Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN


Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi

Dosen :
Patoni, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh :
No Nama NIM
1 Fikri Haikal Maulana 030218003
2 Indah Sri Damayanti 030118
3 Putri Nurul Fauziah 030118024
4 Winda Ayu Lestari 030218
5 Windy Amalia Nurfadilah 030118047

Kelas Pagi A
STIE DR. KH.EZ MUTTAQIEN
2018 / 2019
2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehungga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN”.
Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Aspek
Hukum Dalam Ekonomi. Kami harap dapat menambah wawasan dan
pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum. Serta pembaca dapat
mengetahui tentang bagaimana dan apa sebenarya Hukum Perikatan dan
Perjanjian itu.

Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini.


Karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca
untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Kami juga mengucapkan terimaksih kepada pihak – pihak yang telah


membantu dalam proses menyusun makalah ini.

Purwakarta, 10 Maret 2019

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang tidak sadar bahwa


mereka disetiap harinya selalu melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli
suatu barang, sewa menyewa, pinjam meminjam, hal tersebut termasuk suatu
perikatan. Perikatan di Indonesia, diatur dalam buku ke III KUH Perdata (BW).
Dalam hukum perdata, banyak sekali cakupannya, salah satunya adalah
perikatan. Perikatan merupakan salah satu hubungan hukum dalam lapangan
harta kekayaan antara dua orang atau lebih, di mana pihak yang satu berhak
atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban ataas sesuatu. Hubungan hukum
dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari
suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.

Di dalam hukum perikatan, setiap orang dapat melakukan perikatan yang


bersumber dari perjanjian, perjanjian apapun atau bagaimanapun baik itu yang
diatur dalam undang-undang ataupun tidak, inilah yang disebut kebebasan
berkontrak. Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas
ditentukan didalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya
persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang.
Syarat-syarat yang diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah
termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas diatur
didalamnya.

Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang konsep perikatan dan
hal-hal yang terkait di dalamnya sampai dengan berakhirnya atau terhapusnya
suatu perikatan.

4
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari perikatan dan perjanjian ?
b. Apa saja subjek dan objek dalam perikatan ?
c. Apa saja syarat sahnya suatu perjanjian itu ?
d. Apa saja asas dalam suatu perjanjian itu ?
e. Apa saja jenis-jenis perjanjian itu ?
f. Apa definisi dari resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa ?
g. Bagaimana suatu perikatan itu berakhir ?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Perikatan

1. Istilah Perikatan dan Definisi Perikatan

Istilah Perikatan berasal dari bahasa belanda verbintenis. Namun


demikian dalam kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam
istilah untuk menterjemahkan Verbintenis. Subekti dan Tjiptosudibjo,
menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk
Overeenkomst. Dengan demikian, verbentesis ini dikenal memiliki tiga
istilah di Indonesia yaitu :

a. Perikatan.

b. Perutangan dan

c. Perjanjian.

Sedangkan untuk overeenkomst dipakai untuk dua istilah yaitu


perjanjian dan persetujuan. Jadi jika berhadapan dengan istilah verbintenis
dan overeenkomst, haruslah berusaha menjawab pengertian apakah yang
tersimpul dalam istilah tersebut. Secara terminologi, verbintenis berasal
dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. Dengan demikian
verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau hubungan.

Hukum Perikatan diatur dalam Bab III KUH Perdata. Namun demikian
dalam bab III KUH Perdata tersebut tidak ada satu pasal pun yang
merumuskan makna tentang perikatan. Menurut Subekti, perkataan
“perikatan” dalam Buku III KUH Perdata mempunyai arti yang lebih luas
dari "perjanjian", sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan
hukum yang Sama sekali tidak bersumber pada suatu persetutujuan atau
perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang

6
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul
dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
(zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan pada
perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Dalam Ilmu
Pengetahuan Hukum Perdata perikatan diartikan sebagai hubungan hukum
yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam
lapangan harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan
pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Subekti dalam bukunya Pokok-
Pokok Hukum Perdata berpendapat, bahwa perikatan adalah suatu hubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi
tuntutan itu. Perikatan sendiri merupakan suatu pengertian yang abstrak.1

Hukum Islam merniliki istilah sendiri tentang perikatan, yaitu 'aqdun


atau akad. Adapun akad sendiri mempunyai beberapa pengertian. Menurut
pendapat para ulama ahli Fiqh, bahwa akad adalah sesuatu yang dengannya
akan sempurna perpaduan antara dua macam kehendak, baik dengan kata
atau yang lain, dan kemudian karenanya timbul ketentuan/kepastian pada
dua sisinya. Perkataan aqdu mengacu pada terjadinya dua perjanjian atau
lebih, yaitu apabila seorang mengadakan janji , kemudian ada orang lain
yang menyetujui janji tersebut, serta menyatakan suatu janji yang
berhubungan dengan janji yang pertama, sehingga terjadilah perikatan dua
buah janji dari orang yang mempunyai hubungan antara yang satu dan yang
lain, yang kemudian disebut perikatan (‘aqd).2

Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perikatan meliputi hal-hal


sebagai berikut:3

a. Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam perikatan dapat


dibedakan menjadi dua macam yaitu tertulis dan tertulis. Kaidah
1
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermassa, 2002), 122.
2
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 19.
3
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 151-152.

7
hukum perikatan tertulis adalah kaidah hukum yang terdapat di
dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
Kaidah hukum perikatan tidak tertulis adalah kaidah hukum
perikatan yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam praktek kehidupan
masyarakat (kebiasaan).

b. Adanya subjek hukum. Pada dasarnya subjek hukum dapat dibagi


menjadi dua macam yaitu, manusia dan badan hukum. Subjek
hukum dalam hukum perikatan terdiri dari kreditor dan debitor.
Kreditor adalah orang atau badan hukum yang berhak atas prestasi,
sedangkan debitor adalah orang atau badan hukum yang
berkewajiban untuk memenuhi prestasi.

c. Adanya prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditor dan
kewajiban debitor.

d. Dalam bidang kekayaan. Harta kekayaan adalah menyangkut hak


dan kewajiban yang mempunyai nilai uang.

Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri atas
18 bab dan 631 pasal. Dimulai dari pasal 1233 sampai dengan 1864 dan
masing masing bab dibagi menjadi beberapa bagian. Hal yang diatur dalam
Buku III KUH Perdata, meliputi hal-hal berikut ini:4

a. Perikatan pada umumnya (pasal 1233-1312 KUH Perdara). Hal yang


diatur dialamnya meliputi sumber perikatan, prestasi, penggantian
biaya rugi, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan dan
jenis-jenis perikatan.

b. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (pasal 1313-1351 KUH


Perdata). Hal yang diatur di dalamnya adalah ketentuaan umum,
syarat sahnya perjanjian, akibat perjanjian, dan penafsiran
perjanjian.

4
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 152-154.

8
c. Perikatan yang dilahirkan dari UU (pasal 1352-1380 KUH Perdata).

d. Hapusnya perikatan (pasal 1381-1456 KUH Perdata).

e. Jual beli (pasal 1457-1540 KUH Perdata). Meliputi ketentuan


umum, kewajiban penjual, kewajiban pembeli, hak membeli
kembali, jual beli piutang, dan lain-lain.

f. Tukar menukar (pasal 1541-1546 KUH Perdata).

g. Sewa menyewa (pasal 1548-1600 KUH Perdata).

h. Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (pasal 1601-1617 KUH


Perdata).

i. Persekutuan (pasal 1618-1652 KUH Perdata).

j. Perkumpulan (pasal 1653-1665 KUH Perdata).

k. Hibah (pasal 1666-1693 KUH Perdata).

l. Penitipan barang (pasal 1694-1739 KUH Perdata).

m. Pinjam pakai (pasal 1740-1753 KUH Perdata).

n. Pinjam-meminjam (pasal 1754-1769 KUH Perdata).

o. Bunga tetap atau bunga abadi (pasal 1770-1773 KUH Perdata).

p. Perjanjian untung-untungan (1774-1791 KUH Perdata).

q. Pemberian kuasa (pasal 1792-1819 KUH Perdata).

r. Penanggungan utang (pasal 1820-1850 KUH Perdata).

s. Perdamaian (pasal 1851-1864 KUH Perdata).

2. Definisi Perjanjian

Perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst (Belanda)


dan contract (Inggris). Ada dua macam teori yang membahas tentang

9
pengertian perjanjian. Menurut teori lama yang disebut perjanjian adalah
perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum. Dari definisi tersebut telah tampak adanya konsensualisme dan
timbulnya akibat hukum (tumbuh atau lenyapnya hak dan kewajiban).
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, perjanjian adalah
suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Dari pengertian perjanjian di atas,
terdapat beberapa unsur mengenai perjanjian, antara lain:5

a. Ada pihak-pihak (subjek) sedikitnya dua pihak.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap.

c. Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan


pihak-pihak.

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan.

e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.

f. Ada syarat sebagai isi perjanjian.

B. Subjek dan Objek Perikatan

1. Objek Perikatan

Objek perikatan yaitu yang merupakan hak dari kreditur dan


kewajiban debitur. Yang menjadi objek perikatan yaitu prestasi atau hal
pemenuhan perikatan. Macam-macam prestasi itu antara lain adalah :6

5
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2010),
222.
6
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 205.

10
a. Memberikan sesuatu, yaitu menyerahkan kekuasaan nyata atas benda
dari debitur kepada kreditur seperti membayar harga dan lainnya.

b. Melakukan perbuatan, yaitu melakukan perbuatan seperti yang telah


ditetapkan dalam perikatan (perjanjian), misalnya memperbaiki
barang yang rusak.

c. Tidak melakukan suatu perbuatan, yaitu tidak melakukan suatu


perbuatan seperti yang telah diperjanjikan, misalnya tidak
mendirikan bangunan dan lainnya.

Agar suatu prestasi dapat tercapai, artinya suatu kewajiban akan


prestasi dipenuhi oleh debitur, maka prestasi harus memiliki sifat-sifat
diantaranya ialah harus sudah tertentu atau dapat ditentukan, harus mungkin,
harus diperbolehkan (halal), harus ada manfaatnya bagi kreditur.

2. Subjek Perikatan

Subjek perikatan adalah para pihak dalam suatu perikatan, yaitu


kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Apabila
seorang debitur tidak memenuhi perikatan tersebut maka debitur disebut
cidera janji (wanprestasi). Sebelum dinyatakan cidera janji, terlebih dahulu
dilakukan somasi (ingebrekestelling), yaitu suatu peringatan kepada debitur
agar memenuhi kewajibannya. Ada tiga cara terjadinya somasi, antara lain:7

a. Debitur melaksanakan prestasi yang keliru.

b. Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah ditetapkan.

c. Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi


kreditur karena kadaluarsa.

Isi yang harus dimuat dalam surat somasi diantaranya ialah:8

a. Apa yang dituntut.

7
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 178.
8
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, 206.

11
b. Dasar tuntutan.

c. Tanggal paling lama untuk memenuhi prestasi.

Sementara itu, peristiwa yang tidak memerlukan somasi antara lain:9

a. Debitur menolak pemenuhan.

b. Debitur mengakui kelalaian.

c. Pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan.

d. Pemenuhan tidak berarti lagi (zinloos).

e. Debitur tidak melakukan prestasi sebagaimana mestinya.

C. Syarat Sahnya Perjanjian

Agar sesuatu perjanjian dianggap sah, harus memenuhi beberapa


persyaratan. Menurut Hukum Kontrak (law of contract) USA ditentukan
empat syarat syahnya perjanjian yaitu:10

1. Adanya penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance)

2. Adanya persesuaian kehendak (metting of minds)

3. Adanya konsiderasi atau prestasi

4. Adanya kewenangan hukum para pihak (competent legal parties)


dan pokok persoalan yang sah (legal subject parties).

Sedangkan dalam KUH Perdata syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam
pasa 1320 KUH Perdata yang menentukan syarat sahnya sebagai berikut:11

9
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 179-180.
10
Ibid, 161-162.
11
KUH Perdata dan KUHA Perdata, (tk: Pustaka Buana, 2015), 295.

12
1. Adanya kesepakatan (toesteming / izin) kedua belah pihak. Yang
dimaksud kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara
satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.

2. Kecakapan bertindak. Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau


kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum
adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang
yang mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan
wewenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana telah
ditentukan oleh UU. Orang yang cakap atau wewenang adalah orang
yang dewasa. Ukuran kedewasaaan adalah telah berumur 21 tahun dan
sudah kawin.

3. Adanya suatu hal atau adanya objek perjanjian (onderwerp der


overeentskoms). Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang
menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi
adalah apa yang menjadi kewajiban debitor dan apa yang menjadi hak
kreditor. Prestasi terdiri atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan
tidak berbuat sesuatu. Misalnya, jual beli rumah yang menjadi prestasi
atau pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah itu.

4. Adanya causa yang halal (Geoorloofde oorzaak). Dalam pasal 1320


KUH Perdara tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal). Di
dalam pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang
terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan
UU, kesusilaan, dan ketertiban umum. Contohnya adalah A menjual
sepeda motor kepada B, tetapi sepeda motor yang dijual oleh A adalah
barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai tujuan dari
pihak B karena B menginginkan barang yang dibelinya itu barang sah.

D. Asas Asas Perjanjian

13
Didalam hukum perjanjian dikenal tiga asas, yaitu asas konsensualisme,
asas pacta sunt servada, dan asas kebebasan berkontrak.12

1. Asas konsensualisme (kesepakatan).

Asas konsensualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi (ada)


sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain
bahwa perikatan itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak
saat tercapai kata sepakat antara para pihak mengenai pokok
perikatan. Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan
bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua
belah pihak. Artinya bahwa perikatan pada umumnya tidak diadakan
secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan para pihak.
Kesepakatan tersebut dapat dibuat secara lisan maupun dituangkan
dalam bentuk tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti.
Perjanjian yang dibuat secara lisan didasarkan pada asas bahwa
manusia itu dapat dipegang mulutnya, artinya dapat dipercaya dengan
kata-kata yang diucapkannya. Tetapi ada beberapa perjanjian tertentu
yang harus dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian,
perjanjian penghibahan, perjanjian pertanggungan dan sebagainya.
Tujuannya ialah sebagai alat bukti lengkap dari pada yang
diperjanjikan.

2. Asas pacta sunt servada

Asas Pacta Sunt Servada, berhubungan dengan akibat dari perjanjian.


Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan : Semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan
yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu.

12
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 157-158.

14
Persetujuanpersetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dari
ketentuan tersebut terkandung beberapa istilah :

a. Pertama, istilah “semua perjanjian” berarti bahwa pembentuk


Undang-Undang menunjukkan bahwa perjanjian yang
dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian bernama, tetapi
juga perjanjian yang tidak bernama. Seiain itu juga
mengandung suatu asas partij autonomie.

b. Kedua, istilah “secara sah” artinya bahwa pembentuk Undang-


Undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan bersifat
mengikat sebagai Undang-Undang terhadap para pihak
sehingga terealisasi asas kepastian hukum.

c. Ketiga, istilah “itikad baik” hal ini berarti memberi


perlindungan hukum pada debitor dan kedudukan antara
kreditor dan debitor menjadi seimbang. Ini merupakan
realisasi dari asas keseimbangan.

3. Asas kebebasan berkontrak.

Kebebasan berkontrak (freedom of contract), adalah salah satu asas


yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah
perwujudan dari kehendak bebas pancaran hak asasi manusia. Di
dalam hukum perjanjian internasional, asas kebebasan berkontrak
yang bertanggung jawab, yang manpu memelihara keseimbangan
tetap perlu dipertahankan, yaitu pengembangan kepribadian untuk
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang
serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. Asas
kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”. Asas
kebebasan berkontrak merupakan asas kebebasan kepada para pihak

15
untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan
perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,
dan persyaratan, serta menentukan bentuknya perjanjian secara lisan
atau tertulis.

Selain ketiga asas diatas, dalam lokakarya hukum perikatan yang


diselenggarakan oleh Badan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman
tanggal 17-19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum
perikatan nasional yaitu asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas
keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatuhan, asas
kebiasaan dan asas perlindungan.13

E. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam ilmu


pengetahuan hukum perdata, jenis suatu perjanjian diantaranya adalah: 14

1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yangmenimbulkan kewajiban


pokok bagi kedua belah pihak. Contoh dari perjanjian timbal balik
adalah perjanjian sewa menyewa (hurr en verburr) KUH Perdata
pasal 1548 dan seterusnya, yaitu suatu perjanjian dimana pihak 1
(yang menyewakan) memberi izin dalam waktu tertentu kepada pihak
2 (si penyewa) untuk menggunakan barangnya dengan kewajiban
pihak 2 membayar sejumlah uang sewanya. Sementara itu, perjanjian
sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu
pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah. Pihak
yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek
perikatan, dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan
itu.
13
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 158.
14
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 230.

16
2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.

Perjanjian percuma adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu


memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Dengan demikian dalam
perjanjian ini hanya memberika keuntungan kepada satu pihak saja,
misalnya perjanjian pinjam pakai. Perjanjian atas beban adalah
perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu
terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu
ada hubugannya menurut hukum. Kontra prestasi dapat berupa
kewajiban pihak lain ataupun pemenuhan suatu syarat potestatif
(imbalan). Misalnya X menyanggupi memberikan kepada Y sejumlah
uang, jika Y menyerahkan lepaskan suatu barang tertentu kepada X.

3. Perjanjian bernama (benoemed) dan tidak bernama (non benoemd


overeenkomst).

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang diatur dan diberi nama oleh
pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak
terjadi sehari-hari. Misalnya jual beli, sewa menyewa, dan lainnya.
Sementara perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak
mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas dan nama
disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya
seperti perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran dsb. Perjanjian
tidak bernama tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi lahirnya di
dalam masyarakat berdasarkan asas kebebasan berkontrak.

4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator.

Perjanjian kebendaan atau zakelijk overeenkomst adalah perjanjian


untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian
obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Artinya,
sejak terjadi perjanjian timbulah hak dan kewajiban pihak-pihak.
Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas

17
pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual
berkewajiban menyerahkan barang.

5. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil.

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antar kedua belah


pihak telah tercapai kesesuaian kehendak untuk mengadakan
perikatan. Menurut KUH Perdata, perjanjian ini sudah mempunyai
kekuatan mengikat (pasal 1338 KUH Perdata). 15 Perjanjian riil adalah
perjanjian disamping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus
ada penyerahan nyata atas barangnya.

6. Perjanjian publik.

Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya


dukuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak
adalah pemerintah dan pihak lainnya adalah swasta. Contohnya ialah
perjanjian ikatan dinas.

7. Perjanjian campuran.

Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai


unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar
(sewa menyewa) tetapi juga menyajikan makanan (jua lbeli) dan juga
memberika pelayanan.

Dalam hukum perikatan, bentuk perjanjian dapat juga dibedakan


menjadi dua macam yaitu perjanjian tertulis dan tidak tertulis.16 Dalam
perjanjian tidak tertulis atau lisan, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Sedangkan dalam
perjanjian tertulis, adalah perjanjian yang dibuat dalam bentuk tulisan,
meliputi perjanjian dibawah tangan yaitu perjanjian yang hanya
ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan, perjanjian dengan saksi notaris

15
KUH Perdata dan KUHA Perdata, 298.
16
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 234.

18
(perjanjian yang ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan dan
dilegalisasi oleh notaris, dan perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh
notaris.

F. Resiko, Wanprestasi dan Keadaan Memaksa

1. Resiko

Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena


suatu kejadian di luar salah satu pihak, yang menimpa benda yang
dimaksudkan dalam kontrak.17 Jadi pokok pangkalnya resiko adalah keadaan
memaksa. Sementara titik pangkalnya dalam jika dalam wanprestasi adalah
ganti rugi.

Mengenai resiko, sebenarnya dapat disimak dalam pasal 1237 KUH


Perdata yang menyatakan bahwa dalam hal adanya kontrak untuk
memberikan suatu barang tertentu maka barang tertentu tersebut semenjak
kontrak dilahirkan, adalah atas tanggungan berpiutang (tanggungan=resiko).
Dengan begitu, dalam kontrak untuk memberikan suatu barang tertentu jika
barang ini sebelum diserahkan musnah karena suatu peristiwa diluar
kesalahan salah satu pihak, maka kerugian harus dipikul oleh si berpiutang,
yaitu pihak penerima barang.

Resiko dapat digolongkan menjadi dua kategori, yakni resiko dalam


perjanjian sepihak dan resiko dalam perjanjian timbal balik. Lebih jelasnya
adalah seperti berikut ini:18

a. Resiko dalam perjanjian sepihak yakni resiko ditanggung oleh


kreditur. Resiko ini diatur dalam pasal 1237 KUH Perdata.

b. Resiko dalam perjanjian timbal balik. Resiko dalam jenis ini dibagi
menjadi tiga bagian yaitu resiko jual beli yang diatur dalam pasal
17
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, (Malang: Setara Press, 2016), 77.
18
Elsi Kartika Sari, et. All, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), 34-35.

19
1460 KUH Perdata yakni resiko ini ditanggong oleh pembeli,
resiko dalam tukar menukar yang diatur dalam pasal 1545 KUH
Perdata yakni resiko ditanggung oleh pemilik barang, dan yang
terakhir adalah resiko dalam sewa menyewa, yang diatur dalam
pasal 1553 yakni resiko ditanguung oleh pemilik barang.

2. Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestatie” yang berarti


prestasi buruk atau cedera janji. Dalam bahasa Inggris, wanprestasi disebut
breach of contract, yang berarti tidak dilaksanakannya kewajiban
sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak.19 Secara etimologi,
wanprestasi adalah suatu hak kebendaan yang dikarenakan kelalaian atau
kesalahan salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah
ditentukan dalam kontrak. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi adalah
sebagai berikut:

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

b. Memenuhi prestasi tetapi tidak dapat pada waktunya.

c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi,


perlu diperhatikan apakah dala kontrak itu ditentukan trnggang waktu
pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu
pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan perlu memperingatkan
debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan
tenggang waktunya, menurut ketentuan pasal 1238 KUH Perdata debitur
dianggapp lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan.
Akibat hukum dari wanprestasi adalah:20

a. Debitur diharuskan membayar ganti rugi (pasal 1243 KUH Perdata).

19
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, 75.
20
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, 76.

20
b. Kreditur dapat meminta pembatalan kontrak melalui pengadilan
(pasal 1266 KUH Perdata).

c. Kreditur dapat meminta pemenuhan kontrak atau pemenuhan


kontrak disertai ganti rugi dan pembatalan kontrak dengan ganti rugi
(pasal 1267 KUH Perdata)

Apabila seorang debitur yang dituduh cidera janji dan dituntut


hukuman kepadanya, ia dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya dari
hukuman yang akan diberikan dengan mengajukan beberapa alasan.
Pembelaan tersebut ada tiga macam yaitu:21

a. Karena adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur).

b. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (exceptio non


adimpleti contractus).

c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk


menuntut ganti rugi (rechtvenverking).

3. Keadaan Memaksa (Overmacht / Forcemajeur)

Keadaan memaksa atau overmacht yaitu ketika dalam suatu


kontrak bisnis, ketika debitur dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga
tidak dapat memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga
dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, maka debitur tidak
dapat dipersalahkan. Dengan perkataan lain, debitur tidak dapat memenuh
kewajiban karena overmacht. Dengan demikian kreditur tidak dapat
menuntut ganti rugi sebagaiamana hak yang dimiliki oleh kreditur dalam
wanprestasi. Adapun yang termasuk unsur-unsur overmacht adalah sebagai
berikut:

a. Ada halangan bagi debitur untuk memenuhi kewajiban.

21
Ibid, 77.

21
b. Halangan itu bukan karena kesalahan debitur.

c. Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi resiko bagi debitur.

Overmacht mengakibatkan suatu kontrak berhenti. Overmacht tidak


melenyapkan adanya kontrak akan tetapi, hanya menghentikan kontrak.
Dalam suatu kontrak timbal balik, apabila salah satu dari pihak karena
Overmacht terhalang untuk berprestasi, maka lawan juga harus dibebaskan
untuk berprestasi. Ketentuan dalam Overmacht diatur dalam KUH Perdata
pasal 1244 dan pasal 1245.22 Pada pasal 1244 berbunyi: “Debitur harus
dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila tidak dapat
membuktikan bahwa tidak dilaksanakan perikatan itu atau tidak tepatnya
waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang
tidak terduga, yang dipertanggungjawabkan kepadanya walaupun tidak ada
iktikad buruk padanya”. Selanjutnya pada pasal 1245 berpunyi: “Tidak ada
penggantian biaya kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau
karena hal yang secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau
berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukakan suatu perbuatan yang
terlarang olehnya”.23

Keadaan memaksa dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:24

a. Keadaan memaksa absolut

Keadaan memaksa absolut yaitu suatu keadaaan di mana debitur


sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditur, oleh
karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar.
Contohnya adalah si A ingin membayar utangnya pada si B, namun
tiba-tiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran utang, terjadi
gempa bumi, sehingga A sama sekali tidak bisa membayar hutang.

b. Keadaan memaksa relatif


22
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 182.
23
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), 183.
24
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, 79.

22
Keadaan memaksa relatif yaitu suatu keadaan yang menyebabkan
debitur masih memungkinkan melaksanakan prestasinya, tetapi
pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan mmberikan korban
yang besar yang tidak seimbang, atau menggunakan kekuata jiwa
yang di luar kemampuan manusia, atau kemungkinan tertimpa
bahaya kerugian yang sangat besar. Cntohnya seorang penyanyi
telah mengikatkan dirinya untuk suatu konser, tetapi beberapa detik
sebelum pertunjukan, ia menerima bahwa anaknya meninggal.

G. Terhapusnya Perikatan

Menurut ketentuan pasal 1381 KUH Perdata suatu perikatan baik yang
lahir dari perjanjian maupun undang-undang dapat berakhir karena beberapa
hal diantaranya adalah:25

a. Pembayaran, yaitu jika kewajiban terhadap perikatan itu telah


dipenuhi (pasal 1382 KUH Perdata).

b. Penawaran bayar tunai diikuti penyimpanan atau penitipan.

c. Pembaharuan utang, yaitu apabila utang yang lama digantikan oleh


utang yang baru.

d. Kompensasi atau imbalan, yaitu apabila kedua belah pihak saling


berhutang, maka utang mereka masing-masing diperhitungkan.

e. Percampuran utang yaitu apabila pada suatu perikatan kedudukan


kreditur dan debitur ada di satu tangan seperti warisan.

f. Pembebasan utang, yaitu apabila kreditur membebaskan segala


utang-tang dan kewajiban hak debitur.

g. Batal dan pembatalan, yaitu apabila perikatan itu batal atau


dibatalkan.

25
Elsi Kartika Sari, et. All, Hukum Dalam Ekonomi, 36-37

23
h. Hilangnya benda yang diperjanjikan, yaitu apabila benda yang
diperjanjikan binasa, hilang, atau menjadi tidak dapat
diperdagangkan.

i. Timbul syarat yang membatalkan, yaitu ketentuan si perjanjian yang


disetujui kedua belah pihak.

j. Kedaluarsa atau lewat waktu.

Sementara itu, hapusnya suatu perjanjian berbeda dengan perikatan,


karena suatu perikatan dapat hapus, sedangkan persetujuannya yang
merupakan sumbernya masih tetap ada.26 Misalnya, pada persetujuan jual
beli, dengan dibayarkanya harga maka perikatan mengenai pembayaran
menjadi hapus, sedangkan persetujuannya belum, karena perikatan
mengenai penyerahan barang belum terlaksana. Suatu perjanjian akan
berakhir atau hapus apabila:27

a. Telah lampau waktunya (kadaluarsa).

b. Telah mencapai tujuannya.

c. Dinyatakan berhenti. Para pihak atau undang-undang dapat


menentukan bahwa terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian
akan hapus.

d. Dicabut kembali.

e. Diputuskan oleh hakim.

26
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 237.
27
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, 237-238.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang
lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian adalah suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum. Suatu perikatan baik yang lahir dari perjanjian
maupun undang-undang dapat berakhir karena beberapa hal diantaranya
adalah karena pembayaran, kompensasi, pembayaran utang dll. Sementara
itu, hapusnya suatu perjanjian berbeda dengan perikatan, karena suatu
perikatan dapat hapus, sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbernya
masih tetap ada.

25
DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia


Indonesia. 2012.

Salim Hs. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika. 2005.

Santoso AZ, Lukman. Hukum Perikatan. Malang: Setara Press. 2016.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermassa. 2002.

Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana, 2010.

Sari, Elis Kartika, et. All. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Grasindo. 2007.

KUH Perdata dan KUHA Perdata. tk: Pustaka Buana. 2015.

26

Anda mungkin juga menyukai