Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS JURNAL

Analisis Jurnal Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah:

MPBA 1: KONVENSIONAL

Dosen Pengampu:

H. Ahmad Rifa’i, M.Pd

Oleh:

Devi Afniatus Zulinda Alfah (932500318)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI

2020

Volume 02, Nomor 1 Februari 2014


PEMBELAJARAN BAHASA ARAB SEBAGAI BAHASA ASING
(SEBUAH TINJAUAN HISTORIS)
Ratni Bahri
IAIN Sultan Amai Gorontalo

ABSTRAK

Perjalanan pembelajaran bahasa Arab, baik di dunia Arab maupun di luar dunia Arab, memiliki sejarah panjang.
Penyebaran bahasa Arab berlangsung seiring dengan penyebaran Islam itu sendiri. Pada masa Umawiyah,
pembelajaran bahasa Arab berlangsung dengan pengiriman putra-putra istana ke Badui. Pada zaman Abbasiyah,
pola pembelajaran bahasa Arab berubah dengan mendatangkan orang-orang Badui ke istana untuk mengajarkan
bahasa Arab kepada keluarga istana. Memasuki abad ke-17 M., bahasa Arab mulai diajarkan di perguruan tinggi di
Barat, meskipun baru menemukan pendekatan yang sistematis pada abad ke-19 M. setelah mengadopsi metode-
metode pembelajaran bahasa Asing di Barat. Sejak abad ke-20, lembaga-lembaga pembelajaran bahasa Arab mulai
banyak mengembangkan sayapnya. Universitas al-Azhar menerima perutusan generasi muda muslim dari segala
penjuru dunia, termasuk Indonesia. Di Saudi Arabia, muncul akademi-akademi pembelajaran-pembelajaran bahasa
Arab seperti Universitas Ibnu Saud, Universitas Ummul Qura, dan akhir-akhir ini, Universitas Islam Madinah. Saudi
Arabia sendiri tidak hanya mendirikan lembaga pembelajaran bahasa Arab di dunia Arab, tetapi melebarkan sayapnya
ke negara-negara lain, termasuk di Indonesia (LIPIA) pada tahun 1980. Di Jepang juga terdapat lembaga
pembelajaran bahasa Arab yang diprakarsai oleh Saudi Arabiah. Di Seoul, Korea Selatan, beberapa organisasi studi
Islam mulai menggalakkan pengajaran bahasa Arab, baik bagi orientalis maupun kaum muslimin yang ada di sana.

Kata Kunci: Pembelajaran, Bahasa, Arab, Asing, Historis

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


I. Pendahuluan
Bahasa Arab sebagai bahasa religius saat ini merupakan bahasa yang digunakan oleh
sekitar satu milyar muslim di seluruh dunia. Ia digunakan dalam ibadah sehari-hari. Bahasa Arab
diajarkan pada ribuan lembaga pendidikan di luar dunia Arab. Bahasa Arab digunakan sebagai
bahasa pengajaran, kesusastraan, pemikiran, sejarah, etika, hukum dan fiqh, teologi, dan kajian
kitab.1
Pada hakikatnya, eksistensi bahasa Arab di tengah peradaban dunia telah memiliki dimensi
tersendiri, karena bahasa Arab merupakan bahasa kitab suci Alqur’an. Dalam memahami Alqur’an,
seorang muslim harus memahami bahasa Arab. Oleh sebab itu, ia merupakan bahasa sangat utama
bagi ratusan juta umat muslim sedunia, baik berkebangsaan Arab maupun non Arab. 2
Pembelajaran bahasa Arab memiliki sejarah yang sangat panjang, baik di dunia Arab, dunia
Barat, maupun di Asia, termasuk di Indonesia. Akar sejarah bibit-bibit proses pembelajaran bahasa
Arab telah ada sejak zaman klasik Islam. Nabi Muhammad sendiri yang dipersiapkan Tuhan menjadi
Rasul, dikirim ke masyarakat Badui untuk membina kemampuan berbahasa Arab yang fasih. Proses
pembelajaran seperti ini berlangsung sampai pada zaman Dinasti Umawiyah. Memasuki Zaman
Abbasiyah, pola pembe-lajaran mengalami perubahan. Mengingat banyaknya masyarakat yang
mulai tidak fasih berba-hasa Arab, maka sejak zaman tersebut terjadi model pembelajaran tutorial,
dengan menyewa guru bahasa Arab untuk mengajar di istana khalifah.
Memasuki abad ke-18 dan ke-19, pembelajaran bahasa Arab di Barat telah mengalami
perkembangan pesat. Bahasa Arab sudah mulai diajarkan untuk tujuan khusus, seperti kepentingan
militer, studi lintas agama, dan lintas budaya. Metode yang digunakan masih berkisar seputar metode
gramatika-terjemah.
Pada awal abad ke-20, pembelajaran bahasa Arab sudah mulai mengadopsi metode-metode
pembe-lajaran bahasa Asing. Meskipun demikian, keterikatan sebagian besar pengajar terhadap
metode gramatika terjemah masih sangat kental. Namun, di sinilah awal mula berkembangnya
metode pembelajaran bahasa Arab di dunia Islam dan Barat. Khusus pembelajaran bahasa Arab di
Indonesia, banyak digalakkan oleh para alumni Timur Tengah melalui pondok-pondok pesantren.
Pada akhir tahun 90-an dan awal 2000-an, pembelajaran bahasa Arab di Indonesia
menampakkan perkembangan yang sangat signifikan. Berbagai lem-baga pendidikan berdiri
memberikan perhatian besar terhadap pembelajaran bahasa Arab, seperti LIPIA, Ma’had al-Birr, dan
STIBA. Selain itu, lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia, seperti UIN Malang menerapkan
Program Khusus Pembelajaran Bahasa Arab (PKPBA), yang sampai saat ini menjadi model dan
trend dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.

II. Pembahasan
A. Tinjauan Historis Pembelajaran Bahasa Asing
Pembelajaran bahasa asing memiliki alur sejarah yang sangat panjang. Awal mula
pembelajaran bahasa Asing dapat dirujuk kepada zaman kekaisaran Romawi kuno. Ketika bangsa
Yunani mengalami kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan, kekaisaran Romawi masih
tergolong terkebelakang dari segi akademik. Atas dasar itu, bangsa Romawi mempelajari bahasa
Yunani sebagai bahasa kedua (baca: bahasa Asing) untuk dijadikan sebagai media yang
memudahkan dalam menggali khazanah penge-tahuan dari bangsa Yunani. Pembelajaran bahasa
Yunani ketika itu juga masih didominasi oleh kelompok penguasa, dan belum menjadi tradisi umum
di kalangan masyarakat.
Pada awal munculnya usaha tersebut, belum dijumpai adanya bangsa Romawi yang
menguasai bahasa Yunani. Oleh sebab itu, untuk memuluskan usaha tersebut, pihak kekaisaran dan

1Ismail R. Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, penerjemah Ilyas Hasan (Bandung:

Mizan, 2003), h. 59.


2M. Sukanta, “Pembelajaran Bahasa Arab pada Lembaga Bahasa dan Ilmu Alqur’am DKI Jakarta”,
dalam Jurnal ‘Afaq ‘Arabiyah, Volume 2, No. 2, Desember 2007, h. 150.

Volume 02, Nomor 1 Februari 2014


akademisi Romawi menyewa guru private berkebangsaan Yunani. Selain perekrutan tenaga
pengajar dengan jalan menyewa, pelayan-pelayan yang berbahasa Yunani dalam rumah tangga para
penguasa dimanfaatkan sebagai tutor pembelajaran bahasa Yunani. 3 Bentuk pembelajaran pada
awalnya masih bersifat private dan hanya berlaku di kalangan masyarakat istana. Dari segi
metodologis, pembelajaran berlangsung dengan sistem menghapal menghafal kosa kata dan
ungkapan-ungkapan populer bahasa Yunani. Setelah imperium Romawi mengalami perkembangan
yang cukup pesat, dan tradisi keilmuan mulai mengimbangi kemajuan Romawi, maka bangsa-bangsa
lain mulai mempelajari melirik dan mempelajari bahasa Romawi (baca: Latin). Khususnya ketika
bahasa Latin sudah digunakan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, politik, sastra, dan agama. 4 Peran
yang dimainkan bahasa Latin tersebut mempercepat perkembangan pembelajaran bahasa Latin
sebagai bahasa Kedua.
Memasuki abad ke-17 M., Jhon Amos Comenius, seorang pendidik Cekoslovakia menge-
mukakan pandangan yang menghebohkan. Ia mengeritik dengan dengan tegas metode gramatika
dan sistim menghapal yang ketika itu populer digunakan. Ia memandang bahwa penguasaan kaidah
dan penghapalan kosa kata di luar konteks adalah perbua-tan sia-sia belaka. Menurutnya, upaya
menundukkan kaidah bahasa kepada prinsip-prinsip logika sangat bertentangan dengan tabiat
bahasa yang bersifat sepontanitas. Jhon Amos Comenius menyarankan agar bahasa dipelajari
melalui gerakan dan aktifitas yang langsung menyertai ungkapan bahasa, atau melalui gambar-
gambar yang konkrit, tanpa terlalu dibebani dengan penguasaan kaidah-kaidah. Pandangan
Comenius ini tidak banyak menarik perhatian para pengajar pada waktu itu, tetapi mendapat
dukungan dari beberapa pendidik dan filosif Inggris seperti Jhon Locke. Pikiran-pikiran Comenius
juga diikuti oleh Basedow yang kemudian dipengaruhi oleh Reussiau dengan “nature education”nya.
Basedow dapat tantangan keras dari para pendidik pada waktu itu karena pendapatnya sangat
membahayakan kedu-dukan karya-karya klasik dalam pendidikan.5
Meskipun Comenius sebelumnya telah menyerukan perubahan metode pembelajaran
bahasa kedua, dari metode gramatika-terjemah (al-thariqat al-qawaid wa al-tarjamah) ke metode
langsung (al-tariqat al-mubasyarah) dan aplikatif, namun tampaknya tidak mendapat sambutan yang
signifikan. Oleh sebab itu, sampai penghujung abad ke-18, kegiatan pembelajaran bahasa kedua
masih didominasi oleh metode gramatika terjemah (grammar and translation method). Memasuki
awal abad ke-19 M., James Hamilton, Jacotot, dan beberapa tokoh pendidik lainnya menganjurkan
agar metode pembelajaran bahasa kedua kembali kepada metode gramatika induktif dengan
mempelajari teks-teks bahasa kedua. Namun seruan ini mendapat kritik dan kecaman keras oleh
beberapa tokoh pendidik, seperti Claude Marcel. Ia menyerukan agar penekanan pada aspek
penerjemahan dan penghapalan kaidah-kaidah bahasa ditinggalkan. Selanjutnya, ia menya-rankan
agar bahasa dipelajari melalui metode pemahaman bacaan, memperbanyak latihan mendengar
bacaan-bacaan ringan, bercakap, dan praktik menulis secara langsung6 (metode langsung).
Memasuki abad ke-20 M., penggunaan metode langsung mengambil tempat yang strategis,
khususnya setelah kajian-kajian linguistik dan psikologi bahasa mulai menjadi trend. Metode
langsung yang berkembang pada saat itu, berpengang pada prinsip pembelajaran langsung.
Pengajar tidak menggunakan bahasa murid sama sekali, latihan-latihan lisan dapat tempat utama
pada permulaan program pengajaran bahasa, baru kemudian diikuti dengan kegiatan-kegiatan
belajar yang berupa bacaan dan tulis menulis.
Sejak abad ke-20, metode pembelajaran mengalami perkembangan pesat. Secara berturut-
turut lahir metode-metode pembelajaran bahasa seperti: metode membaca (reading method), aural-

3Mulyanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing: Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi (Jakarta: Bulan

Bintang, 1974), h. 15.


4Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Cet. IV; Malang: Misykat, 2009), h. 17.
5Perkembangan Metode Pembelajaran Bahasa, dalam http://al-
jadiyd.blogspot.com/2013/11/perkembangan-metode-pembelajaran-bahasa.html (diakses tanggal 23 Mei
2014).
6Lihat Mulyanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing: Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi, h. 15-31.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


oral method, dan mulai meninggalkan metode gramatika-terjemah. Selanjutnya, pada tahun tujuh
puluhan, muncul pendekatan komunikatif, yang berangkat dari ketidak puasan atas metode
gramatika-terjemah yang berkembang sebelumnya. Pendekatan ini berpijak pada prinsip bahwa
bahasa itu bersifat praktis, sehingga perlu didekati secara langsung sesuai fungsi bahasa melalui
latihan berkomunikasi langsung.
Secara metodologis, pada abad ke-20, pembelajaran bahasa Asing dalam lintasan sejarah
melewati setidaknya empat fase penting, meliputi:
1. Periode 1940-1950, merupakan fase lahirnya metode efesien di dunia militer. Metode ini
terkenal dengan istilah American Army Method. Metode ini lahir dari markas tentara Amerika
untuk kepentingan ekpansi perang.
2. Periode 1950-1960 merupakan fase munculnya metode audio-lingual di Amerika dan audio
visual di Inggris dan Prancis, sebagai akibat langsung dari kesuksesan army method. Teori
ini lahir akibat penemuan alat-alat teknologi yang membantu belajar bahasa.
3. Fase 1960-1970, merupakan fase munculnya keraguan dan pengkajian ulang terhadap
hakikat belajar bahasa. Hasil-hasil studi psiko-linguistik dan pandangan Chomski menyebab-
kan para ahli mulai berpikir kembali tentang keberadaan metode audio lingual dan audio
visual, karena metode ini tidak memiliki landa-san teoritis yang kuat dalam pembelajaran
bahasa.
4. Fase 1970-1980, yang dipandang sebagai titik balik dan dipandang sebagai periode paling
inovatif dalam studi pemerolehan bahasa kedua. Studi ini melahirkan apa yang dikenal
dengan pendekatan komunikatif. Karakteristik pendekatan ini antara lain: menekankan pada
tindak berbahasa, analisis kebutuhan pembe-lajar, pembelajaran bahasa untuk tujuan
khusus, dan menekankan segi hubungan yang bersifat humanis. 7 Pendekatan humanis
berasumsi bahwa pembelajar adalah seorang manusia yang berbudaya, dan bukan alat yang
sekedar menerima stimulus kemudian membe-rikan respon. Manusia memiliki perbedaan
masing-masing, sehingga pembe-lajaran bahasa harus memperhatikan perbe-daan
individu.8
Secara umum, demikianlah gambaran perkembangan pasang surut pembelajaran bahasa.
Pembelajaran bahasa asing akhir-akhir ini terus mengalami perkembangan dari segi metodologi dan
pendekatan, yang disesuaikan dengan perkembangan pendidikan dan kebutuhan masyarakat yang
terus berkembang,

B. Tinjauan Historis Pembelajaran Bahasa Arab


Pembelajaran bahasa Arab9 sebelum berkembangnya metode perkembangan bahasa Asing
modern, secara historis memiliki ciri khas dan karakter tersendiri. Belum cukup setengah abad
kelahiran agama Islam, tepatnya pada pertengahan abad ke-7 M., , wilayah kedaulatan Islam
terbentang sampai ke Irak, Syiria, Mesir, Afrika Utara, Iran, sebagian Asia Kecil, Spanyol, dan lain-
lain. Pada waktu bersamaan, bahasa Arab mengalami penyebaran yang cukup luas seiring dengan
mekarnya wulayah-wilayah kekuasaan pemerintahan Islam. Tampaknya, kesiapan masyarakat
sebagian penduduk wilayah taklukan Islam tersebut untuk menerima dan menggunakan bahasa Arab
jauh lebih cepat dibanding dengan kesiapannya menerima Islam. Dengan demikian, dalam kurun

7Acep Hermawan, Metodologi PembelajaranBahasa Arab (Cet, I; Bandung: Remadja Rosdakarya,

2011), h. 41-42.
8Muhbib Abdul Wahhab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Cet. I; Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2008), h. 134.


9
Yang dimaksud dengan bahasa Arab dalam pembahasa ini adalah bahasa Arab Fusha atau yang dikenal dengan
Classical Arabic yang selanjutnya berkembang dengan istilah modern literary. Bahasa Arab Klasik adalah bahasa yang
digunakan dalam Alqur’an, Sunnah yang digunakan sejak zaman klasik sampai sebelum zaman modern. Lihat H.M. Rahdi al-
Hafid, Mengenal Metode-metode Pengajaran Bahasa Arab (Ujungpandang: Berkah Utami, 1993), h. 11.

Volume 02, Nomor 1 Februari 2014


waktu dua abad, bahasa Arab telah menjadi bahasa internasional sampai ke Persia (Iran), seluruh
Irak, sebagian Asia Kecil, negara-negara Afrika Utara, dan Andalus untuk beberapa abad.1
Interaksi dengan berbagai bangsa dan suku, khususnya pada zaman Umawyah
menyebabkan bahasa Arab murni mengalami distorsi dengan masuk orang-orang non Arab ke dalam
Islam dan wilayah kekuasaan Islam. Meskipun mereka bukan orang Arab asli, tetapi mereka
berusaha untuk menggunakan bahasa Arab. Keadaan tersebut menyebabkan bahasa Arab sudah
mulai kehilangan keasliannya, sementara bahasa Arab Fusha merupakan bahasa terhormat pada
zaman tersebut. Oleh sebab itu, para penguasa Dinasti Umawiyah mengirim putra-putra mereka ke
Badui untuk mempelajari bahasa Arab yang masih asli dan belum bercampur dengan bahasa
‘ammiyah. Para penguasa Umawiyah menyadari perlunya pelestarian bahasa Arab Fusha oleh
keturunan mereka sebagai putra-putra istana. Mereka berkeyakinan bahwa kekuasaan mereka
tergantung pada kemajuan Islam. Mengingat pemerin-tahan mereka ditegakkan di atas slogan-
slogan agama, sementara Alqur’an sebagai mukjizat terbesar Islam tertulis dalam bahasa Arab. Oleh
sebab itu, bahasa Arab pada masa Dinasti Abbasiyah mendapat perhatian serius. 1
Pada zaman Dinasti Abbasiyah, upaya-upaya pelestarian bahasa Arab tetap berlanjut.
Namun pola yang ditempuh berbeda dengan zaman Umawiyah. Kalau pada zaman Umawiyah,
putra-putra istana dikirim ke daerah pedalaman untuk belajar bahasa Arab langsung dari masyarakat
Badui, maka pada zaman Abbasiyah pola tersebut berubah. Para penguasa Dinasti Abbasiyah
mendatangkan orang-orang Badui ke istana untuk mengajarkan bahasa Arab kepada keluarga
istana. Hal ini berlangsung sampai abad ke-2 H.
Memasuki abad ke-4 H., pola pembelajaran bahasa Arab secara langsung dari orang-orang
Badui -baik dengan berangkat ke Badui atau mendatang-kannya ke Istana- tidak lagi terjadi. Hal ini
disebabkan karena dengan besarnya geliat akademik di kalangan umat Islam, khususnya pada
zaman Abbasiyah menyebabkan banyaknya karya-karya bahasa Arab yang dipublikasikan dan
dijadikan sebagai bahan untuk belajar bahasa Arab. Di tengah semaraknya semangat ilmiah, tidak
dipungkiri bahwa sejak saat itu, bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi mulai mengalami
kemuduran yang sangat signifikan. Hal ini diperparah dengan tidak dijadikannya bahasa Arab
sebagai bahasa politik dan administrasi sejak abad ke-5 sampai abad ke-13 H., khususnya ketika
penguasa bukan lagi dari kalangan Arab asli, seperti bani Saljuk yang notabenenya bukan bangsa
Arab asli. Bahasa Arab semata-mata dijadikan sebagai bahasa agama saja. Bahasa Arab ketika itu
dipelajari melalui metode gramatika yang bersifat akademis. Akibatnya, bahasa Arab sebagai bahasa
komunikasi semakin lama semakin jauh dari realitas pembelajaran. Bahasa Arab pun dengan
sendirinya semakin statis.
Pada perkembangan selanjutnya, memasuki abad ke-17 M., pembelajaran bahasa Arab
mulai bangkit akibat terjadinya model pembelajaran bahasa Asing lainnya. Bahasa Arab ketika itu
mulai diajarkan di Universitas Cambridge. Namun, pembelajaran bahasa Arab di Perguruan Tinggi
tersebut baru menemukan pendekatan yang sistematis pada abad ke-19 M. setelah mengadopsi
metode-metode pembelajaran bahasa Asing di Barat sebagai bahasa kedua.
Untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Arab, pada tahun 1934 M., didirikan
sebuah lembaga bahasa Arab (Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah) untuk memenuhi tuntutan
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jauh sebelum lembaga bahasa Arab
tersebut dibentuk, bahasa Arab telah mengalami kemajuan setelah metode pembelajaran bahasa
Arab diperbaharui. Lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa Arab mengadopsi
metode-metode pembelajaran bahasa Asing dari Barat.1 2

1 Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya: 0 Beberapa Pokok Pikiran (Cet. II;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 12; bandingkan dengan Ibrahim Anis, al-Lugat Baina al-Qawmiyat wa al-
‘Alamiyah (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1970), h. 277.
1 1 Perguruan Tinggi/IAIN (Jakarta: Direktorat
Team Penyusun, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab di
Jenderal Bimas Islam Departemen Agama, 1976), h. 40.
1 Team Penyusun, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab di2 Perguruan Tinggi/IAIN, h. 52.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


Sekitar tahun 1952, pusat-pusat pembelajaran bahasa Arab di negara-negara Arab mulai
marak kembali. Di Sudan, muncul Akademi Internasional Khurtoum yang mengajarkan bahasa Arab
dengan pendekatan Ilmiah yang modern. Para pengajarnya umumnya telah tertempa dengan
berbagai macam pengetahuan pengajaran bahasa dari perguruan tinggi-perguruan tinggi Amerika
dan Eropa.1 Di antara usaha-usaha internasional yang pernah 3
dilakukan untuk memudahkan
pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa Asing adalah seminar internasional di Madrid tahun
1959. Seminar ini didukung oleh tiga belas orang sarjana dari berbagai negara, antara lain: Inggris,
Prancis, Jerman, Amerika Serikat, Belanda, Italia, dan Spanyol. Seminar ini menghasilkan
rekomendasi pro-gram pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab. Pada tahun 1963, bahasa Arab
secara intensif mulai dipelajari di Universitas Melbourne, yang dalam perkembangannya mulai
memasuki eksperimen praktis dan teoritis di laboratorium bahasa, studio bunyi, dan kursus-kursus di
Fakultas Sastra di Universitas tersebut.1 4

Ketika sebagian orientalis mempelajari bahasa Arab, masyarakat non muslim yang lain pun
di Eropa dan Amerika mulai akhir abad yang lalu banyak yang tertarik mempelajari bahasa Arab.
Dewasa ini, bahasa Arab memperoleh banyak perhatian dari dunia non Arab yang lebih luas
dibanding abad-abad sebelumnya. Saat ini bahasa Arab tidak lagi dipelajari sekedar karena tuntutan
agama, tetapi juga karena desakan kepentingan komunikasi dalam dunia politik, perdagangan,
ekonomi, atau hubungan internasional.
Sejak abad ke-20, lembaga-lembaga pembe-lajaran bahasa Arab mulai banyak
mengembangkan sayapnya. Universitas al-Azhar sendiri sebagai lembaga pendidikan Islam formal
tertua, selalu menerima perutusan generasi muda muslim dari segala penjuru dunia, termasuk
Indonesia. Di Saudi Arabia, muncul akademi-akademi pembelajaran-pembelajaran bahasa Arab
seperti Universitas Ibnu Saud, Universitas Ummul Qura, dan akhir-akhir ini, Universitas Islam
Madinah. Saudi Arabia sendiri tidak hanya mendirikan lembaga pembelajaran bahasa Arab di dunia
Arab, tetapi melebarkan sayapnya ke negara-negara lain, termasuk di Indonesia (LIPIA) pada tahun
1980. Di Jepang juga terdapat lembaga pembelajaran bahasa Arab yang diprakarsai oleh Saudi
Arabiah. Di Seoul, Korea Selatan, beberapa organisasi studi Islam mulai menggalakkan pengajaran
bahasa Arab, baik bagi orientalis maupun kaum muslimin yang ada di sana.1
Pada akhir tahun 90-an, sekolompok pengu-saha muslim di Uni Emirat Arab mendirikan
yayasan yang bernama Dar el-Birr, yang pada tahun 2002 berubah nama menjadi Asean Moslem
Charity Fundation (AMCF), yang bertujuan untuk melakukan pengembangan dan pembinaan
lembaga-lembaga pendidikan Islam. Yayasan ini mendirikan lembaga pembelajaran bahasa Arab di
berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia. Point pertama dari misi Yayasan al-Birr adalah
menyebarluaskan dan menyeleng-garakan pendidikan bahasa Arab.1
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa pembelajaran bahasa Arab
mengalami perkembangan dan pasang surut dari masa ke masa, mulai dari pembelajaran secara
alamiah sampai kepada pembelajaran yang bersifat akademis.

C. Pembelajaran Bahasa Arab sebagai Bahasa Asing di Indonesia


Mengenai awal mula pembelajaran bahasa Arab di Indonesia, hingga saat ini belum
ditemukan data yang menunjukkan waktu yang pasti. Namun dapat dipastikan bahwa bahasa Arab
masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam, karena bahasa Arab. Hal tersebut
karena bahasa Arab di samping sebagai bahasa Alqur’an, juga memiliki kaitan yang sangat erat
dengan berbagai bentuk peribadatan dalam Islam. Atas dasar tersebut, maka dipastikan bahwa

1 3 Beberapa Pokok Pikiran, h. 138.


Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya:
1 Team Penyusun, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab di4 Perguruan Tinggi/IAIN, h. 144-149.
1 5 Beberapa Pokok Pikiran, h. 138.
Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya:
1 Zohra Yasin dan Damhuri, “Penerapan Direct Method6 dan Penciptaan Bi’ah Lugawiyah dalam

Pembelajaran Bahasa Arab (Studi Kasus di Ma’had al-Birr Makassar”, Penelitian, Lembaga Penelitian IAIN
Sultan Amai Gorontalo Tahun 2010, h. 28-29.

Volume 02, Nomor 1 Februari 2014


pembelajaran bahasa Arab di Indonesia pada awalnya adalah untuk memenuhi kebutuhan umat
Islam dalam menunaikan ibadah.
Pembelajaran bahasa Arab pada awalnya diasumsikan diawali dengan pembelajaran abjad
Arab untuk kepentingan belajar Alqur’an. Pada fase selanjunya, bahasa Arab diajarkan untuk tujuan
memahami ajaran agama Islam. Seiring dengan berkembangnya pondok pesantren, untuk mencapai
tujuan ini, digunakan metode membaca teks-teks berbahasa Arab, yang berimplikasi terhadapn
berkembangnya metode gramatika-terjemah (al-Qawaid wa al-Tarjamah). Proses pembelajaran lebih
mene-kankan pada penguasaan aturan-aturan gramatika melalui hapalan dan penerjemahan naskah
kitab-kitab kuning ke dalam bahasa ibu.
Pembelajaran bahasa dengan metode seba-gaimana disebutkan di atas, dapat digolongkan
ke dalam bentuk pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus. Metode ini memiliki kontribusi
sangat besar dalam memahamkan umat Islam Indonesia terhadap ajaran agamanya. Tetapi
dipandang dari segi kemahiran yang dicapai hanya sebatas kemahiran reseptip. 1 Keadaan ini
berlangsung cukup lama, sampai munculnya inovasi-inovasi pembelajaran bahasa Arab.
Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, umat Islam dituntut untuk memiliki
kemampuan berbahasa Arab lebih dari sekedar kemampuan reseptif. Untuk itu diperlukan
kemampuan produktif dan ekspresif. Seiring dengan perkembangan tujuan pembelajaran bahasa
Arab itu, berkembang pula metode pembelajarannya. Para ulama dan intelektual muslim yang belajar
di pusat-pusat pendidikan di Timur Tengah, terutama Mesir, setibanya di tanah air banyak membawa
seangat pembaharuan, termasuk dalam metodologi pembelajaran bahasa Arab. Pada masa inilah
metode langsung (direct method) dalam pembelajaran bahasa Arab diterapkan di Indonesia.
Pengajaran bahasa Arab dengan metode ini terdapat di berbagai perguruan modern sejak awal abad
ke-19 M, seperti di Madrasah Adabiyah Padang panjang (1909) dan Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah
Gontor.1 8

Meskipun upaya-upaya pembaharuan metode pembelajaran bahasa Arab di Indonesia


sudah ada sejak awal abad ke-19, namun tampaknya tidak segera dapat diserap oleh sebagian besar
perguruan Islam di Nusantara. Hal ini tampak bahwa sejak tahun 1990-an sampai awal 2000-an,
pembelajaran bahasa Arab di lembaga pendidikan formal (madrasah dan sekolah umum) terkesan
belum menemukan format pembe-lajaran bahasa Arab yang efektif. Di satu sisi ada kemauan untuk
menggunakan metode langsung, dan di sisi lain pengaruh metode gramatika terjemah masih sangat
kuat dalam pembelajaran formal. Model penghapalan kosa kata dan kaidah-kaidah nahwu, dan
penerjemahan bacaan kata demi kata masih mewarnai pembelajaran bahasa Arab sepanjang tahun
1900-an. Hal tersebut karena sebagian pengajar masih bertahan dengan metode gramatika
tarjamah.1 9

Memasuki abad ke-21 (awal 2000-an) terjadi perkembangan yang cukup signifikan dalam
pembelajaran bahasa Arab di Indonesia. Pada tahun 1999 melalului serangkaian pertemuan yang
dirancang secara sistematis oleh tiga jurusan bahasa dan sastra (Universitas Negeri Malang,
Universitas Gajah Mada, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), diresmikan berdirinya organisasi
profesi pengajar bahasa Arab dengan nama Ittihadul Mudarrisin li al-Lugatil Arabiyah (IMLA) di kota
Batu Malang. Organisasi ini secara rutin melaksanakan seminar dan muktamar dalam tataran
internasional. Sejak keberadaan organisasi ini, para pengajar bahasa Arab mulai aktif menjadi
peserta menyajikan makalah dalam seminar internasional.2 0

Beberapa perguruan tinggi melakukan tero-bosan dan inovasi dalam pengajaran bahasa
Arab, seperti UIN Malang dengan Program Khusus Pembelajaran Bahasa Arab (PKPB). Program ini
diformat sedemikian rupa secara sistemik sehingga menjadi sebuah model pembelajaran bahasa
Arab percontohan di Indonesia.

1 7
Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, h. 29.
1 8
Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, h. 30.
1 9
Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, h. 31.
2 0
Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, h. 34.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


III. Penutup
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Awal mula pembelajaran bahasa Asing dapat dirujuk kepada zaman kekaisaran Romawi kuno.
Bentuk pembelajaran pada awalnya bersifat private dengan metode gramatika - terjemah.
Memasuki abad ke-17 M., Jhon Amos Comenius memperkenalkan metode langsung, namun ia
mendapat tantangan keras para pendidik karena membahayakan kedudukan karya-karya klasik.
Sampai penghujung abad ke-18, kegiatan pembelajaran pembelajaran bahasa kedua masih
didominasi oleh metode gramatika terjemah. Memasuki awal abad ke-19 M., James Hamilton,
Jacotot, dan beberapa tokoh pendidik lainnya menganjurkan agar metode pembelajaran bahasa
kedua kembali kepada metode gramatika induktif dengan mempelajari teks-teks bahasa kedua.
Memasuki abad ke-20 M., penggunaan metode langsung mengambil tempat yang strategis,
khususnya setelah kajian-kajian linguistik dan psikologi bahasa mulai menjadi trend.
2. Akar sejarah pembelajaran bahasa Arab berawal sejak zaman Nabi. Pada zaman Umawiyah,
kebutuhan terhadap pembelajaran bahasa Arab menguat akibat terjadinya interaksi dengan
bangsa non Arab. Memasuki zaman Abbasiyah, kebutuhan ini semakin besar akibat semakin
luasnya interaksi bangsa Arab dengan non Arab yang menyebabkan kemampuan masyarakat
dalam berbahasa Arab yang fasih sudah mulai melemah. Model pembelajaran pada waktu itu
adalah sistim private. Memasuki abad ke-4 H., Bahasa Arab dipelajari melalui metode gramatika
yang bersifat akademis. Memasuki abad ke-17 M., pembelajaran bahasa Arab mulai bangkit
akibat terjadinya model pembelajaran bahasa Asing lainnya. Bahasa Arab ketika itu mulai
diajarkan di Universitas Cambridge. Namun, pembelajaran bahasa Arab di Perguruan Tinggi
tersebut baru menemukan pendekatan yang sistematis pada abad ke-19 M. setelah mengadopsi
metode-metode pembelajaran bahasa Asing di Barat sebagai bahasa kedua.
3. Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia pada awalnya masih bersifat reseptif. Seiring dengan
tuntutan zaman, diperlukan kemampuan produktif dan ekspresif. Seiring dengan perkembangan
tujuan pembelajaran bahasa Arab itu, berkembang pula metode pembelajarannya. Meskipun
upaya-upaya pembaharuan metode pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah ada sejak
awal abad ke-19, namun tampaknya tidak segera dapat diserap oleh sebagian besar perguruan
Islam di Nusantara. Hal ini tampak bahwa sejak tahun 1990-an sampai awal 2000-an,
pembelajaran bahasa Arab di lembaga pendidikan formal (madrasah dan sekolah umum)
terkesan belum menemukan format pembelajaran bahasa Arab yang efektif. Di satu sisi ada
kemauan untuk menggunakan metode langsung, dan di sisi lain pengaruh metode gramatika
terjemah masih sangat kuat dalam pembelajaran formal. Model penghapalan kosa kata dan
kaidah-kaidah nahwu, dan penerjemahan bacaan kata demi kata masih mewarnai pembelajaran
bahasa Arab sepanjang tahun 1900-an. Pada tahun 1999 Beberapa perguruan tinggi melakukan
terobosan dan inovasi dalam pengajaran bahasa Arab, seperti UIN Malang dengan Program
Khusus Pembelajaran Bahasa Arab (PKPB). Program ini diformat sedemikian rupa secara
sistemik sehingga menjadi sebuah model pembelajaran bahasa Arab percontohan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahhab, Muhbib. Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Cet. I; Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2008.

Volume 02, Nomor 1 Februari 2014


Al-Faruqi, Ismail R. dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, penerjemah Ilyas Hasan.
Bandung: Mizan, 2003.

Al-Hafid, H.M. Radhi. Mengenal Metode-metode Pengajaran Bahasa Arab. Ujungpandang: Berkah
Utami, 1993.

Anis, Ibrahim. al-Lugat Baina al-Qawmiyat wa al-‘Alamiyah. Mesir: Dar al-Ma’arif, 1970.

Arsyad, Azhar. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya: Beberapa Pokok Pikiran. Cet. II;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Effendy, Ahmad Fuad. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Cet. IV; Malang: Misykat, 2009.

Hermawan, Acep. Metodologi PembelajaranBahasa Arab. Cet, I; Bandung: Remadja Rosdakarya,


2011.

Perkembangan Metode Pembelajaran Bahasa, dalam http://al-


jadiyd.blogspot.com/2013/11/perkembangan-metode-pembelajaran-bahasa.html (diakses
tanggal 23 Mei 2014).

Sukanta, M. “Pembelajaran Bahasa Arab pada Lembaga Bahasa dan Ilmu Alqur’an DKI Jakarta”,
dalam Jurnal ‘Afaq ‘Arabiyah, Volume 2, No. 2, Desember 2007.

Sumardi, Mulyanto. Pengajaran Bahasa Asing: Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi. Jakarta: Bulan
Bintang, 1974.

Team Penyusun, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab di Perguruan Tinggi/IAIN. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bimas Islam Departemen Agama, 1976.

Yasin, Zohra dan Damhuri, “Penerapan Direct Method dan Penciptaan Bi’ah Lugawiyah dalam
Pembelajaran Bahasa Arab (Studi Kasus di Ma’had al-Birr Makassar”, Penelitian, Lembaga
Penelitian IAIN Sultan Amai Gorontalo Tahun 2010.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


Judul jurnal : PEMBELAJARAN BAHASA ARAB SEBAGAI BAHASA ASING
(SEBUAH TINJAUAN HISTORIS).
1. Isi Jurnal
Jurnal ini menjelaskan tentang Awal mula pembelajaran bahasa Asing dapat dirujuk
kepada zaman kekaisaran Romawi kuno. Bentuk pembelajaran pada awalnya bersifat
private dengan metode gramatika terjemah. Memasuki abad ke-17 M., Jhon Amos
Comenius memperkenalkan metode langsung, namun ia mendapat tantangan keras para
pendidik karena membahayakan kedudukan karya-karya klasik. Model penghapalan kosa
kata dan kaidah-kaidah nahwu, dan penerjemahan bacaan kata demi kata masih mewarnai
pembelajaran bahasa Arab sepanjang tahun 1900-an. Pada tahun 1999 Beberapa
perguruan tinggi melakukan terobosan dan inovasi dalam pengajaran bahasa Arab,
seperti UIN Malang dengan Program Khusus Pembelajaran Bahasa Arab (PKPB). Pada
akhir tahun 90-an dan awal 2000-an, pembelajaran bahasa Arab di Indonesia
menampakkan perkembangan yang sangat signifikan. Berbagai lembaga pendidikan
berdiri memberikan perhatian besar terhadap pembelajaran bahasa Arab, seperti LIPIA,
Ma’had al-Birr, dan STIBA. Selain itu, lembaga-lembaga pendidikan formal di
Indonesia, seperti UIN Malang menerapkan Program Khusus Pembelajaran Bahasa Arab
(PKPBA), yang sampai saat ini menjadi model dan trend dalam pembelajaran bahasa
Arab di Indonesia. Akar sejarah pembelajaran bahasa Arab berawal sejak zaman Nabi.
Pada zaman Umawiyah, kebutuhan terhadap pembelajaran bahasa Arab menguat akibat
terjadinya interaksi dengan bangsa non Arab. Memasuki zaman Abbasiyah, kebutuhan
ini semakin besar akibat semakin luasnya interaksi bangsa Arab dengan non Arab yang
menyebabkan kemampuan masyarakat dalam berbahasa Arab yang fasih sudah mulai
melemah. Model pembelajaran pada waktu itu adalah sistim private. Program ini
diformat sedemikian rupa secara sistemik sehingga menjadi sebuah model pembelajaran
bahasa Arab percontohan di Indonesia.

Volume 02, Nomor 1 Februari 2014


2. Kelebihan dan kekurangan
Jurnal ini memaparkan secara jelas dan lengkap mulai dari abstrak,
pendahuluan yang berisi sejarah perkembangan Bahasa arab secara runtut dari tahun
ke tahun. Penulisan jurnal ini teratur dan sesuai dengan kaidah pembuatan penulisan
jurnal dan telah menyertakan daftar pustaka. Namun isi dari jurnal tersebut bahasanya
kurang memahamkan bagi si pembaca.

TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam

Anda mungkin juga menyukai