(Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Eduwisata Sumber Daya Hayati
Oleh Dosen Pengampuh Ibu Dr. Marini Susanti Hamidun, S.Si, M.Si)
Disusun Oleh :
Kelompok I
Kelas B
JURUSAN BIOLOGI
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidaayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan pendapat buatan dari
berbagai pihak sehingga bisa mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tela berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal terssebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya oleh karenanya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini tentang sejarah dan
perkembangan ekosistem ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk
pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
1.1.LatarBelakang ............................................................................................ 1
1.2.RumusanMasalah ....................................................................................... 2
1.3.Tujuan ........................................................................................................ 2
Bab II Pembahasan
2.1.Pengertian dan Konsep Ekowisata ............................................................. 3
2.2.Sejarah dan perkembangan Ekowisata ........................................................ 6
Pada awal 1980-an costarica dipilih oleh badan dunia PBB sebagai proyek
percontohan kegiatan ekowisata. Belajar dari pengalaman di Kenya l, di costarica
pelaksanaan kegiatan ini melibatkan beberapa pihak yaitu: pemerintah, swasta,
masyarakat dan badan lingkungan hidup internasional. proyek ini kemudian
dinilai berhasil dan menjadi contoh bagi pelaksanaan kegiatan ekowisata di
seluruh dunia.
2) Keanekaragaman
Wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata dengan
minat, tujuan, umur, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi, dan budaya yang
beranekaragam. Dalam pengembangan kepariwisataan harus diusahakan
adanya suatu keanekaragaman obyek sebagai daya tarik wisata serta faktor
penunjangnya.
3) Keindahan Alam
Keindahan suatu bentang alam harus tetap dijaga keasliannya, sebab
merupakan aset kepariwisataan yang tinggi. Dalam pembangunan pariwisata
sering diubah bentang alam (natural landscape) dengan alasan untuk tujuan
wisata. Contoh (1) jalan berkelok di pegunungan dengan lembah yang indah,
ditutup oleh papan reklame yang sangat besar, warung-warung pinggir jalan
yang tidak teratur dan kumuh, (2) danau atau telaga yang alami pada bagian
pinggirnya dibuat dalam atau dibangun rumah peristirahatan, restoran dan
hotel yang dekat ke danau, sehingga danau berubah menjadi kolam besar
(kolam raksasa). Di samping itu badan perairan tersebut tercemar oleh limbah
cair dari berbagai aktivitas dari bangunan yang ada di sekitarnya.
4) Vandalisme Grafiti
Vandalisme adalah kegiatan yang merusak. Vandalisme yang berkaitan
dengan pariwisata adalah vandalisme grafiti berupa coretan-coretan di
berbagai tempat termasuk pada obyek-obyek wisata, seperti candi, tebing,
tanda lalulintas, tembok bangunan, telpon umum dan lainnya. Vandalisme
dalam bentuk yang lain yaitu merusak benda-benda tertentu atau memotong
pohon pada saat berkemah, memetik bunga, mengambil tanaman, dan lainnya.
Kegiatan yang merusak ini, aktivitasnya semakin meningkat, terlihat
dari banyaknya benda-benda yang dirusak serta sebarannya semakin meluas.
Hal ini terutama dilakukan oleh wisatawan domestik remaja, serta berkaitan
dengan masa libur sekolah. Vandalisme sangat merugikan pariwisata, seperti
perusak dan coretan dengan cat pada Candi. Hal ini pernah diungkapkan oleh
Jove Ave pada Konferensi Nasional Pusat Studi Lingkugan di Denpasar pada
Oktober 1996. Semakin berkembangnya kegiatan pariwisata, maka
vandalisme ini harus dicegah sedini mungkin dengan berbagai cara, salah
satunya adalah melalui jalur pendidikan di sekolah atau luar sekolah.
5) Pencemaran
Pencemaran merupakan musuh utama industri pariwisata. Pada sisi lain
kegiatan pariwisata merupakan pencemaran yang besar pula. Semakin sukses
kepariwisataan pada suatu daerah, semakin besar pula bahaya pencemarannya.
Salah satu bentuk pencemaran adalah limbah padat berupa sampah yang
dihasilkan oleh kegiatan wisatawan maupun limbah padat dan cair dari hotel-
hotel.
Masalah pencemaran ini terjadi akibat kurang sadarnya wisatawan,
terutama domestik dalam membuang limbah dari hasil kegiatannya selama
berwisata. Umumnya wisatawan domestik yang melakukan perjalanan dengan
keluarga atau rombongan, melakukan kegiatan “pindah makan dan minum”.
Masalah pencemaran menjadi lebih meningkat, apabila pada tempat wisata
tidak ada atau kurang sekali penyediaan tempat sampah. Jika tersedia tempat
sampah, maka penempatannya yang sering kurang representatif.
6) Dampak Sosial Budaya
Adanya wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata, maka telah terjadi
interaksi antara wisatawan dengan penduduk setempat. Wisatawan yang
datang mempunyai latar belakang geografi, sosial, ekonomi, budaya yang
berbeda dengan penduduk setempat. Penduduk setempat akan menyerap
budaya wisawatan, sebaliknya wisatawan juga menyerap budaya lokal.
Dampak interaksi tersebut ada yang positif dan ada yang negatif.
Wisatawan terutama dari manca negara/internasional untuk kalangan
menengah dan atas, memerlukan fasilitas sesuai dengan standarnya. Hal ini
kemudian merupakan suatu “enklave” atau pulau di tengah masyarakat yang
masih terbelakang dengan kondisi sosial ekonomi yang sangat berbeda.
Perkembangan kegiatan kepariwisataan semakin meningkat, maka perlu
diantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan yang akan merugikan
kelangsungan pariwisata dan penduduk setempat/lokal.
Dampak sosial budaya yang lain dalam kaitannya dengan pariwisata
adalah seks. Pariwisata terkait erat (atau sering dikaitkan) dengan berbagai
penyakit sosial seperti pelacuran, kriminal dan penyalahgunaan narkoba. Hall
(1992) menyebutkan bahwa seks atau prostitusi merupakan “bagian integral”
dari pariwisata. Merupakan suatu kenyataan bahwa pemenuhan kebutuhan
seksual merupakan salah satu motivasi orang melakukan perjalanan wisata.
Prostitusi/pelacuran tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan masyarakat. Ini
adalah salah satu bisnis yang selalu menyertai perkembangan sebuah destinasi
pariwisata. Berbagai DTW di Asia sangat terkenal dengan pariwisata seks,
seperti Thailand (khususnya Bangkok), Indonesia (khususnya Dolly) dan
Filipina (khususnya Quiapo dan Cebu). Bahkan Malaysia juga sudah menjadi
salah satu titik dalam peta perjalanan wisata seks.
7) Mintakat (Zone)
Dalam pembangunan kepariwisataan timbul berbagai konflik berkaitan
dengan tata ruang. Pada satu sisi ingin hal yang bersifat alami, tetapi sis yang
lain menghendaki membangun fasilitas atau hotel dekat pantai. Wisatawan
tertarik dengan pantai yang indah, tetapi jumlah wisatawan yang banyak
justeru dapat menyebabkan kawasan pantai menjadi rusak. Konflik
kepentingan dapat dikurangi atau diatasi dengan perencaan tata ruang yang
disesuaikan dengan potensi sumberdaya yang ada. Hal ini kemudian akan
menghasilkan permintaan dalam keruangan (Zonasi). Masing-masing mintakat
diberi peruntukan berdasarkan potensi geografis, sehingga fungsi utama obyek
wisata dan penunjangnya tidak tumpang tindih dan berbagai kepentingan
umum tidak terganggu atau dikorbankan hanya semata-mata untuk
kepentingan pariwisata saja.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara
pengembangan pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yang perlu
dipikirkan. Pertama, aspek destinasi, kemudian kedua adalah aspek
market. Untuk pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep
product driven. Meskipun aspek market perlu dipertimbangkan namun
macam, sifat dan perilaku obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya
diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya.
Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan
alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya
keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih
terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan
keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi
alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan psikologis wisatawan.
Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata merupakan bentuk wisata yang
mengarah ke metatourism.
Pengembangan isu lingkungan ternyata sangat berpengaruh bagi
perkembangan ekowisata disuatu negara. Keduanya berada dalam jalur
yang sama dan ekowisata berkembang mengikuti perkembangan isu
lingkungan. Kerusakan alam, menurunnnya kesejahteraan penduduk lokal
pada satu sisi, dan kemajuan pengembangan yang bertumpuh pada aspek
ekonomi semata, melahirkan paradigma pembangunan yang secara
komprehensif memahami prinsip-prinsip ekowisata.
3.2. Saran
Dalam melakukan pengembangan ekologi pariwisata di suatu
daerah hendaknya kita melakukan setiap langkah dan peraturan dalam
pengembangan ekowisata dengan baik agar pengembangan ekowisata
tersebut tidak menimbulkan dampak yang tidak baik bagi lingkunagn alam
sekitar kita
Daftar Pustaka