Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian

jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang

diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas

permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas

permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel (Anonim,

2006).

2.2 Pengertian Parkir

Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat

sementara karena ditnggal oleh pengemudinya. Menurut Hobbs (1995),

parkir diartikan sebagai suatu kegiatan untuk meletakkan atau menyimpan

kendaraan disuatu tempat tertentu yang lamanya tergantung kepada

selesainya keperluan dari pengendaraan tersebut. Menurut PP No. 43 tahun

1993 parkir didefinisikan sebagai kendaraan yang berhenti pada tempat-

tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu atau tidak, serta tidak

semata-mata untuk kepentingan menaikkan atau menurunkan orang dan

barang. Sedangkan definisi lain tentang parkir adalah keadaan dimana suatu

kendaraan berhenti untuk sementara (menurunkan muatan) atau berhenti

cukup lama. Meningkatnya tingkat perjalanan maka meningkat pula

kebutuhan ruang parkir yang dibutuhkan dengan kekhawatiran ini juga

semakin meningkat. Dengan permasalahan ini maka dibutuhkan kualitas

7
parkir yang baik dan lahan yang mampu menampung semua kendaraan.

Selain itu meningkatnya kepemilikan sebuah kendaraan juga memicu

peningkatan kapasitas parkir.

2.3 Fasilitas Parkir

Fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat

pemberhentian kendaraan yang bersifat tidak sementara untuk melakukan

kegiatan pada suatu kurun waktu. Fasilitas parkir bertujuan untuk

memberikan tempat istirahat kendaraan dan menunjang kelancaran arus lalu

lintas (Departemen Perhubungan Darat, 1998). Pada kota-kota besar area

parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan. Dengan

demikian perencanaan fasilitas parkir adalah suatu metoda perencanaan

dalam menyelenggarakan fasilitas parkir kendaraan, baik di badan jalan (on-

street parking) maupun di luar badan jalan (off-street parking) (Departemen

Perhubungan Darat, 1998). Menurut Munawar, A. (2004), fasilitas tempat

parkir merupakan fasilitas pelayanan umum, yang merupakan faktor yang

sangat penting dalam sistem transportasi di daerah perkotaan. Dipandang

dari sisi teknis lalu lintas, aktivitas parkir yang ada saat ini sangat

mengganggu kelancaran arus lalu lintas, mengingat sebagian besar kegiatan

parkir dilakukan di badan jalan, sehingga mengakibatkan turunnya kapasitas

jalan dan terhambatnya arus lalu lintas dan penggunaan jalan menjadi tidak

efektif. Untuk itu Pengadaan fasilitas parkir kendaraan dapat

dikelompokkan sebagai berikut.

1. Fasilitas parkir di badan jalan Pengadaan fasilitas parkir di badan jalan

khususnya sistem perparkiran yang sesuai dengan pola pengaturan untuk

8
masing-masing ruas jalan yang diperbolehkan untuk parkir dilaksanakan

oleh DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan),

2. Fasilitas parkir di luar badan jalan Pengadaan fasilitas parkir di luar badan

jalan baik yang berupa taman parkir maupun gedung parkir dapat

dilakukan oleh : a. pemerintah daerah, b. swasta, c. pemerintah daerah

bekerja sama dengan swasta.

2.4 Jenis – Jenis Parkir

Setiap perjalanan akan sampai pada tujuanya sehingga kendaraan

harus diparkir. Sarana perparkiran merupakan bagian dari sistem transportasi

dalam perjalanan mencapai tujuan karena kendaraan yang digunakan

memerlukan parkir. Sarana parkir ini pada dasarnya dapat diklasifikasikan

menjadi.

2.4.1 Parkir Menurut Penempatannya

1) Parkir di tepi jalan

Parkir di tepi jalan umum adalah jenis parkir yang

penempatannya di sepanjang tepi badan jalan dengan ataupun tidak

melebarkan badan jalan itu sendiri bagi fasilitas parkir. Parkir jenis

ini sangat menguntungkan bagi pengunjung yang menginginkan

parkir dekat dengan tempat tujuan. Tempat parkir seperti ini dapat

ditemui dikawasan pemukiman berkepadatan cukup tinggi serta

pada kawasan pusat perdagangan dan perkantoran yang umumnya

tidak siap untuk menampung pertambahan dan perkembangan

jumlah kendaraan yang parkir. Kerugian parkir jenis ini dapat

mengurangi kapasitas jalur lalu lintas yaitu badan jalan yang

9
digunakan sebagai tempat parkir. Keuntunganya parkir jenis ini

lebih dekat dengan lokasi tujuan.

2) Parkir di daerah perumahan

Akibat dari terus meningkatnya volume kendaraan di jalan

serta hambatan yang diakibatkan oleh parkir kendaraan seperti

terganggunya kelancaran lalu lintas dan penurunan kelas jalan,

hampir pada setiap pusat kota kebijaksanaan mengenai perparkiran

mutlak diperlukan. Dalam sistem parkir di perumahan, sebenarnya

terdapat disbenefit/kerugian dari berjejernya parkir disepanjang

trotoar jalan, namun hal tersebut tertutupi dengan berkurangnya

kecepatan kendaraan akibat keberadaan parkir di jalan tersebut

yang secara tidak langsung akan meningkatkan keselamatan bagi

penghuni di sekitar jalan tersebut.

Namun pada daerah pemukiman yang berada dekat dengan

pusat kota, kontrol tersebut tetap diperlukan jika kondisi

transportasi tetap efektif. Terdapat dua cara kontrol terhadap sistem

parkir ini yaitu parkir gratis bagi penghuni (dengan menempelkan

tanda tertentu yang dapat berupa stiker dan ditempelkan di

kendaraan) dan bayaran dengan kartu yang dicap harian.

10
3) Parkir Di Pusat Kota, Tidak Dikontrol (Uncontrolled)

Terdapat beberapa macam alternatif cara parkir kendaraan yaitu:

a. Paralel terhadap jalan Parkir sejajar di mana parkir diatur dalam

sebuah baris, dengan bumper depan mobil menghadap salah satu

bumper belakang yang berdekatan. Parkir dilakukan sejajar

dengan tepi jalan, baik di sisi kiri jalan atau sisi kanan atau

kedua sisi bila hal itu memungkinkan. Parkir paralel adalah cara

paling umum dilakasanakan untuk parker mobil dipinggir jalan.

Cara ini juga digunakan dipelataran parkir ataupun gedung

parkir khususnya untuk mengisi ruang parkir yang parkir serong

tidak memungkinkan.

b. Tegak lurus terhadap jalan Dengan cara ini mobil diparkir tegak

lurus, berdampingan, menghadap tegak lurus ke lorong/gang,

trotoar, atau dinding. Jenis mobil ini parkir lebih terukur

daripada parkir paralel dan karena itu biasanya digunakan di

tempat di pelataran parkir parkir atau gedung parkir. Sering kali,

di tempat parkir mobil menggunakan parkir tegak lurus, dua

baris tempat parkir dapat diatur berhadapan depan dengan

depan, dengan atau tanpa gang di antara keduanya. Bisa juga

parkir tegak lurus dilakukan dipinggir jalan sepanjang jalan di

mana parkir ditempatkan cukup lebar untuk kendaraan keluar

atau masuk ke ruang parker.

Untuk jalan yang tidak terlalu lebar, dapat digunakan

sistem paralel. Sistem diagonal sebenarnya dapat menampung

11
lebih banyak mobil tetapi untuk itu disepanjang pinggiran jalan

harus diperkeras. Parkir diagonal memang tidak umum, namun

sebenarnya dapat menampung lebih banyak kendaraan. Di sisi

lain, cara ini juga akan banyak mengurangi lebar jalan.

Kesulitan lainnya adalah waktu untuk keluar dari areal parkir

(manuver) yang akan memakan waktu lebih lama jika

dibandingkan dengan sistem parkir paralel. Parkir paralel adalah

cara parkir kendaraan paralel dipinggir jalan, umumnya

merupakan fasilitas parkir yang biasanya diterapkan di pusat

kota, ataupun di kawasan permukiman yang tidak memiliki

garasi. Melakukan parkir paralel merupakan keahlian yang

paling sulit dalam mengemudikan kendaraan sehingga dijadikan

salah satu aspek yang diujikan pada saat ujian praktik untuk

mendapatkan SIM, sehingga ini juga menjadi salah satu

pelajaran yang diberikan dalam sekolah mengemudikan

kendaraan.

Sampai dengan saat ini nampaknya parkir paralel

dirasakan paling tepat karena selain tidak terlalu banyak

memakan tempat untuk manuver juga jauh lebih sedikit

mengambil lebar jalan dan kecil kemungkinan menyebabkan

kecelakaan

4) Parkir di pusat kota, terkontrol (controlled)

Ada tiga jenis metode kontrol yang dapat dipergunakan oleh perencana

transportasi :

12
a) Pembatasan waktu parkir Petunjuk umum yang dapat digunakan untuk

pembatasan waktu (lamanya) parkir adalah:

I. 1 (satu) jam untuk daerah perkotaan.

II. 2 (dua) jam untuk daerah pinggiran dan sekitarnya.

III. 10-20 menit di daerah tertentu misalnya seperti Bank dan kantor pos.

b) Disc parking Dengan sistem ini pemilik kendaraan diminta untuk

memperagakan kartu atau disc yang memperlihatkan waktu kedatangan

kendaraan pada ruang parkir.

c) Parkir meter terdiri atas jam pengukur waktu, dimana jam berfungsi untuk

mengukur lamanya parkir tersebut berputar sesuai dengan jumlah uang yang

dimasukkan. Jadi seolah-olah si pemarkir membeli waktu pada ruang parkir

tersebut. Alat pengukur tersebut disamping memperlihatkan pembatasan

waktu, sekaligus mengumpulkan uang pula.

5) Parkir di luar jalan (off street parking)

Untuk menghindari terjadinya hambatan akibat parkir kendaraan di jalan

maka parkir kendaraan di jalan maka parkir di luar jalan / off street parking

menjadi pilihan yang terbaik. Terdapat dua jenis parkir di luar jalan, yaitu :

a. Pelataran parkir

Pelataran parkir adalah daerah, kawasan terbuka yang digunakan

untuk memarkir kendaraan, disebut juga taman parkir. Pelataran parkir

merupakan yang sangat penting di pusat perdagangan, perkantoran, stadion

olahraga, pasar, sekolah untuk memarkir kendaraan, sementara pemiliknya

melakukan kegiatan belanja, bekerja ataupun kegiatan lainnya.

13
b. Gedung parkir bertingkat

Parkir bertingkat menyita lahan di permukaan bumi sedikit, tetapi

memanfaatkan ruang diatasnya yang lebih besar. Dengan memanfaatkan

parkir bertingkat untuk kendaraan roda empat di berbagai kota besar

Tanah-Air dan Mancanegara, banyak lahan di permukaan bumi dapat

dialihkan menjadi hijauan tanaman yang dibutuhkan untuk menangani

pemanasan-global (global warming) yang telah menimbulkan perubahan

iklim di permukaan bumi.

Saat ini bentuk yang banyak dipakai adalah gedung parkir

bertingkat, dengan jumlah lantai yang optimal 5, serta kapasitas sekitar

500 sampai 700 mobil. Terdapat dua alternatif biaya parkir yang akan

diterima oleh pemakai kendaraan, tergantung pada pihak pengelola parkir,

yaitu pihak pemerintah setempat menerapkan biaya nominal atau

pemerintah setempat menyerahkan pada pihak operator komersial yang

menggunakan biaya struktural.

Berbeda dengan pihak swasta yang terlibat dalam properti, pihak

swasta yang terlibat dalam bisnis perparkiran ini tidak menerima subsidi

dari pemerintah sehingga tidak ada cara lain untuk tetap dapat berbisnis di

bidang ini dan mendapatkan profit. Hal inilah yang perlu mendapatkan

pengawasan dari pemerintah dalam pelaksanaannya, sebab penerapan tarif

oleh pengelola yang tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan

akan menerapkan tarif yang lebih tinggi dari tarif yang seharusnya. Hal ini

tentu akan merugikan masyarakat sebagai pengguna jasa parkir dan

mengurangi kenyamanan dalam penggunaannya.

14
2.4.2 Parkir Menurut Jenis Kendaraannya

Menurut jenis kendaraan yang diparkir, terdapat beberapa macam

parkir yang bertujuan mempermudah pelayanan, yaitu :

1. Parkir untuk kendaraan roda dua tidak bermesin (sepeda).

2. Parkir untuk becak, andong dan dokar.

3. Parkir untuk kendaraan roda dua bermesin (sepeda motor).

4. Parkir untuk kendaraan roda tiga, empat atau lebih dan bermesin (bemo,

mobil, truk dan lain-lain).

2.4.3 Parkir menurut tujuannya

1) Parkir penumpang yaitu parkir untuk menaikkan dan menurunkan

penumpang.

2) Parkir barang yaitu parkir untuk bongkar/muat barang. Keduanya sengaja

dipisahkan agar satu sama lain masing-masing kegiatan tidak saling

menunggu.

2.4.4 Satuan Ruang Parkir

Suatu ”Satuan Ruang Parkir (SRP)” adalah tempat parkir untuk satu

kendaraan. Pada tempat di mana parkir dikendalikan, maka tempat parkir

harus diberi marka pada permukaan jalan. Tempat tambahan diperlukan

bagi kendaraan untuk melakukan alih gerak, dimana hal tersebut

tergantung dari sudut parkirnya. Sudut parkir dipilih atas dasar

pertimbangan sebagai berikut:

1. Keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas Pada jalan-jalan yang

lebarnya kurang, hanya parkir sejajar saja yang dapat digunakan, karena

parkir bersudut kurang aman jika dibandingkan dengan penggunaan

15
parkir sejajar untuk suatu daerah kecepatan kendaraan yang tinggi.

Parkir bersudut hanya diperbolehkan pada jalan-jalan kolektor dan lokal

yang lebar kapasitasnya mencukupi.

2. Kondisi jalan dan lingkungan

Makin besar sudut yang digunakan maka semakin kecil luas

daerah masingmasing tempat parkirnya, akan tetapi makin lebar pula

lebar jalan yang diperlukan untuk membuat lingkaran membelok bagi

kendaraan yang memasuki tempat parkir.

Penentuan Satuan Parkir (SRP) dibagi atas tiga jenis kendaraan

dan berdasarkan penentuan SRP diklasifikasikan menjadi tiga, seperti

terlihat pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Penentuan satuan ruang parkir

Sumber : Direktorat Jendral Perhubungan Darat.1996)

3. Ketentuan Penggunaan Parkir Pada Badan Jalan Badan jalan digunakan

sebagai mana mestinya yaitu sebagai media dalam sistem transportasi

juga mempunyai peruntukan lain yaitu digunakan sebagai tempat

parkir. Menggunakan sisi jalan sebagai tempat parkir adalah murah,

16
akan tetapi masalah keselamatan akan selalu timbul dimana kendaraan

yang diparkir di sisi jalan tersebut merupakan salah satu faktor utama

dari 50% kecelakaan yang terjadi di tengah ruas jalan di daerah

perkotaan hal ini dikarenakan berkurangnya kebebasan pandangan,

kendaraan berhenti atau keluar dari tempat parkir di depan

kendaraankendaraan yang lewat secara mendadak.

Bila permintaaan parkir melampui penawaran akan dapat

menimbulkan gangguan terhadap kelancaran lalu lintas. Dalam hal yang

demikian diperlukan suatu sistem pengendalian dan penindakan, agar

pemakain ruang yang tersedia dapat dilakukan secara bersama-sama,

dialokasikan baik untuk kendaraan pribadi, kendaraan barang ataupun

angkutan umum, dan dibatasi hanya untuk kategori tersebut saja

(misalnya bongkar muat barang tidak boleh digunakan oleh kendaraan

pribadi).

Penggunaan badan jalan yang juga ditujukan sebagai ruang parkir

kendaraan hanya dapat dilakukan pada jalan ”kolektor” dan jalan

”lokal” dengan memperhatikan kondisi jalan dan lingkungan, kondisi

lalu lintas dan aspek keselamatan, ketertiban kelancaran lalu lintas.

Dalam menggunakan badan jalan sebagi tempat parkir terdapat

beberapa ketentuan yang sifatnya memberi batasan yaitu berupa

larangan terhadap penggunaan lahan tersebut, yaitu:

a. Pada daerah dimana kapasitas lalu lintas diperlukan, dimana lebar

jalan secara keseluruhan dibutuhkan untuk mengalirkan lalu lintas.

17
b. Pada daerah dimana akses jalan masuk ke lahan sekitarnya

diperlukan.

c. Di jalan daerah persimpangan dengan jarak minimum absolut 10-25

m. Jarakjarak ini dikombinasikan dengan pertimbangan terhadap

keselamatan (jarak pandang), pembatasan kapasitas (pengurangan

lebar jalan), dan lintasan membelok dari kendaraan-kendaraan yang

besar.

d. Dalam jarak 6 m dari suatu penyeberangan pejalan kaki.

e. Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius

kurang dari 500 m.

f. Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah akses bangunan gedung.

g. Sepanjang 50 m sebelum dan sesudah jembatan, 25 m sebelum dan

sesudah perlindungan sebidang (cross section) dan terowongan.

h. Dalam jarak 6 m sebelum dan sesudah dari sumber air (hydrant)

pemadam kebakaran.

i. Sepanjang jarak 100 m sebelum dan sesudah persimpangan dengan

rel kereta api.

j. Selanjutnya parkir ganda atau parkir di atas trotoar tidak

diperbolehkan.

Untuk memanfaatkan parkir yang menggunakan sebagi tepi

badan jalan, tidak semua fungsi jalan dapat digunakan sebagi tempat

parkir. Pada Tabel 2.2 berikut akan ditunjukkan penggunaan jalan

sebagai dengan fungsinya yang dapat digunakan sebagai tempat

parkir :

18
Tabel 2.2 Penggunaan Sebagian Badan Jalan Sebagai Tempat Parkir

Sumber : Direktorat Jendral Perhubungan Darat.1996)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan badan jalan

sebagai ruang parkir adalah:

1. Lebar jalan

2. Volume lalu lintas pada jalan yang bersangkutan

3. Karakteristik kecepatan

4. Dimensi kendaraan

5. Sifat peruntukan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.

19
Dalam menentukan sudut parkir pada suatu jalan berbeda antara yang satu

dengan yang lainnya. Di mana perbedaan tersebut dikarenakan oleh fungsi jalan

dan arahgerak lalu lintas pada jalan yang bersangkutan. Standar yang dapat

digunakan pada penentuan sudut yang dapat digunakan dan lebar jalan efektif

pada masingmasing jenis jalan, seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Lebar Minimum Jalan Kolektor Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan
Jalan

Sumber : Direktorat Jendral Perhubungan Darat.1996)

2.4.5. Survei-survei Perparkiran

1. Perhitungan di tapal batas perencanaan (Condon Count) Survei perhitungan

di tapal batas dilakukan dengan merencanakan daerah yang akan di survei

dikelilingi (di tapal-tapal batasnya) oleh pos-pos pengawasan dan

perhitungan yang didirikan pada semua persimpangan jalan. Kemudian pada

tiap pos, dilakukan perhitungan terpisah antara kendaraan yang masuk dan

yang keluar, per jam atau per periode waktu yang lebih pendek.

Penjumlahan secara aljabar semua kendaraan yang masuk atau keluar

menghasilkan akumulasi seluruh kendaraan pada area tersebut. Akumulasi

20
ini menunjukkan jumlah kendaraan yang diparkir dan yang berjalan pada

area tersebut, dan jumlah ini merupakan ukuran fasilitas parkir yang

dibutuhkan.

2. Wawancara langsung Survei wawancara langsung dilakukan dengan

melakukan wawancara secara langsung terhadap pengendara kendaraan

yang berparkir pada daerah studi tentang asal dan tujuan perjalanan serta

maksud melakukan parkir. Informasi ini bersama dengan informasi lama

waktu parkir, memungkinkan perumusan karakteristik parkir utama.

3. Survei cara patroli Survei cara patroli dilakukan dengan membagi beberapa

bagian wilayah studi sehingga dapat dipatroli setiap setengah jam, satu jam

atau interval waktu lainnya yang lebih memadai. Pada tiap kali patroli,

dihitung jumlah akumulasi parkir selama waktu survei.

4. Survei fasilitas parkir yang ada Survei fasilitas parkir adalah survei tentang

inventarisasi ruang parkir yang tersedia atau yang memungkinkan untuk

dikembangkan selanjutnya. Inventarisasi merinci tentang tipe parkir dan

pembatasan waktu parkir.

2.4.6. Pengendalian Parkir

Salah satu kebijakan parkir adalah menerapkan pembatasan

kegiatan parkir. Pembatasan kegiatan parkir dilakukan terhadap parkir di

pinggir jalan yang diterapkan terutama di jalan-jalan utama dan pusat-

pusat kota. Kebijakan ini akan sangat efektif untuk meningkatkan tingkat

pelayanan jaringan jalan atau untuk menyeimbangkan antara permintaan

dan pembayaran kembali atas investasi keuangan untuk pembangunan

prasarana dan perawatan fasilitas yang ada.

21
Pada umumnya semakin dekat arah pergerakan menuju pusat kota ,

akan semakin banyak menemui hambatan-hambatan pada saat

mengemudikan kendaraan. Hambatanhambatan tersebut disebabkan oleh

semakin besarnya tingkat kegiatan kegiatan yang ada, dimana salah satu

penghambat yang penting adalah parkir di pinggir jalan. Berbeda dengan

pergerakan menuju arah yang keluar dari pusat kota, yaitu semakin ke jauh

dari pusat kota semakin sedikit pula hambatan-hambatan yang ditemui.

 Tujuan dari Pengendalian Parkir

Sejauh ini, aspek yang dibahas dari pengendalian parkir adalah

dengan orientasi komersil. Sedangkan tujuan dari pengendalian parkir

itu sendiri adalah :

1. Mencegah terjadinya hambatan arus kendaraan.

2. Mengurangi kecelakaan.

3. Membuat penggunaan tempat parkir menjadi lebih efektif.

4. Memelihara benda sejarah, sekiranya berada di suatu kota dengan

nilai sejarah yang tinggi.

5. Bertindak sebagai mekanisme pembatas terhadap penggunaan jalan

di daerah yang padat.

Saat ini bahkan pengendalian parkir merupakan satu-

satunya metode untuk membatasi pergerakan kendaraan yang dapat

dilakukan oleh seorang perencana sistem transportasi yang

komperhensif dan terintegrasi. Dulu, pengendalian parkir

diterapkan terutama untuk mengurangi hambatan kendaraan dan

untuk memungkinkan jalan menjadi lebih baik dalam memenuhi

22
permintaan lalu lintas, dengan mengganti parkir di jalan (on street

parking) menjadi parkir di luar jalan (off street parking).

Pengendalian parkir telah dimanfaatkan untuk

memepengaruhi demand kota yang terjadi, mencegah orang untuk

melakukan perjalanan dengan menggunakan mobil dan

mengalihkannya ke penggunaan transportasi publik. Namun sampai

saat ini, pencegahan pembawaan mobil tersebut tidak diterapkan

pada semua kendaraan, hanya pada mereka yang memang tidak

membutuhkan kendaraan. Seseorang yang hanya mengendarai

kendaraannya selama beberapa saat untuk bekerja dengan tingkat

isian kendaraan 1,5 orang per mobil, kemudian meninggalkan

kendaraannya tersebut sampai dengan waktu yang lama, perlu

dicegah pergerakan dengan kendaraan pribadinya tersebut. Bagi

mereka yang melakukan perjalanan dan parkir, pencegahan tidak

dilakukan.

Jadi tujuan dari kebijakan perparkiran di pusat kota adalah

meningkatkan para pemarkir jangka pendek (misalnya para

pemarkir untuk shopping) dan mencegah pemarkir jangka panjang

(misalnya komuter).

2.4.7. Pengendalian Permintaan

Bila permintaan parkir telah melampui penyediaan tempat parkir,

yang ditandai dengan banyaknya pelanggaran terhadap parkir di tempat

yang seharusnya tidak boleh parkir ganda.

23
Pengendalian utama yang sejauh ini telah dibahas adalah mengenai

tempatnya. Akan tetapi harga dan biaya adalah penting juga mengingat

pengendalian tersebut dapat digunakan secara bersama agar penawaran

tempat parkir yang tersedia dapat disesuaikan dengan permintaan. Parkir

dikendalikan melalui suatu kombinasi atas suatu pembatasan-pembatasan

tempat, waktu dan biaya. Pengendalian dengan waktu dan biaya berkaitan

dengan usaha untuk menyeimbangkan penawaran, permintaan dan

pembayaran kembali atas investasi keuangan untuk pembangunan prasarana

dan perawatan. Pembatasan-pembatasan yang dapat dilakukan adalah :

1. Pembatasan lokasi/tempat parkir kendaraan, terutama dimaksudkan untuk

mengendalikan arus lalu lintas kendaraan pribadi di suatu daerah tertentu

atau untuk membebaskan suatu daerah/koridor tertentu dari kendaraan

yang parkir di pinggir jalan karena alasan kelancaran lalu lintas.

2. Pembatasan waktu parkir pada suatu koridor tertentu, misalnya pada

suatu koridor pada jam sibuk pagi harus bebas parkir karena tempat

parkir tersebut digunakan untuk mengalirkan arus lalu lintas.

3. Penetapan tarif parkir optimal sehingga pendapatan asli daerah dapat

dioptimalakan sedang arus lalu lintas tetap dapat bergerak dengan lancar.

4. Pembatasan waktu parkir biasanya diwujudkan dengan penetapan tarif

progresif menurut lamanya waktu parkir.

5. Pembatasan-pembatasan pengeluaran ijin penggunaan parkir.

6. Pembatasan waktu terhadap akses parkir.

24
2.4.8. Parkir Khusus

Parkir khusus adalah perparkiran yang menggunakan tanah-tanah

yang tidak dikuasai oleh pemerintah daerah yang pengelolanya

diselenggarakan oleh pihak lain baik berupa badan usaha maupun

perorangan. Tempat parkir khusus ini berupa kendaraan bermotor dengan

mendapatkan ijin dari pemerintah daerah. Yang termasuk jenis ini adalah

gedung parkir, peralatan parkir, tempat parkir gratis dan garasi. Gedung

parkir adalah tempat parkir pada suatu bangunan atau bagian bangunan

atau bagian banguanan. Peralatan parkir adalah tempat parkir yang tidak

memungut bayaran dari pemilik kendaraan yang parkir di suatu lokasi.

Tempat penitipan kendaraan atau garasi adalah tempat/bangunan atau

bagian bangunan milik perorangan, pemerintah daerahatau badan hukum

yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan kendaraan bermotor

dengan memungut bayaran/sewa dan dengan diselenggarakan secara tetap

atau badan hukum yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan

kendaraan bermotor dengan memungut bayaran/sewa dan dengan

diselenggarakan secara tetap.

2.4.8. Parkir Umum

Parkir umum adalah perparkiran yang menggunakan tanah, jalan dan

lapangan yang memiliki/dikuasai dan pengelolaannya diselenggarakan

oleh pemerintah daerah. Tempat parkir umum ini menggunakan sebagian

badan jalan umum yang dikuasai atau milik pemerintah yang termasuk

bagian dari tempat parkir umum ini adalah parkir ditepi jalan umum.

25
2.5 Pejalan Kaki (Pedesterian)

Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata

pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan

kaki atau orang yang berjalan kaki, sedangkan jalan merupakan media di atas

bumi yang memudahkan manusia dalam tujuan berjalan. Sistem jaringan

pedestrian yang baik akan mengurangi keterikatan penduduk kota terhadap

kendaraan, meningkatkan kualitas lingkungan, serta mampu menciptakan

kegiatan pendukung perkotaan. Isu kunci yang melatarbelakangi perancangan

sistem pedestrian adalah menjaga keseimbangan antara penggunaan jalur

pedestrian dengan fasilitas kendaraan bermotor.

Kondisi ini akan menciptakan suasana kota menjadi lebih hidup

dengan ruang-ruang publik yang menarik, namun dalam waktu yang

bersamaan dapat dijalin hubungan yang baik antara kegiatan tersebut dengan

kegiatan pelayanan umum dan fasilitas yang dimiliki oleh masyarakat secara

indifidual (Edy D, 2003).

Jalur pedestrian sebagai unit ruang kota keberadaannya dirancang

secara terpecah-pecah dan menjadi sangat tergantung pada kebutuhan jalan

sebagai sarana sirkulasi. Menurut Murtomo dan Aniaty (1991) jalur

pedestrian di kota-kota besar mempunyai fungsi terhadap perkembangan

kehidupan kota, antara lain adalah:

a. pedestrianisasi dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat

sehingga mengurangi kerawanan kriminalitas;

b. pedestrianisasi dapat merangsang berbagai kegiatan ekonomi

sehingga akan berkembang kawasan bisnis yang menarik;

26
c. pedestrianisasi sangat menguntungkan sebagai ajang kegiatan

promosi, pameran, periklanan, kampanye dan lain sebagainya;

d. pedestrianisasi dapat menarik bagi kegiatan sosial,

perkembangan jiwa dan spiritual;

e. pedestrianisasi mampu menghadirkan suasana dan lingkungan

yang spesifik, unik dan dinamis di lingkungan pusat kota:

f. pedestrianisasi berdampak pula terhadap upaya penurunan

tingkat pencemaran udara dan suara karena berkurangnya

kendaraan bermotor yang lewat.

Kaitanya dengan perkembangan kota adalah sebagai

fasilitas pejalan kaki, unsur keindahan kota, media interaksi

sosial, sarana konservasi kota dan tempat bersantai serta

bermain.

Pejalan kaki pada mulanya istilah pedestrian muncul

pada masa pemerintahan yunani kuno, yakni berasal dari kata

pedos yang berarti kaki, dan sering diartikan sebagai pejalan

kaki atau orang yang berjalan kaki. Istilah pedestrian juga

berasal dari bahasa latin yakni, pedester-pedestris yang diartikan

sebagai orang yang berjalan kaki atau pejalan kaki.

Upaya Jalan kaki merupakan bentuk sarana transportasi

paling sederhana dalam melakukan kegiatan dari satu tempat

menuju tempat lain. Dalam tesis, ( Widodo, Mulyadi, 2001, jalur

pejalan kaki pada jalan Pandanaran) dituliskan bahwa berjalan

kaki merupakan alat pergerakan internal kota, dan satu-satunya

27
alat untuk memenuhi kebutuhan interaksi tatap muka di dalam

aktifitas komersial dan kultural di lingkungan kota. Berjalan

kaki merupakan penghubung antara moda-moda angkutan yang

tidak mungkin dikerjakan oleh moda angkutan yang lain. Dari

situ jelas bahwa dengan berjalan kaki orang dapat bebas

berinteraksi dengan siapapun termasuk saat melakukan transaksi

dengan seorang penjual.

Menurut Uterman (1984) kenyamanan diperngaruhi oleh

jarak tempuh. Faktor yang mempengaruhi jarak tempuh adalah:

a. waktu yang berkaitan dengan maksud atau kepentingan

berjalan kaki.

b. kenyamanan orang berjalan kaki dipengaruhi oleh cuaca dan

jenis aktifitas.

Menurut Weisman (1981), kenyamanan adalah suatu

keadaan lingkungan yang memberi rasa yang sesuai dengan

panca indera dan antropemetry disertai fasilitas yang sesuai

dengan kegiatannya. Antropemetry adalah proporsi dan dimensi

tubuh manusia serta karakter fisiologis lain-lainnya dan sanggup

berhubungan dengan berbagai kegiatan manusia yang berbeda-

beda.

28
2.6 Standar Teknis Prasarana Ruang Pejalan Kaki (Pedestrian)

Dalam Pedoman Teknis Petunjuk Perencanaan Trotoar No.

007/N/BNKT/1990 oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, lebar trotoar harus

dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Trotoar yang sudah ada perlu

ditinjau kapasitas (lebar), keadaan dan penggunaannya apabila terdapat

pejalan kaki yang menggunakan jalur lalu lintas kendaraan. Selain itu, dalam

perencanaan trotoar yang perlu diperhatikan adalah kebebasan kecepatan

berjalan untuk mendahului pejalan kaki lainnya dan juga kebebasan waktu

berpapasan dengan pejalan kaki lainnya tanpa bersinggungan. Prinsip-prinsip

dan ukuran untuk perencanaan jalur pedestrian. Standart umum yang baik,

yang digunakan dalam perencanaan penempatan elemen-elemen pendukung

pedestrian yang berupa pohon, lampu-lampu, bangku istirahat, dll. Yang

ditetapkan sedemikian rupa sehingga terciptanya kenyamanan bagi pejalan

kaki tetapi pedestrian juga masih tetap mempunyai street furniturenya.

2.7 Pengembangan Zona Pejalan Kaki di Pusat Kota

Kawasan pusat kota adalah kawasan yang mengakomodir volume

pejalan kaki yang lebih besar dibanding kawasan pemukiman. Ruang pejalan

kaki di area ini dapat berfungsi untuk berbagai tujuan yang beragam dan

terdiri dari berbagai zona yang dapat dimanfaatkan antara lain: zona bagian

depan gedung, zona bagi pejalan kaki, zona bagi tanaman/perabotan jalan,

dan zona untuk pinggiran jalan.

29
Gambar 2.1 Zona dipusat kota (Bisnis)
(Sumber : Iman Soedradjat 2017)

2.7.1 Zona Bagian Depan Gedung

1. Zona bagian depan gedung adalah area antara dinding gedung dan pejalan

kaki. Pejalan kaki biasanya akan tidak merasa nyaman bila berjalan kaki

secara langsung berdekatan dengan dinding gedung atau pagar. Untuk itu

jarak minimum setidaknya berjarak 0,6 meter dari jarak sisi gedung atau

tergantung pada penggunaan area ini. Ruang bagian depan dapat

ditingkatkan untuk memberikan kesempatan untuk ruang tambahan bagi

pembukaan pintu atau kedai kopi disisi jalan,serta kegiatan lainnya.

2. Bagi orang yang memiliki keterbatasan indera penglihatan dan sering

berjalan di zona ini, dapat menggunakan suara dari gedung yang

berdekatan sebagai orientasi atau bagi tuna netra pengguna tongkat dapat

berjalan dengan jarak antara 0,3 meter hingga 1,2 meter dari bangunan.

30
3. Bagian depan harus bebas dari halangan atau berbagai objek yang

menonjol. Zona bagian depan juga harus dapat dideteksi oleh tuna netra

yang menggunakan tongkat yang panjang.

2.7.2 Zona Penggunaan bagi Pejalan Kaki

1. Zona ini adalah area dari koridor sisi jalan yang secara khusus digunakan

untuk area pejalan kaki. Area ini harus dibebaskan dari seluruh rintangan,

berbagai objek yang menonjol dan penghalang vertikal yang berbahaya

bagi pejalan kaki dan bagi yang memiliki keterbatasan indera

penglihatan.

2. Zona pejalan kaki ini setidaknya berukuran 1,8 hingga 3,0 meter atau

lebih luas untuk memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan dalam

kawasan yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. Kondisi ini

dibuat untuk memberikan kesempatan bagi para pejalan kaki yang

berjalan berdampingan atau bagi pejalan kaki yang berjalan berlawanan

arah satu sama lain.

3. Zona yang digunakan untuk pejalan kaki di jalan lokal dan jalan kolektor

adalah 1,2 meter dan jalan arteri dan jalan utama 1,8 meter. Ruang

tambahan diperlukan untuk tempat pemberhentian dan halte bus dengan

luas 1,5 meter X 2,4 meter.

4. Zona pejalan kaki tidak boleh kurang dari 1,2 meter yang merupakan

lebar minimum yang dibutuhkan untuk orang yang membawa seekor

anjing, pengguna alat bantu jalan dan para pejalan kaki.

31
2.7.3 Zona Tanaman/Perabot Jalan

1. Zona tanaman/perabot jalan dapat berfungsi sebagai zona penahan antara

zona lalu-lintas (kendaraan cepat) dengan zona pejalan kaki.

2. Area ini berfungsi sebagai penyangga dan menjadi tempat untuk

meletakkan berbagai elemen perabot jalan (hidran air, kios, telepon

umum, bangku-bangku, tanda-tanda dan lain-lain).

2.7.4 Zona Pinggir Jalan

Zona ini merupakan bagian integral dari jalan dan sistim saluran air,

dan juga berfungsi sebagai pembatas antara zona lalu-lintas (jalan raya)

dengan zona tanaman/perabot jalan atau zona pejalan kaki.

2.8 Standar Penyediaan Pelayanan Ruang Pejalan Kaki

Tingkat pelayanan jaringan pejalan kaki pada pedoman ini bersifat teknis

dan umum, dan dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Standar

penyediaan ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan tipologi

ruang pejalan kaki dengan memperhatikan aktifitas dan kultur lingkungan

sekitar.

Standar pelayanan pejalan kaki harus didasarkan atas kebebasan untuk

memilih kecepatan normal untuk melakukan pergerakan, kemampuan untuk

mendahului pejalan kaki yang bergerak lebih lambat, dan kemudahan untuk

melakukan pergerakan persilangan dan pergerakan berlawan arah pada tiap-

tiap pemusatan lalu lintas pejalan kaki. (Fruin, Jhon,1971).

Berdasarkan Highway Capacity Manual (2000), terdapat 3 parameter

yang akan mempengaruhi tingkat pelayanan pejalan kaki, yaitu kecepatan

berjalan, kebutuhan ruang dan aliran pejalan kaki

32
2.8.1 Kecepatan Berjalan

Kecepatan berjalan adalah kecepatan pejalan kaki saat berjalan

dalam keadaan normal. Kecepatan berjalan dapat dihitung dengan

mengambil waktu rata-rata pejalan kaki saat melintas jalan atau waktu rata-

rata pada jarak yang tertentu. Kecepatan berjalan dipengaruhi oleh faktor

jenis kelamin dan umur pejalan kaki seperti yang telah dibuat kajian

oleh Transport and Road Research Laboratory (1985), menunjukan bahwa

pejalan kaki terdiri dari berbagai golongan yaitu muda, tua, lelaki,

perempuan, individu dan kelompok.

Kecepatan pejalan kaki diperoleh dengan menggunakan rumus


sebagai berikut:

( Vp x Np ) +(Vw x Nw)
Vrt =
Np+ Nw

Keterangan

Vn : Kecepatan Rata Rata

Np : Jumlah Pejalan Kaki Pria

Vp : Kecepatan Rata Rata Pria (m/dtk)

Nw : Jumlah Pejalan Kaki Wanita

Vw : Kecepatan Rata Rata Wanita (m/dtk)

2.8.2 Arus Pejalan Kaki

Melalui Transport and Road Research Laboratory (1985), arus pejalan

kaki mempengaruhi kecepatan berjalan di mana lebih tinggi volume

pejalan kaki maka lebih rendah kecepatan berjalan pejalan kaki dan

33
begitun juga sebaliknya. Arus (flow) didapat dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

N
Q=
t

Keterangan

Q : Arus Pejalan Kaki (Pjln Kaki/m/mnt)

N : Jumlah Pejalan kaki yang lewat per meter ( Pejalan kaki/mtr)

t : Waktu (Menit)

2.8.3 Kepadatan

        Kepadatan merupakan jumlah pejalan kaki per satuan luas trotoar tertentu.

Q
D=
Vrt

Keterangan

D : Kepadatan (Pejalan kaki/m2)

Q : Arus (Pejalan Kaki/m/menit)

Vrt : Kecepatan Rata Rata (m/mnt)

2.8.4 Ruang Pejalan Kaki

Dalam berjalan, pejalan kaki memerlukan ruang yang cukup untuk

berjalan dengan keadaan nyaman, Pushkarev dan Zupan (1975) telah

memberikan informasi secara teori berhubungan dengan kebutuhan ruang

ini. Pushkarev dan Zupan telah membicarakan tentang masalah yang timbul

dalam menentukan ruang yang diperlukan oleh seorang pejalan kaki yang

sedang berdiri ternyata berbeda dari seseorang yang sedang memegang

34
payung, ketika dalam keadaan sesak, dan dalam situasi yang lain. Ruang

pejalan kaki diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Vrt 1
S= =
Q D

Keterangan

S : Ruang Pejalan Kaki )m2/pejalan kaki)

D : Kepadatan (Peja;an kaki/m2)

Q : Arus (Pejalan Kaki/m/menit)

Vrt : Kecepatan Rata rata (m/menit)

2.8.5 Skala Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki (LOS Scale)

1. LOS A, Ruang pedestrian > 5,6 m²/pejalan kaki, lajuarus ≤ 16 pejalan

kaki/menit/m.

LOS A menunjukkan pejalan kaki bergerak dalam lintasan yang

diingini tanpa mengubah geraknya dalam menanggapi pedestrian lain.

Kecepatan berjalan bebas, dan kemungkinan terjadinya konflik di antara

pedestrian sangat kecil.

Gambar 2.2 Penggambaran LOS A


(Sumber : Munawar,2016)

35
2. LOS B, Ruang pedestrian > 3,7 – 4,6 m²/pejalan kaki, lajuarus > 16 - 23

pejalan kaki/menit/m.

LOS B menunjukkan terdapat ruang yang cukup buat pejalan kaki

untuk memilih kecepatan berjalannya secara bebas, untuk mendahului

pejalan kaki lainnya, dan untuk menghindari konflik silang. Pada

tingkat ini, pedestrian mulai sadar akan adanya pedestrian lain, dan

menanggapi kehadiran mereka itu ketika memilih lintasan berjalannya.

Gambar 2.3 Penggambaran LOS B


(Sumber : Munawar,2016)

3. LOS C, Ruang pedestrian > 2,2 – 3,7 m²/pejalan kaki, laju arus >23 -33

pejalan kaki/menit/m.

LOS C menunjukkan ruangnya cukup untuk kecepatan berjalan

normal, dan untuk mendahului pedestrian lain dalam arus tak berarah

primer. Gerak arah balik atau silang dapat menyebabkan sedikit konflik,

dan kecepatan serta laju alirnya agak lebih rendah.

36
Gambar 2.4 Penggambaran LOS C
(Sumber : Munawar,2016)

4. LOS D, Ruang pedestrian > 1,4 – 2,2 m²/pejalan kaki, laju arus >33-49

pejalan kaki/menit/m.

LOS D menunjukkan kebebasan untuk memilih kecepatan berjalan

masing- masing dan untuk mendahului pedestrian lain terbatas. Gerak

silang atau arah balik akan mengalami konflik dengan kemungkinan

yang tinggi, yang membutuhkan perubahan kecepatan dan kedudukan

yang sering. LOS ini memberikan arus yang cukup lancar, tetapi gesekan

dan interaksi diantara pedestrian itu kemungkinan terjadi.

Gambar 2.5 Penggambaran LOS D


(Sumber : Munawar,2016)

37
5. LOS E, Ruang pedestrian > 0,75 – 1,4m²/pejalan kaki, laju arus > 49-75

pejalan kaki/menit/m.

LOS E menunjukkan hampir semua pedestrian membatasi

kecepatan berjalannya,sering harus menyesuaikan langkahnya. Pada

jangka yang lebih rendah, gerak ke depan hanya mungkin dengan

menggeserkan kaki. Ruang tidak cukup untuk melewati pedestrian yang

lebih lambat. Gerak silang atau arah balik hanya mungkin dilakukan

dengan susah payah. Volume desain mendekati batas kapasitas jalan

orangnya, dengan berhenti atau arus yang terhambat

Gambar 2.6 Penggambaran LOS E


(Sumber : Munawar,2016)

6. LOS F, Ruang pedestrian ≤ 0,75 m²/pejalan kaki, laju arus beragam >

pejalan kaki/menit/m.

LOS F menunjukkan semua kecepatan berjalan sangat terbatas

dan gerak maju dilakukan hanya dengan menggeserkan kaki. Terjadi

kontak yang sering yang tak terelakkan diantara pedestrian. Gerak silang

atau arah balik hampir tidak mungkin. Arus sporadik dan tidak stabil

(Suwardi,2008).

38
Gambar 2.7 Penggambaran LOS F
(Sumber : Munawar,2016)

2.9 Parameter Karakteristik Parkir

Menurut Suwardi (2008) karakteristik parkir meliputi :

1. Akumulasi parkir adalah : jumlah kendaraan yang diparkir disuatu

tempat pada waktu tertentu.

2. Volume parkir adalah : jumlah kendaraan yang terlibat dalam suatu

badan parkir per periode tertentu, biasanya per hari.

3. Durasi parkir adalah : lamanya suatu kendaraan parkir pada suatu lokasi

parkir.

4. Turnover parkir adalah : tingkat penggunaan ruang parkir pada areal

parkir pada waktu tertentu.

5. Indeks parkir adalah : persentase ruang yang ditempati oleh kendaraan

parkir pada waktu tertentu dibagi ruang parkir seluruhnya.

Dirjen Perhubungan Darat menentukan besarnya satuan ruang parkir

(SRP) dipengaruhi :

1. Dimensi kendaraan standar

39
2. Ruang bebas kendaraan parkir, ruang bebas kendaraan parkir

diberikan pada kendaraan arah lateral dan longitudinal

3. Lebar bukaan pintu kendaraan.

2.9.1 Volume Kendaraan Parkir

Untuk perhitungan volume parkir dapat menggunakan rumus dibawah

ini.

Volume=Ei+ X

Keterangan :

Ei : Entry (Jumlah Kendaraan yang masuk pada lokasi parkir)

X : Jumlah Kendaraan yang ada sebelumnnya

2.9.2 Akumulasi Parkir

Dalam Perhitungan Akumulasi Parkir dapat dihitung dengan

menggunakan rumus yang ada dibawah ini:

Akumulasi=Ei−Ex

Keterangan :

Ei : Entry (Jumlah Kendaraan yang masuk pada lokasi parkir)

Ex : Exit (Kendaraan yang keluar pada lokasi parkir)

karena sebelumnya sudah ada kendaraan yang diparkir dilokasi parkir

pada lokasi parkir, maka jumlah kendaraan yang ada tersebut

dijumlahkan dalam akumulasi parkir yaitu

Akumulasi=Ei−Ex+ X

Keterangan :

X : Jumlah Kendaraan yang ada sebelumnnya

40
2.9.3 Kapasitas Parkir

Dalam Perhitungan Kapasitas Parkir dapat dihitung dengan

menggunakan rumus yang ada dibawah ini:

S
KP=
D

Keterangan :

KP : Kapasitas Parkir (Kend/jam)

S : Jumlah total stall (Petak resmi)

D : Durasi (Jam/kendaraan)

41

Anda mungkin juga menyukai