Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akne Vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang


umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis
akne vulgaris sering polimorfi, terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo,
papul, pustul, nodus dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut,
baik jaringan parut yang hipotrofik maupun hipertrofik (Wasitaatmadja,2008).
Penyakit ini cukup merisaukan karena berhubungan dengan depresi dan
ansietas yang mana dapat mempengaruhi kepribadian, emosi, kesan diri dan harga
diri, perasaan isolasi sosial dan kemampuan untuk membentuk hubungan (Ahmed
S, Ahmed I 2007).
Etiologi pasti dari penyakit ini sendiri belum diketahui sampai sekarang,
namun ada beberapa faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit ini.
Perubahan pola keratinisasi dalam folikel, produksi sebum yang meningkat,
terbentuknya fraksi asam lemak bebas, peningkatan jumlah flora folikel
(Propionibacterium acnes, Corynebacterium acnes, Pitysporum ovale dan
Staphylococcus epidermidis), terjadinya respon hospes berupa pembentukan
circulating antibodies, peningkatan kadar hormone androgen, anabolik,
kortikosteroid, gonadotropin serta ACTH, faktor lain; usia, ras, familial, makanan,
cuaca/musim yang secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses
patogenesis akne (Wasitaatmadja, 2008; Fulton, 2009; Harrison, 2008).

Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang paling umum di derita oleh
masyarakat. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat mengenai
prevalensi akne vulgaris di seluruh penjuru dunia. Di Inggris, 85 % dari penduduk
usia 12-24 tahun menderita akne vulgaris (Ismail, 2012). Data yang hampir
serupa didapati pada sebagian besar dunia barat. Di Afrika sendiri,melalui sebuah
studi cross sectional, didapati prevalensi akne vulgaris pada remaja cukup tinggi

Universitas Sumatera Utara


yaitu sebesar 90,7% (Husein,2009). Untuk Asia, beberapa data yang bisa
diperoleh menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi juga. Sebuah penelitian
epidemiologi di Jepang memperoleh prevalensi sebesar 58,6% remaja menderita
akne vulgaris (Nobukazu dkk , 2001). Di Cina, tepatnya distrik Zhou Hai
Provinsi Guangdong, mendapati prevalensi sebesar 53,5% remaja (Wu TQ ,2007).
Di Malaysia prevalensi akne vulgaris pada remaja sebesar 67,5 % (Hanisah,A dkk
, 2009). Di Indonesia sendiri belum banyak data mengenai prevalensi akne
vulgaris di tengah mayarakat Indonesia.

Pada masa remaja, Akne Vulgaris lebih sering terjadi pada pria dari pada
wanita. Sedangkan pada dewasa Akne Vulgaris lebih sering pada wanita dari pada
pria. Akne tidak hanya terbatas pada kalangan remaja saja, 12% pada wanita dan
5% pada pria diusia 25 tahun memiliki Akne. Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria
dan wanita memiliki Akne. Lesi awal akne mungkin mulai terlihat pada usia 8-9
tahun dan kurang lebih 50-60% terdapat ada usia remaja. Puncak insiden pada
usia 14-17 tahun dijumpai pada wanita sedangkan usia 16-19 tahun pada pria
(Fulton,2010; Cuncliffe et al, 2007).

Faktor makanan masih diperdebatkan, ada penelitian yang setuju makanan


berpengaruh pada timbulnya akne, ada pula yang kontra. Jenis makanan yang
sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi lemak
(kacang, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat, makanan
beriodida tinggi (makanan asal laut) dan pedas. Menurut penelitian cross-sectional
oleh Anderson (1971) ,tidak ada hubungan antara konsumsi makanan tinggi lemak
dengan kejadian akne vulgaris. Namun penelitian baru – baru ini, Menurut
Cordain L et al (2007), makanan dapat merubah komposisi sebum dan menaikan
produksi kelenjar sebasea. Penelitian tentang efek makanan terhadap akne
vulgaris sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1946 oleh Steiner yang
melakukan observasi pada penduduk Okinawa yang daerahnya terisolasi dari
dunia luar dan tidak didapati adanya akne vulgaris. Pada Schaefer (1971) selama
30 tahun melihat adanya peningkatan prevalensi akne pada Suku Inuit di Eskimo
setelah mereka mengadopsi gaya hidup barat. Cordain juga melakukan

Universitas Sumatera Utara


pengamatan pada penduduk Kitavan dan didapati prevalensi akne sangat rendah.
Penelitian terakhir pada tahun 2007, oleh Smith dengan suatu uji trial terhadap
pola makan dengan Gycemic load rendah ternyata dijumpai adanya penurunan lesi
akne yang signifikan

Dikalangan masyarakat saat ini, hubungan konsumsi makanan yang


mengandung susu dengan kejadian akne vulgaris telah banyak dipertanyakan oleh
masyarakat dan sudah ada dilakukan penelitian oleh beberapa peneliti
sebelumnya. Pada tahun 1967, Findlay melakukan pengamatan terhadap
prevalensi akne vulgaris pada penduduk Afrika Selatan yang tidak mengonsumsi
dan yang mengonsumsi makanan tinggi kandungan susu dan didapati hasil 16%
untuk penduduk yang tidak mengonsumsi dan 45% untuk yang mengonsumsi.
Adebamowo et al mengatakan dalam penelitiannya pada wanita akademi
keperawatan tahun 1989 bahwa terdapat kebiasaan mengonsumsi susu dan produk
susu (dairy product) pada wanita dengan derajat akne berat.

Di Indonesia sendiri, belum banyak dilakukan penelitian mengenai


hubungan pola diet, khususnya produk olahan susu terhadap timbulnya akne
vulgaris. Oleh karena itu, berdasarkan data-data di atas peneliti tertarik untuk
mengetahui hubungan konsumsi produk susu terhadap timbulnya akne vulgaris.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan kejadian akne vulgaris dengan konsumsi produk olahan


susu (dairy products)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui angka kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK


USU angkatan 2010.
2. Untuk mengetahui tingkat konsumsi produk olahan susu (dairy product)
pada mahasiwa FK USU angkatan 2010.

Universitas Sumatera Utara


3. Untuk mengetahui kejadian akne vulgaris pada mahasiswa
FK USU angkatan 2010 yang mengonsumsi produk olahan susu.
1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi produk susu (dairy


product) terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU
angkatan 2010.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat,diantaranya :

1. Bagi peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan


pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama masa
perkuliahan
2. Bagi tenaga kesehatan, hasil penelitian ini dapat memberi masukan
bagi para dokter umum maupun dokter spesialis kulit dalam terapi
nonfarmakologis akne vulgaris
3. Bagi masyarakat, Hasil Penelitian ini dapat menambah pengetahuan
bagi masyarakat tentang pengaruh makanan terhadap timbulnya
jerawat.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai