Chapter II - 24 PDF
Chapter II - 24 PDF
TINJAUAN PUSTAKA
A. Akne vulgaris
1. Pendahuluan
Akne vulgaris merupakan kelainan dari struktur pilosebasea yang biasanya dapat
sembuh sendiri dan sering dialami pada masa remaja. Kebanyakan akne vulgaris muncul
dalam bentuk lesi yang bervariasi meliputi komedo, papul, pustul dan nodul. Sering kali
meskipun akne vulgaris dapat sembuh sendiri, namun perjalanan penyakitnya akan
Hampir 30% pasien akne vulgaris harus berobat ke dokter untuk mendapatkan
pengobatan sehubungan dengan keparahan akne vulgaris yang dialaminya dan 2-7%
2. Epidemiologi
Prevalensi akne vulgaris lebih sering didapati pada usia pubertas. Akne vulgaris
sendiri merupakan salah satu manifestasi/tanda-tanda memulai masa pubertas. Pada wanita
remaja, munculnya akne vulgaris biasanya terjadi 1 tahun mendahului menarche dan
prevalensinya akan cenderung meningkat seiring pertambahan usia menjadi remaja akhir.
Selanjutnya saat memasuki dewasa, prevalensi akne vulgaris akan semakin menurun.
Namun demikian pada wanita kejadian akne vulgaris dapat terus berlanjut hingga usia
dekade ketiga atau lebih lama lagi. Pada usia 45 tahun ditemukan prevalensi akne vulgaris
sekitar 5%. Akne vulgaris nodulokistik dilaporkan lebih sering terjadi pada pria kulit putih
dibandingkan kulit hitam dan cenderung lebih berat pada pasien dengan genotipe XYY.14,15
Akne vulgaris merupakan penyakit yang mempunyai prevalensi tinggi. Pada wanita
Kaukasia berumur 12-25 tahun, prevalensi akne vulgaris berkisar 75-85%. Suatu penelitian
bahwa hampir 88% diantaranya mengalami akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, 51,4%
diklasifikasikan sebagai akne vulgaris ringan, 40% akne vulgaris derajat sedang dan 8,6%
Amerika Serikat (AS), dengan 10,2 juta kasus baru didiagnosis setiap tahunnya dan angka
Pada tahun 1996-1998, survei di AS menunjukkan bahwa didapati 6,5 juta penulisan
resep baru untuk kasus akne vulgaris dengan nilai totalnya mencapai 1 miliar dolar US.
Secara global, biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan akne vulgaris, baik sistemik atau
topikal mencapai 12,6% dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk kasus
dermatologi.13
Di RSUP. H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam
medis selama periode Januari 2008 – Desember 2008, dari total 5.573 pasien yang berobat
ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 107 pasien (1,91%) diantaranya
merupakan pasien dengan diagnosis akne vulgaris. Dari jumlah tersebut, 8,41% berusia
0-12 tahun, 90,6% berusia 13-40 tahun dan hanya 0,93% yang berusia 41-65 tahun. Hal ini
menggambarkan bahwa pasien akne vulgaris yang terbanyak adalah usia remaja dan dewasa
muda.
desintegrasi komplit dari kelenjar glandular. Fungsi utama dari kelenjar sebasea adalah
memproduksi sebum dan peningkatan ekskresi sebum merupakan salah satu keadaan yang
aktif biologis yang muncul secara alami di sistem saraf baik sistem saraf pusat atau sistem
saraf perifer. Reseptor neuropeptida yang diekspresikan sebasea antara lain adalah
ini memodulasi produksi berbagai sitokin inflamasi, proliferasi, diferensiasi, lipogenesis dan
Kelenjar sebasea terdiri dari dua sel penting yaitu keratinosit dan sebosit. Kedua
jenis sel ini mempunyai peranan dalam sistem imun. Propionibacterium acnes dapat
merubah ekspresi keratinosit dan sebosit melalui Toll Like Receptor-3 (TLR3), Cluster of
Differentiation-14 (CD14) dan molekul CD1, serta dapat mengenali produksi sebum/lipid
yang berlebih oleh kelenjar sebasea dan diikuti dengan produksi sitokin-sitokin inflamasi ke
daerah tersebut.9
Terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis akne vulgaris, namun
secara umum ada 4 mekanisme utama yang mempunyai peran terbesar yaitu (1)
hiperproliferasi folikuler epidermal, (2) produksi sebum yang berlebihan, (3) proses
vulgaris yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut bagian atas akan menjadi hiperkeratotik
dan mengalami peningkatan kemampuan kohesi antar keratinosit. Jumlah sel yang
ostium folikuler. Sumbatan ini akan mengakibatkan penumpukan keratin, sebum dan bakteri
proliferasi keratinosit adalah asam linoleat. Asam linoleat adalah suatu asam lemak esensial
yang jumlahnya diketahui lebih sedikit di kulit pasien akne vulgaris. Jumlah dari asam
linoleat akan dapat dinormalkan melalui terapi isotretinoin. Kadar asam linoleat yang
proinflamasi. Kadar asam linoleat di kulit dilaporkan akan semakin berkurang bila didapati
peningkatan produksi sebum. Peran mediator lain yang telah cukup banyak diteliti adalah
Proses kedua yang memegang peranan kunci dalam patogenesis akne vulgaris
adalah produksi sebum oleh kelenjar sebasea yang berlebihan. Pasien akne vulgaris terbukti
mempunyai laju eksresi sebum yang lebih besar dibandingkan orang normal, walaupun
kualitas dari sebumnya sendiri adalah sama. Salah satu materi penyusun sebum yaitu
trigliserida yang akan mengalami konversi menjadi asam lemak bebas oleh P.acnes di
dalam unit kelenjar sebasea. Asam lemak bebas ini akan mengakibatkan peningkatan
folikuler, juga mempunyai pengaruh penting terhadap aktivitas sel sebosit dalam
memproduksi sebum. Sedangkan peranan estrogen sendiri sampai saat ini masih belum
begitu jelas. Setidaknya ada 3 peranan estrogen dalam proses pembentukan sebum yaitu
(1) secara langsung bersifat inhibisi terhadap kerja androgen di kelenjar sebasea, (2) inhibisi
terhadap produksi Gonadotropin Releasing oleh hipofisis dan (3) mengatur kerja gen-gen
Androgen yang terpenting dalam stimulasi produksi sebum adalah testosteron dan
akan dirubah menjadi bentuk aktif yaitu 5α-DHT oleh enzim type I-5α reductase. Adanya
korelasi antara peningkatan produksi sebum dengan munculnya akne vulgaris sudah umum
diketahui dan hal ini menjelaskan mengapa akne vulgaris biasanya muncul bersamaan
dengan saat memasuki usia pubertas. Peningkatan produksi sebum dapat terjadi secara
primer akibat peningkatan kadar androgen, atau akibat peningkatan respon sebosit terhadap
rangsangan androgen atau akibat peningkatan aktivitas enzim type I-5α reductase.20
Akne vulgaris terjadi akibat hiperproliferasi dan diferensiasi sebosit, yang muncul di
bawah pengaruh androgen. Hal ini terjadi dengan perantaraan reseptor Peroxisome
Proliferator Activated Receptor (PPAR), suatu molekul yang berperan dalam hal
lipogenesis. Reseptor PPAR akan memicu lipogenesis pada sel sebosit yang matur dalam
Growth Hormone diketahui juga mempunyai peranan besar dalam produksi sebum
oleh kelenjar sebasea. Growth Hormone diproduksi di kelenjar hipofisis dan bekerja sama
memproduksi IGF atau somatomedin. Insulin-like Growth Factor sendiri mempunyai dua
bentuk yaitu IGF-1 (lebih besar jumlah dan fungsinya) dan IGF-2. Diduga kuat, ada peranan
maka akan terjadi penumpukan mikrokomedo, yang berujung pada terjadinya ruptur dari
dinding folikuler. Ruptur ini dalam waktu singkat akan memicu reaksi inflamasi yang
diperantarai oleh limfosit CD4+ dan CD8+. Selanjutnya akibat pelepasan dari mediator-
mediator inflamasi oleh limfosit CD4+ dan CD8+, akan terjadi penumpukan neutrofil di
ke tempat inflamasi dan pada akhirnya semakin memperberat inflamasi yang telah terjadi.
Dahulu diduga bahwa inflamasi terjadi sebagai akibat terjadinya pembentukan dan ruptur
komedo. Tetapi fakta terbaru menunjukkan bahwa inflamasi pada unit pilosebasea telah ada
sebelum terjadinya ruptur komedo. Hal ini dibuktikan dengan telah ditentukannya tanda-
tanda inflamasi pada biopsi kulit normal pada wajah dan akan semakin menunjukkan
pemberatan inflamasi pada saat biopsi dilakukan dengan kondisi komedo sudah
terbentuk.1,21
Proses tersebut akan semakin diperberat dengan munculnya faktor keempat dalam
semakin hebatnya reaksi inflamasi dalam kelenjar pilosebasea sehingga akne vulgaris akan
proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12 dan Tumor Necrotizing Factor-α (TNF-α).2
mikroaerobik yang dijumpai pada folikel kelenjar sebasea. Populasi pasien akne vulgaris
dibandingkan dengan populasi normal. Namun belum dijumpai adanya hubungan antara
derajat keparahan akne vulgaris dengan progresifitas kolonisasi P.acnes pada kelenjar
pilosebasea.22
terhadap P. acnes yang lebih tinggi dibandingkan dengan derajat keparahan ringan ataupun
sedang. Antibodi terhadap P.acnes akan memicu respon inflamasi dengan mengaktivasi
sistem komplemen dan proses kaskade reaksi inflamasi. Propionibacterium acnes juga
sitokin proinflamasi dengan berikatan dengan TLR2 pada monosit dan pada PMN di sekitar
folikel sebasea. Setelah berikatan dengan TLR2, maka akan dilepaskan sitokin-sitokin
Keempat faktor yang menjadi mekanisme terjadi akne vulgaris tersebut berlangsung
melalui tahapan-tahapan yang bisa terjadi secara simultan ataupun bertahap. Semua jenis
pengobatan pada penyakit akne vulgaris mempunyai target pada keempat mekanisme
tersebut di atas. Dengan mengetahui keempat dan elemen patogenesis pada akne vulgaris,
maka upaya-upaya pengobatan terhadap akne vulgaris akan semakin terarah dan
menyeluruh.
a. Anamnesis penyakit
terberat pada saat masa pubertas, walaupun pada beberapa kasus dapat dijumpai akne
vulgaris yang terjadi mulai masa infantil atau neonatus. Akne neonatus terjadi pada saat
usia bayi sekitar 2 minggu sedangkan akne infantil terjadi pada saat umur 3-6 bulan.
Biasanya akne vulgaris mempunyai onset dan perjalanan klinis yang bertahap, sehingga
bila dijumpai kasus akne vulgaris dengan onset dan perjalanan klinis yang tiba-tiba akut
akne vulgaris pasien perempuan yang mempunyai onset cepat, mempunyai hubungan
dengan hirsutisme atau mempunyai siklus menstruasi yang ireguler. Pasien harus
ditanyakan tentang progresifitas akne vulgaris yang dialaminya dikaitkan dengan siklus
menstruasinya. Pada pasien dengan hiperandrogenisme juga didapati adanya tanda suara
yang memberat, peningkatan libido dan hirsutisme. Penting juga ditanyakan tentang
b. Gambaran klinis
Lokasi primer akne vulgaris adalah daerah wajah, dan juga dapat dijumpai pada
leher, punggung dan bahu dengan frekuensi yang lebih sedikit. Jenis lesi akne vulgaris
dapat beraneka macam meskipun pasti didapati adanya predominan dari satu macam lesi.
Lesi yang bersifat non inflamasi adalah komedo yang dapat berbentuk terbuka
kandungan duktus pilosebasea. Komedo terbuka secara klinis diamati sebagai gambaran
lesi yang jelas, berdiameter 0,1-3 mm dan biasanya membutuhkan waktu beberapa
minggu atau lebih untuk berkembang. Warna hitam pada ujung komedo terbuka selama
ini diduga terjadi akibat proses oksidasi permukaan. Namun teori terbaru juga
duktal sehingga saluran keluarnya sulit dilihat dengan mata telanjang, lesi biasanya kecil,
berukuran 0,1-3 mm. Pada lesi komedo tertutup yang klasik, 25% akan hilang dalam
waktu 3-4 hari dan 75% akan berkembang menjadi lesi inflamasi.25
Lesi yang mengalami inflamasi dapat bervariasi mulai dari papul kecil dengan batas
kemerahan sampai dengan nodul yang besar, fluktuatif dan nyeri. Beberapa penulis
memakai istilah kista atau nodulokistik untuk menggambarkan lesi inflamasi pada akne
vulgaris. Papul adalah lesi inflamasi yang bervariasi dalam hal ukuran dan
kekenyalannya. Lima puluh persen papul muncul dari kulit yang kelihatan normal yang
mungkin merupakan lokasi dari suatu mikrokomedo, 25% dari komedo putih dan 25%
aktif. Papul yang kurang aktif, kurang merah dan lebih kecil dibandingkan papul yang
aktif. Pada papul aktif, ukurannya dapat mencapai 4 mm dan bertahan lebih lama.25
Bentuk lesi inflamasi lain adalah pustul. Pustul dapat superfisial ataupun dalam.
Pustul biasanya dilihat lebih jarang dibandingkan papul. Hal ini mungkin dikarenakan
pustul bertahan lebih singkat daripada papul yaitu hanya sekitar 5 hari. Mungkin hal ini
terjadi oleh karena pustul lebih banyak mengandung PMN, sedangkan papul cenderung
lebih banyak mengandung limfosit. Enzim lisosomal pada PMN dapat menghilangkan
Bentuk nodul merupakan bentuk lesi inflamasi yang berstruktur “deep seated” dan
Bentuk lesi lain yang didapati dapat berupa lesi jaringan parut yang merupakan
komplikasi akibat akne vulgaris yang mengalami inflamasi atau non inflamasi. Secara
umum ada 4 tipe jaringan parut akne vulgaris yaitu ice pick, rolling, box scar dan
hipertropik.26
Akne vulgaris biasanya mempunyai tampilan sebagai lesi kulit yang terisolasi di
daerah wajah, leher, bahu dan punggung. Akan tetapi pada kasus-kasus akne vulgaris
6. Derajat keparahan
Sampai saat ini belum ada suatu penilaian sistematik yang baku mengenai derajat
keparahan akne vulgaris. Akne vulgaris merupakan suatu kelainan pleomorfik dengan
perjalanan klinis dan distribusi anatomi yang bervariasi. Suatu sistem penilaian akne
vulgaris yang ideal haruslah : (1) akurat dan dapat diulang (reproducible), (2) sederhana,
perhitungan lesi yang membosankan dan mahalnya biaya fotografi, (4) menggambarkan
derajat keparahan akne vulgaris, antara lain Pillsburry, Shelley dan Kligman pada tahun
1956, James dan Tisserand tahun 1958, Witkowski dan Simons tahun 1966, Plewig dan
Kligman tahun 1975, Michaelson, Juhlin dan Vahlquist tahun 1977, Cook, Centner dan
Michaels tahun 1979 (Cook’s photonumeric method), Allen dan Smith tahun 1982 (Allen
and Smith’s photonumeric system), Burke, Cunliffe dan Gibson tahun 1984 (Cunliffe
akne vulgaris yang dikenal sebagai Combined Acne Severity Classification. Sistem ini
mempunyai beberapa keunggulan yaitu akurat, sederhana, waktu pemeriksaan singkat, tidak
membutuhkan alat khusus, tidak membutuhkan fotografi, dan dapat dipergunakan pada kulit
gelap.28
Metode ini menghitung seberapa banyak lesi komedo, lesi inflamasi, kista dan total
dari keseluruhan lesi yang terdapat pada daerah wajah. Penilaian derajat keparahan akne
vulgaris adalah ringan bila dijumpai kurang dari 20 komedo atau 15 lesi inflamasi atau total
keseluruhan lesi kurang dari 30, sedang bila dijumpai 20-100 komedo atau 15-50 lesi
inflamasi atau total keseluruhan lesi 30-125, berat bila dijumpai lebih dari 5 kista atau lebih
dari 100 komedo atau lebih dari 50 lesi inflamasi atau total keseluruhan lesi lebih dari 125.28
Komedo < 20, atau lesi inflamasi 15, atau jumlah total
Ringan
lesi < 30
Kista > 5 , atau jumlah total komedo > 100, atau lesi
Berat
inflamasi > 50, atau jumlah total lesi > 125
7. Diagnosis banding
Meskipun pada pasien dengan akne vulgaris dapat ditemukan satu macam lesi yang
dominan, namun seringkali dijumpai adanya kumpulan macam jenis lesi akne vulgaris pada
satu pasien seperti komedo, pustul, papul atau nodul di wajah, leher, dada ataupun
punggung. Diagnosis akne vulgaris biasanya cukup mudah, namun kadang sering salah
umumnya tidak memiliki komedo.1 Selain itu ada beberapa diagnosis banding akne vulgaris
yang lain, seperti milia, akne varioliformis, adenoma sebasea, siringoma dan dermatitis
kontak.29
1. Definisi
manusia yang mempunyai kemiripan dengan insulin. Insulin-like Growth Factor-1 terdiri
dari suatu rantai polipeptida tunggal yang mempunyai 3 rantai disulfida sebagai jembatan
antar molekul. Insulin-like Growth Factor-1 terdiri dari 70 residu asam amino dengan berat
2. Fisiologi IGF-1
Pada manusia, kadar IGF-1 tidak terdeteksi saat neonatus. Kemudian akan mulai
terdeteksi pada masa kanak-kanak dan meningkat mencapai puncaknya yaitu pada saat
pubertas dan bertahan sampai usia dekade 3 dan 4, lalu menurun perlahan-lahan. Kadar
normal IGF-1 dalam serum merupakan penanda bahwa kadar GH dalam darah adalah
Insulin-like Growth Factor-1 diproduksi di hepar dengan regulasi oleh GH. Growth
Hormone menstimulasi sintesis IGF-1 di hepar dan juga sebaliknya kadar IGF-1 akan
menunjukkan adanya korelasi antara kadar IGF-1 dengan kadar insulin darah. Pada pasien
Diabetes Melitus (DM) tipe 1 dijumpai defisiensi absolut insulin juga didapati adanya
penurunan kadar IGF-1 dalam serum. Demikian juga pada saat puasa, kadar IGF-1 dalam
45% dengan rantai A dan B dari hormon insulin yang memunculkan timbulnya suatu
dugaan bahwa IGF-1 dan insulin mungkin berasal dari gen prekursor yang sama.30
Kerja IGF-1 pada tingkat seluler diperantarai oleh reseptor IGF-1 yang homolog
dengan reseptor insulin pada unit struktur α2β2 heterotetrametrik dan mengandung suatu
tirosin kinase pada bagian intraseluler subunit β. Oleh karena kemiripannya dengan insulin,
baik ligan maupun reseptornya, maka tidak heran bila insulin dan IGF-1 dapat saling
bereaksi silang dengan reseptornya yang berbeda walaupun afinitas ikatan akan berkurang
sebanyak 10-100 kali dibandingkan bila berikatan dengan reseptor aslinya. Pada keadaan
akut, IGF-1 dapat mensupresi produksi insulin dan glukagon pada tubuh manusia.30
Axis IGF sering juga disebut sebagai axis IGF/GH. Diketahui bahwa IGF diproduksi
di hepar oleh regulasi stimulasi GH. Insulin-like Growth Factor axis merupakan suatu
kompleks sistem yang memungkinkan interaksi sinyal antara sel dengan lingkungan
fisiologisnya. Kompleks sistem IGF axis terdiri dari 2 reseptor permukaan sel Insulin-like
Growth Factor Receptor (IGF1R dan IGF2R), dua ligan yaitu IGF-1 dan IGF-2, suatu
kelompok protein pengikat IGF yaitu Insulin-like Growth Factor Binding Protein ( IGFBP1
sampai dengan IGFBP6) serta enzim pendegradasi IGFBP yang tergolong sebagai
protease.30
Insulin-like Growth Factor-1 berperan penting dalam hal merangsang proliferasi sel
dan inhibisi apoptosis. Hal ini mempengaruhi regulasi dari pertumbuhan fisiologis tubuh
bagian dari axis IGF/GH. Insulin-like Growth Factor-2 mempunyai peranan sebagai faktor
pertumbuhan pada masa fetal menunggu maksimalnya produksi IGF-1. Beberapa faktor lain
yang terlibat dalam aksi ini adalah GH, faktor genetik, umur, level stres, kadar nutrisi, ras,
menunjukkan bahwa pada gen tikus penghasil IGF-1 yang di ”knock out” akan
menunjukkan pertumbuhan mental retardasi dan angka harapan hidup yang rendah.31
Peranan IGF-1 secara garis besar adalah merangsang proliferasi pertumbuhan sel,
anabolik protein, inhibisi apoptosis, menurunkan kadar GH dan hormon insulin. Peranan ini
akan terhambat atau berkurang bila IGF-1 berada dalam ikatan dengan IGFBP-3 dan
sebaliknya akan meningkat bila berada dalam ikatan dengan IGFBP-1 dan IGFBP-2.33
sintesis dan mitosis sel. Secara bersamaan, IGF dapat berfungsi sebagai faktor penolong
dalam hal mengurangi apoptosis pada berbagai sel. Regulasi anti apoptosis IGF-1 ini
Hampir semua sel di tubuh manusia dipengaruhi oleh kerja IGF-1, khususnya di otot,
tulang rawan, tulang, liver, ginjal, saraf, kulit dan paru-paru. Beberapa studi terbaru
menunjukkan pula adanya kaitan IGF-1 dengan proses penuaan. Selain itu juga ditemukan
adanya korelasi antara IGF-1 dengan proses kanker pada kolon, prostat dan payudara.
Namun bagaimana hubungan itu terjadi masih belum diketahui secara pasti.7
sebosit. Growth Hormone dibentuk di kelenjar hipofisis dan akan mempengaruhi produksi
IGF-1 dan IGF-2. Insulin-like Growth Factor-1 terutama disintesis di hepar dan
produksi di otak, ginjal, pankreas dan otot. Dalam kaitannya dengan akne vulgaris, IGF-1
Akne vulgaris mempunyai prevalensi paling tinggi pada masa remaja, bersamaan
dengan waktu produksi GH dan kadar IGF-1 dalam serum paling tinggi sepanjang usia
hidup manusia. Dan kemudian, sesudah masa remaja prevalensi akne vulgaris akan semakin
berkurang seiring juga dengan penurunan kadar IGF-1 dalam serum. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pada pasien akromegali didapati peningkatan laju ekskresi sebum
bahwa laju ekskresi sebum dapat digunakan sebagai prediktor klinis terhadap pasien
akromegali.4
kadar IGF-1 dalam serum pada pasien akne vulgaris. Penelitian ini didasarkan atas beberapa
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iozawa dkk (1995) dan Deplewski (2005) yang
menunjukkan bahwa adanya perbedaan bermakna kadar IGF-1 dalam serum pada pasien
sesungguhnya efek IGF-1 dalam serum terhadap produksi sebum oleh sel sebosit di kelenjar
sebasea. Penelitian paling awal untuk hal ini dilakukan dengan memakai bahan percobaan
pada sel prepusium tikus yang diketahui mempunyai struktur dan fungsi yang sama dengan
sel sebosit pada kelenjar sebasea dermis. Ebling dkk (1975) mendapatkan fakta dalam
penelitiannya bahwa tikus yang mengalami penurunan fungsi kelenjar hipofisis akan
Deplewski (1998) melakukan percobaan lanjutan dengan memberikan IGF-1 dalam serum
rekombinan pada kultur sel prepusium tikus secara in vitro. Didapati bahwa IGF-1 dalam
serum mempunyai efek mitogenik yang kuat pada sel prepusium melalui kerja pada level
DNA. IGF-1 dalam serum mengakibatkan peningkatan laju pertumbuhan dan diferensiasi
Smith (2006) mencoba untuk mengetahui secara detail pada tingkat biomolekuler
tentang bagaimana sebenarnya kerja IGF-1 dalam serum pada sebosit dalam menginduksi
produksi sebum. Insulin-like Growth Factor-1 dalam serum ternyata bekerja dengan
meningkatkan ekspresi dari Sterol Response Element Binding Protein –1 (SREBP-1) pada
inti sel sebosit. Sterol Response Element Binding Protein-1 merupakan suatu nuclear
transcription factors yang bekerja mengatur ekspresi dari berbagai gen yang terlibat dalam
biosintesa lipid.7,8
Antara androgen dan IGF-1 sendiri ternyata mempunyai efek timbal balik yang
menopause yang kemudian diberikan suntikan DHEA-S, akan didapati peningkatan kadar
IGF-1 dalam serum. Diduga bahwa androgen serum sendiri merupakan salah satu faktor
yang dapat menstimulasi pembentukan IGF-1. Sebaliknya, IGF-1 dalam serum dapat
menstimulasi pembentukan DHEA-S oleh kelenjar adrenal. Hal ini terjadi karena IGF-1
dalam serum dapat mempengaruhi ekspresi dari beberapa enzim yang berperan dalam
sintesis DHEA-S dari bahan kolesterol. Insulin-like Growth Factor-1 juga dapat