, "Mengapa harus memilih Islam".

Diskusi itu dirangkai dengan tanya jawab yang hangat, sesekali dengan gurauan, dan
tak terasa ternyata adzan subuhlah yang mengakhiri diskusi saya dan Fatih Karim.
Singkat cerita, diskusi itu benar-benar mencerahkan dan sangat rasional, Fatih Karim
menghantarkan hidayah Allah bagi saya di malam itu, alhamdulillah indah sekali.

Di angkot saat pulang, saya masih terbayang-bayang penjelasan Fatih Karim tentang
alam semesta, manusia, kehidupan, sampai kesimpulannya tentang Allah sebagai
Tuhan.

'Sangat rasional!' dalam hati saya berteriak, selama ini saya kira Muslim itu jauh dari
rasional, lebih dekat pada khayal dan ritual, malam itu logika saya benar-benar
dijungkalkan.

Teman yang menghantarkan saya membuyarkan lamunan saya, "Lix, kamu tahu, yang
tadi Fatih Karim jelaskan itu, ada di kitab yang sekarang kami kaji", begitu ucapnya.

Setengah tak percaya, saya kira itu kejieniusan Fatih Karim dalam menjelaskan, saya
kira ustadz semisal itu sedikit, ternyata ada kajian kitabnya, ada bahasannya.

Dia melanjutkan "Nama kitabnya Nidzhamul Islam, aku ada kitabnya di kos, nanti
aku pinjemin ya". Siangnya kitab itu sudah ada di tangan saya untuk saya baca.

Ternyata kitab itu termasuk salah satu kitab yang diadopsi oleh Hizbut Tahrir di
seluruh dunia, kitab pertama yang dikaji dalam halqah pembelajar di Hizbut Tahrir.

Lebih dari itu, ternyata 3 dari 7 penghuni kos saya di Dramaga adalah darisin
(pembelajar) di HT, artinya selama ini kitab-kitab yang saya baca pun kitab-kitab
Hizbut Tahrir.

Dari situ saya mantap ingin mengkaji Islam di Hizbut Tahrir. Di bulan Sya'ban malam
Jum'at 10 Oktober 2002 saya mengucap syahadat. Alhamdulillah menjadi Muslim.

Sesudah bersyahadat, saya meminta Fatih Karim bertanggung jawab untuk


menginstall dasar-dasar Islam pada saya, maka 2 bulan pertama saya dihalqahi beliau.

Setelahnya saya menyampaikan niatan saya mengkaji Islam di Hizbut Tahrir, masuk
dalam kajian kitab. Saya hanya mendapat senyuman dan rekomendasi beliau.

Sebab dalam Hizbut Tahrir, ternyata halqah-halqah itu diatur secara tempat tinggal
untuk memudahkan, maka saya lalu berjumpa dengan aktivis HT di Dramaga.

Jawabannya sangat mengejutkan, saya tidak boleh mengkaji Islam di Hizbut Tahrir
sebelum saya dianggap layak. Syaratnya saya harus memberikan alasan yang jelas.

Saya harus menyampaikan alasan 'Mengapa mau mengkaji Islam di HT bukan yang
lain?'. Jadilah langkah berikutnya saya menganalisis tentang gerakan-gerakan Islam.

Beberapa waktu kemudian saya datang kembali dan memberi alasan yang diminta,
berikut analisa saya tentang gerakan-gerakan dalam Islam, plus dan minusnya.
Alhamdulillah, sekira 3 bulan setelah Muslim, saya terdaftar menjadi darisin (pelajar)
di Hizbut Tahrir. Saya mulai mengkaji pemikiran Islam dari kitab-kitabnya.

Disitu saya menemukan kekayaan pemikiran Islam, gambaran utuh tentang Islam
hingga saya makin mencintainya, juga tahu tentang apa yang terjadi pada saat ini.

Kecintaan pada Islam itu yang melahirkan kerinduan akan penerapan syariat Allah,
dan penerapan syariat Allah dalam level negara ini yang namanya Khilafah.

Makin mengkaji saya makin mencintai Islam, tak terasa saya sudah harus lulus dari
kuliah, tapi tetap dianggap
belum layak menjadi anggota Hizbut Tahrir.

Selepas kuliah, saya tetap mengkaji bersama Hizbut Tahrir, dan akhirnya pada 2007
saya baru diterima menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah menyelesaikan kajian 5
kitab.

Sekarang 2017 dan artinya sudah 15 tahun saya mengkaji Islam bersama Hizbut
Tahrir, alhamdulllah Allah masih memberikan keistiqamahan mengkaji dan
berdakwah.

Selama itu pula saya tak menemukan hal-hal yang dituduhkan pada Hizbut Tahrir,
sebab semua konsep dan metode HT dari Kitabullah dan Sunnah, tak ada selain itu.

Bahkan, ide-ide Islam yang dikaji dalam kitab-kitab Hizbut Tahrir menginspirasi saya
untuk semua menulis buku-buku saya, dan sumber dalam kajian-kajian saya.

Alhamdulillah, sambutan ummat sangat bagus, karena ide yang disampaikan Hizbut
Tahrir tak lain dan tak bukan adalah ide Islam itu sendiri, tak pernah keluar dari situ.

Adapun anggapan bahwa Hizbut Tahrir hanya menyerukan soal Khilafah, saya malah
mendapatkan bahwa Khilafah itu baru dibahas secara khusus pada kitab urutan ke-6.

Adapun kitab-kitab pendahulunya membahas tentang aqidah, syariat, dakwah,


manajemen kelompok dakwah, pemahaman Islam, sirah nabawiyah, dan dasar islam
lainnya.

Bagi saya Hizbut Tahrir bukanlah Islam, tetap saja sebuah harakah dakwah
(kelompok dakwah), yang menjadikan ranah politik sebagai tempat aktivitasnya.

Artinya Hizbut Tahrir bukan agama baru, tapi hanya wadah dakwah bagi mereka yang
menghendaki kebangkitan Islam, bagi mereka yang merindukan kehidupan Islami.

Hizbut Tahrir adalah bagian dari kaum Muslim dan akan terus begitu, akan terus
menyeru untuk taat pada Allah sesuai Kitabullah dan Sunnah dan akan terus begitu.

Adapun bila hari-hari ini Hizbut Tahrir diancam dibubarkan sebab alasan ini dan itu.
Maka kita harus bertanya, siapa yang sebenarnya bermasalah bila Islam diterapkan?
Kalaupun Hizbut Tahrir bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah, saya yang
pertama kali berlepas darinya. Sebab itu alasan mengapa saya masih bersamanya.

Bisa dikatakan bahwa saya mengenal Hizbut Tahrir seumur ke-Islaman saya, dan
tentu bila ada yang bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah, saya pasti berlepas
darinya.

Tapi selama ini yang saya temukan alhamdulillah justru memberi saya keyakinan
bahwa Hizbut Tahrir salah satu diantara yang istiqamah memperjuangkan syariat
Islam.

Adapun Khilafah, fakta sejarahnya memang ada, secara dalil pun bisa ditemukan
banyak, dan secara logis memang kaum Muslim memerlukannya, Khilafah itu masa
depan.

Karena tiap yang beraqidah pasti ingin syariat diterapkan, dan penerapan syariat
dalam level negara itulah Khilafah. Negara yang berlandaskan atas Kitabullah dan
Sunnah.

Yahudi saja yang tidak punya aturan menginginkan dan akhirnya punya negara
yahudi. Lha, Islam dengan segenap aturannya yang komprehensif, wajar saja punya
keinginan itu.

Hanya saja keji sekali ketika membenturkan Hizbut Tahrir dengan Pancasila dan
NKRI, bahkan memfitnah Hizbut Tahrir mengkafirkan selain kelompoknya.

Logikanya, masak saya mau mengkaji Islam bersama kelompok yang mudah
mengkafirkan orang setelah susah-payah saya menerima hidayah Islam ini dari Allah?

Hizbut Tahrir justru sangat hati-hati dalam urusan memberi cap kafir ini, sebab salah-
salah malah berbalik pada orangnya. Justru malah menimbulkan masalah baru.

Adapun menurut Hizbut Tahrir negeri ini masih perlu banyak yang dibenahi agar
sesuai dengan konsep Islam, itu tentu. Maka karena itulah kami melakukan dakwah.

Tentang dakwah Hizbut Tahrir yang bersifat internasional, justru itu menjadi
keseriusan, bahwa batas dakwah Hizbut Tahrir ialah Islam, dan kaum Muslim ada di
seluruh dunia.

Karena kecintaan pada Indonesia, maka Hizbut Tahrir hadir, juga kata Indonesia
disematkan, Hizbut Tahrir Indonesia, pengingat bahwa kami juga Indonesia.

Hizbut Tahrir Indonesia berusaha mengajak ummat menuju ketaatan pada Allah,
karena inilah cara Hizbut Tahrir mencintai Indonesia dan ummat di dalamnya.

Tentu tak semua tentang Hizbut Tahrir dan Khilafah bisa saya tuliskan dalam tulisan
ini. Toh semua buku-buku wajib yang diadopsi Hizbut Tahrir sudah bisa diakses
bebas.
Saya pun sudah menulis ihwal Khilafah, dari sisi ilmiah, sejarah, dan logikanya dalam
buku Khilafah*Remake yang dijual bebas. Semua ide HT terbuka dan tak
tersembunyi.

Dan apapun yang terjadi dengan HT, tak ada yang berubah dari dakwah. Saya tetap
wajib berdakwah, ide-ide Islam harus tetap disampaikan, bekal mati tetap
dipersiapkan.

Hanya saja saya menulis ini sebagai rasa terimakasih saya bagi Hizbut Tahrir yang
sudah menjadi jalan hidayah bagi saya, dan catatan bagi semua pengemban dakwah.

Tak ada harakah yang sempurna, termasuk Hizbut Tahrir. Ada beberapa hal yang
walau syar'i tapi tak cocok di hati. Tapi itulah namanya berjamaah, dan itu hal lumrah.

Kadang ketegasan Hizbut Tahrir dalam mendakwahkan Islam menjadi batu


sandungan bagi ukhuwah, atau bisa jadi salah dipahami karena cara
menyampaikannya.

Juga seringkali pengemban dakwah Hizbut Tahrir yang masih muda dan bersemangat
belum mempelajari adab dalam menyampaikan dan mendakwahkan ilmu.

Tapi kita juga harus jujur, Hizbut Tahrir berada di garda terdepan dalam mengkritik
hal yang tak sesuai Islam, khususnya yang berkaitan dengan hajat ummat Islam.

Kita tahu bahwa Hizbut Tahrir bersama ummat termasuk yang mengawali aksi
penolakan terhadap pemimpin kafir di Jakarta, lalu bergulir menjadi aksi #BelaIslam
berjilid.

Hizbut Tahrir secara konsisten mengkritik penguasa bila ada kebiijakan yang
bertentangan dengan Islam, disaat sama membela saudaranya yang Muslim
dimanapun berada.

Lebih dari 25 tahun Hizbut Tahrir beraktivitas di negeri ini, tanpa ada permasalahan
berarti. Bila saat ini rezim berwacana membubarkan Hizbut Tahrir, kita patut
bertanya.

Bila Hizbut Tahrir berdasar Islam, dan selama ini konsisten melawan kedzaliman,
terdepan dalam perang pemikiran. Apakah rezim saat ini terganggu dengan semua itu?

Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai