Tugas Makalah Akal Dan Wahyu
Tugas Makalah Akal Dan Wahyu
MAKALAH
Dosen Pembimbing :
Ary Antony Putra, MA
Disusun oleh :
Ikbal Aditya
193110283
III B
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, saya tidak
akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta
salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan
kelak.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan bikmat sehat-Nya,
sehingga makalah “Akal dan Wahyu” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Islam. Saya berharap makalah tentang akal
dan wahyu ini dapat menjadi referensi bagi orang banyak yang ingin tau mengenai
akal dan wahyu.
Saya menyadari makalah bertema akal dan wahyu ini masih perlu banyak
penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan. Saya terbuka terhadap kritik dan
saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun materi, saya mohon maaf.
Demekian yang dapat saya sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Ikbal Aditya
i
DAFTAR ISI
COVER...................................................................................................................... -
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 3
A. Pengertian Akal dan Wahyu...................................................................... 3
B. Kemampuan Akal dan Fungsi Wahyu Menurut Aliran-aliran Ilmu Kalam 4
C. Kedudukan wahyu dan Akal dalam Islam................................................. 7
D. Fungsi Akal dan Wahyu............................................................................ 9
BAB III PENUTUP.................................................................................................... 11
A. Kesimpulan.............................................................................................. 11
B. Saran......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat terhormat,
melebihi agama-agama lain. karena Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk
manusia, dialah yang memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan
kepada sang kholiq, akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi
pekrti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari
baginda rasulullah SAW. Tidak hanya itu dengan akal juga manusia bisa menjadi ciptaan
pilihan yang Allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga
dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk
membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Namun dalam menggunakan akal terbatas akan hal-hal bersifat tauhid, karena
ketauhitan sang pencipta tak akan terukur dalam menemukan titik ahir, begitu pula dengan
wahyu sang Esa, karena wahyu diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata
untuk menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam menangani anatara wahyu dan akal
harus selalu mengingat bahwa semua itu karna Allah semata. Dan tidak akan terjadi jika
Allah tak mengijinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap
Allah karena kesombongannya.
Tak dapat dipungkiri, bahwa akal mempunyai kedudukan dalam wilayah agama, yang
penting dalam hal ini, menentukan dan menjelaskan batasan-batasan akal, sebab kita
meyakini bahwa hampir semua kaum muslim berupaya dan berusaha mengambil manfaat
akal dalam pengajaran agama dan penjelasan keyakinan agama secara argumentatif.
Akal dan wahyu digunakan oleh manusia untuk membahas ilmu pengetahuan. Akal
digunakan manusia untuk bernalar. Sedangkan wahyu digunakan sebagai pedoman dan
acuan dalam berpikir. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan salah satu hal yang
tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Manusia membutuhkan ilmu pengetahuan
karena pada dasarnya manusia mempunyai suatu anugerah terbesar yang diberikan Allah
SWT yaitu akal.
1
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Akal
Kata akal berasal dari bahasa Arab ( )العق ُلyang berarti faham dan mengerti. Abu
Huzail mengatakan bahwa “akal merupakan daya untuk memperoleh pengetahuan, dan
juga daya yang membuat seseorang dapat membedakan antara dirinya dan benda lain,
dan juga antara benda yang satu dari yang lain”. Lebih jauh lagi menurut kaum teolog
akal juga mempunyai daya untuk membedakan antara kebaikan dan kejahatan.
Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan
melihat cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan.
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql ()العـقـل, yang
dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh(
)عـقـلوهdalam 1 ayat, ta’qiluun ( )تعـقـلون24 ayat, na’qil ( )نعـقـل1 ayat, ya’qiluha ( )يعـقـلها1
ayat dan ya’qiluun ( )يعـقـلون22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti.
Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi
untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang
kemampuanya sangat luas.
Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti
kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut
kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut
pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah.
Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir.
Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah: sutu daya yang hanya
dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk
lain.
2. Wahyu
Wahyu secara etimologi berasal dari kata kerja bahasa Arab ( َو َحىwaḥā) yang berarti
memberi wangsit, mengungkap, atau memberi inspirasi. Dalam syariat Islam, wahyu
adalah qalam atau pengetahuan dari Allah, yang diturunkan kepada seluruh makhluk-
Nya dengan perantara malaikat ataupun secara langsung. Kata "wahyu" adalah kata
benda, dan bentuk kata kerjanya adalah awha-yuhi, arti kata wahyu adalah
pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat.
3
Ustad Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu di dalam Risalah at-Tauhid adalah
pengetahuan yang didapat oleh seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan
bahwa pengetahuan itu datang dari Allah melalui perantara ataupun tidak. Wahyu juga
dapat diartikan sebagai pengkabaran dari alam metafiska turun kepada manusia dengan
keterangan-keterangan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap-Nya.
1. Aliran Mu’tazilah
Mengenai soal Tuhan, betul kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tak
mempunyai sifat, tetapi sebagai telah dijelaskan sebelumnya, mereka tetap
berpendapat bahwa Tuhan mengetahui , berkuasa melihat, mendengar dan
sebagainya . Bagi mereka adalah esensi Tuhan dan untuk menggambarkan hal itu
mereka tetap memakai kata “ sifat “ . Dalam paham mereka, semua “ sifat “ Tuhan
dapat diketahui . Termasuk dalam sifat mendengar dan melihat yang menurut aliran
lain dapat diketahui melalui wahyu . Penglihatan dan pendengaran, sungguhpun
mengandung arti materi dapat diletakkan kepada diri Tuhan yang bersifat immateri,
karena dalam diri Tuhan “ sifat-sifat “ itu tidak mesti mempunyai bentuk
jasmani.Kalau untuk mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya, wahyu, dalam pendapat
4
Mu’tazilah , tak mempunyai fungsi apa-apa, untuk mengetahui cara memuja dan
menyembah Tuhan, wahyu diperlukan .
Hal ini jelas kelihatan dalam uraian Ibn Abi Hasyim mengenai perlunya wahyu .
Segolongan lawan, yang diberinya nama kaum Brahma, memperolokkan sujud
sewaktu sembahyang , tawaf, sekitar ka’bah dan ritual – ritual lain dalam ibadat Islam
dan berpendapat bahwa semua itu tidak ada gunanya.
Dan menurut Abd – al Jabbar akal memang tak dapat mengetahui semua yang baik .
Akal, katanya dapat mengetahui kewajiban – kewajiban dalam garis besarnya, tetapi
tidak sanggup mengetahui perinciannya , baik mengenai hidup manusia di akhirat,
maupun mengenai hidup manusia di dunia. Jelaslah bahwa bagi kaum Mu’tazilah
tidak semua yang baik dan tidak semua yang buruk dapt diketahui akal. Untuk
mengetahui itu, akal memerlukan pertolongan wahyu . Wahyu dengan demikian
menyempurnakan pengetahuan akal tentang baik dan buruk . Selanjutnya wahyu bagi
kaum Mu’tazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang perincian hukuman
dan upah yang akan diterima manusia di akhirat.
2. Aliran Asy’ariah
Bagi kaum Asy’ariah, karena akal dapat mengetahui hanya adanya Tuhan saja,
wahyu mempunyai kedudukan penting. Manusia mengetahui baik dan buruk dan
mengetahui kewajiban – kewajiban hanya karena turunnya wahyu. Dengan demikian
jika sekiranya wahyu tidak ada , manusia tidak akan tahu kewajiban- kewajibannya .
Sekiranya syariat tidak ada, kata Al – Ghazali , manusia tidak akan berkewajiban
mengetahui Tuhan dan tidak akan berkewajiban berterimaksih kepadaNya atas
ni’mat yang diturunkan – Nya kepada manusia.
Jelas bahwa pendapat aliran Asy’ariah wahyu mempunyai fungsi yang banyak
sekali . Wahyu menentukan boleh dikata segala hal. Sekiranya wahyu tak ada,
manusia akan bebas berbuat apa saja yang dikehendakinya, dan sebagai akibat nya
masyarakat akan berada dalam kekacauan. Oleh karena itu pengiriman Rasul-rasul
dalam teologi Asy’ariah seharusnya merupakan suatu kemestian dan bukan hanya
suatu hal yang boleh terjadi ( ja’iz ) sebagaimana ditegaskan oleh al Ghazali dan al-
Syahrastani.Adapun aliran Maturidiah, wahyu bagi cabang Samarkand mempunyai
fungsi yang lebih kurang dari pada wahyu dalam faham Bukhara. Wahyu bagi
golongan pertama perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk,
sedang dalam pendapat golongan kedua, wahyu perlu untuk mengetahui kewajiban
manusia.
5
Sebagai kesimpulan dari uraian mengenai fungsi wahyu ini, dapat dikatakan
bahwa wahyu mempunyai kedudukan terpenting dalam aliran Asy’ariah dan fungsi
terkecil dalam faham Mu’tazilah. Bertambah besar besar fungsi diberikan kepada
wahyu dalam sesuatu aliran, bertambah kecil daya akal di dalam aliran itu. Oleh
karena itu di dalam system teologi yang memberikan daya terbesar kepada akal dan
fungsi terkecil kepada wahyu, dipandang mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan.
3. Aliran Maturidiah
Sebenarnya aliran ini terdiri atas dua kelompok , Yaitu Maturidiah Sarmakand
dan Maturidiah Bukhara. Pemikiran Maturidiah Sarmakand yaitu wahyu bagi
golongan pertama perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk ,
sedangkan pendapat kedua wahyu perlu untuk mengetahu kewajiban – kewajiban
manusia.Dari golongan Bukhara berkeyakinan bahwa akal tidak dapat mengetahui
kewajiban-kewajiban karena akal hanya mampu mengetahui sebab kewajiban
(Tuhan). Al-Maturidi, bertentangan dengan pendirian Asy’ariyah tetapi sefaham
dengan Mu’tazilah, juga berpendapat bahwa akal dapat mengetahui kewajiban
manusia berterimakasih kepada Tuhan. Hal ini dapat diketahui dari keterangan al-
Bazzadawi berikut: “Percaya kepada Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya sebelum
adanya wahyu adalah wajib dalam faham al-Mu’tazilah”, al-Syaikh Abu Mansur al-
Maturidi dalam hal ini sefaham dengan Mu’tazilah. Demikian juga umumnya ulama
Samarkand dan sebagian dari alim ulama Irak. Keterangan ini diperkuat oleh Abu
‘Uzbah.
“Dalam persoalan Mu’tazilah orang yang berakal, muda-tua, tidak dapat diberi
maaf dalam soal mencari kebenaran. Dengan demikian, anak yang telah berakal
mempunyai kewajiban percaya kepada Tuhan. Jika ia sekiranya mati tanpa percaya
kepada Tuhan, maka ia mesti diberi hukum. Dalam Maturidiah anak yang belum
baligh, tidak mempunyai kewajiban apa-apa. Tetapi Abu Mansur al-Maturidi
berpendapat bahwa anak yang telah berakal memiliki kewajiban untuk mengetahui
Tuhan. Dalam hal ini, tidak terdapat perbedaan antara Maturidiah dan Mu’tazilah”.
Kalau urain al-Bazawi, Abu ‘Uzbah, dan lain-lain memberi keterangan yang jelas
tentang pendapat al-Maturidi mengenai soal mengetahui Tuhan dan berkewajiban
berterima kasih kepada Tuhan, keterangan demikian tidak dijumpai dalam soal baik
dan menjauhi yang buruk. Karena akal hanya dapat mengetahui baik dan buruk saja,
sebenarnya Tuhan-lah yang menentukan kewajiban mengenai baik dan buruk.
Jelaslah bahwa dalam pendapat al-Maturidi, akal dapat mengetahui baik dan
buruk. Tetapi tetap menjadi pertanyaan apakah akal bagi al-Maturidi dapat
6
mengetahui kewajiban berbuat baik dan menjauhi kejahatan. Uraian diatas tidak
memberi pengertian bahwa akal dapat mengetahui hal itu. Yang diwajibkan akal ialah
adanya perintah dan larangan, bukan mengerjakan yang baik dan menjauhi yang
buruk. Akal tak dapat mengetahui kewajiban itu. Sekiranya dapat, maka keterangan
al-Maturidi diatas seharusnya berbunyi fayajib i’tinaq al-hasan wa ijtinab al-qabih
bidarurah al-‘aql. Yang dapat diketahui akal hanyalah sebab wajibnya perintah dan
larangan Tuhan.
Dengan demikian bagi al-Maturidi akal dapat mengetahui tiga persoalan pokok,
sedang yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk dapat
diketahui hanya melalui wahyu.
Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam tak akan
terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat
berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum Islam, antar
wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam berbicara yang identik
dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa
hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut.karena
sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun
kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang
mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan
berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki
aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat
akan selalucocok dengan syariat Islam dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu baik
berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad
SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam
turunnya wahyu. Wahyu mmerupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat
manusia, tanpamengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk
umum ataukhusus.Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan
akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan
yang lengkap, tidak terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori
perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa
al-qur’an dan as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang
cukup panjang.
7
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring
perkembangan zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah
anugrah dari Allah terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian
wahyu tersebut. Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang
yang beranggapan smua itu wahyu. Seperti pendapat Abu Jabbar bahwa akal tak dapat
mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang
ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa
hkuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan
buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai
berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh
manusia di akhirat.
Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam
konteks, yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumbr
pengetahuan manusia tentang tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada
tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan
yang baik dan menghindari yang buruk. Maka para aliran Islam memiliki pendapat
sendiri-sendiri antra lain:
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan
mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat as-sajdah,
surat al-ghosiyah ayat 17 dan surat al-a’rof ayat 185. Di samping itu, buku ushul fiqih
8
berbicara tentang siapa yang menjadi hakim atau pembuat hukum sebelum bi’sah atau
nabi diutus, menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat pembuat hukum adalah akal
manusia sendiri. dan untuk memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil al-Qur’an
surat Hud ayat 24. Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil beberapa ayat Al-
qur’an sebagai dalil dalam rangka memperkuat pendapat yang mereka bawa . ayat-ayat
tersebut adalah ayat 15 surat al-isro, ayat 134 surat Taha, ayat 164 surat An-Nisa dan
ayat 18 surat Al-Mulk.
1. Fungsi Akal
2. Fungsi Wahyu
9
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan allah kepada
nabi-nabi-Nya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang
tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang
pencipta yaitu Allah SWT.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari saya bahwa Akal adalah daya pikir untuk memahami sesuatu, yang
di dalamnya terdapat kemungkinan bahwa pemahaman yang didapat oleh akal bisa salah
juga bisa benar. Wahyu adalah firman Allah yang disampaikan kepada nabi-Nya baik untuk
dirinya sendiri maupun untuk disampaikan kepada umat. Pengetahuan adalah hubungan
subjek dan objek, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji secara ilmiah dan
kebenarannya jelas.
Akal dan wahyu digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi umat
manusia. Antara akal dan wahyu terdapat ruang dimana keduanya dapat bertemu dan
bahkan saling berinteraksi dan terdapat ruang dimana keduanya harus berpisah. Pada saat
wahyu merekomendasikan berkembangnya sains dan lestarinya budaya dengan
memberikan ruang kebebasan untuk akal agar berpikir dengan dinamis, kreatif dan terbuka,
disanalah terdapat ruang bertemu antara akal dan wahyu. Sehingga hubungan antara akal
dan wahyu tidak bertentangan akan tetapi sangat berkaitan antara yang satu dengan yang
lainnya, bahkan kedua-duanya saling menyempurnakan.
B. Saran
Demekian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada saya sendiri.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya, karena
saya adalah hamba Allah SWT yang tak luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.
11
DAFTAR PUSTAKA
12