Oleh :
PUTU LINA SURYANTI
B. Etiologi Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subarackhnoid. akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada bayi dan
anak ialah:
1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim,atau
infeksi intrauterine meliputi :
- Stenosis aquaductus sylvi
- Spina bifida dan kranium bifida
- Syndrom Dandy-Walker
- Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah
2. Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan
- Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis
terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis
dan daerah lain. penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
- Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma
yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.
- Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjakdi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
Produksi A
v CSS - bs infeksi : Meningitis
Post
- Tumor space occupying
Immobilisas Risiko
i Infeksi
Nyeri akut
E. Manifestasi Klinis Hidrosefalus
Manifestasi klinis Hidrosefalus dibagi menjadi 2 yaitu : anak dibawah usia
2 tahun, dan anak diatas usia 2 tahun.
1. Hidrosefalus dibawah usia 2 tahun
a. Sebelum usia 2 tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran kepala.
b. Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut.
c. Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan
pelebaran vena-vena kulit kepala.
d. Tulang tengkorak tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked pot
sign yakni bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi.
e. Perubahan pada mata.
- bola mata berotasi kebawah olek karena ada tekanan dan penipisan
tulang supra orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris seakan-
akan seperti matahari yang akan terbenam
- strabismus divergens
- nystagmus
- refleks pupil lambat
- atropi N II oleh karena kompensi ventrikel pada chiasma optikum
- papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih terbuka.
2. Hydrochepalus pada anak diatas usia 2 tahun.
Yang lebih menonjol disini ialah gejala-gejala peninggian tekanan intra
kranial oleh karena pada usia ini ubun-ubun sudah tertutup
F. Komplikasi Hidrosefalus
- Peningkatan tekanan intrakranial
- Kerusakan otak
- Infeksi:septikemia,endokarditis,infeksiluka,nefritis,meningitis,ventrikulitis,a
bses otak.
- Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
- Hematomi subdural, peritonitis,adses abdomen, perporasi organ dalam
rongga abdomen,fistula,hernia, dan ileus, dan kematian.
G. Pemeriksaan Penunjang Hidrosefalus
1. Pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting
untuk melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
b. Transiluminasi
2. Pemeriksaan darah:
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau
meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan
ada infeksi sisa
4. Pemeriksaan radiologi:
a. X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang
melebar.
b. USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c. CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan
sekaligus mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
H. Pentalaksanaan Medis Hidrosefalus
1. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan
penyuluhan genetic, penerangan keluarga berencana serta menghindari
perkawinan antar keluarga dekat. Proses persalinan/kelahirandiusahakan
dalam batas-batas fisiologik untuk menghindari trauma kepala bayi.
Tindakan pembedahan Caesar suatu saat lebih dipilih dari pada menanggung
resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.
2. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada
umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid
dengan dosis 25 – 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol.
Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang
memuaskan. Pembarian diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa
pengobatan “pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
3. Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat
absorbsi. Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan
pembedahan juga dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang
disebut:
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalajh memberikan
pengertian pada keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus
disiapkan (misalnya : kateter “shunt” obat-obatan darah) yang biasanya
membutuhkan biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan
serebrospinal dari ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga
peritoneum yaitu pi8ntasan ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak
menimbulkan raksi radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan
di dalam yubuh untuk selamanya. Penyulit terjadi pada 40-50%, terutama
berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a. mengurangi produksi CSS
b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorbsi
c. Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
B. Diagnosa Keperawatan Hidrosefalus
1. Resiko cidera b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan,
ketidakmampuan mengambil keputusan, ketidakmampuan melakukan
perawatan sederhana, ketidak mampuan menciptakan lingkungan kondusif,
ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas kesehatan.
2. Resiko gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan b.d
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, ketidakmampuan
mengambil keputusan, ketidakmampuan melakukan perawatan sederhana,
ketidak mampuan menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan
memanfaatkan fasilitas kesehatan.
3. Deficit self care b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan,
ketidakmampuan mengambil keputusan, ketidakmampuan melakukan
perawatan sederhana, ketidak mampuan menciptakan lingkungan kondusif,
ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas kesehatan.
4. Perubahan fungsi keluarga mengalami situasi krisis ( anak dalam catat fisik )
b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan,
ketidakmampuan mengambil keputusan, ketidakmampuan melakukan
perawatan sederhana, ketidakmampuan menciptakan lingkungan kondusif,
ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas kesehatan.
5. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK
(tekanan intrakranial).
6. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
7. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
NO DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Resiko cidera Setelah dilakukan kunjungan 1) Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan
selama 3x diharapkan keluarga bahaya yang tampak jelas, mengurangi potensial
mampu menciptakan lingkungan cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya
kondusif dengan kriteria hasil: menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan
posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan
a) Keselamatan fisik dapat
malam hari siapkan lampu panggil
dipertahankan
2) Jelaskan pada keluarga pentingnya keselamatan
b) Adanya pelindung dan alat
pada anak dan cara pencegahan untuk cidera.
bantu untuk klien
3) Anjurkan pada keluarga untuk mengawasi segala
aktifitas klien yang membahayakan keselamatan.
4) Beri alat bantu misal:tongkat
2. Resiko gangguan nutrisi : Setelah dilakukan kunjungan 1) Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi
kurang dari kebutuhan tubuh selama 3x diharapkan keluarga protein.
mampu melakukan perawatan 2) Berikan klien makan dengan posisi semi fowler
sederhana dirumah dengan kriteria dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
hasil: 3) Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan
a) Berat badan ideal terhindar dari bau – bauan yang tidak enak..
b) Tidak muntah 4) Timbang berat badan bila mungkin.
c) Tidak terjadi malnutrisi 5) Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)
6) Berikan makanan ringan diantara waktu makan
7) Beri penjelasan pada keluarga tentang makanan
yang baik dikonsumsi anak
3. Deficit self care Setelah dilakukan kunjungan 1) Kaji ketidakmampuan klien dalam perawatan diri
selama 3x diharapkan keluarga 2) Kaji tingkat fungsi fisik
dapat menciptakan lingkungan 3) Kaji hambatan dalam berpartisipasi dalam
kondusif dengan kriteria hasil: perawatan diri, identifikasi untuk modifikasi
lingkungan
a) Klien dapat melakukan
4) Jelaskan pada keluarga pentingnya kebersihan
perawatan diri dengan mandiri
diri
atau dibantu
5) Jelaskan dan ajarkan cara perawatan diri
b) Klien bersih dan tidak bau
meliputi:mandi, toileting , berpakaian.
4. Perubahan fungsi keluarga b.d Setelah dilakukan kunjungan 1) Jelaskan secara rinci tentang kondisi penderita,
situasi krisis ( anak dalam catat selama 3x diharapkan Keluarga prosedur, terapi dan prognosanya.
fisik ) menerima keadaan anaknya, 2) Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan
mampu menjelaskan keadaan contoh bila keluarga belum mengerti
penderita dengan kriteria hasil: 3) Klarifikasi kesalahan asumsi dan misskonsepsi
Keluarga berpartisipasi dalam 4) Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya.
merawat anaknya dan secra verbal
keluarga dapat mengerti tentang
penyakit anaknya.
5. Risiko Gangguan Perfusi Setelah dilakukan tindakan 3 x 24 1) Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala
Jaringan serebral jam diharapkan gangguan perfusi datar dan pantau tanda vital
jaringan serebral tidak terjadi 2) Pantau status neurologis
dengan kriteria hasi : 3) Pantau frekuensi/irama jantung dan denyut
jantung
a) Tidak terjadi peningkatan TIK 4) Pantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan
(ditandai dengan nyeri kepala dan frekuensi pernapsan.
hebat, kejang, muntah, dan 5) Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 30 derajat
penurunan kesadaran) sesuai indikasi.
b) Tanda-tanda vital dalam batas 6) Jaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
normal (nadi: 60-120x/menit , 7) Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali,
suhu: 36,5- 37,5 oC, RR: 20- observasi fontanel dari cembung dan palpasi
40x/menit) sutura cranial
c) Klien akan mempertahankan
atau meningkatkan kesadaran
6. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji tingkat nyeri menurut skala pengkajian Bayi
keperawatan 3x 24 jam diharapkan (0-7)
2) Berikan posisi nyaman pada klien
nyeri akut dapat teratasi dengan
3) Berikan terapi non-nutritive sucking
kriteria hasil: 4) Libatkan orangtua dalam setiap tindakan
a) Skala nyeri berkurang 5) Lakukan kolaborasi pemberian ketorolac 2×7,5
menjadi 3 mg.
b) Klien tampak tenang dan
ekspresi wajah tidak
menyeringai
c) Klien mampu berpartisipasi
dalam aktifitas dan istirahat
7. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor tanda-tanda vital.
keperawatan 3x24 jam diharapkan 2) Observasi tanda infeksi: perubahan suhu, warna
kulit, malas minum, irritability.
infeksi tidak terjadi dengan kriteria
3) Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah
hasil : dekubitus
a) Suhu dan tanda-tanda vital 4) Observasi tanda-tanda infeksi pada luka insisi
dalam batas normal (nadi: 60- yang terpasang shunt, melakukan perawatan luka
120x/menit , suhu: 36,5-37,5oC, pada shunt dan upayakan agar shunt tidak
RR: 20-40x/menit) tertekan.
b) Luka insisi operasi bersih, tidak 5) Lakukan kolaborasi pemberian ceftrixone 2×200
ada pus mg
c) Tidak ada tanda-tanda infeksi
pada luka post operasi
(kemerahan, panas, dan
bengkak)
d) Hasil lab: leukosit dalam batas
normal (9.000-12.000/uL )
DAFTAR PUSTAKA
Mc Closky & Bulechek. (2002). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America:Mosby.
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba
Medika.
Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses penyakit,Jakarta;EGC.
Vanneste JA. Diagnosis and management of normal-pressure hydrocephalus. J. Neurol, 2000 ; 247 : 5-
14.