Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah
PENDAHULUAN
Xerox, dan Worldcom) yang gagal dalam melaporkan laba yang mencerminkan
Indonesia sendiri pernah terjadi kasus mengenai rekayasa laba, yakni PT Kimia
Farma pada tahun 2001 melaporkan laba bersih terlalu besar. PT Kimia Farma
adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit
bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta
& Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai
bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah
dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001
mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya
sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7%
dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan
Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit
Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada
unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar
bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti
standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain
peneliti dan regulator berusaha mencari suatu benchmark untuk menilai kualitas
laba akuntansi agar angka laba tersebut tidak menyesatkan publik dalam menilai
kerugian bahkan gulung tikar. Keadaan ini memaksa perusahaan yang masih
bertahan untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya agar dapat bersaing dengan
perusahaan lain. Untuk dapat bersaing maka memerlukan modal yang memadai.
apabila perusahaan mampu menunjukkan kinerja yang baik, yang diukur salah
satunya dari laba yang diperoleh perusahaan tiap tahunnya (Tuti Nur Asma
2013:1).
kreditor, investor dan calon investor terhadap perusahaan serta pemerintah dalam
Nurul dan Wida, 2016 : 258 ). Laba menjadi dasar dalam pengenaan pengahasilan
suatu keputusan, dan unsur untuk memprediksi kinerja (Hartanto, 2003:444 dalam
Nurul dan Wida, 2016 : 258). Informasi laba digunakan oleh pihak eksternal dan
yang berprestasi, tolok ukur kinerja manajemen, dan sebagai dasar pengambilan
besarnya pengenaan pajak oleh perusahaan (Simone, 2016 dalam Nur Fadila dan
Subramanyam & Wild (2012) dalam Nur Fadilah dan Provita (2017 :
perolehan laba, yaitu pengakuan pendapatan dan besaran beban yang ditanggung
perusahaan. Oleh karena itu, dalam mengukur tingkat laba yang diperoleh dapat
diketahui melalui selisih antara total pendapatan dengan beban-beban. Laba yang
bermanfaat bagi investor adalah laba yang berkualitas. Menurut Penman (2001)
dalam Nur Fadilah dan Provita (2017 : 263) laba yang berkualitas adalah laba
disebut dengan persistensi laba. Persistensi laba merupakan revisi laba yang
(Meythi, 2006 dalam Nur Fadilah dan Provita (2017 : 263). Laba tersebut telah
teruji kebenarannya dan dapat dipercaya (Nur Fadilah dan Provita, 2017 : 263).
Informasi mengenai laba dapat ditemukan pada laporan keuangan
utama, untuk memenuhi tujuan pelaporan sesuai dengan PSAK dan memenuhi
bruto, dan (2) pendapatan yang telah dipotong PPh final (tidak menambah
penghasilan bruto). Hanya pendapatan jenis pertama saja yang dapat dimasukkan
kedalam laporan laba rugi fiskal, namun apabila pendapatan tersebut telah
penghasilan (non deductible expense). Hanya biaya yang deductible saja yang
boleh dimasukkan kedalam laporan laba rugi fiskal, namun dengan syarat biaya
laba, maka semakin besar perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal
perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal, maka semakin tinggi persistensi laba
samping neraca dan laporan laba rugi. Nilai yang terkandung didalam arus kas
atau aliran kas pada suatu periode mencerminkan nilai laba dalam metode kas
(cash basis). Data arus kas merupakan indikator keuangan yang lebih baik
dibandingkan dengan akuntansi karena arus kas relatif lebih sulit untuk
dimanipulasi. Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas
operasi terhadap laba, maka akan semakin tinggi pula kualitas laba tersebut
sebagai penentu atas kualitas laba karena aliran kas dianggap lebih persisten
kualitatif suatu informasi merupakan salah satu hal yang harus dipertimbangkan,
karena kualitas ini merupakan komposisi suatu informasi agar dapat bermanfaat.
Dilihat dari hirarki kualitas akuntansi bahwa kualitas utama informasi akuntansi
kualitas laba karena dalam karakter relevansi terdapat komponen nilai prediktif
laba, dimana salah satu unsur nilai prediktif laba adalah persistensi laba (Jonas
dan Blanchet, 2000; dalam Martani dan Persada, 2009, dalam Wahyu dan Vestari
2014:47).
dari sumber modal perusahaan guna membiayai kegiatan perusahaan agar dapat
satu sumber modal perusahaan adalah hutang. Hutang diartikan sebagai seluruh
kewajiban perusahaan kepada kreditor atau pihak lain yang memberikan pinjaman
modal kepada perusahaan (Munawir, 2004:18). Tingkat hutang yang tinggi dari
tujuan untuk mempertahankan kinerja perusahaan yang baik di mata auditor dan
investor (Fanani, 2010). Hasil penelitian Pagalung (2006) menunjukan bahwa
karakteristik yang sama sehingga dampak BTG dapat lebih teramati, selain itu
sebelum pajak (laba akuntansi) dengan penghasilan kena pajak (laba fiskal)
atau yang sering disebut dengan book tax differences. Penyebab perbedaan
yang terjadi antara penghasilan sebelum pajak dan penghasilan kena pajak
tersebut karena adanya koreksi positif dan negatif dan adanya perbedaan
beberapa faktor yang mempengaruhi persistensi laba yaitu Arus Kas Operasi,
Tingkat Hutang dan Perbedaan Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal (Book Tax
Different).
tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi pada pengujian arus kas operasi, tingkat
hutang, dan perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal terhadap persistensi laba
2015-2017?
2. Apakah tingkat hutang berpengaruh terhadap persistensi laba pada
2015-2017?
4. Apakah arus kas operasi, tingkat hutang, dan perbedaan laba akuntansi
tahun 2015-2017?
Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini
2015-2017.
2015-2017.
Arus Kas Operasi, Tingkat Hutang dan Perbedaan Laba Akuntansi dengan
bisnis agar tidak hanya melihat besaran laba yang dilaporkan oleh
perusahaan saja namun perlu dilihat lebih lanjut kualitas laba tersebut.
pemberian kredit agar tidak hanya melihat besaran laba dan tingkat hutang
yang dilaporkan oleh perusahaan saja namun perlu dilihat lebih lanjut