Anda di halaman 1dari 23

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Infeksi Saluran Kemih

a. Definisi ISK

Infeksi saluran kemih adalah infeksi akibat berkembang

biaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih yang menyebabkan

urin terkontaminasi bakteri, virus, maupun mikroorganisme lain

(Samirah, 2006). Saluran kemih dalam keadaan normal adalah steril

kecuali pada bagian akhir uretra.

Berdasarkan letaknya ISK dibagi menjadi dua yaitu: ISK

bagian atas (pyelonefritis, abses ginjal) dan ISK bagian bawah

(urethritis, cystitis). Berdasarkan keadaan klinis pasien, ISK dapat

dibagi menjadi ISK non komplikata (simple urinary tract infection

(UTI)) dan ISK komplikata (complicated UTI) (Purnomo, 2011).

Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada wanita dan pria dari

semua kalangan usia, walaupun insidennya lebih tinggi pada wanita.

Hal ini disebabkan oleh uretra wanita yang lebih pendek daripada

uretra pria. Pendeknya uretra wanita memudahkan masuknya bakteri

dari anus dan daerah sekitar genitalia ke dalam saluran kemih

(Purnomo, 2011).

5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Angka kejadian ISK pada wanita meningkat sesuai dengan

bertambahnya usia dan aktivitas seksual. Insiden ISK dilaporkan

paling tinggi pada wanita kelompok usia 20 sampai 50 tahun

(Samirah, 2006).

b. Penyebab ISK

Sebuah studi yang melibatkan 4920 sampel biakan urin positif

melaporkan bahwa bakteri patogen yang paling sering ditemukan

pada kasus ISK adalah Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia.

Dilaporkan juga bahwa bakteri gram positif yang paling sering

ditemukan pada urin penderita ISK adalah stafilokokus koagulase

negatif (Ocviyanti, 2012).

Infeksi yang terjadi bergantung pada virulensi

mikroorganisme patogen penyebab, status imunologis pasien, dan

faktor predisposisi pencetus ISK.

Berikut ini adalah faktor predisposisi ISK (Purnomo, 2011):

i. Usia

Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada usia

lanjut. Hal ini disebabkan oleh menurunnya status

imunologis usia lanjut, salah satunya adalah protein Tamm-

Horsfall (THP) atau uromukoid yang bersifat bakterisidal.

Protein ini disintesis oleh sel epitel tubulus pars ascendens,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ansa Henle dan epitel tubulus distalis. Setelah disekresikan

ke dalam urin, protein ini dapat mengikat fimbria bakteri

tipe I dan S, sehingga mencegah perlekatan batkteri ke

urotelium. Pada usia lanjut, produksi uromukoid ini

menurun sehingga kelompok usia ini mudah sekali

terjangkit ISK.

ii. Diabetes mellitus (DM)

Insidensi pyelonefritis akut meningkat 4-5 kali pada

individu yang menderita DM. Pasien DM yang tidak

terkontrol dapat menderita neuropati dan penyakit

pembuluh darah perifer. Hal ini dapat menyebabkan

penurunan kontraktilitas otot detrusor pada vesica urinaria,

yang kemudian menyebabkan peningkatan residu urin

sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Konsentrasi

glukosa urin yang tinggi juga dapat merusak fungsi

fagositosis dari leukosit polimorfonuklear.

iii. Pemasangan kateter

Pada pasien yang menggunakan kateter, bakteri dapat

memasuki vesica urinaria melalui empat jalur: melalui

hubungan antara ostium uretra externum dan kateter

(meatus-catheter junction), hubungan antara kateter dan

saluran drainase (catheter-drainage tubing junction),

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hubungan antara saluran drainase dan kantung urin

(drainage tubing-bag junction) serta melalui pintu drainase

pada kantung urin. Insidensi ISK meningkat pada pasien

yang terpasang kateter dalam waktu lama.

iv. Obstruksi saluran kemih

Pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah

mekanisme wash out urine, yaitu aliran urin membersihkan

kuman yang terdapat di saluran kemih dan urin. Gangguan

mekanisme ini menyebabkan kuman mudah menempel dan

mengadakan replikasi di dinding saluran kemih. Salah satu

faktor yang mempengaruhi aliran urin adalah adanya

obstruksi saluran kemih, karena benign prostate

hyperplasia (BPH), striktur uretra dan batu saluran kemih.

v. Kehamilan

Pada masa kehamilan terjadi perubahan fisiologis yang

dapat meningkatkan risiko ISK. Pengaruh hormon

progesteron dan obstruksi oleh uterus yang membesar

menyebabkan dilatasi sistem pelviokalises dan ureter, serta

peningkatan refluks vesikoureter. Tekanan oleh kepala

janin juga menghambat drainase darah dan limfe dari dasar

vesica urinaria, sehingga daerah itu mengalami edema dan

rentan terhadap trauma (Ocviyanti, 2012).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Kriteria diagnostik ISK

Gambaran klinis ISK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala

hingga menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada

organ-organ lain. Keluhan dan gejala klinis ISK berbeda-beda, sesuai

dengan organ yang terkena. Presentasi klinis pada pyelonefritis akut

presentasi klinis yang didapat adalah demam tinggi, disertai

menggigil dan sakit pinggang, sedangkan pada cystitis, ditemukan

gejala nyeri suprapubik, polakisuria, disuria, dan nocturia (Purnomo,

2011).

Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menegakkan

diagnosis ISK, terutama pada ISK asimptomatik. Pemeriksaan

penunjang yang mungkin diperlukan antara lain urinalisis,

pemeriksaan mikrobiologi urin, pemeriksaan darah dan teknik

pencitraan. Hasil pemeriksaan penunjang yang dapat menunjang

diagnosis ISK (Purnomo, 2011):

i. Urinalisis

1) Carik celup (IDAI, 2011)

a) Leukosit esterase positif

Merupakan enzim yang terdapat di dalam neutrofil,

menggambarkan banyaknya leukosit dalam urin.

b) Nitrit positif

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

Nitrit tidak termasuk dalam komposisi urin normal,

tetapi dapat ditemukan bila nitrat diubah menjadi

nitrit oleh bakteri.

c) Darah positif

Hematuria terkadang bisa menyertai ISK tetapi

tidak dipakai sebagai indikator diagnostik.

d) Protein

Proteinuria dapat menyertai ISK tetapi tidak

digunakan sebagai indikator diagnostik.

2) Mikroskopis

a) Leukosituria

Dinyatakan positif apabila secara mikroskopis

didapatkan >10 leukosit per mm3 atau >5 leukosit

per lapangan pandang besar (LPB).

b) Hematuria

Dapat disebabkan oleh kerusakan glomerulus

ataupun urolithiasis, tumor ginjal, dan sebagainya.

Oleh beberapa peneliti digunakan sebagai petunjuk

adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10 eritrosit/LPB.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

ii. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan biakan urin untuk

menentukan keberadaan kuman, jenis kuman, sekaligus

antibiotik yang cocok untuk membunuh kuman tersebut.

Pada pemeriksaan ini, perlu diperhatikan cara pengambilan

spesimen urin. Dikatakan bakteriuria jika didapatkan >105

colony forming unit (cfu) per mL pada pengambilan

spesimen urin porsi tengah. Pada pengambilan spesimen

urin melalui aspirasi suprapubik dikatakan bermakna jika

didapatkan bakteri tanpa memperhitungkan banyaknya cfu.

iii. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah lengkap dapat mengungkap adanya

proses inflamasi maupun infeksi. Didapatkannya

leukositosis, peningkatan laju endap darah, atau

didapatkannya sel-sel imatur shift to the left pada sediaan

hapusan darah menandakan adanya proses inflamasi akut.

iv. Pencitraan

Pada ISK komplikata (ISK dengan disertai kelainan

struktur anatomis saluran kemih atau disertai penyakit

sistemik) terkadang perlu dilakukan pemeriksaan

pencitraan untuk mencari sumber terjadinya infeksi. Teknik

pencitraan yang dapat digunakan untuk mendukung

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

diagnosis ISK antara lain foto polos abdomen, pyelografi

intra vena (PIV), ultrasonografi (USG), dan computerized

tomography scan (CT scan).

d. Penatalaksanaan ISK (Purnomo, 2011)

Infeksi saluran kemih yang telah menimbulkan keluhan pada

pasien, harus segera mendapatkan antibiotika berdasarkan biakan

kuman dan uji resistensi antibiotika. Infeksi yang cukup berat

memerlukan perawatan di rumah sakit; tirah baring, pemberian

cairan, pemberian analgetika dan antibiotika secara intravena.

e. Komplikasi ISK

Infeksi saluran kemih dapat menimbulkan beberapa

komplikasi yang dapat mempersulit penyembuhan pasien, di

antaranya (Purnomo, 2011):

i. Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut menyebabkan terjadinya edema akibat

inflamasi pada ginjal, sehingga dapat mendesak sistem

pelvikalises dan menyebabkan gangguan aliran urin.

ii. Sepsis

Bakteri penyebab ISK dapat memasuki peredaran darah dan

infeksi menjadi sistemik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

iii. Urolitiasis

Adanya papila ginjal yang terkelupas akibat ISK serta debris

dari bakteri dapat menjadi bahan-bahan pembentuk batu

saluran kemih. Selain itu, beberapa jenis bakteri pemecah urea

mampu mengubah suasana pH urin menjadi basa. Suasana basa

ini memungkinkan unsur pembentuk batu mengendap di dalam

urin.

iv. Supurasi

Infeksi saluran kemih yang mengenai ginjal dapat

menyebabkan abses pada ginjal yang selanjutnya dapat meluas

ke rongga perirenal dan bahkan ke pararenal. Dapat pula

mengenai prostat dan testis pada laki-laki, sehingga

menimbulkan abses prostat dan abses testis.

2. Urinalisis

a. Definisi urinalisis

Urinalisis adalah suatu pemeriksaan sampel urin yang

mencakup pemeriksaan fisik urin secara makroskopis, kandungan

kimia dalam urin yang biasanya diperiksa dengan metode carik

celup (dipstick), dan pemeriksaan mikroskopis. Urinalisis

berfungsi sebagai alat bantu diagnostik berbagai penyakit, baik

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

yang terjadi di saluran kemih maupun penyakit sistemik yang

melibatkan saluran kemih (Echeverry et al.., 2010).

b. Tujuan urinalisis

Urinalisis merupakan sebuah pemeriksaan yang cukup

sederhana namun memiliki fungsi dan makna yang berarti. Tujuan

dilakukannya urinalisis adalah (CLSI, 2009):

i. Menunjang diagnosis

ii. Memantau perjalanan penyakit

iii. Memantau efektivitas pengobatan maupun

komplikasinya

c. Indikasi urinalisis

Seorang dokter dapat melakukan atau meminta laboratorium

melakukan pemeriksaan urinalisis atas beberapa indikasi, antara

lain (Efrida, 2012):

i. Ditemukannya gejala klinis maupun riwayat penyakit

ginjal atau saluran kemih pada pasien, contohnya pada

pasien dengan ISK. Urinalisis diperlukan untuk

menegakkan diagnosis ISK.

ii. Ditemukannya gangguan pada sistem endokrin pasien,

contohnya pada pasien dengan DM. Pemeriksaan kadar

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

glukosa urin dapat dilakukan untuk mengobservasi

keadaan pasien tersebut.

iii. Kondisi ikterik pada pasien, contohnya pada pasien

dengan hepatitis, toksik hepar, dan ikterus obstruktif.

Parameter yang diperiksa pada pasien dengan ikterus

adalah bilirubin. Bilirubinuria terjadi bila kadar

bilirubin dalam darah meningkat.

iv. Apabila pasien menerima terapi yang mempengaruhi

fungsi ginjal, seperti antibiotik golongan

aminoglikosida. Pada pasien yang menerima terapi

medikamentosa aminoglikosida, diperlukan monitoring

produksi urin (Chasani, 2008).

d. Pengambilan sampel urin

Ada beberapa metode yang dilakukan untuk pengambilan

sampel urin:

i. Urin pancaran tengah yang diambil dengan bersih

(clean catch voided midstream urine) (Ocviyanti, 2012)

Merupakan cara pengambilan sampel urin yang

paling mudah dan umum ditemui. Cara pengambilan

sampel urin dengan metode ini adalah:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

· Sebelum berkemih pasien diminta untuk

membersihkan organ genitalia luar dengan air lalu

dikeringkan. Organ genitalia luar pada laki-laki

mencakup penis, scrotum, dan perineum; sedangkan

pada wanita mencakup vulva dan perineum.

· Ostium uretra externum (OUE) ditampilkan (pada

laki-laki dilakukan dengan memegang penis pada

saat berkemih, sedangkan pada wanita dilakukan

dengan membuka labia majora menggunakan jari

tangan) agar pancaran urin bebas.

· Urin dikeluarkan sedikit tanpa ditampung karena

urin yang diambil menjadi sampel merupakan urin

di tengah-tengah pancaran. Wadah urin diletakkan

sedekat mungkin dengan OUE tanpa menyentuh

daerah genitalia.

Teknik pengambilan sampel urin ini dapat

dilakukan pada pasien dengan status mental dan

kesadaran yang baik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

ii. Kateter urin (Kuntaman, 2007)

Untuk pasien tirah baring maupun pasien yang

tidak dapat berkemih secara mandiri, teknik

pengambilan sampel urin dapat dilakukan dengan

kateterisasi.

Terdapat dua jenis pengambilan sampel urin

dengan kateter: indwelling catheter (spesimen diambil

menggunakan jarum yang ditusukkan pada kateter) dan

straight catheter (spesimen diambil langsung dari

kateter). Spesimen urin tidak boleh diambil dari urine

bag karena dianggap telah mengalami kontaminasi.

Teknik ini tidak dapat diterapkan pada pasien

dengan trauma uretra.

iii. Aspirasi suprapubik (Kuntaman, 2007)

Teknik pengambilan sampel urin dengan

aspirasi suprapubik dilakukan pada anak-anak maupun

pemeriksaan yang membutuhkan suasana anaerob.

Keuntungan dari teknik ini adalah berkurangnya

kemungkinan kontaminasi dari area genital dan

perineum.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

Urin yang telah dikemihkan atau dikeluarkan dari tubuh

pasien kemudian dimasukkan ke dalam wadah. Wadah yang

dimaksud berupa tabung/pot screw cap steril, utuh, dan tertutup

rapat (Maryani, 2014). Wadah tersebut kemudian diberi label

berisi identitas pasien dan diantar ke laboratorium bersamaan

dengan lembar permintaan pemeriksaan.

e. Pemeriksaan urin mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis urin berupa pemeriksaan sedimen

urin. Dianjurkan urin yang diperiksa adalah urin pagi karena

kepekatannya tinggi. Hasil yang ditemukan dapat berupa unsur-

unsur organik (seperti sel epitel, leukosit, eritrosit, oval fat bodies,

spermatozoa, dan mikroorganisme) maupun unsur-unsur anorganik

(bahan amorf, kristal, dan zat lemak) (Riswanto, 2012).

Unsur yang bermakna (sel darah dan silinder) dilaporkan

secara semikuantitatif, yaitu rata-rata per lapang pandang kecil

(LPK) dengan perbesaran 100x untuk silinder dan rata-rata per

lapang pandang besar (LPB) dengan perbesaran 400x untuk

eritrosit dan leukosit. Unsur-unsur lain, seperti epitel dan kristal,

pelaporannya dengan menggunakan ada (+), banyak (++), dan

banyak sekali (+++) pada LPK (Wirawan dkk, 2008).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

Cara pemeriksaan urinalisis mikroskopis adalah (Riswanto,

2012):

i. Urin sebanyak 10-15 ml dimasukkan ke dalam tabung

sentrifus, lalu urin tersebut disentrifus selama 5 menit

dengan kecepatan 1500 rpm.

ii. Cairan di bagian atas tabung dibuang, kemudian

disisakan volume cairan dan sedimen kira-kira 0,5-1

ml.

iii. Tabung sentrifus dikocok untuk mensuspensikan

sedimen urin

iv. Sebanyak 1-2 tetes suspensi tersebut diteteskan di kaca

objek menggunakan pipet, lalu ditutup dengan kaca

penutup.

v. Sedimen diperiksa di bawah mikroskop dengan

pembesaran 100x untuk LPK dan 400x untuk LPB.

f. Pemeriksaan leukosit urin mikroskopis (Riswanto, 2012).

Nilai rujukan atau batas normal leukosit pada pemeriksaan

urinalisis mikroskopis adalah < 5/LPB. Berikut interpretasi hasil

pemeriksaan leukosit pada urinalisis mikroskopis:

6-10/LPB = (+)/ ada

>10-20/LPB = (++)/ banyak

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

>20/LPB = (+++)/ banyak sekali

Pelaporan jumlah leukosit sebaiknya disebutkan jumlah rata-

rata leukosit per LPB. Jumlah leukosit urin meningkat pada kasus

ISK.

Untuk mempermudah identifikasi sedimen, leukosit terlihat

lebih jelas apabila sedimen urin diberikan setetes larutan asam

asetat 10%.

g. Hasil urinalisis mikroskopis normal (Kemenkes RI, 2011)

i. Unsur organik

1. Eritrosit: 0 – 3 sel/LPB

2. Leukosit : 0 – 5 sel/LPB

3. Sel epitel: 0 – 2 sel/LPB

4. Oval fat bodies: -

5. Spermatozoa: -

6. Mikroorganisme: < 2/LP

ii. Unsur anorganik

1. Bahan amorf: -

2. Kristal: -

3. Zat lemak: -

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

h. Urinalisis Otomatis

Pemeriksaan urin mikroskopis dapat memberikan informasi

yang diperlukan oleh klinisi mengenai kondisi kesehatan pasien

secara umum, namun pemeriksaan ini memiliki beberapa

kekurangan. Pemeriksaan ini memiliki variasi yang tinggi antar

pemeriksa sehingga dinilai kurang presisi, serta pemeriksaan ini

membutuhkan tenaga kerja yang intensif (Broeren et al., 2011).

Untuk meminimalisir kesalahan hasil pemeriksaan urin,

dikembangkan alat urinalisis otomatis. Saat ini metode urinalisis

otomatis digemari karena hanya membutuhkan sampel yang relatif

lebih sedikit, prosedurnya praktis dan hasil bisa diperoleh dengan

cepat (Amacher, 2006).

Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi

memiliki alat urinalisis otomatis, yaitu Sysmex UX-2000. Sysmex

UX-2000 adalah flow cytometer urin menggunakan laser yang

dapat mengukur keberadaan eritrosit, leukosit, sel epitel, silinder,

dan bakteri secara kuantitatif pada urin yang tidak disentrifus

(Agpaoa et al., 2015).

Cara urinalisis menggunakan Sysmex UX-2000 ini adalah:

i. Urin disuspensikan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

ii. Sampel urin didilusi dan diberi pewarnaan di dua ruang

reaksi (satu ruang untuk bakteri dan satu ruang untuk

partikel urin lainnya)

iii. Sampel diproses oleh Sysmex UX-2000

iv. Hasil urinalisis berupa sel, bakteri, dan silinder

dipresentasikan dalam bentuk sel/µL urin

Hasil urinalisis otomatis menggunakan alat ini sebaiknya diperiksa

ulang dengan pemeriksaan urin mikroskopis secara manual, karena

analisis sedimen dengan flow cytometry memiliki kemampuan terbatas

untuk mengidentifikasi elemen yang terdapat di dalam urin, seperti

silinder (Khejonnit et al., 2014).

3. Akibat Penundaan Pemeriksaan Spesimen Urin

Penundaan pemeriksaan urin dapat menurunkan kualitas hasil

pemeriksaan akibat perubahan komposisi urin, terutama apabila urin

disimpan lebih dari 2 jam di suhu kamar tanpa penambahan zat pengawet

(Delanghe dan Speeckaert, 2014). Dianjurkan oleh CLSI bahwa

pemeriksaan urin dilakukan paling lambat 2 jam dari waku urin

dikemihkan. Berikut adalah beberapa akibat dari penundaan pemeriksaan

spesimen urin pada pemeriksaan urin carik celup dan mikroskopis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

a. Carik celup

Pemeriksaan carik celup adalah pemeriksaan kimiawi urin

menggunakan suatu strip plastik yang mengandung beberapa

reagen kimia. Masing-masing reagen dapat mendeteksi zat yang

spesifik (Chakraborty, 2012). Penundaan pemeriksaan urin dapat

mengubah beberapa hasil pemeriksaan carik celup, seperti darah,

urobilinogen, nitrit, dan deteksi bakteri.

Penundaan pemeriksaan darah dengan metode carik celup

dapat menimbulkan hasil negatif palsu. Pada pemeriksaan bilirubin

dan urobilinogen dapat ditemukan hasil negatif palsu apabila

spesimen terpajan sinar matahari sehingga bilirubin dan

urobilinogen teroksidasi atau pada keadaan dimana ditemukan

kontaminasi formaldehyde pada urin. Pemeriksaan nitrit dapat

menunjukkan hasil positif palsu apabila spesimen dibiarkan terlalu

lama dalam suhu kamar karena peningkatan pertumbuhan bakteri

in vitro. Pertumbuhan bakteri in vitro ini juga menyebabkan hasil

positif palsu pada deteksi bakteri (Delanghe dan Speeckaert,

2014).

b. Mikroskopis

Penundaan pemeriksaan urin mikroskopis dapat

menyebabkan perubahan hasil pemeriksaan, terutama disebabkan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

oleh lisisnya sel-sel dan pertumbuhan bakteri. European

Confederation of Laboratory Medicine European Urinalysis

Guidelines (2000) menganjurkan pemeriksaan urin maksimal

dilakukan 4 jam setelah urin dikemihkan untuk penyimpanan di

lemari pendingin (2-8oC) untuk mengurangi kemungkinan

terjadinya lisis komponen urin. (Delanghe dan Speeckaert, 2014).

Penyimpanan urin dalam lemari pendingin mengakibatkan

perubahan pada beberapa komponen urin. Penyimpanan sampel di

dalam lemari pendingin dapat menyebabkan pengendapan kristal

urin sehingga dapat mengaburkan pemeriksaannya (Delanghe dan

Speeckaert, 2014).

Pemeriksaan leukosit urin mikroskopis dapat menunjukkan

hasil negatif palsu apabila pemeriksaannya ditunda. Hasil negatif

palsu ini disebabkan oleh lisisnya leukosit sebelum pemeriksaan

(Delanghe dan Speeckaert, 2014). Kecepatan lisis komponen urin

berbanding lurus dengan kenaikan pH urin akibat jarak waktu

antara urin dikemihkan dan pemeriksaan yang terlalu panjang.

Leukosit lebih rentan lisis pada urin dengan pH yang sangat alkali

(pH >8), seperti pada pasien dengan infeksi Proteus (Gillenwater et

al., 2002).

Berat jenis juga berpengaruh dalam lisisnya komponen urin.

Pada urin dengan berat jenis kurang dari 1.007 konsentrasi unsur

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

pada urin menurun secara signifikan. Pada lingkungan hipotonis

seperti itu dapat ditemukan lisisnya eritrosit (Gillenwater et al.,

2002)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

B. Kerangka Pikiran

Suspek ISK

Urinalisis

Makroskopis Kimiawi Mikroskopis

Unsur Unsur
organik anorganik

Sel epitel Eritrosit Leukosit Oval fat Mikroorganisme


Spermatozoa
bodies

Penundaan
Lama pemeriksaan
C. waktu penundaan, pH
urin, berat jenis urin
Pertumbuhan bakteri in vitro
menyebabkan lisis sel

Penurunan
D. Kenaikan
jumlah leukosit jumlah bakteri

Kesalahan diagnosis dan


tatalaksana

Keterangan:

: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Pikiran

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan jumlah leukosit urin pada penundaan pemeriksaan

spesimen urin.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai