PENDAHULUAN
1
bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya
bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah
kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi,
1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41)
mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena
telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.
Kelompok kami membahas mengenai kearifan lokal di latar
belakangi oleh Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari beribu
pulau,budaya,suku bangsa, bahasa, adat istiadat serta terdiri dari beberapa
agama. oleh sebab itulah kami angkat judul ini mengingat agar kaum muda
penerus bangsa dapat mempertahankan kearifan lokal yang sudah dari dulu
ada seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi saat ini. diharapkan
agar anak muda di Indonesia tidak terlena dengan perkembangan zaman yang
serba praktis di dunai yang super canggih dan sudah modern akibat
berkembangnya dunia teknoligi dan informasi.
2
2. Mengetahui tipe kearifan lokal?
3. Mengetahui maanfaat kearifan lokal
4. Mengetahui contoh kearifan lokal yang ada di Indonesia
5. mengetahui tantangan kearifan lokal
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan
bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai localgeniuskarena telah teruji
kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-ciri kearifan lokal
tersebut adalah sebagai berikut:
1. mampu bertahan terhadap budaya luar,
2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
3. mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam
budaya asli,
4. mempunyai kemampuan mengendalikan,
5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
4
alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan
baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Sebagai salah satu
bentuk perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis
melainkan berubah sejalan dengan waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan
sosial budaya yang ada di masyarakat.
Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah
semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat
kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di
dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati,
dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus
membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun
gaib.
Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan
lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam
menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh
berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan local tidak
hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan
tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang
memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks
kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih
jauh.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya
yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk
mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa
memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut.
Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan
secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya.
Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan
contoh kecil dari kearifan lokal.
.
5
Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal
adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati
lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian
dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke
generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-
cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau
hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika
masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan
mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah,
kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Hal itu dapat
dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari karena telah
terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari kehidupan masyarakat
lokal diarahkan secara arif berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana
tidak hanya bermanfaat dalam aktifitas keseharian dan interaksi dengan
sesama saja, tetapi juga dalam situasi-situasi yang tidak terduga seperti
bencana yang datang tiba-tiba.
6
2. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk pencegahan
dan pengobatan.
Contoh: Masing-masing daerah memiliki tanaman obat tradisional dengan
khasiat yang berbeda-beda.
3. Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja
berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai bagian
upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga kerja.
Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan
pertanian, dll.
4. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan dengan
iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut
Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di
Ambon, dll.
5. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan iklim
dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu.
6. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan lokal
sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena kebutuhan-
kebutuhan di atas.
Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga berhubungan dengan kebutuhan-
kebutuhan pangan, perumahan, sistem produksi dan lain sebagainya
7
4. Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan bagi sebuah komunitas.
5. Local wisdom akan mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik
individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas common ground/
kebudayaan yang dimiliki.
6. Kearifan lokal dapat berfungsi mendorong terbangunnya kebersamaan,
apresiasi sekaligus sebagai sebuah mekanisme bersama untuk menepis
berbagai kemungkinan yang meredusir, bahkan merusak, solidaritas
komunal, yang dipercayai berasal dan tumbuh di atas kesadaran bersama,
dari sebuah komunitas terintegrasi.
8
d. macan merunggu
e. sepit panggang
f. bapak menunggu anak
g. dan nunggu sangkup
tujuh pantangan ini jika dilanggar akan berakibat alam dan penunggunya
(makhluk gaib) akan marah dan menebar penyakit.
2. Kearifan Lokal di Yogyakarta
Pernah mendengar Gunung Kidul? Pasti bayangan kita langsung
kekeringan. Benar saja, salah satu keunikan Gunung Kidul adalah kawasan
Karst. Tetapi harus kita ingat bahwa kawasan ini telah dihuni selama
berabad-abad oleh masyarakatnya bahkan dari zaman batu. Munculnya
peradaban manusia yang berkembang pada kawasan ini menggambarkan
bahwa masyarakat di kawasan ini telah dapat beradaptasi dengan
kekeringan. Air menjadi sangat berharga di kawasan ini. Apakah tidak ada
sumber air di kawasan ini? Oh kita jangan salah, kawasan ini memiliki
sungai bawah tanah yang banyak sekali tetapi karena merupakan kawasan
karst agak sulit untuk menaikkan air karena kedalamannya dan juga tipikal
kawasan karst. Masyarakat di kawasan ini melakukan pemeliharaan
cekungan-cekungan (sinkhole), mereka memodifikasi bagaimana
cekungan ini sebagai tabungan air mereka dengan menata batu dan
menanami tanaman seperti jarak dan jati di sekitar bibir cekungan. Batu
sebagai penyaring, sementara tanaman sebagai penyimpan air. Selain itu
juga para penduduk juga menampung air ketika musim hujan tiba sebagai
tabungan air ketika kemarau datang.
9
mentheg (gemuk dan menyenangkan). Mengapa berbagai sayuran itu
tumbuh subur dan menyehatkan. Bagaimana petani pada masa itu
memperlakukan lahannya. Bagaimana cara bercocok tanam, semuanya
seolah-olah diserahkan pada kekuasaan alam belaka. Semuanya dilakukan
dengan cara organik. Konsep pertanian dalam budaya Panji adalah soal
tantra atau kesuburan. Jadi bagaimana memperlakukan tanah (lahan)
seperti menyayangi istri dan ini hubungannya dengan konservasi alam.
10
deret hitung (Soerjani dkk, 1997:99). Adanya kebutuhan pangan yang
tinggi menuntut orang untuk meningkatklan produksinya guna mencukupi
kebutuhan tersebut, sehingga melakukan modernisasi pertanian dengan
melakukan revolusi hijau. Dalam Revolusi hijau dikembangkan
penggunaan bibit unggul, pemupukan kimia, pengendalian hama penyakit
dengan obat-obatan, pembangunan saluran irigasi secara besar-besaran
untuk pengairan dan penggunaan teknologi pertanian dengan traktor untuk
mempercepat pekerjaan.
Sebagai akibat pelaksanaan revolusi hijau yang menekankan pada
tanaman padi secara monokultur dengan bibit unggul maka akan
mempengaruhi kehidupan petani lokal dalam menggunakan bibit lokal
yang sebenarnya mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit,
pupuk kandang dan pupuk organik yang digantikan dengan pupuk kimia,
penggunaan hewan untuk membajak yang digantikan traktor, penggunaan
obat-obatan dari tanaman untuk pertanian dengan obat-obatan kimia.
Melalui program pemerintah ini, petani nampak hanya sebagai obyek,
mereka tunduk patuh pada kehendak penguasa sehingga hak petani untuk
mengekspresikan sikap dan kehendaknya terabaikan.
11
menciptakan keinginan dan harapan-harapan baru dan memberikan cara
yang memungkinkan adanya peningkatan kesejahteraan manusia.
Melihat kenyataan tersebut maka mudah dipahami mengapa cita-
cita tentang teknologi lokal cenderung diabaikan, karena kebanyakan
orang beranggapan bahwa teknologi modern selalu memiliki tingkat
percepatan yang jauh lebih dinamis. Menurut Budisusilo dalam Francis
Wahono(2005:217) teknologi lokal sebagai penguatan kehidupan manusia
sesungguhnya memiliki percepatan yang cukup dinamis, misalnya dalam
menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan dasar. Selain
menggusur pengetahuan dan teknologi lokal teknologi modern dan seluruh
sistem kelembagaannya juga mempunyai potensi “perusakan seperti
pembagian hasil yang timpang, pencemaran lingkungan alam dan
perusakan sistem nilai sosial-budaya masyarakat.
Banyak media informasi dan komunikasi dengan gencarnya
menawarkan produk berikut gaya hidup, gaya konsumsi, dan berbagai
sarana hidup yang dianggap sebagai tolok ukur kemajuan dan kebahagiaan
yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Budisusilo dalam Francis
Wahono (2005:218) menjelaskan sebagai akibat perkembangan teknologi
produksi yang pesat, baik pada sektor pertanian (bioteknologi dan
mekanisasi), sektor industri (manufaktur dan eksplorasi alam), maupun
sektor jasa (transportasi, medis, laboratoris, komunikasi dan informasi),
masyarakat pun menjadi terbiasa menikmati produk barang dan jasa yang
bersifat massif dengan efisiensi teknis, kualitas dan jenis yang sama pada
semua belahan bumi. Di samping itu ketersediaan akses pada jaringan
pemasaran seperti : hypermarket, supermarket, minimarket bahkan
traditional market yang ditopang oleh fasilitas/alat bayar yang mudah dan
cepat seperti telemarket, cybermarket telah merubah budaya dan kebiasaan
baru sejumlah kalangan masyarakat. Pada gilirannya teknologi modern
menjadi “standard produksi bagi pasar dunia” yang mengabaikan
kemampuan penguasaan teknologi/pengetahuan keanekaragaman
sumberdaya lokal.
12
Percepatan integrasi tersebut telah seperti meningkatnya jumlah
pengangguran, kemiskinan, marginalisasi nilai kemanusiaan, krisis
lingkungan, kerusakan dan konflik sumberdaya alam dan lingkungan.
3. Modal Besar
Eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan sekarang ini
telah sampai pada titik kritis, yang menimbulkan berbagai masalah
lingkungan dan masyarakat. Di samping masalah lingkungan yang terjadi
di wilayah-wilayah dimana dilakukan eksploitasi sumberdaya alam,
sebenarnya terdapat masalah kemanusiaan, yaitu tersingkirnya masyarakat
asli (indigenous people) yang tinggal di dalam dan sekitar wilayah
eksploitasi baik eksploitasi sumberdaya hutan, sumberdaya laut, maupun
hasil tambang. Mereka yang telah turun temurun tinggal dan
menggantungkan kehidupannya pada hutan maupun laut, sekarang seiring
dengan masuknya modal besar baik secara legal maupun illegal yang telah
mngeksploitasi sumberdaya alam, maka kedaulatan dan akses mereka
terhadap sumberdaya tersebut terampas.
Fenomena tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan
pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam selama ini yang lebih
menitikberatkan kepada upaya perolehan devisa Negara melalui
eksploitasi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis. Besarnya
keuntungan yang bias diraih diikuti dengan meningkatnya devisa dan daya
serap tenaga kerja pada sektor yang bersangkutan, semakin menguatnya
legitimasi beroperasinya modal besar di sektor tersebut. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa kekayaan sumberdaya alam dan hayati yang dimiliki
dapat diekstraksi untuk mendapatkan surplus.
Namun demikian di lain pihak, keberhasilan perolehan devisa
tersebut harus dibayar mahal dengan rusaknya ekosistem daerah yang
bersangkutan dan akan berakibat pada terganggunya ekosistem global.
Selanjutnya secara sosial budaya, terjadi konflik kepentingan antara
tatanan budaya lokal dan budaya modern yang melekat pada industrialisasi
13
dari sumberdaya alam yang dieksploitasi. Menurut Rimbo Gunawan dkk,
(1998:v) persoalan tersebut di satu pihak, yaitu modernisasi melihat bahwa
tatanan budaya lokal merupakan hambatan yang harus “dihilangkan” atau
“diganti” agar proses pembangunan tidak mendapat gangguan serius dari
komunitas lokal, sementara itu masyarakat lokal memandang
industrialisasi dari hasil sumberdaya alam yang dieksploitasi sebagai
ancaman bagi hak-hak adat mereka terhadap lingkungannya Kejadian-
kejadian tersebut khususnya pada sumberdaya hutan diperparah dengan
banyaknya pengusaha illegal yang hanya mementingkan keuntungan tanpa
mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, yang juga
wujud dari keserakahan.
14
Weatley, 2001: 4). Namun, keberagaman kemudain berkemabang dan
dipergunakan untuk menjelaskan terdapatnya variasi di tempat pekerjaan,
karena dalam suatu organisasi terdapat orang dengan berbagai latar belakang
dan budaya.
15
merger. Dengan demikian, keberagaman juga dilihat dari aspek
organisasional.
16
menerangkan realitas sunnatullah tersebut. Diantara ayat AlQuran dalam hal
ini adalah (artinya):
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Maidah/5:8).
17
Sejarah Islam telah mencatat tentang para sahabat Rasulullah saw yang
menerapkan hukum secara adil, baik kepada kawan maupun lawan, miskin atau
kaya, atau antara muslim dengan non muslim. Dalam hal ini Abu Bakar berkata
dalam khutbah pelatikannya, “Orang yang kuat diantara kalian adalah lemah
sehingga aku mengambil hak darinya, dan orang yang lemah dari kalian adalah
kuat, sehingga aku memberikah hak baginya”.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-
orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. “.(QS. AlMumtahanah/60: 8-9).
18
Bahkan dalam kondisi perang pun, Islam tetap memerintahkan
untuk menjaga akhlak kasih sayang dengan adanya dilarang keras untuk
membunuh orangtua, wanita dan anak kecil, serta dilarang merusak rumah
peribadatan dan menumbangkan tumbuh-tumbuhan. Itulah ajaran Islam
sejak empat belas abad yang lampau, melalui khoirul anbiya‘nabi
Muhammad saw. Sebuah ajaran yang menebarkan kasih sayang sekalipun
kepada orang yang berbeda kenyakinan.
Pluralisme
Pluralisme berasal dari kata pluralis yang berarti jamak, lebih dari
satu, atau pluralizzing sama dengan jumlah yang menunjukkan lebih dari
satu, atau lebih dari dua yang mempunyai dualis, sedangkan pluralisme sama
dengan keadaan atau paham dalam masyarakat yang majemuk bersangkutan
dengan system social politiknya sebagai budaya yang berbeda-beda dalam
satu masyarakat. Dalam istilah lain plualisme adalah sama dengan doktrin
yang menyatakan bahwa kekuasaan, pemerintahan di suatu Negara harus
dibagi bagikan antara berbagai gelombang karyawan dan tidak dibenarkan
adanya monopoli suatu golongan.
19
berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda dan
dipergunakan dalam cara yang berlainan pula.
20
Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.” Qs.
Al-Ankabut (29);46.
21
AlMaidah,5:48). Sayyed Husein Nasr “dalam sebuah pengantarnya “Islam
Filsafat Perenial” dijelaskan” sebuah agama tidak bisa dibatasi olehnya,
melainkan oleh apa yang tidak dicakup olehnya, setiap agama pada
hakekatnya suatu totalitas. Cukup menarik untuk dikaji apa yang
disampaikan Sayyed Husein Nasr tentang pluralisme Agama secara lebih
mendalam mengingat beliau merupakan salah satu tokoh yang secara inten
dan serius bergelut tentang masalah pluralisme dalam ranah filosofis.
Toleransi
22
yang dianut. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa toleransi itu hanya
sebatas pada masalah sosial saja bukan masalah akidah. Setiap agama
memang mengajarkan untuk selalu menjalin kehidupan yang rukun dan
harmonis dengan orang yang ada di sekelilingnya, tidak terkecuali Islam.
Islam selalu memerintahkan kepada umatnya untuk selalu menjalin
hubungan yang baik dengan sesamanya.
Multikulturalisme
23
sesuatu yang lebih buruk. Sesuatu yang benar lebih mendapatkan tempat dari
pada kesalahan. Islam juga sangat jelas membendakan haq dan bathil,
muslim dan musyrik.
Saling menghormati
24
agama lainnya. Bukan karena dia Kristen, Budha atau Hindu tapi Islam
menghormati mereka sebagai umat Allah. Ciptaan Allah yang wajib
dikasihi. Islam mewajibkan untuk saling menghormati sesama umat
beragama, tapi akan murtad kalau dengan itu membenarkan agama lain…
…" (Hasanuddin, 1420 H : 42).
25
Shihab, 1992 : 368). Begitu juga dengan agama Islam, agama Samawi yang
ajarannya berasal dari Allah SWT, tidak menghendaki adanya pencampuran
ajarannya dengan ajaran lain. Oleh karena itu untuk mengatisipasi hal
tersebut Islam telah memberikan batasanbatasan pada umatnya dalam
melaksanakan hubungan antar sesama manusia, apalagi dalam melaksanakan
toleransi antar umat beragama. Allah telah menurunkan kitab suci al-Qur'an
kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umat
manusia, guna dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Dalam kitab suci al-
Qur'an inilah terdapat aturan tentang batasanbatasan dalam bertoleransi antar
umat beragama bagi umat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT :
26
untuk berjihad dengan jiwa, raga dan harta bendanya untuk membela
agamanya, hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT:
ِ ِ َّ ِ ِ ِو قَ اتِلُ وا يِف س ب
َ إِ َّن اللَّ هLۚ ين يُ َق ات لُ ونَ ُك ْم َو اَل َت ْع تَ ُد وا
َ يل اللَّ ه ال ذ َ َ
ين ِ ُّ ِاَل حُي
َ ب الْ ُم ْع تَ د
Artinya : "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas" (QS.
AlBaqarah : 190).
﴾ َواَل أَنتُ ْم َعابِ ُدو َن٢﴿ ﴾ اَل أ َْعبُ ُد َما َت ْعبُ ُدو َن١﴿ قُ ْل يَا أَيُّ َها الْ َكافُِرو َن
﴾٥﴿ ﴾ َواَل أَنتُ ْم َعابِ ُدو َن َما أ َْعبُ ُد٤﴿ ْ﴾ َواَل أَنَا َعابِ ٌد َّما َعبَدمُّت٣﴿ َما أ َْعبُ ُد
27
maksudnya, pada waktu-waktu tertentu kaum Musyrik melakukan ibadah
seperti yang diajarkan oleh nabi Muharnmad, dan sebaliknya nabi
Muhammad SAW dan pengikutnya pun harus mengikuti ibadah yang
dilaksanakan oleh kaum Musyrik. Tehadap keinginan kompromi semacam
itu, Allah menurunkan wahyu sebagaimana tersebut dalam surat Al-Kafirun
bahwa kompromi agama tidak mungkin dilakukan umat Islam, biarlah dalam
hal ibadah ini masing-masing melaksanakan sesuai dengan keyakinannya
(Ahmad Azhar Basyir, 1993 : 240). Dan dengan surat ini secara tidak
langsung Allah melarang keras adanya kompromi agama serta memberi tahu
kepada umat manusia terutama umat Muhammad SAW, bahwa Islam tidak
mengenal toleransi dalam hal keimanan dan peribadatan (Maftuh Adnan,
1992 : 240). Hal ini sudah tidak bisa diganggu gugat, sebagai umat Islam
kita harus bisa melaksanakan semua itu, agar tidak tersesat
((((Pengembangan et al., n.d.).
Implementasi keragaman dan keberagamaan
28
ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik
di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma
multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU
N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan,
bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan
kemajemukan bangsa.
29
tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di
bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai
awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural.
30
dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi
dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya
meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-
penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas
antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan
kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan.
Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan
kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian
mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran,
kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan multikultural
dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di
negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti
Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide
pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya,
penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup
dalam masyarakat pluralistik.
31
berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok
beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan
untuk kebaikan bersama.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk
berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:
32
dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD,
SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan
Multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi
tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu
saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan
diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi misalnya,
dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam
kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui mata kuliah
umum seperti Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga
pada tingkat sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam kurikulum
pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD, SLTP
maupun Sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan
dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat
melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui kelompok diskusi,
kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.
Dalam Pendidikan non formal wacana ini dapat disosialisasikan melalui
pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive
multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik
ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat.
33
BAB III
34
KESIMPULAN
3.1 Simpulan
Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para
leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan
pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta
meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan
tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-
nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
Tantangan kearifan lokal saat ini antara lain Jumlah penduduk yang
tinggi; Teknologi modern dan budaya barat; Modal dan eksploitasi besar-
besaran.
Kesimpulan
35
Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian
tersebut dapat disebut agama.
DAFTAR PUSTAKA
http://ariefksmwrdn.blogspot.co.id/2014/06/pengertian-kearifan-lokal.html
diakses pada tanggal 26 November 2015 pukul 18.30 wib
http://lilawatyy95.blogspot.co.id/2013/01/penjelasan-tentang-kearifan-lokal.html
diakses pada tanggal 26 November 2015 pukul 18.30 wib
http://unklebenny.tumblr.com/post/19286691157/kearifan-lokal-masyarakat-
indonesia-dalam.html diakses pada tanggal 26 November 2015 pukul
18.31 wib
36
37