MASALAH HIPERTERMI”
OLEH:
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang timbul pada pasien demam typhoid yaitu
hipertermia. Hipertermia adalah suatu keadaan dimana seorang individu
mengalami peningkatan suhu tubuh 37,8oC peroral atau 38,8oC per rektal karena
faktor eksternal (Nurrofiq,2012). Hipertermi berhungan ketika sistem kontrol
suhu normal tubuh tidak dapat secara efektif mengatur suhu internal. Biasanya,
pada suhu tinggi tubuh akan mendinginkan melalui penguapan. Namun, dalam
kondisi tertentu (suhu udara di atas 95oC atau 35oC dan dengan kelembapan yang
tinggi),. Mekanisme pendinginan ini menjadi kurang efektif. Ketika kelembapan
udara tinggi, keringat tidak akan menguap dengan cepat, mencegah tubuh dari
melepaskan panas dengan cepat. Selanjutnya, tanpa asupan cairan yang cukup,
kehilangan cairan yang berlebihan dan ketidakseimbangan elektolit juga dapat
terjadi menyebabkan dehidrasi dalam kasus tersebut, suhu tubuh seseorang
meningkat dengan cepat. Suhu tubuh yang tinggi dapat merusak otak dan organ
vital lainnya. Kondisi lain dapat membatasi kemampuan untuk mengatur suhu
tubuh termasuk penyakit demam tinggi (Librianti, 2014).
Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal merupakan salah satu
kebutuhan biologis yang menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi. Suhu tubuh yang berperan dalam menjaga suhu tubuh tetap dalam batas
normal. Termoregulasi adalah proses homeostatic berfungsi untuk
mempertahankan suhu tubuh untuk tetap dalam keadaan normal, yang dicapai
dengan penyeimbangan panas yamg ada didalam tubuh dan dikeluarkan
(Librianti, 2014).
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Penyakit tyfoid disebakan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri
enterik gram negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada
manusia. Penyakit ini mudah berpindah dari satu orang ke orang lain
yang kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungannya yaitu
penularan secara langsung jika bakteri ini terdapat pada feses, urine
atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang lain dan
secara tidak langsung melalui makanan atau minuman. Salmonella
typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat
bakteri berkembang biak dan merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi
demam. Jumlah bakteri yang banyak dalam darah (bakteremia)
menyebabkan demam makin tinggi. Penyakit typoid ini mempunyai
hubungan erat dengan lingkungan terutama pada lingkungan yang
penyediaan air minumnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan
sanitasi yang buruk pada lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit typoid tersebar
yaitu polusi udara, sanitasi umum, kualitas air temperatur, kepadatan
penduduk, kemiskinan dan lain-lain. beberapa penelitian di seluruh
dunia menemukan bahwa laki-laki lebih sering terkena demam tifoid,
karena laki-laki lebih sering bekerja dan makan di luar rumah yang
tidak terjamin kebersihannya. Tetapi berdasarkan dari daya tahan
tubuh, wanita lebih berpeluang untuk terkena dampak yang lebih berat
atau mendapat komplikasi dari demam tifoid. Salah satu teori yang
menunjukkan hal tersebut adalah ketika Salmonella typhi masuk ke
dalam sel-sel hati, maka hormon estrogen pada wanita akan bekerja
lebih berat. (Ardiaria,2019)
2.1.3 Patofisiologi
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang
dipengaruhi oleh IL-1. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau
demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan
panas. Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap
berbagai rangsangan infeksi, luka atau trauma, seperti halnya letargi,
berkurangnya nafsu makan dan minum yang dapat menyebabkan
dehidrasi, sulit tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase akut dan lain-
lain. Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen
yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, terutama infeksi.
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua
jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen. (Ardiaria,2019)
Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap
kenaikan suhu 10°C akan meningkatkan laju metabolisme sekitar
10%). Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat
dua jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pada anak dan balita,
demam tinggi dapat menyebabkan kejang. Dari suatu penelitian
didapatkan bahwa jumlah organisme yang dapat menimbulkan gejala
penyakit adalah sebanyak 105-106 organisme, walaupun jumlah yang
diperlukan untuk menimbulkan gejala klinis pada bayi dan anak
mungkin lebih kecil. Semakin besar dosis Salmonella Typhi yang
tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis,
semakin pendek masa inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang
timbul. (Ardiaria,2019)
2.1.4 Pathway Demam Typhoid (Nur Arif, Amin Huda & Kusuma,
Hardi, 2015)
Salmonella Thyposa
Menyerang Mukosa
Intoleransi
Aktivitas
1. Faktor penyebab :
a. Penyakit atau trauma
b. Peningkatan metabolisme
c. Pengaruh medikasi
d. Dehidrasi dan pakaian yang tidak tepat
e. Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
f. Aktivitas yang berlebihan
g. Faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. (Tim Pokja DKI DPP
PPNI,2016)
2. Batasan Karakteristik
a. Mayor (harus terdapat)
1. Suhu lebih tinggi dari 37,8oC per oral atau 38.8oC per rektal
2. Kulit hangat
3. Takikardia
b. Minor (mungkin terjadi)
1. Kulit kemerahan
2. Peningkatan kedalaman pernapasan
3. Menggigil atau merinding
4. Dehidrasi
5. Sakit dan nyeri yang spesifik atau umum (mis: sakit,
malaise/kelelahan)
6. Kehilangan nafsu makan
2.2.5 Patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan
nama pirogen. Pirogen adalah zat yang menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksigen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksigen adalah produk
mikroorganisme seperti toksik atau mikroorganisme seutuhnya. Salah
satu pirogen eksigen klasik adalah endotoksin lipopolisakaridayang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah
pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam
tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-I, IL-6,
TNF-a dan IFN, sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya
dalah monosit, neutrofil dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulsi, proses terjadinya
demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,limfosit,
neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin mediator,
inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah outoh tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen.
Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand,
2010). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan
patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. hipotalamus
akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang
baru sehingga ini memicu mekanisme untuk meningkatkan panas
antara lain menggigil, vasikonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tesebut. Demam
memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase
peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi
pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk
memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik
patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan
merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan
panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan. (Dalal & Zhulovsky,
2011).
2.2.6 Klasifikasi
Menurut Tamsuri (2012) suhu tubuh dibagi:
1. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36oC
2. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36oC-37,7oC
3. Febris/pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5oC-40oC
4. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40oC
2.2.6 Tanda dan Gejala
1. Demam tinggi dari 39-40oC
2. Tubuh menggigil
3. Denyut jantung lemah (bradikardi)
4. Badan lemah
5. Nyeri otot
6. Kehilangan nafsu makan
7. Konstipasi
8. Sakit perut
9. Rose spots. Pada kasus tertentu muncul penyebaran flek merah
2.2.7 Tipe dan Jenis Demam
1. Demam septik, yaitu suhu tubuh berangsur naikke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas
normal pada pagi hari. Demam disertai keluhan menggigil dan
berkeringat, bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten, yaitu suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yamg
mungkin tercatat mencapai 2oC dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatat pada demam septik.
3. Demam intermiten, yaitu suhu tubuh turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari.
4. Demam kontinyu, yaitu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
> 1oC.
5. Demam siklik, yaitu terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
2.2.8 Faktor Yang Mempengaruhi
1. Usia
2. Irama
3. Stress
4. Lingkungan
2.2.9 Penatalaksanaan
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi
fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus.
Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh
yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.
Penatalaksanaa demam dapat dibagi menjadi dua garis besa yaitu: non-
farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi diperlukan penanganan
demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur <
3 bulan dengan suhu rektal >38oC, penderita dengan umur 3-12 bulan
dengan suhu >39oC, penderita dengan suhu >40,5oC, dan demam
dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam (Kaneshiro &
Zieve,2010). Beberapa penatalaksanaan terapi non-farmakologi dan
terapi farmakologi dari demam yaitu:
1. Terapi non-farmakologi (Ilmiah,2016)
a. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah
dehidrasi dan beristirahat yang cukup.
b. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan
pada saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang
terlalu berlebihan.
c. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian
kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat.
2. Terapi farmakologi
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam adalah
paracetamol (asetaminofen) dam ibuprofen. Paracetamol cepat
bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki
efek kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak dianjurkan
untuk pemberian paracetamol sebagai antipiretik. (Kaushik,
Pineda & Kest , 2010).
2.2.10. Komplikasi
1. Peradangan usus
Apabila peradang terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut
hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan
benzidin, jika perdarahan banyak maka dapat terjadi melena yang
bisa disertai myeri perit dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi yamg tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan
bila terdapat udara dirongga peritonium, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada
foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3. Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi
tanpa perfosi usus. Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri
perut yamg hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
METODE PENELITIAN
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2011: 111). Metode pengumpulan data yang digunakan diantaranya :
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subyek dan
proses pengumpulan data tergantung dari desain penelitian. Langkah-langkah
pengumpulan data tergantung dari desain dan tehnik instrumen yang
digunakan (Nursalam, 2011). Proses pengumpulan data studi kasus ini
terdapat tiga tahapan yaitu :
a. Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).
Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan , kemudian disalin dalam
bentuk transkrip.
b. Mereduksi Data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan
dijadikan satu dalam bentuk transkrip. Data yang terkumpul kemudian
dibuat koding yang dibuat oleh peneliti dan mempunyai arti tertentu sesuai
dengan topik penelitian yang diterapkan. Data obyektif dianalisis
berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai
normal.
c. Penyajian data.
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks
naratif. Kerahasiaan dari responden dijamin dengan jalan mengaburkan
identitas dari responden.
d. Kesimpulan.
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan
hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku
kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.
1.6 Etik Penelitian
Dicantukan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :
1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)
Bentuk antara persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan
memberikan lembar persetujuan. Tujuan Informed Consent adalah agar
subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
menempatkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian
yang akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Semua inormasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagmosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia