Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia.


Perubahan-perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan
lingkungan fisik, tetapi juga dengan budaya manusia. Hubungan erat antara
manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya itulah yang melahirkan budaya
manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia mensiasati lingkungan
hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaan
dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok orang
yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha manusia,
perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari depannya.
Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan.
Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan-
penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama
melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang lebih
manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam perencanaan kebudayaan
adalah manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi kerangka dasar dalam
strategi kebudayaan.
Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia,
terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti
setempat dan wisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka
local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai,
pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local
genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch
Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local
genius ini (Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan

1
bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya
bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah
kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi,
1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41)
mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena
telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.
Kelompok kami membahas mengenai kearifan lokal di latar
belakangi oleh Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari beribu
pulau,budaya,suku bangsa, bahasa, adat istiadat serta terdiri dari beberapa
agama. oleh sebab itulah kami angkat judul ini mengingat agar kaum muda
penerus bangsa dapat mempertahankan kearifan lokal yang sudah dari dulu
ada seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi saat ini. diharapkan
agar anak muda di Indonesia tidak terlena dengan perkembangan zaman yang
serba praktis di dunai yang super canggih dan sudah modern akibat
berkembangnya dunia teknoligi dan informasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal?
2. Apa saja Tipe Kearifan lokal ?
3. Apa maanfaat kearifan lokal ?
4. Apa saja contoh kearifan lokal yang ada di Indonesia?
5. Apa saja tantangan kearifan lokal
6. Apakah yang dimaksud dengan keragaman dan keberagamaan?
7. Bagaimana konsep Islam tentang Pluralitas, Toleransi dan
Multikulturalisme?
8. Bagaimana batasan toleransi dalam perspektif Islam? 4.
9. Bagaimana Implementasi keragaman dan keberagamaan dalam kehidupan
sehari hari?
1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kearifan lokal?

2
2. Mengetahui tipe kearifan lokal?
3. Mengetahui maanfaat kearifan lokal
4. Mengetahui contoh kearifan lokal yang ada di Indonesia
5. mengetahui tantangan kearifan lokal

6. Mengidentifikasi keragaman dan keberagamaan.

7. Mengidentifikasi konsep Islam tentang Pluralitas, Toleransi dan.

8. Mengidentifikasi batasan toleransi dalam perspektif Islam.

9. Mengidentifikasi Implementasi keragaman dan keberagamaan dalam


kehidupan sehari hari.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kearifan Lokal


Menurut bahasa, keafiran lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan
lokal. Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kearifan artinya
bijaksana, sedangkan local artinya setempat. Dengan demikian pengertian
kearifan lokal menurut tinjauan bahasa merupakan gagasan-gagasan atau
nilai-nilai setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya di tempat
tersebut.

3
Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan
bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai localgeniuskarena telah teruji
kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-ciri kearifan lokal
tersebut adalah sebagai berikut:
1. mampu bertahan terhadap budaya luar,
2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
3. mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam
budaya asli,
4. mempunyai kemampuan mengendalikan,
5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian


dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-
bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan
kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari
penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah
penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting
dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak
fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang
bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai
tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam
berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan
cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini
dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling
mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam
tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Menurut Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin
(2007) kearifan local merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat
lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif.
Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang
berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan

4
alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan
baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Sebagai salah satu
bentuk perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis
melainkan berubah sejalan dengan waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan
sosial budaya yang ada di masyarakat.
Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah
semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat
kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di
dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati,
dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus
membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun
gaib.
Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan
lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam
menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh
berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan local tidak
hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan
tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang
memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks
kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih
jauh.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya
yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk
mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa
memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut.
Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan
secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya.
Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan
contoh kecil dari kearifan lokal.
.

5
Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal
adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati
lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian
dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke
generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-
cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau
hukum setempat.
 Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika
masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan
mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah,
kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Hal itu dapat
dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari karena telah
terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari kehidupan masyarakat
lokal diarahkan secara arif berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana
tidak hanya bermanfaat dalam aktifitas keseharian dan interaksi dengan
sesama saja, tetapi juga dalam situasi-situasi yang tidak terduga seperti
bencana yang datang tiba-tiba.

2.2 Tipe-Tipe Kearifan Lokal


Kearifan lokal adalah persoalan identitas. Sebagai sistem pengetahuan
lokal, ia membedakan suatu masyarakat lokal dengan masyarakat lokal yang
lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari tipe-tipe kearifan lokal yang dapat
ditelusuri:
1. Kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan: khusus berhubungan
dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan
makanan pokok setempat.
Contoh: Sasi laut di Maluku dan beberapa tempat lain sebagai bagian dari
kearifan lokal dengan tujuan agar sumber pangan masyarakat dapat tetap
terjaga

6
2. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk pencegahan
dan pengobatan.
Contoh: Masing-masing daerah memiliki tanaman obat tradisional dengan
khasiat yang berbeda-beda.
3. Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja
berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai bagian
upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga kerja.
Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan
pertanian, dll.
4. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan dengan
iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut
Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di
Ambon, dll.
5. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan iklim
dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu.
6. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan lokal
sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena kebutuhan-
kebutuhan di atas.
Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga berhubungan dengan kebutuhan-
kebutuhan pangan, perumahan, sistem produksi dan lain sebagainya

2.3 Fungsi Kearifan Lokal


Setidaknya ada enam signifikasi serta fungsi sebuah kearifan lokal.
Diantaranya :

1. Sebagai penanda identitas sebuah komunitas.


2. Elemen perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas agama dan
kepercayaan.
3. Kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas (top down), tetapi
sebuah unsur kultural yang ada dan hidup dalam masyarakat. Karena itu,
daya ikatnya lebih mengena dan bertahan.

7
4. Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan bagi sebuah komunitas.
5. Local wisdom akan mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik
individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas common ground/
kebudayaan yang dimiliki.
6. Kearifan lokal dapat berfungsi mendorong terbangunnya kebersamaan,
apresiasi sekaligus sebagai sebuah mekanisme bersama untuk menepis
berbagai kemungkinan yang meredusir, bahkan merusak, solidaritas
komunal, yang dipercayai berasal dan tumbuh di atas kesadaran bersama,
dari sebuah komunitas terintegrasi.

Keenam fungsi kearifan lokal yang diurai di atas menegaskan pentingnya


pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai atau kearifan lokal (local wisdom),
dimana sumber-sumber budaya menjadi penanda identitas bagi kelangsungan
hidup sebuah kelompok maupun aliran kepercayaan.

2.4 Contoh-contoh nyata Kearifan Lokal di dalam sebuah masyarakat

1. Kearifan Lokal di Bengkulu


Ada beberapa etnik yang bersinggungan langsung dengan alam
diantaranya etnik Rejang dan Serawaiyang. Etnik Rejang memiliki
kearifan dengan mengetahui zonasi hutan, mereka sudah menentukan imbo
lem (hutan dalam), imbo u'ai (hutan muda) dan penggea imbo (hutan
pinggiran). Dengan zonasi yang mereka buat, maka ada aturan-aturan
tentang penanaman dan penebangan kayu. Hampir mirip dengan Etnik
Rejang, Serawai yang dikenal sebagai tipikal masyarakat peladang telah
mengembangkan kearifan lokal dalam pembukaan ladang yaitu "celako
humo" atau "cacat humo", dimana dalam pembukaan ladang mereka
melihat tanda-tanda alam dulu sebelum membuka ladang dimana ada 7
pantangan yaitu:
a. ulu tulung buntu, dilarang membuka ladang di hutan tempat mata air
b. sepelancar perahu
c. kijang ngulangi tai

8
d. macan merunggu
e. sepit panggang
f. bapak menunggu anak
g. dan nunggu sangkup
tujuh pantangan ini jika dilanggar akan berakibat alam dan penunggunya
(makhluk gaib) akan marah dan menebar penyakit.
2. Kearifan Lokal di Yogyakarta
Pernah mendengar Gunung Kidul? Pasti bayangan kita langsung
kekeringan. Benar saja, salah satu keunikan Gunung Kidul adalah kawasan
Karst. Tetapi harus kita ingat bahwa kawasan ini telah dihuni selama
berabad-abad oleh masyarakatnya bahkan dari zaman batu. Munculnya
peradaban manusia yang berkembang pada kawasan ini menggambarkan
bahwa masyarakat di kawasan ini telah dapat beradaptasi dengan
kekeringan. Air menjadi sangat berharga di kawasan ini. Apakah tidak ada
sumber air di kawasan ini? Oh kita jangan salah, kawasan ini memiliki
sungai bawah tanah yang banyak sekali tetapi karena merupakan kawasan
karst agak sulit untuk menaikkan air karena kedalamannya dan juga tipikal
kawasan karst. Masyarakat di kawasan ini melakukan pemeliharaan
cekungan-cekungan (sinkhole), mereka memodifikasi bagaimana
cekungan ini sebagai tabungan air mereka dengan menata batu dan
menanami tanaman seperti jarak dan jati di sekitar bibir cekungan. Batu
sebagai penyaring, sementara tanaman sebagai penyimpan air. Selain itu
juga para penduduk juga menampung air ketika musim hujan tiba sebagai
tabungan air ketika kemarau datang.

3. Kearifan Lokal Kediri


Cerita Panji mungkin bukan hal yang asing lagi terutama di tanah Jawa
Timur. Cerita Panji adalah harta karun yang dimiliki Jawa Timur, lahir di
Kediri berkembang sejak zaman Majapahit. Salah satu dongeng Panji
adalah Enthit yang terkait dengan pertanian. Cerita semacam Enthit itu
memberikan inspirasi mengapa timun dapat ditanam sampai mentheg-

9
mentheg (gemuk dan menyenangkan). Mengapa berbagai sayuran itu
tumbuh subur dan menyehatkan. Bagaimana petani pada masa itu
memperlakukan lahannya. Bagaimana cara bercocok tanam, semuanya
seolah-olah diserahkan pada kekuasaan alam belaka. Semuanya dilakukan
dengan cara organik. Konsep pertanian dalam budaya Panji adalah soal
tantra atau kesuburan. Jadi bagaimana memperlakukan tanah (lahan)
seperti menyayangi istri dan ini hubungannya dengan konservasi alam.

4. Kearifan Lokal di Sumatera Utara


Sumatera Utara memiliki sekelompok masyarakat yang dikenal sebagai
Parmalim berpusat di Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba
Samosir. Parmalim menekankan lingkungan hidup pada dasarnya memberi
dukungan terhadap kelangsungan hidup manusia, maka sewajarnya
manusia juga memberi dukungan terhadap lingkungan hidup. Air adalah
sumber kehidupan, maka kita harus memberi dukungan terhadap semua
hal yang berkaitan dengan pelestarian air. Pada saat menebang pohon,
maka bisa dilakukan jika sebelumnya sudah cukup banyak menanam tunas
baru, selain itu aturan penebangan juga dengan cara bahwa penebang tidak
boleh merobohkan pohon besar sampai menimpa anak pohon lain, jika
terjadi maka penebang harus diganti orang lain. Selain itu juga dalam
memetik umbi-umbian yang menjalar, umat Parmalim harus menyisakan
tunas sehingga bisa tumbuh kembali.

2.5 Tantangan Kearifan Lokal


1. Jumlah Penduduk
Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi
kebutuhan pangan dan berbagai produksi lainnya untuk mencukupi
kebutuhan manusia. Robert Malthus menyatakan bahwa penduduk yang
banyak merupakan penyebab kemiskinan, hal ini terjadi karena laju
pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tidak akan pernah
terkejar oleh pertambahan makanan dan pakaian yang hanya mengikuti

10
deret hitung (Soerjani dkk, 1997:99). Adanya kebutuhan pangan yang
tinggi menuntut orang untuk meningkatklan produksinya guna mencukupi
kebutuhan tersebut, sehingga melakukan modernisasi pertanian dengan
melakukan revolusi hijau. Dalam Revolusi hijau dikembangkan
penggunaan bibit unggul, pemupukan kimia, pengendalian hama penyakit
dengan obat-obatan, pembangunan saluran irigasi secara besar-besaran
untuk pengairan dan penggunaan teknologi pertanian dengan traktor untuk
mempercepat pekerjaan.
Sebagai akibat pelaksanaan revolusi hijau yang menekankan pada
tanaman padi secara monokultur dengan bibit unggul maka akan
mempengaruhi kehidupan petani lokal dalam menggunakan bibit lokal
yang sebenarnya mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit,
pupuk kandang dan pupuk organik yang digantikan dengan pupuk kimia,
penggunaan hewan untuk membajak yang digantikan traktor, penggunaan
obat-obatan dari tanaman untuk pertanian dengan obat-obatan kimia.
Melalui program pemerintah ini, petani nampak hanya sebagai obyek,
mereka tunduk patuh pada kehendak penguasa sehingga hak petani untuk
mengekspresikan sikap dan kehendaknya terabaikan.

2. Teknologi Modern dan Budaya


Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat
menyebabkan kebudayaan berubah dengan cepat pula. Selanjutnya Su
Ritohardoyo (2006:42) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada
masyarakat yang kebudayaannya sudah maju atau kompleks, biasanya
terwujud dalam proses penemuan (discovery), penciptaan baru (invention),
dan melalui proses difusi (persebaran unsur-unsur kebudayaan).
Perkembangan yang terwujud karena adanya inovasi (discovery maupun
invention) dan difusi inovasi mempercepat proses teknologi, industrialisasi
dan urbanisasi. Ketiga komponen tersebut secara bersama menghasilkan
proses modernisasi dalam suatu masyarakat yang bersangkutan. Teknologi
modern secara disadari atau tidak oleh masyarakat, sebenarnya

11
menciptakan keinginan dan harapan-harapan baru dan memberikan cara
yang memungkinkan adanya peningkatan kesejahteraan manusia.
Melihat kenyataan tersebut maka mudah dipahami mengapa cita-
cita tentang teknologi lokal cenderung diabaikan, karena kebanyakan
orang beranggapan bahwa teknologi modern selalu memiliki tingkat
percepatan yang jauh lebih dinamis. Menurut Budisusilo dalam Francis
Wahono(2005:217) teknologi lokal sebagai penguatan kehidupan manusia
sesungguhnya memiliki percepatan yang cukup dinamis, misalnya dalam
menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan dasar. Selain
menggusur pengetahuan dan teknologi lokal teknologi modern dan seluruh
sistem kelembagaannya juga mempunyai potensi “perusakan seperti
pembagian hasil yang timpang, pencemaran lingkungan alam dan
perusakan sistem nilai sosial-budaya masyarakat.
Banyak media informasi dan komunikasi dengan gencarnya
menawarkan produk berikut gaya hidup, gaya konsumsi, dan berbagai
sarana hidup yang dianggap sebagai tolok ukur kemajuan dan kebahagiaan
yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Budisusilo dalam Francis
Wahono (2005:218) menjelaskan sebagai akibat perkembangan teknologi
produksi yang pesat, baik pada sektor pertanian (bioteknologi dan
mekanisasi), sektor industri (manufaktur dan eksplorasi alam), maupun
sektor jasa (transportasi, medis, laboratoris, komunikasi dan informasi),
masyarakat pun menjadi terbiasa menikmati produk barang dan jasa yang
bersifat massif dengan efisiensi teknis, kualitas dan jenis yang sama pada
semua belahan bumi. Di samping itu ketersediaan akses pada jaringan
pemasaran seperti : hypermarket, supermarket, minimarket bahkan
traditional market yang ditopang oleh fasilitas/alat bayar yang mudah dan
cepat seperti telemarket, cybermarket telah merubah budaya dan kebiasaan
baru sejumlah kalangan masyarakat. Pada gilirannya teknologi modern
menjadi “standard produksi bagi pasar dunia” yang mengabaikan
kemampuan penguasaan teknologi/pengetahuan keanekaragaman
sumberdaya lokal.

12
Percepatan integrasi tersebut telah seperti meningkatnya jumlah
pengangguran, kemiskinan, marginalisasi nilai kemanusiaan, krisis
lingkungan, kerusakan dan konflik sumberdaya alam dan lingkungan.

3. Modal Besar
Eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan sekarang ini
telah sampai pada titik kritis, yang menimbulkan berbagai masalah
lingkungan dan masyarakat. Di samping masalah lingkungan yang terjadi
di wilayah-wilayah dimana dilakukan eksploitasi sumberdaya alam,
sebenarnya terdapat masalah kemanusiaan, yaitu tersingkirnya masyarakat
asli (indigenous people) yang tinggal di dalam dan sekitar wilayah
eksploitasi baik eksploitasi sumberdaya hutan, sumberdaya laut, maupun
hasil tambang. Mereka yang telah turun temurun tinggal dan
menggantungkan kehidupannya pada hutan maupun laut, sekarang seiring
dengan masuknya modal besar baik secara legal maupun illegal yang telah
mngeksploitasi sumberdaya alam, maka kedaulatan dan akses mereka
terhadap sumberdaya tersebut terampas.
Fenomena tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan
pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam selama ini yang lebih
menitikberatkan kepada upaya perolehan devisa Negara melalui
eksploitasi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis. Besarnya
keuntungan yang bias diraih diikuti dengan meningkatnya devisa dan daya
serap tenaga kerja pada sektor yang bersangkutan, semakin menguatnya
legitimasi beroperasinya modal besar di sektor tersebut. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa kekayaan sumberdaya alam dan hayati yang dimiliki
dapat diekstraksi untuk mendapatkan surplus.
Namun demikian di lain pihak, keberhasilan perolehan devisa
tersebut harus dibayar mahal dengan rusaknya ekosistem daerah yang
bersangkutan dan akan berakibat pada terganggunya ekosistem global.
Selanjutnya secara sosial budaya, terjadi konflik kepentingan antara
tatanan budaya lokal dan budaya modern yang melekat pada industrialisasi

13
dari sumberdaya alam yang dieksploitasi. Menurut Rimbo Gunawan dkk,
(1998:v) persoalan tersebut di satu pihak, yaitu modernisasi melihat bahwa
tatanan budaya lokal merupakan hambatan yang harus “dihilangkan” atau
“diganti” agar proses pembangunan tidak mendapat gangguan serius dari
komunitas lokal, sementara itu masyarakat lokal memandang
industrialisasi dari hasil sumberdaya alam yang dieksploitasi sebagai
ancaman bagi hak-hak adat mereka terhadap lingkungannya Kejadian-
kejadian tersebut khususnya pada sumberdaya hutan diperparah dengan
banyaknya pengusaha illegal yang hanya mementingkan keuntungan tanpa
mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, yang juga
wujud dari keserakahan.

4. Kemiskinan dan Kesenjangan


Kemiskinan dan kesenjangan merupakan salah satu masalah yang
paling berpengaruh terhadap timbulnya masalah sosial. Masalah sosial
yang bersumber dari kemiskinan dan kesenjangan atau kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan pokok, sering kali tidak berdiri sendiri tetapi saling
berkaitan dengan faktor lain. Kemiskinan bukan saja menjadi masalah di
Indonesia, tetapi juga di banyak Negara berkembang. Kemiskinan juga
mempengaruhi orang bertindak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,
meskipun tindakan tersebut kadang bertentangan dengan aturan atau
norma-norma yang sudah ada atau pun berkaitan dengan kerusakan
lingkungan.

Definisi keragaman dan keberagamaan

Pengertian Keragaman dan Keberagaman Menurut Para Ahli

Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam pengertian


secara umum sebagai pernyataan bervariasi (Chris Speechley dan Ruth

14
Weatley, 2001: 4). Namun, keberagaman kemudain berkemabang dan
dipergunakan untuk menjelaskan terdapatnya variasi di tempat pekerjaan,
karena dalam suatu organisasi terdapat orang dengan berbagai latar belakang
dan budaya.

Frederick A. Miller dan Judith H. Katz (2002: 198) berpendapat


bahwa keberagaman merupakan tentang identitas sosial kelompok yang
meliputi suatu organisasi. Mereka menyatakan pula bahwa terminologi
keberagaman ataudiversity sering salah dipergunakan, dengan saling
mempertukarkan dengan pengertian affirmative action, equal employment
opportunity, dan inclusion, karena masing-masing mempunyai makna
sendiri yang unik.

James L. Gibson, Jhon M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr.


(2000: 43) berpandangan bahwa keberagaman adalah pebedaan fisik dan
budaya yang sangat luas yang menunjukkan aneka macam perbedaan
manusia. Sama halnya dengan Miller dan Katz, Gibson, Ivancevich, dan
Donnelly menilai bahwa banyak pendapat orang tentang keberagaman yang
sangat membingungkan. Keberagaman bukanlah sinonim untuk equal
employment opprtunity atau bukan pula sebagai affirmative action.
Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan analisis Roosevelt Thomas
bahwa istilah keberagaman sering dipergunakan untuk kepentingan politik
untuk menjelaskan tentang humans right dan affirmative action.

Lebih lanjut, R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 203) menyatakan


bahwa keberagaman tenaga kerja dapat terjadi dalam berbagai cara, tidak
hanya berupa ras dan gender, tetapi juga umur, orientasi seksual, latar
belakang pendidikan dan asal geografis. Selanjutnya ditekankan bahwa
sebuah organisasi dapat mengalami kekurangan dalam keberagaman
demografis tenaga kerja dan sekarang bahkan terdapat keberagaman lain,
dalam bentuk keberagaman fungsional, produk, pelanggan, dan akuisisi atau

15
merger. Dengan demikian, keberagaman juga dilihat dari aspek
organisasional.

Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa cara para ahli


mengungkapkan pengertian keberagaman sangat bervariasi, namun
menunjukkan adanya persamaan. Keberagaman menyangkut aspek yang
sangat luas, dapat dilihat dari tingkatannya dan faktor yang
mempengaruhunya. Keberagamn dapat terjadi pada tingkat individu,
kelompok, organisasi, komunitas, dan masyarakat. Keberagaman juga sangat
dipengaruhi oleh latar belakang demografis dan budaya sumber daya
manusia, kondisi lingkungan internal tempat kerja dan kondisi eksternal
masyarakat yang dihadapi.

Dengan demikian, dapat dirumuskan pengertian keberagaman


sebagai variasi dari berbagai macam kombinasi elemen demokrafis sumber
daya manusia, organisasional, komunitas, masyarakat, dan budaya.

Keragaman dan Keberagamaan dalam Islam

Bangsa Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak, tidak


hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, bahasa dan ras, tetapi juga
termasuk masalah agama.Walaupun mayoritas penduduk Indonesia memeluk
agama Islam, ada beberapa agama dan keyakinan lain yang juga dianut
penduduk ini. Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu adalah contoh
agama yang juga tidak sedikit dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama
tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah.Namun perbedaan ini
bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air
yang sama, setiap warga Indonesia berkewajiaban menjaga kerukunan umat
beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh
dan mencapau tujuannya sebagai negara yang makmur dan berkeadilan
sosial. Islam dalam melihat keberagaman merupakan sesuatu yang niscaya
dan menjadi realita kehidupan manusia.Banyak ayat Al-Quran yang

16
menerangkan realitas sunnatullah tersebut. Diantara ayat AlQuran dalam hal
ini adalah (artinya):

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di


muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” (QS. Yunus/10:99).
“ Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi
rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka”.(QS. Hud/
11: 118-119).
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja),
tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya
tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. AnNahl/16: 93)
“Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat
(saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam
rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang
pelindungpun dan tidak pula seorang penolong” (QS. AsySyura/26: 8).
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu” (QS.
al Hujurat/49: 13).
Disamping Al-Quran menegaskan keniscayaan keberagaman
manusia dalam SARA, Al-Quran juga memerintahkan kepada semua
pengikutnya untuk tetap berbuat baik dan adil kepada sesama manusia,
meskipun diluar agamanya. Diantara ayat-ayat Al-Quran yang
memerintahkan berbuat baik dan adil kepada sesama adalah kalam Allah
yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Maidah/5:8).

17
Sejarah Islam telah mencatat tentang para sahabat Rasulullah saw yang
menerapkan hukum secara adil, baik kepada kawan maupun lawan, miskin atau
kaya, atau antara muslim dengan non muslim. Dalam hal ini Abu Bakar berkata
dalam khutbah pelatikannya, “Orang yang kuat diantara kalian adalah lemah
sehingga aku mengambil hak darinya, dan orang yang lemah dari kalian adalah
kuat, sehingga aku memberikah hak baginya”.

Dan Umar ketika mengangkat seorang hakim, Abu Musa alAsy’ari ia


berpesan, “Samakan antara manusia di hadapanmu, di majlismu, dan hukummu,
sehingga orang lemah tidak putus asa dari keadilanmu, dan orang mulia tidak
mengharap kecuranganmu”.(HR. Ad- Daaruquthni).

Kisah nyata adalah kejadian tentang perselisihan hukum yang terjadi


antara seorang khalifah Ali bin Abi Thalib dengan seorang yahudi. Namun pada
akhrinya hakim memberikan kemenangan kepada orang yahudi, karena Ali bin
Abi Thalib tidak mampu menghadirkan saksi atas klaimnya.

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (QS. Al-Isra‘/17:70).


Ayat ini menunjukkan kemuliaan manusia terlepas indentitasnya.
Karena dalam Islam pada dasarnya semua kedudukan manusia adalah
sama. Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Tidak ada kelebihan bagi
orang arab atas orang non arab, dan tidak ada kelebihan bagi non Arab
atas orang Arab, dan tidak ada kelebihan bagi warna merah atas warna
hitam kecuali dengan takwa” (HR. Imam Ahmad). Karenanya Rasulullah,
berdiri menghormati jenzah seorang Yahudi yang sedang lewat
didepannya. Ketika ditanya hal terbut, beliau mengatakan, “Bukankah ia
juga seorang manusia?”.(HR. Bukhari dan Muslim).

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-
orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. “.(QS. AlMumtahanah/60: 8-9).

18
Bahkan dalam kondisi perang pun, Islam tetap memerintahkan
untuk menjaga akhlak kasih sayang dengan adanya dilarang keras untuk
membunuh orangtua, wanita dan anak kecil, serta dilarang merusak rumah
peribadatan dan menumbangkan tumbuh-tumbuhan. Itulah ajaran Islam
sejak empat belas abad yang lampau, melalui khoirul anbiya‘nabi
Muhammad saw. Sebuah ajaran yang menebarkan kasih sayang sekalipun
kepada orang yang berbeda kenyakinan.

Menggali konsep Islam tentang Pluralitas, Toleransi dan Multikulturalisme

Pluralisme

Pluralisme berasal dari kata pluralis yang berarti jamak, lebih dari
satu, atau pluralizzing sama dengan jumlah yang menunjukkan lebih dari
satu, atau lebih dari dua yang mempunyai dualis, sedangkan pluralisme sama
dengan keadaan atau paham dalam masyarakat yang majemuk bersangkutan
dengan system social politiknya sebagai budaya yang berbeda-beda dalam
satu masyarakat. Dalam istilah lain plualisme adalah sama dengan doktrin
yang menyatakan bahwa kekuasaan, pemerintahan di suatu Negara harus
dibagi bagikan antara berbagai gelombang karyawan dan tidak dibenarkan
adanya monopoli suatu golongan.

Dalam kamus filsafat, Pluralisme mempunyai ciri-ciri sebagai


berikut; Pertama, Realitas fundamental bersifat jamak, berbeda dengan
dualisme yang menyatakan bahwa realitas fundamental ada dua dan
monisme menyatakan bahwa realitas fundamental hanya satu. Kedua;
Banyak tingkatan hal-hal dalam alam semesta yang terpisah tidak dapat
diredusir dan pada dirinya independent. Ketiga; Alam semesta pada dasarnya
tidak ditentukan dalam bentuk dan tidak memiliki kesatuan atau kontinuitas
harmonis yang mendasar, tidak ada tatanan kohern dan rasional fundamental.
Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas,

19
berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda dan
dipergunakan dalam cara yang berlainan pula.

Dalam tinjauan normatif pluralitas agama dalam al-Qur’an terdapat


ayat-ayat yang menunjukkan pada nilai-nilai pluralisme, sebagaimana dalam
al-Qur’an yang artinya:

“ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-


laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui
lagi maha mengenal.” Qs. Al-Hujarat (49);13

Dalam ayat tersebut Alwi Shihab menafsirkan kata lita’arofuu, bukan


hanya berarti berinteraksi, tapi berinteraksi positif, selanjutnya dari akar kata
yang sama pula setiap perbuatan baik dinamakan ma’ruf. Dengan demikian
pluralitas memang dikehendaki-Nya:

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat


yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.” Surat Hud
(11);118

Demikian pluralitas yang dimaksud adalah interaksi saling yang


berimplikasi positif, hal ini tercermin penggunaan kata mukhtalifin lanjut
Alwi Shihab yang berkonotasi positif, take and give, kasih sayang saling
menghormati secara damai terbentuk dalam perbedaan tersebut, Sedangkan
kata syiqaq sebaga lawan dari mukhtalifin bermakna perbedaan yang
berkonotasi negative, sehingga perbedaan pendapat yang membawa pada
pertikaian disebut syiqaq dan yang berarti khilaf adalah perbedaan yang
didasari atas saling hormat-menghormati. Hal ini dipertegas dalam surat Al-
Ankabut (29);46.

“ Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan


cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim diantara
mereka, dan katakanlah kami telah beriman kepada kitab-kitab yang
diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan

20
Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.” Qs.
Al-Ankabut (29);46.

Selanjutnya, dalam bukunya Anggukan retmis kaki pak kyai Emha


Ainun Najib sampaikan bahwa ditengah pluralitas sosial dan agama di era
modern saat ini merupakan lahan kita untuk menguji dan
memperkembangkan kekuatan keIslaman kita. Karena pemenang didapat
dari seleksi ketat antar kompotitor siapa yang konsisten dengan keimanan
dan berpegang tuguh pada ketaqwaannya, maka dialah pemenangnya.

“…. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat


(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allahlah kembali kmu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu.” (Al.Maidah (5);48)

Keberagaman merupakan sunnatullah yang harus direnungi dan


diyakini setiap umat, kesadaran umat beragama menjadi kunci bagi
keberlangsungan dalam menjalankan agamanya masingmasing. Setiap
agama memiliki substansi kebenaran, dalam filsafat prenial suatu konsep
dalam wacana filsafat yang banyak membicarakan hakekat Tuhan sebagai
wujud absolut merupakan sumber dari segala sumber wujud. Sehingga
semua agama samawi berasal dari wujud yang satu, atau adanya the common
vision menghubungkan kembali the man of good dalam realitas eksoterik
agama-agama. Disamping itu pluralisme harus dipahami sebagai pertalian
sejati kebinnekaan dalam ikatan-ikatan keadaban, bahkan pluralisme adalah
suatu keharusan bagi keselamatan manusia, melalui mekanisme dan
pengimbangan masing masing pemeluk agama dan menceritakan secara
obyektif dan transparan tentang histores agama yang dianutnya. (QS. Al-
Baqarah 2:251), kehidupan beragama di masyarakat sering memunculkan
pelbagai persoalan yang bersumber dari ketidak seimbangan pengetahuan
agama, termasuk budaya sehingga agama sering dijadikan kambing hitam
sebagai pemicu kebencian. Padahal fitroh agama masing-masing
mengajarkan kebaikan dan kemanusiaan, seperti dalam, (QS.

21
AlMaidah,5:48). Sayyed Husein Nasr “dalam sebuah pengantarnya “Islam
Filsafat Perenial” dijelaskan” sebuah agama tidak bisa dibatasi olehnya,
melainkan oleh apa yang tidak dicakup olehnya, setiap agama pada
hakekatnya suatu totalitas. Cukup menarik untuk dikaji apa yang
disampaikan Sayyed Husein Nasr tentang pluralisme Agama secara lebih
mendalam mengingat beliau merupakan salah satu tokoh yang secara inten
dan serius bergelut tentang masalah pluralisme dalam ranah filosofis.

Toleransi

Islam mengajak kepada umatnya untuk selalu menjalin kehidupan


yang harmonis antara sesama umat manusia. Agama Islam merupakan
agama yang penuh dengan toleransi. Toleransi dalam Islam bukan hanya
terdapat dalam ajarannya saja secara tekstual, tetapi juga telah menjadi
karakter dan tabiat hampir seluruh umat Islam dari zaman Muhammad SAW
sampai sekarang ini.

Agama Islam tidak melarang umatnya untuk melakukan hubungan


dengan orang-orang non Islam, tetapi hubungannya harus sebatas hubungan
duniawi saja. Islam tidak melarang hal ini, sebab menjalin hubungan dengan
orang-orang non Muslim ini merupakan suatu perbuatan yang positif asalkan
dalam menjalin hubungan dengan orang-orang non Islam ini, harus selalu
waspada dan menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab
umat-umat non Islam itu selalu ingin menjatuhkan agama Islam dan dengan
adanya toleransi yang dilakukan oleh umat Islam ini, mereka masih
menginginkan yang lain, mereka itu tidak henti-hentinya ingin merongrong
agama Islam dengan jalan apa pun. Dengan adanya toleransi antar umat
beragama ini mereka mengharap umat Islam harus diam jika kaum Penginjil
mengkristenkan kaum awam yang baragama Islam (Rasjidi, 1980 : 49).
Kalau sudah pada hal yang demikian, maka tidak ada toleransi dalam lslam.
Toleransi menurut Islam memang positif, tetapi dalam melaksanakan
toleransi itu bukan berarti harus diam terhadap apa yang terjadi pada agama

22
yang dianut. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa toleransi itu hanya
sebatas pada masalah sosial saja bukan masalah akidah. Setiap agama
memang mengajarkan untuk selalu menjalin kehidupan yang rukun dan
harmonis dengan orang yang ada di sekelilingnya, tidak terkecuali Islam.
Islam selalu memerintahkan kepada umatnya untuk selalu menjalin
hubungan yang baik dengan sesamanya.

Dengan demikian, maka jelaslah sudah bahwa toleransi menurut


padangan Islam itu positif dan harus selalu dibina, dan dalam usaha
membina toleransi ini maka diperlukan kesadaran dari setiap umat
beragama, tanpa adanya itu maka semuanya tidak ada gunanya. Bahwa
persamaan-persamaan antara ajaran agamaagama itu banyak dan dapat
dijadikan kohesi atau perekat kerjasama social, sementara adanya perbedaan
itu hendaknya diangkat menjadi sesuatu yang wajib dihormati oleh sesama
umat beragama((((Pengembangan, Islam, & Pehdahuluan, n.d.)

Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah kesejajaran budaya. Masing-masing


budaya manusia atau kelompok etnis harus diposisikan sejajar dan setara.
Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih dominan. Melihat
istilah ini, multikulturalisme berarti ingin menumbuhkan sikap ragu-ragu
atau skeptis sehingga yang ada hanya relatif. Kemudian juga Prof. Dr. Syafiq
A. Mughni, M.A dalam pengantar buku Pendidikan Multikultural
mengatakan “setiap peradaban dan kebudayaan yang ada berada pada posisi
yang sejajar dan sama. Tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau
dianggap tinggi (superior) dari kebudayaan lain. Ungkapan seperti inilah
yang harus disikapi dengan arif dan bijak. Ungkapan di atas bisa diartikan
bahwa semua kebudayaan adalah sama tak ada yang lebih tinggi. Jika hal ini
yang dimaksud berarti istilah baik dan buruk adalah memiliki makna yang
sama. Sebab semua dipukul rata. Tidak ada yang lebih unggul. Padahal
dalam ajaran Islam suatu kebaikan adalah lebih tinggi derajatnya dari

23
sesuatu yang lebih buruk. Sesuatu yang benar lebih mendapatkan tempat dari
pada kesalahan. Islam juga sangat jelas membendakan haq dan bathil,
muslim dan musyrik.

Dari konsep tentang pluralisme, toleransi dan multikulturalisme di


atas dapat difahami bahwa ketiganya berorientasi pada tidak membeda-
bedakan antara masing masing komunitas untuk kontinuitas keharmunisan,
tetapi ketiganya juga mempunyai titik tekan yang berbeda, pluralisme lebih
pada nilai-nilai agama, Toleransi pada nilai kehidupan sehari-hari,
sedangkan multikulturalisme pada nilai-nilai budaya ((((Rakhmat, 2006).

Batasan toleransi dalam perspektif Islam

Toleransi mengandung pengertian kesediaan menerima kenyataan


pendapat yang berbeda-beda tentang kebenaran yang dianut. Dapat
menghargai keyakinan orang lain terhadap agama yang dipeluknya serta
memberi kebebasan untuk menjalankan apa yang dianutnya dengan tidak
sinkretisme dan bukan pada prinsip agama yang dianutnya. Toleransi antar
umat beragama dapat diwujudkan dalam bentuk antara lain:

Saling menghormati

Memberi kebebasan kepada pemeluk agama lain dalam menjalankan ibadah


sesuai dengan agama dan kepercayaannya

Tolong-menolong dalam hidup bermasyarakat.

Meskipun demikian antar umat beragama dapat diwujudkan


sebagaimana tersebut di atas, tetapi bukan berarti dalam melaksanakan
toleransi ini dengan mencampur adukkan antara kepentingan sosial dan
aqidah. Dalam melaksanakan toleransi ada batasan-batasan tertentu.

Menurut Ali Machsum (Rais' Aam Nahdlatul Ulama) :

"Batasan toleransi itu ada menurut keyakinannya masing-masing.


Islam menghormati orang yang beragama Kristen, Budha, Hindu dan

24
agama lainnya. Bukan karena dia Kristen, Budha atau Hindu tapi Islam
menghormati mereka sebagai umat Allah. Ciptaan Allah yang wajib
dikasihi. Islam mewajibkan untuk saling menghormati sesama umat
beragama, tapi akan murtad kalau dengan itu membenarkan agama lain…
…" (Hasanuddin, 1420 H : 42).

Dari pendapat yang disampaikan oleh Ali Machsum, tentang batasan


toleransi ini, membuktikan gambaran bahwa umat beragama bertoleransi dan
menghormati orang lain (umat beragama lain) itu dengan tidak memandang
apa agama yang dipeluk oleh orang tersebut melainkan dengan melihat
bahwa dia adalah umat Allah atau ciptaan Allah yang wajib dikasihi dan
dihormati sebab sebagai umat beragama dan umat manusia wajib saling
meghormati dan mengasihi.

Toleransi antar umat beragama bukan sinkretisme, seperti yang telah


dijelaskan di atas. Toleransi tidak dibenarkan dengan mengakui kebenaran
semua agama. Sebab orang salah kaprah dalam mengartikan dan
melaksanakan toleransi. Misalnya, ada orang yang rela mengorbankan
syari'at agama dengan tidak minta izin pada tamunya untuk sholat malah
menunggui tamunya karena takut dibilang tidak toleransi dan tidak
menghargai tamu. Bukan seperti ini yang diinginkan dalam toleransi itu,
toleransi antar umat beragama yang diharapkan di sini adalah toleransi yang
tidak menyangkut bidang akidah atau dogma masing-masing agama.
Melainkan hanya menyangkut amal sosial antar sesama insan sosial, sesama
warga, sehingga tercipta persatuan dan kesatuan.

Setiap agama mempunyai ajaran sendiri-sendiri dan pada dasarnya


tidak ada agama. yang mengajarkan kejelekan kepada penganutnya. Salah
satu tujuan pokok ajaran agama adalah pemeliharaan terhadap agama itu
sendiri, yang antara lain menuntut peningkatan pemahaman umat terhadap
ajaran agamanya serta membentengi mereka dari setiap usaha pencemaran
atau pengaruh lain yang membuat akidah mereka tidak murni lagi (Quraish

25
Shihab, 1992 : 368). Begitu juga dengan agama Islam, agama Samawi yang
ajarannya berasal dari Allah SWT, tidak menghendaki adanya pencampuran
ajarannya dengan ajaran lain. Oleh karena itu untuk mengatisipasi hal
tersebut Islam telah memberikan batasanbatasan pada umatnya dalam
melaksanakan hubungan antar sesama manusia, apalagi dalam melaksanakan
toleransi antar umat beragama. Allah telah menurunkan kitab suci al-Qur'an
kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umat
manusia, guna dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Dalam kitab suci al-
Qur'an inilah terdapat aturan tentang batasanbatasan dalam bertoleransi antar
umat beragama bagi umat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT :

ِّ ‫وك ْم يِف‬ ِ َّ ُ ‫إِ مَّنَ ا َي ْن َه‬


‫وك ْم‬
ُ ‫َخ َر ُج‬ ِ ‫الد‬
ْ ‫ين َو أ‬ َ ‫اك ُم اللَّ هُ َع ِن ال ذ‬
ُ ُ‫ين قَ ا َت ل‬

‫ َو َم ْن َي َت َو هَّلُ ْم‬Lۚ ‫َن َت َو لَّ ْو ُه ْم‬ ِ ‫ار ُك م و ظَ اه ر وا ع لَ ى إِ خ ر‬


ْ ‫اج ُك ْم أ‬ ِ ِ ِ
َ ْ ٰ َ ُ َ َ ْ َ‫م ْن د ي‬

َ ‫ك ُه ُم الظَّ الِ ُم‬


‫ون‬ َ ِ‫ُولَ ئ‬
ٰ ‫فَ أ‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai


kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Mumtahanah :
9).

Dengan ayat ini, Allah memberi peringatan kepada umat Islam


bahwa toleransi itu ada batasannya. Toleransi antar umat beragama tidak
boleh dilaksanakan dengan kaum atau golongan yang memusuhi umat Islam
karena agama dan mengusir orang-orang Islam dari kampung halamannya,
kalau yang terjadi demikian maka umat Islam dilarang untuk bersahabat
dengan golongan tersebut. Bahkan dalam situasi dan kondisioner yang
demikian itu, Allah memerintahkan dan mewajibkan kepada umat Islam

26
untuk berjihad dengan jiwa, raga dan harta bendanya untuk membela
agamanya, hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT:
ِ ِ َّ ِ ِ ِ‫و قَ اتِلُ وا يِف س ب‬
َ‫ إِ َّن اللَّ ه‬Lۚ ‫ين يُ َق ات لُ ونَ ُك ْم َو اَل َت ْع تَ ُد وا‬
َ ‫يل اللَّ ه ال ذ‬ َ َ
‫ين‬ ِ ُّ ِ‫اَل حُي‬
َ ‫ب الْ ُم ْع تَ د‬
Artinya : "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas" (QS.
AlBaqarah : 190).

Di samping itu Allah juga memberikan batasan toleransi itu hanya


sebatas pada kepentingan sosial atau kepentingan duniawi saja, tidak boleh
menyangkut pautkan dengan masalah aqidah agama, hal ini dijelaskan dalam
firman Allah surat Al-Kafirun ayat 1-6 :

‫﴾ َواَل أَنتُ ْم َعابِ ُدو َن‬٢﴿ ‫﴾ اَل أ َْعبُ ُد َما َت ْعبُ ُدو َن‬١﴿ ‫قُ ْل يَا أَيُّ َها الْ َكافُِرو َن‬

﴾٥﴿ ‫﴾ َواَل أَنتُ ْم َعابِ ُدو َن َما أ َْعبُ ُد‬٤﴿ ْ‫﴾ َواَل أَنَا َعابِ ٌد َّما َعبَدمُّت‬٣﴿ ‫َما أ َْعبُ ُد‬

٦﴿ ‫﴾لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َويِل َ ِدي ِن‬

Artinya : “Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan


menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah
Tuhan yang aku sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan
untukkulah, agamaku" (Qs. Al-Kafirun : 1-6).

Ayat di atas diturunkan kepada nabi Muhammad pada waktu nabi


diajak oleh kaum Musyrik Mekkah untuk mengadakan kompromi agama.
Mereka (kaum Musyrik) mengajukan syarat yang tidak bisa diterima oleh
Nabi, syaratnya yaitu dengan mengadakan ibadah secara bergantian,

27
maksudnya, pada waktu-waktu tertentu kaum Musyrik melakukan ibadah
seperti yang diajarkan oleh nabi Muharnmad, dan sebaliknya nabi
Muhammad SAW dan pengikutnya pun harus mengikuti ibadah yang
dilaksanakan oleh kaum Musyrik. Tehadap keinginan kompromi semacam
itu, Allah menurunkan wahyu sebagaimana tersebut dalam surat Al-Kafirun
bahwa kompromi agama tidak mungkin dilakukan umat Islam, biarlah dalam
hal ibadah ini masing-masing melaksanakan sesuai dengan keyakinannya
(Ahmad Azhar Basyir, 1993 : 240). Dan dengan surat ini secara tidak
langsung Allah melarang keras adanya kompromi agama serta memberi tahu
kepada umat manusia terutama umat Muhammad SAW, bahwa Islam tidak
mengenal toleransi dalam hal keimanan dan peribadatan (Maftuh Adnan,
1992 : 240). Hal ini sudah tidak bisa diganggu gugat, sebagai umat Islam
kita harus bisa melaksanakan semua itu, agar tidak tersesat
((((Pengembangan et al., n.d.).
Implementasi keragaman dan keberagamaan

Implementasi Multikulturalisme dalam dunia Pendidikan

Pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun


kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama,
budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan
dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap
kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan
lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan
multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai
orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat
penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi
medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima
perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau
hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka
seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan
dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin,

28
ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik
di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma
multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU
N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan,
bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan
kemajemukan bangsa.

Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan


multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan
empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi,
penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau
setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan seperti inkuisisi (pengadilan
negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi,
dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.

Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep


atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes
politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya.
Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena
punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai
kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-
usul pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang
Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami
praktik diskrinunasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak
asasi pada tahun 1960-an.

Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan


dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada
akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-
lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai
perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para

29
tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di
bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai
awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural.

Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga


sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para
peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang
pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep
pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada
pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl
Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan
wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka
kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya
dengan transformasi dan perubahan sosial.

Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika,


Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap
persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas
pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah
pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah
menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer
pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural
menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum,
konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi
dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang
beraneka macam di negara ini.

Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global


sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa.
Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan
hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima
nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat

30
dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi
dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya
meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-
penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas
antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan
kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan.
Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan
kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian
mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran,
kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan multikultural
dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di
negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti
Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide
pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya,
penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup
dalam masyarakat pluralistik.

Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan


multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim
otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era
reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga
memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu,
dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk
menangkal semangat primordialisme tersebut.

Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep


yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan
bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok
budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural
adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap
dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif
mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk

31
berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok
beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan
untuk kebaikan bersama.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk
berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:

Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang


merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.

Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada


penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.

Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut


pandang kebudayaan yang berbeda-beda.

Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam


memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.

Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman


persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan
dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.

Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan


multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang
menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis
dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan
budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan.
Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari
besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh
terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.

Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat


diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat
dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga.
Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan

32
dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD,
SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan
Multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi
tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu
saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan
diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi misalnya,
dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam
kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui mata kuliah
umum seperti Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga
pada tingkat sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam kurikulum
pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD, SLTP
maupun Sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan
dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat
melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui kelompok diskusi,
kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.
Dalam Pendidikan non formal wacana ini dapat disosialisasikan melalui
pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive
multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik
ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat.

Tak kalah penting wacana pendidikan multikultural ini dapat


diimplementasikan dalam lingkup keluarga. Di mana keluarga sebagai
institusi sosial terkecil dalam masyarakat, merupakan media pembelajaran
yang paling efektif dalam proses internalisasi dan transformasi nilai, serta
sosialisasi terhadap anggota keluarga. Peran orangtua dalam menanamkan
nilai-nilai yang lebih responsive multikultural dengan mengedepankan
penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada di sekitar
lingkungannya (agama, ras, golongan) terhadap anak atau anggota keluarga
yang lain merupakan cara yang paling efektif dan elegan untuk mendukung
terciptanya sistem sosial yang lebih berkeadilan.

33
BAB III

34
KESIMPULAN

3.1 Simpulan
Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para
leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan
pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta
meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan
tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-
nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.

 Fungsi kearifan lokal antara lain yaitu Sebagai penanda identitas


sebuah komunitas; Elemen perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas agama
dan kepercayaan; Kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas (top
down); Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan bagi sebuah
komunitas; Local wisdom akan mengubah pola pikir dan hubungan timbal
balik individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas common ground/
kebudayaan yang dimiliki; Kearifan lokal dapat berfungsi mendorong
terbangunnya kebersamaan

Tantangan kearifan lokal saat ini antara lain Jumlah penduduk yang
tinggi; Teknologi modern dan budaya barat; Modal dan eksploitasi besar-
besaran.

Kesimpulan

keberagaman merupakan variasi dari berbagai macam kombinasi elemen


demokrafis sumber daya manusia, organisasional, komunitas, masyarakat, dan
budaya. Sedangkan keberagamaan yaitu berasal dari kata agama. Dalam
pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan.

35
Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian
tersebut dapat disebut agama.

Agama Islam menanamkan konsep bahwa Pluralitas, Toleransi dan


Multikulturalisme merupakan keadaan yang harus dihormati dalam kehidupan
bermasyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, salah
satu contoh nyata di sekitar kita adalah perbedaan agama. Sebagai umat muslim
yang baik dan taat, dalam bermasyarakat kita harus saling tolong menolong
dalam kebaikan. Namun, tentunya kita harus mampu menyikapi arah tindakan
kita dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan sesama nonmuslim tanpa
melewati batasan – batasan hukum dalam Islam.

DAFTAR PUSTAKA

http://ariefksmwrdn.blogspot.co.id/2014/06/pengertian-kearifan-lokal.html
diakses pada tanggal 26 November 2015 pukul 18.30 wib

http://lilawatyy95.blogspot.co.id/2013/01/penjelasan-tentang-kearifan-lokal.html
diakses pada tanggal 26 November 2015 pukul 18.30 wib

http://unklebenny.tumblr.com/post/19286691157/kearifan-lokal-masyarakat-
indonesia-dalam.html diakses pada tanggal 26 November 2015 pukul
18.31 wib

36
37

Anda mungkin juga menyukai