Anda di halaman 1dari 4

Ingat!

Hanya Satu Kata


Lawan Komunisme Atheis

Fadjar Sutardi
aktif di MT Cabang Muhammadiyah Sumberlawang
mengasuh Halaqah Maskumambang Mujahadah

Bagi generasi baru di awal abad milenium dewasa ini, bila tidak suntuk suka membaca buku
sejarah, tentu tidak akan faham perjalanan bangsa ini dari waktu ke waktu. Sejarah , menurut
Sejarawan Kuntowijoyo, adalah catatan-catatan perjalanan bernilai kesastraan, keilmuan yang
dekat dengan persoalan sosial. Sejarah memiliki absurditas dua wajah atau lebih, yakni
memuat kenyatan obyektivitas sekaligus subyektivitas. Sejarah merupakan kajian yang dekat
dengan ilmu-ilmu sastra, misalnya berbentuk babad, cerita folkor, syair raja-raja atau kisah,
riwayat yang disajikan dengan lisan dari mulut ke mulut. Sejarah berdekatan dengan ilmu
sosial masyarakat, tata sistem politik, kekuatan desa atau kota, bahkan kisah utopis seseorang,
misalnya kehebatan individual seseorang yang dianggap budayawan, pujangga, maestro,
pahlawan, pimpinan negara, dan yang sederajatnya. Biasanya para pelaku sejarah dimitoskan
oleh rakyat atau pengagumnya.

Belajar sejarah, berarti berusaha mengetahui asal-usul sesuatu peristiwa. Dalam bahasa Arab,
sejarah berasal dari syajarotun, artinya pohon. Sejarah, menelisik serius tenntang asal muasal
biji yang ditanam, pertumbuhan akar, batang, ranting, daun, bunga, buah dan kisah akhir
sebuah pohon. Dari kata syajarotun, masa depan sejarah ataupun masa lalunya, menjadi kajian
serius untuk menentukan arah jarum jam perjalanan peradaban manusia.

Indonesia, bisa dilihat dari sisi historiografi palaleologis, antropologis, geografis, demografis,
sosiologis, politis, biologis, dan psikologisnya dinyatakan oleh para sejarawan sebagai bangsa
yang religius. Membaca tentang religiusitas bangsa, akan membuka cakrawala pengetahuan
tentang bagaimana bangsa ini memandang hidup dan kehidupannya. Bila mengacu kenyataan
yang bersumber dari disiplin ilmu tersebut, dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia ini,
memiliki kedalaman emosionalitas. Praktis bangsa ini belum atau tidak mempunyai lompatan
ke dalam logikalitas dan tidak memiliki lompatan perubahan realitas yang mengagumkan.
Dengan demikian, untuk mengubah mindset bangsa ini, kiranya perlu belajar serius dalam
mengasah akal sehat yang bersumber pada sel-sel otak bangsa ini. Oleh karenanya, muncul
satire, bahwa bangsa ini bodoh, susah diajak maju, daya pikir tumpul, tidak cerdas,
antimatematika dan sains, dan seterusnya.

Apakah benar demikian? Tentu jawabannya akan muncul dualitas, yakni mengiyakan atau
menolaknya. Persoalan ini, berkaitan dengan kisah sejarah perjalanan bangsa yang mayoritas
muslim, bahkan terbesar di dunia. Bila mengkaji dari sudut pandang kesejarahan, umat islam
memiliki ghirah mengagumkan dalam usaha mengubah sejarah itu sendiri. Membaca
perjuangan umat islam, dari waktu ke waktu sesungguhnya patut diacungi jempol, karena
umat islam memiliki keberanian, strategi, taktik jitu yang didasarkan oleh semangat dari ajaran
islam sendiri. Rasulullah Muhammad shalallaahu ‘alaihi wassalam sendiri-sendiri menjadi
uswah dalam mengubah sejarah karena keberanian yang dilandasi iman, akal sehat dan
bimbingan wahyum Rasulullah selalu menjadi yang terdepan dalam sejarah umat manusia.
Melihat kenyataan gemilang atas kemenangan demi kemenangan Rasulullah di medan laga
politik dan sosial Rasulullah, seorang sosiolog Amerika, Michael H. Heart, berani
menempatkan Rasulullah pada tingkat paling atas, di antara seratus tokoh pengubah dunia
yang dianggap tokoh papan atas, seperti Yesus Kristus, Budha, Khong Hu Cu, Isaac Newton,
Musa, Saint Paulus, Aristoteles, Galeli Galelio dan sebagainya. Dari sinilah, kekuatan umat
islam, akan terus tumbuh subur, bila konsen dengan apa yang dilakukan Rasulullah.

Generasi milenial sangat perlu menambah wawasan syirah kesejarahan, yang dicontohkan
Rasulullah, para khulafatur rasyidin, para sultan pelaku sejarah kemajuan islam seperti Amru
bin Ash, Ziyad bin Abih, Muawiyah, Abdul Malik bin Marwan, Abdul Aziz, Al-Ma’mun dan
tokoh lain pengubah sejarah islam dalam sosial keilmuan, misalnya Musa bin Nushair,
Qutaibah bin Muslim, Abu Hanifah bin Nu’man, Jabir bin Hayyan, Al-Waqidi, Al-Khawarizmi,
Ahmad bin Hambal, Al-Farabi, Al-Ghozali, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan
sebagainya. Para tokoh islam pengubah sejarah ini, didukung sepenuhnya oleh para sultan
yang adil dan para jundullah militan, sehingga islam dengan amat cepat memenuhi Bumi
Timur, Barat, Utara, dan Selatan.

Di Indonesia modern, nama besar pelaku sejarah juga didominasi oleh tokoh-tokoh muslim,
seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, Soekarno, Moh.. Hatta, Bung Tomo, Jendral Sudirman,
Moh. Nasir, Kasman Singodimejo, Hamka, AH Nasution, dan tokoh-tokoh lainnya.

Mengapa tokoh-tokoh nasional seperti, Tan Malaka, Syahir, Amir Syarifudin, Muso, Aidit,
Nyoto, Lukman, pramudia Ananta Toer, tidak dicacat sebagai pelaku sejarah umat Islam
Indonesia? Ya, tidak dicacat sebagai pelaku sejarah, karena mereka tidak menyuarakan
kebenaran agama, bahkan antiagama dan musuh agama. Mereka sebagian menganut agama
islam, tetapi memerangi umat islam dengan cara mengadakan propaganda-propaganda anti-
islam. Mereka ditutup mata, telinga, dan hatinya oleh Allah, sehingga lebih tertarik ajaran
sosialis, komunis yang atheis. Sosialis-komunis menjadi tuhan mereka. Pendiri komunis seperti
Engels, Lenin, Stalin, Karl Marx, dianggap sebagai tuhan-tuhan. Namun, kegigihan mereka
dalam menyebarkan atheisme selalu gagal dan gagal. Tipu muslihta, kebohongan,
kesombongan mereka tak diridhai Allah. Poros komunis di Uni Sovyet, Peking-RRC ambyar
oleh kebenaran Sang Maha Realitas.

Atheisme? Apakah atheisme itu? A: tidak, theis: Tuhan, isme: aliran, madzhab, anutan. Dengan
demikian atheisme adalah, aliran, madzhab, anutan pemikiran dengan thesis dan antithesis,
bahwa materi adalah primer dan segala-galanya. Yang lainnya dianggap sekunder, bahkan tak
ada artinya. Nabi, rasul, utusan, ulama, pendeta, bhiksu dianggap tidak berguna. Bahkan
Tuhan, dianggap pernah ada. Mereka memiliki cara hidup sosial yang aneh, yakni bergerombol
bebas dan perilaku kebebasannya. Mereka menanamkan hidup komunal. Pengikutnya
dinamakan komunis. Atheisme komunis, berkembang di Polandia, Sovyet, Cina, Cuba dan
hampir seluruh dunia terambah ajaran komunis, walau dengan pemahaman yang beragam.

Ciri-ciri yang dapat dilihat dan dipantau gerakan atheisme-komunis, antara lain; tidak percaya
adanya wujud Allah, mereka anti-Allah, agama, dan hak kepemilikan pribadi. Hidup mereka
dilandasi pertarungan, perselisihan, penjungkirbalikan fakta, dan membohongi publik. Strategi
adu domba, menyebar fitnah selalu dikobar-kobarkan. Menciptakan konflik dan menghalalkan
segala cara adalah inti tujuan utamanya. Sandaran politiknya, dikontraksikan kepada Yahudi.
Mereka hormat, tunduk kepada keputusan Yahudi. Mereka beranggapan, bahwa memerangi
Yahudi, berarti menghancurkan kelas masyarakat tertinggi. Mereka membela mati-matian
Zionisme. Gambaran di atas, sesungguhnya juga sudah ada dipelupuk mata kita. Munculnya
istilah gerakan islam kiri, islam liberalis, islam pluralis bahkan islam nusantara sesungguhnya
penanda isyarat bahwa ajaran atheisme-komunis sudah merangsek masuk ke alam bawah
sadar kita, walau kita terkadang tidak percaya dan abai terhadap jenis penamaan gerakan
tersebut.

Sebelum Indonesia merdeka, mereka membelah islam menjadi dua, yakni islam abangan dan
islam putihan. Yang abangan cirinya, mengajak kepada masyarakat, bahwa orang islam tidak
perlu menjalankan salat lima waktu, mereka menganggap masih masa jahiliyah, belum ada
kenabian dan kewahyuan, sehingga belum ada perintah salat. Islam abangan, sukanya
mencibir, merendahkan, mengejek masyarakat yang memegangi islam yang syar’iyyah.

Benih kominusme di negeri jajahan ini mulai tumbuh. Tahun 1927 tokoh komunis Belanda,
bernama Henricus Yosephus Franciscus Marie Sneevliet, mulai memprovokasi para penganjur
kemerdekaan Indonesia, dengan mendirikan Indischee Social Democratische Vereneging
(ISDV) untuk mempengaruhi masyarakat bumi putra, agar tetap takluk kepada nasionalis tulen
Indonesia, seperti HOS Cokroaminoto, Sukarno. Muhammadiyah baru tumbuh juga sebagai
gerakan nasionalisme islam, dengan cita-cita membangun perspektif nilai-nilai keagamaan
islam, yang sudah mulai pudar, sebab pengaruh penjajahan. ISDV, menarik Darsono dan
merekrut Semaun, agar gerakan nasionalisme via Syarikat Dagang Islam-nya HOS
Cokroaminoto terpecah belah. Dengan menggunakan politik gerakan bawah tanah, Sneevliet
menyelundup kesana kemari untuk menancapkan bendera komunis di Indonesia. Dari sini kita
akhirnya mengetahui bahwa gerakan kiri komunis, selalu berusaha anti islam, salah satunya
ialah ketika proklamasi dikumandangkan mereka memainkan UUD 1945 pada preambule-nya,
yakni meniadakan islam sebagai syari’at. Tahun 1948 komunis membuat geger Madiun,
dengan membunuh umat islam dan para ulamanya. Tahun 1965, mengkhianati proklamasi
dengan menyuarakan Nasakom, sosialisme kerakyatan, marhainisme atau komunis yang
diterapkan di Indonesia.

Dari uraian ini, tugas kita dalam muhammadiyah, ialah berusaha meluruskan pola pikir yang
telah menyebar ke masyarakat luas tersebut, memperkuat ukhuwah Muhammadiyah dengan
slaturahmi ke bawah yang paling bawah, menambah jadwal dakwah dengan bil lisan, bil hal
dan bil mal dengan jam-jam yang ketat. Selain hal tersebut, juga diperlukan kajian-kajian
ilmiyah tentang atheisme dan komunisme yang dilakukan oleh ahlinya. Penataran-penataran
yang bersifat doktrinal fundamental perlu diadakan kembali kepada angkatan muda
Muhammadiyah diseluruh lini generasi muda, seperti Kokam, Ipm, Imm, Tapak Suci, Nasyiatul
Aisyiyah, Remaja Masjid, TPQ, TPA. LSBO kalau ada dan masih aktif dan level-level
kepemudaan, diajak untuk mengenali tentang dasar negara, undang-undang dasar, nilai-nilai
islam yang terkandung dalam pancasila, sejarah perjuangan umat islam Indonesia dan mater-
materi yang membangkitkan kewaspadaan nasional.

Tulisan kecil ini, senyatanya merupakan gumpalan-gumpalan pemikiran dan renungan, yang
dahulu pernah diisyaratkan Kiai Haji Ahmad Dahlan sebagai berikut; “Agama Islam tidak
mungkin hilang dari muka bumi, tetapi islam sangat mungkin lenyap dari Indonesia.” Nasihat dan
pesan Kiai Dahlan yang serius dan bernas tersebut, masih relevan setelah Muhammadiyah
berusia 100 tahun lebih pada saat ini. Rupanya, beliau pirsa, bahwa perubahan zaman dari
waktu ke waktu, selalu ada tantangan dan ujian yang perlu dihadapi dengan seksama. Bila
direnungkan dengan sungguh-sungguh maknanya, agar Muhammadiyah tanpa ada bosan,
jenuh dan capeknya. Sebab Muhammadiyah didirikan bukan hanya untuk generasi kemarin
dan saat ini, tetapi juga generasi esok lusa.

Walau terkadang kita lupa kepada generasi esok dan lusa, karena kesibukan urusan dunia, dan
lupa apa yang akan kita wariskan kepada mereka. Waktu berjalan amat cepat dan terkadang
melindas kita, semoga kita tetap waspada. Kebenaran tanpa diorganisasi dengan prima, akan
dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir dengan seksama. Kita tahu bahwa atheisme-
komunis tak akan ada matinya. Mereka selalu mengendap-endap menyelinap dengan kostum
dan baju ke-islaman, memba-memba rupa, hanya satu tujuan, yakni untuk mengelabui kita.
Wallohu ‘alam.

Anda mungkin juga menyukai