Anda di halaman 1dari 10

KALIMAT EFEKTIF

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan suatu pikiran,


gagasan, perasaan yang utuh. Kalimat dikatakan sempurna apabila minimal memiliki
unsur subjek dan predikat.
Lalu bagaimana dengan kalimat efektif? Kalimat efektif merupakan kalimat yang
memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran
pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis.
Sebuah kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan,
perasaan, ataupun pemberitahuan sesuai dengan maksud pembicara atau penulis.
Bagaimanakah ciri-ciri kalimat efektif? Ada beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh
kalimat efektif.
1. Memiliki unsur penting atau pokok, minimal unsur SP
2. Taat terhadap tata aturan yang berlaku
3. Menggunakan diksi yang tepat
4. Menggunakan kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang logis
dan sistematis
5. Menggunakan kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai
6. Melakukan penekanan ide pokok
7. Mengacu pada kehematan penggunaan kata
8. Menggunakan variasi struktur kalimat

Kalimat efektif melingkupi beberapa kriteria, antara lain: kelogisan, keparalelan,


kehematan, ketepatan, dan kecermatan.
1. Kelogisan
Kelogisan kalimat berkaitan dengan ide kalimat yang dapat diterima oleh akal
dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Sering kali kita menuliskan
kalimat yang kelihatannya baik-baik saja padahal tidak logis, seperti contoh berikut
a. Waktu dan tempat kami persilakan.
b. Haryanto Arbi meraih juara pertama Jepang Terbuka.
Sekilas kalimat-kalimat tersebut tampak logis. Akan tetapi, bila kita cermati
lebih jauh, nyatanya kalimat itu tidak memenuhi kriteria kelogisan. Kalimat yang
logis sebagai pembetulan dari kalimat di atas adalah
a. Bapak Menteri kami persilakan.
b. Haryanto Arbi meraih gelar juara pertama Jepang Terbuka.

2. Keparalelan (kesejajaran)
Keparalelan dalam kalimat berarti kesamaan bentuk kata yang digunakan
dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina, bentuk
kedua dan seterusnya juga harus menggunakan nomina. Hal yang sama berlaku pada
bentuk lain seperti verba.
Contoh:
a) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi pimpinan belum menyetujuinya.
Bentuk ketidaksejajaran kalimat di atas disebabkan oleh penggunaan kata
kerja pasif diusulkan yang dikontraskan dengan bentuk aktif menyetujui. Agar
menjadi sejajar, bila bagian pertama menggunakan bentuk pasif, bentuk kedua pun
harus berbentuk pasif, atau sebaliknya. Dengan demikian, kalimat tersebut akan
menjadi sejajar, seperti di bawah ini
a) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi belum disetujui pimpinan.
b) Kami sudah lama mengusulkan program kerja ini, tetapi pimpinan belum
menyetujuinya.

3. Ketegasan
Ketegasan yang dimaksud adalah perlakuan penonjolan pada ide pokok
kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Ada beberapa cara
dalam penyusunan kalimatnya.
a. Meletakkan kata yang ditonjolkan di awal kalimat
Contoh:
Harapan Presiden ialah agar rakyat giat membangun bangsa dan negaranya.
b. Membuat urutan kata yang bertahap
Contoh:
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah telah disumbangkan
kepada anak-anak terlantar.
c. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan
Contoh:
Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.
d. Menggunakan partikel penekanan (penegasan)
Contoh:
Saudaralah yang bertanggung jawab.

4. Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat
menggunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu dan menyalahi
kaidah tata bahasa. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan
a. Menghilangkan pengulangan subjek
Contoh:
Program ini belum dapat dilaksanakan karena program ini belum disetujui. (tidak
efektif)
Program ini belum dapat dilaksanakan karena belum disetujui. (efektif)
b. Menghilangkan bentuk bersinonim
Kita perlu bekerja keras agar supaya tugas ini berhasil. (tidak efektif)
Kita perlu bekerja keras agar tugas ini berhasil. (efektif)
c. Menghilangkan makna jamak yang ganda
Semua data-data itu dapat diklasifikasikan dengan baik. (tidak efektif)
Semua data itu dapat diklasifikasikan dengan baik. (efektif)

5. Kesepadanan
Yang dimaksud dengan kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran
(gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat itu memiliki
beberapa ciri, seperti tercantum di bawah ini.
a. Kalimat itu mempunyai subjek atau predikat dengan jelas
Contoh:
Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Salah)
Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (Benar)
b. Tidak terdapat subjek yang ganda
Contoh:
Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh dosen. (Salah)
Dalam penyusunan laporan itu, saya dibantu oleh dosen. (Benar)
c. Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal
Contoh:
Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
(Salah)
Kami datang agak terlambat sehingga tidak dapat mengikuti acara pertama.
(Benar)
d. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang
Contoh:
Sekolah kami yang terletak di depan gedung bioskop. (Salah)
Sekolah kami terletak di depan gedung bioskop. (Benar)

6. Kecermatan
Cermat di sini dapat diartikan bahwa suatu kalimat tidak menimbulkan
penafsiran ganda. Selain itu, cermat berarti ketepatan dalam pemilihan kata.
Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah.
Kalimat ini menimbulkan makna ganda, yaitu siapa yang terkenal, apakah
mahasiswa atau perguruan tinggi.

Kalimat efektif merupakan suatu jenis kalimat yang dapat memberikan efek
komunikasi. Ketidakefektifan kalimat atau kesalahan kalimat terjadi karena berbagai
sebab, seperti salah huruf, salah tanda baca, salah kata, salah frasa, salah klausa, salah
kalimat, dan salah struktur kalimat.
Sumber Bacaan

Sugihastuti dan Siti Saudah. 2017. Buku Ajar Bahasa Indonesia Akademik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Kalimat Langsung dan Kalimat Tidak Langsung

A. Kalimat Langsung
Kalimat langsung merupakan kalimat hasil kutipan langsung dari perkataan
seseorang yang sama persis seperti apa yang dikatakannya. Penanda kalimat langsung
paling umum adalah adanya tanda petik dua (“....”) yang menunjukkan apa yang
dikatakan seseorang.
Dalam praktik kepenulisan, penggunaan kalimat langsung dapat mengikuti
pola berikut
1. Pengiring, “kutipan”
Contoh:
Ayah berkata, “segeralah berangkat ke sekolah.”
2. “Kutipan”, pengiring
Contoh:
“Orang-orang dewasa selalu berlaku tidak adil kepada anak-anak,” Mira
menggerutu di tengah permainan.
3. “Kutipan,” pengiring, “kutipan”
Contoh:
“Tetapi,” Pak Min menghela napas sekejap, “apa yang dikhawatirkan warga sama
sekali tidak terjadi.”

B. Kalimat Tidak Langsung


Kalimat tidak langsung merupakan kalimat yang melaporkan atau
memberitahukan perkataan orang lain dalam bentuk kalimat berita. Kalimat tidak
langsung berbeda dengan kalimat langsung. Perbedaan paling terlihat adalah tidak
adanya penggunaan tanda petik dua (“....”). Selain itu, terdapat perubahan kata ganti
orang.
Berikut adalah contoh-contoh kalimat tidak langsung yang sederhana yang
dapat kita temukan di kehidupan sehari-hari
1. Ayah mengatakan bahwa aku harus segera berangkat ke sekolah.
2. Mira berpikir bahwa orang-orang dewasa selalu berlaku tidak adil kepada anak-
anak seperti dirinya.
3. Ibu Guru bertanya kepada kami tentang pekerjaan rumah yang diberikan
kemarin.
KERANGKA CERITA

Apa itu kerangka?


Kerangka atau outline adalah suatu rencana yang memuat garis-garis besar suatu
susunan (dalam pembahasan ini adalah cerita) yang akan dibuat dan berisi ide yang
disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur.
Menulis kerangka bukanlah suatu keharusan bagi setiap penulis. Bagi seseorang
yang sudah biasa menulis, misalnya, ia tidak perlu lagi menuliskan kerangka cerita karena
ide-idenya telah lekat di kepalanya. Artinya, proses menulis akan mengalir begitu saja
mulai dari awal hingga akhir. Meskipun begitu, penulis yang satu ini sebenarnya telah
memikirkan kerangka dalam ingatannya. Hanya saja ia tidak menuangkannya ke dalam
bentuk tulisan. Tanpa kerangka sekalipun, ia mampu menulis dengan sistematis tanpa
mengalami kesulitan.
Bagi seorang penulis pemula, kerangka cerita dapat menjadi suatu pedoman agar
penulisan tidak melebar ke topik yang lain. Hal ini sangat penting mengingat sebuah
cerita (dalam hal ini adalah cerpen) mesti memiliki satu permasalahan utama. Ya, hanya
satu saja. Memang tidak salah apabila seseorang memasukkan topik lain dalam suatu
cerita. Akan tetapi, hal tersebut justru akan membuat cerita menjadi kurang sedap dibaca.

Menulis kerangka cerita


Apa saja yang perlu ditulis dalam kerangka cerita? Untuk menjawab pertanyaan
ini, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apakah yang penting dan diperlukan dalam
sebuah cerita. Bagi penulis pemula, paling tidak kerangka cerita dapat kita tulis dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut ini
1. Perkenalan (Pembuka)
Sebuah cerita dengan pembuka yang memikat akan menarik perhatian
pembaca. Bisa jadi, sebuah cerita yang baik tidak dibaca oleh pembacanya karena
bagian pembuka yang kurang menjerat. Pembuka cerita ibarat pintu masuk ke dalam
cerita. Maka, bila pintu masuk itu tidak menarik sama sekali, sangat mungkin akan
segera ditinggalkan pembacanya.
Perlu diingat bahwa yang ditulis dalam kerangka cerita bukanlah pembukaan
yang utuh. Cukup tuliskan bagian pentingnya saja. Pengemasan pembuka cerita yang
menarik dapat dipelajari dengan membaca cerita-cerita yang sudah ada. Bukankah
pekerjaan penulis sebelum menulis adalah membaca?
2. Konflik dan Klimaks
Konflik adalah bagian yang harus ada dalam cerita. Konflik merupakan
permasalahan yang dialami tokoh dalam cerita. Selanjutnya, kita mengenal klimaks,
yaitu ketika konflik telah memuncak. Bagian ini perlu dituliskan dalam kerangka
cerita, karena sekaligus akan membuat penulis fokus pada permasalahan yang
diangkat dalam cerita.
3. Penyelesaian
Bagian ini berisi bagaimana si tokoh dalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya. Tentu, masing-masing penulis mempunyai cara tersendiri untuk
menutup atau menyelesaikan sebuah cerita, baik akhir yang bahagia, sedih, atau
malah menggantung. Semua tergantung kreativitas penulis.

Apa Selanjutnya?
Penulisan kerangka cerita sebenarnya sudah selesai. Akan tetapi, ada baiknya kita
mempelajari bagaimana kita akan menulis cerita tersebut. Kita sering mengenal alur maju
ataupun alur mundur. Bila menggunakan alur maju, berarti cerita kita akan dikisahkan
secara kronologis, mulai dari peristiwa pertama, kemudian baru diikuti peristiwa-
peristiwa selanjutnya. Lain halnya bila menggunakan alur mundur. Kita dapat melompat
dari peristiwa di masa kini, kemudian kembali ke peristiwa sebelumnya.
Permisalan alur maju adalah: A-B-C-D-E, sedangkan alur mundur bisa jadi B-D-
A-C-E atau yang lainnya sesuai selera pembaca. Akan tetapi, apa yang lebih penting
daripada itu adalah kapan kita harus memunculkan peristiwa yang satu dengan yang lain.
Maksudnya, penulis yang baik tentu paham kapan ia harus membuat klimaks, kapan ia
harus membuat antiklimaks, dan seterusnya. Penulisan cerita tidak harus pengenalan-
konflik-klimaks-antiklimaks-penyelesaian. Penulis dapat bermain sesuka hati misalnya
menurunkan konflik terlebih dahulu sebelum memunculkan klimaks.
Apa yang terpenting dalam menulis cerita adalah terus berlatih, dan terus
membaca karya-karya yang sudah ada sebelumnya, yang diakui sebagai cerita yang baik
(tentu oleh orang yang berpengalaman di bidangnya).
Sumber Bacaan

Hanggara, Ken. 2015. Silabus Menulis Cerpen itu Gampang. Komunitas Menulis Untuk
Sahabat.
Sumardjo, Jakob. 2007. Catatan Kecil tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai