Anda di halaman 1dari 14

MENGEMBANGKAN INSTRUMEN EVALUASI DAN SUPERVISI LAYANAN BK

Dosen Pembimbing :
Drs. Martunis, M.Si.

Jamilah Aini Nasution, S.Pd. M.Pd.

Disusun Oleh:

Sarah Suhailla (1806104030038)

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH 2020


1

Daftar Isi

Daftar Isi.........................................................................................................................................1

Mind Mapping................................................................................................................................2

Mengembangkan Pembahasan Mind Maping / Membuat Resume dari Isi Materi......................3

A. Pengertian Instrumen..........................................................................................................3

B. Proses Pengembangan Instrumen Evaluasi dan Supervisi.................................................3

C. Langkah-langkah Menyusun Instrumen.............................................................................5

Lampiran Soal dan Jawaban........................................................................................................11

Lampiran Syair, Cerita atau Puisi................................................................................................13


2

Mind Mapping

Pengertian Instrumen di dalam Proses Pengembangan Instrumen


Evaluasi

Pertemuan Pra-pengamatan.
MENGEMBANGKAN INSTRUMEN EVALUASI DAN
sebagai suatu sarana berupa seperangkat alat
SUPERVISI LAYANAN BK
yang dipergunakan yang disesuaikan dengan
Pengamatan
metode tertentu dalam rangka
mempermudah  pengumpulan informasi
berupa data yang dibutuhkan untuk suatu
Analisis hasil pengamatan
keperluan evaluasi atau penelitian.

Pertemuan setelah pengamatan

Langkah-Langkah Menyusun Instrumen


Evaluasi Hasil

Merumuskan Tujuan Membuat Kisi-kisi Membuat Butir-butir Instrumen Menyunting Instrumen


iiiInstrumen
3

Mengembangkan Pembahasan Mind Maping / Membuat Resume dari Isi Materi

A. Pengertian Instrumen

Farida Yusuf Tayibnapis (2008: 102), instrumen ialah alat untuk merekam informasi
yang akan dikumpulkan, contohnya antara lain wawancara, kuesioner, tes, ceklis, observasi
dan lain-lain. Selanjutnya Purwanto (2014: 56) mengemukakan bahwa instrumen adalah alat
ukur yang digunakan untuk mengukur dalam rangka pengumpulan data. Misalnya timbangan
adalah instrumen alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data berat dengan cara
melakukan penimbangan, termometer adalah alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan
data suhu, meteran untuk mengukur jarak dan sebagainya.

    Pendapat Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2014: 90) bahwa dari arti
istilahnya, instrumen menunjuk pada sesuatu yang dapat berfungsi sebagai  pembantu agar
usaha pencapaian tujuan lebih mudah. Dalam usaha mengumpulkan data, instrumen berfungsi
untuk mempermudah, memperlancar, dan membuat pekerjaan pengumpulan data menjadi
lebih sistimatis. Dengan demikian berdasarkan dari beberapa pengertian instrumen yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen dalam evaluasi atau
penelitian dapat didefinisikan  sebagai suatu sarana berupa seperangkat alat yang
dipergunakan yang disesuaikan dengan metode tertentu dalam rangka mempermudah 
pengumpulan informasi berupa data yang dibutuhkan untuk suatu keperluan evaluasi atau
penelitian.

B. Proses Pengembangan Instrumen Evaluasi dan Supervisi

Supervisi itu sama sekali bukan mengukur unjuk kerja guru /konselor dalam
mengelola proses pembelajaran/bimbingan, melainkan bagaimana membantu guru
bk/konselor mengembangkan kemampuan profesionalnya. Meskipun demikian, supervisi
tidak bisa terlepas dari pengukuran kemampuan guru/konselor dalam mengelola proses
pembelajaran/bimbingan. Pengukuran kemampuan guru/konselor dalam mengelola proses
pembelajaran/bimbingan merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dalam
proses supervisi pembelajaran/bimbingan. Ini berarti dalam setiap merencanakan dan
memprogram supervisi akademik selalu diperlukan instrumen pengukuran.
4

Proses supervisi akademik dapat digambarkan sebagai berikut:

Langkah I  Pertemuan Pra-pengamatan.

Kepala sekolah berusaha untuk menjelaskan pada guru/konselor kegiatan spesifik di


kelas.  Berunding dengan guru/konselor untuk membangun saling pengertian dan kemudahan
komunikasi, sehingga kunjungannya dapat diterima dan tidak menakutkan.  Ia dapat
mendiskusikan dan memutuskan hal-hal yang akan disupervisi, mulai dari metode,
pengelolaan kelas sampai dengan evaluasi pembelajaran.

Langkah-II   Pengamatan.

Setelah melakukan pertemuan sebelumnya serta berdiskusi dengan guru/konselor, Kepala


sekolah harus memutuskan hal-hal yang harus diamati dari kejadian-kejadian yang ada,
misalnya:

a) Apakah guru/konselor secara konsisten mendominasi proses konseling sepanjang


waktu?
b) Apakah ia melibatkan klien dalam proses?
c) Apakah metodenya efektif?
d) Apakah tayangan dalam alat bantu audio visual dan alat bantu bimbingan/konseling
lainnya relevan dengan materi BK?
e) Seberapa banyak aplikasi proses bantuan untuk kehidupan klien?

Selama pengamatan, Kepala sekolah mencatat butir petunjuk konstruktif dan positif, yang
nantinya akan didiskusikan dengan guru/konselor.

Langkah-III  Analisis hasil pengamatan

Kepala sekolah membuat analisis yang menyeluruh/komprehensif pada data supervisi untuk


menafsirkan hasil pengamatannya. Berdasarkan analisisnya, maka Kepala sekolah kemudian
mengidentifikasi perilaku konselor yang positif, yang harus dipelihara dan perilaku negatif
yang harus dirubah, agar dapat menyelesaikan/menanggulangi masalah.

Langkah-IV Pertemuan setelah pengamatan

Data yang telah dianalisis ditunjukkan pada guru/konselor.  Umpan balik diberikan


sedemikian sehingga guru/konselor dapat memahami temuan, mengubah perilaku yang
teridentifikasi dan mempraktekkan panduan yang diberikan.
5

Penerimaan dan internalisasi merupakan capaian terbaik.  Hal ini terjadi apabila hubungan
antara guru/konselor dengan Kepala sekolah dapat digolongkan ke dalam sifat kooperatif dan
kolegalitas yang tidak mengancam.

Dari umpan balik Kepala sekolah dan dukungan pada guru/konselor, maka dapat ditentukan
bersama: 

a) Perilaku positif proses konseling yang harus dipelihara.


b) Strategi-strategi alternatif untuk mencapai perubahan yang diinginkan.
c) Kelayakan/kepantasan dari menggunakan kembali metode yang pernah dilakukan.

Langkah-V Evaluasi Hasil

Dari umpan balik Kepala sekolah dan dukungan pada guru/konselor, maka dapat ditentukan
bersama: 

a) Perilaku positif proses konseling yang harus dipelihara.


b) Strategi-strategi alternatif untuk mencapai perubahan yang diinginkan.
c) Kelayakan/kepantasan dari menggunakan kembali metode yang pernah dilakukan.

C. Langkah-langkah Menyusun Instrumen

Menurut Arikunto (1988: 48-52), langkah-langkah yang harus dilalui dalam


menyusun instrumen apapun, termasuk instrumen pengawasan sekolah adalah sebagai
berikut:

1. Merumuskan tujuan

Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan instrumen yang akan disusun. Contoh:
Tujuan menyusun angket untuk mengumpulkan data tentang besarnya minat belajar dengan
modul.

2. Membuat kisi-kisi

Kisi-kisi yang berisi tentang perincian variabel dan jenis instrumen yang akan
digunakan. Untuk mengukur bagian variabel yang bersangkutan ini dikembangkan dari kisi-
kisi objek yang akan dievaluasi. Yang dimaksud dengan kisi-kisi dalam rangkaian proses
penyusunan instrumen adalah semacam tabel kolom baris yang memberikan gambaran
tentang kaitan antara objek sasaran evaluasi, instrumen, dan nomor-nomor butir dalam
instrumen. Dengan membuat kisi-kisi, menunjukkan ketegasan evaluator untuk mrnunjuk
6

instrumrn apa yang benar-benar akan digunakan, jumlah butir untuk masing-masing
instrumen, dan butir berapa yang ditentukan untuk mengungkap suatu data. Jadi kisi-kisi
dibuat khusus untuk jenis instrumen yang sudah dipilih. Contoh: Untuk mengumpulkan data
tentang kegiatan belajar mengajar di kelas diperlukan angket, wawancara, observasi, dan
dokumen.

3. Membuat butir-butir instrument

sesudah kisi-kisi tersusun maka langkah selanjutnya adalah membuat butir-butir


instrument. Dalam bagian ini akan diungkapkan mengenai kelemahan dan kesulitan yang
banyak dijumpai dalam penyusunan butir-butir instrumen, agar tidak diulang oleh penyusun
instrumen evaluasi program yang lain. Hal yang banyak dikeluhkan dalam penyusunan
instrumen oleh peneliti dan evaluator program pemula adalah cara membuat angket. Menurut
Suharsimi Arikunto dan Cepi SafruddinAbdul Jabar (2014: 100), beberapa kekeliruan yang
sering ditemui dalam penyusunan angket oleh peneliti atau evaluator adalah:

 Terdapat penyimpangan pertanyaan dari indikator yang akan dievaluasi. Untuk


menghindari hal ini penyusun instrumen perlu mencoba menjawab sendiri beberapa
(atau semua) pertanyaan yang mereka ajukan. Jika jawabannya tidak pas atau
melenceng dari maksud pertanyaan, berarti butir tersebut rumusannya salah.
 Angket dengan opsi “selalu, sering, jarang, kadang, tidak pernah” (atau sejenisnya)
hanya cocok untuk uraian pertanyaan yang menggali informasi yang sifatnya
frekuentif tertentu yang jumlah dan pemunculannya sudah diketahui.

4. Menyunting instrument

Apabila butir-butir instrumen sudah selesai dilakukan, maka penilai atau pengawas
melakukan pekerjaan terakhir dari penyusunan instrumen yaitu mengadakan penyuntingan
(editing). Hal yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

a) Mengurutkan butir menurut sistimatika yang dikehendaki evaluator untuk


mempermudah pengolahan data.
b) Menuliskan petunjuk pengisian, identitas dan sebagainya.
c) Membuat pengantar permohonan pengisian bagi angket yang diberikan kepada
orang lain (pedoman wawancara, pedoman dokumentasi, lembar pengamatan
cukup membuat identitas yang menunjuk pada sumber data dan identitas
pengisi).
7

Petunjuk umum tentang penyusunan instrumen dipaparkan oleh Brinkerhoff


sebagaimana dikutip Tayibnapis (2000:104-105) sebagai berikut:

1) Apa konten yang diperlukan? Hal ini langsung berhubungan dengan variabel yang
telah ditentukan sebelumnya. Konten instrumen harus dibatasi sebatas apa yang
termasuk dalam variabel.
2) Apa dan bagaimana bahasa yang akan dipakai? Hal ini tergantung dari responden
yang akan menjawab instrumen, apakah responden termasuk golongan yang
berpendidikan rendah atau tinggi? Yang penting harus diingat yaitu hindari
pemakaian bahasa asing, istilah-istilah asing yang aneh, jangan sampai responden
tidak dapat menjawab pertanyaan karena tidak mengerti bahasanya. Usahakan
menggunakan bahasa yang mudah, kalimat singkat dan sederhana.
3) Prosedur analisis apa yang akan dipakai? Bila akan memakai mesin scoring, atau
coding automatic atau manual maka instrumen harus disiapkan untuk itu.
4) Apakah ada pertimbangan khusus lainnya? Dalam hal ini mungkin termasuk versi
khusus untuk responden yang cacat (handicapped) yang memerlukan petunjuk khusus
dan lain sebagainya. Perlu dibuat rencana (blue print) dan kisi-kisi untuk setiap
instrumen yang akan dibuat, atau mungkin memerlukan konsultasi khusus dari rekan
sejawat atau ahlinya.
5) Tentukan seberapa ketepatan yang diperlukan. Dalam hal ini diperhatikan
kelengkapan, ketepatan waktu, presentasi dan sebagainya.
6) Kapasitas responden. Responden dilihat dari kemampuannya, pendidikan dan
penataran yang telah dilakukan sehubungan dengan hal yang akan diukur.
7) Kesesuaian dengan rencana analisis. Mengetahui sebelumnya apa yang akan
dilakukan terhadap data sesudah terkumpul akan membantu menentukan ketepatan
yang diperlukan. Ketepatan pengukuran dapat diperoleh misalnya dengan membuat
instrumen yang lebih rinci, petunjuk jawaban, dan kategori.
Djaali dan Muljono (2004:81-85) mendeskripsikan secara garis besar langkah-langkah
dalam penyusunan dan pengembangan instrumen sebagai berikut:
1) Berdasarkan sintesis dari teori-teori yang dikaji tentang suatu konsep dari variabel
yang hendak diukur, kemudian dirumuskan kontruk dari variabel tersebut. Konstruk
pada dasarnya adalah bangun pengertian dari suatu konsep yang dirumuskan.
8

2) Berdasarkan konstruks tersebut dikembangkan dimensi dan indikator variabel yang


hendak diukur yang sesungguhnya telah tertuang secara eksplisit pada rumusan
konstruk variabel pada langkah 1.
3) Membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel spesifikasi yang memuat dimensi,
indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk setiap dimensi dan indikator.
4) Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan kontinum
dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan, misalnya dari rendah ke tinggi, dari
negatif ke positif, dari otoriter ke demokratik, dari dependen ke independen dan
sebagainya.
5) Menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan.
Biasanya butir instrumen yang dibuat terdiri atas dua kelompok pernyataan atau
pertanyaan yaitu kelompok butir positif dan kelompok butir negatif. Butir positif
adalah pernyataan mengenai ciri atau keadaan yang menjadi indikasi sikap atau
persepsi positif atau mendekat ke kutub positif, sedang butir negatif adalah pernyataan
mengenai ciri atau keadaan yang mengindikasikan persepsi atau sikap negatif atau
mendekat ke kutub negatif. Butir-butir yang telah ditulis merupakan konsep
instrumen yang harus melalui proses validasi, baik validasi teoretik maupun validasi
empirik.
 Tahap validasi pertama yang ditempuh adalah validasi teoretik yaitu melalui
pemeriksaan pakar atau melalui panel yang pada dasarnya menelaah seberapa
jauh dimensi merupakan jabaran yang tepat dari konstruk, seberapa jauh
indikator merupakan jabaran yang tepat dari dimensi dan seberapa jauh butir-
butir instrumen yang dibuat secara tepat dapat mengukur indikator.
 Revisi atau perbaikan berdasarkan saran dari pakar atau berdasarkan hasil
panel.
 Setelah konsep instrumen dianggap valid secara teoretik atau secara
konseptual, dilakukanlah penggandaan instrumen secara terbatas untuk
keperluan ujicoba.
 Ujicoba instrumen di lapangan merupakan bagian dari proses validasi empirik.
Melalui ujicoba tersebut, instrumen diberikan kepada sejumlah responden
sebagai sampel ujicoba yang mempunyai karakteristik sama atau ekuivalen
dengan karakteristik populasi penelitian. Jawaban atau respon dari sampel
9

ujicoba merupakan data empiris yang akan dianalisis untuk menguji validitas
empiris atau validitas kriteria dari instrumen yang dikembangkan.
 Pengujian validitas empiris dilakukan dengan menggunakan kriteria baik
kriteria internal maupun kriteria eksternal. Kriteria internal adalah instrumen
itu sendiri sebagai satu kesatuan yang dijadikan kriteria, sedangkan kriteria
eksternal adalah instrumen atau hasil ukur tertentu di luar instrumen yang
dijadikan sebagai kriteria.
 Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh kesimpulan mengenai valid atau
tidaknya sebuah butir atau sebuah perangkat instrumen. Jika menggunakan
kriteria internal yaitu skor total instrumen sebagai kriteria, maka keputusan
pengujian adalah mengenai valid atau tidaknyan butir instrumen dan proses
penggujiannya biasanya disebut dengan analisis butir. Dalam kasus lainnya,
yaitu jika menggunakan kriteria eksternal yaitu instrumen atau ukuran lain di
luar instrumen yang dijadikan kriteria, maka keputusan penggujiannya adalah
mengenai valid atau tidaknya perangkat instrumen sebagai suatu kesatuan.
 Untuk kriteria internal atau validitas internal, berdasarkan hasil analisis butir
maka butir-butir yang tidak valid dikeluarkan atau diperbaiki untuk diujicoba
ulang, sedangkan butir-butir yang valid dirakit kembali menjadi sebuah
perangkat instrumen untuk melihat kembali validitaskontennya berdasarkan
kisi-kisi. Jika secara konten butir-butir yang valid tersebut dianggap valid atau
memenuhi syarat, maka perangkat instrumen terakhir ini menjadi instrumen
final yang akan digunakan untuk mengukur variabel penelitian.
 Selanjutnya dihitung koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas dengan
rentangan nilai (0 – 1) adalah besaran yang menunjukkan kualitas atau
konsistensi hasil ukur instrumen. Makin tinggi koefisien reliabilitas, maka
makin tinggi pula kualitas instrumen tersebut. Mengenai batas nilai koefisien
reliabilitas yang dianggap layak tergantung pada presisi yang dikehendaki oleh
suatu penelitian. Untuk itu dapat merujuk pendapatpendapat yang sudah ada,
karena secara eksak tidak ada tabel atau distribusi statistika mengenai angka
reliabilitas yang dapat dijadikan rujukan.
 Perakitan butir-butir instrumen yang valid untuk dijadikan instrumen final.
10

Daftar Pustaka

 Sepercik Senja. 2012, 05 April. Evaluasi dan Supervisi,


(http://seperciksenja2011.blogspot.com/2012/04/evaluasi-dan-supervisi.html).
 Firdaus Suaib. 2016, 21 Juni. Penyusunan Perangkat Evaluasi,
(http://firdaussuaib.blogspot.com/2016/06/penyusunan-perangkat-evaluasi.html).
 Kiki Tristiawanti Simbolon. 2019. Pengembangan Instrumen Evaluasi Program,
(https://www.researchgate.net/publication/333405259_Pengembangan_Instrumen_Ev
aluasi_Program).
11

Lampiran Soal dan Jawaban

Choice

1. Semacam tabel kolom baris yang memberikan gambaran tentang kaitan antara objek
sasaran evaluasi, instrumen, dan nomor-nomor butir dalam instrumen, merupakan
proses penyusunan instrumen dari...

a. Membuat Kisi-kisi c. Membuat butir-butir instrumen

b. Merumuskan tujuan d. Menyunting instrumen

Jawaban yang benar A

2. Pilihlah salah satu dibawah ini tahap dalam menyunting instrumen...


a. Menuliskan tujuannya
b. Menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan
c. Menuliskan petunjuk pengisian, identitas dan sebagainya
d. Menuliskan kisi-kisi
Jawaban yang benar C

3. Butir-butir instrumen yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang harus
melalui proses validasi, salah satunya validasi...
a. Empirik c. Prediktif
b. konstruk d. Konten
Jawaban yang benar A

Essay

1. Hal yang banyak dikeluhkan dalam penyusunan instrumen oleh peneliti dan evaluator
program pemula adalah cara membuat angket, sehingga sering ditemukan kekeliruan.
Coba jelaskan beberapa kekeliruan yang sering ditemui dalam penyusunan angket
oleh peneliti atau evaluator!
Jawab:
 Terdapat penyimpangan pertanyaan dari indikator yang akan dievaluasi.
Untuk menghindari hal ini penyusun instrumen perlu mencoba menjawab
sendiri beberapa (atau semua) pertanyaan yang mereka ajukan. Jika
12

jawabannya tidak pas atau melenceng dari maksud pertanyaan, berarti butir
tersebut rumusannya salah.
 Angket dengan opsi “selalu, sering, jarang, kadang, tidak pernah” (atau
sejenisnya) hanya cocok untuk uraian pertanyaan yang menggali informasi
yang sifatnya frekuentif tertentu yang jumlah dan pemunculannya sudah
diketahui.

2. Sebutkan lima langkah utama dalam melakukan supervisi!


Jawab:
1) Menetapkan tolok ukur, yaitu menentukan pedoman yang digunakan.
2) Mengadakan penilaian, yaitu dengan cara memeriksa hasil pekerjaan yang
nyata telah dicapai.
3) Membandingkan antara hasil penilaian pekerjaan dengan yang seharusnya
dicapai sesuai dengan tolok ukur yang teah ditetapkan.
4) Menginventarisasi penyimpangan dan atau pemborosan yang terjadi (bila ada).
5) Melakukan tindakan korektif, yaitu mengusahakan agar yang direncanakan
dapat menjadi kenyataan.
13

Lampiran Syair, Cerita atau Puisi

Disuatu hari lahirlah sebuah ilmu pengetahuan yaitu supervisi dan evaluasi bimbingan
konseling, Supervisi bisa kita kenal dengan pengawasan sedangkan evaluasi dikenal dengan
penilaian. Kemudia evaluasi memiliki dua pemahaman yaitu evaluasi proses dan evaluasi
hasil. Memang terlihat senada tetapi mempunyai arti yang berbeda-beda.

Lalu evaluasi dan supervisi membuat pengembangan instrumen evaluasi dan supervisi
layanan BK. Yang langkah-langkahnya tersusun dari merumuskan tujuan, membuat kisi-kisi,
membuat butir-butir instrumen dan menyuting instrumen. Ilmu ini sangat berarti untuk kami
sebagai calon guru BK di masa yang akan datang.

Terimakasih evaluasi dan supervisi semenjak kami mengenal kalian, kami jauh lebih
mengerti apa yang harus kami lakukan pada saat mejadi guru BK disekolah nanti. Evaluasi
dan supervisi juga menyadarkan kami bahwa memang guru-guru BK itu sangat berguna
untuk siswa-siswi yang memiliki masalah dalam kehidupannya dan juga mengembangkan
bakat dan minat siswa.

Anda mungkin juga menyukai