Anda di halaman 1dari 28

KARYA TULIS ILMIAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DEMAM TYPHOID DENGAN

MASALAH HIPERTERMI”

OLEH:

ULFA DEWI SANTIKA


(1810035)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III

SEKOLAH TINGGI OLMU KESEHATAN KEPANJEN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Demam typhoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh


salmonella enterica serovar typhi (S typhi) (Nelwan, 2012). Menurut Inawati
(2017) demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi. Berdasarkan keterangan tersebut makan typhoid adalah
seseorang yang terinfeksi bakteri yang disebut bakteri Salmonella enterica
serovar typhi (S typhi) yang berdampak kepada tubuh seseorang secara
menyeluruh ditandai dengan adanya demam. Penyakit ini ditularkan melalui
konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urine orang
yang terinfeksi. Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah terkena, dan gejala
meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan,
sembelit atau diare, bintik-bintik merah muda di dada (Rose Spots), dan
pembesaran limfa dan hati (Inawati, 2017).

Penyakit menular ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat


dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta per tahun di dunia dan menyebabkan
216.000-600.000 kematian. Studi yang dilakukan di daerah urban di beberapa
negara pada anak 5-15 tahun menunjukkan insidensi dengan biakan darah positif
mencapai 180-194 per 100.000 anak, di asia selatan pada usia 5-15 tahun sebesar
400-500 per 100.000 penduduk, di asia tenggara 100-200 per 100.000 penduduk,
dan di asia timur laut kurang dari 100 kasus per 100.000 penduduk. Komplikasi
serius dapat terjadi hingga 10% khususnya pada individu yang menderita typhoid
lebih dari 2 minggu dan tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.
Casefatality Rate (CVR) diperkiran 1-4% dengan rasio 10 kali lebih tinggi pada
anak usia lebih tua (4% dibandingkan anak usia < 4 meningkat hingga 20%
(Purba,dkk, 2017).
Demam typhoid di Indonesia harus mendapat perhatian serius dengan
berbagai pihak, karena penyakit ini bersifat endemis dan mengancam kesehatan
masyarakat. Permasalahannya semakin kompleks dengan meningkatnya kasus-
kasus karier (carrier) atau relaps dan resistensi terhadap obat-obatan yang dipakai,
sehingga menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan. pada tahun 2014, angka
kesakitan typhoid di indonesia menempati urutan ke tiga dan 10 penyakit
terbanyak dirawat inap di rumah sakit, yaitu dilaporkan sebesar 80.850 kasus
yang meninggal sebanyak 1747 kasus. Hasil telah kasus dirumah sakit besar di
indonesia menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah kasus typhoid
dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500 per 100.000 penduduk dan
kematian diperkirakan sekitar 0,6-5% (Purba,dkk,2017).

Kasus tertinggi demam typhoid dijawa tengah dilaporkan tertinggi di kota


semarang yaitu 4.973 kasus (48,33%) dibandingkan dengan jumlah keseluruhan
kasus demam typhoid di kabupaten atau kota lain di kota jawa tengah.
Dibandingkan dengan kasus kseseluruhan PTM lain di kota semarang sebesar
3,19%. Sedangakan kasus tertinggi kedua adalah kabupaten sukoharjo yaitu 3.164
kasus (14,25%) dan apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan PTM lain
di kabupaten sukoharjo adalah 10,99%. Kasus ini paling sedikit di jumpai di kota
semarang yaitu 4 kasus (0,01%). Rata-rata kasus demam typhoid di jawa tengah
adalah 635,60 kasus (Dinkes Jateng, 2014). Sedangkan kasus demam typhoid di
kabupaten kebumen melalui data kasus demam typhoid di RSUD Dr. Soedirman
kebumen dari tahun 2015-2016 sebanyak 817 kasus, ada di bangsal dahlia sendiri
sebanyak 370 kasus (data laporan RSUD Dr. Soedirman kebumen 2016).

Salah satu masalah yang timbul pada pasien demam typhoid yaitu
hipertermia. Hipertermia adalah suatu keadaan dimana seorang individu
mengalami peningkatan suhu tubuh 37,8oC peroral atau 38,8oC per rektal karena
faktor eksternal (Nurrofiq,2012). Hipertermi berhungan ketika sistem kontrol
suhu normal tubuh tidak dapat secara efektif mengatur suhu internal. Biasanya,
pada suhu tinggi tubuh akan mendinginkan melalui penguapan. Namun, dalam
kondisi tertentu (suhu udara di atas 95oC atau 35oC dan dengan kelembapan yang
tinggi),. Mekanisme pendinginan ini menjadi kurang efektif. Ketika kelembapan
udara tinggi, keringat tidak akan menguap dengan cepat, mencegah tubuh dari
melepaskan panas dengan cepat. Selanjutnya, tanpa asupan cairan yang cukup,
kehilangan cairan yang berlebihan dan ketidakseimbangan elektolit juga dapat
terjadi menyebabkan dehidrasi dalam kasus tersebut, suhu tubuh seseorang
meningkat dengan cepat. Suhu tubuh yang tinggi dapat merusak otak dan organ
vital lainnya. Kondisi lain dapat membatasi kemampuan untuk mengatur suhu
tubuh termasuk penyakit demam tinggi (Librianti, 2014).

Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal merupakan salah satu
kebutuhan biologis yang menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi. Suhu tubuh yang berperan dalam menjaga suhu tubuh tetap dalam batas
normal. Termoregulasi adalah proses homeostatic berfungsi untuk
mempertahankan suhu tubuh untuk tetap dalam keadaan normal, yang dicapai
dengan penyeimbangan panas yamg ada didalam tubuh dan dikeluarkan
(Librianti, 2014).

1.2 BATASAN MASALAH


Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan pada klien
Demam Typhoid dengan Hipertermi

1.3 RUMUSAN MASALAH


Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien Demam Typhoid dengan
Hipertermi

1.4 TUJUAN UMUM


Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Demam Typhoid dengan
Hipertermi
1.5 TUJUAN KHUSUS

1) Melaksanakan Asuhan Keperawatan dan pengkajian pada klien Demam


Typhoid dengan Hipertermi
2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien Demam Typhoid dengan
Hipertermi
3) Menyusun intervensi keperawatan pada klien Demam Typhoid dengan
Hipertermi
4) Melaksanakan implementasi keperawatan pada klien Demam Typhoid
dengan Hipertermi
5) Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien Demam Typhoid dengan
Hipertermi
1.4 MANFAAT
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai dasar dalam mengembangkan asuhan keperawatan pada klien
penderita Demam Typhoid dengan hipertermi
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Perawat
Dari hasil penelitian dan pengkajian ini dapat menjadi
tambahan ilmu dan tolak ukur dalam pemberian asuhan keperawatan
pada klien demam typhoid dengan hipertermi
2) Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik
dan tepat pada klien Demam Typhoid dengan Hipertermi
3) Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan dalam proses belajar mengajar
dan mengembangkan ilmu tentang asuhan keperawatan yang tepat
pada klien Demam Typhoid dengan Hipertermi
4) Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dan keluarga dapat melakukan perawatan
yang benar bagi klien agar klien mendapatkan perawatan yang tepat
dalam keluarganya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Demam Typhoid


2.1.1 Pengertian Demam Typhoid
Penyakit demam typhoid merupakan infeksi akut pada usus
halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan
gangguan pencernaan dan dapat menurunkan tingkat kesadaran.
Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat
akut. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi. Gejala klinis dari
demam typhoid yaitu demam berkepanjangan, bakterimia, serta invasi
bakteri sekaligus multiplikasi se dalam sel-sel fagosit mononuklear
dari hati, limpa, kelenjar limfe, usus dan peyer’s patch (Ardiaria,
2019). Demam typhoid termasuk penyakit menular yang tercantum
dalam undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok
penyakit menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat
menimbulkan wabah (Sudoyo,2010).
Pemularan Salmonella typhi sebagian besar melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau pembawa kuman dan biasanya keluar bersama-sama
dengan tinja. Transmisi jiga dapat terjadi secara transplasenta dari
seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya
(Soedarno et al,2008).

2.1.2 Etiologi
Penyakit tyfoid disebakan oleh Salmonella typhi yaitu bakteri
enterik gram negatif berbentuk basil dan bersifat patogen pada
manusia. Penyakit ini mudah berpindah dari satu orang ke orang lain
yang kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungannya yaitu
penularan secara langsung jika bakteri ini terdapat pada feses, urine
atau muntahan penderita dapat menularkan kepada orang lain dan
secara tidak langsung melalui makanan atau minuman. Salmonella
typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat
bakteri berkembang biak dan merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang sehingga terjadi
demam. Jumlah bakteri yang banyak dalam darah (bakteremia)
menyebabkan demam makin tinggi. Penyakit typoid ini mempunyai
hubungan erat dengan lingkungan terutama pada lingkungan yang
penyediaan air minumnya tidak memenuhi syarat kesehatan dan
sanitasi yang buruk pada lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit typoid tersebar
yaitu polusi udara, sanitasi umum, kualitas air temperatur, kepadatan
penduduk, kemiskinan dan lain-lain. beberapa penelitian di seluruh
dunia menemukan bahwa laki-laki lebih sering terkena demam tifoid,
karena laki-laki lebih sering bekerja dan makan di luar rumah yang
tidak terjamin kebersihannya. Tetapi berdasarkan dari daya tahan
tubuh, wanita lebih berpeluang untuk terkena dampak yang lebih berat
atau mendapat komplikasi dari demam tifoid. Salah satu teori yang
menunjukkan hal tersebut adalah ketika Salmonella typhi masuk ke
dalam sel-sel hati, maka hormon estrogen pada wanita akan bekerja
lebih berat. (Ardiaria,2019)

2.1.3 Patofisiologi
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang
dipengaruhi oleh IL-1. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau
demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan
panas. Demam merupakan bagian dari respon fase akut terhadap
berbagai rangsangan infeksi, luka atau trauma, seperti halnya letargi,
berkurangnya nafsu makan dan minum yang dapat menyebabkan
dehidrasi, sulit tidur, hipozinkemia, sintesis protein fase akut dan lain-
lain. Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen
yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, terutama infeksi.
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua
jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen. (Ardiaria,2019)
Demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi (setiap
kenaikan suhu 10°C akan meningkatkan laju metabolisme sekitar
10%). Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat
dua jenis yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pada anak dan balita,
demam tinggi dapat menyebabkan kejang. Dari suatu penelitian
didapatkan bahwa jumlah organisme yang dapat menimbulkan gejala
penyakit adalah sebanyak 105-106 organisme, walaupun jumlah yang
diperlukan untuk menimbulkan gejala klinis pada bayi dan anak
mungkin lebih kecil. Semakin besar dosis Salmonella Typhi yang
tertelan semakin banyak pula orang yang menunjukkan gejala klinis,
semakin pendek masa inkubasi tidak merubah sindrom klinik yang
timbul. (Ardiaria,2019)
2.1.4 Pathway Demam Typhoid (Nur Arif, Amin Huda & Kusuma,
Hardi, 2015)
Salmonella Thyposa

Masuk ke dalam saluran pencernaan

Menyerang Mukosa

Endotoksin Limfa Hati Kelenjar


Limfoid
Demam Splenomegali Hematomegali Usus
Halus
mmmmmmmm Nyeri
Hipertermi
Tukak
Dehidrasi
Penurunan nafsu
Cairan tubuh kurang dari makan

Intoleransi
Aktivitas

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gejala demam typhoid sangat bervariasi , dari gejala ringan
yang tidak memerlukan perawatan hingga gejala berat yang
memerlukan perawatan. Masa inkubasi demam typhoid berlangsung
antara 10-14 hari. Pada awal periode penyakit ini, penderita demam
typhoid mengalami demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan-
lahan terutama pada sore hingga malam hari (Widodo et al,2014:551).
Pada saat demam tinggi, dapat disertai dengan gangguan system saraf
pusat, seperti kesdaran menurun, penurunan kesadaran mulai dari
apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang
tenggorokan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam typhoid sangat
bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obtipasi, atau obtipasi
kemudian disusul dengan diare, lidah tampak kotor dengan warna
putih di tengah, hepatimegaly dan splenomegaly. (Sumarno ed.et al
2010 :341)

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


1) Uji Widal
Uji widal dilakukan umtuk mendeteksi adanya kuman
Salmonella typi. Pada uji widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen
kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglitinin. Antigen yang
digunakan dalam uji widal ini adalah kiman S.typhi yang sudah
dinonaktifkan. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglitinin dalam serum penderita tersangka demam typhoid yaitu: a)
Aglutinin O (dari tubuh kuman) b) Aglutinin H (flagella kuman) c)
Aglutini Vi (simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut, hanya aglutinin O dan H yang
digunakan untuk mendiagnosis demam typhoid. Semakin tinggi titer,
semakin tinggi kemungkinan infeksi kuman ini. Pembentukan
aglutinin terjadi pada akhir minggu I demam, kemudian meningkat
dan mencapai puncaknya pada minggu ke IV. Pada fase akut, awalnya
timbul aglutinin O, kemudian diikuti muncul aglutinin H. Pada orang
sembuh masih dijumpai aglutinin O setelah 4-6 bulan. Sedangkan
aglutinin H menetap lebih lama 9-12 bulan (Widodo et al 2014:551).
2) Uji Typhidot
Uji Typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibody IgM dan
IgG yang terdapat pada protein membrane luar Salmonella Typhi.
Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG yang terdapat
dalam antigen Salmonella typhi. Pada kasus reinfeksi, respon imun
sekunder IgMG teraktivitas secara berlebihan sehingga IgM sulit
dideteksi. IgG dapat bertahan 2 tahun setelah pendeteksian, sehingga
tidak dapat digunakan untuk membedakan kasus infeksi akut dan
kasus reinfeksi (Widodo et al 2014:552).

2.2 Konsep Hipertermi

2.2.1 Pengertian Hipertermi

Hipertermi adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh di atas


rentang normaltubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Hipertermi
merupakan keadaan dimana individu mengalami atau berisiko
mengalami kenaikan suhu tubuh >37,8oC (100oF) per oral atau 38,8oC
(101oF) per rektal yang sifatnya menetap karena faktor eksternal
(Carpenito,2012). Hipertermi merupakan keadaan peningkatan suhu
tubuh (suhu rektal > 38,8oC (100,4 F)) yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun
mengurangi produksi panas (Perry & Potter, 2010).

2.2.2 Etiologi Hipertermi

Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan


toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat
menyebabkan efek peransangan terhadap pusat pengaturan suhu
sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat
berupa protein pecahan protein, dan zat lain. Terutama toksik
polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik/pirogen yang dihasilkan
dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama
keadaan sakit.

2.2.3 Faktor Penyebab

1. Faktor penyebab :
a. Penyakit atau trauma
b. Peningkatan metabolisme
c. Pengaruh medikasi
d. Dehidrasi dan pakaian yang tidak tepat
e. Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
f. Aktivitas yang berlebihan
g. Faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. (Tim Pokja DKI DPP
PPNI,2016)
2. Batasan Karakteristik
a. Mayor (harus terdapat)
1. Suhu lebih tinggi dari 37,8oC per oral atau 38.8oC per rektal
2. Kulit hangat
3. Takikardia
b. Minor (mungkin terjadi)
1. Kulit kemerahan
2. Peningkatan kedalaman pernapasan
3. Menggigil atau merinding
4. Dehidrasi
5. Sakit dan nyeri yang spesifik atau umum (mis: sakit,
malaise/kelelahan)
6. Kehilangan nafsu makan
2.2.5 Patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan
nama pirogen. Pirogen adalah zat yang menyebabkan demam. Pirogen
terbagi dua yaitu pirogen eksigen adalah pirogen yang berasal dari luar
tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksigen adalah produk
mikroorganisme seperti toksik atau mikroorganisme seutuhnya. Salah
satu pirogen eksigen klasik adalah endotoksin lipopolisakaridayang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah
pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam
tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-I, IL-6,
TNF-a dan IFN, sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya
dalah monosit, neutrofil dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulsi, proses terjadinya
demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,limfosit,
neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin mediator,
inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah outoh tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen.
Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand,
2010). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan
patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. hipotalamus
akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang
baru sehingga ini memicu mekanisme untuk meningkatkan panas
antara lain menggigil, vasikonstriksi kulit dan mekanisme volunter
seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tesebut. Demam
memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase
peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi
pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk
memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik
patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan
merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan
panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan. (Dalal & Zhulovsky,
2011).
2.2.6 Klasifikasi
Menurut Tamsuri (2012) suhu tubuh dibagi:
1. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36oC
2. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36oC-37,7oC
3. Febris/pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5oC-40oC
4. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40oC
2.2.6 Tanda dan Gejala
1. Demam tinggi dari 39-40oC
2. Tubuh menggigil
3. Denyut jantung lemah (bradikardi)
4. Badan lemah
5. Nyeri otot
6. Kehilangan nafsu makan
7. Konstipasi
8. Sakit perut
9. Rose spots. Pada kasus tertentu muncul penyebaran flek merah
2.2.7 Tipe dan Jenis Demam
1. Demam septik, yaitu suhu tubuh berangsur naikke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas
normal pada pagi hari. Demam disertai keluhan menggigil dan
berkeringat, bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten, yaitu suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu normal. Perbedaan suhu yamg
mungkin tercatat mencapai 2oC dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatat pada demam septik.
3. Demam intermiten, yaitu suhu tubuh turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari.
4. Demam kontinyu, yaitu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
> 1oC.
5. Demam siklik, yaitu terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
2.2.8 Faktor Yang Mempengaruhi
1. Usia
2. Irama
3. Stress
4. Lingkungan
2.2.9 Penatalaksanaan
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi
fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus.
Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh
yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.
Penatalaksanaa demam dapat dibagi menjadi dua garis besa yaitu: non-
farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi diperlukan penanganan
demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur <
3 bulan dengan suhu rektal >38oC, penderita dengan umur 3-12 bulan
dengan suhu >39oC, penderita dengan suhu >40,5oC, dan demam
dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam (Kaneshiro &
Zieve,2010). Beberapa penatalaksanaan terapi non-farmakologi dan
terapi farmakologi dari demam yaitu:
1. Terapi non-farmakologi (Ilmiah,2016)
a. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah
dehidrasi dan beristirahat yang cukup.
b. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan
pada saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang
terlalu berlebihan.
c. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian
kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat.
2. Terapi farmakologi
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam adalah
paracetamol (asetaminofen) dam ibuprofen. Paracetamol cepat
bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki
efek kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak dianjurkan
untuk pemberian paracetamol sebagai antipiretik. (Kaushik,
Pineda & Kest , 2010).

2.2.10. Komplikasi

Menurut (Sodikin, 2011) komplikasi biasanya terjadi pada usus


halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi
pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal.

Gangguan pada usus halus dapat berupa :

1. Peradangan usus
Apabila peradang terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut
hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan
benzidin, jika perdarahan banyak maka dapat terjadi melena yang
bisa disertai myeri perit dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi yamg tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan
bila terdapat udara dirongga peritonium, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada
foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3. Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi
tanpa perfosi usus. Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri
perut yamg hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Demam Typhoid Dengan


Masalah Hipertermi

2.3.1 Pengumpulan data

Pengkajian merupakan langkah utama dandasar utama dari


proses keperawatan yamg mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :

Pengumpulan data yang akurat dan sistemik akan membantu


dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasi, kekuatan dan kebutuhan penderita yang di peroleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.

Demografi menggambarkan identitas klien tentang pengkajian


mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit
status hipertermi. Umumnya demam (hipertermi) adalah suatu keadaan
dimana suh tubuh lebih tinggi dari biasanya, dan merupakan gejala
dari suatu penyakit. Hal ini perlu di kaji tentang : tanggal MRS, nomor
rekam medik, dan Diagnosis Keperawatan Medik.

2.3.2 Keluhan Utama

Kaji gejala tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada


malam hari, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan. Epistaksis,
penurunan kesadaran.
2.3.3 Riwayat penyakit sekarang

Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama


pasien, sehingga dapat di tegakkan prioritas masalah keperawatan
yang dapat muncul.

2.3.4 Riwayat penyakit dahulu

Sebelumnya pernah mengalami penyakit demam yang berulang


atau berminggu-minggu atau tidak.

2.3.5 Riwayat penyakit keluarga

Dalam keadaan sehat dan tidak ada menderita penyakit yang


serius, adakah penyakit serius yang di alami oleh keluarga.

2.3.6 Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi


yang dialami penderita sambungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

2.3.7 Pola fungsi kesehatan


1. Pola persepsi
Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap penyakitnya
tentang pengetahuan dan pelaksanaan penderita demam.
2. Pola nutrisi
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada usus halus.
3. Pola BAB pasien mengatakan sebelum sakit dan setelah sakit pola
BAB pasien selalu dengan pola 1x/hari yaitu pagi hari. Pola BAK
pasien mengatakan pola buang air kecil pasien baik sebelum sakit
pola BAK 5-7 kali setelah sakit pasien jarang BAK.
4. Pola tidur dan istirahat
Sering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang
berdampak pada gangguan tidur (insomnia).
5. Pola aktivitas
Pada pasien dengan demam gejala yang di alami keletihan,
malaise, dan susah untuk tidur.
6. Nilai dan keyakinan
Gambaran pasien demam tentang penyakit yang di deritanya
menurut agama dan kepercayaan, kecemasan akan kesembuhan,
tujuan dan harapan akan sakitnya.
2.3.8 Pemeriksaan fisik (Head To Toe)
1. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala normal, rambut beruban atau tidak,
adakah benjolan dan lesi, bentuk wajah simetris.
2. Mata
Inspeksi : mata simetris, pupil isokor, sclera normal. Konjugtiva
pucat, pergerakan bola mata normal, alis mata.
3. Hidung
Inspeksi : kesimetrisan, fungsi penciuman, adakah secret, adakah
pernafasan cuping hidung, nafas spontan.
4. Mulut dan gigi
Inspeksi : mukosa bibir, lidah kotor atau tidak, karies gigi, nafsu
makan adanya nyeri telan, gusi berdarah atau tidak, adakah gigi
palsu.
5. Leher
Inspeksi : adakah benjolan, lesi.
Palpasi : adakah pembesaran kelenjar tiroid.
6. Thorax
Inspeksi : bentuk dada, pergerakan dinding dada, adakah keluhan
sesak, batu (-/-), adakah nyeri saat bernafas, pola nafas.
Palpasi : adakah nyeri tekan pada daerah dada
Auskultasi : suara nafas, suara jantung, adakah suara tambahan.
7. Abdomen
Inspeksi : simetris, mual (+/-), muntah (+/-)
Palpasi : adakah nyeri tekan
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (normal : 8-12x/menit)
8. Ekstermitas
Ekstermitas atas : dapat di gerakkan dengan baik dan ekstermitas
atas dekstra terpasang infus. Ekstermitas bawah : keduanya dapat
digerakkan dengan baik tapi keadaan klien yang lemah terpaksa
klien istirahat tptal ditempat tidur.
2.3.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaam darah lengkap (leukosit, trombosit, eritrosit,
hematokrit, HB)
2. Kultur darah : kadang-kadang seperti banyak darah dia,nil untuk
dilakukan kultur, tetapi penting bahwa darah cukup untuk
mendapatkan hasil yang akurat. Darah yang diambil mumgkin
kurang dari satu semdok teh (5 mL) pada bayi dan 1-2 sendok teh
(5-10 mL) pada anak-anak yang lebih tua. Jumlah darah yang
diambil sangat kecil dibandingkan dengan jumlah darah dalam
tubuh, dan itu akan diperbaharui dalam waktu 24-48 jam.
3. Pemeriksaan urine dan feses
4. Pemeriksaan widal.
2.3.10 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
2.3.11 Intervensi
1. Observasi
o Identifikasi penyebab hipertermi
o Monitor suhu tubuh
o Monitor kadar elektrolit
o Monitor haluaran urine
2. Terapeutik
o Sediakan lingkungan yang dingin
o Longgarkan atau lepaskan pakaian
o Berikan cairan oral
o Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
o Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,
aksila)
o Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
o Batasi oksigen, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
o Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
2.4 Implementasi
Merupakan pengelolaan dari perwujuan intervensi meliputi kegiatan yaitu
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, pemberian
asuhan keperawatan dalam pengumpulan data, serta melaksanakan advis
dokter dan ketentuan rumah sakit.
2.5 Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan rencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah di tetapkan di lakukan dengan cara melibatkan pasien dan
sesama tenaga kesehatan (wijaya & pitri, 2013).
BAB III

METODE PENELITIAN

31. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian dalam studi kasus ini menggunakan pendekatan


penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif mendeskripsikan (memaparkan)
peristiwa-peristiwa penting masa kini yang dilakukan secara sistematis dan lebih
menekankan pada data faktual dari pada penyimpulan. Fenomena ini disajikan
secara apa adanya tanpa manipulasi dan tidak mencoba menganalisis bagaimana
dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi. Penelitian studi kasus merupakan
penelitian yang mencakup pengkajian satu unit penelitian misalnya satu klien
sampai dua klien. (Nursalam,2011). Studi kasus ini adalah studi untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan klien yang mengalami demam
typhoid dengan masalah hipertermi.

3.2 Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian maka,


peneliti sangat perlu memberikan batasan istilah yang dugunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut :

1. Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada


praktik keperawatan yang diberikan secara langsung pada klien dimulai
dari pengkajian (Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan
Masalah) Diagnosis Keperawatan, Pelaksanaan dan Penilaian Tindakan
Keperawatan (evaluasi).
2. Klien adalah individu yang mencari atau menerima perawatan medis.
Klien dalam studi kasus ini adalah 1 klien dengan masalah keperawatan
demam typhoid dengan masalah hipertermi.
3. Penyakit demam typhoid yang biasa disebut tifus merupakan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunnya yaitu
Salmonella Typhi yang menyerang bagian saluran pencernaan.
4. Hipertermi terjadi karena adanya infeksi pada usus, sehingga
menyebabkan tubuh mengalami kenaikan suhu tubuh, keadaan dimana
suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya, dan merupakan gejala dari suatu
penyakit. Sebagian besar demam berhubungan dengan infeksi yang dapat
berupa infeksi lokal atau sistemik. Paling sering demam disebabkan oleh
penyakit infeksi saluran pernafasan atas, infeksi saluran pernapasan
bawah, gastrointestinal dan sebagainya.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian asuhan keperawatan dilakukan di RS. Penelitian


dilakukan pada saat pasien pertama kali MRS sampai pulang dan atau pasien yang
dirawat minimal 3 hari. Jika sebelum 3 hari pasien sudah pulang, maka perlu
penggantian pasien lainnya yang sejenis.

3.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2011: 111). Metode pengumpulan data yang digunakan diantaranya :

1. Wawancara adalah metode pengumpulan data dilakukan dengan tanya


jawab (dialog) langsung antara pewawancara dengan responden.
(Anggraini & Saryono, 2013). Wawancara meliputi hasil anamnesis berisi
tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan lain-lain. Sumber data dari
klien, kelurga, perawat lainya.
2. Observasi dan Pemeriksaan fisik
Pengamatan dapat dilakukan dengan seluruh alat indera, tidak terbatas
hanya apa yang dilihat. Observasi dapat dilakukan melalui penciuman,
penglihatan, pendengaran, peraba, dan pengecap. Peneliti melakukan
pengamatan langsung terhadap subjel penelitian. (Anggraini & Saryono,
2013). Observasi yang dilakukan dalam studi kasus asuhan keperawatan
klien yang mengalami demam typhoid dengan masalah keperawatan
hipertermi dengan menggunakan pendekatan IPPA yaitu inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi, pada sistem tubuh klien.
3. Studi dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
legger, agenda dan sebagainya (Anggraini & Saryono, 2013). Dari studi
kasus ini didokumentasi berupa hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data
lain yang relevan.

2.4 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau


informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan
validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrument
utama), uji keabsahan data dilakukan dengan :

1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan Memungkinkan


peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa
mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari responden, dan
untuk membangun kepercayaan diri peneliti sendiri. Pengamatan untuk
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan
dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada
hal-hal tersebut secara rimci (Anggraini & Suryono, 2013).
Memperpanjang waktu pengamatan atau timdakan jika selama 3 hari
pengumpulan data belum lengkap dapat dilakukan penambahan data
selama 1 hari.
2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi Pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap sumber
informasi data, dari tiga sumber data utama yaitu 2 klien dengan masalah
keperawatan dan diagnisa yang sama, perawat dan keluarga klien yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
1.5 Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan


data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara
mengemukakan fakta, selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik
analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban dari penelitian
yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik analisis digunakan dengan cara
observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk
selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti dibandingkan teori yang ada sebagai
bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam
analisis adalah :

1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan kepada subyek dan
proses pengumpulan data tergantung dari desain penelitian. Langkah-langkah
pengumpulan data tergantung dari desain dan tehnik instrumen yang
digunakan (Nursalam, 2011). Proses pengumpulan data studi kasus ini
terdapat tiga tahapan yaitu :
a. Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).
Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan , kemudian disalin dalam
bentuk transkrip.
b. Mereduksi Data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan
dijadikan satu dalam bentuk transkrip. Data yang terkumpul kemudian
dibuat koding yang dibuat oleh peneliti dan mempunyai arti tertentu sesuai
dengan topik penelitian yang diterapkan. Data obyektif dianalisis
berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai
normal.
c. Penyajian data.
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks
naratif. Kerahasiaan dari responden dijamin dengan jalan mengaburkan
identitas dari responden.
d. Kesimpulan.
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan
hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku
kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.
1.6 Etik Penelitian
Dicantukan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :
1. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)
Bentuk antara persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan
memberikan lembar persetujuan. Tujuan Informed Consent adalah agar
subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
menempatkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian
yang akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Semua inormasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Butcher, HK.2013. Nursing Interventions Glassification, Ed.6.Jakarta

Data laporan RSUD Dr. Soedirman Kebumen, 2016

Dermawan, 2012. Pendidikan (Teknologi(Informasi(dan(Komunikasi”. Bandung.PT


Remaja Rosdakarya

Dinkes Jateng, 2014. Demam Typhoid di Jawa Tengah. Diunduh dari


http://www.profilkesehatanjawatengah.go.id/dokumen/profil2014/htn.

Inawati, 2017. Demam Typhoid. Artikel Kesehatan DepartemenPatofisiologi Anatomi


Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Librianty, 2014. Gangguan Metabolisme Hipertermia. Artikel kesehatan diakses di


http://www.kerjanya.net pada tanggal 3 April 2020 pukul 20.15 WIB

Nurrofiq, 2012. Pengertian Hipertermi dan Diagnosanya. Artikel Kesehatan diakses


di http://www.diwarta.com pada tanggal 3 April 2020 pukul 20.15 WIB

Nadya, Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Insiden Penyakit Demam


Tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal
Kesehatan, 2014

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagmosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai