Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II

ATRESIA ANI

Disusun oleh kelompok 6 :

1. Bekti Wijayanti (010216A012)

2. Darius Edison Djo Miha (010216A015)

3. Dewi Respati Arumsari (010216A018)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN REGULER TRANSFER

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2017

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, kami panjatkan
puji syukur atas limpahan nikmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini untuk dapat memberikan manfaat bagi sesama.

makalah ini telah kami susun dengan seksama sehingga kami berharap dengan adanya
makalah ini dapat memberikan gambaran kepada rekan perawat mengenai perawatan anak
dengan atresia ani.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekeliruan dan
kekurangan dari paparan yang kami sampaikan dalam makalah ini.

Akhir kata semoga makalah tentang keperawatan anak : atresia ani ini dapat bermanfaat bagi
rekan-rekan perawat semua.

Ungaran, 14 Maret 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................ i
Kata pengantar........................................................................................................... ii
Daftar isi..................................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan..................................................................................................... 1
A.latar belakang............................................................................................. 1
B.Rumusan masalah....................................................................................... 1
C.Tujuan......................................................................................................... 2
Bab II pembahasan..................................................................................................... 3
A.Definisi....................................................................................................... 3
B.Etiologi....................................................................................................... 3
C.Embriologi.................................................................................................. 3
D.Epidemologi............................................................................................... 4
E.Patofisiologi................................................................................................ 5
F.Klasifikasi................................................................................................... 5
G.Manifestasi klinis....................................................................................... 6
H.Pemeriksaan Penunjang.............................................................................. 7
I.Penatalaksanaan........................................................................................... 8
J.Komplikasi................................................................................................... 10
K.Asuhan Keperawatan.................................................................................. 11
Bab III Penutup.......................................................................................................... 16
A.Kesimpulan............................................................................................................. 16
B.Saran....................................................................................................................... 16
Daftar Pustaka............................................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
atresia itu sendiri adalah kelainan congenital dimana lubang anus tertutup
secara abnormal. Atresi ani atau anus inferforate memiliki anus nampak rata, cekung
ke dalam atau kadang berbentuk anus tetapi lubang anus yang ada tidak terbentuk
secara sempurna sehingga lubang tersebut tidak terhubung dengan saluran rectum.
Rectum yang tidak terhubung dengan anus maka feses tidak dapat dikeluarkan dari
dalam tubuh secra normal. Tidak adanya lubang anus ini karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka pada saat kehamilan.

Indonesia memiliki angka kejadian atresi ani sangat tinggi yaitu 90%.
Masyarakat pada daerah perkotan sangat erat kaitannya dengan kepadatan penduduk
dan lingkungan yang kumuh. Lingkungan yang kumuh dapat menjadi faktor
pendukung terjadinya atresia ani. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah
dan pola nutrisi yang kurang baik memungkinkan bahwa keluarga dengan ibu hamil
kurang memperoleh informasi mengenai kesehatan
pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan lingkungan yang terpapar
dengan zat – zat racun seperti asap rokok, alkohol dan nikotin dapat mempengaruhi
perkembangan janin.

Atresia ani merupakan suatu penyakit yang terjadi karena


faktor genetik, lingkungan dan atau keduanya. Kelainan ini harus segera ditangani,
jika tidak maka akan terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan
inkontinensia feses. Maka dari itu untuk menambah wawasan penulis mengangkat
tema atresia ani untuk mengurangi angka kejadian atresia ani di indonesia. Makalah
ini ditulis bertujuan untuk mengetahui komplikasi, penatalaksanaan dan asuhan
keperawatan mengenai atresia ani.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud atresia ani ?
2. Bagaimana epidemiologi dan etiologi atresia ani ?
3. Bagaimana tanda dan gejala, patofisiologi, atresia ani ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan terhadap pasien atresia ani ?

iv
C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi atresia ani
2. Mengetahui epidemologi dan etiologi atresia ani
3. Mengetahui tanda dan gejala, patofisiologi, atresia ani
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien atresia ani

v
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada
dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani
adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna,
termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum. Insiden
1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal,
Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009)
B. ETIOLOGI
Atresia ani dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.
3. Berkaitan dengan sindrom down.

Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah


komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi
meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1
dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000
kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan
pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan
bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia
ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt M, 2007).

C. EMBRIOLOGI
Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens,
sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.emdodern usus belakang ini juga membentuk
lapisan dalam kandung kemih dan uretra (Sadler T.W, 2014). Bagian akhir usus
belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang
berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah pertemuan antara
endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka (Sadler T.W, 2014).

vi
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum
urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang.Sekat ini tumbuh kearah
kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus uroginetalis
primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7
minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah
korpus parienalis. Membran kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di
belakang, dan membran urogenitalis di depan (Sadler T.W, 2014).
Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim, yang
dikenal sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu ke-9, membran analis
koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas kanalis analis
berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri
mesentrika inferior. Akan tetapi, sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari
ektoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah
kolumna analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis
gepeng (Sadler T.W, 2014).
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus
halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan
kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka,
membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau
analpit.
Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan
perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak
tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal
dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi,
otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus dapat tidak ada atau rudimenter (Faradilla, 2009).
D. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam
5000 kelahiran ( Grosfeld J, 2006). Secara umum, atresia ani lebih banyak ditemukan
pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang
paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan

vii
pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling banyak ditemui adalah atresia ani
diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K, 2005).
Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa atresia
ani letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan atresia letak tinggi .
E. PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin
akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir
kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya
akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90%
dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki
umumnya fistula menuju ke vesika.
urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada
letak rendah fistula menuju ke uretra (rektouretralis) (Faradilla, 2009).
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm.
Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.

F. KLASIIKASI.
Menurut klasifikasi Wingspread yang dikutip Hamami A.H, (2004), atresia ani
dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki
golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu :
1. kelainan fistel urin
2. atresia rektum
3. perineum datar,
4. fistel tidak ada dan
5. pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit.

viii
Golongan II pada laki – laki dibagi 5 kelainan yaitu :

1. kelainan fistel perineum


2. membran anal
3. stenosis anus
4. fistel tidak ada dan
5. pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit.

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu :

1. kelainan kloaka
2. fistel vagina
3. fistel rektovestibular
4. atresia rektum
5. fistel tidak ada dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit.

Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu :

1. kelainan fistel perineum


2. stenosis anus
3. fistel tidak ada. Dan
4. pada invertogram: udara < 1 cm dari kulit (Hamami A.H, 2004).

G. MANIFESTASI KLINIS.
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam.
Gejala itu dapat berupa :
1. Perut kembung.
2. Muntah.
3. Tidak bisa buang air besar.
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan (FK UII, 2009).

Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum
berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat
melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke

ix
uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada
(Departement of Surgery University of Michigan, 2009). Sebagian besar bayi dengan
atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem lain.
Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan
dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara
kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi
anorektal adalah :
1. Kelainan kardiovaskuler. Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani.
Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten
ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal. Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal
(10%), obstruksi duodenum (1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis. Kelainan tulang belakang yang
sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis,
butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering
ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius. Kelainan traktus urogenital kongenital paling
banyak ditemukan pada atresia ani. Beberapa penelitian menunjukkan insiden
kelainan urogeital dengan atresia ani letak tinggi antara 50 % sampai 60%,
dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri
sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,
Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae,
Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.

x
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum
sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah
tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus,
pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah
sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah
dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah
antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

I. PENATALAKSANAAN.

Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak


tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan
atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini
banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.
Pena dan Defries yang dikutip oleh Faradillah memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong
rektum dan pemotongan fistel (Faradilla, 2009).

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka


panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi
trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran
rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan
fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan

xi
oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak
adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya
berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula
(Faradilla, 2009).

Menurut Leape yang dikutip oleh Faradilla menganjurkan pada :

a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).

b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya


dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sfingter ani ekternus.

c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.

d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. (Faradilla, 2009). Pena secara
tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi
definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai
adalah posterosagital anorektoplasti, baikminimal, limited atau full postero
sagital anorektoplasti (Faradilla, 2009).

Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan


vital ke vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel vagina, mekonium
tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya
dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya
evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.

Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi
dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka
tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna.
Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari
tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.

xii
Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila
tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi. Golongan II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya.
Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak
di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.

Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitif. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit. Dapat
segera dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga
perlu segera dilakukan kolostomi.

Yang harus diperhatikan ialah adanya fitel atau kenormalan bentuk perineum dan
tidak adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat
kelompok dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum.

Golongan I. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara
praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila
dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia
rektum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak
ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan
kolostomi.

Golongan II. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat
anterior dari letak anunormal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan
mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi
definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan wanita, tindakan definitive
harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1cm dari kulit pada invertogram,
perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah .

J. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi pada klien atresia ani adalah
asidosis hiperkloremi, infeksi saluran kemih yang berkepanjangan, dan kerusakan
uretra. Komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi antara lain eversi mukosa

xiii
anal, stenosis, infaksi dan kostipasi, masalah toilet training, prolaps mukosa
anorectal, dan fistula kambuhan. Komplikasi lainnya antara lain obstruksi
intestinal dan inkontinensia bowel.

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a.       Biodata klien.
b.      Riwayat keperawatan.
1)      Riwayat keperawatan/ kesehatan sekarang.
2)      Riwayat kesehatan masa lalu.
c.       Riwayat psikologis.
Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
d.      Riwayat tumbuh kembang anak.
1)      BB lahir abnormal.
2)      Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
3)      Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
4)      Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
e.       Riwayat sosial.
f.       Pemeriksaan fisik.
g.      Pemeriksaan penunjang
1)      Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2)      Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3)      Ultrasound terhadap abdomen

xiv
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh
karena massa tumor.
4)      CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5)      Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6)      Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7)      Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.

2. Diagnosa yang mungkin mncul pada atresia ani

Diagnosa pre-op

1. Konstipasi berhubungan dengan striktur anal rektal


2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit

Diagnosa post-op

1. Resiko infeksi
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik prosedur bedah

N Masalah Keperawatan Noc Nic


o
1 Domain 2 Konstipasi Konstipasi
Konstipasi berhubungan
dengan striktur anal Setelah dilakukan 1. Menejemen saluran
rektal. tindakan cerna
Definisi : penurunan keperawatan 3x Aktivitas-aktivitas:
frekuensi normal 24 jam konstipasi  Monitor bising usus

xv
defekasi yang disertai terkendali.  Laporkan
kesulitan atau Dengan kriteria berkurangnya
pengeluaran feses tidak hasil : 1. eliminasi bising usus
tuntas dan/atau feses usus dari skala 2. Menjemen
yang keras, kering dan 1(sangat konstipasi/impaksi
banyak terganggu) ke  Monitor tanda dan
Batasan karakteristik : skala 3(cukup gejala konstipasi
Tidak dapat terganggu)  Konsultasikan
mengeluarkan feses  Pola kepada dokter
Tidak dapat makan eliminasi mengenai
Muntah  Kontrol penurunan/peningk
Perkusi abdomen pekak gerak usus atan bising usus.
 Suara
bisisng
usus

2 Domain 12 Setelah dilakukan 1. Menejemen nyeri.


Gangguan rasa nyaman tidakan asuhan Aktivitas-aktivitas :
berhubungan dengan keperawatan  Observasi adanya
gejala terkait penyakit selama 3x 24 jam petunjuk non verbal
Definisi : merasa kurang gangguan rasa mengenai
nyaman, lega, dan nyaman berkurang ketidaknyamanan
sempurna dengan kriteria terutama pada
Batasan karakteristik : hasil : mereka yang tidak
 Gelisah 1. kontrol berkomunikasi
 Ketidakmampua nyeri dari secara efektif
n untuk relaks 5(sering  Patikan perawatan
 Menangis menunjukk analgesik bagi
 Merasa tidak an menjadi pasien diberikan
nyaman 3 (kadang secara ketat

 merintih menunjuka  Kurangi atau


n) eliminasi faktor-
2. tingkat faktor yang yang
nyeri dapat mencetuskan

xvi
dari atau meningkatkan
1(berat) nyeri
menjadi 3
(sedang)

3 Domain 11 Resiko infeksi Resiko infeksi


Resiko infeksi
Definisi : rentan Setelah dilakukan Kontrol infeksi
mengalami invasi dan tindakan Aktivitas-aktivitas :
multiplikasi organisme keperawatan 3x  Bersihkan
patogenik yang dapat 24 resiko infeksi lingkungan dengan
mengganggu kesehatan menurun. baik setelah
Faktor resiko : Dengan kriteria digunakan untuk
 Prosedur invasif hasil: setiap pasien
Pertahanan tubuh primer 1. Keparahan  Pastikan teknik
tidak adekuat infeksi dari perawatan luka
 Gangguan 1 (berat) yang tepat
integritas kulit menjadi 3  Berikan terapi
(sedang) antibiotik yang
 Kemeraha sesuai
n  Berikan imunisasi
 Demam yang sesuai
 Hipertermi
a
 Nyeri
 Jaringan
lunak
4 Domain 12 Nyeri akut Nyeri akut
Nyeri akut berhubungan 1. Menejemen nyeri.
dengan agen cidera fisik Setelah dilakukan Aktivitas-aktivitas :
prosedur bedah tidakan asuhan  Observasi adanya
Definisi : pengalaman keperawatan petunjuk non verbal
sensori dan emosional selama 3x 24 jam mengenai

xvii
tidak menyenangkan gangguan rasa ketidaknyamanan
yang muncul akibat nyaman berkurang terutama pada
kerusakan jaringan dengan kriteria mereka yang tidak
aktual atau potensial hasil : berkomunikasi
atau yang digambarkan 1. kontrol secara efektif
sebagai kerusakan, nyeri dari  Patikan perawatan
awitan yang tiba-tiba 5(sering analgesik bagi
atau lambat dari menunjukk pasien diberikan
intensitas ringan hingga an menjadi secara ketat
berat dengan akhir yang 3 (kadang  Kurangi atau
dapat diantisipasi atau menunjuka eliminasi faktor-
diprediksi n) faktor yang yang
Batasan karakteristik : 2. tingkat dapat mencetuskan
 Bukti nyeri nyeri dari atau meningkatkan
dengan 1(berat) nyeri
menggunakan menjadi 3
standar daftar (sedang)
periksa nyeri
untuk pasien
yang tidak dapat
mengungkapkan
nya
 Ekspresi wajah
nyeri
 Mengeksprsikan
perilaku
menangis,
merengek

xviii
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen
genetik.Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya.

B. SARAN
Kami menyarankan kepada pembaca agar makalah ini dapat dimengerti dan dipahami
dengan baik, sehingga kita dapat mengetahui tentang perawatan pada pasien atresia ani.
Agar dapat menjadi pedoman buat kita sebagai perawat.

xix
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, dkk.2016. nursing interventions classification, 6th edition. Singapore :


Elsevier Inc
Herdman, T.Heather.2015.Nanda internasional Inc.Diagnosisi Keperawatan : Definisi dan
klaifikasi2015-2017. Jakarta : EGC
Moorhead, sue, dkk.2013.nursing outcomes classification 5th edition. Singapore : Elsevier
Inc

xx

Anda mungkin juga menyukai