Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
EKOLOGI TUMBUHAN
“KESEIMBANGAN KARBON”
OLEH
KELOMPOK 3
1. RIO (205001170)
2. SYAMSURYANI ARIS (20500117026)
3. NURUL MUTMAINNAH (20500117003)
4. RIFQATUL WAFIAH (2050011700)
1
Rakhman Sarwono. ” Biochar Sebagai Penyimpan Karbon, Perbaikan Sifat Tanah,
dan Mencegah Pemanasan Global”, Jurnal Kimia Terapan Indonesia 18, no 1, (2016) hlm 80-82.
2
Ahadiati Rohmatiah dan Martin Lukito” Pendugaan Biomassa dan Karbon Tanaman
Jati Hutan Rakyat Dalam Mengabsorbsi Karbondioksida (CO 2) Desa Kare Kecamatan Kare
Kabupaten Madiun”. Jurnal Agri-tek 16, no. 2 (2015) hlm 2.
a. Perpindahan karbon dari atmosfir ke tumbuhan. Karbon dalam bentuk
karbon dioksida yang ada di atmosfir di serap oleh dedaunan dan
bereaksi dengan air menjadi gula pada proses fotosintesis untuk
pertumbuhannya.
b. Perpindahan unsur karbon dari tumbuhan ke binatang. Tumbuhan
dimakan oleh hewan yang akan menjadi daging dari hewan tersebut.
Selanjutnya hewan tingkat rendah dimakan oleh hewan tingkat tinggi
dan disitu terjadi perpindahan karbon dari spesies ke spesies lainnya.
c. Perpindahan karbon dari tumbuhan dan hewan ke tanah. Ketika
tumbuhan dan hewan mati, keduanya akan jatuh ke tanah dan
mengalami proses penguraian, atau terkubur dalam lapisan tanah dan
menjadi fossil dalam jangka waktu yang lama.
d. Perpindahan karbon dari makhluk hidup ke atmosfir. Setiap yang hidup
melakukan respirasi, yang mengeluarkan gas CO2 ke atmosfir.
e. Perpindahan karbon dari fossil ke atmosfir. Material fossil ditambang
kemudian dipakai sebagai bahan bakar, akan mengeluarkan gas hasil
pembakaran berupa CO2 yang akan menyebar ke atmosfir. Pembakaran
bahan bakar fossil ini ditengarai menyumbang gas CO2 terbesar
dibandingkan dengan sumber-sumber GRK lainnya.
f. Perpindahan karbon dari atmosfir ke lautan. Lautan atau badan air
lainnya menyerap gas CO2 dari udara menjadi CO2 terlarut.
g. Perpindahan karbon dari senyawa karbonat seperti batuan CaCO3 yang
terurai menjadi oksida dan gas CO2. Sebagai contoh penguraian
karbonat dari pabrik semen dan pengolahan kapur.
h. Gunung berapi mengeluarkan asap yang mengandung gas CO2.
i. Permukaan laut yang airnya makin panas akan mengakibatkan sebagian
gas CO2 yang terlarut dalam air laut akan keluar ke atmosfir 3.
Pengikatan Karbon Dari Atmosfer :
a. Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesis untuk
mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat dan melepaskan
oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon
pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang
sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.
b. Permukaan laut di daerah kutub memiliki temperatur yang lebih rendah
yang memungkinkan CO2 lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut
tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa
air di permukaan yang lebih berat ke lapisan air yang lebih dalam.
c. Di lapisan air dekat permukaan, pada daerah dengan produktivitas yang
tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon dan
beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagian-
bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran
karbon ke lapisan air yang lebih dalam.
d. Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses
ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk
3
Rakhman Sarwono.” Biochar Sebagai Penyimpan Karbon, Perbaikan Sifat Tanah, dan
Mencegah Pemanasan Global”. Jurnal Kimia Terapan Indonesia 18, no 1, (2016) hlm 80-82.
kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek
netto terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk
terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat
laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).
Pengembalian Karbon ke Atmosfer
a. Melalui pernafasan (respirasi) pada tumbuhan dan hewan. Hal ini
merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian
glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
b. Melalui pembusukan hewan dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan
bakteri mengurai senyawa karbon pada hewan dan tumbuhan yang mati
dan mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen,
atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen.
c. Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang
terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti
asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari
industri perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan
karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal
inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida
di atmosfer.
d. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping
atau kalsium oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur
atau batu gamping yang akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam
jumlah yang banyak.
e. Di permukaan laut yang lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas
kembali ke atmosfer.
f. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke
atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan
belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar
hamper sama dengan jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer
akibat pelapukan silikat. Kedua proses kimia ini yang saling berkebalikan
ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak
berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala
waktu yang kurang dari 100.000 tahun4.
2. peran laut dalam menjaga keseimbangan karbon
samudera mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengurangi
pemanasan global atau peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer. Total jumlah
karbon di lau diperkirakan 50 kali lebih besar dibandingkan jumlah karbon
yang ada di atmosfer, dan pertukaran karbon laut dan atmosfer terjadi dalam
skala waktu beberapa ratus tahun, disolusi air laut memberikan kesempatam
yang besar untuk menenggelamkan CO2 antropogenik, hal ini disebabkan
karena CO2 mempunyai daya larut yang tinggi, disamping itu CO2 juga
memisahkan diri ke dalam ion-ion dan berinteraksi dengan unsur pokok air
laut5.
Karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu komponen gas rumah
kaca yang berkontribusi dalam pemanasan global. Sebanyak 40 Tera ton
karbon dioksida tersimpan di laut yang berperan penting dalam siklus karbon.
Laut menyerap CO2 melalui fotosintesis oleh komunitas plankton dan vegetasi
pesisir (lamun dan bakau). Salah satu upaya untuk mengurangi kandungan
karbon dioksida, baik di atmosfer maupun di lautan adalah dengan
menggunakan vegetasi yang berada di darat maupun di laut untuk menyerap
dan menyimpan karbon. Salah satu komponen ekosistem laut yang dapat
mengurangi karbon dioksida adalah lamun. Padang lamun dapat menyimpan
karbon 35 kali lebih cepat dibandingkan hutan hujan tropis, dan dapat
mengikat karbon dalam waktu ribuan. Selain itu, ekosistem lamun dapat
menangkap sekitar 70% dari karbon organik total yang berada di laut 6.
4
Afdal. “Siklus Karbon dan Karbondioksida di Atmosfer dan Samudra”. Journal
Oseana 32, no. 2 (2007) hlm 30-31.
5
Afdal. “Siklus Karbon dan Karbondioksida di Atmosfer dan Samudra”. Journal
Oseana 32, no. 2 (2007) hlm 33.
Laut adalah penyerap CO2 alami (natural CO2 sink) terbesar di bumi.
CO2 pada atmosfer akan diserap oleh tumbuhan dan sebagian masuk ke
lautan dengan melarut terlebih dahulu di lapisan permukaan laut. Cadangan
karbon disimpan dalam batuan dan sedimen laut. Jika tidak ada lautan untuk
membentuk sedimen, maka konsentrasi CO2 di atmosfer akan sangat tinggi.
CO2 masuk ke dalam laut, ia bereaksi membentuk asam karbonat (H2CO3),
ion bikarbonat (HCO3-) dan ion karbonat (CO3-2). Di lapisan permukaan,
karbon tersebut membentuk senyawa kimia, rangka dan cangkang, terutama
pada musim semi. Ketika organismenya mati, rangka dan cangkang ini terurai
kembali menjadi karbon tetapi sebagian tenggelam dan terkubur dalam
sedimen7.
Ekosistem laut di Indonesia mempunyai potensi besar untuk menyerap
CO2 sebagai gas utama penyebab pemanasan global yang berimplikasi pada
terjadinya perubahan iklim. Salah satu sumber laut yang cukup potensial untuk
dapat dimanfaatkan sebagai penyerap gas CO2 adalah padang lamun yang
secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah
pesisir karena padang lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
yang ada di laut yang memiliki peran penting dalam penyerapan karbon di laut
melalui proses fotosintesis8. Penyerapan CO2 oleh samudera sangat
tergantung pada tinggi rendahnya suhu, sehingga transfer panas antara udara
dan laut berpengaruh pada pola regional dan musiman dari transfer CO2.
Permukaan air yang dingin cenderung lebih mudah menyerap CO2, sedangkan
permukaan laut hangat menyebabkan hal sebaliknya , permukaan lautakan
lebih mudah melepaskan gas CO2 ke atmosfer. Daerah hangat (perairan
6
Indriani, dkk.”Cadangan Karbon di Area Padang Lamun Pesisir Pulau Bintan
Kepulauan Riau”. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2, no.3 (2017) hlm. 1-2.
7
Widodo Setiyo Pranowo, dkk. 2010. Riset Karbon Laut Di Indonesia Edisi II Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan. hlm 7-8.
8
Firman Setiawan ,dkk. “Deteksi Padang Lamun Menggunakan Teknologi
Pengindraan Jauh Dan Kaitannya Dengan Kemampuan Menyimpan Karbon Di Perairan Teluk
Banten”, jurnal pendiikan dan kelautan 3, no. 3 (2012), hlm.276.
tropis) dan dingin (perairan kutub) ini dihubungkan oleh sirkulasi atau aliran
arus laut yang oleh para ilmuwan disebut sebagai sabuk laut. Fungsi sabuk laut
ini adalah mendorong air laut yang sudah dipanaskan oleh matahari di wilayah
tropic ke daerah yang lebih dingin di daerah kutub. Proses sebaliknya juga
terjadi, yaitu air dingin di Artik dan Antartika dibawa ke daerah tropic untuk
dipanaskan. Di samping adanya sabuk laut, proses biologi juga ikut memandu
distribusi regional dan musiman dari fluks CO2. Produksi primer kotor oleh
fitoplankton laut telah diperkirakan sekitar 103 PgC/th. Sebagian dikembalikan
ke DIC melalui respirasi autotropik, dan sisanya menjadi produksi primer bersih
yang diperkirakan sekitar 45 PgC/th. Sekitar 14-30% dari total NPP terjadi di
dalam perairan pantai. Hasil karbon organic kemudian dikonsumsi oleh
zooplankton (secara kuantitatif lebih penting disbanding herbivore di daratan)
atau menjadi detritus. Beberapa karbon organic dilepaskan dalam bentuk
terlarut (DOC) dan oksidasi oleh bakteri dengan produksi DOC bersih yang
masuk ke reservoir samudera. Penenggelaman partikel organik karbon (POC)
yang terdiri dari organisme-organisme yang telah mati dan detritus bersama-
sama dengan transfer vertikal DOC menciptakan suatu fluks karbon organik
yang mengarah ke bawah dari permukaan samudera yang dikenal sebagai
"produksi ekspor". Perkiraan untuk produksi ekspor global berkisar antara 10-
20 PgC/th. Suatu perkiraan alternative untuk produksi ekspor global adalah 11
PgC/th yang diperoleh dengan menggunakan suatu model terbalik data fisika
dan kimia dari samudera-samudera di dunia. Hanya sebagian kecil (± 0,1 PgC)
produksi ekspor yang mengendap pada sedimen, pengendapan yang paling
besar terjadi di perairan pantai9.
Respirasi heterotropik di lapisan dalam mengkonversi sisa organic
karbon kembali ke DIC. Pada suatu waktu DIC ini terangkat kembali ke lapisan
permukaan samudera dan kembali ke keseimbangan CO2 atmosfer.
Mekanisme ini, sering dikenal sebagai "pompa biologis". Organisme laut
9
Afdal. “Siklus Karbon dan Karbondioksida di Atmosfer dan Samudra”. Journal
Oseana. 32, no. 2, (2007) hlm 33-35.
seperti kerang juga membentuk cangkangnya dari kalsium karbonat padat
(CaCO3) yang tenggelam atau terakumulasi pada sedimen, terumbu karang
dan pasir. Proses penipisan CO32- permukaan ini mengurangi kadar alkalinitas
dan cenderung meningkatkan pCO2 (CO2 partial pressure) dan membawa lebih
banyak luaran gas CO2. Pengaruh dari formasi CaCO3pada pCO2 permukaan
dan fluks udara-laut kemudian terhitung untuk produksi organic karbon.
Untuk lapisan permukaan laut secara global, perbandingan antara ekspor
organik karbon dan ekspor kalsium karbonat ("rain ratio") adalah suatu faktor
kritis yang mengontrol keseluruhan efek aktivitas biologi pada pCO2
permukaan laut. produksi global dari CaCO3 adalah 0,7 PgC/th, dengan dipro-
duksinya sejumlah ekuivalen pada perairan dangkal dan lapisan
permukaan laut dalam. Dari total ini, kira-kira 60% terakumulasi di dalam
sedimen. Sisanya larut kembali di dalam kolom air atau
mengendap kembali di dalam sedimen tesebut. Perkiraan dari fluks CaCO3
untuk produksi ekspor dari karbon organik meliputi penenggelaman dari
lapisan permukaan samudera, akumulasi bersih pada sedimen dan batu karang
dangkal, dan ekspor material dari sistem dangkal ke lingkungan laut dalam10.
3. Peran Tumbuhan Dalam Menjaga Keseimbangan Karbon
Hutan merupakan penambat karbon utama dalam ekosistem global
sehingga peranannya dalam siklus karbon global begitu penting, baik dalam
bentuk penyimpanan karbon atau aliran karbon. Karbon dioksida diserap oleh
tumbuhan selama proses fotosntesis dan senyawa karbon yang dihasilkan
kemudian dalam bentuk biomassa tubuh tumbuhan. Sekitar 45-50% biomassa
tumbuhan tersusun oleh unsur karbon, kuantitas dari biomassa hutan
merupakan hasil dari pengurangan produk fotosintesis (fotosintat) dengan
respirasi atau proses pemanenan. Penghitungan biomassa hutan dapat
digunakan untuk mengkuantifikasi jumlah ketersediaan sumber daya pada
hutan tersebut, seperti kayu, mengetahui perubahan pada struktur hutan, dan
10
Afdal. “Siklus Karbon dan Karbondioksida di Atmosfer dan Samudra”. Journal
Oseana. 32, no. 2, (2007) hlm 33-35.
variable pembanding ekosistem hutan pada berbagai kondisi lingkungan
dalam hal struktur dan fungsinya11.
Hutan alami dengan keanekargaman jenis pepohonan yang berumur
panjang merupakan gudang penyimpanan C tertinggi (baik di atas tanah
maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO2 ke udara lewat respirasi
dan dekomposisi (pelapukan) searasah, namun pelepasannya terjadi secara
bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus
dalam jumlah besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan
pertanian atau perkebunan maka jumlah C tersimpan akan merosot.
Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih maka jumlah CO2
di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2
oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke
udara serendah mungkin. Jadi mempertahankan keutuhan hutan alami,
menanam pohon pada lahan-lahan pertanian, dan melindungi lahan gambut
sangat penting untuk mengurangi jumlah CO2 yang berlebihan di udara.
Jumlah C tersimpan dalam setiap penggunaan lahan tanaman, serasah tanah
biasanya disebut juga cadangan C. Kegiatan konversi hutan menjadi lahan
pertanian melepaskan cadangan karbon ke atmosfer dalam jumlah yang
cukup berarti. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang berarti
terhadap jumlah CO2 yang mempu diserap oleh hutan dan daratan
secara keseluruhan. Dampak konversi hutan ini baru terasa apabila diikuti
dengan degradasi tanah dan hilangnya vegetasi, serta berkurangnya proses
fotosintesis akibat munculnya hutan beton serta lahan yang dipenuhi
bangunan-bangunan aspal sebagai pengganti tanah dan rumput. Meskipun
laju fotosintesis pada lahan pertanian dapat menyamai laju fotosintesis pada
hutan, namun jumlah cadangan karbon yang terserap lahan
pertanian jauh lebih kecil12.
11
Muhammad Yusuf, dkk.” Distribusi Biomassa di Atas dan Bawah Permukaan dari
Surian (Toona Sinensis Roem)”. Jurnal Matematika dan Sains 19, n.o 2 (2014). hlm 69-70
12
Jhonmarthali Simamora, Retno Widhiastuti, dan Nursahara Pasaribu.
“Keanekaragaman Pohon dan Pole Serta Potensi Karbon Tersimpan Di Kawasan Hutan
Hutan Indonesia merupakan salah satu hutan yang memiliki peranan
penting dalam menjaga ekosistem lingkungan dunia. Hutan Indonesia terdiri
atas berbagai jenis hutan. Salah satunya adalah hutan bakau atau hutan
mangrove. Hutan mangrove memiliki peran besar sebagai penyerap dan
penyimpan karbon yakni sekitar lebih dari 4 gigaton C/tahun sampai 112
gigaton C/tahun. Potensi penyimpanan karbon pada substrat lumpur
mangrove sangatlah besar. Oleh karena itu estimasi penyimpanan karbon
pada substrat lumpur mangrove dapat dijadikan acuan dasar dalam penilaian
manfaat ekonomis mangrove dalam bentuk komoditi jasa lingkungan C-
Sequestration. Pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan cocok untuk
penyerapan dan penyimpanan karbon13.
Fakta ilmiah menunjukkan bahwa hutan secara alami menyerap CO2
dari udara untuk pertumbuhannnya. Hutan tidak hanya menahan sejumlah
besar karbon, tetapi juga mengubahnya secara aktif dari atmosfer. Tumbuhan
sebagai unsur utama pembentuk hutan memerlukan sinar matahari, gas asam
arang (CO2) yang diserap dari udara serta hara dan air yang diserap dari tanah
untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara
diserap oleh tanaman, dan dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah
menjadi karbohidrat untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh
tanaman dan ditimbun dalam tanaman dalam bentuk daun, batang, cabang,
buah dan bunga. Proses penimbunan karbon (C) dalam tubuh tanaman hidup
disebut proses sekuestrasi (C-Sequestration). Hutan mengabsorpsi CO2 selama
proses photosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam
biomassa tanaman. Banyaknya materi organic yang tersimpan dalam biomassa
hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan pokok dari produktivitas
hutan14.
Sekunder 30 Tahun dan Perkebunan Kopi Di Telagah Langkat”. Jurnal Saintia Biologi, (2013)hlm
58 .
13
Hery Purnobasuki. “Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon”,
Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012) hlm. 1.
14
Ahadiati Rohmatiah dan Martin Lukito.”Pendugaan Biomassa dan Karbon Tanaman
Jati Hutan Rakyat Dalam Mengabsorbsi Karbondioksida (CO 2) Desa Kare Kecamatan Kare
Menurut ilmuan, hutan dapat menyerap karbon karena hutan adalah
tempat sekumpulan pohon yang memiliki aktifitas biologisnya seperti
fotosintesis dan respirasi. Dalam fotosintesis pohon (tanaman) menyerap CO2
dan H2O dibantu dengan sinar matahari diubah menjadi glukosa yang
merupakan sumber energi (sebelumnya diubah dulu melalui proses respirasi)
tanaman tersebut dan juga menghasilkan H2O dan O2 yang merupakan suatu
unsur yang dibutuhkan oleh oranisme untuk melangsungkan kehidupan
(bernapas). Sehingga, hanya dengan mengetahui dan memahami hal tersebut
kita harus sadar bahwa hutan sangat dibutuhkan manusia untuk menyerap
carbon yang berlebih dalam atmosfer15.
Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses
fotosinthesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya
karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan
menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen
penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari
biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga
merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut,
jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan
karbon yang ada di atas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan
organic mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik
ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan.
Carbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau
hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon
pool ini mewakili jumlah carbon yang terserap dari atmosfer. Dalam
inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4
kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas
Afdal. “Siklus Karbon dan Karbon Dioksida Di Atmosfer dan Samudera”. Jurnal
Oseana 32. No. 2 (2007). Hlm. 29-41.
Indriani, dkk, “cadangan Karbon di Area Padang Lamun Pesisir Pulau Bitam
Kepulauan Riau”. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2, no. 3 (2017),
hlm 1-11.
Pranowo. W.s. dkk. Rencana strategis Riset Karbon Laut di Indonesia Edisi II
pusat penelitian dan pengembangan sumber daya laut dan Pesisir.
(Jakarta; Badan Peniltian dan Pengembangan Kelautan Dan Perikanan
Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2010).
Purnobasuki, Hery, “Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpanan
Karbon”, Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012), hlm. 1-6.