Anda di halaman 1dari 97

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Selatan


November 2018
(terbit setiap triwulan)

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA


PROVINSI SULAWESI SELATAN
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:


Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 – 3615188/3615189
Faksimili: 0411 – 3615170
KATA PENGANTAR

Kata
Pengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian
ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat
Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang
rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan.
Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat semakin
berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Hingga kuartal ketiga tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel kembali berada pada peringkat ketiga secara nasional, yang
ditopang oleh ekspor luar negeri dan penyerapan belanja pemerintah. Sementara secara sektoral, Lapangan Usaha
Konstruksi meningkat signifikan sejalan dengan berlangsungnya pembangunan infrastruktur. Perkembangan stabilitas
Sulsel juga tetap baik, antara lain dengan tingkat inflasi yang terkendali, stabilitas sistem keuangan yang terjaga, dan sistem
pembayaran yang mampu menunjang aktivitas transaksi ekonomi. Kombinasi pertumbuhan dan kestabilan tersebut,
mengakibatkan kondisi kesejahteraan Sulsel terpantau membaik dengan tingkat pengangguran terbuka, tingkat
kemiskinan, dan ketimpangan yang terus menurun. Terus meningkatnya kondisi makro, stabilitas, dan kesejahteraan yang
kami prakirakan masih akan berlanjut hingga akhir 2018 dan 2019, maka proyeksi kami untuk pertumbuhan ekonomi 2018
dan 2019 optimis masing-masing tercapai dalam kisaran proyeksi 7,0-7,4% dan 7,2 – 7,6% (yoy). Selain itu, sasaran inflasi
2018 dan 2019 dalam kisaran 3,5±1% sebagai target ke depan yang menantang, selanjutnya akan diantisipasi melalui
sinergi, kontribusi, koordinasi, dan komunikasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai
institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau
hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing
pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan
dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kajian yang kami susun ke depan menjadi lebih baik.

Makassar, 21 November 2018


KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Bambang Kusmiarso
Direktur Eksekutif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan iii
VISI BANK INDONESIA
Menjadi bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap
perekonomian Indonesia dan terbaik di antara negara emerging markets.

MISI BANK INDONESIA


1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui
efektivitas kebijakan moneter dan bauran kebijakan Bank
Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas
kebijakan makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan
kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui
penguatan kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia dan
sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan
Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural
pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan
pembiayaan ekonomi, termasuk infrastruktur, melalui akselerasi
pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat
nasional hingga di tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya
manusia, tata kelola dan sistem informasi Bank Indonesia.

NILAI-NILAI STRATEGIS
Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas
(trust and integrity); (ii) profesionalisme (professionalism); (iii)
keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum (public
interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination and
teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
iv Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
DAFTAR ISI

Daftar
Isi

KATA PENGANTAR III


DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 5
1 PERTUMBUHAN EKONOMI 9
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10
1.2. SISI PENGELUARAN 11
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 15
1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN 20
2 KEUANGAN PEMERINTAH 25
2.1. STRUKTUR ANGGARAN 26
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI APBD PROVINSI 26
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 29
2.4. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 31
3 INFLASI DAERAH 33
3.1. INFLASI UMUM 34
3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 34
3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 36
3.4. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 37
4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 45
4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 46
4.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 49
5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 55
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 56
5.2. PENGELOLAAN UANG RUPIAH: PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KARTAL 58
5.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI JUAL-BELI VALUTA ASING (VALAS) 59
6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 63
6.1. TENAGA KERJA 64
6.2. PENDUDUK MISKIN 65
6.3. RASIO GINI 66
6.4. NILAI TUKAR PETANI 66
6.5. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) 67

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan v
DAFTAR ISI

7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 69


7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 70
7.2. PROSPEK INFLASI 72
7.3. REKOMENDASI KEBIJAKAN 73
LAMPIRAN 80

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
vi Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
RINGKASAN EKSEKUTIF

Ringkasan
Eksekutif

Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan


Gambaran Umum

Perekonomian Sulsel hingga Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2018 tumbuh 7,17% (yoy), lebih tinggi
triwulan III tahun 2018 masih dibandingkan nasional 5,17% (yoy). Semua komponen pada sisi pengeluaran masih
tumbuh kuat. Ke depan, tumbuh kuat, antara lain penyerapan belanja pemerintah, terus berlangsungnya
pertumbuhan ekonomi Sulsel pembangunan infrastruktur, dan meningkatnya aktivitas perdagangan luar negeri.
diperkirakan lebih Sejalan dengan sisi pengeluaran, menurut lapangan usaha, peningkatan terutama
terakselerasi didukung oleh terjadi pada Lapangan usaha Konstruksi, Informasi/Komunikasi, Administrasi
terus berlanjutnya Pemerintah, dan Pengadaan Listrik. Pada triwulan laporan, kegiatan intermediasi
pembangunan infrastruktur perbankan secara umum masih berjalan baik, didukung dengan transaksi non-tunai
dan sinergi yang lebih kuat maupun tunai yang mampu mendukung aktivitas transaksi korporasi maupun rumah
oleh pemerintah daerah tangga. Selanjutnya, perekonomian Sulsel triwulan IV 2018 diperkirakan akan lebih
terakselerasi dan berada dalam kisaran 7,1 – 7,5% (yoy).

Ke depan, untuk keseluruhan tahun 2019, dengan sinergi yang lebih kuat
perekonomian Sulsel diperkirakan akan tumbuh lebih baik dalam kisaran 7,2% –
7,6%. Hal ini didukung oleh daya beli rumah tangga yang diperkirakan tetap kuat,
konsumsi pemerintah yang tetap tinggi, didukung dengan terus berjalannya
pembangunan infrastruktur serta sarana publik, membaiknya iklim investasi, dan
perbaikan pola penyerapan anggaran belanja pemerintah, serta sinergi yang semakin
kuat antara pemerintah daerah dan pelaku usaha antara lain untuk mendorong
Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; serta Industri Pengolahan yang
berbasis sumber daya alam unggulan daerah dan berorientasi ekspor. Ekspor tetap
bertumbuh, namun dibayangi dengan risiko permintaan ekonomi dunia dan Negara
mitra dagang yang cenderung melemah di tahun 2019. Sejalan dengan itu, inflasi,
stabilitas keuangan daerah, dan sistem pembayaran juga masih tetap terjaga.

Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi Sulsel tumbuh 7,17% (yoy) pada triwulan III 2018, sedikit lebih lambat
Ekonomi Sulsel triwulan III
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,35% (yoy) karena faktor musiman
2018 tetap tumbuh kuat,
yang telah berlalu, sehingga konsumsi Rumah Tangga kembali ke pola normalnya. Dari
didukung oleh pertumbuhan
sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan hanya terjadi pada ekspor luar negeri dan
konsumsi rumah tangga. Pada
konsumsi pemerintah. Sementara untuk investasi, terjadi perlambatan merespon
triwulan IV 2018,
masih tingginya level inventori serta persaingan bisnis di level mikro, sehingga
pertumbuhan ekonomi Sulsel
Investasi hanya bertumpu pada investasi pemerintah. Selanjutnya dari perdagangan
diperkirakan lebih baik untuk
internasional, ekspor luar negeri terakselerasi didorong oleh faktor perbaikan harga
mengejar terpenuhinya target
internasional serta lebih moderatnya pertumbuhan impor. Dari sisi lapangan usaha,
dan masih adanya panen.
pertumbuhan terutama terjadi pada Lapangan Usaha Konstruksi,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 1
RINGKASAN EKSEKUTIF

Informasi/Komunikasi, Administrasi Pemerintah, dan Pengadaan Listrik apabila


dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2018 diperkirakan akan lebih terakselerasi


dibandingkan triwulan III 2018 sesuai dengan pola historisnya. Adapun beberapa
faktor pendorong antara lain adalah konsumsi rumah tangga akhir tahun khususnya
untuk keperluan leissure di tengah terjaganya level inflasi bahan makanan. Sementara
investasi, ekspansi investasi pemerintah diperkirakan masih menjadi sumber
pendorong utama ditengah lebih moderatnya pertumbuhan ekspor luar negeri. Dari
sisi lapangan usaha, diperkirakan terjadi peningkatan di LU Pertanian dan LU
Pertambangan, masing-masing karena masih adanya panen dan mengejar target di
akhir tahun 2018.

Keuangan Pemerintah

Realisasi belanja APBD Provinsi Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian pada triwulan III 2018
triwulan III 2018 lebih tinggi sedikit meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi
dibandingkan periode yang belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan III 2018 tercatat mencapai Rp5,79 triliun
sama tahun 2017 atau 60,2% dari pagu anggaran sebesar Rp9,62 triliun, lebih tinggi dibanding periode
yang sama tahun 2017 yang mencapai 57,4%. Sebagian besar penyerapan anggaran
direalisasikan untuk belanja operasional (pangsa 75,3%) dan belanja transfer (pangsa
16,9%), dan belanja modal (pangsa 6,8%). Penyerapan belanja modal lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya terutama untuk belanja tanah, belanja
gedung/bangunan, dan aset tetap tetap lainnya.

Di sisi lain, persentase realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel sedikit
menurun. Pada triwulan III 2018, total belanja yang telah terealisasi sebesar Rp12,19
triliun atau 55,7% dari yang dianggarkan sebesar Rp21,89 triliun. Persentase realisasi
tersebut lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
61,8%. Penurunan komponen belanja terjadi pada seluruh komponen kecuali
komponen belanja bantuan sosial, terutama didorong oleh percepatan pembayaran
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Inflasi

Tekanan harga pada triwulan Laju inflasi pada triwulan III 2018 tercatat 3,09% (yoy), lebih rendah dibandingkan
III 2018 turun karena akhir triwulan II 2018 yang tercatat 4,13% (yoy) dan akhir triwulan III 2017 yang
terkendalinya pasokan dan tercatat 4,17% (yoy). Lebih rendahnya tekanan inflasi pada triwulan III 2018
terkoreksi setelah HBKN. Inflasi disebabkan oleh terkendalinya pasokan pangan dan seiring dengan telah berakhirnya
akhir 2018 diperkirakan juga periode lebaran.
lebih rendah sejalan dengan
Pada akhir 2018, inflasi diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan triwulan III
adanya panen.
2018 sejalan dengan panen yang terjadi di awal triwulan IV 2018 dan upaya
pengendalian melalui TPID. Ke depan, inflasi akan diarahkan pada rentang yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 3,5±1% (yoy). Tantangan terutama pada kelompok
inflasi bahan makanan yang masih mendapatkan tekanan terutama pasokan yang
harus dipenuhi dari perdagangan antar daerah, cuaca musim hujan terhadap
hortikultura, dan kelancaran distribusi. Selanjutnya, Bank Indonesia dan TPID akan
terus memastikan upaya stabilitas harga untuk menjaga daya beli masyarakat dan
mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Penyaluran kredit dan Penyaluran kredit dan penghimpunan DPK oleh perbankan masih berlangsung
penghimpunan DPK oleh dengan baik, dengan risiko yang terjaga. Pada triwulan III 2018, pertumbuhan kredit

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
2 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
RINGKASAN EKSEKUTIF

perbankan masih berlangsung cenderung melambat, sementara pertumbuhan DPK sedikit meningkat. Pertumbuhan
dengan baik, dengan risiko kredit yang cenderung melambat didorong oleh deselerasi kredit investasi sejalan
yang terjaga, dengan risiko dengan langkah korporasi yang lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi. Demikian
yang terjaga pula kredit konsumsi cenderung melambat mengikuti fase pertumbuhan konsumsi
rumah tangga. Di sisi lain, NPL dapat tetap berada di bawah ambang batas, di tengah
penyaluran kredit yang melebihi penghimpunan dana pihak ketiga. Ke depan, risiko
harga internasional komoditas unggulan Sulsel serta persaingan industri yang semakin
ketat menjadi faktor yang perlu diwaspadai. Bank Indonesia terus memantau risiko dan
memastikan stabilitas keuangan tetap terjaga, memperdalam rasio kredit terhadap
PDRB dengan tetap memperhatikan perluasan akses terhadap UMKM.

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Transaksi nontunai melalui Pada triwulan III 2018, nilai transaksi keuangan melalui SKNBI mengalami
kliring pada triwulan III 2018 peningkatan, sementara aliran uang kartal tercatat net inflow sejalan dengan
meningkat, sementara aliran polanya. Peningkatan transaksi kliring transfer dana pada triwulan III 2018 didukung
uang kartal tercatat net inflow dengan adanya akselerasi konsumsi Pemerintah, konstruksi, Real Estate dan ekspor
sesuai pola tahunannya luar negeri. Pola aliran uang kartal pasca event HBKN sangat memengaruhi aliran uang
kartal yang diedarkan. Jumlah uang yang diedarkan untuk memenuhi kebutuhan
permintaan masyarakat, tercatat net inflow sebesar Rp1,41 triliun. Net inflow
diperkirakan terjadi karena adanya libur/cuti bersama pada awal periode laporan
sehingga terdapat peningkatan aktivitas masyarakat dari luar Sulsel yang masuk ke
dalam Sulsel. Sementara untuk transaksi jual-beli valuta asing yang diawasi oleh Bank
Indonesia, pada triwulan III 2018 menunjukkan, proporsi penjualan valas lebih tinggi
dibandingkan pembelian.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Kondisi kesejahteraan Kondisi kesejahteraan di Sulsel membaik. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di
membaik, tercermin dari Sulsel per Agustus 2018 tercatat 5,34%, lebih rendah dibandingkan periode Februari
indikator pengangguran, 2018 sebesar 5,39% maupun Agustus 2017 sebesar 5,61%. Jumlah maupun persentase
kemiskinan, dan ketimpangan, penduduk miskin di Sulsel hingga Maret 2018 juga membaik dibandingkan dengan
sementara indeks nilai tukar periode September 2017, baik penduduk miskin di wilayah perkotaan maupun
petani masih berada di atas pedesaan. Ketimpangan Sulsel pada Maret 2018 membaik, dengan gini ratio sebesar
batas yang baik. 0,397 dibandingkan September 2017 sebesar 0,429. Tingkat kesejahteraan petani
masih baik, tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan III 2018 yang
berada diatas batas optimis (100). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulsel
di tahun 2017 juga meningkat (70,34) dibandingkan tahun 2016 (69,76) dan berada
pada peringkat 14 secara nasional.

Prospek Perekonomian Daerah

Perekonomian Sulsel pada Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada rentang 7,1 –
triwulan I 2019 diprakirakan 7,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2019 diperkirakan bersumber dari
relatif stabil, demikian pula stabilnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan peningkatan pembentukan modal
untuk keseluruhan 2019. Di sisi tetap bruto. Dengan perkiraan pertumbuhan tersebut, maka untuk keseluruhan tahun
lain, tingkat inflasi 2019 akan 2019 pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan akan berada pada rentang 7,2 – 7,6%
dijaga dalam kisaran target (yoy).
3,5±1% Dari sisi inflasi, tekanan tarif yang ditentukan oleh pemerintah (kelompok
transportasi) dan core inflation (tekanan permintaan) diperkirakan akan menjadi
tantangan pada triwulan I 2019. Inflasi yang dikendalikan pemerintah seperti pada
kelompok transportasi, diperkirakan berpotensi meningkat seiring dengan adanya
kenaikan harga energi. Sementara itu, peningkatan permintaan di awal tahun didorong
oleh terealisasinya kenaikan UMP Sulsel tahun 2019. Namun demikian, inflasi untuk

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 3
RINGKASAN EKSEKUTIF

keseluruhan tahun 2019 diperkirakan masih akan dapat dijaga pada rentang
sasarannya 3,5%±1% (yoy).

Rekomendasi Kebijakan

Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
Diperlukan kebijakan dan
Jejaring Akselerasi Kesejahteraan kawasan, beberapa kebijakan atau rekomendasi
strategi tindak lanjut untuk
yang dapat dilakukan: (a) Mendorong diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi
mengurangi defisit transaksi
yang berkelanjutan dan melihat potensi yang ada serta sejalan dengan arahan
berjalan dan mendorong
Presiden RI, maka penguatan sinergi dalam rangka akselerasi pengembangan ekonomi
perbaikan pola penyerapan
berbasis pariwisata (wisata alam, budaya, dan buatan) untuk meningkatkan
anggaran
penerimaan devisa di Sulsel perlu dilakukan melalui pengembangan akses, atraksi,
amenitas, kelembagaan dan promosi; (b) Penyelesaian infrastruktur yang mendukung
peningkatan produksi dan kelancaran distribusi, termasuk pariwisata sesuai target
yang ditentukan; (c) Mendorong investasi agro industri berbasis sumber daya alam
unggulan daerah dan berorientasi ekspor; (d) Mendorong penelitian, pengembangan,
kemitraan dan sinergi di sektor hulu untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
komoditi unggulan dan di sektor hilir untuk meningkatkan akses pasar komoditi
unggulan; (e) Mendorong soft infrastruktur untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, melalui pelatihan dan pendidikan; (f) Melakukan pendampingan kepada
pelaku perkebunan dan perikanan untuk meningkatkan produktivitas dalam rangka
mengimbangi permintaan pasar lokal maupun global; (g) Mendorong pola penyerapan
belanja pemerintah terdistribusi sepanjang tahun sesuai dengan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD); (h) Meningkatkan daya saing daerah via kemudahan
Pengendalian harga investasi.
memerlukan strategi jangka
Selain menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, mitigasi inflasi Sulsel dapat
pendek maupun jangka
dilakukan melalui beberapa hal dalam jangka pendek antara lain : (a) Mendorong
panjang
Percepatan dan Efektivitas Pasar Induk Beras Parepare yang diinisiasi oleh Bulog
sebagai acuan harga beras, sehingga gejolak harga di daerah lain tidak menarik harga
beras di Sulsel lebih tinggi. Selain itu, harga di pasar kota Makassar perlu dikendalikan
karena menjadi benchmark (acuan) bagi pasar kabupaten sekitar Makassar; (b)
Membangun kerjasama perdagangan antar daerah dengan skema antar dinas
perdagangan Makassar (G to G), atau antara pedagang utama (B to B) di 3 pasar utama
Makassar dengan petani/ pedagang dari daerah pemasok, melibatkan PD pasar;
sementara dalam jangka panjang antara lain : (a) Menyusun peta komoditas & neraca
pangan (produksi, konsumsi dan perdagangan antar daerah) untuk diperoleh
informasi riil yang up to date terkait kondisi surplus/defisit; (b) Mendorong
BUMD/Koperasi/Bumdes yang bertindak efektif sebagai badan penyangga pangan
yang bertugas untuk stabilisasi harga a.l bertanggung jawab terhadap pengadaan, dan
distribusi untuk kecukupan dan stabilisasi pasokan; (c) Menyusun Roadmap
Pengendalian Inflasi tahun 2019 – 2021 yang sinergis dengan RPJMD; (d)
Mengalokasikan anggaran APBD yang memadai untuk pengendalian inflasi; (e)
Perlunya pendirian Pasar Induk Sayur di Sulsel.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
4 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
TABEL INDIKATOR EKONOMI

Tabel
Indikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)


2015 2016* 2017** 2018**
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
MAKRO
Indeks Harga Konsumen
- Sulawesi Selatan 116,95 118,55 121,06 122,13 123,62 123,65 124,78 125,71 127,84 129,20 129,98 131,29 132,57 134,55 134,00
- Sulawesi Utara 118,13 119,91 121,26 125,20 123,92 124,31 124,02 125,64 128,79 128,77 128,26 128,71 130,23 133,23 130,02
- Gorontalo 113,96 115,98 117,72 120,22 120,50 121,65 120,98 121,78 123,79 126,14 126,32 127,07 127,29 128,51 128,58
- Sulawesi Tengah 117,34 120,46 121,29 125,22 124,42 125,53 126,24 127,09 129,46 132,10 132,06 132,59 132,97 136,87 135,39
- Sulawesi Tenggara 116,43 117,84 118,00 120,34 121,96 120,72 123,74 121,68 123,06 128,17 125,89 125,28 127,68 131,39 128,03
- Sulawesi Barat 116,20 118,65 119,84 122,78 122,23 123,74 123,94 125,52 127,24 128,92 129,55 130,28 130,57 132,37 135,39
Laju Inflasi Bulanan (%, mtm)
- Sulawesi Selatan 0,50 0,73 0,54 0,70 0,08 0,45 0,32 0,30 (0,18) 0,97 (0,07) 1,04 (0,06) 0,94 (0,86)
- Sulawesi Utara 0,50 0,49 0,62 1,74 (0,03) 1,06 (0,68) (1,52) 0,23 1,15 (1,04) 0,51 0,13 0,65 (0,79)
- Gorontalo 0,75 0,71 0,17 1,89 0,15 1,02 (0,40) 0,47 0,04 1,82 0,10 0,79 0,34 0,37 (0,06)
- Sulawesi Tengah (0,68) 0,03 0,12 1,96 0,38 0,63 0,59 1,15 0,25 0,76 (0,13) 1,87 (0,08) 1,89 (1,22)
- Sulawesi Tenggara 0,30 0,51 0,46 0,71 0,16 0,75 0,07 0,26 (0,16) 3,24 (0,52) 0,68 (0,37) 1,99 (0,54)
- Sulawesi Barat 0,44 0,95 0,22 1,70 (0,02) 1,19 0,32 0,98 (0,29) 0,99 0,01 0,59 (0,53) 0,87 (0,30)
Laju Inflasi Tahun Kalender (%, ytd)
- Sulawesi Selatan 0,05 1,43 3,57 4,48 1,22 1,25 2,17 2,94 1,69 2,77 3,39 4,44 0,98 2,48 2,06
- Sulawesi Utara (0,40) 1,10 2,23 5,56 (1,02) (0,71) (0,94) 0,35 2,51 2,49 2,09 2,44 1,18 3,51 1,02
- Gorontalo (1,13) 0,62 2,13 4,30 0,23 1,19 0,63 1,30 1,65 3,58 3,73 4,34 0,17 1,13 1,19
- Sulawesi Tengah (2,39) 0,21 0,90 4,17 (0,64) 0,25 0,81 1,49 1,86 3,94 3,91 4,33 0,29 3,23 2,12
- Sulawesi Tenggara (1,06) 0,14 1,82 2,27 1,35 1,96 2,83 2,69 0,91 4,45 3,31 2,96 0,34 3,26 2,20
- Sulawesi Barat (0,56) 1,54 2,56 5,07 (0,45) 0,78 0,94 2,23 1,37 2,71 3,21 3,79 0,22 1,60 3,92
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
- Sulawesi Selatan 7,13 8,06 8,36 4,48 5,70 4,30 3,07 2,94 3,42 4,49 4,17 4,44 3,70 4,14 3,09
- Sulawesi Utara 7,99 8,73 9,34 5,56 4,90 3,67 2,28 0,35 3,93 3,59 3,42 2,44 1,12 3,46 1,37
- Gorontalo 5,28 6,09 7,39 4,30 5,74 4,89 2,77 1,30 2,73 3,69 4,41 4,34 2,83 1,88 1,79
- Sulawesi Tengah 5,28 6,00 5,36 4,17 6,03 4,21 4,08 1,49 4,05 5,23 4,61 4,33 2,71 3,61 2,52
- Sulawesi Tenggara 7,81 7,35 6,86 2,27 4,75 4,37 3,28 3,07 2,40 6,17 3,49 2,96 2,39 1,79 1,70
- Sulawesi Barat 6,68 7,59 6,49 5,07 5,19 4,29 3,42 2,23 4,10 4,19 4,53 3,79 3,40 2,68 4,51
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 58.854 62.446 66.723 62.780 63.116 67.457 71.257 67.593 68.004 72.022 76.034 72.848 73.014 77.314 81.486
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12.743 14.547 16.003 10.806 12.837 15.164 16.857 13.493 14.682 15.888 17.422 13.477 15.430 17.083 18.323
Pertambangan dan Penggalian 3.533 3.760 4.229 4.281 3.605 3.954 4.297 4.139 3.908 4.198 4.369 4.244 4.083 4.314 4.272
Industri Pengolahan 8.191 8.725 8.821 9.810 9.209 9.432 9.810 10.023 9.659 9.826 10.294 10.628 9.977 9.706 10.253
Pengadaan Listrik, Gas 54 54 56 65 60 64 66 67 66 66 69 72 67 72 76
Pengadaan Air 75 77 75 76 78 81 80 81 82 87 88 87 90 94 92
Konstruksi 6.961 7.188 7.689 8.129 7.610 7.888 8.161 8.330 8.142 8.593 8.842 9.181 8.774 9.134 10.122
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 8.212 8.623 9.405 8.675 8.939 9.572 10.313 9.537 9.592 10.553 11.304 11.030 10.769 12.008 12.684
Transportasi dan Pergudangan 2.129 2.239 2.394 2.380 2.416 2.438 2.612 2.384 2.447 2.588 2.837 2.803 2.765 2.952 3.094
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 808 829 849 884 887 903 924 942 948 1.002 1.050 1.082 1.083 1.145 1.187
Informasi dan Komunikasi 3.749 3.860 4.036 4.069 4.055 4.170 4.355 4.408 4.440 4.639 4.784 4.914 4.945 5.059 5.231
Jasa Keuangan 2.144 2.077 2.194 2.248 2.351 2.438 2.459 2.595 2.452 2.567 2.575 2.681 2.685 2.784 2.652
Real Estate 2.252 2.284 2.320 2.341 2.411 2.442 2.445 2.485 2.511 2.549 2.561 2.602 2.610 2.638 2.703
Jasa Perusahaan 256 261 270 273 277 281 291 294 295 305 316 322 324 332 340
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2.652 2.763 2.940 3.007 2.860 3.000 2.698 2.779 2.865 2.996 3.027 3.038 2.990 3.253 3.387
Jasa Pendidikan 3.176 3.195 3.402 3.606 3.420 3.488 3.674 3.714 3.664 3.818 4.046 4.157 3.927 4.130 4.383
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.144 1.177 1.232 1.292 1.253 1.276 1.325 1.401 1.346 1.398 1.456 1.517 1.484 1.541 1.588
Jasa lainnya 773 788 808 839 849 866 888 919 907 949 992 1.012 1.012 1.069 1.100

PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) **


1. Konsumsi 37.145 39.722 41.032 44.881 39.034 42.105 42.787 45.978 41.137 44.358 45.306 48.572 44.172 47.421 48.353
2. Investasi 22.280 23.272 24.959 26.452 24.359 25.562 26.614 27.235 26.151 27.672 28.865 29.574 29.113 30.254 30.104
3. Ekspor 14.263 14.026 14.920 10.845 8.496 10.035 10.093 7.759 11.141 10.880 11.113 9.775 11.120 10.600 -4039
4. Impor 15.450 16.441 15.745 20.016 9.784 11.098 9.019 14.064 11.113 11.202 10.993 14.483 11.420 11.710 -2861
Total PDRB (Rp Miliar) 58.854 62.446 66.723 62.780 63.116 67.457 71.257 67.593 68.004 72.022 76.034 72.848 73.014 77.314 81.486
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5,92 7,90 7,50 7,35 7,24 8,02 6,80 7,67 7,75 6,77 6,70 7,78 7,37 7,35 7,17
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) 344,16 382,89 381,25 333,28 229,37 276,31 325,41 336,67 261,13 267,31 307,30 346,80 302,99 350,29 383,65
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) 163,96 194,52 216,82 172,10 163,02 187,21 226,87 247,29 178,55 302,04 382,81 335,35 386,30 640,55 426,44
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) 163,90 172,50 271,92 149,65 122,68 210,55 150,13 270,62 200,95 210,17 229,61 188,86 164,35 215,14 167,94
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) 326,31 317,63 264,12 273,69 284,74 329,06 275,21 407,15 291,66 391,26 376,91 453,54 290,64 453,51 481,56
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) 180,26 210,39 109,33 183,62 106,69 65,76 175,28 66,04 60,18 57,15 77,69 157,93 138,64 135,15 215,71
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
Catatan:
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007
**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 5
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)


2015 2016 2017 2018
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
BANK UMUM :
Total Aset (Rp Miliar) 104.945 108.309 113.101 117.572 120.832 122.711 123.190 125.955 130.863 130.564 129.565 134.100 132.433 136.333 139.503
- - -
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 66.420 68.867 72.433 78.467 78.342 82.097 82.025 82.396 81.891 85.232 83.874 87.322 85.385 87.794 90.331
Giro 10.154 11.820 12.471 13.165 12.894 12.203 11.802 10.388 12.434 12.532 12.562 10.726 12.013 12.447 12.669
Tabungan 34.147 34.881 37.491 42.221 38.589 42.611 41.800 44.994 41.400 43.973 43.308 50.161 47.161 48.402 49.043
Deposito 22.118 22.166 22.472 23.091 26.859 27.283 28.423 27.014 28.057 28.726 28.004 26.434 26.211 26.946 28.619
- - - -
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 85.304 87.563 89.911 94.981 96.310 101.617 102.774 103.890 104.798 108.154 107.583 113.129 114.102 115.210 116.265
- Modal Kerja 32.776 34.627 34.876 36.730 37.510 39.518 39.653 39.952 40.620 42.311 41.776 44.569 43.940 44.528 45.324
- Investasi 16.482 16.500 17.476 20.538 20.041 20.796 20.204 20.221 19.830 19.946 19.773 19.842 20.251 20.915 20.012
- Konsumsi 36.045 36.436 37.558 37.713 38.759 41.303 42.917 43.718 44.347 45.898 46.034 48.717 49.911 49.767 50.929
LDR 128,43% 127,15% 124,13% 121,05% 122,94% 123,78% 125,30% 126,09% 127,97% 126,89% 128,27% 129,55% 133,63% 131,23% 128,71%
- - -
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 85.304 87.563 89.911 94.981 96.310 101.617 102.774 103.890 104.798 108.154 107.583 113.129 114.102 115.210 116.265
- Pertanian 1.630 1.788 2.303 2.461 2.681 2.933 2.998 3.280 3.279 3.514 3.624 4.386 4.533 4.748 4.966
- Pertambangan 427 390 383 410 430 399 372 336 340 333 316 303 308 312 325
- Industri pengolahan 5.035 5.109 5.304 7.487 7.239 7.993 8.104 7.582 7.494 7.555 7.477 7.015 6.980 6.991 7.524
- Listrik, Gas, dan Air 382 413 398 379 306 277 267 248 255 222 226 159 147 182 200
- Konstruksi 4.746 4.902 5.417 5.491 5.483 5.977 6.305 6.698 6.305 6.602 6.637 6.805 6.574 6.828 6.999
- Perdagangan 27.920 29.003 29.373 31.424 31.959 33.268 32.431 32.555 32.970 33.787 33.256 34.343 34.104 34.578 34.617
- Pengangkutan 2.782 2.693 2.672 2.781 2.824 2.738 2.730 2.627 2.420 2.508 2.441 2.698 3.064 3.190 1.996
- Jasa Dunia Usaha 3.733 4.037 4.024 4.221 4.117 4.085 4.234 4.278 4.715 4.889 4.709 5.659 5.570 5.632 5.652
- Jasa Sosial Masyarakat 2.473 2.681 2.388 2.549 2.462 2.587 2.392 2.518 2.640 2.819 2.838 3.014 2.883 2.971 3.048
- Lain-lain 36.174 36.547 37.648 37.777 38.809 41.359 42.941 43.767 44.378 45.926 46.060 48.747 49.937 49.778 50.939
- - - -
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) 27.428 28.301 28.501 30.641 31.110 32.156 32.936 33.233 36.798 34.306 34.297 35.996 35.612 36.314 37.217
- - - -
Kredit Mikro* (Rp Miliar) 6.221 6.679 6.880 7.892 8.698 8.993 9.050 9.277 9.234 9.800 9.950 10.604 11.022 11.399 11.929
- Modal Kerja 4.674 5.038 5.144 5.542 6.329 6.580 6.707 6.841 6.711 7.211 7.334 7.797 8.063 8.330 8.694
- Investasi 1.548 1.642 1.735 2.351 2.369 2.413 2.343 2.436 2.523 2.589 2.615 2.807 2.959 3.069 3.234
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - -
- - - -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 10.893 11.161 11.580 12.412 12.433 12.687 12.549 12.695 13.070 13.409 13.384 13.535 13.344 13.502 13.793
- Modal Kerja 6.596 6.860 7.039 7.188 7.265 7.540 7.713 7.817 8.341 9.116 9.114 9.593 9.426 9.580 9.834
- Investasi 4.296 4.300 4.541 5.224 5.169 5.147 4.836 4.878 4.729 4.293 4.270 3.942 3.918 3.922 3.958
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - -
- - - -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 10.313 10.461 10.042 10.337 9.979 10.476 11.336 11.260 14.495 11.097 10.964 11.857 11.247 11.413 11.496
- Modal Kerja 7.488 7.698 7.272 7.577 7.198 7.624 8.542 8.568 8.013 7.965 7.850 8.588 8.172 8.294 8.376
- Investasi 2.825 2.763 2.770 2.760 2.781 2.852 2.795 2.692 6.481 3.132 3.114 3.270 3.074 3.119 3.120
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - -
- - - -
NPL Total gross - Lokasi Bank (%) 3,36% 3,16% 3,85% 3,19% 3,36% 3,05% 3,00% 2,29% 2,43% 2,45% 2,54% 3,45% 4,35% 4,50% 4,41%
- - -
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) 5,21% 5,14% 5,40% 4,26% 4,43% 4,14% 4,07% 3,78% 3,70% 3,93% 4,05% 3,67% 3,99% 4,12% 4,16%
- - - -
- -
BANK UMUM SYARIAH 0 0
Total Aset (Rp Miliar) 6.000 6.184 6.489 6.975 7.018 6.687 6.633 6.718 6.703 6.708 6.365 6.812 6.967 7.184 7.306
- - - -
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 3.187 3.287 3.382 3.853 3.517 3.630 3.872 3.972 3.967 3.921 3.680 4.291 4.362 4.362 4.613
Giro 547 554 355 598 339 390 429 366 357 326 353 429 387 413 495
Tabungan 1.488 1.570 1.667 1.765 1.761 1.793 1.886 2.020 2.008 2.037 2.053 2.211 2.209 2.236 2.339
Deposito 1.153 1.162 1.360 1.490 1.417 1.447 1.557 1.587 1.601 1.558 1.275 1.651 1.766 1.713 1.779
-
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 5.239 5.582 5.750 5.684 5.817 5.744 5.668 5.851 5.911 5.994 5.831 5.848 5.936 5.997 5.930
- Modal Kerja 1.292 1.535 1.572 1.526 1.659 1.685 1.619 1.594 1.616 1.594 1.487 1.559 1.451 1.404 1.164
- Investasi 865 1.015 1.170 1.152 1.143 1.034 970 1.096 1.081 1.094 1.075 968 1.025 986 912
- Konsumsi 3.081 3.033 3.008 3.006 3.015 3.025 3.079 3.162 3.213 3.306 3.269 3.321 3.459 3.607 3.855
FDR 164,36% 169,84% 170,02% 147,53% 165,43% 158,23% 146,38% 147,30% 149,00% 152,85% 158,44% 136,28% 136,09% 137,48% 128,56%
Catatan:
* (<Rp50 juta)
** (Rp50 < X < Rp500 juta)
*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)
**** Angka sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
6 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK)

2015 2016 2017 2018


INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
BANK UMUM
Total Aset (Rp Miliar) 104.945 108.309 113.101 117.572 120.832 122.711 123.190 125.955 130.863 130.564 131.222 134.100 132.433 136.333 139.503
- - -
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) 66.178 68.635 72.126 78.076 78.002 81.674 81.640 81.971 81.536 84.852 84.675 86.809 84.924 87.352 89.878
Giro 10.125 11.807 12.454 13.150 12.881 12.178 11.788 10.376 12.420 12.519 11.981 10.649 11.962 12.428 12.640
Tabungan 33.960 34.683 37.256 41.907 38.342 42.311 41.544 44.678 41.157 43.702 44.658 49.842 46.884 48.117 48.777
Deposito 22.093 22.145 22.416 23.019 26.778 27.185 28.309 26.917 27.959 28.632 28.037 26.318 26.079 26.807 28.461
-
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 90.768 94.399 96.019 101.263 102.280 107.627 108.401 109.723 111.780 115.158 117.433 119.771 121.299 126.261 126.255
- Modal Kerja 34.244 37.014 37.017 38.556 38.920 40.809 40.590 40.842 41.856 43.281 43.853 45.317 44.925 46.954 47.927
- Investasi 19.119 19.431 19.865 22.774 22.507 23.420 22.771 23.079 23.597 23.931 24.455 23.660 24.428 27.322 25.306
- Konsumsi 37.404 37.954 39.137 39.933 40.853 43.398 45.040 45.802 46.327 47.945 49.125 50.795 51.946 51.985 53.021
LDR 137,16% 137,54% 133,13% 129,70% 131,13% 131,78% 132,78% 133,86% 137,09% 135,72% 138,69% 137,97% 142,83% 144,54% 140,47%
-
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 90.768 94.399 96.019 101.263 102.280 107.627 108.401 109.723 111.780 115.158 117.433 119.771 121.299 126.261 126.255
- Pertanian 1.675 1.779 1.837 2.173 2.368 2.616 2.592 2.852 2.858 3.110 3.415 3.604 3.750 3.909 4.095
- Pertambangan 401 411 376 400 407 431 402 390 397 381 374 343 433 443 450
- Industri pengolahan 5.830 6.487 6.226 8.460 7.984 8.674 8.398 8.039 7.844 8.145 7.472 7.357 7.443 7.670 8.623
- Listrik, Gas, dan Air 2.093 2.340 2.436 2.572 2.290 2.149 2.203 2.239 2.835 2.823 4.373 3.142 3.297 5.595 4.447
- Konstruksi 5.596 5.761 6.259 6.346 6.262 6.363 6.496 6.522 6.629 6.812 6.625 7.098 6.816 8.038 8.298
- Perdagangan 28.761 30.356 30.678 31.985 32.480 34.128 33.399 33.784 34.449 35.080 35.244 35.670 35.633 35.960 36.250
- Pengangkutan 2.407 2.343 2.381 2.442 2.501 2.433 2.414 2.314 2.152 2.224 2.269 2.535 2.876 3.070 1.821
- Jasa Dunia Usaha 4.046 4.249 4.187 4.409 4.637 4.804 5.022 5.165 5.570 5.725 5.550 6.127 6.103 6.497 6.255
- Jasa Sosial Masyarakat 2.425 2.610 2.409 2.480 2.449 2.574 2.412 2.567 2.690 2.882 2.957 3.069 2.977 3.082 2.983
- Lain-lain 37.532 38.063 39.228 39.996 40.902 43.456 45.064 45.851 46.358 47.976 49.155 50.824 51.971 51.996 53.031
-
Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 26.867 27.995 27.743 29.129 29.316 30.544 31.433 31.909 38.572 33.612 33.996 35.029 34.799 35.580 36.094
-
Kredit Mikro* (Rp Miliar) 6.202 6.650 6.810 7.583 8.368 8.740 8.788 8.999 8.978 9.563 10.135 10.415 10.947 11.419 11.777
- Modal Kerja 4.648 5.002 5.085 5.469 6.240 6.537 6.671 6.805 6.717 7.227 7.625 7.833 8.126 8.426 8.810
- Investasi 1.554 1.648 1.725 2.114 2.128 2.204 2.118 2.194 2.261 2.336 2.510 2.582 2.821 2.993 2.967
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - -
-
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 10.293 10.637 10.863 11.405 11.434 11.780 11.732 11.883 12.307 12.641 12.846 12.940 12.729 12.870 13.114
- Modal Kerja 6.546 6.833 6.976 7.127 7.194 7.425 7.649 7.744 8.238 9.006 9.248 9.469 9.309 9.457 9.704
- Investasi 3.746 3.804 3.887 4.278 4.239 4.355 4.082 4.139 4.069 3.636 3.598 3.471 3.420 3.413 3.410
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - -
-
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 10.372 10.708 10.070 10.141 9.515 10.023 10.914 11.027 17.288 11.407 11.016 11.674 11.124 11.291 11.202
- Modal Kerja 7.564 7.932 7.456 7.464 6.821 7.279 8.200 8.321 8.105 7.778 7.878 8.488 8.061 8.256 8.107
- Investasi 2.808 2.777 2.614 2.677 2.694 2.744 2.714 2.706 9.183 3.629 3.138 3.186 3.062 3.034 3.095
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - -
-
NPL Total gross - Lokasi Proyek (%) 3,63% 3,71% 3,90% 3,40% 3,46% 3,21% 3,19% 2,54% 2,64% 2,67% 2,73% 3,99% 4,85% 4,76% 4,71%
NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%) 5,24% 5,21% 5,36% 4,41% 4,39% 4,31% 4,15% 3,98% 3,56% 4,04% 4,05% 3,96% 4,22% 4,26% 4,33%
-
-
BANK UMUM SYARIAH 0
Total Aset (Rp Miliar) 6.000 6.184 6.489 6.976 7.018 6.687 6.633 6.718 6.703 6.708 6.938 6.812 6.967 7.184 7.306
- - -
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) 3.187 3.275 3.369 3.804 3.462 3.569 3.794 3.865 3.870 3.829 4.086 4.175 4.220 4.212 4.443
Giro 547 552 422 598 338 387 428 364 356 324 416 428 384 408 486
Tabungan 1.488 1.569 1.636 1.743 1.742 1.770 1.864 1.967 1.979 2.011 2.090 2.176 2.167 2.194 2.294
Deposito 1.153 1.154 1.311 1.463 1.383 1.411 1.502 1.533 1.535 1.494 1.580 1.571 1.668 1.610 1.663
- - -
Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 5.898 6.536 6.474 6.299 6.647 6.778 6.359 6.522 6.628 6.605 6.704 6.600 6.725 6.490 6.408
- Modal Kerja 2.047 2.345 2.307 2.165 2.503 2.679 2.252 2.192 2.192 2.012 1.992 1.973 1.815 1.723 1.473
- Investasi 947 1.311 1.344 1.249 1.240 1.198 1.145 1.313 1.300 1.352 1.326 1.208 1.317 1.059 1.012
- Konsumsi 2.904 2.880 2.823 2.885 2.904 2.901 2.962 3.017 3.136 3.241 3.385 3.419 3.593 3.709 3.922
FDR 185,07% 199,56% 192,19% 165,59% 191,98% 189,94% 167,61% 168,77% 171,27% 172,51% 164,07% 158,10% 159,36% 154,09% 144,22%
Catatan:
* (<Rp50 juta)
** (Rp50 < X < Rp500 juta)
*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)
**** Angka sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 7
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

D. GRAFIK INDIKATOR

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan: PDRB TD 2010 ; KTI adalah Kaimantan, Sulampua, Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat
Balinusra; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sementara
Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat
Sementara Sementara
Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel
Sulsel

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel

(Ribu Orang)
% Penduduk Miskin - Skala Kanan
1200 14%

1000 Jumlah Penduduk Miskin 12%

10%
800
8%
600
6%
400
4%
200 2%

0 0%
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017** 2018**

Keterangan: Data 2018: Data Agustus 2018; Keterangan: Data 2018: Data Maret 2018;
*) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
8 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Bab 1
Pertumbuhan Ekonomi1

Ekonomi Sulsel tumbuh 7,17% (yoy) pada triwulan III 2018, sedikit lebih lambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,35% (yoy) karena faktor
musiman yang telah berlalu, sehingga konsumsi Rumah Tangga kembali ke pola
normalnya. Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan hanya terjadi pada
ekspor luar negeri dan konsumsi pemerintah. Sementara untuk investasi, terjadi
perlambatan merespon masih tingginya level inventori serta persaingan bisnis di
level mikro, sehingga Investasi hanya bertumpu pada investasi pemerintah.
Selanjutnya dari perdagangan internasional, ekspor luar negeri terakselerasi
didorong oleh faktor perbaikan harga internasional serta lebih moderatnya
pertumbuhan impor. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan terutama terjadi
pada Lapangan Usaha Konstruksi, Informasi/Komunikasi, Administrasi Pemerintah,
dan Pengadaan Listrik apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya.
Sesuai dengan periode penulisan laporan, pertumbuhan ekonomi pada
triwulan IV 2018 diperkirakan akan lebih terakselerasi dibandingkan
triwulan III 2018 sesuai dengan pola historisnya. Adapun beberapa faktor
pendorong antara lain adalah konsumsi rumah tangga akhir tahun khususnya
untuk keperluan leissure di tengah terjaganya level inflasi bahan makanan.
Sementara investasi, ekspansi investasi pemerintah diperkirakan masih
menjadi sumber pendorong utama ditengah lebih moderatnya pertumbuhan
ekspor luar negeri. Dari sisi lapangan usaha, diperkirakan terjadi
peningkatan di LU Pertanian dan LU Pertambangan, masing-masing karena
masih adanya panen dan mengejar target di akhir tahun 2018.

1Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan III 2018 (data realisasi BPS) dan Triwulan IV 2018 (data proyeksi Bank Indonesia)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 9
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

1.1. Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) tetap kuat di triwulan III 2018 mencapai 7,17% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,70% (yoy), meski
sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan II 2018 disebabkan oleh faktor seasonal seperti hari raya lebaran yang telah
berlalu dimana konsumsi rumah tangga tereskalasi signifikan pada periode tersebut.
Tabel 1.1. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatam (%, yoy)

Tw III-2017 Tw II-2018 Tw III-2018

6.70 7.35 7.17

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan menjadi yang tertinggi ketiga di nasional setelah Maluku Utara (8,17%; yoy) dan
Sulawesi Barat (7,90%; yoy). Dengan pangsa yang dominan di Kawasan Indonesia Timur, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Selatan berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,17% (yoy). Adapun
sumber pertumbuhan ekonomi Maluku Utara (Malut), Sulawesi Barat (Sulbar), dan Sulawesi Selatan relatif sama. Malut
dan Sulbar tumbuh didorong oleh Lapangan Usaha (LU) Industri dan Konstruksi, demikian pula Sulsel didorong oleh LU
Konstruksi dan Perdagangan sementara Sulsel didorong oleh LU Konstruksi dan Administrasi Pemerintahan.

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Spasial Indonesia

Pada triwulan IV 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan akan lebih terakselerasi dibandingkan triwulan III yang
didorong oleh beberapa faktor seasonal. Faktor seasonal tersebut antara lain adalah konsumsi rumah tangga seiring
dengan adanya libur HBKN dan akhir tahun, serta akselerasi belanja pemerintah di akhir tahun. Sejalan dengan itu,
akselerasi juga akan didorong oleh investasi yang cenderung meningkat di akhir tahun. Di sisi lain, ekspor diperkirakan
tumbuh lebih lambat sejalan dengan hari kerja efektif yang lebih minim. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan akan
didorong oleh lapangan usaha dengan pangsa besar seperti pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, dan
perdagangan. Lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh lebih akseleratif sejalan dengan panen raya pada awal
triwulan IV 2018. Kemudian pada LU pertambangan, akselerasi didorong oleh kegiatan produksi yang lebih baik guna
mencapai target produksi nikel yang berada pada rentang 75 ribu s.d 77 ribu MT. Pada LU industri pengolahan, akselearasi
diperkirakan didorong oleh stock building korporasi untuk memulihkan persediaan pasca penggunaannya di triwulan III
2018. Adapun pada LU konstruksi dan perdagangan akan digerakkan oleh aktivitas pemerintah dan rumah tangga di akhir
tahun yang lebih meningkat. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan IV 2018 diperkirakan berada
pada rentang 7,1 – 7,5% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
10 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Grafik 1.2. Realisasi dan Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)

1.2. Sisi Pengeluaran


Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III didorong oleh konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah. Konsumsi rumah
tangga yang memiliki pangsa hingga 50% menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III dengan
tumbuh sebesar 6,50% (yoy). Selain konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah juga mendorong pertumbuhan ekonomi
di triwulan III 2018 dengan tumbuh sebesar 8% (yoy). Pangsa belanja pemerintah yang sebesar 8% mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi Sulsel tetap kuat pada triwulan III 2018. Di sisi lain, investasi cenderung tumbuh lebih lambat bila
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya ataupun triwulan II 2018. Investasi tumbuh 4,28% (yoy) lebih
lambat dari realisasi pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,42% (yoy). Di sisi lain, ekspor melanjutkan tren
perbaikan khususnya ekspor rumput laut di tengah lebih moderatnya kegiatan impor luar negeri.
2017 2018
Komponen 2015 2016 Pangsa
I II III IV I II III
Konsumsi Rumah Tangga 5.29 5.48 5.54 6.47 6.15 6.41 6.97 6.65 6.50 50%
Konsumsi LNPRT 1.13 3.26 6.57 7.35 5.81 7.58 22.53 21.72 7.06 1%
Konsumsi Pemerintah 8.09 (1.34) 3.78 (1.24) 4.34 2.40 8.09 6.50 8.00 8%
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8.08 7.02 7.36 8.25 8.46 8.59 8.68 6.42 4.28 37%
Inventori (5.80) (29.00) (32.01) (63.22) 123.00 (186.22) 0.47 156.79 (99.75) 0%
Ekspor Luar Negeri (7.57) (20.52) 26.60 (4.19) (12.55) (6.06) 2.21 21.51 29.90 5%
Impor Luar Negeri 28.43 (6.93) 74.73 12.31 45.38 (15.47) (8.15) 2.09 1.55 -4%
Net Ekspor Antar Provinsi 5.92 (44.00) (82.63) (70.13) (68.30) (19.24) 155.93 125.96 (1,175.91) 2%
PDRB 7.19 7.42 7.75 6.77 6.70 7.78 7.37 7.35 7.17 100%

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia

1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, pengeluaran konsumsi tetap kuat terutama konsumsi RT. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2018
tumbuh 6,5% (yoy), tetap kuat diatas 6% meski melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (6,65%; yoy). Konsumsi
LNPRT dan pemerintah masing-masing tercatat tumbuh 7,06% (yoy) dan 8% (yoy) pada triwulan laporan (Tabel 1.2). Meski
sedikit melambat, pertumbuhan konsumsi masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan III
2018 sehingga tetap berada pada level yang tinggi. Di sisi lain konsumsi pemerintah terakselerasi sejalan dengan
penyerapan belanja yang lebih baik.

Konsumsi Rumah Tangga sedikit melambat pada triwulan III 2018 pasca berlalunya hari raya. Namun demikian, konsumsi
rumah tangga tetap kuat dengan tumbuh di atas 6%. Lebih lambatnya pertumbuhan konsumsi RT pada triwulan III tersebut
ditengarai karena perlambatan pertumbuhan konsumsi khususnya pada pembelian rumah yang juga tercermin dari kredit
KPR yang melambat. Selain itu, perlambatan juga tercermin dari indeks penjualan eceran kategori peralatan informasi dan
komunikasi. Namun demikian perlambatan tidak terjadi secara signifikan, disebabkan belanja rumah tangga yang tetap kuat
khususnya pada belanja makanan dan minuman yang meningkat menyusul libur sekolah.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Grafik 1.3. Kredit Pemilikan Rumah oleh Rumah Tangga Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran

Ke depan, pertumbuhan konsumsi diperkirakan akan terakselerasi sejalan dengan pola triwulanannya dan level harga
yang terjaga. Hal ini juga didukung oleh keyakinan konsumen yang meningkat di bulan Oktober 2018 dibandingkan triwulan
tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut juga sejalan dengan pola belanja akhir tahun yang meningkat karena faktor hari
raya natal dan tahun baru. Di sisi lain, keyakinan konsumen untuk tetap berbelanja juga didukung oleh level harga yang
terjaga sejalan dengan eksepktasi inflasi yang menurut konsumen akan berada di bawah perkiraan mereka sebelumnya.

Grafik 1.5. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.6. Indeks Ekspektasi Harga

1.2.2 Investasi
Investasi tumbuh melambat dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi di triwulan III
2018 cenderung tertahan. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari kegiatan investasi
tumbuh 4,28% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan II 2018 (6,42%; yoy) (Tabel 1.2). Perlambatan investasi
terlihat dari PMA dan PMDN yang tumbuh positif namun dalam magnitude yang lebih rendah dibandingkan tahun
sebelumnya. Beberapa kendala yang ditengarai menjadikan investasi tumbuh lebih lambat antara lain adalah kebijakan
pemerintah terkait pelonggaran ketentuan investasi asing yang ditunda hingga tahun depan.

Investasi yang lebih lambat juga tercermin dari pertumbuhan kredit investasi yang melambat. Kredit investasi tumbuh
7,7% (yoy) pada triwulan III 2018 atau melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 9,0% (yoy).
Lebih lambatnya investasi ini disebabkan oleh lebih sedikitnya penarikan baki debet kredit yang dilakukan oleh korporasi.
Hal ini mengindikasikan bahwa korporasi lebih menahan laju investasinya sejalan dengan masih rendahnya kapasitas
utilisasi yang membuat belum mendesaknya perluasan kapasitas produksi.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
12 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.7. Investasi Domestik dan Asing Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Investasi

Ke depan, investasi diperkirakan akan terakselerasi sejalan dengan penurunan inventori. Penurunan inventori sebesar
-99,75% (yoy) pada triwulan III 2018 mengisyaratkan adanya tarikan permintaan yang tinggi dari rumah tangga. Untuk
menjaga kecukupan persediaan, korporasi diperkirakan akan melakukan perbaikan dan penambahan kapasitas untuk
menyesuaikan permintaan di tahun 2019. Selain itu, hipotesa ini juga didukung oleh hasil liason Bank Indonesia dimana
kontak menyatakan bahwa pada triwulan IV 2018 khususnya pada bulan Oktober 2018 merupakan bulan dimana terjadi
perbaikan rutin yang meningkatkan belanja modal (investasi).

1.2.3 Ekspor dan Impor

juta USD yoy Kinerja ekspor Sulsel di triwulan III 2018 melanjutkan tren
250 60%
perbaikan. Nilai ekspor dengan tujuan luar negeri (LN)
200 40%
tumbuh 29,9% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
20%
150 triwulan II 2018 yang tercatat tumbuh 21,5% (yoy) (Tabel
0%
100
-20%
1.2). Peningkatan ekspor luar negeri tersebut seiring
50 -40%
dengan perbaikan ekonomi Amerika yang terus membaik.
- -60% Terlepas dari permasalahan perang dagang antara Amerika
I II III IV I II III IV I II III dengan Tiongkok, komoditas ekspor Sulsel relatif aman dari
2016 2017 2018 polemik tersebut karena mayoritas merupakan produk
Nilai Ekspor Pertumbuhan Ekspor (rhs)
primer. Selain itu, harga komoditas utama Sulsel yang
membaik juga mendorong peningkatan nilai ekspor seperti
Sumber: Bea Cukai, diolah
nikel.
Grafik 1.9. Ekspor LN Nonmigas

Kinerja ekspor (LN) yang meningkat di triwulan III 2018 tersebut salah satunya terlihat dari naiknya kinerja ekspor Nikel.
Hal ini dikarenakan pangsa ekspor Nikel menyumbang 53,4% dari total ekspor LN Sulsel. Nilai ekspor nikel tercatat
mengalami pertumbuhan 30,0% (yoy) naik hampir dua kali lipat dibandingkan dengan pertumbuhan di periode sebelumnya
yang tumbuh 18,4% (yoy) (Grafik 1.10). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari membaiknya pertumbuhan harga
komoditas nikel di pasar internasional. Sepanjang triwulan II 2018, harga nikel mencapai USD14.470/mt atau tumbuh 56,7%
(yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 29,3% (yoy) (Grafik 1.11).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bloomberg


Grafik 1.10. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.11. Perkembangan Harga Nikel

Beberapa komoditas unggulan Sulsel lainnya juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan nilai ekspor komoditas rumput
laut cukup tinggi menjadi 86,2% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 31,3% (yoy). Naiknya permintaan dari negara
mitra dagang menjadi salah satu pendorong kinerja ekspor LN. Selain itu, ekspor kakao olahan juga mengalami perbaikan
signifikan pada triwulan III 2018 dengan tumbuh di atas 100% (yoy) atau mencapai USD 14 juta dibandingkan triwulan II
2018 yang kontraksi sebesar -70% (yoy) (Grafik 1.14).

Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan III 2018 juga mengalami perlambatan. Impor di triwulan III 2018 tercatat tumbuh
1,55% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,09% (yoy). Penurunan impor tersebut
terkonfirmasi dari turunnya impor luar negeri (LN) (Tabel 1.1).
juta USD
60

50

40

30

20

10

-
I II III IV I II III IV I II III
2016 2017 2018
Kakao Ikan dan Udang Biji-bijian berminyak, dan obat Buah-buahan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.12. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.13. Perkembangan Nilai Impor

Dilihat secara lebih rinci pada triwulan III 2018, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam
struktur ekspor, sementara gandum menjadi penyumbang terbesar dalam impor. Pangsa nilai ekspor komoditas nikel
matte mencapai 53,43% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh ikan/udang dan biji-bijian
berminyak dengan pangsa masing-masing 9,6% dan 7,7% (Tabel 1.3). Untuk impor luar negeri, pangsa nilai impor gandum
mencapai 26,24% di triwulan III 2018, kemudian diikuti oleh gula dan kembang gula (16,8%) serta sisa industri makanan
(16,78%) (Tabel 1.4).
Tabel 1.3. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.4. Peringkat Impor Menurut Komoditas

Sumber: Bea Cukai, BPS, diolah 7umber: Bea Cukai, BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
14 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Dilihat dari negara tujuan ekspor, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sementara Singapura
merupakan negara asal utama barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan III 2018, pangsa nilai ekspor Sulsel ke Jepang
mencapai 70,2% dari total ekspor, diikuti oleh Tiongkok (14,6%), dan Amerika Serikat (7,4%) (Grafik 1.14). Sementara dari
sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Singapura yang mencapai 40,9% dari total impor, diikuti
oleh Tiongkok (16,6%) dan Denmark (10,9%) (Grafik 1.15).

PANGSA 10 BESAR NEGARA TUJUAN EKSPOR


PROVINSI SULAWESI SELATAN Jepang
0.31 3.05 Amerika Serikat
1.33
3.1 6.78 Tiongkok
Singapura

14.48 Malaysia
Belanda
Korea Selatan
70.21 Jerman
0.3 Vietnam
Filipina
Lainnya

Grafik 1.14. Negara Tujuan Utama Ekspor Grafik 1.15 Negara Asal Utama Impor
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Secara keseluruhan, defisit neraca perdagangan Sulsel masih mendapatkan tantangan. Defisit perdagangan Sulsel masih
mendapatkan tantangan kendati ekspor cenderung membaik yang diikuti dengan perlambatan impor. Beberapa komoditas
unggulan seperti kakao dan ikan belum mampu tumbuh seperti rata-rata sebelumnya karena permasalahan produksi. Hal
ini membuat neraca perdagangan Sulsel masih mengalami defisit. Ke depan dengan fokus pembenahan ekspor dan
pengendalian impor barang modal, neraca perdagangan Sulsel diharapkan mampu menopang struktur neraca perdagangan
nasional yang diperkirakan berada di bawah 3% PDB.

200 juta USD

150
surplus

100

50

(50)
defisit

(100)

(150)

(200)
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2014 2015 2016 2017 2018
Ekspor Impor Surplus/ Defisit

Sumber: BPS, Bea Cukai, diolah


Grafik 1.16. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri

1.3. Sisi Lapangan Usaha


Pada triwulan III 2018, meski tetap kuat pertumbuhan ekonomi Sulsel dibandingkan triwulan II 2018 sedikit melambat
disebabkan oleh melambatnya lapangan usaha dominan. Perlambatan terjadi pada LU pertanian yang tumbuh sebesar
5,17% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,52% (yoy). Selain pertanian, LU perdagangan
juga mengalami perlambatan dengan tumbuh sebesar 12,21% (yoy), sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 13,79% (yoy). Demikian pula dengan pertambangan yang terkontraksi sebesar -2,21% (yoy). Di
sisi lain, industri pengolahan mengalami perbaikan walau masih terkontraksi pertumbuhannya.

Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan usaha Ekonomi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

2017 2018
Lapangan Usaha (Tahun Dasar 2010) 2015 2016
I II III IV I II III
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.87 7.86 14.37 4.77 3.35 -0.11 5.10 7.52 5.17
Pertambangan dan Penggalian 7.42 1.22 8.39 6.16 1.67 2.53 4.48 2.75 -2.21
Industri Pengolahan 6.77 8.23 4.89 4.18 4.94 6.03 3.29 -1.22 -0.40
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es -1.38 11.52 9.84 3.50 4.64 6.65 1.09 8.52 9.51
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.34 5.44 5.56 7.30 10.84 7.81 9.53 8.84 4.09
Konstruksi 8.32 6.75 6.99 8.93 8.35 10.22 7.76 6.30 14.48
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.89 9.87 7.31 10.25 9.60 15.66 12.27 13.79 12.21
Transportasi dan Pergudangan 6.82 7.75 1.26 6.15 8.61 17.57 12.99 14.05 9.04
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.81 8.47 6.80 11.04 13.69 14.84 14.31 14.26 13.07
Informasi dan Komunikasi 7.92 8.13 9.48 11.25 9.84 11.47 11.39 9.05 9.35
Jasa Keuangan dan Asuransi 7.41 13.63 4.27 5.29 4.71 3.34 9.50 8.48 3.00
Real Estate 7.39 6.37 4.15 4.35 4.74 4.69 3.94 3.49 5.53
Jasa Perusahaan 5.87 7.88 6.81 8.73 8.64 9.49 9.62 8.77 7.42
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 7.88 -0.22 0.20 -0.13 12.19 9.29 4.34 8.58 11.86
Jasa Pendidikan 7.25 6.86 7.13 9.46 10.13 11.92 7.17 8.18 8.32
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9.31 8.45 7.42 9.54 9.88 8.34 10.26 10.27 9.06
Jasa lainnya 8.99 9.81 6.84 9.60 11.65 10.07 11.67 12.60 10.87
PDRB 7.19 7.42 7.75 6.77 6.70 7.78 7.37 7.35 7.17
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Dilihat dari andil terhadap PDRB, Lapangan Usaha Pertanian


masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan III 2018.
Pangsa usaha Pertanian terhadap total PDRB mencapai 22%
(Grafik 1.17). Lapangan Usaha lainnya yang menjadi tumpuan
perekonomian Sulsel adalah usaha Perdagangan besar dan
eceran, Konstruksi dan Industri Pengolahan, yang masing-
masing memiliki pangsa terhadap total PDRB di atas 10%.
Sementara untuk lapangan usaha pertambangan memiliki
pangsa di kisaran 5%. Adapun lapangan usaha lainnya
merupakan gabungan dari usaha non utama.
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.17. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan


Panen pada komoditas tabama dan perkebunan yang telah berlalu membuat kinerja Lapangan Usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan mengalami perlambatan. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh
mencapai 5,17% (yoy) dari periode sebelumnya tumbuh 7,52% (yoy) (Tabel 1.5). Perlambatan terjadi sesuai dengan pola
triwulanannya dimana triwulan III merupakan periode tanam. Adapun perkiraan panen diperkirakan terjadi pada akhir
triwulan III 2018 hingga awal triwulan IV 2018 sehingga nilai tambah dari komoditas pertanian menjadi tersebar. Selain
faktor berlalunya masa panen, produksi tanaman perkebunan juga membuat lapangan usaha pertanian tumbuh lebih
lambat. Tanaman perkebunan seperti kakao belum berproduksi seperti rata-rata tahun sebelumnya kendati terjadi
peningkatan produksi secara triwulanan. Kenaikan harga komoditas termasuk kakao belum mampu direspon oleh petani
dengan peningkatan produksi secara signifikan karena permasalahan fundamental yang masih melanda perkebunan kakao.

Di sisi lain, kinerja sub usaha perikanan mengalami peningkatan sehingga menahan perlambatan lapangan usaha
pertanian dan perikanan lebih dalam. Salah satu indikator yang menunjukkan peningkatan kinerja di sub usaha perikanan
adalah peningkatan ekspor komoditas perikanan dimana ekspor terus menunjukkan perbaikan yang ditopang oleh faktor
harga karena secara volume cenderung stabil.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
16 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank


Grafik 1.18. Nilai Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.19. Harga Internasional Kakao

4.5 50%

Triliun Rupiah
4.0 45%
3.5 40%
3.0 35%
30%
2.5
25%
2.0
20%
1.5 15%
1.0 10%
0.5 5%
- 0%
I II III IV I II III IV I II III
2016 2017 2018
Kredit Pertanian Pertumbuhan (rhs)

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.20. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.21. Perkembangan Kredit di Lapangan usaha Pertanian

Pelambatan pertumbuhan di usaha pertanian Sulsel terkonfirmasi oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan
ke usaha pertanian yang terkoreksi. Di triwulan III 2018, kredit yang disalurkan ke usaha pertanian tumbuh 20,7% (yoy)
atau mencapai Rp 4 triliun (Grafik 1.21). Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 26% (yoy).

1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian


Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian tumbuh terkontraksi pada triwulan III 2018. Lapangan usaha ini tercatat
turun -2,21% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 2,75% (yoy) (Tabel 1.5). Produksi nikel
matte yang melambat diperkirakan menjadi faktor utama turunnya LU Pertambangan dan penggalian. Penurunan produksi
diperkirakan dipengaruhi oleh hambatan faktor eksternal seperti cuaca yang memengaruhi proses penggalian serta kendala
mesin produksi. Sebagaimana diketahui target produksi nikel di awal tahun sebesar 80 ribu MT dan diperkirakan hanya
akan tercapai sebesar 75-77 ribu MT.

Koreksi harga nikel tidak memberikan dampak signifikan terhadap produksi. Produksi nikel Sulsel sudah hampir dipastikan
dipasok ke Jepang sejalan dengan kontrak karya yang ada. Skema global value chain membuat pasokan nikel akan
diserahkan kepada Jepang untuk diolah lebih lanjut terlepas dari dinamika harga nikel di pasar internasional dan
pertumbuhan ekonomi Jepang.

Ke depan, lapangan usaha pertambangan diperkirakan akan terakselerasi sejalan dengan target produksi 77 ribu MT.
Posisi year to date produksi nikel baru mencapai 53 ribu MT sehingga diperlukan setidaknya 24 ribu MT. Produksi tersebut
akan dikejar selama triwulan berjalan sehingga potensi pertumbuhan lapangan usaha pertambangan menjadi lebih tinggi
di akhir tahun. Di sisi lain, faktor risiko yang mengintai adalah cuaca ekstrim khususnya hujan yang dapat menganggu proses
penambangan baik blasting dan hauling.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

USD/ MT yoy
16,000 80%
14,000 60%
12,000 40%
10,000
20%
8,000
0%
6,000
4,000 -20%

2,000 -40%
- -60%
I II III IV I II III IV I II III
2016 2017 2018

Level Harga Pertumbuhan Harga (rhs)

Sumber: Industri Pengolahan Nikel Sumber: Industri Pengolahan Nikel


Grafik 1.22. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.23. Penjualan Nikel dalam Matte

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan


Pada triwulan III 2018, Lapangan Usaha Industri Pengolahan tumbuh membaik. Lapangan Usaha Industri Pengolahan
terkontraksi -0,40% (yoy), membaik dari triwulan II 2018 yang turun -1,22% (yoy) (Tabel 1.5). Membaiknya Lapangan Usaha
Industri Pengolahan disebabkan oleh kinerja Industri Besar dan Sedang (IBS) yang membaik di triwulan III 2018. Industri
Besar dan Sedang (IBS) mengalami kontraksi -6,25% (yoy) lebih baik dibandingkan kontraksi pada periode sebelumnya -
12,6% (yoy) (Grafik 1.24). Perbaikan IBS berasal dari industri makanan dan barang galian bukan logam yang tumbuh
terkontraksi tetapi dalam level yang lebih baik. Masih terjadinya kondisi over supply semen membuat level produksi masih
cenderung terkontraksi. Strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam mengatasi kondisi over supply di pasar domestik
adalah memperluas pasar luar negeri.

Membaiknya produksi industri juga didorong oleh keputusan korporasi untuk menahan kenaikan harga jual di tengah
kenaikan harga bahan baku internasional. Hal ini berdampak terhadap margin usaha yang relatif menurun. Adapun
beberapa kenaikan harga bahan baku disebabkan oleh penguatan mata uang dollar Amerika sehingga beberapa harga
bahan baku mengalami kenaikan. Implikasi lebih lanjut adalah terjadinya kenaikan kredit modal kerja untuk memenuhi arus
kas operasional korporasi di bidang industri.

Kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha industri tercatat meningkat. Kredit yang disalurkan ke industri
pengolahan tercatat tumbuh lebih tinggi menjadi sebesar 15% (yoy) atau Rp8,6 triliun dari triwulan sebelumnya -5,8% (yoy).
Salah satu faktor yang mendorong kredit industri adalah penyaluran kredit kepada industri rumput laut sejalan dengan
kegiatan produksi rumput laut yang memasuki masa panen pada triwulan III 2018. Indikasi ini juga menunjukkan adanya
optimisme peningkatan produksi sejalan dengan kenaikan kredit investasi. Hal inilah yang membuat keyakinan bahwa
industri akan terakselerasi pada triwulan IV 2018.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 1.24. Pertumbuhan Industri Grafik 1.25. Pertumbuhan Kredit Industri

1.3.4 Lapangan Usaha Konstruksi


Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh akseleratif dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, lapangan
usaha Konstruksi tumbuh 14,48% (yoy) meningkat dari periode sebelumnya yang mencapai 6,30% (yoy) (Tabel 1.5).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
18 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Kenaikan tersebut didorong oleh backlog kegiatan konstruksi triwulan sebelumnya seiring dengan adanya cuti dan libur
lebaran yang membuat jumlah hari kerja menurun, serta bulan Ramadhan sehingga aktivitas fisik pekerjaan proyek yang
terbatas. Selain itu, curah hujan yang masih dalam tingkat menengah – tinggi berpotensi menghambat pelaksanaan
pembangunan khususnya pembuatan pondasi yang membutuhkan cuaca kering selama 3 hari berturut-turut.

Akselerasi lapangan usaha Konstruksi juga dikonfirmasi oleh peningkatan kredit konstruksi. Kredit konstruksi tumbuh
meningkat dari 18% (yoy) menjadi 25,0% (yoy) di triwulan laporan (Grafik 1.27). Penyaluran kredit yang lebih tinggi sejalan
dengan meningkatnya pembangunan properti merespon relaksasi LTV yang diberlakukan Bank Indonesia pada bulan Juni.

Dengan demikian, lapangan usaha konstruksi akan memiliki pertumbuhan dengan outlook positif namun dalam
magnitude yang lebih terjaga. Magnitude yang lebih terjaga tersebut sejalann dengan beberapa faktor fundamental antara
lain lebih moderatnya investasi pemerintah khususnya pada proyek yang memiliki import content tinggi. Di sisi lain
terjaganya pertumbuhan lapangan usaha konstruksi terdorong oleh efek multiplier dari investasi pemerintah yang
mendorong swasta untuk juga melakukan aktivitas pembangunan.

9.0 30%

Triliun Rupiah
8.0
25%
7.0
6.0 20%
5.0
15%
4.0
3.0 10%
2.0
5%
1.0
- 0%
I II III IV I II III IV I II III
2016 2017 2018
Kredit Konstruksi Pertumbuhan Kredit Konstruksi (rhs)

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.26. Pengadaan Semen Grafik 1.27. Kredit kepada Lapangan usaha Konstruksi

1.3.5 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran mengalami perlambatan. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh
12,2% (yoy), lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat sebesar 13,79% (yoy) (Tabel
1.5). Namun demikian pertumbuhan Lapangan Usaha Perdagangan tetap kuat dengan selalu tumbuh dual digit dalam 4
triwulan terakhir. Adapun perlambatan pada triwulan III, lebih disebabkan telah lewatnya festive season berupa Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Hasil survei yang dihimpun oleh Bank Indonesia menunjukkan
bahwa indeks penjualan eceran cenderung stabil dengan penurunan tertinggi terjadi pada kelompok pembelian suku
cadang. Di sisi lain penyaluran kredit juga melambat yang semakin menegaskan perlambatan transaksi perdagangan pada
triwulan III.
37.0 18% Indeks Penjualan Eceran (rhs) IPE Makanan Minuman
Triliun Rupiah

36.0 16%
yoy IPE Peralatan Infokom Suku Cadang yoy
35.0 14%
12% 40% 8.0%
34.0 30% 6.0%
10% 4.0%
33.0 20%
8% 2.0%
32.0 10% 0.0%
6%
31.0 0% -2.0%
4%
-10% -4.0%
30.0 2% -6.0%
-20%
29.0 0% -8.0%
-30% -10.0%
I II III IV I II III IV I II III
-40% -12.0%
Q2 2014

Q3 2017

Q2 2018
Q1 2014

Q3 2014
Q4 2014
Q1 2015
Q2 2015
Q3 2015
Q4 2015
Q1 2016
Q2 2016
Q3 2016
Q4 2016
Q1 2017
Q2 2017

Q4 2017
Q1 2018

Q3 2018

2016 2017 2018


Kredit Perdagangan Pertumbuhan Kredit Perdagangan (rhs)

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran


Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.29. Penjualan Barang Eceran Riil

Kedepan, pertumbuhan perdagangan akan terakselerasi oleh konsumsi rumah tangga menjelang akhir tahun dan
konsumsi LNPRT menjelang pemilu serentak. Pada triwulan IV 2018, pertumbuhan diperkirakan akan lebih tinggi
dibandingkan realisasi triwulan III 2018 khususnya ditopang oleh konsumsi RT. Indikasi keyakinan konsumen akan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

pembelian barang tahan lama juga mengalami peningkatan yang didukung oleh stabilitas harga bahan makanan dan barang
lainnya secara umum.

1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Lapangan Usaha Pertambangan


Pertumbuhan ekonomi non tambang memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,
sejalan dengan semakin menurunnya peran lapangan usaha pertambangan. Pada triwulan III 2018, pertumbuhan
ekonomi non tambang sedikit meningkat mencapai 7,74% (yoy) dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai
7,63% (yoy) (Grafik 1.30). Hal ini menunjukkan bahwa Lapangan Usaha Pertambangan di periode laporan merupakan salah
satu faktor yang menahan perekonomian Sulsel. Laju pertumbuhan ekonomi non pertambangan yang tetap kuat tersebut
utamanya disebabkan oleh tetap tingginya pertumbuhan LU Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pengadaan Listrik dan
Gas; Perdagangan Besar dan Eceran; Transportasi dan Pergudangan; Administrasi Pemerintahan; Jasa Pendidikan; serta Jasa
Lainnya yang menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi non tambang.

Dari sisi rasio komponen lapangan usaha terhadap total PDRB non pertambangan, Lapangan Usaha Pertanian, Perikanan
Dan Kehutanan masih mendominasi. Pangsa lapangan usaha tersebut sebesar 22%, diikuti dengan Perdagangan Besar dan
Eceran 14,7%; Konstruksi 12,6%; dan Industri Pengolahan sebesar 12,3%. Adapun lapangan usaha Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan yang melambat karena masih masa panen yang telah berlalu. Kemudian, pertumbuhan Perdagangan Besar
dan Eceran, serta Transportasi dan Pergudangan juga melambat disebabkan telah lewatnya HBKN (bulan Ramadhan dan
Idul Fitri) sehingga faktor pendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih minim.

Pada triwulan IV 2018, lapangan usaha non pertambangan diperkirakan melanjutkan tren peningkatan. Akselerasi
tersebut terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pengadaan Air; Konstruksi; Perdagangan Besar
dan Eceran; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa
Perusahaan; serta Jasa Kesehatan. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang meningkat karena masuknya
musim panen khususnya pada komoditas tanaman bahan makanan. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran;
Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan minum; Informasi dan Komunikasi merupakan lapangan
usaha yang meningkat karena peningkatan konsumsi RT.

yoy yoy
12 20
15
10
10
8
5
6 0
-5
4
-10
2
-15
0 -20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
PDRB PDRB Non-Tambang Pertambangan (rhs)

Sumber: BPS, diolah BI


Grafik 1.30. Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
20 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Boks 1.A Fundamental Ekonomi Indonesia dan Sulawesi Selatan

Penjelasan fundamental ekonomi2 Indonesia dalam kesempatan kali ini digambarkan melalui tujuh variabel ekonomi.
Variabel yang pertama adalah pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan peningkatan level produksi barang dan jasa.
Variabel kedua adalah jumlah cadangan devisa yang dimiliki dengan nilai yang semakin besar mengindikasikan level yang
lebih baik. Variabel ketiga adalah inflasi yang menunjukkan tingkat kenaikan harga barang secara umum. Inflasi yang lebih
rendah mengindikasikan ekonomi yang lebih baik karena stabilitas yang terjaga. Variabel keempat adalah defisit APBN
terhadap PDB yang menggambarkan ekspansi ekonomi melalui pembiayaan eksternal. Variabel kelima adalah depresiasi/
apresiasi nilai tukar sebagai indikator tekanan eksternal. Variabel keenam dan ketujuh adalah bagian dari balance of
payment, yaitu neraca transaksi berjalan dan neraca transaksi modal dan finansial (TMF)
Perbandingkan fundamental ekonomi Indonesia dengan kondisi sebelumnya menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia
jauh lebih resilien. Bila dibandingkan dengan kondisi tekanan tapper tantrum (kondisi dimana Amerika Serikat mulai
mengurangi jumlah quantitative easing (walau dalam jumlah yang menurun) pada tahun 2013, maka terlihat ekonomi
Indonesia di tahun 2018 jauh lebih baik dibandingkan periode tersebut. Hanya pertumbuhan ekonomi, defisit APBN
terhadap PDB, dan neraca TMF yang kondisinya berbeda. Hal itupun disebabkan ekspansi fiskal untuk pembangunan
infrastruktur yang lebih masif di tahun 2018 sehingga defisit APBN cenderung lebih tinggi. Kemudian faktor harga komoditas
yang lebih tinggi serta masih berlangsungnya quantitative easing (walau dalam jumlah yang lebih menurun) adalah faktor
yang membuat PDB dan neraca TMF lebih tinggi di tahun 2013. Selebihnya, variabel ekonomi Indonesia cenderung jau lebih
baik dibandingkan tahun 2013 seperti cadangan devisa yang sudah mencapai di atas 100 miliar dollar serta level inflasi yang
lebih rendah.
Kondisi ekonomi Indonesia juga jauh lebih baik dibandingkan tahun 1998. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada
tahun 1998 tercermin dari inflasi yang tinggi (hyperinflation), pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi (tumbuh negatif),
defisit APBN yang sangat besar, depresiasi nilai tukar ratusan persen, hingga neraca TMF yang berada dalam posisi negatif.
Bila dibandingkan degan kondisi 2018, maka tidak terdapat indikasi ekonomi Indonesia mengarah kembali kepada kondisi
1998.

PDB (% yoy)
5.58

Neraca TMF (% 5.27 117.9


Cadev (Miliar USD)
PDB) 3.63
98
1.52

Neraca Transaksi -4.23 8.18


-3.04 0.4 Inflasi (% yoy)
Berjalan (% PDB) 3.2
-2.22

-2.88
Depresiasi NT (% Defisit APBN (%
ytd) -8.57 PDB)

2013 2018

Grafik 1.A.1 Perbandingan Fundamental Ekonomi Indonesia 2013 dan Grafik 1.A.2 Perbandingan Fundamental Ekonomi Indonesia 1998 dan
2018 2018

Fundamental ekonomi Sulawesi Selatan relatif tidak signifikan terpengaruh kondisi ekonomi global, baik saat tahun 2013
maupun tahun 2018. Saat terjadinya tapper tantrum di tahun 2013, kondisi fundamental ekonomi Sulawesi Selatan, antara
lain pertumbuhan ekonomi regional (PDRB), inflasi, pertumbuhan kredit, NPL, dan pertumbuhan ekspor luar negeri
cenderung tetap menunjukkan hasil yang tetap baik. Demikian pula, kelima variabel tersebut, tetap baik saat tahun 2018.
Pada indikator pertumbuhan ekonomi, kondisi tahun 2018 sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2013, sementara
sebaliknya inflasi lebih rendah di tahun 2018. Dari sisi ekspor luar negeri, faktor insentif harga komoditas mendorong
pertumbuhan ekspor Sulawesi Selatan tahun 2018 lebih tinggi dibandingkan tahun 2013. Adapun pada dua indikator

2
Fundamental ekonomi memiliki dua pengertian yang terkait dengan kesejahteraan ekonomi. Pertama, fundamental ekonomi menyatakan bahwa
keseimbangan Walrasian mengarah ke efisien Pareto dalam alokasi sumberdaya. Kedua adalah berkaitan dengan intervensi negara, sehingga setiap
alokasi sumber daya dapat lebih efisien dan berkelanjutan. Dalil pertama lebih umum digunakan dibandingkan dengan dalil yang kedua.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

lainnya, yaitu NPL dan pertumbuhan kredit, menunjukkan baik kondisi 2013 maupun 2018 cenderung tidak berbeda
signifikan.

2013 2018
PDRB

7.35 7.40

NPL Inflasi

3.19
6.23 3.90
4.82

9.01
15.5
13.6
6.0

Kredit Ekspor Luar Negeri

Grafik 1.A.3 Perbandingan Fundamental Ekonomi Sulawesi Selatan 2005 dan 2018

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
22 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Upaya Perbaikan Current Account Deficit Melalui Akselerasi Ekspor


Boks 1.B
Komoditas Unggulan

Kondisi penguatan mata uang dollar Amerika terhadap hampir seluruh mata uang dunia disebabkan masih terjadinya
defisit neraca perdagangan barang dan jasa (current account deficit). Hal membuat pasokan dollar menjadi langka tatkala
terjadi arus modal keluar yang disebabkan oleh guncangan ekonomi internasional. Dalam hal ini. kenaikan suku bunga
acuan di Amerika Serikat membuat aliran dana kembali ke negara tersebut yang menyebabkan mata uang disuatu negara
menjadi melemah. Hal ini terjadi hampir di seluruh negara termasuk yang memiliki posisi current account terhadap GDP
pada level positif namun dalam pelemahan yang lebih terbatas.

Grafik 1.B.1 Kondisi Pergerakan Nilai Tukar dan Current Account Negara Emerging

Sebagai salah satu bagian dari ekonomi nasional, surplus perdagangan Sulawesi Selatan justru terus menurun. Hal ini
disebabkan oleh deselerasi ekspor di tengah ekspansi pembangunan infrastruktur yang mengakibatkan peningkatan impor
secara temporer. Penurunan surplus perdagangan Sulsel terjadi pada beberapa komoditas utama seperti ikan dan udang
(pangsa 8,3%) serta kakao (pangsa 3,8%). Namun penurunan tertajam secara persisten dalam waktu yang panjang terjadi
pada komoditas kakao.

200 juta USD

150
surplus

100

50

(50)
defisit

(100)

(150)

(200)
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2014 2015 2016 2017 2018
Ekspor Impor Surplus/ Defisit

Grafik 1.B.2 Perkembangan Surplus Perdagangan Sulawesi Selatan Grafik 1.B.3 Surplus Perdagangan Komoditas Kakao

Penurunan surplus perdagangan kakao terjadi pada hampir semua lini, terutama produk kakao. Ekspor biji kakao
mengalami penurunan sejalan dengan penurunan produksi biji kakao di level petani. Hal ini berdampak pada ekspor
turunan kakao lainnya yang juga terdeselerasi seperti pada produk butter, fat, oil, dan powder. Penurunan pada ekspor
pada produk turunan tersebut membuat surplus perdagangan Sulawesi Selatan terus terkontraksi karena nilai tambah yang
tinggi serta pangsanya yang masuk dalam 5 besar komoditas utama selain nikel, ikan dan udang, rumput laut, dan buah-
buahan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 23
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Grafik 1.B.4 Surplus Perdagangan Biji Kakao Grafik 1.B.5 Surplus Perdagangan Butter/ Fat/ Grafik 1.B.6 Surplus Perdagangan Powder
Oil

Untuk meningkatkan posisi current account per GDP Indonesia, Sulsel dapat berpartisipasi melalui revitalisasi kakao,
nikel, ikan dan udang, rumput laut, dan buah-buahan melalui akselerasi ekspor. Upaya tersebut antara lain adalah
mengatasi penurunan produktivitas tanaman kakao khususnya di perkebunan rakyat. Produktivitas perkebunan rakyat
cenderung menurun sejalan dengan gangguan hama yang diikuti dengan penurunan harga internasional. Adapun harga
yang kembali pulih dalam satu tahun terakhir belum memberikan insentif bagi petani untuk menanam kembali karena
kerusakan lahan yang sudah cukup meluas sehingga diperlukan modal lebih besar untuk revitalisasi. Ke depan, Bank
Indonesia bersama pemerintah daerah akan mengoptimalkan komoditas unggulan Sulsel untuk mendorong ekspor
sehingga berkontribusi terhadap penurunan defisit perdagangan internasional.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
24 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
2 KEUANGAN PEMERINTAH

Bab 2
Keuangan Pemerintah

Realisasi APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian pada triwulan III 2018
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan
realisasi APBD tersebut terjadi baik pada belanja operasional terutama untuk
belanja pegawai, maupun belanja modal yang meningkat hampir pada seluruh
komponennya.

Selanjutnya, persentase realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di


Sulsel menurun. Penurunan komponen belanja terjadi pada seluruh komponen
kecuali komponen belanja bantuan sosial meningkat didorong oleh percepatan
pembayaran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 25
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD

2.1. Struktur Anggaran


Pagu anggaran belanja terbesar berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota. Komponen keuangan pemerintah daerah
di Sulsel terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi, (2) APBD
Pemerintah Kabupaten/Kota, serta (3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk Provinsi
Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki
porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp32,79 triliun atau 52,4% dari total pagu anggaran belanja 2018 sebesar Rp64,3 triliun.
Sementara itu, pagu anggaran belanja dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel menempati urutan kedua sebesar
Rp21,89 triliun (32,2%), dan disusul oleh pagu anggaran belanja dari APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp9,62 triliun
(15,4%). Dari total pagu anggaran belanja sebesar Rp64,3 triliun tersebut, hingga triwulan III 2018 telah berhasil
direalisasikan sebesar Rp37,32 triliun atau 58,0% (Grafik 2.1 dan 2.2). Realisasi anggaran pada triwulan III 2018 tersebut
relatif sama dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 58,5% atau Rp34,6 triliun.

APBN
32,6%
APBD REALISASI
KAB/
KOTA* ANGGARAN
51,8% Tw III 2018
APBD
PROVIN
SI
15,5%

Keterangan: Anggaran Perubahan pada APBD Provinsi Keterangan: *) Perkiraan


Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2018 Triwulan III 2018

Realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota masih paling tinggi dengan pola penyerapan relatif sama dengan tahun
sebelumnya. Pada triwulan III 2018, nilai realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota diperkirakan mencapai Rp19,3
triliun atau 59,0% dari pagu anggaran 2018. Sementara itu realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah Provinsi Sulsel
mencapai Rp12,18 triliun dan Rp5,79 triliun atau masing-masing sebesar 55,7% dan 60,2% terhadap pagu anggaran 2018.
Dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2017, penyerapan belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota relatif sama
sementara penyerapan belanja APBN di Sulsel menurun dan penyerapan belanja APBD Pemerintah Provinsi Sulsel
meningkat. Dengan perkembangan tersebut, maka porsi realisasi belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota pada triwulan
III 2018 menjadi lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu dari 53,2% menjadi 51,8%.
Sementara porsi realisasi APBN dan APBD Pemerintah Provinsi Sulsel menjadi lebih tinggi dari triwulan III 2017 masing-
masing dari 31,6% dan 15,2% menjadi 32,6% dan 15,5% (Grafik 2.2).

2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi


2.2.1 Pendapatan
2.2.1.1 Struktur Realisasi Pendapatan

Berdasarkan sumbernya, pendapatan transfer mendominasi struktur pendapatan di Provinsi Sulsel. Hingga triwulan III
2018, nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat mencapai Rp4,01 triliun atau 60,2% dari total nilai
realisasi pendapatan sebesar Rp6,66 triliun. Pendapatan transfer sebagian besar dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing dengan porsi mencapai 52,2% dan 42,9%. Sumber pendapatan kedua
berasal dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hingga triwulan III 2018 mencapai Rp2,65 triliun (39,7%), dengan
sumber pendapatan utama berasal dari pendapatan pajak daerah yang nilainya mencapai Rp2,35 triliun dengan porsi 88,8%
dari PAD. Sementara sumber pendapatan lain berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain
pendapatan yang sah, dan pendapatan retribusi daerah. Dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, pendapatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
26 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

pajak daerah yang lebih tinggi tersebut terutama berasal dari pajak kendaraan bermotor (PKB) yang pada triwulan III 2018
telah mencapai Rp838,9 miliar atau 70,76% dari target pendapatan PKB sebesar Rp1,18 triliun 3.

100%
90%
80%
Rp1.709 Rp1.787 Rp1.918 Rp2.019
Rp2.711
70% Rp3.748 Rp4.010
60%
50%
40%
30%
Rp1.606 Rp1.847 Rp2.129 Rp2.325
Rp2.431
20% Rp2.559 Rp2.648
10%
0%
Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III-2018

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel

2.2.1.2 Perkembangan Realisasi Pendapatan

Secara umum, pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel relatif sama meski persentase realisasi PAD sedikit
menurun. Sampai dengan triwulan III 2018, realisasi pendapatan telah mencapai Rp6,66 triliun atau 70,3% dari yang
ditargetkan pada tahun 2018 sebesar Rp9,48 triliun. Secara lebih rinci, dari jumlah tersebut, realisasi pendapatan transfer
mencapai 60,2%, PAD mencapai 39,7% dan lain-lain pendapatan yang sah mencapai 0,1% dari yang ditargetkan untuk tahun
2018. Meskipun secara persentase realisasi pendapatan APBD pada triwulan III 2018 sedikit lebih rendah (70,26%)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (70,97%), namun secara nominal realisasi pendapatan sebesar Rp6,66
triliun masih lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang sebesar Rp6,32 triliun. Penurunan persentase tersebut terjadi
pada hampir seluruh komponen kecuali pendapatan pajak daerah. Penurunan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dipengaruhi oleh realisasi penerimaan dividen dari bank milik pemerintah daerah yang belum mencapai target.
Sementara pendapatan retribusi mengalami penurunan karena terkendala perubahan kelembagaan beberapa objek pajak
yang mengakibatkan terganggunya pelayanan sehingga berdampak pada penerimaan retribusi4.

Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel


(Rp Miliar)

Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited)


Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

3
Informasi anekdotal.
4
Informasi anekdot.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 27
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD

Realisasi pendapatan pajak daerah pada triwulan III 2018 mengalami peningkatan terutama pajak kendaraan bermotor.
Pada triwulan III 2018, komponen Pendapatan Pajak Daerah tercatat sebesar Rp2,35 triliun (35,3%) naik dari triwulan III
2017 sebesar Rp2,21 triliun (35,0%). Peningkatan pajak tersebut terutama berasal dari peningkatan pajak kendaraan
bermotor karena meningkatnya jumlah wajib pajak seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor serta adanya
dampak lanjutan dari kebijakan penurunan tarif bea balik nama kendaraan bermotor dari 12,5% menjadi 10% sejak Januari
2018 dan pajak progresif kendaraan kedua dari 2,5% menjadi 2%, kendaraan ketiga dari 3,5% menjadi 2,25%; kendaraan
keempat dari 4,5% menjadi 2,5% dan kendaraan kelima dari 5,5% menjadi 2,75%.

2.2.2 Belanja
2.2.2.1 Struktur Realisasi Belanja

Belanja operasional masih mendominasi struktur belanja Provinsi Sulsel terutama dalam bentuk belanja pegawai.
Sampai dengan triwulan III 2018, nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel yang terbesar berasal dari belanja operasional
mencapai Rp4,36 triliun (pangsa 75,3%), lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,88 triliun
(pangsa 73,9%). Dari jumlah tersebut, sebesar 52,7% direalisasikan dalam bentuk belanja pegawai. Selanjutnya pangsa
belanja berturut-turut diikuti oleh belanja transfer 16,9% (atau Rp1,03 triliun) dan belanja modal 6,8% (atau Rp396,7 miliar).

100%

90% Rp491 Rp1.032


Rp605 Rp760 Rp894 Rp905 Rp1.058

80% Rp397
Rp124 Rp312
Rp719 Rp295 Rp246
70% Rp327

60%

50%

40%
Rp2.206 Rp2.894 Rp3.880 Rp4.364
Rp2.350 Rp2.493
30% Rp2.028

20%

10%

0%
Tw III-2012 Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III-2018

Belanja Transfer Belanja Modal Belanja Operasional


Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel

2.2.2.2 Perkembangan Realisasi Belanja

Persentase dan nilai realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel pada triwulan III 2018 meningkat. Realisasi belanja di triwulan
III 2018 tercatat sebesar Rp5,79 triliun atau 60,2% dari yang ditargetkan sebesar Rp9,62 triliun. Pencapaian realisasi belanja
tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,25 triliun atau 57,4% dari yang ditargetkan
sebesar Rp9,15 triliun. Dengan persentase realisasi belanja sampai dengan triwulan III 2018 yang meningkat tersebut, maka
surplus APBD Provinsi Sulsel menjadi Rp869,74 miliar atau lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017 yang mencapai
Rp1,07 triliun.

Nilai realisasi belanja operasional lebih tinggi karena meningkatnya belanja pegawai dan belanja hibah. Realisasi belanja
operasional pada triwulan III 2018 mencapai Rp4,36 triliun (60,9%), dimana nilai realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,88 triliun (59,6%). Nilai realisasi belanja operasional yang lebih tinggi
tersebut terutama didorong oleh meningkatnya belanja pegawai dan belanja hibah. Meningkatnya belanja pegawai seiring
dengan pencairan gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) pegawai.

Mayoritas realisasi komponen belanja modal mengalami kenaikan sehingga total realisasi belanja modal juga meningkat.
Pada triwulan III 2018, realisasi belanja modal telah mencapai Rp396,7 miliar atau 36,4% dari yang ditargetkan sebesar
Rp1,09 triliun, meningkat dibandingkan persentase realisasi pencapaian pada triwulan III 2017 sebesar Rp312,2 miliar atau
29,5% dari yang ditargetkan sebesar Rp1,06 triliun. Nilai dan persentase realisasi belanja modal yang lebih tinggi tersebut
terjadi pada hampir seluruh komponen kecuali belanja peralatan dan mesin. Peningkatan realisasi belanja tanah; gedung
dan bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; belanja aset tetap lainnya; dan aset lainnya menunjukkan komitmen pemerintah
daerah dalam pembangunan proyek - proyek infrastruktur di Sulsel. Hal ini juga terkonfirmasi dengan kinerja sektor
konstruksi pada PDRB Sulsel triwulan III 2018 yang tumbuh paling tinggi diantara sektor utama lainnya (14,48%, yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
28 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel


(Rp Miliar)

Keterangan: NA (not available)


Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Nilai realisasi transfer kepada Kabupaten/Kota masih cukup tinggi. Realisasi transfer sampai dengan triwulan III 2018
tercatat Rp1,03 triliun, relatif sama dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp1,06 triliun. Transfer tersebut diharapkan
dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah Kabupaten/Kota melalui pembangunan untuk pelayanan publik,
pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lainnya yang diharapkan dapat mendorong
perekonomian daerah masing-masing. Dengan adanya penggunaan dana transfer yang tepat sasaran tersebut, diharapkan
dapat meningkatkan kapasitas perekonomian di daerah masing-masing.

2.3. Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel


2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Realisasi belanja pegawai mendominasi belanja pada APBN Sulsel. Sampai dengan triwulan III 2018, pangsa realisasi
belanja pegawai mencapai 43,4% atau Rp5,28 triliun dari pagu sebesar Rp7,41 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 45,6% atau Rp4,98 triliun dari pagu
sebesar Rp6,99 triliun. Sementara itu, pangsa belanja barang pada triwulan III 2018 mencapai 38,7% (Rp4,71 triliun),
meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 35,6% (Rp3,89 triliun).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 29
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD

100% Rp19 Rp28 Rp18


Rp848 Rp796 Rp868
90% Rp1.190 Rp2.034 Rp2.174
Rp2.450
80% Rp1.644 Rp2.268
Rp2.072
Rp1.696
70%
Rp4.016 Rp3.888 Rp4.710
60% Rp2.775 Rp2.741
Rp1.977 Rp2.278
50%
40%
30%
20% Rp3.535 Rp3.882 Rp4.765 Rp5.180 Rp4.978 Rp5.283
Rp3.183
10%
0%
Tw III - 2012 Tw III - 2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III 2018

Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Barang Belanja Pegawai

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah


Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBN di Sulsel

2.3.1. Perkembangan Realisasi Belanja


Secara persentase realisasi penyerapan belanja APBN Sulsel pada triwulan III 2018 lebih rendah, dengan penurunan
realisasi pada hampir seluruh komponen. Pada triwulan III 2018, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai sebesar Rp12,19
triliun, lebih tinggi dari realisasi pada triwulan III 2017 yang mencapai Rp10,93 triliun. Namun demikian, dilihat dari
persentasenya, belanja APBN Sulsel triwulan III 2018 lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017. Persentase realisasi
belanja yang mengalami penurunan terjadi pada hampir seluruh komponen, kecuali belanja bantuan sosial. Membaiknya
kinerja belanja bantuan sosial antara lain dipengaruhi oleh percepatan pembayaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)5.

Penurunan realisasi belanja terutama berasal dari belanja pegawai, belanja barang dan modal. Presentase realisasi
belanja modal dan belanja barang yang mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu diantaranya disebabkan oleh
perkembangan realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Sulsel yang di beberapa daerah masih rendah serapannya seperti
Kabupaten Takalar dengan realisasi DAK Fisik sebesar 28%, Kabupaten Toraja Utara sebesar 29% dan Provinsi Sulsel sebesar
31%6. Sementara itu, belanja pegawai yang menurun merupakan dampak lanjutan dari triwulan I 2018 seiring dengan
adanya pembentukan lembaga di bawah kementerian Pertahanan di Sulawesi Utara, sehingga terjadi pemindahan sebagian
pegawai dari Sulawesi Selatan.

Selain itu, realisasi Dana Desa yang disalurkan untuk 2.255 desa pada 21 kabupaten di Sulsel, masih relatif rendah karena
belum terpenuhinya persyaratan penyaluran. Hingga triwulan III 2018, realisasi dana desa sebesar Rp1,2 triliun atau 59,5%
dari pagu anggaran dana desa. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai
82,9%. Hal ini disebabkan karena belum dipenuhinya persyaratan penyaluran Dana Desa Tahap III oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan PMK No. 225 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 50 Tahun 2017 Tentang
Pengelolaan Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa. Sehubungan dengan itu, dalam rangka mempercepat penyaluran Dana
Desa Tahap III, Kementerian Keuangan akan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain guna mendorong
daerah untuk segera menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa dan laporan konsolidasi penggunaan Dana
Desa sampai dengan Tahap II sebagai syarat penyaluran Tahap III. Disamping itu, KPPN juga diminta untuk terus
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan penyaluran Dana Desa Tahap III 6.
Tabel 2.3. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan III 2018 Per Jenis Belanja
Rp miliar

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah

5
Laporan APBN Oktober 2018, Kementerian Keuangan. https://www.kemenkeu.go.id/media/10821/apbn-kita-edisi-oktober-2018.pdf
6
ToT Kebijakan Fiskal yang diselenggarakan Kementerian Keuangan di Makassar tanggal 17 Oktober 2018

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
30 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

2.4. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB


Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) masih dalam tren
menurun7 sejak 6 tahun terakhir. Rasio pada triwulan III 2018 tercatat 2,15 masih dalam tren menurun dibanding triwulan
III 2018 yang terhitung 2,32. Sementara rasio realisasi pendapatan transfer terhadap PDRB ADHB juga relatif menurun dari
semula 3,40 di triwulan III 2017 menjadi 3,26 pada triwulan III 2018. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan PDRB
belum dapat diikuti oleh kenaikan setoran pajak dan jumlah wajib pajak sebagai sumber-sumber penerimaan pajak daerah
yang baru. Selain itu, peningkatan PDRB yang tidak diikuti dengan kenaikan PAD mengindikasikan bahwa peningkatan PDRB
didorong oleh pelaku usaha yang pembayaran pajaknya dilakukan oleh kantor pusat yang berlokasi di luar Sulsel.

Sementara itu, peran dana transfer dari Pemerintah Pusat masih cukup tinggi meskipun rasionya terhadap PDRB pada
periode laporan sedikit menurun. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah perlu terus berupaya untuk menggali sumber-
sumber baru pendapatan asli daerah.
14,0 3,5
4,0 % %
3,15
3,5 12,0 3,0
3,40
3,26 2,83
2,67 11,67
3,0 10,0 2,44 2,5
2,68
2,5 2,57 2,13 2,09
2,41 8,0 2,0
2,21 11,99
2,0 2,65 10,92 11,57
6,0 11,52 1,5
1,5
4,0 1,0
1,0 2,41
2,68 2,32 2,15 2,0 0,5
0,5 2,54
6,44
- -
- Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III-2018
Tw III-2013 Tw III - 2014 Tw III - 2015 Tw III - 2016 Tw III - 2017 Tw III-2018
Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel, diolah BI Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel, diolah BI
Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB

Rasio realisasi belanja operasional dan belanja modal APBD di Sulsel terhadap PDRB di triwulan III 2018 relatif tetap
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya8. Rasio belanja operasional dan modal terhadap PDRB ADHB masing-
masing menjadi 11,67% dan 2,09%, relatif sama dengan triwulan III 2017. Hal ini mengindikasikan bahwa peran realisasi
belanja pemerintah dan belanja modal sebagai kontributor dalam mendorong perekonomian relatif tetap pada periode
laporan.

7 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.
8 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 31
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAHD

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
32 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
3 INFLASI DAERAH

Bab 3
Inflasi Daerah

Tekanan inflasi pada triwulan III 2018 tercatat 3,09% (yoy), lebih rendah
dibandingkan inflasi di akhir triwulan II 2018 yang tercatat 4,13% (yoy)
dan di akhir triwulan III 2017 yang tercatat 4,17% (yoy). Lebih rendahnya
tekanan inflasi pada triwulan III 2018 disebabkan terkendalinya pasokan
pangan dan seiring dengan telah berakhirnya periode lebaran.

Secara keseluruhan tahun 2018, inflasi diperkirakan akan lebih rendah


dibandingkan triwulan III 2018 sejalan dengan panen yang terjadi di
awal triwulan IV 2018 dan upaya pengendalian melalui TPID. Ke depan,
inflasi akan diarahkan pada rentang yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, yaitu 3,5±1% (yoy). Tantangan terutama pada kelompok
inflasi bahan makanan yang masih mendapatkan tekanan terutama
pasokan yang harus dipenuhi dari perdagangan antar daerah, cuaca
musim hujan terhadap hortikultura, dan kelancaran distribusi. Selanjutnya,
Bank Indonesia dan TPID akan terus memastikan upaya stabilitas harga
untuk menjaga daya beli masyarakat dan mencapai pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 33
BAB 3INFLASI DAERAH

3.1. Inflasi Umum


Laju inflasi Sulsel pada triwulan III 2018 melambat
dibandingkan triwulan II 2018. Inflasi Sulsel di akhir
triwulan III 2018 tercatat 3,09% (yoy), lebih rendah
dibandingkan inflasi triwulan II 2018 yang tercatat
4,13% (yoy) dan di akhir triwulan III 2017 yang tercatat
4,17% (yoy). Penurunan tersebut sejalan dengan inflasi
Nasional yang juga turun menjadi 2,88% (yoy) dari
triwulan II 2018 sebesar 3,12% (yoy). Secara umum,
penurunan tekanan inflasi disebabkan oleh
menurunnya tekanan harga pada hampir seluruh
kelompok barang dan jasa, kecuali kelompok
perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang
mengalami kenaikan inflasi. Adapun penurunan
tekanan inflasi terbesar terdapat pada kelompok
pendidikan, rekreasi dan olah raga; bahan makanan; Sumber: Badan Pusat Statistik
dan sandang yang masing-masing tercatat inflasi *Oktober 2018
Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan Berdasarkan Waktu
sebesar 1,02% (yoy); 5,42% (yoy); dan 2,80% (yoy)
lebih rendah dari triwulan II 2018 masing-masing
sebesar 4,65% (yoy); 7,77% (yoy); dan 4,29% (yoy).
Pada triwulan IV 2018 tekanan inflasi diperkirakan sedikit meningkat namun masih dalam rentang sasaran Bank
Indonesia. Tekanan inflasi diprakirakan berasal dari tekanan inflasi inti sejalan dengan tarikan permintaan RT di akhir
tahun. Libur panjang natal dan tahun baru juga memungkinkan wisatawan akan bertambah dan melakukan spending
lebih besar sehingga menarik inflasi inti ke atas. Namun demikian, tarikan inflasi tersebut termitigasi oleh musim panen
di bulan November sehingga tekanan inflasi dari harga pangan bergejolak menurun. Demikian pula dengan inflasi harga
yang diatur pemerintah, dengan indikasi tidak ada kenaikan harga gas dan bahan bakar di penghujung tahun 2018, inflasi
administered price diperkirakan akan cenderung stabil.

3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa9


Penurunan tekanan inflasi pada triwulan III 2018 terjadi hampir pada seluruh kelompok barang dan jasa, kecuali pada
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Enam dari tujuh kelompok barang dan jasa mengalami penurunan
tekanan inflasi dan hanya kelompok perumahan yang mengalami kenaikan tekanan inflasi. Kelompok perumahan
mengalami peningkatan tekanan inflasi dari triwulan II 2018 sebesar 2,38% (yoy) menjadi 2,40% (yoy). Peningkatan harga
pada kelompok perumahan terjadi seiring dengan kembali normalnya kegiatan renovasi perumahan pasca Lebaran dan
adanya evaluasi kenaikan harga energi non subsidi. Inflasi pada kelompok bahan makanan mencapai 5,42% (yoy) dan
merupakan kelompok yang mengalami inflasi tertinggi pada periode laporan, namun dengan kecenderungan menurun
dibandingkan triwulan II 2018 sebesar 7,77% (yoy). Selain itu, kelompok lain yang mengalami penurunan tekanan inflasi
pada periode laporan yaitu kelompok makanan jadi, minuman rokok dan tembakau; sandang; kesehatan; pendidikan; dan
transport, komunikasi dan jasa keuangan menjadi masing-masing 3,41% (yoy); 2,80% (yoy); 2,80% (yoy); 1,02% (yoy) dan;
1,52% (yoy).

Pada triwulan III 2018, kelompok bahan makanan yang mengalami penurunan tekanan inflasi terbesar adalah
subkelompok bumbu-bumbuan. Faktor utama penyebab penurunan tekanan inflasi adalah menurunnya harga komoditas
di pasar. Hal ini disebabkan oleh adanya siklus yang berulang dimana Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) yang jatuh
pada triwulan II mengakibatkan tekanan inflasi meningkat yang selanjutnya pada bulan-bulan berikutnya pasca HKBN
terjadi penurunan tekanan inflasi. Selain itu, sisa produksi komoditas pasar yang melimpah untuk menampung kebutuhan
hari raya Idul Fitri sebelumnya juga mempengaruhi harga di triwulan III 2018. Penurunan tekanan inflasi tertinggi terjadi di
subkelompok bumbu-bumbuan yaitu dari 12,66% (yoy) pada akhir triwulan II 2018 menjadi 3,08% (yoy) di akhir triwulan III
2018.

9 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
34 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 3INFLASI DAERAH

Penurunan tekanan inflasi pada bahan makanan juga diikuti oleh penurunan tekanan inflasi pada kelompok makanan
jadi, minuman, rokok dan tembakau. Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau tercatat sebesar
3,41% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2018 yang tercatat sebesar 3,56% (yoy). Penurunan tekanan inflasi tertinggi terjadi
pada subkelompok makanan jadi dari 1,71% (yoy) di akhir triwulan II 2018 menjadi 0,06% (yoy) pada akhir triwulan III 2018.

Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2018 terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
dikarenakan adanya evaluasi kenaikan harga bahan bakar non subsidi. Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar mengalami peningkatan tekanan inflasi dari triwulan II 2018 sebesar 2,38% (yoy) menjadi 2,40% (yoy). Peningkatan
tekanan inflasi terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air, yaitu dari 0,97% (yoy) di akhir triwulan II 2018
menjadi 6,89% (yoy) pada akhir triwulan III 2018. Dilihat dari jenis komoditasnya pada kelompok perumahan, air, listrik, gas
dan bahan bakar, yang mengalami peningkatan tekanan inflasi tertinggi adalah biaya keamanan; tarip listrik; piring; batu
bata; dan sewa rumah masing-masing menjadi 16,19% (yoy); 13,47% (yoy); 8.21% (yoy); 8,66% (yoy); dan 6,56% (yoy) pada
akhir triwulan III 2018, dibandingkan triwulan II 2018 masing-masing 0,00% (yoy); 0,00% (yoy); -0,76% (yoy); 0,06% (yoy);
dan 0,00% (yoy).
Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy)
Bahan Makanan
Tahun Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Umum
Makanan Jadi

I 8,01 4,57 3,43 6,03 2,28 3,54 0,89 4,61


II 6,22 4,63 3,60 2,61 1,99 3,33 3,96 4,36
2013
III 10,76 4,70 4,76 2,77 3,23 3,66 12,01 7,24
IV 6,97 4,47 6,06 2,36 3,71 1,39 11,58 6,22
I 4,76 5,39 6,25 3,73 3,79 1,33 10,31 5,88
II 6,15 5,38 5,96 5,65 5,22 1,38 7,91 5,92
2014
III 1,97 5,80 6,32 4,12 5,28 1,97 0,87 3,72
IV 16,02 6,21 6,87 3,24 5,08 1,85 10,15 8,61
I 12,87 6,34 7,33 4,51 5,75 2,18 4,35 7,13
II 15,01 6,54 7,84 4,86 5,52 2,35 6,00 8,06
2015
III 16,11 6,23 6,48 6,95 5,28 2,63 7,20 8,36
IV 8,78 5,48 4,13 6,01 5,02 2,57 (0,99) 4,48
I 12,46 4,82 3,40 5,89 3,87 2,25 2,80 5,70
II 9,46 5,26 2,75 6,36 3,14 2,10 (0,76) 4,30
2016
III 6,51 4,01 2,63 3,13 2,51 0,78 (0,48) 3,07
IV 6,36 3,63 2,76 2,97 2,65 0,83 (0,87) 2,94
I 3,94 4,28 3,52 1,89 2,74 0,81 3,61 3,42
II 5,19 3,72 5,85 2,05 2,36 0,82 5,47 4,49
2017
III 3,55 3,77 5,55 2,60 3,00 4,23 4,46 4,17
IV 3,29 3,70 6,07 4,66 3,36 4,26 4,85 4,44
I 5,23 3,11 4,55 3,95 2,83 4,32 0,95 3,70
II 7,77 3,56 2,38 4,29 3,40 4,65 1,95 4,14
2018
III 5,42 3,41 2,40 2,80 2,80 1,02 1,52 3,09
IV* 6,65 3,56 2,36 2,31 3,21 1,18 3,16 3,69
Keterangan: *) Data hingga Oktober 2018
Sumber: Badan Pusat Statistik

Pada awal triwulan IV 2018, tekanan inflasi meningkat namun masih dalam rentang sasaran Bank Indonesia. Tekanan
inflasi didorong oleh kenaikan tekanan inflasi inti dan administered prices sejalan dengan tarikan permintaan RT di akhir
tahun. Libur panjang natal dan tahun baru juga memungkinkan wisatawan akan bertambah dan melakukan spending lebih
besar sehingga menarik inflasi inti ke atas. Namun demikian, tarikan inflasi inti tersebut termitigasi oleh musim panen di
bulan Oktober dan November sehingga tekanan inflasi dari harga pangan bergejolak menurun.

Faktor risiko inflasi yang patut diwaspadai di triwulan IV 2018 diperkirakan berasal dari volatile food dan inflasi
administered price. Telah lewatnya masa panen serta konsumsi akhir tahun yang semakin meningkat membuat tantangan
pengendalian ketersediaan pasokan menjadi lebih berat. Di sisi lain, tekanan administered price diperkirakan masih akan
signifikan memengaruhi inflasi IHK sejalan dengan potensi kenaikan harga bahan bakar non subsidi lanjutan serta
penyesuaian harga tiket angkutan udara.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 35
BAB 3INFLASI DAERAH

3.3. Inflasi Menurut Kota IHK10


Berdasarkan kewilayahannya atau spasial, peran inflasi Makassar masih tertinggi. Aktivitas ekonomi yang masih
bertumpu pada zona Makassar dengan jumlah penduduk terbesar dibanding kota IHK lainnya, yang membuat Makassar
memiliki porsi hingga 78% dari pembentukan inflasi Sulawesi Selatan. Selain aktivitas ekonomi, lebih beraneka ragamnya
jenis konsumsi di kota Makassar membuat beberapa komponen komoditasnya cenderung unik dibandingkan zona lainnya.
Sebagai contoh, angkutan udara hanya dicatatkan di zona Makassar karena dominasi angkutan udara yang tinggi. Adapun
porsi zona lainnya terhadap inflasi Sulsel adalah Parepare (7%), Palopo, (6,4%), Watampone (5,8%), dan zona Bulukumba
(2,8%). Dilihat dari kontributor inflasi pada triwulan III 2018, maka zona Makassar merupakan kontributor utama tekanan
inflasi Sulsel disusul Watampone dan Palopo.

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.2. Porsi Kota IHK Pembentuk Inflasi Sulawesi *Oktober 2018
Selatan Grafik 3.3. Sumber Tekanan Inflasi Berdasarkan Kota IHK

Seluruh kota IHK mengalami penurunan tekanan inflasi. Adapun komoditas yang mengalami deflasi di seluruh kota IHK
adalah cabai rawit dan tomat sayur. Penurunan harga komoditas hortikultura dan sayuran disebabkan oleh panen yang
terjadi pada triwulan laporan di tengah menurunnya permintaan pasca HKBN. Di sisi lain, angkutan udara menjadi
penyumbang utama deflasi di Sulsel khususnya kota Makassar. Normalisasi angkutan udara dikarenakan penurunan
aktifitas pasca lebaran dan Idul Adha pada akhir triwulan III 2018.

Tabel 3.2. Komoditas Pendorong dan Penahan Inflasi Per Kota IHK
Inflasi (%,mtm)
Kota Makassar Andil Kota Parepare Andil Kota Palopo Andil Kota Bulukumba Andil Kota Watampone Andil
Emas Perhiasan 0,0002 Wortel 0,0002 Kangkung 0,0005 Bandeng/Bolu 0,0006 Layang/Benggol 0,0010
Wortel 0,0002 Pisang 0,0002 Cakalang/Sisik 0,0003 Ketimun 0,0002 Bahan Bakar Rumah Tangga 0,0009
Daging Sapi 0,0002 Shampo 0,0001 Daging Ayam Ras 0,0002 Udang Basah 0,0002 Kembung/Gembung/Banyar/Gembolo/Aso-Aso 0,0005
Pepaya 0,0001 Tabloid 0,0000 Sabun Cair/Cuci Piring 0,0001 Kelapa 0,0001 Emas Perhiasan 0,0003
Sawi Hijau 0,0001 Sabun Detergen Bubuk/Cair 0,0000 Kol Putih/Kubis 0,0001 Kain Gorden 0,0001 Semen 0,0002
Asam 0,0001 Biskuit 0,0000 Garam 0,0001 Kayu Balokan 0,0001 Baronang 0,0002
Jagung Manis 0,0001 Jeruk Nipis/Limau 0,0000 Teri 0,0001 Wortel 0,0001 Kakap Merah 0,0002
Rokok Kretek Filter 0,0001 Emas Perhiasan 0,0000 Jasa Pembuangan Sampah 0,0001 Mujair 0,0001 Besi Beton 0,0002
Makanan Ringan/Snack 0,0001 Minuman Ringan 0,0000 Semen 0,0001 Shampo 0,0001 Sandal Kulit 0,0002
Tauge/Kecambah 0,0001 Cat Tembok 0,0000 Rokok Putih 0,0001 Taman Pendidikan Al Qur'an 0,0001 Cakalang/Sisik 0,0001
Deflasi (%,mtm)
Angkutan Udara -0,0016 Tomat Buah -0,0036 Tomat Sayur -0,0040 Tomat Sayur -0,0011 Bandeng/Bolu -0,0020
Cabai Rawit -0,0015 Bayam -0,0029 Cabai Rawit -0,0013 Kacang Panjang -0,0011 Tomat Sayur -0,0019
Tomat Buah -0,0007 Cakalang/Sisik -0,0016 Tomat Buah -0,0006 Cabai Rawit -0,0009 Cabai Rawit -0,0011
Cabai Merah -0,0006 Layang/Benggol -0,0013 Kacang Panjang -0,0004 Bayam -0,0007 Kangkung -0,0008
Cakalang/Sisik -0,0006 Bandeng/Bolu -0,0010 Pisang -0,0004 Tomat Buah -0,0004 Bayam -0,0007
Bandeng/Bolu -0,0005 Tomat Sayur -0,0008 Telur Itik -0,0004 Cabai Merah -0,0004 Daging Ayam Ras -0,0006
Mujair -0,0005 Kangkung -0,0006 Bayam -0,0003 Gula Pasir -0,0003 Kacang Panjang -0,0005
Tomat Sayur -0,0005 Cabai Rawit -0,0006 Bandeng/Bolu -0,0002 Telur Ayam Ras -0,0003 Asam -0,0004
Teri -0,0005 Udang Basah -0,0006 Udang Basah -0,0002 Sawi Hijau -0,0001 Sawi Hijau -0,0003
Daging Ayam Ras -0,0004 Telur Ayam Ras -0,0003 Sawi Hijau -0,0002 Bawang Merah -0,0001 Bawang Merah -0,0003
Sumber: Badan Pusat Statistik

Pada awal Triwulan IV11 2018, 2 kota IHK mengalami deflasi dan 3 kota IHK lainnya mengalami inflasi di bawah 0,5%
(mtm). Kota IHK yang mengalami deflasi yaitu Bulukumba sebesar 0,18% (mtm) dan Palopo sebesar 0,22% (mtm). Adapun
dua kota IHK lainnya mengalami inflasi dibawah 0,5% (mtm), yaitu kota Watampone dengan inflasi 0,02% (mtm) dan
Parepare dengan 0,20% (mtm). Pada kota Makassar, inflasi tercatat sebesar 0,35% (mtm) yang terutama didorong oleh
kenaikan tarip angkutan udara sebagai dampak harga energi yang cenderung meningkat.

10Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.
11 Sampai dengan Oktober 2018.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
36 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 3INFLASI DAERAH

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.4. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Spasial Oktober 2018

3.4. Koordinasi Pengendalian Inflasi


TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian
inflasi di Sulsel. Selama triwulan III 2018 dan awal triwulan IV 2018, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk
pemantauan harga, penguatan kerjasama dan koordinasi baik di TPID Provinsi maupun TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi
Selatan (Tabel 3.3)

Pencapaian inflasi triwulan III 2018 yang masih terjaga, didukung oleh koordinasi di Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
Bank Indonesia bersama dengan TPID dan stakeholders terkait secara intensif telah melakukan koordinasi dalam berbagai
kegiatan. Pada bulan September, kegiatan sebagian besar difokuskan pada Peningkatan produktivitas dengan penebaran
benih bandeng semi intensif di sentra utama; penguatan Badan Usaha Lorong / Lorong Peduli Inflasi untuk menjaga
ketahanan pangan dengan perluasan gerakan tanam cabai, tomat, kangkung dan bawang merah; dan mendorong
implementasi program Smart Infation Control atau Lammoro’na Makassar untuk penjualan komoditas penyumbang inflasi
dengan harga terjangkau.

Memasuki triwulan IV 2018, upaya pengendalian harga difokuskan pada persiapan menjelang Hari Besar Keagamaan
Nasional (HKBN) dan tahun baru. Beberapa upaya pengendalian yaitu akan dilakukan monitoring intensif pola kenaikan
harga di akhir tahun komoditas seperti cabai, daging & telur ayam ras, beras, ikan bandeng, ikan teri, ikan layang dan ikan
cakalang. Untuk mendorong ketersediaan pasokan komoditi utama penyumbang inflasi Makassar, yang merupakan kota
IHK yang memiliki porsi terbesar dalam pembentukan inflasi Sulsel, pengendalian inflasi yang lebih intensif juga dilakukan
melalui upaya peningkatan pemberdayaan lorong dan kawasan peduli inflasi di kota Makassar. Peningkatan koordinasi juga
dilakukan dengan Pasar Induk Hortikultura Gowa, Bulog, PD Pasar dan Kepala Pasar di Makassar untuk memastikan
ketersediaan pasokan, antara lain melalui operasi pasar. Selain itu, pada November, koordinasi pengendalian inflasi juga
dilakukan melalui High Level Meeting tingkat provinsi yang dipimpin oleh Gubernur Sulsel, dalam rangka mengidentifikasi
dan mempersiapkan langkah antisipatif untuk menjaga harga tetap stabil selama triwulan IV 2018 dan dapat mencapai
sasaran inflasi yang ditetapkan pada kisaran 3,5±1% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 37
BAB 3INFLASI DAERAH

Tabel 3.3. Tabel Kegiatan TPID pada Triwulan II dan III 2018

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
38 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 3INFLASI DAERAH

Boks 3.A Kajian Persistensi Inflasi Komoditas Bahan Makanan Sulsel

Inflasi bahan makanan cenderung naik lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Tekanan inflasi Sulsel umumnya
berasal dari kelompok bahan makanan serta makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang memiliki inflasi lebih tinggi
dari rata-rata inflasi IHK dalam 3 tahun terakhir. Inflasi kelompok bahan makanan tercatat sebesar 5,49% (yoy), sedangkan
inflasi makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau berada sedikit di atas rata-rata inflasi IHK 3 tahun yang sebesar 3,96%
(yoy). Dengan sasaran inflasi yang semakin optimis ke depan, maka tekanan inflasi pada kedua kelompok ini perlu diatasi
dengan prioritas utama.

Grafik 3A.1 Perbandingan Inflasi Menurut Kelompok dalam 3 Tahun Terakhir


Tingginya inflasi kelompok bahan makanan dan makanan jadi terkait erat dengan masalah persistensi. Persistensi
inflasi menurut Marques (2005) diartikan sebagai kecepatan tingkat inflasi untuk kembali ke tingkat ekuilibriumnya
setelah timbulnya suatu guncangan (shock). Hal ini berarti persistensi yang tinggi pada komoditas tertentu membuat
satu kali kenaikan harga akan diikuti dengan tren kenaikan yang sulit untuk ditekan. Adapun pengukuran persistensi
dilakukan melalui pendekatan Autoregressive (AR) dengan formulasi sebagai berikut:

Persamaan Autoregressive Perhitungan Persistensi Inflasi


Persistensi inflasi pada komoditas dikatakan tinggi bila memiliki koefisien lebih dari atau sama dengan 0,8. Derajat
persistensi tersebut diukur dengan menjumlahkan seluruh koefisien AR yang signifikan memengaruhi inflasi. Kemudian
pengukuran inflasi kembali kepada rata-ratanya didasarkan pada pendekatan CIRF (Cummulative Impulse Response
1
Function) dengan formulasi ℎ = . Hal ini berarti semakin tinggi persistensi, akan semakin lama waktu yang diperlukan
1−𝜌
untuk harga komoditas tersebut kembali kepada rata-rata barunya. Berdasarkan metode tersebut, koefisien persistensi
inflasi komoditas bahan makanan di Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut :
Tabel 3A.1 Komoditas Persistensi Inflasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 39
BAB 3INFLASI DAERAH

Bobot
Bobot Freq
Half Life Inflasi
Komoditas ρ Inflasi Naik/
[1/(1-р)] Bahan
2018 tahun
Makanan
Daging Sapi 0.95 20.0 0.54% 10 2%
Beras 0.94 16.3 4.81% 10 19%
Kangkung 0.90 9.8 0.49% 10 2%
Layang 0.86 7.1 1.00% 9 4%
Bawang Merah 0.86 7.1 0.38% 6 2%
Tomat Sayur 0.85 6.8 0.32% 8 1%
Tomat Buah 0.85 6.6 0.18% 8 1%
Teri 0.84 6.4 0.60% 8 2%
Cabai Rawit 0.82 5.5 0.49% 8 2%
Bandeng 0.81 5.3 2.27% 11 9%
Bayam 0.80 5.0 0.31% 10 1%
Telur Ayam Ras 0.78 4.6 0.62% 9 2%
Cakalang 0.77 4.4 0.89% 10 4%
Daging Ayam Ras 0.71 3.4 0.95% 8 4%
Cabai Merah 0.70 3.3 0.28% 8 1%
Terdapat 11 komoditas bahan makanan yang memiliki persistensi inflasi tinggi dimana daging sapi, beras, dan
kangkung merupakan tiga komoditas yang memiliki persistensi paling tinggi. Persistensi ketiga komoditas tersebut
berada lebih dari 0,9 dengan lama kembali ke titik normal lebih dari 9 bulan. Dengan demikian, sekali terjadi kenaikan
harga secara tahunan pada komoditas tersebut, maka harga akan sulit untuk kembali ke rata-ratanya dalam waktu
singkat. Selain ketiga komoditas tersebut, 8 komoditas lainnya yang memiliki persistensi tinggi yaitu ikan layang, bawang
merah, tomat sayur, tomat buah, ikan teri, cabai rawit, ikan bandeng, dan bayam.
Ke depan pengendalian inflasi dapat difokuskan pada beberapa komoditas tertentu yang memiliki persistensi inflasi
tinggi dan bobot tinggi dalam pembentukan inflasi Sulawesi Selatan. Dengan terbatasnya sumber daya, pengendalian
inflasi dapat menggunakan pendekatan kuadran prioritas. Terdapat 4 kuadran dengan sumbu horizontal melambangkan
bobot inflasi dan sumbu vertikal menggambarkan derajat persistensi. Pada kuadran I, komoditas yang perlu secara serius
ditangani adalah beras, ikan bandeng, dan ikan layang yang memiliki bobot tinggi disertai persistensi inflasi yang tinggi.
Kemudian pada kudaran II (bobot rendah dengan persistensi tinggi), komoditas yang perlu juga diperhatikan adalah cabai
rawit, tomat buah, ikan teri, tomat sayur, bayam, kangkung, bawang merah, dan daging sapi. Komoditas tersebut walau
bobot inflasinya rendah, namun secara tahunan memiliki magnitude inflasi yang tinggi, yaitu antara 8-23% (yoy). Dengan
mengendalikan komoditas pada kuadran I dan II yang memiliki bobot hampir 60% dari total kelompok bahan makanan,
maka inflasi bahan makanan dapat ditekan hingga lebih dari setengahnya dari posisi inflasi sekarang.

Grafik 3A.2 Kuadran Pengelompokan Komoditas Berdasar Tingkat Persistensi dan Bobot

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
40 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 3INFLASI DAERAH

Boks 3.B Strategi Pengendalian Inflasi Sulawesi Selatan 2018 dan 2019

Sinergi pengendalian inflasi dan koordinasi yang lebih intensif antar instansi disertai dengan evaluasi berkala menjadi
salah satu kunci inflasi Sulsel tetap terkendali. Hingga Oktober 2018, secara tahunan inflasi Sulawesi Selatan tetap
terkendali tercatat 3,69%(yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan rata pola historis lima tahun terakhir. Kestabilan
inflasi didukung oleh program kerja pengendalian inflasi, yang merupakan hasil penjabaran dari roadmap pengendalian
inflasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Selatan untuk periode 2016-2018. Ada pun secara singkat,
pengendalian inflasi dilakukan dengan pendekatan 4K yakni Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran
Distribusi dan Komunikasi Efektif. Koordinasi TPID Provinsi Sulawesi Selatan antara lain dilakukan melalui High Level
Meeting (HLM), Rapat Koordinasi pada tingkat zona, Rapat Teknis pada tingkat kabupaten/kota, serta Nongkrong Ki (Nong
Ki) bersama TPID Kota Makassar.

Grafik 3.B.2 Pola Historis Inflasi Sulsel


Grafik 3.B.1 Capaian Inflasi Sulsel untuk Lima Tahun Terakhir

Ketersediaan Pasokan
Ketersediaan pasokan dilakukan melalui pemenuhan dari daerah lain dan peningkatan produksi di Sulsel. Rekomendasi
TPID untuk memenuhi ketersediaan pasokan melalui pemenuhan dari daerah lain, diantaranya mendorong peningkatan
kerjasama perdagangan antar daerah dengan mempertimbangkan data surplus dan defisit komoditas di
kabupaten/kota/provinsi, serta pemantauan harga pangan strategis di daerah lain. Selain itu, program kerja pengendalian
inflasi pada tahun 2018 difokuskan pada antisipasi lebih dini melalui peningkatan produksi komoditas utama penyumbang
inflasi, khususnya untuk beberapa kelompok bahan pangan yaitu bandeng, cabai rawit dan beras. Dalam rangka
meningkatkan ketersediaan pasokan terhadap komoditas tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Selatan memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah melalui pengembangan klaster UMKM yang didukung dengan
Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Program tersebut diantaranya dalam bentuk pengembangan klaster bandeng di
Kabupaten Pinrang dan Bone, pengembangan klaster cabai rawit di Kabupaten Luwu Timur, pengembangan ketahanan
pangan keluarga melalui Lorong/Kawasan Peduli Inflasi di Kota Makassar, dan peningkatan produktivitas sawah di
Kabupaten Wajo melalui Pembangunan Pompa Air Tenaga Surya.

Gambar 3.B.1 Pembangunan Lorong Peduli Inflasi di 7 kawasan Kota Makassar

Keterjangkauan Harga
Untuk menjamin keterjangkauan harga dilakukan sidak pasar dan mendorong adanya kerjasama pengembangan pasar
penyeimbang. Untuk meningkatkan efektivitas upaya menjaga keterjangkauan harga melalui sidak pasar, koordinasi TPID
Provinsi Sulsel dilakukan dengan memaksimalkan komunikasi secara nonformal melalui WA Grup sebagai sarana sharing
informasi terkait perkembangan harga. Selain itu, Bank Indonesia juga turut mendorong komunikasi formal dengan
mengikutsertakan stakeholder strategis menjelang periode terjadinya inflasi. Misalnya dengan mengikutsertakan Bulog dan
Pertamina Region VII untuk membantu mengendalikan harga beras dan energi pada tingkat rumah tangga. Selanjutnya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 41
BAB 3INFLASI DAERAH

untuk menjamin keterjangkauan harga, dilakukan dengan mendorong Pemerintah Daerah untuk mengembangkan pasar
penyeimbang bagi komoditi tertentu khususnya komoditi utama penyumbang inflasi Sulsel.

Kelancaran Distribusi
Dalam hal menjaga kelancaran distribusi dan sekaligus ketersediaan pasokan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Selatan turut mendorong pembangunan Pasar Induk Beras Pare-pare. Pembangunan Pasar Induk Beras di
Sulawesi Selatan merupakan pilot project yang dilakukan secara paralel dengan Pasar Induk Beras Sidoarjo di Jawa Timur
melalui prakarsa Bulog. Di Pasar Induk Beras Sulawesi Selatan yang akan dibangun di Lapadde, Pare-pare, direncanakan
terdapat 10 unit gudang dengan total kapasitas penyimpanan mencapai 100.000 ton. Melalui Pasar Induk Beras tersebut
diharapkan distribusi beras dapat lebih terjaga serta perdagangan antar daerah dan pulau lebih terpantau sehingga PIB di
Parepare dapat menjadi acuan harga, dan harga beras di Sulsel tidak tergantung dengan daerah lain khususnya DKI Jakarta.

Gambar 3.B.2 Skema Tata Niaga Pasar Induk Beras (Sumber: Bulog)

Komunikasi Efektif
Pemahaman terhadap pengendalian inflasi akan mempengaruhi ekspektasi inflasi sehingga diperlukan komunikasi
yang efektif kepada masyarakat. Pada tahun 2018 terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia, yakni
pelaksanaan siaran pers bersama dengan media di Sulsel secara rutin, sosialisasi tugas dan fungsi TPID melalui edukasi
kebanksentralan kepada masyarakat baik dengan inisiatif internal maupun pihak ketiga, pembuatan materi serta
diseminasi produk publikasi pengendalian inflasi dengan menggunakan berbagai medium seperti koran, radio, TV dan
billboard, serta bekerjasama dengan tokoh agama dan masyarakat sebagai upaya edukasi pengendalian inflasi kepada
masyarakat yang lebih luas.
Tantangan inflasi kedepan lebih tinggi dengan upside risk kelompok bahan pangan serta target pencapaian inflasi yang
akan menurun menjadi 3±1% mulai tahun 2020. Salah satu upaya yang dilakukan dengan melakukan pengkinian roadmap
pengendalian inflasi dengan mengacu pada kondisi terkini. Sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia pada Rapat
Koordinasi Pengendalian Inflasi tahun 2018 pada Juli 2018, bahwa pengendalian inflasi akan difokuskan pada penguatan
ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
42 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 3INFLASI DAERAH

Sumber : Tim Pengendalian Inflasi Pusat, 2019


Gambar 3.B.3 Alur Pikir Roadmap Pengendalian Inflasi 2019 - 2021
Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi akan membagi strategi menjadi dua yakni jangka pendek dan
menengah/panjang. Untuk jangka pendek, Bank Indonesia akan mendorong antisipasi kenaikan harga lebih dini terhadap
komoditas yang secara polanya mengalami kenaikan harga melaluimelalui pendekatan 4K + 1 K (Kerjasama antar daerah).
Sementara itu untuk jangka menengah/panjang, akan dilakukan beberapa hal, yakni:
1. Mendorong pendirian BUMD/Koperasi/Bumdes yang bertindak sebagai badan penyangga pangan yang bertugas untuk
stabilisasi harga yang antara lain bertanggung jawab terhadap pengadaan, dan distribusi untuk kecukupan dan
stabilisasi pasokan;
2. Roadmap Pengendalian Inflasi tahun 2019 – 2021 yang sinergis dengan RPJMD;
3. Pasar penyeimbang yang menyediakan komoditas dengan persistensi inflasi yang tinggi menjelang tren kenaikan
harga;
4. Penyusunan peta komoditas & neraca pangan (produksi, konsumsi dan perdagangan antar daerah) untuk diperoleh
informasi riil yang up to date terkait kondisi surplus/defisit.;
5. Memperbaiki struktur pasar dan tata niaga yang efisien;
6. Mendorong penguatan kelembagaan petani untuk meningkatkan produksi, memudahkan pendampingan budidaya
dengan melibatkan dinas terkait termasuk BMKG, dan akses pembiayaan KUR oleh perbankan bekerjasama dengan
OJK; dan
7. Mendorong Pemprov mereplikasi dan mengalokasikan APBD untuk pembentukan program/ unit stabilisasi harga untuk
memperpendek/ mengefisienkan rantai distribusi.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 43
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 44
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan


UMKM

Bab 4
Stabilitas Keuangan Daerah,
Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Pada triwulan III 2018, pertumbuhan kredit cenderung melambat,


sementara pertumbuhan DPK sedikit meningkat, dengan risiko yang terjaga.
Pertumbuhan kredit yang cenderung melambat didorong oleh deselerasi
kredit investasi sejalan dengan langkah korporasi yang lebih berhati-hati
dalam melakukan ekspansi. Demikian pula kredit konsumsi cenderung
melambat mengikuti fase pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain,
NPL masih berada di bawah ambang batas, di tengah penyaluran kredit
yang melebihi penghimpunan dana pihak ketiga.
Ke depan, risiko harga internasional komoditas unggulan Sulsel serta
persaingan industri yang semakin ketat menjadi faktor yang perlu
diwaspadai. Bank Indonesia terus memantau risiko dan memastikan
stabilitas keuangan tetap terjaga, memperdalam rasio kredit terhadap
PDRB dengan tetap memperhatikan perluasan akses terhadap UMKM.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 45
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.1. Stabilitas Keuangan Daerah


4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga12
Kredit konsumsi triwulan III 2018 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sejalan dengan moderasi
konsumsi RT. Kredit konsumsi yang disalurkan perbankan Sulsel kepada rumah tangga tumbuh 7,9% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,4% (yoy). Lebih moderatnya pertumbuhan kredit ini sejalan dengan
konsumsi rumah tangga yang juga tumbuh melambat pada triwulan III 2018. Perlambatan tersebut disebabkan oleh tarikan
permintaan yang lebih moderat menyusul periode Ramadhan dan Idul Fitri yang telah lewat. Selain itu, lebih lambatnya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga disebabkan antisipasi rumah tangga terhadap kenaikan suku bunga yang akan
menambah cicilan bunga utang dan antisipasi tahun ajaran baru. Namun demikian, rumah tangga memandang ekonomi
masih sangat baik dan cenderung stabil dibandingkan sebelumnya, yang tercermin dari hasil survei konsumen yang
menunjukkan rumah tangga yang tetap optimis dalam memandang ekonomi saat ini dan ke depan.
160
Konsumsi RT Kredit Konsumsi (rhs) Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 138.8
8 %,yoy yoy 16% 150 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 144.4
140
6 12% 133.3
130

4 8% 120

110
Optimis
2 4% 100
Pesimis

90
0 0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III 80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018

Grafik 4.1 Pertumbuhan Kredit Konsumsi dan Konsumsi Rumah Grafik 4.2 Indeks Keyakinan Konsumen
Tangga

Porsi konsumsi dan tabungan meningkat sementara porsi pinjaman cenderung turun . Pangsa tabungan yang meningkat
hingga 4% menjadi indikasi bahwa rumah tangga diperkirakan menempatkan kelebihan dananya kepada perbankan sejalan
dengan kebutuhan konsumsi yang lebih moderat. Hipotesa ini juga didukung dengan kenaikan deposito rumah tangga pada
triwulan III 2018.
40% yoy yoy 30%

25%
30%

20%
20%
15%
10%
10%

0%
5%

-10% 0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018

Simpanan RT (rhs) Tabungan Deposito

Sumber : Survei Konsumen Sumber : LBU, BI, diolah


Grafik 4.3 Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Grafik 4.4 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga

Penyesuaian suku bunga kebijakan 7 days reverse repo rate cenderung inelastis terhadap suku bunga kredit konsumsi.
Hal tersebut ditengarai karena perbankan memerlukan waktu untuk melakukan penyesuaian suku bunga simpanan yang
selanjutnya akan ditransmisikan kepada suku bunga kredit. Selain itu, hal tersebut juga mengindikasikan bahwa perbankan
masih sangat berhati-hati dalam melakukan penyesuaian suku bunga agar dapat tetap menjaga NPL sesuai dengan toleransi
risiko yang dapat diterima perbankan. Survei Neraca Rumah Tangga yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan
bahwa Sulsel memiliki ketahanan tertinggi bila dibandingkan dengan wilayah lainnya di Kawasan Indonesia Timur.
Ketahanan rumah tangga tersebut diukur berdasarkan seberapa mampu aset lancar rumah tangga membiayai pengeluaran
rutin bila terjadi shock pada pendapatan. (Grafik 4.5)

12 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi keuangan
Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi
pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
46 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Grafik 4.5 Survei Neraca Rumah Tangga

Sampai dengan triwulan III tahun 2018, rasio risiko kredit rumah tangga relatif aman. Rasio Non Performing Loan (NPL)
rumah tangga pada triwulan III 2018 berada pada level 2,1% atau jauh berada di bawah threshold NPL sebesar 5%. Namun
demikian berdasarkan hasil survei konsumen Bank Indonesia hingga September 2018, terdapat potensi risiko yang perlu
diwaspadai karena ditengarai dapat mempengaruhi perkembangan NPL rumah tangga di perbankan, yaitu terkait
ketersediaan lapangan kerja. Adapun salah satu isu yang berdampak terhadap ketersediaan lapangan kerja yang perlu
diwaspadai adalah perkembangan industri berbasis digital. Bank Indonesia terus memonitor dan memastikan kerentanan
rumah tangga tetap terjaga di tengah gejolak eksternal dan cepatnya perkembangan ekonomi digital tersebut.
6%

threshold NPL

4%

2.2% 2.2% 2.0% 2.1% 1.9% 2.1%


1.9% 1.9%
2%
2.0% 1.9% 1.9% 2.1%
1.8% 1.8%
1.8%

0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018

Sumber : LBU, BI, diolah Sumber : LBU, BI, diolah


Grafik 4.6. Suku Bunga Kredit Konsumsi, DPK dan Kebijakan Grafik 4.7. NPL Kredit Konsumsi

4.1.2 Asesmen Sektor Korporasi


Sektor korporasi cenderung masih berhati-hati dalam melakukan ekspansi. Hal tersebut terindikasi dari melambatnya
pertumbuhan kredit investasi, sejalan dengan kapasitas utilisasi yang masih cenderung rendah sehingga belum terdapat
keperluan untuk melakukan ekspansi kapasitas produksi. Adapun investasi yang dilakukan korporasi masih bersifat
perbaikan secara umum (maintainance) dan bukan bersifat ekspansioner. Hal ini mengindikasikan bahwa korporasi
memandang kapasitas produksi saat ini masih cukup untuk memenuhi permintaan rumah tangga. Pada triwulan III 2018,
korporasi ditengarai masih menahan ekspansinya sehingga penempatan dananya pada produk giro cenderung mengalami
kenaikan.

Disisi lain, kredit modal kerja mengalami peningkatan untuk memenuhi kebutuhan oprasional. Pertumbuhan kredit
modal kerja sebesar 9,3% melebihi pertumbuhan kredit modal kerja triwulan sebelumnya yang sebesar 8% (yoy).
Peningkatan kredit modal kerja sejalan dengan masih terbatasnya kenaikan harga jual di tengah kenaikan harga komoditas
internasional yang berdampak pada biaya produksi sehingga berpotensi menekan margin. Selain itu, penambahan kredit
modal kerja diperlukan untuk mencapai level produksi guna mengisi kembali inventori yang telah digunakan pada triwulan
sebelumnya. Dengan demikian korporasi pada triwulan laporan memerlukan modal kerja lebih besar untuk memenuhi
kegiatan operasionalnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 47
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

25% yoy 80% yoy

20% 60%

15% 40%

20%
10%

0%
5%

-20%
0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III -40%
2015 2016 2017 2018 I II III IV I II III IV I II III IV I II III

Modal Kerja Investasi 2015 2016 2017 2018

Sumber : LBU, BI, diolah


Sumber : LBU, BI, diolah
Grafik 4.8. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja dan Investasi Korporasi Grafik 4.9. Perkembangan Giro Korporasi

Dengan masih berlanjutnya tren perbaikan ekonomi nasional dan Sulsel, kerentanan korporasi terhadap penurunan
pendapatan semakin berkurang. Ekonomi yang membaik secara gradual, dalam jangka panjang memberikan tambahan
insentif bagi korporasi untuk melakukan kegiatan investasi. Namun penguatan dollar AS terhadap mata uang dunia
termasuk Indonesia perlu diwaspadai, karena mata uang dollar AS adalah mata uang yang paling banyak digunakan sebagai
sarana transaksi perdagangan luar negeri oleh korporasi di Sulawesi Selatan. Total penggunaan mata uang Dollar Amerika
terhadap total transaksi ekspor dan impor mencapai 99,4%, sedangkan total perdagangan Sulawesi Selatan ke AS tersebut
tidak lebih dari 35%. Besarnya ketergantungan tersebut juga terjadi pada segmen utang valas dengan denominasi Dollar
Amerika yang mencapai 98%.

Sumber : LBU, BI, diolah Sumber : LBU, BI, diolah


Grafik 4.10 Persentase Penggunaan Mata Uang Dollar Amerika Grafik 4.11 Persentase Denominasi Utang Valas Sulawesi Selatan
terhadap Perdagangan Internasional

Tekanan kurs valuta asing disebabkan oleh kenaikan yield T-Bills Amerika. Pemulihan ekonomi Amerika berimbas pada
kenaikan suku bunga kebijakan The Fed yang pada tahun 2018 diperkirakan naik sebanyak 4 kali, dimana jumlah kenaikan
yang sudah terjadi sebanyak 3 kali. Kenaikan suku bunga The Fed yang dibarengi dengan minat belanja pemerintah AS untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi negerinya melalui penerbitanT-Bills baru, membuat imbal hasil (yield) T-Bills meningkat.
Hal tersebut mendorong terjadinya arus modal keluar (capital outflows) dari negara emerging menuju Amerika sehingga
nilai tukar negara kawasan mengalami tekanan pelemahan, termasuk Indonesia.

Namun demikian, kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih cukup baik ditengah tekanan eksternal yang
meningkat. Persepsi tersebut tercermin dari arus modal keluar yang hanya dilakukan para trader dan bersifat temporer.
Sementara, para investor jangka panjang masih melakukan net buy terhadap Surat Utang Negara dengan tenor yang
panjang. Selain itu, ekonomi Indonesia juga tetap baik, didukung oleh ekonomi Kawasan Timur Indonesia, khususnya
Sulawesi Selatan (Sulsel). Sulsel menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan dalam 10 tahun terakhir
selalu tumbuh stabil pada kisaran 7% (yoy).

Risiko kerentanan korporasi di Sulsel lebih diwarnai oleh isu persaingan bisnis antar industri pengolahan yang meningkat.
Sejak tahun 2015, persaingan bisnis pada industri pengolahan mengalami peningkatan yang berasal dari munculnya
kompetitor baru. Munculnya korporasi-korporasi baru yang menyasar Kawasan Indonesia Timur sebagai basis penjualan di
tengah pasokan yang melimpah membuat korporasi harus melakukan efisiensi yang signifikan. Persaingan yang semakin
ketat juga membuat opsi kenaikan harga jual sangat dihindari mengingat konsumen tidak memiliki preferensi khusus dalam
pembelian produk.

Namun demikian, dengan beberapa shock persaingan bisnis tersebut, NPL secara keseluruhan masih berada dalam batas
aman. NPL secara keseluruhan masih berada di bawah 5% dengan tendensi NPL yang relatif stabil dibandingkan triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
48 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

sebelumnya. Sementara itu NPL sektor Industri terpantau mengalami penurunan di tengah kontraksi lapangan usaha
industri pada triwulan III 2018.

Ke depan, kerentanan sektor industri terhadap faktor global diperkirakan cenderung menurun. Hal ini terlihat dari
penggunaan utang luar negeri sektor industri yang cenderung melambat. Sebaliknya, korporasi di sektor industri ditengarai
mulai mengalihkan pembiayaannya ke domestik terutama melalui kredit dan penerbitan saham baru (right issue). Selain
itu, Bank Indonesia bersama pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas sistem keuangan ditengah meningkatnya
ketidakpastian global untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan. Hal tersebut terlihat dari berbagai langkah
kebijakan yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia.

4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan)13


Penyaluran kredit dan penghimpunan DPK oleh perbankan masih berjalan baik, dengan risiko yang terjaga. Fungsi
intermediasi perbankan di Sulsel hingga September 2018 masih berjalan baik sebagaimana tercermin dari Loan to Deposit
Ratio (LDR) yang tinggi sebesar 140%. Rasio LDR tersebut mengalami penurunan sejalan dengan peningkatan
penghimpunan DPK di tengah kredit yang lebih lambat. Pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,4% (yoy) pada triwulan III
2018, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,6% (yoy). Pada saat yang sama, DPK tumbuh lebih tinggi
pada triwulan III 2018 sebesar 4,7% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3% (yoy). Peningkatan DPK
tersebut terutama didorong oleh kenaikan giro pemerintah seiring dengan adanya transfer dana dari pemerintah pusat.

Penyaluran kredit cenderung meningkat terutama pada jenis kredit modal kerja, sementara kredit konsumsi dan kredit
investasi melambat. Pertumbuhan kredit yang cenderung melambat terutama disebabkan oleh deselerasi kredit investasi
sejalan dengan langkah korporasi yang lebih berhati-hati dalam melakukan ekspansi. Demikian pula kredit konsumsi
cenderung melambat mengikuti fase pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Adapun kredit modal kerja sedikit meningkat
terutama untuk memenuhi kebutuhan operasional pelaku usaha dalam menjaga persediaan. Peningkatan kredit modal
kerja tersebut terutama terjadi pada kelompok UMKM.
25.0% yoy rasio LDR 150% 25% yoy
LDR (rhs) Kredit DPK
140% 7,4% 4,7% 145%
20.0% 20%

140% 15%
15.0%
135%
10%
10.0%
130%
5%
5.0% 125%
0%
0.0% 120% I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2015 2016 2017 2018
KREDIT Modal Kerja Investasi Konsumsi
Sumber : LBU, BI, diolah
Grafik 4.12. Indikator Perkembangan SSK Sulsel Sumber : LBU, BI, diolah
Grafik 4.13. Indikator Kredit Perbankan Sulsel

4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM


Penetrasi kredit UMKM terus dilakukan untuk mendukung perekonomian dan pemerataan akses keuangan. Kredit
UMKM di triwulan III 2018 tercatat sebesar Rp36 triliun, dengan pangsa kredit UMKM terhadap total kredit mencapai
32,0%. Kredit UMKM tumbuh 6,1% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,8% (yoy). Dilihat
dari penyalurannya, 37% merupakan kredit usaha kecil dan 30,9% kredit usaha menengah, sementara sisanya merupakan
usaha mikro.

13 Data perbankan lokasi bank

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 49
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah


Grafik 4.14. Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.15. Pangsa Kredit UMKM Triwulan III 2018

Kredit UMKM di Sulsel didominasi oleh kredit di lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, dengan pertumbuhan
kredit tertinggi di lapangan usaha administrasi pemerintahan. Dilihat dari pangsa, kredit UMKM di Sulsel didominasi oleh
kredit di lapangan usaha perdagangan besar dan eceran (57,4%), diikuti lapangan usaha pertanian, perburuan, dan
kehutanan (9,3%), dan lapangan usaha industri pengolahan (6,1%). Dari sisi pertumbuhan, kenaikan kredit UMKM tertinggi
tercatat pada lapangan usaha administrasi pemerintahan 72,5% (yoy), pertanian 21,4% (yoy), dan diikuti lapangan usaha
perikanan 15% (yoy). Namun dilihat dari kontribusinya terhadap pertumbuhan kredit UMKM, andil lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran serta lapangan usaha pertanian merupakan yang terbesar.

Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi kredit UMKM masih terdapat pada lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran. Oleh karena itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, maka upaya
untuk mendorong diversifikasi penyaluran kredit UMKM kepada lapangan usaha selain perdagangan besar dan eceran perlu
dilakukan. Dalam hal ini, dukungan ketersediaan data UMKM yang layak dibiayai dan dapat diakses oleh perbankan menjadi
sangat penting.
Tabel 4.1 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
yoy Growth (%) Nominal Kredit (Rp T) Share
SEKTOR EKONOMI Sept 2018 Andil
Agu-18 Sep-18 Agu-18 Sep-18 (%)
1. PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN 21,3% 21,4% 3,4 3,5 9,3% 2,0%
2. PERIKANAN 15,9% 15,0% 0,5 0,5 1,3% 0,2%
3. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -1,2% 1,0% 0,2 0,2 0,6% 0,0%
4. INDUSTRI PENGOLAHAN 8,5% 10,9% 2,2 2,3 6,1% 0,7%
5. LISTRIK, GAS DAN AIR -33,5% -17,7% 0,1 0,1 0,2% 0,0%
6. KONSTRUKSI 16,5% 13,2% 2,0 2,0 5,4% 0,7%
7. PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN 3,9% 4,6% 21,1 21,4 57,4% 2,7%
8. PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 0,2% -1,6% 1,7 1,7 4,5% -0,1%
9. TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI -10,7% -8,8% 1,1 1,2 3,1% -0,3%
10. PERANTARA KEUANGAN -2,5% 2,1% 0,6 0,6 1,5% 0,0%
11. REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN 12,6% 9,4% 1,4 1,4 3,7% 0,4%
12. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB 26,7% 72,5% 0,0 0,0 0,0% 0,0%
13. JASA PENDIDIKAN -10,5% 0,7% 0,1 0,1 0,4% 0,0%
14. JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL 16,1% 3,9% 0,3 0,3 0,8% 0,0%
15. JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA 6,4% 4,3% 2,0 2,0 5,3% 0,2%
16. JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA -3,4% -2,9% 0,1 0,1 0,3% 0,0%
17. BADAN INTERNASIONAL DAN BADAN EKSTRA INTERNASIONAL LAINNYA -71,9% -49,7% 0,0 0,0 0,0% 0,0%
18. KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA -66,0% -60,0% 0,0 0,0 0,0% 0,0%
TOTAL KREDIT 5,8% 6,1% 36,8 37,2 100,0% 6,1%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
50 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Boks 4.A Stabilitas Sistem Keuangan Daerah: Risiko Daerah dan Sektoral Masih Terjaga

Sebagai salah satu tools untuk memantau stabilitas sistem keuangan daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi
Selatan menyusun Regional Financial Account and Balance Sheet (RFABS). RFABS merupakan turunan dari National
Balance Sheet (NBS), yaitu neraca terintegrasi yang menggambarkan aktivitas finansial antar sektor dalam perekonomian.
RFABS digunakan untuk melengkapi asesmen makroprudensial di tingkat regional, khususnya yang berkaitan dengan
dimensi cross-section antar sektor dan antar regional. RFABS juga digunakan untuk menganalisis risiko keuangan yang
bersumber dari ketidakseimbangan keuangan (financial imbalances) yang dapat memicu terjadinya risiko sistemik 14.
Berdasarkan analisis RFABS triwulan I dan II 2018, sistem keuangan di Sulawesi Selatan masih terpantau stabil. Hal ini
tercermin dari indikator risiko keuangan Sulawesi Selatan meliputi risiko likuiditas, risiko eksternal, rasio leverage dan risiko
solvabilitas; serta risiko keuangan sektoral yang terdiri dari Korporasi, Rumah Tangga, Perbankan, IKNB dan Pemerintah
Daerah, yang bergerak pada level yang masih terjaga.
Komposisi Neraca Regional dan Sektoral

Grafik 4.A.1. Pangsa Kepemilikan Aset dan Kewajiban Grafik 4.A.2. Pangsa Aset dan Kewajiban per Instrumen

Peningkatan aset finansial yang lebih besar dibandingkan kewajiban menyebabkan Sulsel masih mengalami net aset
finansial pada triwulan II 2018. Peningkatan aset finansial yang lebih tinggi dibandingkan kewajiban menyebabkan Sulsel
masih mengalami net aset finansial sebesar Rp17,5 triliun, meningkat sebesar 10,93% (qtq), didorong oleh kenaikan
Currency and Deposits milik Rumah Tangga dan Pemda. Sejalan dengan itu, aset non finansial juga masih tumbuh sehingga
Total Aset meningkat 2,36% (qtq). Dengan perkembangan tersebut Sulsel masih mengalami net kekayaan (net wealth)
sebesar Rp289 triliun, tumbuh sebesar 1,56% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Dilihat dari hubungannya terhadap daerah di
luar Sulsel (ROI), Sulsel juga masih mengalami net aset finansial sebesar Rp23,6 triliun dengan penempatan ke luar Sulsel
yang meningkat, sementara kewajiban finansialnya relatif menurun. Di sisi lain dilihat dari hubungannya terhadap Luar
Negeri, Sulsel mengalami net kewajiban terutama dalam bentuk utang luar negeri sebesar Rp6,1 triliun. Namun jumlah
utang luar negeri tersebut relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
Porsi kepemilikan antara aset finansial dan non finansial Sulsel relatif berimbang, dengan aset finansial didominasi oleh
instrumen Currency & Deposits (39,3%) dan Loans (42,9%). Pangsa Currency & Deposits pada triwulan II 2018 meningkat
seiring dengan kenaikan kepemilikan Currency & Deposits oleh Pemda dan Rumah Tangga yang masing-masing tumbuh
sebesar 79,4% (qtq) dan 4,6% (qtq). Sementara pangsa Loans cenderung menurun dari triwulan sebelumnya sebesar 43,9%,
meskipun kepemilikan Loans pada neraca Sulsel masih tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi
kewajiban, porsi terbesar adalah dalam bentuk Utang (Debt) dengan pangsa relatif stabil yaitu sebesar 87%, terutama dalam
bentuk instrumen Currency & Deposits (34,9%) dan Loans (36,2%).
Secara sektoral, komposisi neraca Korporasi, Rumah Tangga, dan IKNB relatif tetap, baik dari sisi aset maupun kewajiban.
Sementara itu, komposisi neraca Pemda pada sisi aset menunjukkan pergeseran terutama karena adanya peningkatan
Currency & Deposits yang signifikan. Peningkatan Currency & Deposits milik Pemda tersebut seiring dengan meningkatnya
transfer dana dari pemerintah pusat pada triwulan I dan triwulan II 2018.

14
Penjelasan mengenai konsep NBS dan RFABS dapat dibaca lebih lanjut pada KEKR edisi Februari 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 51
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Grafik 4.A.3. Neraca Sektoral

Indikator Risiko Daerah


Risiko likuiditas masih terjaga. Hal ini tercermin dari indikator Net Short Term (ST) Position yang masih berada pada posisi
net asset sebesar Rp20,37 triliun atau mencapai 4,61% dari PDRB. Pada triwulan II-2018 posisi Net ST Position meningkat
didorong oleh naiknya aset likuid Pemda dan Rumah Tangga dalam bentuk simpanan masing masing sebesar 63,38% (qtq)
dan 3,95% (qtq). Kenaikan simpanan Pemda terutama disebabkan oleh adanya peningkatan transfer dana dari Pemerintah
Pusat pada triwulan II-2018.
Risiko eksternal cenderung menurun pada level yang rendah. Risiko eksternal cenderung menurun seiring dengan
turunnya nominal utang luar negeri (ULN) Sulsel, terutama yang dimiliki oleh Korporasi sebesar -1,08% (qtq).
Pembiayaan perekonomian Sulsel masih mengandalkan utang, tercermin dari posisi capital structure yang masih negatif.
Pada triwulan II 2018, terdapat indikasi peningkatan rasio leverage dibandingkan triwulan sebelumnya seiring
meningkatnya utang (debt) korporasi dan perbankan yang tumbuh masing-masing sebesar 4,26% (qtq) dan 6,82% (qtq).
Risiko solvabilitas membaik. Pada triwulan II 2018, Sulsel masih mengalami net aset finansial, dengan nilai yang meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya (3,96% terhadap PDRB). Hal ini didorong oleh pertumbuhan aset finansial yang lebih
tinggi dibandingkan kewajiban finansial, terutama dengan meningkatnya simpanan Pemda dan Rumah Tangga. Sejalan
dengan itu, net kekayaan (net wealth) Sulsel juga mengalami peningkatan menjadi 65,3% terhadap PDRB.

7,5% 0,0% 0,0%


7,1%
6,3%
4,6% REGION NFC HH ODC OFC LG
5,0%
4,3% 0,0%
2,6% 2,5%
1,2% 0,3%
1,2% 0,3% 1,4%
0,3% 0,4%

REGION NFC HH ODC OFC LG

-5,5%
-6,0% -1,4% -1,4%
-6,3% -1,4% -1,4%
2017Q4 2018Q1 2018Q2 -1,5% -1,5% 2017Q4 2018Q1 2018Q2

Grafik 4.A.4. Net Short Term Position (% thd PDRB), Liquidity Grafik 4.A.5. Net External Position (% thd PDRB), External Risk
Risk

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
52 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

REGION NFC HH ODC -0,5%OFC-0,5% -0,4% LG -0,4%


9,1% 7,6%
-0,5% 7,3%
-8,8% -8,9% -0,4% 7,6% 7,0%
4,3% 4,0% 6,1%
-8,8% 2,1%
3,7% 3,1%
-19,5% -19,3% 0,3%
-21,6% -21,6% 1,0%
0,3% 0,3%
-19,3%
-20,8%
REGION NFC HH ODC OFC LG

-50,9% -50,3%
-49,8% 2017Q4 2018Q1 2018Q2
2017Q4 2018Q1 2018Q2 -13,2% -13,6%
-13,6%

Grafik 4.A.6. Capital Structure Position (% thd PDRB), Leverage Grafik 4.A.7. Net Financial Position (% thd PDRB), Solvency Risk
Ratio

Network Analysis
Network Analysis dilakukan melalui analisis posisi maupun transaksi antar sektor dalam perekonomian. Analisis posisi
menggunakan data gross exposure atau posisi kepemilikan aset dan kewajiban suatu sektor yang terkoneksi dengan sektor
lain. Analisis posisi bertujuan untuk mengidentifikasi konsentrasi risiko pada sektor dan instrumen keuangan tertentu.
Sedangkan analisis transaksi, dengan menggunakan data netto transaksi, bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan pola
netto transaksi masing-masing sektor yang akan memicu peningkatan risiko imbalances jika terjadi perubahan secara
struktural.
Network Net Transaksi

Gambar 4.A.8. Net Transaksi Triwulan I 2018 Gambar 4.A.9. Net Transaksi Triwulan II 2018

Pada triwulan II 2018, Sulsel mengalami Net Outflow sebesar Rp1,6 triliun setelah pada triwulan sebelumnya mengalami
Net Inflow sebesar Rp2,2 triliun. Net Outflow Sulsel terutama berasal dari Net Outflow yang terjadi pada sektor Pemda dan
Rumah Tangga. Net Outflow Rumah Tangga sebagian besar ditujukan kepada sektor perbankan dan sektor lain di luar Sulsel
(bank sentral) seiring dengan peningkatan simpanan dan kepemilikan uang kartal Rumah Tangga pasca Lebaran. Kondisi ini
berbeda dengan triwulan I 2018 dimana Rumah Tangga lebih banyak menarik simpanannya di perbankan sehingga
menyebabkan RT mengalami Net Inflow. Hal tersebut juga tercermin dari pertumbuhan DPK Sulsel yang pada triwulan II
2018 tercatat sebesar 2,82% (qtq), meningkat dari triwulan I 2018 yang mengalami penurunan -2,22% (qtq).
Sementara itu, Pemda juga mengalami transaksi outflow sejalan dengan meningkatnya penempatan Pemda di
Perbankan dalam bentuk simpanan. Meningkatnya simpanan Rumah Tangga dan Pemda di Perbankan menyebabkan
sektor Perbankan di Sulsel mengalami Net Inflow sebesar Rp4,4T pada triwulan II-2018, setelah pada triwulan sebelumnya
mengalami Net Outflow sebesar Rp1,9T. Sementara itu, korporasi juga masih tercatat Net Inflow seiring dengan masih
tumbuhnya kredit korporasi dari perbankan sebesar 1,8% (qtq) pada triwulan II 2018.
Network Net Posisi
Interkoneksi tertinggi terdapat pada sektor RT dan Korporasi dengan Perbankan. Posisi Balance Sheet menunjukkan
bahwa korporasi di Sulsel mengalami net kewajiban finansial, sementara sektor lainnya (Rumah Tangga, Bank, IKNB, dan
Pemda) mengalami net aset finansial. Interkoneksi tertinggi terjadi pada sektor RT dengan Perbankan, dimana perbankan
memiliki aset terhadap sektor RT dalam bentuk kredit, sementara itu RT juga menempatkan asetnya dalam bentuk
simpanan ke perbankan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perbankan sangat dipengaruhi kondisi RT. Sektor RT juga

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 53
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

memiliki interkoneksi yang tinggi dengan korporasi sehingga RT memiliki risiko capital loss dan likuiditas atas pembiayaan
ekuitas yang diberikan kepada korporasi. Korporasi juga memiliki interkoneksi yang kuat dengan Perbankan, RT, sektor lain
di luar Sulsel sehingga penurunan kinerja korporasi dapat menular kepada sektor lainnya.

Gambar 4.A.10. Net Posisi Triwulan IV Gambar 4.A.11. Net Posisi Triwulan I Gambar 4.A.12. Net Posisi Triwulan II
2017 2018 2018

Glossary:
NFC (Non Financial Corporation) : korporasi
ODC (Other Deposit Taking Corporations/Banking) : perbankan
OFC (Other Financial Corporations) : IKNB
LG (Local Government ) : Pemerintah daerah
HH (Households) : Rumah tangga
ROI (Rest of Indonesia) : Provinsi lain di luar Sulawesi Selatan
ROW (Rest of The World) :Luar Negeri

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
54 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH

Bab 5
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah

Nilai transaksi keuangan melalui SKNBI mengalami peningkatan, sementara


aliran uang kartal tercatat net inflow sejalan dengan polanya pada triwulan
III 2018. Peningkatan transaksi kliring transfer dana pada triwulan III 2018
didukung dengan adanya akselerasi konsumsi Pemerintah, konstruksi, Real
Estate dan ekspor luar negeri. Pola aliran uang kartal pasca event HBKN
sangat memengaruhi aliran uang kartal yang diedarkan. Jumlah uang yang
diedarkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan masyarakat, tercatat net
inflow sebesar Rp1,41 triliun. Net inflow diperkirakan terjadi karena adanya
libur/cuti bersama pada awal periode laporan sehingga terdapat
peningkatan aktivitas masyarakat dari luar Sulsel yang masuk ke dalam
Sulsel.
Sementara untuk transaksi jual-beli valuta asing yang diawasi oleh Bank
Indonesia, pada triwulan III 2018 menunjukkan, proporsi penjualan valas
lebih tinggi dibandingkan pembelian, dikarenakan adanya peningkatan
kebutuhan valas untuk operasional haji.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 55
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran


5.1.1 Perkembangan Transaksi Non Tunai
Transaksi non tunai ritel di Provinsi Sulawesi Selatan yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) pada
Triwulan III 2018 mengalami peningkatan. Jumlah warkat yang dikliringkan melalui transfer dana pada triwulan III 2018
tercatat sebanyak 159 ribu lembar (0,5% pangsa volume kliring nasional) dengan nominal mencapai Rp7,51 triliun (2,2%
pangsa nominal kliring nasional). Nilai transaksi transfer dana pada triwulan III 2018 masih tumbuh 8,5% (yoy) berdasarkan
nilai nominal, dan 7,5% (yoy) berdasarkan jumlah warkatnya. Meningkatnya perputaran transaksi transfer dana di Sulsel
juga terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang mencapai 3 lembar, atau lebih tinggi 9,3% (yoy), dan
mencapai Rp121,11 miliar, atau lebih tinggi 10,2% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Hal ini
mengkonfirmasi dugaan peningkatan total transaksi kliring kredit baik secara nilai maupun volume disebabkan oleh
peningkatan jumlah hari kerja dari 56 hari kerja di triwulan II 2018 menjadi 62 hari kerja di triwulan III 2018. Giatnya aktivitas
dicerminkan oleh peningkatan rata-rata volume dan nominal harian transaksi SKNBI. Peningkatan transaksi kliring transfer
dana pada triwulan III 2018 juga didukung dengan adanya akselerasi konsumsi Pemerintah, konstruksi, Real Estate, dan
ekspor luar negeri.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring Kredit (Transfer Dana)

Sumber: Bank Indonesia, diolah

KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan memiliki wilayah kerja kliring debit yang mencakup 1 (satu) Koordinator Pertukaran
Warkat Debit (KPWD) BI di kota Makassar dan 3 (tiga) KPWD Selain BI di Kota Parepare, Palopo dan Watampone. KPWD
tersebut memiliki tugas menyelenggarakan kegiatan pertukaran warkat debit di wilayahnya masing-masing. Rata-rata
bulanan jumlah Perwakilan Peserta yang mengikuti kegiatan PWD di Makassar adalah 61 Bank, sedangkan untuk di ketiga
wilayah lainnya adalah 12 Bank. Rata-rata harian jumlah Warkat Debit Kliring Penyerahan selama triwulan III 2018 adalah
sebagai berikut.
Tabel 5.2. Perputaran Kliring Kredit (Transfer Dana)
Rata-Rata Harian Jumlah Warkat Debit Rata-Rata Harian Jumlah Warkat
Wilayah Kerja Kliring Penyelenggara Kliring
Kliring Penyerahan Debit Kliring Pengembalian
Kota Makassar KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan 1.966 58
Kota Pare-Pare PT BNI KC Pare-Pare 37 1
Kabupaten Watampone PT Bank Mandiri KC Watampone 50 1
Kota Palopo PT BRI KC Palopo 76 1

5.1.2 Perkembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi


Bank Indonesia terus berupaya memperluas program-program terkait keuangan inklusif yang diimplementasikan melalui
program elektronifikasi pembayaran. Tantangan dalam perluasan elektronifkasi ini adalah mengubah mindset dan
kebiasaan dalam penerapan transaksi non tunai. Oleh sebab itu, Bank Indonesia bersama Pemerintah dan pelaku usaha
terus mendorong penggunaan transaksi non tunai, baik di dalam tata kelola Pemerintahan maupun pada aktivitas transaksi
sehari-hari di masyarakat.

Salah satu komitmen perwujudan untuk perluasan elektronifikasi diawali dengan implementasikan melalui
elektronifikasi jalan tol Makassar. Sejak tanggal 16 Oktober 2017, Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) membuka alternatif bagi
masyarakat untuk membayar jalan tol di Makassar secara non tunai. Secara bertahap, masyarakat dididik untuk
menggunakan uang elektronik (UNIK) sebagai instrumen pembayaran jalan tol. Pada triwulan III 2018, rata-rata penetrasi
penggunaan UNIK di jalan tol adalah 52,7% dengan rata-rata jumlah kendaraan yang menggunakan UNIK mencapai 56.900
dari total kendaraan 107.688 per harinya. Pada tanggal 11-12 Juli 2018, Bank Indonesia kembali berupaya mendorong
penggunaan UNIK di jalan tol dan melakukan survei yang mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat penetrasi
penggunaan UNIK yang cenderung stagnan di jalan tol. Dari hasil survei tersebut, diperoleh informasi bahwa dari total 522
responden yang masih menggunakan tunai, 60%-nya telah menggunakan UNIK, yaitu sebanyak 311 responden. Selain itu,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
56 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

alasan utama responden masih menggunakan tunai adalah belum memiliki UNIK, masih terdapatnya gerbang hybrid, belum
top up UNIK,lebih suka menggunakan tunai, dan tidak tahu cara top up UNIK.

Sumber : Bank Indonesia, diolah


Sumber : Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1. Indikator Perkembangan SSK Sulsel
Grafik 5.2. Rincian Pelaksanaan Survei

Bank Indonesia menunjukkan komitmennya dalam mendukung kebijakan Pemerintah mengenai penyaluran bantuan
sosial non tunai dengan melakukan sosialisasi edukasi dan monitoring penyalurannya. Berdasarkan Nota Kesepahaman
Bank Indonesia dan Kementrian Sosial No. 18/7/NK/GBI/2016 tanggal 26 Mei 2017 tentang Elektronifikasi Penyaluran
Bantuan Sosial (Bansos) dan Perluasan Akses Keuangan, telah disepakati bahwa bansos akan disalurkan pada masyarakat
secara non tunai melalui kartu Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Transformasi
penyaluran bansos dari tunai menjadi non tunai antara lain dimaksudkan untuk mewujudkan pemenuhan prinsip 6T
(Tepat waktu, Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat kualitas, Tepat harga, dan Tepat administrasi) serta meningkatkan
kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan layanan keuangan. Berdasarkan Dinas
Sosial Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018
adalah sebanyak 314.420 Keluarga dengan rincian pada tabel 5.3.

Sementara itu, penyaluran BPNT Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 dibagi dalam beberapa tahap. Berdasarkan data
dari bank penyalur15, penyaluran BPNT tahap I telah dilakukan di Kota Makassar pada bulan April 2017 sampai dengan
Bulan Maret 2018 kepada sebanyak 28.297 KPM (93,7% tersalurkan) dari total target 30.185 KPM (Tabel 5.4). Sedangkan
penyaluran BPNT tahap II dilakukan di Kabupaten Bone pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2018 kepada 49.527 KPM
(90,8% tersalurkan) dari total target 54.541 KPM. Sedangkan peyaluran tahap III dan IV akan dilaksanakan pada triwulan
IV 2018.. Selama triwulan III 2018, KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Sosial serta Bank Penyalur telah melakukan
koordinasi dalam rangka monitoring untuk memastikan proses penyaluran bansos dilakukan secara benar dan memenuhi
prinsip perlindungan konsumen.

Monitoring penyaluran bansos non tunai dilakukan dengan cakupan yang komprehensif di seluruh wilayah yang
menjadi lokasi penyaluran bansos non tunai. Salah satu kegiatan monitoring yang dilakukan adalah pengumpulan data
sekunder dan primer melalui kegiatan survei kepada KPM PKH dan BPNT yang telah dilakukan 1 (satu) kali pada triwulan
III 2018 di Kabupaten Bone serta kegiatan Training of Trainers (ToT) dan Training of Beneficiaries (ToB) di Kabupaten
Bulukumba dan Bone. Pada dasarnya, proses penyaluran bansos non tunai telah berjalan dengan sangat baik, khususnya
manfaat dari program bansos non tunai ini sangat dirasakan stakeholders. Namun demikian, masih terdapat kendala
terkait mismatching data KPM antara Bank Penyalur dan Dinas Sosial. Selain itu, kondisi geografis di beberapa daerah
mempengaruhi faktor lainnya seperti jaringan telekomunikasi untuk koneksi mesin Electronic Data Capture (EDC).
Tabel 5.3. Jumlah KPM Penerima PKH di Provinsi Sulawesi Tabel 5.4 Jumlah KPM Penyaluran BPNT Tahap I dan II
Selatan No Wilayah Tahap Jumlah Tersalur Belum Tersalur
PKH Total KPM Penyaluran KPM
PKH Reguler 306.490 Keluarga 1 Kota Makassar I 30.185 28.297 1.888
PKH Disabilitas 3.107 Keluarga 2 Kabupaten Bone II 54.541 49.527 5.014
PKH Lanjut Usia 4.832 Keluarga

15
BRI, BNI dan Bank Mandiri.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 57
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Peran KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan dalam mendorong perluasan elektronifikasi juga diwujudkan melalui program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) non tunai. Terdapat 6 (enam) sekolah yang dipilih dalam pilot project BOS non tunai
yang disalurkan oleh Bank Sulselbar. Sampai dengan bulan September 2018, jumlah dana BOS yang diterima oleh 6 (enam)
sekolah pilot project mencapai Rp2,78 miliar. Dari total realisasi penyaluran dana BOS ke sekolah yang menjadi pilot project
tersebut, penggunaan dana BOS yang dilakukan secara non tunai mencapai Rp1,58 miliar atau sebesar 57,1%. Beberapa
jenis transaksi pembayaran yang masih dilakukan secara tunai adalah pembayaran honor insidentil kepada mitra yang tidak
memiliki rekening bank, sedangkan pembayaran honor, pembelian alat tulis sekolah, tagihan koran serta tagihan lainnya
sudah dilakukan secara non tunai. Penerapan penggunaan aplikasi SI-BOS untuk melakukan belanja sekolah dinilai sangat
memudahkan sekolah dalam melakukan penyusunan laporan pertanggung jawaban karena kategori pembelanjaan pada
aplikasi disesuaikan dengan petunjuk teknis yang berlaku.

Penetrasi elektronifikasi transaksi Pemerintah Daerah (Pemda) di seluruh Provinsi Sulawesi Selatan telah mencapai
73,5%. Elektronifikasi transaksi Pemda khususnya Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar telah ditunjuk pilot project
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sejak tahun 2017. Sejalan dengan Surat Edaran Kemendagri Nomor 910/1866/SJ
tentang Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemerintah Daerah Provinsi dan Nomor 910/1867/SJ tentang
Implementasi Transaksi Non Tunai pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang masing-masing tertanggal 17 April 2017,
telah diterbitkan Instruksi Walikota Makassar No.900/25/BKAD Tahun 2017 terkait Pelaksanan Transaksi Non Tunai.
Kewajiban transaksi non tunai dalam Instruksi Walikota mencakup penerimaan daerah (kecuali PBB-P2, beberapa retribusi
seperti persampahan, layanan kesehatan, penyeberangan di atas air, pelelangan), pembayaran belanja tidak langsung
(kecuali pembayaran insentif), pembayaran belanja pegawai, pembayaran belanja barang dan jasa yang melebihi
Rp1.000.000, pembayaran gaji, honor, tunjangan, serta kontruksi sosial.

Selama periode triwulan III 2018, KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan beberapa rapat koordinasi dengan
Dinas terkait dan Bank Sulselbar sebagai Bank pemegang kas pemerintah. KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan juga
berkolaborasi denganHIMBARA agar transaksi Pemda yang belum dinontunaikan oleh Bank Sulselbar dapat disasar. Saat
ini, Bank Sulselbar telah menyediakan beberapa program untuk mendukung transaksi non tunai Pemda yaitu, program PBB
Online, SP2D Online dan Samsat Online. Sistem keuangan Pemkot Makassar (Sistem Informasi Anggaran dan Keuangan
Daerah/SIMAKDA) telah terintegrasi dengan Cash Management Sytstem (CMS) Bank Sulselbar.

5.2. Pengelolaan Uang Rupiah: Perkembangan Aliran Uang Kartal16


Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan III 2018 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp5,28 triliun, menurun dari triwulan sebelumnya sebesar Rp5,44 triliun atau secara triwulanan
terkontraksi -2,85% (qtq) (Grafik 5.3). Namun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, inflow triwulan
III 2018 tercatat lebih rendah sebesar -5,74% (yoy). Demikian pula, aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia
mengalami penurunan dari Rp6,07 triliun pada triwulan II 2018 menjadi Rp3,87 triliun pada triwulan III 2018, sehingga
tercatat net inflow sebesar Rp1,41 triliun (Grafik 5.4 dan Grafik 5.5).

Net inflow diperkirakan terjadi karena Sulawesi Selatan merupakan hub perdagangan Kawasan Timur Indonesia,
sehingga uang kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Selain itu, adanya libur/cuti bersama periode awal laporan
sehingga terdapat peningkatan aktivitas masyarakat dari luar Sulsel yang masuk ke dalam Sulsel. Untuk meningkatkan
layanan ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan
penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota, dan kas titipan. Sampai dengan triwulan III 2018,
terdapat 4 (empat) kas titipan BI di Sulawesi Selatan di Kabupaten Bulukumba dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari,
Kota Parepare dengan plafon sebesar Rp200 miliar per hari, Kota Palopo dengan plafon sebesar Rp200 miliar per hari dan
Kabupaten Bone dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah Sulsel
tersebut merupakan wujud komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan
uang kartal dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi layak edar kepada masyarakat di Sulsel.

16
Termasuk data distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Terdapat 4 (empat) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Bulukumba
dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari, Kota Parepare dengan plafon sebesar Rp 200 miliar per hari, Kota Palopo dengan plafon sebesar Rp200
miliar per hari dan Kabupaten Bone dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
58 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah


Grafik 5.3. Aliran Uang Kartal Inflow Grafik 5.4. Aliran Uang Kartal Outflow

Sumber: Bank Indonesia, diolah


Grafik 5.5. Selisih Inflow dan Outflow

5.3. Perkembangan Transaksi Jual-Beli Valuta Asing (Valas)


Pada triwulan III 2018, proporsi valas penjualan lebih tinggi dibandingkan pembelian. Dari data/informasi pedagang valas
yang diawasi Bank Indonesia, penjualan valas pada triwulan III 2018 di Sulsel mencapai Rp1,32 triliun lebih tinggi
dibandingkan pembelian valas Rp781,01 miliar. Nilai transaksi penjualan meningkat sebesar 58,85% (qtq) dan pembelian
valas menurun sebesar 6,91% (qtq). Dari sisi jenis mata uang, penjualan dan pembelian valas didominasi oleh mata uang
US Dollar, Singapura Dollar, Yuan, Euro, Riyal, dan Yen. Peningkatan transaksi penjualan valas dikarenakan untuk
operasional haji.

Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah


Grafik 5. 6. Transaksi Pembelian Valas Grafik 5. 7. Transaksi Penjualan Valas

Berdasarkan data transaksi pembelian dan penjualan valuta asing di Provinsi Sulsel tahun 2018, mata uang yang
mendominasi secara berurutan adalah USD, SGD, Yuan dan lainnya. Pada triwulan II 2018, pembelian USD dan SGD masih
mendominasi total transaksi dengan share masing-masing 34,3% dan 29,5%. Sementara penjualan USD dan SGD dengan
share masing-masing 35,8% dan 28,4%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 59
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah


Grafik 5.8. Pembelian Valas oleh KUPVA Grafik 5.9. Penjualan Valas oleh KUPVA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
60 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Boks 5.A Mulai 10 November 2018, Tol Makassar Resmi Terapkan 100% Pembayaran Uang
Elektronik (UNIK)

Upaya peningkatan layanan sistem pembayaran dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Selatan, dengan
meningkatkan komitmen pembayaran ruas jalan tol melalui elektronifikasi pembayaran. Sejak dicanangkannya grand
launching elektronifikasi di Makassar pada tanggal 16 Oktober 2017, pembayaran jalan tol telah dilakukan secara non
tunai menggunakan uang elektronik, walaupun masih memberlakukan gerbang hybrid sebanyak 13 gardu dari total 33
gardu untuk pembayaran secara tunai. Oleh karena itu, sejak 10 November 2018, seluruh gardu hanya menerima
pembayaran uang elektronik (UNIK). Walaupun masih terdapat tenaga SDM di gardu, tetapi mesin penerimaan secara
tunai telah dimatikan, jadi hanya dipersiapkan sistem pembayaran non tunai.
Dalam perjalanannya sampai dengan hari ini 100% elektronifikasi tol tercapai, tentulah tidak mudah. Ada proses dan
kendala yang perlu ditempuh, mengingat rata-rata penetrasi selama hampir 1 (satu) tahun ini mengalami staganansi
di angka 52-55%. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat telah banyak dilakukan oleh BI melalui Iklan Layanan
Masyarakat, Talkshow, SMS Blast, distribusi flyer sampai ke kabupaten-kabupaten terdekat Makassar seperti Maros dan
Gowa. Rapat koordinasi dengan BUJT dan Perbankan selalu dilakukan untuk identifikasi masalah pencapaian target 100%
elektronifikasi tol Makassar. Koordinasi tidak hanya dilakukan di level regional, tetapi sampai dengan level pusat baik BI,
BPJT dan Perbankan pusat.

Gambar 5.A.1 Survey Penggunaan UNIK di Jalan Tol

Masih dirasakan belum cukup, KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan melakukan survey penggunaan UNIK di jalan tol pada
tanggal 11-12 Juli 2018. Survey dilakukan bekerjasama dengan BUJT dan Pihak Kepolisian agar dapat berjalan dengan
tertib dan lancar. Survey dilakukan kepada sebanyak 522 responden yang masih menggunakan uang tunai. Angka
tersebut diperoleh dari rata-rata penggunaan tunai per hari dari tanggal 16 Oktober 2017 hingga 15 Mei 2018, yaitu
sebanyak 51.597 kendaraan dari total sekitar 110.000 kendaraan yang menggunakan jalan tol. 1% dari angka tersebut
diambil sebagai sampel target responden yaitu 522 kendaraan, yang akan dibagi ke 3 (tiga) Gardu Tol Cambaya, Kaluku
Bodoa dan Parangloe, sehingga target responden masing-masing gardu tol adalah sekitar 174 responden. Hasil survey
ini disampaikan kembali sebagai bahan evaluasi bagi BUJT dan Perbankan. Dari hasil survey tersebut, kesimpulan singkat
yang dapat disampaikan adalah:

Gambar 5.A.2 Survey Penggunaan UNIK di Jalan Tol

Pada tanggal 10 September 2018 di rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh BI, BUJT menyampaikan bahwa
menindaklanjuti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Non Tunai di Jalan Tol,
BUJT akan implementasi “Transaksi Uang Elektronik 100% di Jalan Tol”. BI sangat mendukung kebijakan BUJT 100%
pembayaran menggunakan UNIK diseluruh ruas gerbang tol guna mendukung penuh program Pemerintah. BI sebagai

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 61
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

otoritas sistem pembayaran selalu berupaya dan berperan sebagai fasilitator antara BUJT dan Perbankan untuk
menyukseskan implementasi 100% elektronifikasi tol Makassar.
Sosialisasi baik di area jalan tol maupun di luar area jalan tol telah dilakukan oleh BI, BUJT dan Perbankan secara
bersama-sama. Sosialisasi di area jalan tol dikoordinir oleh BUJT berupa distribusi flyer berisikan deadline penggunaan
tunai di jalan tol serta lokasi dan cara top up, pemasangan spanduk, baliho dan stiker di entry-entry jalan tol maupun di
gardu tol. Sementara itu, untuk sosialisasi di luar area jalan tol dikoordinir oleh BI dan Perbankan, baik pemasangan
spanduk dan baliho di 8 (delapan) titik strategis oleh Perbankan di Jl. Haji Bau-Jl. Arif Rate, 2 (dua) di Jl. Perintis
Kemerdekaan, Jl. Dr. Ratulangi, Jl. Urip Sumiharjo, Jl. Bandang- Jl. Mesjid Raya, Jl. Sultan Alauddin dan Jl. AP Pettarani,
dan juga distribusi flyer yang berisikan lokasi dan cara top up dari seluruh Perbankan oleh BI melalui distribusi koran oleh
salah satu perusahaan media.
Untuk mendukung kelancaran top up, BUJT telah melaksanakan survey terkait penyediaan fasilitasi top u p di
merchant sekitar jalan tol. Hal ini dilakukan mengingat merchant merupakan bentuk destination store dan kemudahan
bagi masyarakat untuk melakukan top up, yang kemudian hasilnya disampaikan kepada Perbankan sebagai bentuk
evaluasi agar dapat ditindaklanjuti sebagai bentuk kesiapan implementasi 100% elektronifikasi tol Makassar.
Sejalan dengan itu, guna memudahkan masyarakat memperoleh UNIK, telah disediakan penjualan dan fasilitas top up
UNIK di beberapa tempat strategis. Penjualan UNIK tersedia di gardu tol, serta lokasi pengisian ulang (top up) UNIK baik
melalui merchant maupun mobil layanan Perbankan (BRI, BCA dan Mandiri) di sekitar jalan tol. BUJT juga secara khusus
membantu Perbankan membuka posko bantuan top up di 2 (dua) titik masuk jalan tol dari Pelabuhan dan Pettarani.

Gambar 5.A.3 Konten Flyer Cara Top Up dari BNI, BRI, BCA dan Bank Mandiri

BI selalu memantau kesanggupan Perbankan dalam memastikan persediaan jumlah UNIK yang mencukupi. Perbankan
berkomitmen untuk menyediakan sekitar 57.650 UNIK yang dijual di gardu tol oleh BUJT dalam rangka mendukung 100%
elektronifikasi tol. Sampai dengan 13 November 2018, UNIK yang telah diterima oleh BUJT untuk dijual kembali adalah
sekitar 40.862 UNIK. Penjualan sampai dengan pagi ini mencapai 32.453 UNIK (79,4% stok terjual). Dalam kondisi seperti
ini, dapat dinyatakan bahwa persediaan kartu aman terkendali dan hal ini dikonfirmasi pula oleh BUJT. Kami juga selalu
berupaya untuk menjaga persediaan kartu dengan komunikasi baik level regional maupun level pusat apabila UNIK tidak
mencukupi di level regional.
Untuk mengantisipasi timbulnya kemacetan di gerbang tol, masyarakat dihimbau untuk mempersiapkan UNIK dan
mengecek saldo sebelum melakukan perjalanan di jalan tol. Penyediaan fasilitas top up tunai di gardu tol telah
disediakan sehingga memudahkan pengguna jalan tol untuk melakukan top up tanpa adanya antrian yang cukup panjang
di gardu tol. Isi ulang UNIK juga dapat dilakukan di ATM, mini mart, EDC penerbit dan HP (SMS/mobile banking). Dengan
menggunakan UNIK, pembayaran tol menjadi lebih cepat, praktis dan nyaman, sehingga dapat meningkatkan efisiensi
dan kelancaran di jalan tol.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
62 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Bab 6
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Kondisi kesejahteraan membaik, tercermin dari indikator


pengangguran, kemiskinan, ketimpangan, dan nilai tukar petani seiring
adanya panen dan harga yang terkendali. Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) di Sulsel per Agustus 2018 tercatat 5,34%, lebih rendah
dibandingkan periode Februari 2018 sebesar 5,39% maupun Agustus
2017 sebesar 5,61%. Jumlah maupun persentase penduduk miskin di
Sulsel hingga Maret 2018 juga membaik dibandingkan dengan
periode September 2017, baik penduduk miskin di wilayah perkotaan
maupun pedesaan. Ketimpangan Sulsel pada Maret 2018 membaik,
dengan gini ratio sebesar 0,397 dibandingkan September 2017
sebesar 0,429.
Tingkat kesejahteraan petani tetap baik, tercermin dari Nilai Tukar
Petani (NTP) hingga triwulan III 2018 yang masih berada diatas batas
optimis (100). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulsel di
tahun 2017 juga meningkat (70,34) dibandingkan tahun 2016 (69,76)
dan berada pada peringkat 14 secara nasional.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 63
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1. Tenaga Kerja


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
17
mencapai 5,34% per Agustus 2018 lebih rendah Februari Agustus Februari Agustus
KEGIATAN UTAMA
2017 2017 2018 2018
dibandingkan Februari tahun 2018 sebesar 5,39%.
Angkatan Kerja 3.991.818 3.812.358 4.174.181 3.988.029
Secara nominal jumlah pengangguran terbuka Sulsel a. Bekerja 3.801.407 3.598.663 3.949.296 3.774.924
turun dari 224,89 ribu orang per Februari 2018 menjadi b. Menganggur 190.441 213.695 224.885 213.105
213,10 ribu orang per Agustus 2018 atau mengalami Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 64,28 % 60,98 % 66,36% 63,02%
penurunan sebesar -0,28% (yoy). Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 4,77 % 5,61 % 5,39% 5,34%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
pengangguran diindikasi terjadi sebagai dampak positif
dari kebijakan pemerintah dalam peluncuran berbagai
paket kebijakan ekonomi, sehingga lapangan kerja dan
penyerapan tenaga kerja juga membaik.

Sektor Pertanian, Perdagangan, Industri Pengolahan, Konstruksi, dan Jasa Pendidikan masih menjadi Lapangan Usaha
dengan jumlah penyerapan tenaga kerja terbesar pada periode Agustus 2018. Pangsa penyerapan tenaga kerja yang
meningkat pada 5 lapangan usaha tersebut adalah Lapangan Usaha (LU) Perdagangan Besar dan Eceran, Industri
Pengolahan, dan Konstruksi yang masing-masing meningkat sebesar 0,35%; 0,28% dan 1,29% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di LU Pertanian dan Jasa Pendidikan
mengalami pertumbuhan negatif berturut-turut sebesar -0,88% dan -0,84% (yoy).
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Februari 2017 Agustus 2017 Februari 2018 Agustus 2018
Lapangan Pekerjaan Utama Growth
Jumlah Pangsa Jumlah Pangsa Jumlah Pangsa Jumlah Pangsa
(yoy)
A Pertanian 1,544,614 40.63% 1,391,639 38.67% 1,617,680 40.96% 1,426,501 37.79% 2.51%
B Pertambangan 41,840 1.10% 28,447 0.79% 41,647 1.05% 24,283 0.64% -14.64%
C Industri Pengolahan 279,668 7.36% 279,246 7.76% 304,224 7.70% 341,716 9.05% 22.37%
D Pengadaan Listrik dan Gas 12,378 0.33% 11,292 0.31% 22,990 0.58% 9,217 0.24% -18.38%
E Pengadaan Air 10,916 0.29% 7,136 0.20% 9,544 0.24% 9,586 0.25% 34.33%
F Konstruksi 245,679 6.46% 232,673 6.47% 236,673 5.99% 254,738 6.75% 9.48%
G Perdagangan Besar dan Eceran 666,962 17.55% 674,127 18.73% 652,232 16.52% 720,352 19.08% 6.86%
H Transportasi dan Pergudangan 150,205 3.95% 156,112 4.34% 136,237 3.45% 156,019 4.13% -0.06%
I Penyediaan Akomodasi 137,489 3.62% 118,521 3.29% 154,251 3.91% 134,126 3.55% 13.17%
J Informasi dan Komunikasi 20,029 0.53% 21,546 0.60% 15,245 0.39% 20,069 0.53% -6.86%
K Jasa Keuangan dan Asuransi 44,737 1.18% 35,924 1.00% 41,745 1.06% 47,853 1.27% 33.21%
L Real Estat 890 0.02% 5,079 0.14% 801 0.02% 8,594 0.23% 69.21%
M,N Jasa Perusahaan 19,482 0.51% 31,577 0.88% 28,630 0.72% 35,023 0.93% 10.91%
O Administrasi Pemerintahan 239,782 6.31% 206,819 5.75% 262,878 6.66% 207,003 5.48% 0.09%
P Jasa Pendidikan 246,833 6.49% 228,271 6.34% 253,103 6.41% 207,913 5.51% -8.92%
Q Jasa Kesehatan 68,997 1.82% 74,101 2.06% 76,317 1.93% 68,630 1.82% -7.38%
R,S,T,U Jasa Lainnya 70,906.00 1.87% 96,153 2.67% 95,099 2.41% 103,301 2.74% 7.43%
Total 3,801,407 100% 3,598,663 100% 3,949,296 100% 3,774,924 100% 4.90%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat menurun karena kenaikan jumlah angkatan kerja yang bekerja
lebih rendah dari kenaikan jumlah penduduk usia kerja. TPAK turun dari 66,36% pada Februari 2018 menjadi 63,02% pada
Agustus 2018. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2018 mencapai 3,99 juta orang, lebih rendah dari periode Februari 2018
sejumlah 4,17 juta orang. Secara sektoral, penurunan TPAK diperkirakan terjadi karena penurunan angkatan kerja di sektor
pertanian dan sektor jasa. Kondisi demikian, dikonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen Bank Indonesia untuk ketersediaan
lapangan kerja yang menunjukkan hasil serupa.

17 BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
64 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI


Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

6.2. Penduduk Miskin18


Berdasarkan data Maret 201819, jumlah penduduk miskin di Sulsel turun dibandingkan September 2017 maupun posisi
yang sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 mencapai 793 ribu orang atau 9,06% dari total
penduduk Sulsel, membaik dibandingkan kondisi Maret 2017 yang berjumlah 813 ribu orang (9,38%). Jumlah penduduk
miskin pada Maret 2018 juga menurun jika dibandingkan kondisi September 2017 yang mencapai 826 ribu orang (9,48%).
Penurunan jumlah penduduk miskin terjadi baik di kota maupun di desa. Komposisi penduduk miskin antara daerah
perkotaan dan perdesaan dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan. Jumlah penduduk miskin di desa
turun menjadi 12,24% (yoy), sementara jumlah penduduk miskin di kota mengalami sedikit meningkat menjadi 4,61%
(yoy)(Grafik 6.2). Penurunan jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan sejalan dengan Nilai Tukar Petani (NTP) yang
membaik pada Maret 2018 karena meningkatnya penerimaan petani, dimana sebagian besar penduduk perdesaan memiliki
pekerjaan di sektor pertanian. Dilihat dari pangsanya, jumlah penduduk miskin di pedesaan mencapai 78,81% dari total
penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 21,19% berada di perkotaan.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Grafik 6.2. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.3. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi
Menurut Provinsi Maret 2018

Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel pada Maret 2018 relatif cukup rendah dibandingkan provinsi
lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,06%) setelah Sulawesi Utara
(7,90%) (Grafik 6.3). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi untuk wilayah Sulawesi tercatat 16,81%
terdapat di Provinsi Gorontalo.

18 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan
kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari).
19 BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 65
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.3. Rasio Gini20


Ketimpangan di Provinsi Sulsel mengalami penurunan. Nilai gini ratio Sulsel pada Maret 2018 sebesar 0,397 membaik
dibandingkan Maret 2017 yang mencapai 0,407, sejalan dengan peningkatan jumlah nominal Dana Desa yang disalurkan,
yang selanjutnya melibatkan program padat karya di 21 kabupaten. Secara tren, selama 3 tahun terakhir angka gini ratio
Sulsel cenderung menurun. Jika dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel pada posisi Maret 2018 tersebut
berada pada peringkat keempat terendah di Sulawesi. Penurunan ketimpangan tersebut sejalan dengan penurunan jumlah
penduduk miskin di desa dan tren kenaikan nilai tukar petani.
Tabel 6.3. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi
2015 2016 2017 2018
Provinsi
Mar-15 Sept-15 Mar-16 Sept-16 Mar-17 Sept-17 Mar-18
Sulawesi Selatan 0.424 0.404 0.426 0.400 0.407 0.429 0.397
Gorontalo 0.420 0.401 0.419 0.410 0.430 0.405 0.403
Sulawesi Tenggara 0.399 0.381 0.402 0.388 0.394 0.404 0.409
Sulawesi Utara 0.368 0.366 0.386 0.379 0.396 0.394 0.394
Sulawesi Tengah 0.374 0.37 0.362 0.347 0.355 0.345 0.346
Sulawesi Barat 0.363 0.362 0.364 0.371 0.354 0.339 0.370
Indonesia 0.408 0.402 0.397 0.394 0.393 0.391 0.389
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

6.4. Nilai Tukar Petani21


Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan III 2018 masih berada diatas batas optimis 100. Rata-rata NTP Sulsel pada triwulan
III 2018 sebesar 102,07, lebih rendah dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya 102,79 (Grafik 6.4) namun secara
tahunan mengalami peningkatan yang signifikan. Disisi lain, Indeks yang dibayar petani mengalami peningkatan dari 131,80
pada triwulan II 2018 menjadi 133,34 pada triwulan III 2018 (Grafik 6.5). Rata-rata indeks yang diterima petani juga
mengalami peningkatan dari 135,47 pada triwulan II 2018 menjadi 136,10 pada triwulan III 2018 (Grafik 6.6). Penurunan
NTP pada triwulan III 2018 dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh kenaikan Indeks yang Dibayar Petani lebih
besar daripada kenaikan Indeks yang Diterima Petani. Meskipun Indeks yang Diterima Petani naik sebesar 0,46% (qtq) dari
sebesar 135,47 pada triwulan II 2018 menjadi sebesar 136.10 pada triwulan III 2018 (Grafik 6.6), namun Indeks yang Dibayar
Petani pada triwulan III 2018 juga tumbuh tinggi sebesar 1,17% (qtq) dari 131,80 pada triwulan II 2018 menjadi 133,34 pada
triwulan III 2018 (Grafik 6.5).

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI


Grafik 6.4. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani

Pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) Sulsel pada triwulan III 2018 tumbuh cukup menggembirakan, tercermin dari NTP
triwulan III 2018 yang meningkat 1,45% (yoy) walau lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Masih positifnya
pertumbuhan NTP disebabkan oleh kenaikan penerimaan petani karena harga bahan pangan terkendali dengan jumlah
produksi yang cukup besar di saat panen. Namun demikian, untuk terus mendorong kesejahteraan petani, perlu dilakukan
upaya berkelanjutan. Upaya yang dapat dilakukan seperti memperbaiki infrastruktur jalan dan jembatan ke pedesaan agar
barang-barang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat, serta untuk memperpendek rantai
distribusi dari produsen kepada konsumen.

20 Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol)
dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
21 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
66 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.5. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2017 meningkat. Peningkatan IPM terjadi
pada indikator harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita (Tabel 6.7). Dengan kondisi
tersebut, pada tahun 2016 maupun 2017, IPM Sulsel berada pada peringkat 14 secara nasional. Potensi untuk
meningkatkan IPM masih terbuka, karena nilai IPM Sulsel (70,34) masih berada di bawah angka nasional (70,81). Semua
komponen indikator IPM Sulsel masih berada di bawah indikator IPM Nasional.
Tabel 6.7. Perkembangan IPM per Provinsi se Indonesia
Angka Harapan Hidup Harapan Lama Rata-rata Lama Pengeluaran per
IPM
Provinsi saat Lahir (tahun) Sekolah (tahun) Sekolah (tahun) Kapita (Rp 000)
2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017 2016 2017
Aceh 69,51 69,52 13,89 14,13 8,86 8,98 8 768 8 957 70,00 70,60
Sumatera Utara 68,33 68,37 13,00 13,10 9,12 9,25 9 744 10 036 70,00 70,57
Sumatera Barat 68,73 68,78 13,79 13,94 8,59 8,72 10 126 10 306 70,73 71,24
Riau 70,97 70,99 12,86 13,03 8,59 8,76 10 465 10 677 71,20 71,79
Jambi 70,71 70,76 12,72 12,87 8,07 8,15 9 795 9 880 69,62 69,99
Sumatera Selatan 69,16 69,18 12,23 12,35 7,83 7,99 9 935 10 220 68,24 68,86
Bengkulu 68,56 68,59 13,38 13,57 8,37 8,47 9 492 9 778 69,33 69,95
Lampung 69,94 69,95 12,35 12,46 7,63 7,79 9 156 9 413 67,65 68,25
Kep. Bangka Belitung 69,92 69,95 11,71 11,83 7,62 7,78 11 960 12 066 69,55 69,99
Kepulauan Riau 69,45 69,48 12,66 12,81 9,67 9,79 13 359 13 566 73,99 74,45
DKI Jakarta 72,49 72,55 12,73 12,86 10,88 11,02 17 468 17 707 79,60 80,06
Jawa Barat 72,44 72,47 12,30 12,42 7,95 8,14 10 035 10 285 70,05 70,69
Jawa Tengah 74,02 74,08 12,45 12,57 7,15 7,27 10 153 10 377 69,98 70,52
DI Yogyakarta 74,71 74,74 15,23 15,42 9,12 9,19 13 229 13 521 78,38 78,89
Jawa Timur 70,74 70,80 12,98 13,09 7,23 7,34 10 715 10 973 69,74 70,27
Banten 69,46 69,49 12,70 12,78 8,37 8,53 11 469 11 659 70,96 71,42
Bali 71,41 71,46 13,04 13,21 8,36 8,55 13 279 13 573 73,65 74,30
Nusa Tenggara Barat 65,48 65,55 13,16 13,46 6,79 6,90 9 575 9 877 65,81 66,58
Nusa Tenggara Timur 66,04 66,07 12,97 13,07 7,02 7,15 7 122 7 350 63,13 63,73
Kalimantan Barat 69,90 69,92 12,37 12,50 6,98 7,05 8 348 8 472 65,88 66,26
Kalimantan Tengah 69,57 69,59 12,33 12,45 8,13 8,29 10 155 10 492 69,13 69,79
Kalimantan Selatan 67,92 68,02 12,29 12,46 7,89 7,99 11 307 11 600 69,05 69,65
Kalimantan Timur 73,68 73,70 13,35 13,49 9,24 9,36 11 355 11 612 74,59 75,12
Kalimantan Utara 72,43 72,47 12,59 12,79 8,49 8,62 8 434 8 643 69,20 69,84
Sulawesi Utara 71,02 71,04 12,55 12,66 8,96 9,14 10 148 10 422 71,05 71,66
Sulawesi Tengah 67,31 67,32 12,92 13,04 8,12 8,29 9 034 9 311 67,47 68,11
Sulawesi Selatan 69,82 69,84 13,16 13,28 7,75 7,95 10 281 10 489 69,76 70,34
Sulawesi Tenggara 70,46 70,47 13,24 13,36 8,32 8,46 8 871 9 094 69,31 69,86
Gorontalo 67,13 67,14 12,88 13,01 7,12 7,28 9 175 9 532 66,29 67,01
Sulawesi Barat 64,31 64,34 12,34 12,48 7,14 7,31 8 450 8 736 63,60 64,30
Maluku 65,35 65,40 13,73 13,91 9,27 9,38 8 215 8 433 67,60 68,19
Maluku Utara 67,51 67,54 13,45 13,56 8,52 8,61 7 545 7 792 66,63 67,20
Papua Barat 65,30 65,32 12,26 12,47 7,06 7,15 7 175 7 493 62,21 62,99
Papua 65,12 65,14 10,23 10,54 6,15 6,27 6 637 6 996 58,05 59,09
INDONESIA 70,90 71,06 12,72 12,85 7,95 8,10 10 420 10 664 70,18 70,81
Sumber: Badan Pusat Statistik

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 67
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
68 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Bab 7
Prospek Perekonomian Daerah

Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2019 diperkirakan tumbuh pada


rentang 7,1 – 7,5% (yoy). Dengan perkiraan pertumbuhan tersebut, maka
untuk keseluruhan tahun 2019 pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan
akan berada pada rentang 7,2 – 7,6% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2019 diperkirakan bersumber dari
stabilnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan peningkatan
pembentukan modal tetap bruto.
Dari sisi inflasi, tekanan tarif yang ditentukan oleh pemerintah (kelompok
transportasi) dan core inflation (tekanan permintaan) diperkirakan akan
menjadi tantangan pada triwulan I 2019. Inflasi yang dikendalikan
pemerintah seperti pada kelompok transportasi, diperkirakan berpotensi
meningkat seiring dengan adanya kenaikan harga energi. Sementara itu,
peningkatan permintaan di awal tahun didorong oleh terealisasinya
kenaikan UMP Sulsel tahun 2019. Namun demikian, inflasi untuk keseluruhan
tahun 2019 diperkirakan masih akan dapat dijaga pada rentang
sasarannya 3,5%±1% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 69
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2019 diperkirakan berada pada rentang 7,1 – 7,5% (yoy). Pertumbuhan ekonomi
triwulan tersebut diperkirakan relatif stabil dibandingkan pada akhir tahun 2018 sejalan dengan beberapa faktor pendorong
pada awal 2019. Ada pun faktor pendorong tersebut terutama adalah stabilnya konsumsi rumah tangga dan investasi, di
tengah perlambatan konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri. Dari sisi penawaran, pertumbuhan diperkirakan akan
ditopang oleh peningkatan Lapangan Usaha Pertanian, Industri Pengolahan, Perdagangan, Informasi/Komunikasi, Jasa
Perusahaan, dan Jasa Pendidikan.

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan keseluruhan tahun 2019 diperkirakan masih berada pada rentang 7,2 – 7,6%
(yoy). Daya beli rumah tangga diperkirakan tetap kuat ditunjang oleh adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi, penyaluran
gaji ke-13/14, dan tunjangan hari raya. Namun demikian, risiko kenaikan harga bahan bakar minyak yang berpotensi
meningkatkan inflasi juga perlu diwaspadai. Konsumsi pemerintah diperkirakan juga tetap tinggi, didukung dengan terus
berjalannya pembangunan infrastruktur serta sarana publik, membaiknya iklim investasi, dan perbaikan pola penyerapan
anggaran belanja pemerintah. Ekspor tetap bertumbuh, namun tetap dibayangi dengan risiko permintaan ekonomi dunia
dan Negara mitra dagang yang cenderung melemah di tahun 2019 (Tabel 7.1). Di sisi lain, impor masih akan tumbuh
membaik, didorong oleh kebutuhan barang modal dan bahan baku kebutuhan Industri.

7.50 7.50
7.60
7.40
7.37 7.35 7.17 7.10 7.10
7.41 7.27
7.17 7.00 7.20

Sulsel

5.27 Nasional
5.06 5.17
4.88 5.02 5.09

I II III IV-P I-P


2015 2016 2017 2018-P 2019-P
2018 2019

Sumber: BPS,diolah. Ket.: P-Proyeksi oleh BI


Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya

Tabel 7.1. Indikator Perekonomian Dunia (%, yoy)


WEO (IMF) WEO (IMF)
Pertumbuhan Ekonomi Juli 2018 Oktober 2018
(%, yoy)
2017 2018p 2019p 2017 2018p 2019p
Amerika Serikat 2,3 2,9 2,7 2,2→ 2,9→ 2,5↓
Kawasan Eropa 2,4 2,2 1,9 2,4→ 2,0↓ 1,9→
Kawasan Asia 6,5 6,5 6,5 6,5→ 6,5→ 6,3↓
Tiongkok 6,9 6,6 6,4 6,9→ 6,6→ 6,2↓
Jepang 1,7 1,0 0,9 1,7→ 1,1↑ 0,9→
Negara Berkembang 4,7 4,9 5,1 4,7 4,7↓ 4,7↓
Output Dunia 3,7 3,9 3,9 3,7→ 3,7↓ 3,7↓
Volume Perdagangan
5,2 4,8 4,5 5,2→ 4,2↓ 4,0↓
Dunia
Sumber : World Economic Outlook, Oktober 2018

7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran


Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2019 akan bertumpu pada stabilnya konsumsi rumah tangga dan investasi.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan sedikit lebih tinggi pada triwulan I 2019, dengan adanya realisasi pembayaran
UMP kepada karyawan. Sementara untuk konsumsi LNPRT diperkirakan akan didorong oleh proses kampanye pemilihan
presiden dan legislatif yang mulai berlangsung. Investasi diperkirakan juga tetap tinggi dengan terus berjalannya
pembangunan infrastruktur (jalan dan pelabuhan) dan sarana publik (rumah sakit).

Sementara konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri diperkirakan cenderung tumbuh lebih rendah. Konsumsi
pemerintah diperkirakan tumbuh lebih rendah sebagaimana pola historisnya, namun demikian perbaikan pola penyerapan
belanja diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan selanjutnya. Ekspor luar negeri

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
70 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

diperkirakan tumbuh lebih rendah terdorong oleh harga internasional komoditas utama (nikel, coklat, dan ikan) yang dalam
tren melambat.
Tabel 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)
REALISASI PROYEKSI
Provinsi Sulsel 2016 2017 2018 2018 2019 2019
P P P P
Total Total I II III IV Total I Total
Pertumbuhan Ekonomi 7.42 7.23 7.37 7.35 7.17 7.1 - 7.5 7.0 - 7.4 7.1 - 7.5 7.2 - 7.6
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 5.5 6.1 7.0 6.7 6.5 5.7 - 6.1 5.8 - 6.2 5.8 - 6.2 5.8 - 6.2
Konsumsi LNPRT 3.3 6.8 22.5 21.7 7.1 12.2 - 12.6 19.0 - 19.4 5.4 - 5.8 6.4 - 6.8
Konsumsi Pemerintah (1.3) 2.2 8.1 6.5 8.0 6.5 - 6.9 6.8 - 7.2 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4
PMTB 7.0 8.2 8.7 6.4 4.3 9.7 - 10.1 8.8 - 9.2 9.7 - 10.1 7.6 - 8.0
Ekspor Luar Negeri (19.1) (0.9) 3.5 21.5 29.9 14.2 - 14.6 13.3 - 13.7 8.9 - 9.3 9.0 - 9.4
Impor Luar Negeri (8.8) 20.2 (4.6) 2.1 1.6 (6.3) - (5.9) (3.2) - (2.8) (1.2) - (0.8) (2.2) - (1.8)
Net Ekspor Antardaerah 40.4 (41.8) 152.8 126.0 (1175.9) (5.5) - (5.1) 24.2 - 24.6 (31.6) - (31.2) (131.2) - (130.8)
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.1 5.3 5.0 7.5 5.2 5.9 - 6.3 6.1 - 6.5 6.1 - 6.5 5.8 - 6.2
Pertambangan dan Penggalian 1.0 4.5 4.7 2.8 (2.2) 4.2 - 4.6 4.0 - 4.4 3.6 - 4.0 3.9 - 4.3
Industri Pengolahan 8.1 5.0 3.3 (1.2) (0.4) 3.6 - 4.0 2.3 - 2.7 4.1 - 4.5 4.3 - 4.7
Pengadaan Listrik, Gas 11.5 6.1 1.1 8.5 9.5 12.4 - 12.8 7.7 - 8.1 11.5 - 11.9 8.3 - 8.7
Pengadaan Air 5.4 7.9 9.5 8.8 4.1 11.4 - 11.8 8.0 - 8.4 9.8 - 10.2 7.4 - 7.8
Konstruksi 6.8 8.7 7.8 6.3 14.5 9.6 - 10.0 7.7 - 8.1 9.4 - 9.8 9.0 - 9.4
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda
9.9 Motor
10.7 12.3 13.8 12.2 11.3 - 11.7 11.7 - 12.1 11.4 - 11.8 11.9 - 12.3
Transportasi dan Pergudangan 7.8 8.4 13.1 14.1 9.0 8.3 - 8.7 10.3 - 10.7 8.3 - 8.7 8.2 - 8.6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.5 11.7 14.3 14.3 13.1 11.9 - 12.3 13.3 - 13.7 7.3 - 7.7 8.2 - 8.6
Informasi dan Komunikasi 8.1 10.5 11.4 9.1 9.4 9.2 - 9.6 9.4 - 9.8 9.4 - 9.8 8.2 - 8.6
Jasa Keuangan 13.6 4.4 9.5 8.5 3.0 5.5 - 5.9 7.8 - 8.2 5.1 - 5.5 7.5 - 7.9
Real Estate 6.4 4.5 3.9 3.5 5.5 7.1 - 7.5 5.3 - 5.7 5.6 - 6.0 7.5 - 7.9
Jasa Perusahaan 7.9 8.4 9.6 8.8 7.4 5.3 - 5.7 7.3 - 7.7 5.6 - 6.0 5.6 - 6.0
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial (1.1)
Wajib 5.2 4.3 8.6 11.9 4.5 - 4.9 6.4 - 6.8 4.0 - 4.4 6.5 - 6.9
Jasa Pendidikan 6.9 9.7 7.2 8.2 8.3 6.1 - 6.5 7.3 - 7.7 6.8 - 7.2 5.6 - 6.0
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.5 8.8 10.3 10.3 9.1 5.5 - 5.9 7.4 - 7.8 5.2 - 5.6 5.4 - 5.8
Jasa lainnya 9.8 9.6 11.7 12.6 10.9 4.4 - 4.8 8.1 - 8.5 7.0 - 7.4 5.6 - 6.0
Pertumbuhan Ekonomi 7.42 7.23 7.37 7.35 7.17 7.1 - 7.5 7.0 - 7.4 7.1 - 7.5 7.2 - 7.6
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
p
proyeksi Bank Indonesia

7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha


Lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2019. Peningkatan pertumbuhan didukung
oleh mulai masuknya musim panen pada bulan Maret 2019 hingga April 2019. Namun demikian, tren perlambatan harga
komoditas perkebunan diperkirakan akan menurunkan nilai tambah sub sektor perkebunan.
3.5 yoy 40% 20,000 $/mt 60%
USD/kg yoy
30% 18,000
3 40%
16,000
20%
2.5 14,000
20%
10% 12,000
2
0% 10,000 0%
1.5
-10% 8,000
-20%
1 6,000
-20%
4,000
0.5 -30% -40%
2,000
0 -40% 0 -60%
2019-p
2020-p
I
II
III
IV
I

III
IV
I

III
IV
I

III
IV-p
II

II

II

I
II
III

III

III

III
IV-p
2019-p
2020-p
IV

IV

IV
II

II

II

2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018

Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan Harga Internasional Nikel g.Harga Internasional Nikel - sisi kanan
Sumber: World Bank Sumber: World Bank
Grafik 7.2. Perkembangan Harga Internasional Coklat Grafik 7.3. Perkembangan Harga Internasional Nikel

Lapangan usaha Pertambangan diperkirakan akan melambat pada triwulan I 2019 dengan perkiraan harga nikel yang
lebih rendah. Faktor harga nikel diperkirakan akan memengaruhi nilai tambah nikel yang diekspor. Selain itu, pertumbuhan
Negara mitra dagang utama untuk komoditas nikel diperkirakan lebih rendah di tahun 2019. Berdasarkan pola produksi,
pada umumnya produksi pada awal tahun cenderung lebih rendah, sehingga dari sisi pasokan ekspor juga cenderung
melambat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 71
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Pertumbuhan industri diperkirakan meningkat pada triwulan I 2019. Peningkatan ini sejalan dengan stock building industri
pengolahan makanan yang akan dilakukan pada triwulan I 2019 untuk memenuhi permintaan rumah tangga saat
Ramadhan/Idul Fitri sehingga produksi diperkirakan akan digenjot lebih besar. Demikian pula untuk industri kecil menengah
diperkirakan akan mendapatkan peningkatan permintaan saat berlangsungnya kampanye legislatif maupun presiden.
Sementara itu, industri agro industri berpotensi mengalami peningkatan didukung oleh produksi dan upaya dorongan oleh
pemerintah daerah. Namun demikian, industri pengolahan semen diperkirakan masih melakukan efisiensi untuk merespons
persaingan usaha.

Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan I 2019. Peningkatan ini
sejalan dengan konsumsi RT yang juga masih tetap kuat. Pertumbuhan perdagangan juga akan didorong oleh aktivitas e-
commerce dan transaksi non-tunai yang memberikan kemudahan kepada konsumen untuk berbelanja. Selain itu, aktivitas
kampanye pemilihan legislatif dan presiden diperkirakan juga memberikan dampak tidak langsung kepada lapangan usaha
ini.

7.2. Prospek Inflasi


Inflasi pada triwulan I 2019 diperkirakan menghadapi beberapa tantangan. Tantangan tersebut berasal dari penguatan
mata uang dollar, yang secara tidak langsung tertransmisi kepada harga jual pada barang berbahan baku impor (imported
inflation). Dari sisi tekanan global selanjutnya adalah potensi kenaikan harga minyak yang akan meningkatkan harga energi,
harga minyak mentah rata-rata posisi Oktober mencapai 76,73 USD per barel atau naik 39,71% (yoy). Tantangan selanjutnya
adalah daya beli yang masih kuat dengan peningkatan UMP.

Tekanan inflasi bahan makanan diperkirakan terkendali. Tekanan inflasi bahan makanan diperkirakan terkendali dengan
masuknya musim panen tanaman bahan makanan pada bulan Maret 2019. Selain itu, Bank Indonesia bersama dengan Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulsel juga terus meningkatkan koordinasi melalui pemanfaatan Pusat Informasi
Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang lebih optimal, rapat teknis dan kebijakan high level meeting untuk memantau dan
menjaga ketersediaan pangan, inspeksi mendadak (sidak) pada kebutuhan pangan strategis, dan peningkatan
produksi/produktivitas komoditas pangan yang harganya cenderung naik persisten.

Sementara itu, inflasi yang dikendalikan pemerintah seperti pada kelompok transportasi, diperkirakan berpotensi
meningkat apabila terjadi kenaikan harga energi. Faktor yang akan memengaruhi terkendalinya kelompok transportasi
adalah kebijakan pemerintah terhadap tarif listrik, BBM dan LPG. Oleh karena itu, tren kenaikan harga minyak dunia juga
menjadi faktor yang patut diwaspadai terhadap peningkatan laju inflasi untuk bahan bakar yang tidak disubsidi.

Di sisi lain, inflasi inti diperkirakan akan sedikit tertekan dengan adanya peningkatan permintaan. Peningkatan
permintaan di awal tahun didorong oleh terealisasinya kenaikan UMP Sulsel tahun 2019 sebesar Rp2.860.382,- atau naik
8,03% (yoy). Selain itu, harga emas internasional terkoreksi sesuai proyeksi Commodity Price Outlook bulan Oktober 2018
seiring naiknya investasi safe haven.
1400 USD/troy onz yoy 25%

1350 20%

1300 15%

1250 10%

1200 5%

1150 0%

1100 -5%

1050 -10%

1000 -15%
III

III

III

III
I
II

IV
I

IV
I

IV
I

2019-p
2020-p
IV-p
II

II

II

2015 2016 2017 2018

Harga Internasional Emas g.Harga Internasional Emas - sisi kanan

Sumber: World Bank


Grafik 7.4. Perkembangan Harga Internasional Emas

Keseluruhan tahun 2019 inflasi diperkirakan berada dalam kisaran 3,5±1%, sejalan dengan upaya menjaga ketersediaan
dan kelancaran distribusi barang, oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi/Kabupaten/Kota di Sulsel melalui
koordinasi yang lebih intensif. Koordinasi menjadi sangat penting mengingat peningkatan tekanan inflasi dipicu oleh

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
72 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

permasalahan harga dan distribusi pasokan bahan pangan. Langkah pengendalian inflasi oleh TPID sangat strategis untuk
mengatasi beberapa harga komoditas pangan yang berpotensi meningkat pada awal tahun 2019, terutama komoditas yang
persisten. Oleh karena itu, TPID juga perlu fokus kepada peningkatan produksi dan perbaikan distribusi untuk langkah
jangka menengah panjang.

7.3. Rekomendasi Kebijakan


Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan
kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah di Sulsel maupun pelaku
usaha sebagai berikut:

a. Mendorong diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan melihat potensi yang ada serta
sejalan dengan arahan Presiden RI, maka penguatan sinergi dalam rangka akselerasi pengembangan ekonomi
berbasis pariwisata (wisata alam, budaya, dan buatan) untuk meningkatkan penerimaan devisa di Sulsel perlu
dilakukan melalui pengembangan akses, atraksi, amenitas, kelembagaan dan promosi.
b. Penyelesaian infrastruktur yang mendukung peningkatan produksi dan kelancaran distribusi, termasuk pariwisata
sesuai target yang ditentukan.
c. Mendorong investasi agro industri berbasis sumber daya alam unggulan daerah dan berorientasi ekspor.
d. Mendorong penelitian, pengembangan, kemitraan dan sinergi di sektor hulu untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas komoditi unggulan dan di sektor hilir untuk meningkatkan akses pasar komoditi unggulan
e. Mendorong soft infrastruktur untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, melalui pelatihan dan
pendidikan.
f. Melakukan pendampingan kepada pelaku perkebunan dan perikanan untuk meningkatkan produktivitas dalam
rangka mengimbangi permintaan pasar lokal maupun global.
g. Mendorong pola penyerapan belanja pemerintah terdistribusi sepanjang tahun sesuai dengan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD).
h. Meningkatkan daya saing daerah via kemudahan investasi.

Selain menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tetap tinggi, mitigasi inflasi Sulsel dapat dilakukan melalui beberapa hal:
Dalam Jangka pendek :
a. Mendorong Percepatan dan Efektivitas Pasar Induk Beras Parepare yang diinisiasi oleh Bulog sebagai acuan harga
beras, sehingga gejolak harga di daerah lain tidak menarik harga beras di Sulsel lebih tinggi. Selain itu, harga di pasar
kota Makassar perlu dikendalikan karena menjadi benchmark (acuan) bagi pasar kabupaten sekitar Makassar.
b. Membangun kerjasama perdagangan antar daerah dengan skema antar dinas perdagangan Makassar (G to G), atau
antara pedagang utama (B to B) di 3 pasar utama Makassar dengan petani/ pedagang dari daerah pemasok,
melibatkan PD pasar. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan komoditas dari daerah yang cenderung surplus
sebagai berikut:
No Komoditas Dalam Provinsi Luar Provinsi
1 Beras  Sidrap, Pinrang, Bone  NTB, Kalsel
2 Ikan Bandeng  Pangkep, Takalar, Luwu Timur, Bone  Kalimantan Timur
3 Ikan Layang dan Ikan Cakalang  Bulukumba, Bone, Selayar  Kaltim, Sulut, Bali
4 Daging Ayam Ras  Maros, Gowa, Sidrap, Pangkep  Kalsel, Kaltim, Kalbar
3 Telur Ayam Ras  Sidrap, Maros, Enrekang, Pinrang, Gowa  Kalsel, Kalbar, Bali
6 Tomat Buah dan Tomat Sayur  Gowa, Enrekang, Maros, Jeneponto
7 Cabe Rawit  Takalar, Gowa, Enrekang, Maros, Jeneponto  NTB, Bali
8 Cabai Merah  Enrekang, Pinrang, Maros, Gowa, Bone, Takalar  Bali
9 Bawang Merah  Enrekang, Bantaeng, Jeneponto  NTB, Bali, Sulteng
Dalam jangka panjang:
a. Menyusun peta komoditas & neraca pangan (produksi, konsumsi dan perdagangan antar daerah) untuk diperoleh
informasi riil yang up to date terkait kondisi surplus/defisit.
b. Mendorong BUMD/Koperasi/Bumdes yang bertindak efektif sebagai badan penyangga pangan yang bertugas untuk
stabilisasi harga a.l bertanggung jawab terhadap pengadaan, dan distribusi untuk kecukupan dan stabilisasi pasokan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 73
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

c. Menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi tahun 2019 – 2021 yang sinergis dengan RPJMD.
d. Mengalokasikan anggaran APBD yang memadai untuk pengendalian inflasi.
e. Perlunya pendirian Pasar Induk Sayur di Sulsel.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
74 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Boks 7.A. Proyeksi Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan dan


Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan Tahun 2018 - 2023

Bank Indonesia menyampaikan analisis singkat prospek ekonomi daerah Provinsi Sulawesi Selatan Dalam rangka
memberikan masukan kepada rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2018-2023 22. Ada pun masukan yang disusun oleh BI dimaksudkan sebagai bahan masukan terkait
asumsi ekonomi berupa proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam rangka penyusunan RPJMD Prov. Sulsel Tahun
2018-2023 yang dilaksanakan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Beberapa hal yang
mendasari proyeksi tersebut antara lain:
a. Visi, Misi, dan Program Kerja Gubernur/Wakil Gubernur Sulsel 2018-2023.
b. Pertumbuhan global yang dimuat dalam World Economic Outlook Oktober 2018 dibandingkan WEO Juli 2018 (Tabel
7.1).
c. Asumsi jangka menengah (Periode 2018-2020) yang digunakan dalam Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN Tahun
2019.
d. Model ekonomi Sulsel menunjukkan tren peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu tahun 2018 – 2023.
e. Informasi rencana pembangunan infrastruktur yang diperoleh setelah melakukan Focus Group Discussion (FGD)
dengan Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Sulsel.
Dengan beberapa informasi di atas, asumsi utama yang digunakan untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Selatan adalah sebagai berikut:
a. Konsumsi Rumah Tangga tetap kuat karena daya beli masyarakat relatif terjaga sejalan dengan stabilnya inflasi dan
perluasan lapangan kerja. Dengan terjaganya daya beli, berdampak positif kepada peningkatan Lapangan Usaha (LU)
Perdagangan dan LU Jasa-jasa. Inflasi diperkirakan rendah dan stabil sejalan dengan target nasional sebagai berikut:

b. Konsumsi pemerintah terus meningkat setiap tahun, seiring realisasi belanja pemerintah untuk melaksanakan 5
program pemerintah provinsi Sulsel (hilirisasi komoditas, pembangunan infrastruktur, rumah sakit regional, perbaikan
birokrasi/pendidikan, dan destinasi wisata andalan). Dari sisi lapangan usaha, vice versa akan meningkatkan LU
Administrasi Pemerintah.
c. Investasi (PMTB) terus meningkat seiring pembangunan infrastruktur dan perbaikan birokrasi yang akan meningkatkan
iklim investasi di Sulsel, seperti perizinan dan kemudahan berusaha yang semakin baik, mendorong masuknya investasi
dari dalam negeri (PMDN) dan investasi asing (PMA).
d. Ekspor Luar Negeri dalam tren meningkat didukung oleh perbaikan keseimbangan ekonomi global, hilirisasi komoditas
unggulan, dan peningkatan produksi/produktivitas bahan baku perkebunan/perikanan.
e. Beroperasinya berbagai infrastruktur akan meningkatkan pertumbuhan Lapangan Usaha yang berkaitan, sebagai
berikut:
1) Infrastruktur Pertanian (beroperasinya pencetakan sawah, pembangunan bendungan, dan waduk) secara
langsung akan meningkatkan produksi LU Pertanian, dan secara tidak langsung berdampak positif terhadap LU
Industri (bahan baku), serta mengurangi defisit neraca perdagangan.
2) Infrastruktur distribusi (jalan, pelabuhan, dan bandara) secara langsung akan meningkatkan LU Transportasi,
serta secara tidak langsung berdampak positif untuk semua LU.
3) Infrastruktur energi (PLTA, PLTU, PLTB) secara langsung akan meningkatkan LU Listrik, serta secara tidak langsung
berdampak positif untuk LU Industri dan semua LU.

22
Surat Bappeda Provinsi Sulsel No.050/3933/Bappeda Perihal Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 5 (lima) Tahun ke Depan tanggal 3 Oktober 2018

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 75
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Mempertimbangkan berbagai asumsi di atas, Bank Indonesia mengusulkan proyeksi pertumbuhan di Sulawesi Selatan
(baseline) untuk tahun 2018 – 2023 adalah sebagai berikut:
Tabel 7.A.1 Proyeksi Pertumbuhan Kabupaten/Kota Di Sulsel 2018 - 2023
Kab/Kota 2016 2017 2018-p 2019-p 2020-p 2021-p 2022-p 2023-p
Kep. Selayar 7.35 7.61 7.4 - 7.8 7.6 - 8.0 8.0 - 8.4 8.2 - 8.6 8.3 - 8.7 8.4 - 8.8
Bulukumba 6.79 6.92 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.1 - 7.5 7.1 - 7.5 7.1 - 7.5
Bantaeng 7.39 7.32 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.3 - 7.7 7.4 - 7.8 7.6 - 8.0
Jeneponto 8.37 8.26 8.2 - 8.6 8.2 - 8.6 7.8 - 8.2 8.0 - 8.4 8.1 - 8.5 8.1 - 8.5
Takalar 9.61 7.39 7.0 - 7.4 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.5 - 7.9 7.5 - 7.9 7.5 - 7.9
Gowa 7.61 7.23 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.3 - 7.7 7.3 - 7.7 7.3 - 7.7 7.3 - 7.7
Sinjai 7.09 7.23 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2
Maros 9.50 6.81 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4
Pangkep 8.31 6.60 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8 6.4 - 6.8
Barru 6.01 6.48 6.2 - 6.6 6.3 - 6.7 5.9 - 6.3 5.9 - 6.3 6.0 - 6.4 6.1 - 6.5
Bone 9.01 8.43 8.6 - 9.0 8.6 - 9.0 8.7 - 9.1 8.7 - 9.1 8.9 - 9.3 9.1 - 9.5
Soppeng 8.14 8.34 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3 7.9 - 8.3
Wajo 4.98 5.22 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4
Sidrap 8.81 7.11 6.9 - 7.3 6.9 - 7.3 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4 7.0 - 7.4
Pinrang 7.44 7.85 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8
Enrekang 7.64 6.89 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0
Luwu 7.88 6.79 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0
Tana Toraja 7.32 7.50 7.3 - 7.7 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.5 - 7.9 7.6 - 8.0 7.7 - 8.1
Luwu Utara 7.49 7.60 7.4 - 7.8 7.4 - 7.8 7.6 - 8.0 7.6 - 8.0 7.6 - 8.0 7.6 - 8.0
Luwu Timur 1.58 3.07 3.9 - 4.3 3.9 - 4.3 3.9 - 4.3 3.9 - 4.3 4.0 - 4.4 4.2 - 4.6
Toraja Utara 8.04 8.22 8.0 - 8.4 8.0 - 8.4 8.1 - 8.5 8.1 - 8.5 8.2 - 8.6 8.3 - 8.7
Makassar 8.03 8.23 8.0 - 8.4 8.0 - 8.4 8.1 - 8.5 8.1 - 8.5 8.1 - 8.5 8.2 - 8.6
Pare-Pare 6.87 6.99 6.7 - 7.1 6.7 - 7.1 7.0 - 7.4 7.1 - 7.5 7.1 - 7.5 7.1 - 7.5
Palopo 6.95 7.19 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2 6.8 - 7.2
Sulawesi Selatan 7.42 7.23 7.0 - 7.4 7.2 - 7.6 7.4 - 7.8 7.6 - 8.0 7.8 - 8.2 7.8 - 8.2
Keterangan : P = Proyeksi Bank Indonesia

Namun proyeksi tersebut dapat bias dari baseline apabila terdapat risiko yang mendorong proyeksi ke batas bawah
maupun batas atas dari kisaran proyeksi, antara lain faktor-faktor sebagai berikut:
Tabel 7.A.2 Risiko Pendorong Proyeksi Bias Ke Bawah Maupun Bias Ke Atas
Up Side Risk Down Side Risk
(Bias Ke Atas dari Proyeksi Baseline) (Bias Ke Bawah dari Proyeksi Baseline)
a. Perbaikan keseimbangan ekonomi global lebih cepat a. Perbaikan keseimbangan ekonomi global lebih lambat
dari yang diperkirakan, serta harga komoditas yang dari yang diperkirakan.
dalam tren terus membaik. b. Inflasi meningkat lebih tinggi daripada target yang
b. Target penanaman modal dalam negeri maupun asing ditetapkan, seiring dengan peningkatan harga minyak
melebihi target seiring dengan lebih mudahnya dunia.
birokrasi perizinan usaha. c. Proses pembangunan dan penyelesaian infrastruktur
c. Meningkatnya penelitian, pengembangan, dan mundur dari target yang telah ditentukan sehingga
kemitraan di sektor hulu untuk meningkatkan tidak dapat digunakan secara operasional.
produksi dan produktivitas komoditi unggulan.
d. Meningkatnya kualitas infrastruktur lunak (sumber
daya manusia), melalui pelatihan dan pendidikan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
76 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Boks 7.A. Proyeksi PDRB Kabupaten/Kota Menggunakan Metode Autoregressive Integrated


Moving Average (ARIMA)

Salah satu variabel makroekonomi yang paling penting adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 23 yang mengukur
total produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik)
selama satu tahun. PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi suatu daerah dalam suatu
periode tertentu. Mengingat pentingnya peranan dari informasi yang tersedia melalui data PDRB ini, maka penting untuk
melakukan peramalan data PDRB khususnya PDRB Kabupaten/Kota agar para pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah
daerah terkait dapat melakukan kebijakan yang bersifat preventif demi terwujudnya sistem kinerja perekonomian yang
lebih baik lagi.
Adapun metode peramalan yang digunakan adalah Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)24. Metode
ARIMA dipilih karena metode ini memiliki sifat yang fleksibel (mengikuti pola data), sederhana, murah dan memiliki tingkat
akurasi peramalan yang cukup tinggi. ARIMA sendiri terdiri dari dua aspek, yaitu aspek autoregressive dan moving average.
Secara umum, model ARIMA ini dituliskan dengan notasi ARIMA (p,d,q), dimana p menyatakan orde dari proses
autoregressive (AR), d menyatakan pembedaan (differencing), q menyatakan orde dari proses moving average (MA) dan
Model Campuran atau Autoreggresive and Moving Average ARMA dinyatakan dalam notasi (p,q).

Start

Data PDRB per Lapangan Usaha Kota Makassar (Single Equation)

Identifikasi Model

Tidak Uji Stasioner

Ya
Differencing
Estimasi Parameter

Diagnostic Checking

Ya Tidak

Forecasting

Finish

Gambar 7.A.1 Langkah-langkah penerapan metode ARIMA


Penerapan langkah-langkah metode ARIMA dapat dilakukan dengan bantuan software EViews. Pada penelitian ini
mengambil studi kasus data tahunan pertumbuhan PDRB Kota Makassar dikarenakan PDRB Kota Makassar adalah yang
terbesar dan paling representative mewakili PDRB Kabupaten/Kota lain di Provinsi Sulawesi Selatan. Ada pun hasil terbaik
penerapan metode ARIMA terlihat pada Tabel 7.A.1 dan Grafik 7.A.1.
Tabel 7.A.1 Model ARIMA Terbaik

23
Mc. Connel dkk. (2002) mendefinisikan Gross Domestic Regional Product (GDRP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah total produk
berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun
24
ARIMA diperkenalkan oleh George Box dan Gwilym Jenkins (1976), yang secara efektif telah berhasil mencapai kesepakatan mengenai informasi relevan
yang diperlukan untuk memahami dan menggunakan model-model ARIMA untuk deret waktu satu variabel (univariate).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 77
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Industri Pengolahan Konstruksi

.6 20

.4
16
.2

12
.0

-.2
8
.10
-.4 1.0
.05 4
-.6
0.5
.00

-.05
0.0

-.10
-0.5
-.15

-.20 -1.0
02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17

Res idual Actual Fitted Res idual Actual Fitted


Perdagangan Jasa Pendidikan

16 12

14 10

12 8

10 6
2
8 4

3 6
1 2

2
0

1 0

0
-1
-1

-2 -2
05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17

Res idual Ac tual Fitted Res idual Ac tual Fitted

Grafik 7.A.1 Kesesuaian Proyeksi dengan Realisasi Pertumbuhan PDRB Kota Makassar (Olah Data Software EViews 8)

Dari hasil penerapan langkah-langkah proyeksi menggunakan metode ARIMA, diperoleh bahwa model ARIMA mampu
memproyeksi realisasi pertumbuhan PDRB Kota Makassar dengan sangat baik seperti terlihat pada Grafik 7.A.1. Dari hasil
proyeksi terlihat bahwa arah proyeksi telah mengikuti arah realisasi PDRB Kota Makassar. Untuk pengujian keakuratan hasil
proyeksi diperoleh hasil persentase deviasi antara proyeksi dengan realisasi Pertumbuhan PDRB Kota Makassar adalah <1%
untuk 4 lapangan usaha terbesar di Kota Makassar.

Grafik 7.A.2 Hasil Proyeksi Pertumbuhan PDRB Kota Makassar dengan Menggunakan Metode ARIMA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
78 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 79
LAMPIRAN

Lampiran

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
2016* 2017** 2018**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2013 2014 2015
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 46,45 51,10 54,10 12,84 15,16 16,86 13,49 58,35 14,68 15,89 17,42 13,48 61,47 15,42 17,08 18,32
B Pertambangan dan Penggalian 13,24 14,71 15,80 3,61 3,95 4,30 4,14 16,00 3,91 4,20 4,37 4,24 16,72 4,09 4,34 4,27
C Industri Pengolahan 30,55 33,29 35,55 9,21 9,43 9,81 10,02 38,47 9,66 9,83 10,29 10,63 40,41 9,98 9,71 10,25
D Pengadaan Listrik, Gas 0,20 0,23 0,23 0,06 0,06 0,07 0,07 0,26 0,07 0,07 0,07 0,07 0,27 0,07 0,07 0,08
E Pengadaan Air 0,30 0,30 0,30 0,08 0,08 0,08 0,08 0,32 0,08 0,09 0,09 0,09 0,34 0,09 0,09 0,09
F Konstruksi 26,03 27,67 29,97 7,61 7,89 8,16 8,33 31,99 8,14 8,59 8,84 9,18 34,76 8,77 9,13 10,12
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 30,19 32,36 34,92 8,94 9,57 10,31 9,54 38,36 9,59 10,55 11,30 11,03 42,48 10,77 12,01 12,68
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,45 8,56 9,14 2,42 2,44 2,61 2,38 9,85 2,45 2,59 2,84 2,80 10,68 2,77 2,95 3,09
H Transportasi dan Pergudangan 2,95 3,19 3,37 0,89 0,90 0,92 0,94 3,66 0,95 1,00 1,05 1,08 4,08 1,08 1,15 1,19
J Informasi dan Komunikasi 13,77 14,56 15,71 4,06 4,17 4,36 4,41 16,99 4,44 4,64 4,78 4,91 18,78 4,95 5,06 5,23
K Jasa Keuangan 7,63 8,07 8,66 2,35 2,44 2,46 2,59 9,84 2,45 2,57 2,58 2,68 10,28 2,68 2,78 2,65
L Real Estate 7,93 8,56 9,20 2,41 2,44 2,45 2,49 9,78 2,51 2,55 2,56 2,60 10,22 2,61 2,64 2,70
M,N Jasa Perusahaan 0,94 1,00 1,06 0,28 0,28 0,29 0,29 1,14 0,30 0,31 0,32 0,32 1,24 0,32 0,33 0,34
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10,29 10,53 11,36 2,86 3,00 2,70 2,78 11,34 2,87 3,00 3,03 3,04 11,93 2,99 3,25 3,39
P Jasa Pendidikan 11,92 12,47 13,38 3,42 3,49 3,67 3,71 14,30 3,66 3,82 4,05 4,16 15,69 3,93 4,13 4,38
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4,02 4,43 4,85 1,25 1,28 1,33 1,40 5,25 1,35 1,40 1,46 1,52 5,72 1,48 1,54 1,59
R,S,T,U Jasa lainnya 2,74 2,94 3,21 0,85 0,87 0,89 0,92 3,52 0,91 0,95 0,99 1,01 3,86 1,01 1,07 1,10
PRDB 217,59 233,99 250,80 63,12 67,46 71,26 67,59 269,42 68,00 72,02 76,03 72,85 288,91 73,02 77,34 81,49

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)
2016* 2017** 2018**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2013 2014 2015
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I II III
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 57,37 68,47 19,46 22,70 25,46 20,71 88,33 22,80 24,54 27,07 21,49 95,90 95,90 25,01 27,59 29,03
B Pertambangan dan Penggalian 17,88 21,18 4,61 5,11 5,80 5,71 21,23 5,37 5,49 5,73 5,88 22,47 22,47 5,76 6,17 6,19
C Industri Pengolahan 35,49 41,65 12,57 12,95 13,51 13,99 53,02 13,67 13,92 14,63 15,23 57,45 57,45 14,58 14,35 15,35
D Pengadaan Listrik, Gas 0,18 0,20 0,05 0,05 0,06 0,06 0,22 0,06 0,07 0,07 0,07 0,27 0,27 0,07 0,07 0,08
E Pengadaan Air 0,35 0,35 0,10 0,10 0,10 0,10 0,39 0,10 0,11 0,11 0,11 0,43 0,43 0,11 0,12 0,12
F Konstruksi 31,52 36,02 11,19 11,68 12,18 12,45 47,50 12,29 13,14 13,62 14,33 53,39 53,39 13,79 14,43 16,08
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 33,63 37,62 11,66 12,61 13,74 12,83 50,84 13,00 14,42 15,52 15,45 58,38 58,38 15,21 17,06 18,53
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10,43 11,83 3,86 3,92 4,43 3,97 16,17 3,96 4,26 4,69 4,61 17,51 17,51 4,56 4,94 5,23
H Transportasi dan Pergudangan 3,56 4,11 1,21 1,23 1,26 1,29 4,99 1,32 1,40 1,47 1,51 5,70 5,70 1,52 1,62 1,69
J Informasi dan Komunikasi 13,79 14,59 4,15 4,27 4,54 4,62 17,57 4,70 4,91 5,09 5,23 19,93 19,93 5,31 5,44 5,71
K Jasa Keuangan 9,60 10,82 3,38 3,53 3,60 3,85 14,36 3,68 3,93 3,99 4,19 15,80 15,80 4,24 4,45 4,33
L Real Estate 9,90 11,52 3,70 3,76 3,78 3,86 15,09 3,92 4,01 4,06 4,15 16,15 16,15 4,27 4,35 4,48
M,N Jasa Perusahaan 1,15 1,30 0,40 0,40 0,42 0,43 1,65 0,43 0,45 0,47 0,49 1,85 1,85 0,50 0,52 0,54
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 12,24 13,63 4,19 4,42 4,03 4,19 16,84 4,33 4,55 4,63 4,69 18,19 18,19 4,61 5,12 5,34
P Jasa Pendidikan 13,89 15,50 4,54 4,64 4,95 5,00 19,13 4,94 5,22 5,72 5,88 21,76 21,76 5,46 5,89 6,25
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4,68 5,51 1,73 1,77 1,86 1,97 7,33 1,90 1,99 2,09 2,20 8,19 8,19 2,17 2,29 2,44
R,S,T,U Jasa lainnya 3,18 3,72 1,18 1,21 1,26 1,30 4,96 1,29 1,37 1,44 1,47 5,57 5,57 1,48 1,59 1,65
PRDB 258,84 298,03 340,39 87,96 94,36 100,98 96,33 379,63 97,79 103,78 110,39 106,97 418,93 108,65 115,99 123,06
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
2016** 2017** 2018**
No Komponen 2013 2014 2015
I II III IV** TOTAL I II III IV** TOTAL I II III TOTAL
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 120,56 127,67 134,42 34,54 35,13 35,92 36,19 ###### 36,45 37,41 38,13 38,51 ###### 39,00 39,90 40,61
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,62 2,92 2,95 0,74 0,75 0,77 0,78 3,05 0,79 0,81 0,82 0,84 3,25 0,97 0,98 0,87
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 23,06 23,51 25,41 3,75 6,22 6,09 9,01 25,07 3,89 6,14 6,36 9,22 25,61 4,21 6,54 6,87
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 82,98 89,71 96,96 24,36 25,56 26,61 27,23 ###### 26,15 27,67 28,86 29,57 ###### 28,42 29,45 30,10
5 Perubahan Inventori 3,97 (0,97) 4,66 1,01 0,85 0,78 0,68 3,33 0,69 0,31 1,74 (0,59) 2,15 0,74 0,81 0,00
6 Ekspor 52,36 60,31 54,05 8,50 10,04 10,09 7,76 36,38 11,14 10,88 11,11 9,78 42,91 11,12 3,74 4,04
7 Impor 67,96 69,16 67,65 9,78 11,10 9,02 14,06 43,97 11,11 11,20 10,99 14,48 47,79 11,42 (1,15) 1,85
PDRB 217,59 233,99 250,80 63,12 67,46 71,26 67,59 269,42 68,00 72,02 76,03 72,85 288,91 73,02 77,31 81,49
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Triliun)
2016** 2017** 2018**
No Komponen 2013 2014 2015
I II III IV** TOTAL I II III IV** TOTAL I II III TOTAL
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 146,64 165,19 185,59 49,37 50,27 51,91 52,82 ###### 53,97 55,92 57,22 58,29 ###### 59,91 62,01 64,08
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3,08 3,86 4,27 1,11 1,14 1,18 1,20 4,63 1,23 1,27 1,29 1,32 5,11 1,56 1,59 0,14
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 28,72 31,70 36,40 5,50 9,30 9,17 13,43 37,37 5,83 9,36 9,75 14,27 39,21 6,69 10,55 11,40
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 94,88 113,16 125,99 32,74 34,66 36,40 37,50 ###### 36,24 38,67 40,44 41,73 ###### 40,24 42,12 43,84
5 Perubahan Inventori 4,42 (1,55) 5,64 1,56 1,29 1,15 0,85 4,85 0,97 0,47 2,53 (1,04) 2,94 1,32 1,43 0,01
6 Ekspor 59,93 78,01 73,41 12,53 14,35 14,46 10,95 52,05 16,66 15,53 16,61 15,10 63,89 16,76 5,55 6,35
7 Impor 78,84 90,73 90,90 14,85 16,65 13,29 20,40 64,86 17,11 17,44 17,44 22,70 74,69 17,83 (2,31) 1,02
PDRB 258,84 299,63 340,39 87,96 94,36 100,98 96,33 379,70 97,79 103,78 110,39 106,97 418,93 108,65 116,29 123,06
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 80
LAMPIRAN

Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)

Kategori 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017P


Penduduk (Jiwa) 8.034.776 8.115.638 8.190.222 8.342.047 8.432.163 8.520.304 8.606.375 8.690.294
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21,31 24,31 27,67 31,01 35,34 39,17 43,68 48,21
Sumber : Badan Pusat Statistik
Keterangan: P merupakan proyeksi Penduduk dari BPS

B. Indeks Harga Konsumen (IHK)


Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran

Makanan
Perumahan,
Jadi, Pendidikan,
IHK Bahan Air, Listrik, Transpor dan
Umum Minuman, Sandang Kesehatan Rekreasi, dan
(Akhir Periode) Makanan Gas, dan Komunikasi
Rokok, dan Olahraga
Bahan Bakar
Tembakau

2012

Triwulan I 132,89 156,33 139,19 128,22 149,63 129,86 120,33 105,61


Triwulan II 133,44 156,50 140,33 129,03 150,10 130,61 120,60 105,92
Triwulan III 135,69 161,48 143,21 129,73 154,94 130,98 121,38 106,22
Triwulan IV 136,14 158,86 144,70 130,72 158,05 132,02 124,35 106,72
2013

Triwulan I 139,01 168,84 145,55 132,61 158,64 132,82 124,59 106,55


Triwulan II 139,26 166,24 146,83 133,67 154,02 133,21 124,61 110,11
Triwulan III 145,51 178,85 149,93 135,89 159,22 135,20 125,82 118,97
Triwulan IV 144,60 169,92 151,18 138,64 161,74 136,89 126,08 119,08
2014

Triwulan I 109,16 111,25 108,80 109,10 108,00 105,49 103,66 110,65


Triwulan II 109,71 111,33 109,77 109,58 108,46 107,25 103,72 111,33
Triwulan III 111,72 114,94 112,34 111,74 110,06 108,51 105,35 111,29
Triwulan IV 116,89 125,03 114,11 114,88 110,82 109,25 105,45 121,49
2015
Triwulan I 116,94 125,83 115,15 117,40 114,32 112,29 105,70 115,08
Triwulan II 118,55 128,30 116,95 118,18 113,74 113,18 106,16 118,01
Triwulan III 121,06 133,46 119,33 118,99 117,71 114,24 108,12 119,30
Triwulan IV 122,13 136,01 120,36 119,63 117,48 114,73 108,16 120,29
2016
Triwulan I 123,62 141,22 121,28 121,08 119,52 115,87 108,29 118,70
Triwulan II 123,65 140,14 123,09 121,43 120,97 116,73 108,39 117,11
Triwulan III 124,78 142,15 124,12 122,12 121,39 117,10 108,96 118,73
Triwulan IV 125,71 144,66 124,73 122,94 120,97 117,78 109,05 119,24
2017
Triwulan I 127,84 146,78 126,47 125,35 121,77 119,05 109,17 122,99
Triwulan II 129,20 147,41 127,67 128,53 123,45 119,49 109,27 123,52
Triwulan III 129,98 147,20 128,79 128,89 124,55 120,61 113,57 124,03
Triwulan IV 131,29 149,41 129,34 130,41 126,61 121,74 113,69 125,03
2018
Triwulan I 132,57 154,46 130,40 131,06 126,58 122,41 113,88 124,16
Triwulan II 134,55 158,86 132,22 131,59 128,75 123,55 114,35 125,92
Triwulan III 134,00 155,17 133,18 131,98 128,03 123,99 114,73 125,91
Sumber: BPS, diolah

Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK


2016 2017 2018
Kota Inflasi 2012 2013 2014 2015 2016 2017
I II III IV I II III IV I II III
Makassar 134,91 143,33 116,50 122,54 124,40 124,16 125,50 126,44 126,44 128,69 129,79 130,61 132,10 132,10 133,28 135,21 134,60
Palopo 142,22 149,68 116,54 120,48 121,60 122,65 123,02 123,78 123,78 125,56 127,41 127,48 128,67 128,67 130,86 133,43 133,08
Parepare 134,76 143,26 117,71 119,57 119,77 120,53 120,52 122,09 122,09 122,84 124,60 125,44 126,28 126,28 126,87 128,08 129,54
Bone (Watampone) 148,83 159,04 117,35 118,49 118,27 119,46 120,08 120,27 120,27 122,81 126,06 126,73 126,93 126,93 128,87 131,76 132,24
Bulukumba** 125,61 128,34 127,18 128,21 129,02 130,24 130,24 132,34 134,85 136,31 136,31 136,31 138,72 140,64 140,66

Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
2016 2017 2018
Kota Inflasi 2012 2013 2014 2015 2016 2017
I II III IV I II III IV I II III
Makassar 4,57 6,24 8,51 5,18 6,38 4,63 3,36 3,18 3,18 3,45 4,53 4,07 4,48 4,48 3,57 4,18 3,02
Palopo 4,11 5,25 8,95 3,38 4,47 4,05 3,07 2,74 2,74 3,26 3,88 3,63 3,95 3,95 4,22 4,72 4,39
Parepare 3,49 6,31 9,38 1,58 3,82 2,12 1,56 2,11 2,11 2,56 3,38 4,08 3,43 3,43 3,28 2,79 1,55
Bone (Watampone) 3,65 6,86 8,22 0,97 1,94 2,67 2,02 1,50 1,50 3,84 5,52 5,54 5,54 5,54 4,93 4,52 4,35
Bulukumba** 9,45 2,17 2,16 2,12 0,84 1,48 1,48 4,06 5,18 5,65 4,66 4,66 4,82 4,29 3,19

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 81
LAMPIRAN

C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Industri Listrik, Gas, Jasa Dunia Jasa Sosial Total
Pertanian Tambang Konstruksi Perdagangan Angkutan Lain-lain
Pengolahan dan Air Usaha Masyarakat

2012
Tri wul a n I 906 312 3.468 137 2.065 15.459 1.744 2.917 1.570 26.007 54.585
Tri wul a n II 1.128 363 3.904 124 2.448 17.631 1.730 3.178 1.485 27.045 59.035
Tri wul a n III 1.171 375 4.008 135 2.582 17.741 1.794 3.131 1.372 28.781 61.090
Tri wul a n IV 1.215 399 5.250 141 2.674 19.027 2.321 3.105 1.404 30.684 66.221
2013
Tri wul a n I 1.403 447 5.335 133 2.565 19.933 2.631 3.240 1.619 31.065 68.371
Tri wul a n II 1.396 449 5.579 116 2.780 22.957 2.763 3.433 1.650 31.814 72.937
Tri wul a n III 1.385 444 5.631 121 2.966 23.360 2.864 3.414 1.733 33.096 75.014
Tri wul a n IV 1.400 397 4.186 191 3.034 24.132 2.923 3.550 1.780 33.794 75.388
2014
Tri wul a n I 1.405 377 3.918 218 3.043 24.334 2.960 3.747 1.828 34.043 75.874
Tri wul a n II 1.499 560 4.210 245 3.666 25.587 2.950 3.598 1.968 35.053 79.336
Tri wul a n III 1.435 537 4.283 232 4.173 25.748 2.951 3.581 2.115 35.408 80.463
Tri wul a n IV 1.506 509 4.747 350 4.366 27.033 2.820 3.662 2.340 36.226 83.560
2015
Tri wul a n I 1.630 427 5.035 382 4.746 27.920 2.782 3.733 2.473 36.174 85.304
Tri wul a n II 1.788 390 5.109 413 4.902 29.003 2.693 4.037 2.681 36.547 87.563
Tri wul a n III 2.303 383 5.304 398 5.417 29.373 2.672 4.024 2.388 37.648 89.911
Tri wul a n IV 2.461 410 7.487 379 5.491 31.424 2.781 4.221 2.549 37.777 94.982
2016
Tri wul a n I 2.681 430 7.239 306 5.483 31.959 2.824 4.117 2.462 38.809 96.310
Tri wul a n II 2.933 399 7.993 277 5.977 33.268 2.738 4.085 2.587 41.359 101.617
Tri wul a n III 2.998 372 8.104 267 6.305 32.431 2.730 4.234 2.392 42.941 102.774
Tri wul a n IV 3.280 336 7.582 248 6.698 32.555 2.627 4.278 2.518 43.767 103.890
2017
Tri wul a n I 3.279 340 7.494 255 6.305 32.970 2.420 4.715 2.640 44.378 104.798
Tri wul a n II 3.514 333 7.555 222 6.602 33.787 2.508 4.889 2.819 45.926 108.154
Tri wul a n III 3.748 326 6.830 160 6.810 33.836 2.525 5.056 2.891 47.076 109.258
Tri wul a n IV 4.386 303 7.015 159 6.805 34.343 2.698 5.659 3.014 48.747 113.128
2018
Tri wul a n I 4.533 308 6.979 147 6.574 34.104 3.064 5.569 2.883 49.937 114.101
Tri wul a n II 4.748 311 6.991 182 6.828 34.578 3.190 5.632 2.971 49.778 115.210
Tri wul a n III 4.966 325 7.524 200 6.999 34.617 1.996 5.652 3.048 50.939 116.265

Tabel C.2. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Proyek Pelapor) dan Kredit (Lokasi Proyek) Bank Umum (Rp Miliar)
DPK KREDIT
Periode LDR
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
2012
Tri wul a n I 7.461 24.900 13.219 45.580 22.500 11.728 24.527 58.755 128,90%
Tri wul a n II 7.269 27.097 13.505 47.871 25.045 12.256 25.965 63.265 132,16%
Tri wul a n III 7.246 28.434 14.089 49.770 24.656 12.635 28.121 65.412 131,43%
Tri wul a n IV 7.333 31.338 14.875 53.546 28.250 11.911 29.794 69.956 130,64%
2013
Tri wul a n I 7.759 29.206 15.182 52.147 28.671 12.725 30.622 72.019 138,11%
Tri wul a n II 8.086 29.942 15.271 53.299 27.484 17.402 32.197 77.083 144,62%
Tri wul a n III 9.211 31.943 16.050 57.204 27.822 18.289 33.503 79.613 139,17%
Tri wul a n IV 7.836 34.840 17.563 60.239 29.217 17.089 34.203 80.509 133,65%
2014
Tri wul a n I 7.984 32.314 17.705 58.003 28.996 17.088 34.752 80.836 139,37%
Tri wul a n II 9.714 33.024 18.489 61.226 31.057 17.232 35.865 84.154 137,45%
Tri wul a n III 9.681 34.652 19.797 64.131 31.697 18.030 36.523 86.250 134,49%
Tri wul a n IV 7.975 37.212 20.661 65.849 33.125 18.632 37.195 88.952 126,39%
2015
Tri wul a n I 10.125 33.960 22.093 66.178 34.244 19.119 37.404 90.768 128,43%
Tri wul a n II 11.807 34.683 22.145 68.635 37.014 19.431 37.954 94.399 137,54%
Tri wul a n III 12.454 37.256 22.416 72.126 37.017 19.865 39.137 96.019 133,13%
Tri wul a n IV 13.150 41.907 23.019 78.076 38.556 22.774 39.933 101.263 129,70%
2016
Tri wul a n I 12.881 38.342 26.778 78.002 38.920 22.507 40.853 102.280 131,13%
Tri wul a n II 12.178 42.311 27.185 81.674 40.809 23.420 43.398 107.627 131,78%
Tri wul a n III 11.788 41.544 28.309 81.640 40.590 22.771 45.040 108.401 132,78%
Tri wul a n IV 10.376 44.678 26.917 81.971 40.842 23.079 45.802 109.723 133,86%
2017
Tri wul a n I 12.420 41.157 27.959 81.536 41.856 23.597 46.327 111.780 137,09%
Tri wul a n II 12.519 43.702 28.632 84.852 43.281 23.931 47.945 115.158 135,72%
Tri wul a n III 11.981 44.658 28.037 84.675 43.853 24.455 49.125 117.433 138,69%
Tri wul a n IV 10.649 49.842 26.318 86.809 45.317 23.660 50.795 119.771 137,97%
2018
Tri wul a n I 11.961 46.884 26.078 84.924 44.925 24.428 51.945 121.298 142,83%
Tri wul a n II 12.428 48.117 26.807 87.352 46.954 27.322 51.985 126.261 144,54%
Tri wul a n III 12.640 48.777 28.461 89.878 47.927 25.306 53.021 126.255 140,47%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
82 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
LAMPIRAN

Tabel C.3. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Industri Listrik, Gas, Jasa Dunia Jasa Sosial Total
Pertanian Tambang Konstruksi Perdagangan Angkutan Lain-lain
Pengolahan dan Air Usaha Masyarakat

2012
Tri wul a n I 906 312 3.468 137 2.065 15.459 1.744 2.917 1.570 26.007 54.585
Tri wul a n II 1.128 363 3.904 124 2.448 17.631 1.730 3.178 1.485 27.045 59.035
Tri wul a n III 1.171 375 4.008 135 2.582 17.741 1.794 3.131 1.372 28.781 61.090
Tri wul a n IV 1.215 399 5.250 141 2.674 19.027 2.321 3.105 1.404 30.684 66.221
2013
Tri wul a n I 1.403 447 5.335 133 2.565 19.933 2.631 3.240 1.619 31.065 68.371
Tri wul a n II 1.396 449 5.579 116 2.780 22.957 2.763 3.433 1.650 31.814 72.937
Tri wul a n III 1.385 444 5.631 121 2.966 23.360 2.864 3.414 1.733 33.096 75.014
Tri wul a n IV 1.400 397 4.186 191 3.034 24.132 2.923 3.550 1.780 33.794 75.388
2014
Tri wul a n I 1.405 377 3.918 218 3.043 24.334 2.960 3.747 1.828 34.043 75.874
Tri wul a n II 1.499 560 4.210 245 3.666 25.587 2.950 3.598 1.968 35.053 79.336
Tri wul a n III 1.435 537 4.283 232 4.173 25.748 2.951 3.581 2.115 35.408 80.463
Tri wul a n IV 1.506 509 4.747 350 4.366 27.033 2.820 3.662 2.340 36.226 83.560
2015
Tri wul a n I 1.630 427 5.035 382 4.746 27.920 2.782 3.733 2.473 36.174 85.304
Tri wul a n II 1.788 390 5.109 413 4.902 29.003 2.693 4.037 2.681 36.547 87.563
Tri wul a n III 2.303 383 5.304 398 5.417 29.373 2.672 4.024 2.388 37.648 89.911
Tri wul a n IV 2.461 410 7.487 379 5.491 31.424 2.781 4.221 2.549 37.777 94.982
2016
Tri wul a n I 2.681 430 7.239 306 5.483 31.959 2.824 4.117 2.462 38.809 96.310
Tri wul a n II 2.933 399 7.993 277 5.977 33.268 2.738 4.085 2.587 41.359 101.617
Tri wul a n III 2.998 372 8.104 267 6.305 32.431 2.730 4.234 2.392 42.941 102.774
Tri wul a n IV 3.280 336 7.582 248 6.698 32.555 2.627 4.278 2.518 43.767 103.890
2017
Tri wul a n I 3.279 340 7.494 255 6.305 32.970 2.420 4.715 2.640 44.378 104.798
Tri wul a n II 3.514 333 7.555 222 6.602 33.787 2.508 4.889 2.819 45.926 108.154
Tri wul a n III 3.748 326 6.830 160 6.810 33.836 2.525 5.056 2.891 47.076 109.258
Tri wul a n IV 4.386 303 7.015 159 6.805 34.343 2.698 5.659 3.014 48.747 113.128
2018
Tri wul a n I 4.533 308 6.979 147 6.574 34.104 3.064 5.569 2.883 49.937 114.101
Tri wul a n II 4.748 311 6.991 182 6.828 34.578 3.190 5.632 2.971 49.778 115.210
Tri wul a n III 4.966 325 7.524 200 6.999 34.617 1.996 5.652 3.048 50.939 116.265

Tabel C.4. Penyaluran Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Kredit (Lokasi Proyek)
Periode Industri Listrik, Gas, Jasa Dunia Jasa Sosial Total
Pertanian Tambang Konstruksi Perdagangan Angkutan Lain-lain
Pengolahan dan Air Usaha Masyarakat

2012
Tri wul a n I 883 568 4.842 379 3.148 15.854 1.828 3.171 1.583 26.497 58.755
Tri wul a n II 1.101 608 5.216 420 3.503 18.288 1.809 3.438 1.465 27.417 63.265
Tri wul a n III 1.146 626 5.381 663 3.708 18.100 1.737 3.474 1.376 29.202 65.412
Tri wul a n IV 1.187 564 6.013 782 3.848 19.531 2.138 3.371 1.386 31.135 69.956
2013
Tri wul a n I 1.373 590 6.116 996 3.835 20.344 2.317 3.446 1.479 31.523 72.019
Tri wul a n II 1.356 584 5.570 1.357 4.043 23.549 2.379 4.511 1.515 32.219 77.083
Tri wul a n III 1.354 599 5.720 1.484 4.405 24.050 2.459 4.289 1.740 33.513 79.613
Tri wul a n IV 1.374 611 4.314 1.579 4.231 25.010 2.600 4.656 1.800 34.334 80.509
2014
Tri wul a n I 1.388 586 4.063 1.554 4.175 25.246 2.522 4.613 1.867 34.821 80.836
Tri wul a n II 1.510 555 4.592 1.031 4.564 26.941 2.584 4.374 1.890 36.112 84.154
Tri wul a n III 1.454 543 5.153 1.886 4.968 26.883 2.517 4.043 2.031 36.772 86.250
Tri wul a n IV 1.530 470 5.501 2.022 5.169 28.161 2.420 3.976 2.160 37.544 88.952
2015
Tri wul a n I 1.675 401 5.830 2.093 5.596 28.761 2.407 4.046 2.425 37.532 90.768
Tri wul a n II 1.779 411 6.487 2.340 5.761 30.356 2.343 4.249 2.610 38.063 94.399
Tri wul a n III 1.837 376 6.226 2.436 6.259 30.678 2.381 4.187 2.409 39.228 96.019
Tri wul a n IV 2.173 400 8.460 2.572 6.346 31.985 2.442 4.409 2.480 39.996 101.263
2016
Tri wul a n I 2.368 407 7.984 2.290 6.262 32.480 2.501 4.637 2.449 40.902 102.280
Tri wul a n II 2.616 431 8.674 2.149 6.363 34.128 2.433 4.804 2.574 43.456 107.627
Tri wul a n III 2.592 402 8.398 2.203 6.496 33.399 2.414 5.022 2.412 45.064 108.401
Tri wul a n IV 2.852 390 8.039 2.239 6.522 33.784 2.314 5.165 2.567 45.851 109.723
2017
Tri wul a n I 2.858 397 7.844 2.835 6.629 34.449 2.152 5.570 2.690 46.358 111.780
Tri wul a n II 3.110 381 8.145 2.823 6.812 35.080 2.224 5.725 2.882 47.976 115.158
Tri wul a n III 3.415 374 7.472 4.373 6.625 35.244 2.269 5.550 2.957 49.155 117.433
Tri wul a n IV 3.604 343 7.357 3.142 7.098 35.670 2.535 6.127 3.069 50.824 119.771
2018
Tri wul a n I 3.749 433 7.442 3.297 6.816 35.633 2.875 6.102 2.976 51.970 121.298
Tri wul a n II 3.909 443 7.670 5.595 8.038 35.960 3.070 6.497 3.082 51.996 126.261
Tri wul a n III 4.095 450 8.623 4.447 8.298 36.250 1.821 6.255 2.983 53.031 126.255

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 83
LAMPIRAN

Tabel C.5. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Bank)
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran Bank Umum
Periode Modal Modal Modal Modal
Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi
Kerja Kerja Kerja Kerja
2012
Tri wul a n I 13,49 11,69 12,79 13,16 13,60 14,56 8,50 7,29 27,35 13,30 12,77 13,46
Tri wul a n II 13,24 11,34 12,70 12,74 13,62 14,36 9,32 7,91 27,67 13,00 12,60 13,35
Tri wul a n III 13,21 11,11 12,54 12,55 13,36 14,31 9,53 8,36 26,16 12,90 12,39 13,19
Tri wul a n IV 12,63 10,92 12,23 12,28 13,09 14,01 8,85 8,07 23,83 12,47 12,19 12,88
2013
Tri wul a n I 12,56 10,74 12,20 12,31 12,89 14,04 7,21 8,21 23,67 12,40 12,05 12,85
Tri wul a n II 12,77 10,57 12,12 12,01 12,71 13,89 8,12 8,37 20,92 12,38 11,65 12,74
Tri wul a n III 12,94 10,79 12,11 12,72 12,99 13,83 9,14 9,16 21,14 12,80 12,02 12,72
Tri wul a n IV 13,00 11,08 12,18 13,04 13,53 13,91 10,20 10,06 20,92 12,99 12,57 12,78
2014
Tri wul a n I 13,10 11,15 12,24 13,23 13,67 14,06 10,49 10,68 22,14 13,13 12,71 12,86
Tri wul a n II 13,26 11,44 12,41 13,51 13,53 14,05 10,08 10,72 22,94 13,33 12,75 12,97
Tri wul a n III 13,48 11,61 12,44 13,62 13,53 14,10 10,26 10,81 23,49 13,50 12,81 13,00
Tri wul a n IV 13,46 11,57 12,61 13,48 13,78 14,17 10,77 11,14 23,13 13,44 12,93 13,13
2015
Tri wul a n I 13,81 12,12 11,45 14,04 15,29 14,74 10,03 11,38 23,11 13,25 13,13 13,59
Tri wul a n II 13,42 10,40 13,00 12,91 13,75 14,61 6,83 9,64 28,49 12,98 12,14 13,61
Tri wul a n III 13,28 10,26 13,22 13,01 13,69 14,62 8,84 11,46 28,73 13,09 12,00 13,76
Tri wul a n IV 12,95 9,53 13,31 12,86 13,34 14,72 9,52 11,89 28,40 12,86 11,30 13,82
2016
Tri wul a n I 12,36 10,15 13,22 13,13 13,70 14,41 8,74 10,63 22,34 12,67 12,00 13,57
Tri wul a n II 11,91 10,01 12,90 12,85 13,54 14,28 8,47 11,44 23,74 12,29 11,77 13,28
Tri wul a n III 11,58 9,65 12,51 12,73 13,29 14,19 8,55 11,73 21,90 12,07 11,55 13,18
Tri wul a n IV 11,33 9,36 12,44 12,66 13,20 14,05 8,50 11,71 10,30 11,89 11,36 13,08
2017
Tri wul a n I 11,09 9,08 12,34 12,14 12,76 13,79 8,64 11,61 9,91 11,56 10,99 12,93
Tri wul a n II 11,10 9,45 12,23 12,02 12,49 13,51 8,52 11,59 12,38 11,50 11,04 12,73
Tri wul a n III 10,99 9,28 12,02 11,75 12,07 13,29 8,82 11,18 12,44 11,31 10,77 12,53
Tri wul a n IV 11,00 9,43 11,96 11,37 11,88 13,13 8,03 11,01 10,89 11,13 10,51 12,26
2018
Tri wul a n I 10,82 9,28 11,82 11,21 11,63 12,94 8,47 10,92 10,26 10,96 10,29 12,10
Tri wul a n II 0,45 9,31 11,82 11,15 11,47 12,80 8,35 10,89 9,79 10,76 10,22 12,06
Tri wul a n III 10,22 9,36 11,58 11,01 11,26 12,54 8,18 11,10 10,10 10,50 10,16 11,82

Tabel C.6. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Proyek)
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran Bank Umum
Periode Modal Modal Modal Modal
Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi
Kerja Kerja Kerja Kerja
2012
Tri wul a n I 13,04 9,94 13,01 12,92 13,14 14,34 8,28 10,28 22,85 12,93 11,76 13,57
Tri wul a n II 12,86 9,78 12,93 12,45 13,21 13,87 8,10 9,89 23,69 12,63 11,65 13,36
Tri wul a n III 12,71 9,62 12,55 12,40 13,01 14,02 8,56 9,57 23,59 12,54 11,47 13,15
Tri wul a n IV 12,24 10,88 12,44 11,99 12,97 13,84 8,11 8,42 23,30 12,11 12,09 13,00
2013
Tri wul a n I 12,16 10,65 12,38 12,07 12,80 14,13 6,71 8,40 22,74 12,05 11,94 13,03
Tri wul a n II 12,66 10,25 12,25 11,74 12,58 13,93 6,76 8,47 21,41 12,16 11,32 12,86
Tri wul a n III 12,81 10,32 12,26 12,54 12,85 13,81 7,29 9,24 20,90 12,56 11,55 12,83
Tri wul a n IV 12,93 10,45 12,35 12,92 13,43 13,80 6,79 10,11 20,93 12,77 12,00 12,88
2014
Tri wul a n I 13,03 10,53 12,42 13,11 13,59 13,97 9,30 10,71 21,87 13,03 12,19 12,99
Tri wul a n II 13,15 10,76 12,63 13,34 13,68 14,11 7,68 10,73 22,62 13,13 12,31 13,17
Tri wul a n III 13,36 10,50 12,70 13,50 13,72 14,19 6,50 10,81 26,08 13,23 12,15 13,28
Tri wul a n IV 13,37 10,37 12,90 13,15 13,76 14,29 7,20 11,14 26,76 13,13 12,13 13,45
2015
Tri wul a n I 13,39 10,34 12,86 13,17 13,74 14,44 7,13 11,10 27,50 13,13 12,11 13,46
Tri wul a n II 13,43 10,39 13,00 12,91 13,76 14,61 6,83 9,64 28,49 12,98 12,15 13,61
Tri wul a n III 13,29 10,25 13,22 13,01 13,70 14,62 8,84 11,46 28,73 13,09 12,00 13,76
Tri wul a n IV 12,96 9,51 13,31 12,86 13,35 14,72 9,52 11,89 28,40 12,86 11,29 13,82
2016
Tri wul a n I 12,30 9,54 13,46 12,94 13,51 14,65 8,76 10,63 28,18 12,56 11,37 13,89
Tri wul a n II 11,88 9,46 13,13 12,63 13,21 14,56 6,08 11,44 28,48 12,16 11,16 13,60
Tri wul a n III 11,54 9,15 12,83 12,56 13,04 14,39 5,74 11,73 26,35 11,95 11,03 13,47
Tri wul a n IV 11,31 8,96 12,77 12,63 12,80 14,30 7,27 11,71 24,08 11,88 10,81 13,38
2017
Tri wul a n I 11,08 8,75 12,68 12,09 12,33 14,07 8,75 11,61 22,50 11,54 10,44 13,25
Tri wul a n II 11,08 8,81 12,50 11,90 12,01 13,79 6,03 11,59 20,23 11,40 10,36 13,00
Tri wul a n III 10,96 8,29 12,29 11,66 11,68 13,36 4,73 10,20 19,56 11,20 9,91 12,73
Tri wul a n IV 10,98 8,77 12,16 11,34 11,50 13,13 7,88 9,58 17,67 11,11 9,94 12,44
2018
Tri wul a n I 10,77 8,67 12,01 11,15 11,27 12,94 7,28 7,21 16,94 10,91 9,74 12,28
Tri wul a n II 10,47 8,66 12,03 11,11 11,23 12,83 6,46 7,33 17,96 10,70 9,66 12,27
Tri wul a n III 10,17 8,53 11,79 10,98 11,31 12,47 5,09 7,20 17,08 10,42 9,59 11,99

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
84 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
LAMPIRAN

D. Ekspor dan Impor

Tabel D.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)

2016 2017 2018


Komoditas Ekspor Utama
(dalam juta USD) Pangsa Pangsa Pangsa
Q1 Q2 Q3 Q4 2016 Q1 Q2 Q3 Q4 2017 Q1 Q2 Q3
Pasar Pasar Pasar
1 Ni kel 108,72 138,12 158,62 178,68 584,14 50,02% 143,94 147,94 156,82 180,63 629,33 53,22% 170,45 204,16 204,98 53,43%
2 Ika n da n Uda ng 27,73 35,96 32,72 34,60 131,01 11,22% 28,76 32,00 32,81 34,54 128,10 10,83% 30,42 27,27 36,92 9,62%
3 Bi ji -bi ji a n bermi nya k da n Oba t 18,39 21,34 22,40 18,09 80,22 6,87% 13,80 13,06 16,06 26,46 69,38 5,87% 18,35 24,64 29,57 7,71%
4 Bi ji Cokl a t da n Cokl a t Ol a ha n 24,67 33,24 54,50 43,39 155,80 13,34% 24,83 22,25 36,51 30,06 113,66 9,61% 16,74 17,05 25,79 6,72%
5 Ka yu, Ba ra ng da ri Ka yu 8,82 6,30 5,09 5,95 26,16 2,24% 11,01 11,66 8,84 16,77 48,27 4,08% 13,51 14,71 14,81 3,86%
6 Da gi ng da n Ika n Ol a ha n 3,32 4,46 9,64 8,36 25,78 2,21% 4,85 5,74 14,83 10,54 35,97 3,04% 6,52 8,07 14,19 3,70%
7 Bua h-Bua ha n 16,84 12,74 12,12 15,90 57,60 4,93% 16,32 12,43 12,11 17,62 58,49 4,95% 15,12 9,25 12,49 3,26%
8 Ga ra m, bel era ng, ka pur 3,97 3,67 4,83 5,06 17,52 1,50% 5,08 8,84 9,73 9,05 32,70 2,77% 8,75 16,54 12,00 3,13%
9 La k, Getah da n Da ma r 2,26 2,64 2,45 2,12 9,47 0,81% 0,99 0,52 1,60 1,96 5,08 0,43% 0,72 5,04 9,72 2,53%
10 Kopi ,teh, rempa h-rempa h 1,83 2,16 7,95 7,66 19,60 1,68% 2,24 2,13 4,28 7,28 15,93 1,35% 6,21 3,33 7,57 1,97%
11 La i nnya 12,83 15,68 15,08 16,85 60,44 5,18% 9,31 10,73 13,70 11,89 45,63 3,86% 16,18 20,24 15,59 4,06%
Nilai Ekspor Sulsel 229,37 276,31 325,41 336,67 1.167,76 100,00% 261,13 267,31 307,30 346,80 1.182,54 100,00% 302,99 350,29 383,65 100,00%

Sumber: Bea Cukai, diolah


Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang triwulan III 2018

Tabel D.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
2016 2017 2018
NEGARA TUJUAN EKSPOR
(da l a m juta USD) Pa ngs a Pa ngs a Pa ngs a
Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3
Pa s a r Pa s a r Pa s a r
1 Jepa ng 117,90 147,25 172,45 192,53 630,14 53,96% 154,28 160,31 172,78 198,25 685,62 57,98% 183,55 217,31 223,34 58,22%
2 Ti ongkok 18,75 26,40 31,86 26,91 103,92 8,90% 16,42 16,67 29,14 33,75 95,98 8,12% 22,29 33,74 46,21 12,05%
3 Ameri ka Seri ka t 25,54 28,20 30,15 36,40 120,29 10,30% 31,36 29,58 34,64 36,87 132,45 11,20% 26,79 26,08 36,16 9,43%
4 Ma l a ys i a 16,03 22,61 32,79 28,03 99,46 8,52% 16,40 18,99 15,41 17,04 67,83 5,74% 12,99 8,40 11,50 3,00%
5 Aus tra l i a 2,33 1,74 1,54 4,19 9,80 0,84% 3,10 3,69 7,56 3,14 17,49 1,48% 7,70 7,60 8,29 2,16%
6 Fi l i pi na 1,98 2,04 2,37 2,27 8,66 0,74% 2,10 2,15 1,07 4,74 10,05 0,85% 5,50 12,09 7,60 1,98%
7 Korea Sel a tan 4,01 4,80 4,50 6,76 20,06 1,72% 2,83 2,02 7,04 6,72 18,61 1,57% 5,47 6,04 5,87 1,53%
8 Rus i a 0,88 1,03 3,43 1,54 6,88 0,59% 0,96 0,79 3,66 2,21 7,61 0,64% 2,08 3,00 5,04 1,31%
9 Ta i wa n 1,77 1,92 3,05 1,72 8,47 0,73% 1,57 2,71 4,02 2,22 10,51 0,89% 1,56 1,53 3,95 1,03%
10 Jerma n 3,90 2,02 2,01 2,88 10,81 0,93% 2,85 2,49 3,60 4,15 13,09 1,11% 3,57 1,85 3,82 1,00%
11 La i nnya 36,28 38,30 41,26 33,43 149,27 12,78% 29,25 27,93 28,38 37,71 123,27 10,42% 31,51 32,65 31,85 8,30%
Ni l a i Eks por Sul s el 229,37 276,31 325,41 336,67 1.167,76 100,00% 261,13 267,31 307,30 346,80 1.182,54 100,00% 302,99 350,29 383,65 100,00%
Sumber: Bea Cukai, diolah
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang triwulan III 2018

Tabel D.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
2016 2017 2018
Komoditas Impor Utama
(dalam juta USD) Pangsa Pangsa Pangsa
Q1 Q2 Q3 Q4 2016 Q1 Q2 Q3 Q4 2017 Q1 Q2 Q3
Pasar Pasar Pasar
1 Gandum 35,84 37,99 31,65 38,25 143,73 19,06% 38,27 26,97 40,34 38,67 144,24 17,39% 33,65 25,07 44,07 26,24%
2 Gula dan Kembang Gula 0,19 0,26 0,54 0,70 1,68 0,22% 0,83 30,70 39,70 33,02 104,25 12,57% 22,62 53,29 28,28 16,84%
3 Sisa Industri Makanan 13,57 15,38 23,50 15,69 68,14 9,04% 13,00 21,65 17,28 23,38 75,30 9,08% 16,93 30,46 28,18 16,78%
4 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 35,07 51,66 41,10 75,79 203,62 27,01% 60,89 42,91 21,54 14,17 139,51 16,82% 20,08 17,55 12,58 7,49%
5 Pupuk 3,21 3,80 1,84 4,51 13,35 1,77% 4,32 9,92 0,31 10,18 24,73 2,98% 5,54 3,15 8,18 4,87%
6 Mesin dan Peralatan Listrik 1,62 1,14 5,84 53,19 61,79 8,20% 37,86 16,43 43,84 35,69 133,82 16,13% 34,19 38,29 6,86 4,09%
7 Produk Keramik 4,06 3,08 2,17 3,61 12,92 1,71% 4,15 3,91 5,77 4,71 18,54 2,24% 5,88 3,79 6,63 3,95%
8 Bahan Kimia anorganik 3,35 2,13 0,07 2,39 7,93 1,05% 0,14 2,53 3,15 4,08 9,90 1,19% 0,40 3,82 5,07 3,02%
9 Perangkat Optik 0,14 0,20 0,46 14,71 15,51 2,06% 1,28 2,18 0,44 0,26 4,15 0,50% 0,43 1,11 3,47 2,07%
10 Biji Coklat dan Coklat Olahan 1,80 2,02 6,25 4,18 14,25 1,89% 3,36 3,90 5,09 0,70 13,04 1,57% 0,48 4,57 3,37 2,01%
11 Lainnya 23,83 92,91 36,72 57,61 211,06 27,99% 36,85 49,07 52,15 24,01 162,09 19,54% 24,23 34,03 21,24 12,65%
Nilai Impor
Nilai Impor Sulsel 122,68 210,55 150,13 270,62 753,98 100,00% 200,95 210,17 229,61 188,86 829,58 100,00% 164,42 215,14 167,94 100,00%
Sulsel
Sumber: Bea Cukai, diolah
Ket: 10 besar komoditas impor sepanjang triwulan III 2018

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 85
LAMPIRAN

Tabel D.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)

2016 2017 2018


NEGARA ASAL IMPOR
(dalam juta USD) Pangsa Pangsa Pangsa
Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3
Pasar Pasar Pasar
1 Ti ongkok 42,69 69,11 63,99 125,77 301,57 40,00% 126,89 74,32 34,05 49,78 285,05 34,36% 27,75 29,58 38,55 22,96%
2 Argentina 18,43 14,89 21,84 13,15 68,31 9,06% 10,87 17,93 15,49 20,54 64,83 7,81% 16,37 19,92 25,19 15,00%
3 Si nga pura 0,64 4,59 0,76 0,87 6,86 0,91% 1,06 31,07 14,65 37,80 84,57 10,19% 24,49 48,96 22,68 13,50%
4 Aus tra l i a 25,41 7,26 7,41 6,18 46,26 6,14% 12,48 16,27 18,06 7,62 54,43 6,56% 2,88 7,45 14,18 8,45%
5 Ukra i na 0,11 8,43 17,90 39,41 65,86 8,73% 9,26 - 7,76 8,31 25,33 3,05% 12,80 0,00 14,11 8,40%
6 Hongkong - - - - - 0,00% - - 0,03 0,03 0,06 0,01% 0,00 9,92 10,23 6,09%
7 Ka na da 6,50 19,93 8,03 17,28 51,73 6,86% 9,15 12,43 8,38 18,02 47,98 5,78% 8,38 7,20 8,85 5,27%
8 Pa ki s tan - - - - - 0,00% - - 0,00 0,00 0,00 0,00% 0,00 5,74 7,62 4,54%
9 Tha i l a nd 4,66 2,33 3,76 5,25 16,00 2,12% 3,51 2,82 16,35 2,49 25,17 3,03% 6,71 5,68 4,09 2,43%
10 Ma l a ys i a 1,15 3,26 6,30 4,50 15,21 2,02% 2,95 2,69 3,80 0,92 10,36 1,25% 5,66 3,79 3,89 2,32%
11 La i nnya 23,09 80,74 20,15 58,21 182,18 24,16% 24,77 52,64 111,03 43,36 231,80 27,94% 59,37 76,91 18,54 11,04%
Nilai Impor Sulsel
Nilai Impor Sulsel 122,68 210,55 150,13 270,62 753,98 100,00% 200,95 210,17 229,61 188,86 829,58 100,00% 164,42 215,14 167,94 100,00%
Sumber: Bea Cukai, diolah
Ket: 10 besar negara impor sepanjang triwulan III 2018

E. Sistem Pembayaran

Tabel E.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)

Jumlah yoy
Periode
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 5,30 2,35 2,95 20,16% 36,73% 9,61%
II 4,07 3,83 0,24 25,78% 32,72% -31,43%
2014
III 5,56 5,64 -0,08 14,19% 6,17% -82,13%
IV 4,31 4,10 0,21 5,51% -1,49% -358,75%
2014 19,24 15,91 3,32 15,94% 13,10% 31,83%
I 6,18 2,26 3,93 16,72% -3,70% 32,93%
II 3,83 4,06 -0,22 -5,81% 5,97% -193,72%
2015
III 5,70 5,99 -0,29 2,55% 6,24% 265,41%
IV 3,83 3,96 -0,12 -10,96% -3,43% -159,93%
2015 19,55 16,27 3,29 1,66% 2,22% -0,99%
I 6,51 1,49 5,02 5,20% -34,03% 27,76%
II 3,47 5,02 -1,55 -9,55% 23,64% 589,17%
2016
III 6,55 2,59 3,96 14,83% -56,85% -1473,25%
IV 4,29 2,08 2,21 12,03% -47,43% -1884,56%
2016 20,82 11,17 9,64 6,46% -31,31% 193,23%
I 4,57 1,29 3,28 -29,73% -13,45% -34,56%
II 3,34 3,18 0,16 -3,56% -36,60% -110,48%
2017
III 5,58 2,10 3,48 -14,84% -18,76% -12,28%
IV 3,68 1,99 1,69 -14,34% -4,24% -23,83%
2017 17,17 8,56 8,61 -17,51% -23,36% -10,74%
I 5,80 2,25 3,55 26,94% 74,78% 8,16%
2018 II 5,44 6,08 -0,64 62,72% 91,15% -493,93%
III 5,63 6,23 -0,61 0,92% 196,53% -117,54%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
86 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
LAMPIRAN

Tabel E.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Juta)

Jumlah yoy
Periode
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 144,0 2198,6 -2054,6 388,7% 685,7% 720,6%
II 39,5 3221,8 -3182,3 -47,7% 314,3% 353,2%
2014
III 227,8 3928,2 -3700,4 186,1% 295,8% 305,3%
IV 13,3 2072,4 -2059,1 -86,8% -21,1% -18,5%
2014 424,6 11421,0 -10996,4 48,9% 144,2% 150,4%
I 3,5 1738,0 -1734,5 -97,5% -20,9% -15,6%
II 5,3 3660,0 -3654,7 -86,5% 13,6% 14,8%
2015
III 34,4 2019,3 -1985,0 -84,9% -48,6% -46,4%
IV 2,7 5836,8 -5834,1 -79,9% 181,6% 183,3%
2015 45,9 13254,2 -13208,3 -89,2% 16,1% 20,1%
I 2,0 4449,5 -4447,4 -43,0% 156,0% 156,4%
II 3,1 6433,7 -6430,6 -41,5% 75,8% 76,0%
2016
III 55,5 3542,0 -3486,5 61,4% 75,4% 75,6%
IV 63,1 3982,5 -3919,4 2266,1% -31,8% -32,8%
2016 123,7 18407,7 -18284,0 169,5% 38,9% 38,4%
I 112,1 3401,4 -3289,4 5442,6% -23,6% -26,0%
II 10,8 3852,0 -3841,2 247,7% -40,1% -40,3%
2017
III 0,9 2859,0 -2858,1 -98,4% -19,3% -18,0%
IV 0,0 3345,8 -3345,8 -100,0% -16,0% -14,6%
2017 123,8 13458,2 -13334,5 0,0% -26,9% -27,1%
I 1,0 2031,3 -2030,3 -99,1% -40,3% -38,3%
2018 II 5,4 4061,0 -4005,8 -50,4% 5,4% 4,3%
III 0,8 5106,0 -5105,3 -14,2% 78,6% 78,6%

Tabel E.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembar & Rp Triliun)
yoy
Periode Volume (lembar) Nilai (Rp Triliun)
Volume Nilai
I 37.461 0,56 6,03% 12,16%
II 38.646 0,57 5,40% 12,54%
2012
III 39.105 0,58 0,67% 7,17%
IV 40.567 0,61 0,55% 6,02%
2012 155.779 2,31 3,04% 9,32%
I 36.457 0,56 -2,68% -0,13%
II 34.774 0,58 -10,02% 1,24%
2013
III 37.895 0,87 -3,09% 51,00%
IV 41.130 1,05 1,39% 73,51%
2013 150.256 3,06 -3,55% 32,30%
I 29.191 0,67 -19,93% 21,02%
II 28.625 0,64 -17,68% 10,62%
2014
III 30.355 0,68 -19,90% -22,79%
IV 32.940 0,81 -19,91% -23,34%
2014 121.111 2,79 -19,40% -8,70%
I 34.547 0,89 18,35% 31,93%
II 38.973 1,03 36,15% 61,26%
2015
III 53.395 1,62 75,90% 139,45%
IV 86.793 4,28 163,49% 431,65%
2015 213.708 7,81 76,46% 179,88%
I 132.841 8,92 284,52% 901,91%
II 151.191 10,50 287,94% 921,91%
2016
III 132.118 7,04 147,44% 335,36%
IV 146.241 7,28 68,49% 70,15%
2016 562.391 33,74 163,16% 331,75%
I 137.126 6,54 3,23% -26,66%
II 131.837 5,93 -12,80% -43,56%
2017
III 147.734 6,92 11,82% -1,64%
IV 158.824 7,35 8,60% 0,87%
2017 575.521 26,73 2,33% -20,76%
I 149.197 6,99 8,80% 6,87%
2018 II 145.269 6,70 10,19% 13,14%
III 158.859 7,51 7,53% 8,47%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 87
LAMPIRAN

F. Daftar Istilah
Istilah Keterangan

Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas

Balance sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing,
dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan
2013-2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis management Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan
protocol tanggung jawab anggota tim itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan

Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang
pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
88 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
LAMPIRAN

Istilah Keterangan

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
through negara pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang
tanpa risiko gagal bayar

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate Tata kelola yang baik


governance

Growth-supporting Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi


funding facility

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
kemiskinan

Indeks keparahan Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin


kemiskinan

Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi

Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 89
LAMPIRAN

Istilah Keterangan

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan
kelangsungan usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet

Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan
secara simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter

Pagu hutang / debt Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
ceiling

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Second round effect Dampak lanjutan

Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-
bank ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode November2018
90 Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan
LAMPIRAN

Istilah Keterangan

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional

Yield Imbal hasil

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.

Yuan Mata uang Tiongkok

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode November 2018
Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan 91

Anda mungkin juga menyukai