METODE NUMERIK
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang dan Orientasi Metode Numerik 1
1.2 Pendekatan dan Kesalahan 2
BAB 5 INTEGRASI
5.1 Formula Integrasi Newton-Cotes 65
5.2 Integrasi Romberg dan Kuadrat Gauss 70
Daftar Pustaka 92
Lampiran 93
ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Metode tersebut memberikan nilai solusi yang sesungguhnya karena memiliki nilai
galat nol. Tetapi, tidak semua permasalahan matematis dapat diselesaikan dengan
metode analitik, oleh sebab itu diperlukan metode lain untuk mendapatkan solusi
berupa hampiran (pendekatan) terhadap solusi sejatinya. Dengan kata lain, solusi
tersebut nilai galatnya mendekati nol.
Berikut ini gambaran secara umum mengenai metode numerik:
Teori Alat pemecahan
masalah: komputer ,
statistika, metode
numerik , grafik dll
Hasil-hasil
Definisi Model Numerik atau
Masalah Matematis grafik
Tatap muka
masyarakat:
penjadwalan,
optimasi,
Data komunikasi,
interaksi publik, dll
Implementasi
2
oleh sebab itu diperlukan pemahaman tentang konsep yang mendasari hampiran
(aproksimasi). Dalam menyatakan suatu hampiran secara numerik, diperlukan suatu
kepastian bahwa bilangan yang digunakan dapat digunakan secara meyakinkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, kepastian yang dimaksud dapat dinyatakan dalam
suatu angka bena (significant figure atau significant digits). Angka signifikan adalah
angka yang dapat digunakan dengan pasti dan berhubungan dengan angka tertentu
ditambah dengan satu angka taksiran. Contoh pada bacaan speedometer dan
odometer pada mobil, dimana ketelitian lebih ditunjukkan oleh odometer yang
menunjukkan jarak tempuh kendaraan semasa hidupnya. Chapra (2007: 74)
Misalnya kita dapat memutuskan bahwa pendekatan kita dapat diterima kalau ia
betul sampai 4 angka signifikan-yaitu bahwa 4 digit pertama adalah betul.
Nilai , e, √ √ ... tidak dapat diungkapkan secara eksak dengan kata lain
komputer hanya dapat menyimpan sejumlah tertentu angka bena, misalkan nilai
dianggap 3,141592653589793238462643... maka angka lainnya yang tidak
tertuliskan dianggap sebagai galat pembulatan (round-off error)
Angka signifikan terkait dengan ketelitian dan ketepatan, ketelitian mengacu
pada nilai yang sebenarnya, yang dihitung atau diukur dengan teliti. Sedangkan
ketepatan mengacu pada nilai individu yang sebenarnya yang diukur dengan teliti
terhadap jarak yang lain. Ketepatan dapat menunjukkan banyaknya angka signifikan
yang menyatakan suatu besaran atau sebaran dalam penghitungan yang berulang-
ulang atau pengukuran nilai yang teliti. Konsep angka signifikan yang terkait dengan
ketepatan berlaku pada aturan pembulatan.
1. Pembulatan Ke Satuan Terdekat
Secara umum aturan pembulatan adalah jika angka yang akan dibulatkan 5,
maka nilai angka maka nilai angka di hadapannya ditmabah 1, jika angka yang akan
dibulatkan < 5, maka angka itu dihilangkan dan angka dihadapannya tetap.
Contoh 1.1
Bulatkan 1857674 ke:
10 satuan ukuran terdekat
100 satuan ukuran terdekat
1000 satuan ukuran terdekat
Penyelesaian:
185670 (angka 4 dihilangkan dan satuannya diganti nol karena 4 < 5)
3
185700 (angka 7 dihilangkan dan satuannya adalah 6 ditambah 1 karena 6 > 5)
1858000 (angka 7 dihilangkan dan ribuannya yaitu 7 ditambah 1 karena 7 > 5)
4
a b
c d
c. Kesalahan
Penggunaan aproksimasi dalam menyatakan operasi dari besaran matematika
menimbulkan suatu Kesalahan numerik atau biasa disebut dengan galat. Jenis galat
terbagi ke dalam dua yaitu galat pemotongan truncation-off error yang disebabkan
oleh aproksimasi yang digunakan untuk menyatakan suatu prosedur matematika
eksak. Galat pembulatan round-off error yang dihasilkan oleh angka-angka
aproksimasi yang digunakan untuk menyatakan angka pasti. Hubungan matematis
yang menyatakan kondisi tersebut adalah:
Harga sebenarnya = pendekatan + kesalahan ...(1.1)
5
Kesalahan relatif fraksional =
Perlu diingat bahwa dalam kehidupan yang sebenarnya, seringkali harga eksak
atau harga sejati tidak dapat ditentukan dengan pasti. Dengan kata lain, seringkali
kita tidak mengetahui jawaban sebenarnya. Sehingga untuk mengantisipasi hal
tersebut diperlukan suatu proses normalisasi dengan acuan terhadap taksiran yang
terbaik. Konsep ini dikenal dengan kesalahan atau galat relatif.
... (1.4)
...(1.5)
Tetapi, seringkali proses komputasi yang berulang tidak memperhatikan tanda dari
galat. Sehingga diperlukan suatu batas toleransi praspesifikasi atau sehubungan
dengan hal itu proses komputasi diulangi sampai
| | ...(1.6)
Dengan formulasi yang dapat dihitung dengan formula dari Scarborough, 1966
(Chapra, 2007: 79) yang menunjukan bahwa kriteria berikut dipenuhi, kita dapat
menjamin bahwa hasilnya adalah betul hingga sekurang-kurangnya n angka
signifikan.
( ) ... ( 1.7)
Contoh 1.5
Misalkan diperoleh nilai dari perluasan deret Maclaurin bahwa ex = 1 kita akan
menaksi nilai e0,5 dengan menambahkan satu demi satu suku dari deret tersebut
ex = 1 + x +
6
Nilai kesalahan relatifnya dihitung dengan
Terlihat nilai masih jauh dari nilai toleransi praspesifikasi sehingga proses
x
perhitungan akan diulang dengan suku berikutnya yaitu e = 1 + x + yang dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1
Perhitungan Pendekatan Nilai e0,5 pada Deret Maclaurin
suku Hasil % %
11 39,34693
2 1,5 9,020401 33,33333
3 1,625 1,438768 7,692308
4 1,645833333 0,175162 1,265823
5 1,648437500 0,017212 0,157978
6 1,648697917 0,001417 0,015795
Langkah ke-6 memperlihatkan ketercapaian pendekatan | | < sehingga proses
komputasi berhenti.
Solusi terdekat untuk nilai dari e0,5 adalah 1,648697917 dengan kesalahan relatif
0,015795% atau 0,00015795.
1. Galat Pembulatan
Hasil perhitungan dengan metode numerik yang disajikan dengan komputerpada
umumnya menggunkan bilangan riil, sehingga semua bilangan riil yang dihasilkan
tidak tersajikan secara keseluruhan. Keterbatasan komputer dalam menyajikannya
menimbulkan suatu galat yang disebut dengan galat pembulatan. Pembulatan itu
sendiri merupakan pengurangan cacah digit pada suatu nilai hampiran dengan cara
membuang beberapa digit terakhir. Penjelasan secara rinci telah dikemukakan
sebelumnya, pengulangan pembulatan tidak disarankan dalam komputasi numerik
karena berakibat pada membesarnya nilai galat.
Kesalahan pembulatan atau galat pembulatan bersumber dari fakta bahwa
komputer hanya mampu menyimpan sejumlah angka signifikan tertentu dalam
proses kalkulasi. Untuk kebutuhan proses kalkulasi maka dilakukan pemotongan
terhadap banyaknya digit pada sebuah bilangan. Dalam isitilah komputer dikenal
dengan truncation tetapi untuk membedakan dengan istilah galat pemtongan maka
pemotongan dalam hal ini disebut dengan chopping.
Contoh 1.6 Permasalahan Penerjun Payung
Apabila diberikan suatu permasalahan pada kecepatan penerjun payung dengan
mempertimbangkan gaya grafitasi dan sebagainya dalam sebuah formula:
( )
( ) [ ]
( ) ( ) [ ( )] ( )
7
Dengan:
Nilai v : kecepatan, g: gravitasi = 980 cm/dtk2, c : koefisien tahanan geser = 12500
gr/dtk, m: massa penerjun = 68100 gr
Untuk nilai t = 2 detik diperoleh dan v (0) = 0 cm/dtk
( ) ( ) [ ( )] ( ) = 1960 cm/dtk
( ) ( ) [ ]( ) = 4980 cm/dtk
Secara lengkap hasil perhitungan dengan angka signifikan dari 3 sampai dengan 6.
Angka 590 merupakan proses pembulatan kedalam 3 angka penting dari kalkulasi
= 587 menjadi 590
Tabel 1.2
Perbandingan Nilai Kecepatan Masalah Penerjun Payung
dengan Tiga sampai dengan Enam Angka Signifikan
Waktu Kecepatan, cm/detik (angka signifikan)
detik 3 4 5 6
0 0 0 0,0 0,0
2 1960 1960 1960,0 1960,00
4 3200 3200 3200,4 3200,46
6 3980 3985 4985,5 3985,54
8 4470 4482 4482,3 4482,41
10 4780 4796 4796,8 4796,88
12 4980 4995 4995,8 4995,91
Dengan mengabaikan semua kesalahan pada contoh 1.6 jika dibandingkan dengan
nilai kecepatan pada t = 12 detik maka kesalahan relatif fraksionalnya adalah
( )( ) ( )
( ) [ ] cm/dtk
= -5,20%
Nilai galat dapat bernilai positif atau negatif apabila nilai mutlak tidak diperhatikan,
nilai negatif menunjukkan nilai aproksimasi lebih tinggi daripada nilai acuan.
8
Panduan umum aturan pembulatan dalam melakukan kalkulasi manual:
i. Pada saat melakukan pembulatan, digit yang signifikan disimpan dan yang
tidak signifikan dibuang. Digit terakhir yang disimpan akan dibulatkan ke
atas apabila digit pertama yang dibuang lebih dari 5. Untuk kasus lainnya,
digit terakhir yang disimpan tetap dan tidak akan berubah. Apabila digit
pertama yang dibuang adalah angka 5 atau 5 yang diikuti oleh 0 maka digit
terakhir yang disimpan dinaikkkan menjadi 1 hanya jika ia ganjil.
Perhatikan gambar berikut!
9
Kedua, sebelum menjumlahkan bulatkan besaran-besaran yang ada di dalam
kurung
[4,3 10-3] + [4,78 10-3]
Ketiga, jumlahkan dan hasil akhirnya bulatkan mengacu pada angka yang
dicetak miring.
9,08 10-3 dibulatkan menjadi 9,1 10-3
2. Galat Pemotongan
Kesalahan yang dihasilkan dari penggunaan suatu aproksimasi (metode numerik)
pengganti prosedur matematika (analitis) eksak disebut dengan galat pemotongan
truncation error. Galat ini disebabkan oleh penggunaan aproksimasi sebagai
pengganti formula eksak. Artinya ekspresi matematik yang kompleks diganti dengan
bentuk yang lebih sederhana. Adapun metodenya bergantung pada metode
komputasi yang digunakan, hal ini yang mengakibatkan galat ini disebut juga
sebagai galat metode.
Sebelum mempelajari lebih jauh mengenai galat pemotongan, diperlukan dasar-
dasar pada perluasan deret Taylor. Materi prasyarat yang mendasari metode numerik
adalah matematika dan dari sekian banyak teorema yang ada di dalamnya ada satu
teorema yang menjadi kakas (tools) yang utama dan sangat penting, yaitu teorema
Deret Taylor.
Teorema Taylor:
Jika fungsi f dan n+1 turunannya kontinu pada selang yang memuat a dan x
maka nilai fungsi pada x diberikan oleh:
( ) ( ) ( ) ( )
f(xi+1)= f(xi) + ( ) ( ) ( )
Jika sisa pada persamaan 1.1 dihilangkan maka fungsi tersebut dikatakan sebagai
aproksimasi olinom terhadap f(x).
Bentuk 1.2 disebut bentuk integral hanyalah salah satu cara menyatakan sisa.
Contoh 1.10
Hampiri fungsi f(x) = sin x ke dalam deret Taylor di sekitar xo = 1.
Penyelesaian:
Terlebih dahulu akan ditentukan turunan sin (x) terlebih dahulu sebagai berikut:
f(x) = sin (x)
f’(x) = cos (x)
f”(x) = –sin (x)
f’’’ (x) = –cos (x)
f(4)(x) = sin (x) ... dan seterusnya
10
berdasarkan teorema Taylor maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
( ) ( ) ( )
sin (x) = sin (1) + ( ) ( ( )) ( ( ))
bila dimisalkan x – 1 = h, maka akan diperoleh:
sin (x) = sin (1) + h cos (1) ( ) ( )
sin (x) = 0,8415 + 0,5403h – 0,4208h – 0,0901h3+ ...
2
catatan: kasus yang spesial terjadi saat fungsi diperluas di sekitar xo = 0 maka
deretnya dinamakan deret Maclaurin yang merupakan deret Taylor Baku paling
sering muncul dalam praktek.
Contoh 1.11
Uraikan sin (x), ex, cos (x), dan ln (x+1) masing-masing ke dalam deret Maclaurin
Penyelesaian:
( ) ( ) ( )
sin (x) = sin (0) + ( ) ( ( )) ( ( ))
sin (x) = x – –...
Untuk menentukan deret Maclaurin maka diperlukan turunan dari ex
( ) ( ) ( )
ex = e0+ +
ex = 1+
Untuk menentukan deret Maclaurin maka diperlukan turunan dari cos (x)
( ) ( ) ( )
cos (x) = cos (0) + ( ( )) ( ( )) ( ( ))
cos (x) = 1 –
Untuk menentukan deret Maclaurin maka diperlukan turunan dari ln (x+1)
( ) ( ) ( )
ln (x+1) = ln (1) + ( ) ( ( )) (
)
ln (x+1)= x –
( ) ( ) ( ) ( )
f(xi+1)= f(xi) + ( ) ( ) ( )
( )
dalam hal ini Rn adalah galat atau sisa (residu)
( )( )
( )
Rn ( ) = ( )
( ) ...(1.9)
11
Sehingga deret Taylor yang terpotong sampai dengan orde ke-n dinyatakan sebagai
berikut:
f(xi+1) = Pn (x) + Rn(x)
( ) ( )
( ) ∑ ( )
( )( )
( )
dan Rn (x) = ( )
( ) ...(1.10)
Contoh 1.12
Perhatikan kembali contoh 1.11 deret Taylor terpotong di sektiar xo = 0 disebut deret
Maclaurin terpotong orde 6 untuk permasalahan sin(x) adalah:
sin (x) = x – ( ); ( ) ( ) (sampai suku orde 5)
12
diketahui akan ada alasan terlebih dahulu untuk melakukan perluasan
deret Taylor. Walaupun demikian persamaan tersebut masih bermanfaat
untuk menambah pengertian terhadap galat pemotongan. Dengan kata
lain kita dapat mengontrol seberapa jauh xi dari f(x) dan kita dapat
mengontrol seberapa banyak suku yang ditambahkan dalam perluasan.
Sehingga persamaan 1.11 seringkali dinyatakan dalam:
Rn = O(hn+1)
Arti dari pelambangan O(hn+1) menunjukkan bahwa kesalahan
pemotongan berorde h+1 sebanding terhadap ukuran langkah h
berpangkat n+1 walaupun hal ini tidak berarti terhadap besar turunan
dikali hn+1 tetapi berguna dalam menduga kesalahan dalam metode
numerik pada perluasan Deret Taylor.
Galat Pemotongan
Formula deret Taylor sangat penting dalam pengkajian metode numerik karena
memfasilitasi peramalan nilai fungsi pada suatu titik dalam bentuk nilai fungsi dan
turunan-turunannya pada titik lain. Dalam teorema ini dapat digunakan suatu cara
yaitu membangun suku demi suku, misalkan suku pertama dalam deret tersebut:
f(xi+1) f(xi) ... (1.12)
hubungan tersebut dikenal dengan aproksimasi orde-nol (zero-order aproximation)
yang menunjukkan bahwa nilai f pada titik yang baru sama seperti pada titik yang
lama. Secara intuisi hal ini masuk akal, jika nilai xi+1 dekat dengan nilai xi maka
nilai fungsinya pun akan serupa.
Contoh 1.13:
Gunakan uraian deret Taylor dengan n = 0 sampai dengan n = 6 untuk
mengaproksimasi:
f(x) = cos (x)
di xi+1 = /3 berdasarkan nilai f(x) dan turunannya di xi = /4.
Penyelesaian:
Aproksimasi dengan orde-nol berdasarkan persamaan 1.12 adalah:
f(/3) f(/4) = 0,707106781
dalam hal ini nilai sebenarnya dari f(/3) = 0,5 dan h = xi+1 – xi = (π/3) –( π/4) =
π/12
persen galat yang diberikan adalah
t = = –41,4%
Jika deret tersebut kita potong setelah orde-nol, maka penyederhanaan sisa untuk
deret tersebut:
( )
f(/3) = ⏟( ) + (⏟ ( ))( ) ( )
aproksimasi galat pemotongan
orde nol
( ) ( )
Ro = (f’(ξ))h = ( ) cos ( )- cos( ) =-0,2071067811...
13
Paparan geometris untuk kondisi tersebut adalah:
f(x)
Ro
Ramalan order-nol
f(xi)
xi xi+1
Gambar 1.2 Paparan geometris ramalan dan sisa uraian deret Taylor orde-nol
Versi orde yang lebih tinggi merupakan perluasaan logis dari penalaran yang
digunakan dengan menggunakan penurunan persamaan.
f(x) Kemiringan
f ‘(ξ)
Kemiringan =
𝑅 Ro
(𝑥𝑖 𝑥𝑖 )
f(xi
)
xi ξ xi+1 x
14
Versi orde lebih tingi sebenarnya hanya perluasan logika yang dapat dikembangkan
dari persamaan 1.11. dalam hal ini harga ξ memastikan harga x yang sesuai dengan
turunan ke-(n+1) yang menjadikan persamaan tersebut pasti.
Kekeliruan
Kesalahan bruto atau kekeliruan dapat terjadi pada sembarang langkah proses
pemodelan matematika dan merupakan bagian dari semua komponen kesalahan
lainnya. Hal ini dapat dihindari dengan adanya pengetahuan dan pemahaman yang
baik dalam prinsip dasar serta kehati-hatian dalam melakukan pendekatan dan
mendesaian solusi suatu masalah.
Kesalahan Formula
Penyimpangan yang berasal dari ketidaksempurnaan model matematika
berhubungan dengan kesalahan formulasi model. Akibat dari hal tersebut
menimbulkan kesalahan pada hasil atau kelayakan solusi analitis atau numerik.
Ketidakpastian Data
Ketidakpastian yang mengiringi pengukuran-pengukuran berdampak terhadap
kondisi data yang tidak akurat dan tidak presisi. Apabila instrumen yang digunakan
menaksir terlalu rendah atau terlalu tinggi terhadap besaran yang akan diukur artinya
alat tersebut tidak akurat atau menyimpang. Kondisi lainnya apabila pengukuran
tinggi dan rendah secara acak berimplikasi terhadap presisi dari data yang diperoleh.
Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran dikategorikan secara kuantifikasi ke
dalam ringkasan data dengan satu atau lebih statistik yang dipilih dan membawa
banyak informasi mengenai sifat-sifat data tertentu. Statistik deskriptif kebanyakan
15
dipilih untuk menyatakan letak pusat distribusi data dan tingkat penyebaran data, hal
ini memperlihatkan penyimpangan atau ketidakpresisian.
SOAL-SOAL LATIHAN
3. Operasikan dan nyatakan hasilnya dalama jumlah angka signifikan yang benar:
0,00423 + (25,1 10-3) + (10,322 10-4)
Mulai dengan versi yang paling sederhana, tambahkan satu suku setiap kali
menaksir cos (π/3). Setiap penambahan satu suku hitunglah kesalahan relatif
persen aproksimasi dan sebenarnya. Tambahkan suku-suku sampai dengan
samapi harga absolut dari taksiran kesalahan aproksimasi jatuh di bawah
kriteria kesalahan untuk memastikan sampai dua angka signifikan.
6. Deret Taylor dapat digunakan untuk menghitung integral fungsi yang sulit
diintegralkan secara analitik (bahkan adakalanya tidak dapat dihitung secara
analitik). Hitunglah hampiran nilai ∫ secara numerik, yaitu fungsi f(x)
= dihampiri dengan deret MacLaurin orde 8.
7. Gunakan perluasan deret Taylor orde ke nol sampai orde ketiga untuk menaksir
f(3) bagi
Fungsi f(x) = 25x3 – 6x2+ 7x – 88
Menggunakan sebuah titik basis pada x = 2. Hitunglah kesalahan relatif persen
sebenarnya t untuk setiap aproksimasi.
8. Gunakan perluasan deret Taylor orde nol sampai orde keempat untuk menaksir
f(4) bagi f(x) = ln x menggunakan sebuah titik basis pada x = 2. Hitunglah
kesalahan relatif persen sebenarnya t untuk setiap aproksimasi.
16
9. Gunakan perluasan deret Taylor orde nol sampai orde keempat untuk menaksir
f(2) bagi f(x) = e – x menggunakan sebuah titik basis pada x =1. Hitunglah
kesalahan relatif persen sebenarnya t untuk setiap aproksimasi.
17
BAB 2
AKAR-AKAR PERSAMAAN
√
Rumus kuadratis x = ... (2.1)
Secara general, rumus kuadratis (2.1) merupakan senjata ampuh dalam menentukan
solusi persamaan fungsi kuadrat. Tetapi terdapat beberapa fungsi kuadrat yang tidak
dapat ditentukan solusinya dengan rumus tersebut secara analitis. Terlebih lagi untuk
jenis-jenis fungsi transenden lainnya. Misalkan saja suatu fungsi sederhana f(x) = e-x
– x yang tidak dapat diselesaikan secara analitis. Pada kasus demikian, diperlukan
suatu metode lain yaitu teknik penyelesaian secara hampiran (approximate solution
teaching).
dengan f adalah fungsi polinom dalam x. polinom merupakan kelas sederhana dari
dari fungsi-fungsi aljabar. Secara umum dinyatakan dalam:
18
2.1. Metode Akolade
Mengurung sebuah nilai akar-akar persamaan pada dua sisi nilai tertentu
merupakan teknik dari metode Alokade (Bracketing method). Metode yang
memanfaatkan fakta bahwa suatu fungsi secara khas berganti tanda pada suatu titik
yang merupakan akarnya (solusi/titik pembuat nol). Teknik-teknik tersebut dikenal
dengan teknik pengurungan atau bracket methods), sehingga diperlukan dua terkaan
awal yang memungkinkan pengurungan pada kedua sisi akar. Secara grafis dapat
digambarkan sebagai berikut:
Y
y = f(x)
X
x1 O x2
Gambar 2.1
Visualisasi metode Pengurung
Berdasarkan pada kondisi tersebut, dalam hal menentukan nilai-nilai suatu akar
persamaan diperlukan dua buah nilai yang diduga berada di kedua sisi nilai akar
tersebut. Sehingga diperlukan teknik-teknik dalam menduga nilai yang dimaksud.
Terkait dengan hal itu, terdapat tiga metode yang dapat memberikan solusi bagi
permasalahan akar-akar persamaan yang dicari dengan teknik ini.
19
f(x)
f(x)
f(x)
f(x)
x1 xu x1
x1 xu xu xu x1
Contoh 2.1
Fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x mempunyai beberapa akar sepanjang interval x = –5
sampai dengan x = 5. Dengan menggambarkan sketsa grafiknya bagaimanakah
karakter dari grafik fungsi tersebut terkait dengan nilai akar-akarnya?
Penyelesaian 2.1
Untuk fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x pada interval [-5,5] sketsa grafiknya sebagai
berikut ini:
2,5
2
fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x
1,5
1
0,5
0
-6 -4 -2 -0,5 0 2 4 6
-1
-1,5
-2
-2,5
nilai x
Gambar 2.3
Sketsa grafik fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x dengan [-5,5]
20
0,004
0,002
0
4,225 4,23 4,235 4,24 4,245 4,25 4,255 4,26 4,265 4,27
-0,002
-0,004
-0,006
-0,008
-0,01
-0,012
Gambar 2.4
Sketsa grafik fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x dengan [4,225; 4,264]
21
[xl, xu]
Bagi 2 di x = xr
f(xl)f(xr)<0?
Ya tidak
Selang baru: [xl, xu] [xl, xr] selang baru: [xl, xu] [xr, xu]
Gambar 2.5
Alur Perhitungan Metode Bolzano
Kemungkinan yang dapat terjadi pada metode Bagi dua meliputi tiga hal, yaitu:
a. Banyaknya akar lebih dari satu
Bila pada selang [xl, xu] terdapat lebih dari satu akar (banyaknya akar ganjil),
hanya satu buah akar yang dapat ditemukan. Cara mengatasinya: gunakan
interval [xl, xu] yang sempit dan memuat hanya satu buah akar.
b. Banyaknya akar ganda
22
Metode bagi dua tidak berhasil menemukan akar ganda yang disebabkan oleh
tidak adanya perbedaan tanda pada ujung-ujung interval.
c. Singularitas
Pada titik singular, nilai fungsi tidak terdefinisi. Apabila interval [xl, xu]
mengandung titik singular maka iterasi tidak akan pernah berhenti. Penyebabnya
metode ini menganggap titik singular sebagai akar karena iterasi cenderung
konvergen. Pada faktanya titik singular bukanlah nilai akar tetapi dia hanyalah
akar semu.
Pada setiap iterasi untuk metode Bagi dua, terlihat bahwa selisih antara akar
sejati dengan akar hampiran tidak pernah melebih setengah panjang interval itu.
Pernyataan ini terdapat dalam teorema berikut:
Teorema 2.1
Jika f(x) kontinu pada interval [xl, xu] dengan f(xl)f(xu) < 0 dan s [xl, xu] sehingga
f(s)=0dan xr = ½ (xlr + xur) maka berlaku dua ketidaksamaan sebagai berikut:
(i) |s – xr | < ½ | xur – xlr | dan
| |
(ii) |s – xr | < dengan r = 0,1,2,...
Pembuktian diserahkan kepada pembaca
Contoh 2.2
Temukan akar dari f(x) = ex – 5x2 pada interval [0,1] dan = 0,00001
Penyelesaian 2.2
Tabel iterasi dengan metode bagi dua (lihat bagan 2.5)
r xl xr xu f(xl) f(xr) f(xu) intervl lebar
baru interval
0 0,000000 0,500000 1,000000 1,000000 0,398721 -2,281718 [xr, xu] 0,500000
1 0,500000 0,750000 1,000000 0,398721 -0,695500 -2,281718 [xl, xr] 0,250000
2 0,500000 0,625000 0,750000 0,398721 -0,084879 -0,695500 [xl, xr] 0,125000
3 0,500000 0,562500 0,625000 0,398721 0,173023 -0,084879 [xr, xu] 0,062500
4 0,562500 0,593750 0,625000 0,173023 0,048071 -0,084879 [xr, xu] 0,031250
5 0,593750 0,609375 0,625000 0,048071 -0,017408 -0,084879 [xl, xr] 0,015625
6 0,593750 0,601563 0,609375 0,048071 0,015581 -0,017408 [xr, xu] 0,007813
7 0,601563 0,605469 0,609375 0,015581 -0,000851 -0,017408 [xl,xr] 0,003906
8 0,601563 0,603516 0,605469 0,015581 0,007380 -0,000851 [xr,xu] 0,001953
9 0,603516 0,604492 0,605469 0,007380 0,003268 -0,000851 [xr,xu] 0,000977
10 0,604492 0,604980 0,605469 0,003268 0,001210 -0,000851 [xr,xu] 0,000488
11 0,604980 0,605225 0,605469 0,001210 0,000179 -0,000851 [xr,xu] 0,000244
12 0,605225 0,605347 0,605469 0,000179 -0,000336 -0,000851 [xl,xr] 0,000122
13 0,605225 0,605286 0,605347 0,000179 -0,000078 -0,000336 [xl,xr] 0,000061
14 0,605225 0,605255 0,605286 0,000179 0,000051 -0,000078 [xr,xu] 0,000031
15 0,605255 0,605270 0,605286 0,000051 -0,000014 -0,000078 [xl,xr] 0,000015
16 0,605255 0,605263 0,605270 0,000051 0,000018 -0,000014 [xr,xu] 0,000008
23
17 0,605263 0,605267 0,605270 0,000018 0,000002 -0,000014 [xr,xu] 0,000004
18 0,605267 0,605268 0,605270 0,000002 -0,000006 -0,000014 [xl,xr] 0,000002
Dilihat dar nilai galat yang diperoleh dari lebar interval, maka iterasi berhenti
pada r = 16 karena nilai galat 8.10-6 merupakan nilai galat yang paling mendekati
= 10-5. Banyaknya iterasi yang diperlukan dapat ditentukan dengan menggunakan
| | ( )
bantuan teorema 2.1 yaitu r> ( )
. Seperti halnya pada kasus contoh 2.2
| |
banyaknya iterasi adalah r > 16,6096404744368 dibulatkan
menjadi iterasi ke-16.
f(xu) B
A C
B
xl xr xu X
f(xl) A
Gambar 2.6
Visualisasi Sketsa Grafik Metode Posisi Palsu
Dengan menggunakan konsep kesebangunan segitiga berdasarkan gambar 2.6,
maka diperoleh rumusan sebagai berikut:
∆AA’C ~ ∆BB’C dengan kata lain tetapi jika didekati dengan konsep
gradien maka:
Nilai gradien garis AB senilai dengan gradien garis BC sehingga
( ) ( ) ( )
24
Secara aljabar dapat dituliskan ke dalam bentuk
(xu – xr)(f(xu) –f(xl)) = (xu – xl)(f(xu))
xu (f(xu) – xu (f(xl) – xr(f(xu) + xr (f(xl)) = xu (f(xu) – xl (f(xu)) C B
xr (f(xu) – f(xl)) = xl (f(xu) – xu (f(xl))
xr (f(xu) – f(xl)) = xl (f(xu) – xu (f(xl)) + xu (f(xu)) – xu (f(xu))
xr (f(xu) – f(xl)) = xu (f(xu) – f(xl)) – {f(xu)( xu – xl)}
( ( ) – ( )) – ( )( – ) A
jadi xr = ( ) ( )
( )( – ) ( )( – )
disederhanakan xr = xu – ( ) ( )
atau xr = xu – ( ) ( )
...(2.8)
Contoh 2.3
Perhatikan kembali contoh soal 2.2, nilai dari hampiran solusinya akan dihitung
kembali dengan metode posisi palsu. Dengan nilai a = 0 dan b = 1 serta f(x) = ex –
5x2 maka, Hasil perhitungan diperlihatkan pada tabel berikut (penentuan interval
analog dengan metode bagi dua):
int. Lebar
r a c b f(a) f(c) f(b)
baru Int.
0 0,000000 0,304718427 1,000000 1,000000 0,891976 -2,281718 [c,b] 0,304718
1 0,304718 0,500129414 1,000000 0,891976 0,398287 -2,281718 [c,b] 0,195411
2 0,500129 0,574417393 1,000000 0,398287 0,126319 -2,281718 [c,b] 0,074288
3 0,574417 0,596742243 1,000000 0,126319 0,035686 -2,281718 [c,b] 0,022325
4 0,596742 0,602952046 1,000000 0,035686 0,009750 -2,281718 [c,b] 0,006210
5 0,602952 0,604641430 1,000000 0,009750 0,002639 -2,281718 [c,b] 0,001689
6 0,604641 0,605098236 1,000000 0,002639 0,000713 -2,281718 [c,b] 0,000457
7 0,605098 0,605221552 1,000000 0,000713 0,000192 -2,281718 [c,b] 0,000123
8 0,605222 0,605254827 1,000000 0,000192 0,000052 -2,281718 [c,b] 0,000033
9 0,605255 0,605263804 1,000000 0,000052 0,000014 -2,281718 [c,b] 0,000009
Sebagai perbandingan jika nilai akar hampiran disubtitusi pada fungsi awal yaitu
f(x) = ex – 5x2 maka diperoleh untuk metode bagi dua dengan nilai c = 0,605263
nilai f(c) = 0,000017 dan untuk metode posisi palsu dengan nilai c = 0,
605254827 maka nilai f(c) = 0,000014.
Secara grafis nilai hampiran akar suatu fungsi yang dicari dengan menggunakan
metode posisi palsu terlihat pada gambar 2.7 berikut ini:
25
1,5
0,5
0
0,000 0,200 0,400 0,600 0,800
c
-0,5
Sebagai perbandingan jika nilai akar hampiran disubtitusi pada fungsi awal yaitu
f(x) = ex – 5x2 maka diperoleh
untuk metode bagi dua
nilai c = 0,605263 nilai f(c) = 0,000017
Nilai = 8.10-6 dan t = | |
a = | | = 1,156522041.10-3%
SOAL-SOAL LATIHAN
1. Tentukan nilai akar-akar nyata dari persamaan f(x) = – 2,1 + 6,21x – 3,9x2 +
0,667x3 dengan menggunakan:
a. Metode grafik
b. Metode bagi dua untuk menempatkan akar terendah. Lakukan tebakan
awal dengan a = 0,4 dan b = 0,6 dan iterasikan hingga |a| < s = 4%
2. Tentukan nilai akar-akar nyata dari persamaan f(x) = 9,36 – 21,963x +
16,2965x2 – 3,70377x3 dengan menggunakan:
a. Metode grafik
b. Metode posisi palsu dengan harga s sesuai dengan tiga angka
signifikan untuk menentukan akar terendah.
( )
3. Tentukan nilai akar nyata dari fungsi f(x) = dengan menggunakan:
a. Secara analitis
b. Secara grafis
26
c. Menggunakan tiga iterasi dari metode posisi palsu dengan tebakan awal
1,5 dan 2,0. Hitunglah kesalahan aproksimasi a dan kesalahan
sebenarnya setelah setiap iterasi.
4. Carilah nilai akar dua dari 10 yang positif menggunakan metode posisi salah
dalam s = 0,5%. Lakukan tebakan awal a = 3 dan b = 3,2.
5. Carilah nilai akar Real positif terkecil dari fungai (x dalam radian) x2|sin x| = 4
dengan menggunakan metode posisi palsu. Untuk menempatkan dimana akar
terletak, mula-mula gambarlah fungsi ini untuk harga x diantara 0 dan 4.
Lakukan komputasi sehingga |a| < 1%. Periksalah jawaban anda dengan
mensutitusikan nilai akar yang diperoleh ke dalam fungsi.
Contoh 2.4
Gunakan iterasi satu-titik tetap untuk menemukan akar
f(x) = e-x – x
penyelesaian
Langkah awal mengubah bentuk f(x) menjadi x = g(x)
Sehingga diperoleh xr+1 = e – xr
andaikan terkaan awal adalah xo = 0 sehingga diperoleh hasil seperti pada tabel
disamping. Sementara itu prosedur iterasi atau xr = e – xr
27
iterasi r xr
0 0,000000
1 1,000000 Nilai xr diperoleh dari subtitusi nilai r ke fungsi xr = e – xr
2 0,367879 Sehingga diperoleh hasil nilai akar-akar nyata pada iterasi
3 0,692201 ke-10 dengan nilai:
4 0,500474
5 0,606244
6 0,545396 xr = 0,564879 dan nilai galat relatif aproksimasi adalah :
7 0,579612
8 0,560115
9 0,571143
a = | | = 1,109%
10 0,564879
Contoh 2.5
Carilah akar persamaan f(x) = x2 – 2x – 3 dengan metode iterasi titik tetap. Gunakan
a = 10-6
Penyelesaian
Dari fungsi yang diberikan, terdapat beberapa kemungkinan prosedur iterasi yaitu:
a. Untuk pembentukan x = √
28
c. Untuk pembentukan x = ½ (x2 – 3
Dengan menggunakan iterasi x = ½ (x2 – 3) dan tebakan awal x0 = 4. hasilnya:
iterasi r xr |x r+1 - x r|
0 4,000000
1 6,500000 2,500000
2 19,625000 13,125000
3 191,070313 171,445313
4 18.252,432159 18.061,361847
Proses iterasi menunjukkan kedirvegenan, sehingga bentuk aljabar tersebut
tidak dapat memberikan solusi/akar sejati bagi fungsi f(x) = x2 – 2x – 3
Dari ketiga bentuk aljabar tersebut, terlihat bahwa ada tiga jenis iterasi yang dapat
dihasilkan dari proses komputasi. Teorema pendukungnya adalah:
Jika 0 < g’(x) < 1 untuk setiap x I, maka iterasi konvergen monoton
Jika -1 < g’(x) < 0 untuk setiap x I, maka iterasi konvergen osilasi
Jika g’(x) > 1 untuk setiap x I, maka iterasi divergen monoton
Jika g’(x) < -1 untuk setiap x I, maka iterasi divergen berosilasi
Dari contoh yang sudah dipaparkan sebelumnya, teorema tersebut dapat diterapkan
sebagai berikut:
Terdapat beberapa kemungkinan prosedur iterasi yaitu:
Untuk pembentukan g(x) = √( ) , g’(x) = pada titik tetap
√
b. Metode Newton-Rhapson
Prinsip dasar penggunaan metode Newton-Raphson mengacu pada deret Taylor
yang melibatkan fungsi turunan. Metode ini termasuk yang paling sering digunakan,
karena konvergensi yang diberikan pada proses komputasi berangsung lebi h cepat.
Adapun penuruan prosedur iterasi dapat menggunakan dua cara yaitu: secara
geometri dan dengan bantuan deret Taylor.
1. Penurunan prosedur iterasi secara grafis.
y = g(x)
Garis singgung
kurva y di titik
berabsis xr
xr+1 xr
29
Dari gambar 3.1 terlihat bahwa gradien garis singgung kurva di titik (xr, f(xr))
adalah:
( )
( )
( )
( )
( )
Sehingga diperoleh prosedur iterasi ( )
...(2.9)
Contoh 2.6
Hitung akar f(x) = ex – 5x2 dengan metode Newton_Rhapson gunakan = 0,00001
dan x0 = 1
Penyelesaian
Sebagai persiapan maka diperlukan turunan pertama dari fungsi tersebut.
Jika f(x) = ex – 5x2 maka f’(x) = ex – 10x sehingga diperoleh prosedur iterasi sebagai
berikut:
c. Metode Secant
Perhitungan yang dilakukan dengan prosedur Newton-Raphson, melibatkan
fungsi turunan, sementara itu tidak semua fungsi mudah dicari turunan fungsinya.
Sehingga untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan metode lain yang tidak
30
melibatkan turunan fungsi dalam perhitungan iterasinya. Metode tersebut
menggunakan nilai lain sebagai pengganti nilai turunan fungsi. Berikut ini tafsiran
geometris yang menggambarkan proses penemuan metode lain, yang disebut dengan
metode Secant.
y = f(x)
A
B
xr – 1 xr X
Gambar 2.8
Tafsiran Geometris Penurunan Iterasi pada Metode Secant
( )
mengingat prosedur iterasi pada metode Newton-Raphson: ( )
maka jika persamaan 3.3 disubtitusikan akan diperoleh:
( )
( ) ( )
( )( )
( ) ( )
...(2.12)
Contoh 2.7:
Gunakan metode Secant untuk menaksir nilai akar-akar f(x) = e– x – x. mulailah
dengan taksiran awal x-1 = 0 dan x1 = 1,0 (catatan: nilai akar sesungguhnya adalah
0,56714329...
Penyelesaian
Iterasi pertama
Nilai x-1 = 0 maka f(x-1) = 1,00000
Nilai x0 = 1 maka f(x0) = – 0,63212
31
( )
Nilai x1 = ( )
= 0,61270 dengan |t| = 8,0%
Iterasi kedua
Nilai x0 = 1 maka f(x0) = – 0,63212
Nilai x1 = 0,61270 maka f(x1) = – 0,07081
(Perhatikan bahwa nilai kedua taksiran sekarang berada pada ruas akar yang sama)
( )
Nilai x2 = = 0,56384 dengan |t| = 0,58%
( )
Iterai ketiga
Nilai x1 = 0,61270 maka f(x0) = – 0,07081
Nilai x2 = 0,56384 maka f(x1) = 0,00518
( )
Nilai x3 = ( )
= 0,56717 dengan |t| = 0,0048%
Contoh 2.8
Fungsi f(x) = x3 – 5x2 + 7x – 3 jika difaktorkan menjadi
f(x) = (x – 3)(x – 1)(x – 1)
akar-akar kembar terjadi pada saat x = 1 hal ini adalah kondisi akar kembar (ganda
2
dua)
perhatikan gambar
1
Kurva tersebut menyinggung pada
titik koordinat (1,0) dengan kata lain
B: (1,00, 0,00) C: (3,00, 0,00) akar-akarnya merupakan kategori
2 4
akar ganda yaitu x = 1 hal ini terjadi
6 8
-3
-4
Contoh 2.9
Perhatikan juga f(x) = x4 – 6x3 + 12x2 – 10x + 3 yang dapat difaktorkan menjadi :
f(x) = (x – 3)(x – 1)(x – 1)(x – 1)
Dengan kondisi nilai akar kembar pada x = 1 (akar ganda tiga/triple root)
Perhatikan gambar
32
3
x A = 1,00 x B = 3,00
-2 A 2 4
-1
Permasalahan
-2 pada metode sebelumnya:
• Metode tertutup tidak dapat digunakan apabila tidak ada perubahan tanda
pada akar (yaitu akar ganda). Terbatas pada metode terbuka yang divergen
• Pada metode Newton-Raphson dan Secant dipengaruhi oleh fungsi turunan,
sehingga saat penyelesaian konvergen sangat dekat ke akar permasalahan
yang timbul saat nilainya dekat dengan nol.
• Perbaikan metode Newton-Raphson dan Secant saat menghadapi akar ganda
dikemukakan oleh Ralston & Rabinowitz: 1978 yang mengembalikan
kekonvergenan linear pada konvergen kuadrat
( )
xr+1 = xr – m dengan m = multiplisitas akar (ganda berarti m = 2, tripel
( )
berarti m = 3)
( )
• Alternatif lain dengan cara Memisalkan fungsi lain u(x) = ( )
sehingga
akan didapat u’(x) maka diperoleh:
( ) ( )
xr+1 = xr – [ ( )] ( ) ( )
33
5 0,955783 4,421671 17 0,999989 0,001103
6 0,977655 2,23449 18 0,999994 0,000552
7 0,988766 1,123383 19 0,999997 0,000276
8 0,994367 0,563256 20 0,999999 0,000138
9 0,99718 0,282023 21 0,999999 6,9E-05
10 0,998589 0,141111 22 1 3,45E-05
11 0,999294 0,07058 23 1 1,72E-05
34
Soal-Soal Latihan
a. Secara grafik
b. Menggunakan metode bagi dua ( dua iterasi, xi = 2,5 dan xu = 3,6)
c. Menggunakan metode regula falsi/posisi salah (dua iterasi xi = 2,5 dan xu =
3,6)
d. Menggunakan metode Newton-Rhapson (dua iterasi xi = 3,6)
e. Menggunakan metode Secant (dua ietrasi xi – 1 = 2,5 dan xi = 3,6)
5. Tentukan akar nyata dari f(x) = x3 – 100 dengan metode Secant dalam s = 0,1%
35
2.3 Studi Kasus (Penggunaan Bahasa Matlab pada Metode Alokade)
Bagian ini akan memperlihatkan penggunaan software MATLAB dalam
menyusun algoritma untuk menentukan nilai-nilai akar persamaan dengan metode
tertutup dan terbuka.
Metode Alokade Bracketing Methods (Metode Pengurungan/tertutup)
Metode Bagi Dua Bisection
Metode ini dapat digunakan dalam menentukan akar-akar suatu persamaan
nonlinear hanya jika diketahui interval [a,b] karena diasumsikan f(x) kontinu
dan solusinya unik karena terdapat perbedaan tanda antara kedua sisi akar.
Langkah dalam fungsi MATLAB.
Langkah 1: Inisialisasi jumlah iterasi r = 0
Langkah 2: Diberikan ( ) jika f(xr) ≈ 0 atau ( )≈ 0 maka
iterasi dihentikan
Langkah 3: Jika f(a).f(xr) > 0, maka a ← xr; sebaliknya b ← xr kembali
langkah 1
function [x,err,xx] = bisct (f,a,b,TolX,MaxIter)
%bisct.m untuk menyelesaikan f(x) = 0 menggunakan metode bisection.
%masukan : f = fungsi yang diberikan sebagai suatu string ‘f’ jika
%didefinisikan dalam suatu M-file
%a/b = titik kiri.kanan dari interval solusi
%TolX = error batas-batas t|x(r) – xo|
%MaxIter = iterasi maksimum
%keluaran: x = titik yang dicapai algoritma
%err = (b – a)/2 (setengah lebar interval terakhir)
%xx = sejarah x
TolFun=eps; fa = feval (f,a) ; fb = fevel (f,b);
if fa*fb > 0, error (‘anda harus memiliki f(a)f(b) < 0!’);end
for r = 1: MaxIter
xx(r) = (a+b)/2;
fx = feval (f,xx(r));err = (b-a)/2;
if abs (fx) < TolFun |abs(err)<TolX, break;
elseif fx*fa > 0, a = xx(r); fa = fx;
else b = xx (r);
end
end
x = xx(r);
if r = MaxIter,fprintf(‘Yang terbaik dalam %d iterasi\n’,MaxIter),
end
36
Contoh 2.10
Perhatikan masalah dalam menyelesaikan persamaan fungsi nonlinier
f = tan (π – x) – x = 0
>> f=@(x)tan(pi-x)-x;
>> [x,err,xx]=fzero(f,[1.6 3],options)
x =
2.0288
err =
0
xx =
1
37
BAB 3
SISTEM PERSAMAAN ALJABAR LINEAR
Secara umum pada bab sebelumnya, kita dihadapkan pada sebuah permasalahan
untuk menemukan solusi terhadap sebuah fungsi tunggal f(x) = 0. Sedangkan, sistem
persamaan aljabar linear merupakan beberapa fungsi linear yang memiliki solusi
bersama.Solusi sistem persamaan linear, merupakan himpunan titik-titik yang
memberikan nilai akar-akar secara simultan terhadap seluruh persamaan linear yang
ada di dalam sistem.
Definisi umum sistem persamaan aljabar linear
a11x1 + a12x2 + ... + a1nxn = c1
a21x1 + a22x2 + ... + a2nxn = c2
an1x1 + an2x2 + ... + annxn = cn
Dengan:
n: banyaknya persamaan, a: koefisien variabel x, dan c : konstanta
Prasayarat:
Jenis-jenis matriks (baris, kolom, persegi: simetri/setangkup, diagonal, segitiga
atas, segitiga bawah, pita)
1. Matriks Baris
Matriks baris merupakan matriks yang memiliki 1 baris dan j kolom
B1 x j = b11 b12 b13... b1 j
Contoh 3.1
B 1 x 4 = (2 4 5 7)
2. Matriks Kolom
Matriks kolom merupakan matriks yang hanya memiliki 1 kolom , dan i baris.
c11
12
Ci x1 = c 21 Contoh 3.2: C 3x1 = 9
c
31 0
c
i1
3. Matriks Nol
Matriks nol merupakan matriks yang semua elemennya bernilai nol, misalkan:
O2 x 3 = 0 0 0
0 0 0
4. Matriks Datar
Matriks datar merupakan matriks persegi panjang yang memiliki jumlah kolom
lebih banyak dari jumlah barisnya sehingga i < j . Misalkan:
j11 j12 j13 j14
J3 x 4 = j j 22 j 23 j 24
21
j31 j32 j33 j34
38
5. Matriks Tegak
Matriks tegak merupakan matriks persegi panjang yang memiliki jumlah baris
lebih banyak dari jumlah kolomnya sehingga i > j.
k11 k12
Misalkan K4 x 2 = k 21 k 22
k k 32
31
k k 42
41
6. Matriks Persegi
Matriks persegi merupakan matriks yang memiliki Jumlah baris sama dengan
jumlah kolom
Di x i atau Dj x j misalkan:
d11 d12 13 d
D3 x 3 = d Contoh 3.3 D 21 18
2x2=
21 d 22 d 23
d 8 9
31 d 32 d 33
7. Matriks Segitiga Bawah
Matriks segitiga bawah merupakan matriks persegi yang elemen-elemen pada
sebelah kanan atas diagonal utama bernilai nol. Misalkan :
e11 0 0
E3 x 3 = e21 e22 0
e
31 e32 e33
8. Matriks Segitiga Atas
Matriks segitiga atas merupakan matriks persegi yang elemen-elemen pada
sebelah kiri bawah diagonal utama bernilai nol. Misalkan :
e e e
E3 x 3 = 0 e e
11 12 13
22 23
0 e33
0
9. Matriks Diagonal
Matriks diagonal merupakan matriks persegi yang Elemen-elemennya bernilai
nol, kecuali pada diagonal utamanya. Misalkan :
e 0 0
E3 x 3 = 0 e 0
11
22
0 e33
0
10. Matriks Identitas (Satuan)
Matriks identitas merupakan matriks persegi yang memiliki Elemen-elemen
bernilai 0, tetapi elemen pada diagonal utamanya bernilai 1. Misalkan :
1 0 0
I2 x 2 = 1 0 atau I3 x 3 = 0 1 0
0 1 0 0 1
11. Matriks Skalar
Matriks skalar merupakan matriks Identitas yang dikalikan dengan suatu
bilangan konstan k (k R), Misalkan :
39
k 0 k 0 0
H2 x 2 =
atau H3 x 3 = 0 k 0
0 k 0 0 k
21 q 22 q 23
q q33
31 q32
q12 = q21, q13 = q31, dan q23 = q32
13. Matriks Pita
Matriks ini merupakan matriks persegi yang mempunyai elemen-elemen yang
sama dengan nol, kecuali pita (band) yang dipusatkan pada diagonal utama
[A] = [ ]
40
| | | |
x1 = dan x2 =
| | | |
Untuk ordo yang lebih besar tinggal menambahkan jumlah baris dan
kolomnya
Eliminasi bilangan tertentu
a11x1 + a12x2 = c1
a21x1 + a22x2 = c2
Prinsipnya hampir sama dengan metode Cramer hanya saja dalam
memperoleh x1 dan x2 tidak langsung menggunakan determinan tetapi
mengalikan persamaan 1 dengan koefisien x pada persamaan 2 dan
sebaliknya.
| |
[ ] [ ]
Disebut eliminasi Gauss Naif karena tidak ada antisipasi terhadap situasi pembagian
dengan nol.
Contoh 3.4
Dengan menggunakan eliminasi Gauss Naif, maka solusi dari sistem persamaan
linear berikut ini:
( | )
( | ) ( | )
41
( | ) ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
( ) |
|
( )
|
| ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
|
|
( )
( )
| ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ |
| |
( ) ( )
Dari matriks yang terkahir pada baris ke-3 diperoleh persamaan
sehingga nilai z = 2
Dengan teknik subtitusi mundur maka:
dan nilai z = 2 maka ( ) jadi
Kesalahan pembulatan
Sistem kondisi timpang (Dur-Kondisi)
Sistem kondisi timpang merupakan lawan dari sistem berkondisi baik dengan
kata lain suatu keadaan dalam sistem yang menunjukkan perubahan yang
sangat kecil pada koefisien mengakibatkan perubahan besar pada hasil.
Bandingkan kedua sistem persamaan
42
Sistem persamaan x1 + 2x2 = 10 Sistem persamaan x1 + 2x2 = 10
1,1x1 + 2x2= 10,4 1,05x1 + 2x2= 10,4
| |
[ ] [ ]
Contoh 3.5
Dengan menggunakan eliminasi Gauss Jordan, maka solusi dari sistem persamaan
linear berikut ini:
( )( ) ( )
( | ) ( | )
( | ) ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
( ) |
|
( )
43
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ | ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
| ( )
|
|
( )
( )
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
| ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
| ( | )
|
|
( )
( )
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
( | ) ( | )
(x,y,z) = (2,1,2)
b. Matriks Inversi
Pada sebuah matriks persegi [A] terdapat matriks lainnya [A]–1 yang disebut
matriks inversi sedemikian sehingga [A] [A]–1 adalah matriks identitas dengan
ordo yang bersesuaian.
Contoh 3.6
Menentukan matriks inversi dengan eliminasi Gauss Jordan
44
c. Metode Dekoposisi LU dan Gauss-Seidel
Secara umum kedua metode dapat dibedakan dalam hal:
• Dekomposisi LU memfaktorkan matriks koefisien menjadi L : matriks
segitiga bawah dan U: matriks segitiga atas
• Pada metode Eliminasi Gauss Seidel terdapat prosedur iterasi
Dekomposisi LU
1. Dekomposisi LU dibagi ke dalam dua cara yaitu dengan dekomposisi Gauss
dan dekomposisi Crout
2. Alur pada dekomposisi LU adalah:
[A]{X} = [C] ... (1)
[A]{X} – [C] = 0 ... (2)
Andaikan persamaan 1 Dapat diubah menjadi :
( ){ } { }
( )=L
Ingat kembali:
[A]{X} = [C] ... (1)
[A]{X} – [C] = 0 ... (2)
[U]{X} – [D] = 0 ...(3)
Jika persamaan (3) dikalikan dengan [L] dan hasilnya merupakan persamaan (2)
“sifat” maka:
[L]{[U]{X} – [D]} = [A]{X} – [C]
Sehingga jika persamaan tersebut berlaku akan diperoleh:
[L][U] = [A]
dan
[L][D] = [C]
Ingat kembali:
[A]{X} = [C] ... (1)
[A]{X} – [C] = 0 ... (2)
[U]{X} – [D] = 0 ...(3)
Jika persamaan (3) dikalikan dengan [L] dan hasilnya merupakan persamaan (2)
“sifat” maka:
[L]{[U]{X} – [D]} = [A]{X} – [C]
Sehingga jika persamaan tersebut berlaku akan diperoleh:
[L][U] = [A]
dan
[L][D] = [C]
45
Algoritmanya
matriks segitiga atas dan faktor-faktor pengalinya menjadi elemen pada matriks
segitiga bawah
( )
dengan , dan
Contoh 3.7
menyelesaikan SPL dengan menggunakan dekomposisi LU
Jika diketahui:
( ){ } ( )
Penyelesaian:
Matriks A akan dieliminasi menjadi matriks segitiga atas :
( ) sehingga diperoleh :( )
Ingat kembali:
( | ) Eliminasi b3 + 7b2( | )
[L] = ( )
46
( )=( )( )
( ){ } ( )
Metode Gauss-Seidel
n persamaan dan n bilangan tak diketahui:
a11x1 + a12x2 + a13x3 + ... + a1n xn = c1 ...(1)
a21x1 + a22x2 + a23x3 + ... + a2n xn = c2 ... (2)
a31x1 + a32x2 + a33x3 + ... + a3n xn = c3 ... (3)
an1x1 + an2x2 + an3x3 + ... + ann xn = cn ... (n)
Tuliskan kembali persamaan ke dalam bentuk:
x1 = didapat dari (1)
xn =
Bentuk umum persamaan:
∑ ∑
47
∑ ∑
Iterasi dihentikan pada saat nilai kesalahan (galat) hampiran kurang dari nilai
toleransi yang diberikan.
Ingat | |
Jika tidak diberikan batasan nilai toleransi, dapat dihitung dengan nilai galat yang
relatif mendekati nol.
Contoh 3.8
menyelesaikan sistem persamaan linear simultan dengan menggunakan dengan
menggunakan metode Eliminasi Gauss-Seidel
( ){ } ( )
48
3.3 Sistem Persamaan Tak Linear (Tambahan)
Solusi sistem persamaan tak linear, merupakan himpunan titik-titik yang
memberikan nilai akar-akar secara simultan terhadap seluruh persamaan tak linear
yang ada di dalam sistem.
a. Metode Iterasi Titik Tetap
Contoh 3.9 Metode Iterasi Titik Tetap
Gunakan metode iterasi satu titik tetap (one point iteration) untuk menentukan akar-
akar sistem persamaan:
u(x,y) = x2+ xy – 10 = 0
v(x,y) = y + 3xy2 – 57 = 0
Dengan terkaan awal x = 1,5 dan y = 3,5
• Pengubahan ke bentuk 1
xr+1 = dan yr+1 = 57 – 3x
• Pengubahan ke bentuk 2
xr+1 = √ dan yr+1 = √
49
b. Metode Newton-Rhapson
Pada prinsipnya terdapat beberapa hal terkait dengan metode ini, yaitu:
( )
• Ingat kembali bahwa pada metode ini iterasi di wakili oleh xr+1 = xr –
( )
• Metode ini didasarkan pada penggunaan turunan (kemiringan) suatu fungsi
untuk menaksir perpotongannya dengan sumbu Peubah bebasnya yakni akar
(Sumbu X) yang mengacu pada deret Taylor.
• Untuk sistem persamaan dengan bentuk u(x) dan v(x) maka akan diturunkan
prosedur iterasinya.
• Untuk ur+1 = ur + (xr+1 – xr) + (yr+1 – yr)
• Untuk vr+1 = vr + (xr+1 – xr) + (yr+1 – yr)
• Sehingga dihasilkan iterasi dengan rumus:
Contoh 3.10
Gunakan metode Newton-Raphson untuk menentukan akar-akar sistem persamaan:
u(x,y) = x2+ xy – 10 = 0
v(x,y) = y + 3xy2 – 57 = 0
Dengan terkaan awal x = 1,5 dan y = 3,5
Penyelesaian
Akan dihitung integral parsial dari masing-masing fungsi:
= 2x + y = 2(1,5) + (3,5) = 6,5
= x = 1,5
50
= 3y2 = 3(3,5)2 = 36,75
= 1 + 6xy = 1 + 6 (1,5)(3,5) = 32,5
Nilai determinan Jacobi
. – . = 6,5 (32,5) – 1,5 (36,75) = 156,125
Nilai fungsi dapat dihitung pada tebakan awal sebagai:
u0 = (1,5)2+ (1,5)(3,5) – 10 = –2,5
v0 = (3,5) + 3(1,5)(3,5)2 – 57 = 1,625
Nilai tersebut subtitusikan ke prosedur iterasi
• Sehinga diperoleh:
( ) ( )
x1 = 1,5 – = 2,0363
( ) ( )
x2 = 3,5 + = 2,84388
Jadi nilai-nilai perhitungan menunjukkan akar-akar yaitu nilai x yang konvergen ke
2 dan nilai y yang konvergen ke 3. perhitungan dapat diulang sampai tingkat
ketelitian tertentu.
Soal-soal Latihan
Soal no 2 kerjakan dengan semua metode yang telah dibahas pada bab ini.
51
BAB 4
METODE PENCOCOKAN KURVA
73 73
72,5 72,5
72 72
71,5 71,5
2008 2010 2012 2014 2008 2010 2012 2014
74
73,5
73
72,5
72
71,5
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
52
Dari kedua grafik memperlihatkan bahwa garis lurus memberikan hampiran yang
bagus, tetapi belum tentu yang terbaik. Hal ini bergantung pada galat hampiran yang
diukur.
Beberapa hal penting yang mendasari metode regresi kuadrat terkecil yaitu
fungsi mengandung sesedikit mungkin parameter bebas dan deviasi titik dengan
fungsi dibuat minimum. Adapun manfaat metode pencocokan kurva untuk data hasil
pengukuran adalah untuk mengembangkan formula empirik untuk sistem yang
diteliti bagi ahli sains/rekayasa. Menentukan kurva kecenderungan ekonomi untuk
keperluan peramalan di masa yang akan datang bagi para ahli ekonomi.
a. Regresi Linear
Apabila diberikan nilai (xi, yi) merupakan data hasil pengukuran, maka titik-titik
tersebut akan dihampiri dengan sebuah garis lurus sedemikian sehingga galatnya
sekecil mungkin dengan titik-titik data tadi.
Artinya kesalahan atau selisih (residual) yang dimaksud merupakan perbedaan harga
sebenaranya y dengan harga aproksimasi yang diaproksimasi oleh persamaan linear
a0 + a1 x
Teknik pencocokan kurva dengan regresi linear, memerlukan suatu kriteria
kecocokan terbaik melalui data dengan meminimalkan jumlah kesalahan residual,
yaitu:
∑ ∑( ) ( )
53
Perlu diingat bahwa sembarang garis lurus yang melalui titik tengah dari garis
penghubung itu (kecuali garis vertikal sempurna) akan meminimalkan harga
persamaan (4.3) menjadi nol. Sedangkan kriteria lainnya adalah dengan
meminimalkan jumlah harga absolut/mutlak dari perbedaan tersebut, seperti:
∑| | ∑| | ( )
Titik tengah
Terletak
terluar
Gambar (4.1c)
54
jumlah tersebut. Kriteria ini tidak memenuhi suatu pencocokan kurva terbaik yang
unik. Strategi ketiga adalah strategi minimaks yaitu garis yang dipilih akan
meminimalkan jarak yang maksimal sehingga masing-masing titik akan terletak
pada garis itu (gambar 4.1c) strategi ini tidak cocok untuk regresi karena berakibat
pada tidak terlewatinya titik terluar yang merupakan titik tunggal dengan kesalahan
terbesar. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dengan meminimalkan jumlah kudrat
residual yakni Sr
∑ ∑( ) ( )
∑ ∑ ∑ ( )
Penyelesaian 4.1
xi yi (yi – ̅ )2 (yi – ao – a1xi)2 dengan :
1 0,50 8,576531 ( ) ( )
0,1687
2 2,50 0,862245 0,5625 ( ) ( )
55
3 2,00 2,040816 0,3473
4 4,00 0,326531 0,3265 dan
3,428571429 – 0, 839285714
5 3,50 0,005102 0,5896 0,07142857
6 6,00 6,612245 0,7972
7 5,50 4,290816 0,1993 Jadi persamaan kuadrat terkecilnya:
∑ 28 3,43 22,71429 2,991071 y = 0,07142857 + 0, 839285714x
⁄
√ ( )
Dengan:
⁄ : kesalahan standar taksiran untuk harga y yang diprediksikan dan bersesuaian
dengan suatu harga x tertentu yang mengkuantifikasikan penyebaran data di sekitar
garis regresi. Berbeda halnya dengan Sy yang mengkuantifikasikan penyebaran di
sekitar rata-rata.
Pembagian oleh n – 2 menunjukkan bahwa dua data taksiran telah dipakai dalam
hal ini a0 dan a1 akibatnya kita kehilangan dua derajat kebebasan. Dengan kata lain
tidak terdapat semacam penyebaran data sekitar garis lurus yang menghubungkan 2
titik. Sehingga untuk kasus n – 2 persamaan 4.10 mengandung suatu hasil yang
tidak ada arti dari tak hingga.
Data dependen dalam hal ini y dapat menghasilkan suatu nilai jumlah kuadrat di
sekitar rata-rata yang kita sebut jumlah total kuadrat St yaitu jumlah penyebaran data
dependen yang terjadi sebelum regresi. Sedangkan Sr merupakan jumlah penyebaran
setelah regresi, selisih keduanya mengkuantifikasikan reduksi perbaikan kesalahan
yang disebabkan oleh model persamaan garis lurus. Pemodelan ini dapat
dinormalisasikan terhadap kesalahan total agar memenuhi:
( )
56
Dimana r adalah koefisien korelasi dan r2 adalah koefisien determinasi. Untuk suatu
pencocokan kurva sempurna St = 0 dan r2 = 1 hal ini menunjukkan bahwa
variabilitas garis tersebut 100%. Sedangkan untuk r2 =0 tidak menunjukkan adanya
perbaikan. Nilai r2 menunjukkan persentase dari ketidakpastian semula telah
diterangkan oleh model linear tersebut.
Contoh 4.2
Perhatikan kembali contoh 4.1 kemudian anda hitung nilai koefisien korelasi dan
koefisien determinasi kemudian tafsirkan maksudnya!
b. Regresi Polinomial
Prosedur kuadrat terkecil dapat diperluas untuk mencocokkan kurva data
terhadap polinomial berderajat ke-m:
y = a0 + a1x + a2x2 + ... + amxm
dimana jumlah kuadrat residual adalah:
∑( ) ( )
∑ ( )
∑ ( )
⁞
∑ ( )
Apabila persamaan tersebut disama dengankan dengan nol akan diperoleh kumpulan
persamaan normal dalam ∑ ∑ (silahkan anda simpulkan sendiri)
Analog dengan regresi linear, maka kesalahan regresi polinomial dapat
dikuantifikasikan oleh sebuah kesalahan standar taksiran.
⁄ √ ( )
( )
4.2 Interpolasi
Hubungan antara variabel dependen dan independen dalam suatu hasil
pengukuran dapat ditentukan solusinya dengan metode pencocokan kurva curve
fitting yaitu mencocokkan fit titik-titik data terhadap suatu fungsi taksiran, dengan
kata lain metode ini merupakan sebuah metode yang mencocokkan titik data dengan
sebuah kurva curve fitting fungsi.Dalam hal ini terdapat dua metode 1) regresi yang
mengandung galat yang cukup berarti karena data tidak teliti sebagai akibat dari
57
kurva yang mencocokkan tidak perlu melewati semua titik cukup mewakili
kecenderungan trend titik data atau kurva mengikuti pola titik sebagai suatu
kelompok. 2) Interpolasi yang kurva cocokannya dibuat melalui setiap titik apabila
data yang diketahui mempunyai ketelitian yang sangat tinggi. Hal ini dikatakan
bahwa kita menginterpolasi titik-titik data dengan sebuah fungsi. apabila fungsi
cocokan merupakan polinom maka disebut polinom interpolasi, pekerjaan
menginterpolasi titik data dengan sebuah polinom dikatakan interpolasi dengan
polinom.
58
y
f(x)
x
x0 x x1
Gambar 4.3 Interpolasi Linear
Contoh 4.3
Dai data ln (9,0) = 2,1972 dan ln (9,5) = 2,2513 tentukan nilai ln (9,2)
dengan interpolasi linear samapai 5 angka signifikan. Bandingkan
dengannilai sebenarnya (sejati) ln (9,2) = 2,2192
Penyelesaian 4.3
Dengan menggunakan persamaan
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
Diperoleh:
( ) ( )
Sehingga galatnya
Et = 2,2192 – 2,2188 = 0,0004 dalam hal ini interpolasi linear tidaklah
cukup memperoleh ketelitian sampai 5 angka signifikan.
2. Interpolasi Kuadratik
Konsekuensi yang muncul dari kesalahanpendekatan sebuah kurva
menggunakan garis lurus dapat diperbaiki dengan memberikan lengkungan.
Dalam hal ini, jika terdapat tiga titik data maka dapat dibuat sebuah polinom
berorde dua yang biasa disebut polinom kuadratik atau polinom parabola.
f2(x) = b0 + b1 (x – x0) + b2(x – x0)(x – x1) ...(4.15)
dimana:
f2(x) = b0 + b1x – b1x0 + b2x2 – b2 x x1 – b2 x x0 + b2x0x1 sehingga jika
f2(x) = a0 + a1x + a2x2
dengan mengambil x = x0 diperoleh b0 = f(x0)
( ) ( )
dengan mengambil x = x1 diperoleh b1 = f[x1,x0] =
59
( ) ( ) ( ) ( )
Contoh 4.4
Diberikan titik ln (8,0) = 2,0794, ln (9,0) = 2,1972, dan ln (9,5)= 2,2513.
Tentukanlah nilai ln (9,2) dengan interpolasi kuadratik.
Penyelesaian 4.4
Sistem persamaan linear yang terbentuk adalah:
60
Contoh 4.5
Gunakan titik-titik data x0 = 1; f(x0 ) = 0 , x1 = 4; f(x1) = 1,3862944, dan x2
= 6; f(x2) 1,7917595, x3 = 5 ; f(x3) = 1,6094379 untuk menaksir nilai ln 2
dengan sebuah polinomila interpolasi terbagi hingga orde ketiga.
Penyelesaian 4.5
Polinomial orde ketiga dengan n = 3 adalah:
f3(x) = b0 + b1(x – x0) + b2(x – x 0)(x – x1) + b3(x – x0)(x – x1)(x – x2)
( ) ∑ ( ) ( ) ( )
61
Dengan:
( ) ∏ ( )
Seperti halnya metode Newton, versi Lagrange mempunyai kesalahan taksiran yaitu:
[ ] ∏( ) ( )
Persamaan 4.17 akan memberikan nilai Li = 1 untuk setiap x = xi dan 0 semua titik
lainnya, sehingga setiap hasil kali Li(x).f(xi) akan memberikan nilai f(xi) pada titik
sampel xi. Akibatnya, penjumlahan (sumasi) dari semua produksi yang dinyatakan
oleh persamaan tersebut adalah polinomial orde ke-n yang unik dan tetap melewati
semua n+1 titik data.
Contoh 4.6
Gunakan suatu polinomial interpolasi Lagrange orde pertama dan kedua untuk
mengevaluasi nilai ln 2 berdasarkan data berikut:
x0 = 1 f(x0) = 0
x1 = 4 f(x1) = 1,3862944
x2 = 6 f(x2) = 1,7917595
Penyelesaian 4.6
( ) ( ) ( )
Dengan cara yang sama, polinomial orde kedua dikerjakan sebagai berikut:
( )( ) ( )( ) ( )( )
( ) ( ) ( ) ( )
( )( ) ( )( ) ( )( )
f2(x) = 0,56584437
seperti yang diharapkan, kedua hasil ini menunjukkan nilai yang lebih dekat ke hasil
yang didapat sebelumnya dengan menggunaka polinomial interpolasi Newton.
c. Interpolasi Spline
Pendekatan alternatif dengan menerapkan polinomial orde lebih rendah terhadap
subkumpulan titik data disebut polinomial penyambungan fungsi Spline. Konsep
spline berasal dari teknik menggambar dengan menggunakan lempengan yang
fleksibel dan lebih ttipis (dinamakan spline) untuk menggambarkan kurva yang lebih
licin melalui sekumpulan titik.
62
1. Spline Linear
Penghubungan yang paling mudah antara dua buah titik adalah sebuah garis
lurus. Splineorde pertama untuk sekelompok susunan titik data dapat
didefinisikan sebagai kumpulan fungsi linear yang menghubungkan titik-titik:
f(x) = f(x0) + m0(x – x0) x0 < x < x1
f(x) = f(xi) + m1(x – x1) x1 < x < x2
⁞
f(x) = f(xn – 1) + mn – 1(x – xn – 1) xn – 1 < x < xn
dimana mi merupakan slope garis lurus yang menghubungkan titik-titik.
( ) ( )
( )
2. Spline Kuadratik
Tujuan dari Spline kuadratik adalah untuk menurunkan sebuah polinomial
orde kedua untuk setiap interval di antara titik-titik data. Polinomial untuk
setiap interval secara umum dapat dinyatakan sebagai:
( ) ( )
Diperlukan 3n persamaan atau kondisi untuk mengevaluasikan harga yang
tidak diketahui, harga yang dimaksud adalah:
Harga-harga fungsi harus sama pada simpul-simpul terdalam (2n – 2)
kondisi
Fungsi pertama dan terakhir harus melalui titik-titik ujung, untuk
keseluruhannya 2n kondisi.
Turunan pertama pada simpul terdalam harus sama. Memberikan n –
1 kondisi lainnya untuk keseluruhan total 2n + n – 1 = 3n – 1.
Anggap bahwa turunan kedua adalah nol pada titik pertama. Karena
turunan kedua dari persamaan adalah 2ai maka secara matematis a1
= 0.
3. Spline Kubik
Tujuan dari spline kubik adalah menurunkan suatu polinomial orde ketiga
untuk setiap interval di antara simpul, seperti dalam:
fi(x) = aix3+ bix2+ cix + di ... (4.22)
63
Contoh 4.7
Perhatikan data berikut ini:
x 3,0 4,5 7,0 9,0
f(x) 2,5 1,0 2,5 0,5
Cocokan data tersebut dengan menggunakan spline orde pertama, dan gunakan
hasilnya untuk mengestimasi harga pada x = 5.
Penyelesaian 4.7
f(x) = f(x0) + m0(x – x0) x0 < x < x1
SOAL-SOAL LATIHAN
1. Taksirlah nilai log 4 dengan menggunakan interpolasi linear
a. Interpolasikan antara log 3 = 0,4771213 dan log 5 = 0,6989700
b. Interpolasikan antara log 3 = 0,4771213 dan log 4,5 = 0,6532125
Untuk setiap interpolasi, hitung kesalahan relatif persen berdasarkan harga
sebenarnya log 4 = 0,6020600
64
BAB 5
INTEGRASI
∫ ( ) ( ) ( )
∫ ( ) ∫ ( ) ( )
a. Aturan Trapesium
Aturan trapesium merupakan salah satu rumusan integrasi Newton-Cotes.
Tinjau kembali persamaan (1) dengan fungsi polinom yang berderajat 1:
∫ ( ) ∫ ( ) ( )
Dengan:
( ) ( )
f1(x) = f(a) + ( ) ...(5.4)
65
luas yang dibatasi garis lurus f1(x) merupakan estimasi dari integral yang
dibatasi oleh [a,b]
( ) ( )
∫[ ( ) ( )] ( )
66
f’(x) = 3 – 10x + 18x2 – 12x3 + 5x4
f”(x) = -10 + 36x – 36x2 + 20x3
∫ ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
f”() =
Sehingga f”() = –0,72
Nilai galat hampirannya adalah :
( )( ) = 0,0307 = 3,07%
∫ ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ( )
[ ( ) ∑ ( ) ( )] ( )
Dengan h =
Secara umum aturan trapesium dengan banyak pias dapat ditulis:
( )
[ ( ) ∑ ( ) ( )] ( )
67
Dengan galat:
( )
∑ ( ) ( )
Contoh 5.2:
Dengan menggunakan 2 pias aturan trapesium lakukan integrasi numeris untuk
fungsi:
f(x) = 0,2 + 25x – 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5
dari a = 0 hingga b = 0,8
Hitung galat jika nilai sejati 2,61849
b. Aturan Simpson
Apabila polinom orde 2 disubtitusikan ke persamaan (5.16):
∫ ( ) ∫ ( ) ( )
Contoh 5.3:
Gunakan metode 1/3 Simpson untuk menghitung integral dari: f(x) = 0,2 + 25x
– 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5
dari a = 0 hingga b = 0,8
Catatan : nilai sejati 1,64053334
PERBAIKAN ATURAN 1/3 SIMPSON
Seperti halnya aturan trapesium, nilai galat pada aturan 1/3 Simpson dapat
diperbaiki akurasinya dgn membagi banyak pias yang sama lebar, yaitu: h
=(b–a)/n
Sehingga integrasi total:
∫ ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ( )
68
Dengan mensubtitusikan aturan 1/3 Simpson ke persamaan tersebut maka
diperoleh:
( ) ∑ ( ) ∑ ( ) ( )
( ) ( )
( ) ∑ ( ) ∑ ( ) ( )
( )
Dengan estimasi galat:
( ) ̅̅̅̅̅
( )
Dan ̅̅̅̅̅
( ) = rerata derivatif ke empat selang
Contoh 5.3:
Gunakan aturan 1/3 Simpson dengan n = 4 untuk mengevaluasi integrasi:
f(x) = 0,2 + 25x – 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5
dari a = 0 hingga b = 0,8
Cat: nilai sejati 1,64053334
69
(b) dengan kaidah 1/3 Simpson
Penyelesaian 5.5
70
a. Integrasi Romberg
Penerapan ekstrapolasi untuk integrasi.
Misalkan I(h) adalah perkiraan nilai integrasi dengan jarak antara titik data h
(h < 1). Dari persamaan galat kaidah integrasi (Trapesium, Simpson dll)
yang dinyatakan dalam notasi E = O(hp). Terlihat bahwa galat E semakin
kecil apabila digunakan h yang semakin kecil.
Nilai sejati integrasi adalah apabila h = 0 akan tetapi pemilihan h = 0
tidak mungkin dilakukan pada rumus integrasi numerik sebab akan
membuat nilai integrasi sama dengan nol.
Nilai integrasi yang lebih baik dapat diperoleh dengan melakukan
ekstrapolasi ke h = 0, yaitu ekstrapolasi Richardson dan Ekstrapolasi
Aitken.
Ekstrapolasi Richardson
Secara umum ekstrapolasi Richardson menggunakan dua taksiran integral
untuk menghitung suatu aproksimasi ketiga yang lebih akurat.
I = I(h) + E(h) ... (5.23)
71
( ) ( )( ) ( )
( ) [ ( ) ( )] ( )
( )
[ ]
Kasus khusus dimana interval dibagi menjadi (h2 = ½ h1) maka persamaa
menjadi:
( ) [ ( ) ( )]
Contoh 5.6
Diberikan aplikasi tunggal dari segmen berganda dari aturan trapesium
memenuhi hasil-hasil berikut:
Segmen h Integral tr %
1 0,8 0,1728 89,5
2 0,4 1,0688 34,9
4 0,2 1,4848 9,50
Gunakan data tersebut untuk menghitung taksiran integral yang diperbaiki.
Penyelesaian 5.6
Taksiran untuk satu dan dua segmen dapat digabungkan agar memenuhi:
( ) ( )
Kesalahan integral yang diperbaiki:
Et = 1,64053334 – 1,36746667 = 0,27306667 dengan t = 16,6%
72
Dengan cara yang analog taksiran untuk dua dan empat segmen dapat
digabungkan agar memnuhi:
( ) ( )
Yang menunjukkan suatu kesalahan sebesar
Et = 1,64053334 – 1,62346667 = 0,01706667 dengan t = 1,0%
73
diketahui, yaitu x1, x2, c1, dan c2. Nilai-nilai variabel tersebut dipilih
sedemikian sehingga nilai galat integrasinya minimum. Implikasi dari
adanya empat variabel, maka akan terbentuk empat buah persamaan
simultan yang mengandung variabel-variabel tersebut.
Terlihat bahwa nilai integrasi numerik dengan kaidah trapesium akan
tepat galatnya = 0 untuk fungsi tetap dan fungsi linear. Misalnya untuk
f(x) = 1 dan f(x) = x.
( ) ∫ | ( )
( ) ∫ | ( ) ( )
( ) ∫ |
( ) ∫ |
74
x1 = dan x2 =
√ √
sehingga
∫ ( ) ( ) ( )
√ √
Persamaan ini dikenal dengan kaidah Gauss-Legendre 2-titik. Melalui
kaidah ini menghitung integral fungsi f(x) pada selang [-1,1] cukup hanya
dengan mengevaluasi nilai fungsi f pada nilai-nilai x1 = atau x2 =
√ √
75
Soal-Soal Latihan
( )∫ [ ( )] ( )∫
76
BAB 6
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
( ) ( ) ( )
penulisan persamaan diferensial biasa selazimnya dituliskan dalam bentuk baku atau
dituliskan secara eksplisit. Contohnya:
77
6.2 Metode Euler
Apabila diberikan suatu persamaan diferensial biasa orde 1 y’ = f(x,y); y(x0) =
y0 atau dituliskan ( ) ( ) .
Misalkan yr = y(xr) adalah hampiran nilai y di xr yang dihitung dengan metode Euler:
xr = x0 + rh, r = 0,1,2,...,n
Dua suku pertama dituliskan menjadi persamaan (3) atau metode Euler yaitu
y(xr+1) = y(xr+) + hf(xr, yr) r=0,1,2,...,n
untuk menyederhanakan penulisan, persamaan metode Euler dapat ditulis lebih
singkat menjadi:
yr+1 = yr + hfr
Algoritma Metode Euler:
78
Analisis Galat metode Euler:
Jika langkah dimulai dari x0 = a dan berakhir di xn = b maka total galat yang
terkumpul pada solusi akhir (yn) adalah:
( ) ( )
∑ () ( ) () ( )
Contoh 6.1
Diketahui PDB
( )
Hitung nilai y(0,10) dengan metode Euler dan ukuran langkah h = 0,05; h = 0,02.
Jumlah angka signifikan 5.
Diketahui solusi sejati PDB tersebut adalah y(x) = ex – x – 1
peyelesaian
79
80
Tafsiran Geometris Metode Persamaan Diferensial Biasa
Perlu diingat bahwa f(x,y) dalam persamaan diferensial menyatakan gradien
garis singgung kurva di titik (x,y)
Garis singgung ditarik dari titik (x0,y0) dengan gradien f(x0,y0) dan berhenti
di titik (x1, y1) dimana nilai y1 dihitung dari persamaan Euler.
Selanjutnya dari titik (x1, y1) ditarik kembali gradien hingga (x2,y2) dengan
nilai y2 dihitung dari persamaan Euler.
Proses tersebut diulangi beberapa kali hingga iterasi ke-n sehingga hasilnya
merupakan garis putus-putus seperti gambar berikut ini:
Gambar 6.1
Berdasarkan tafsiran geometris tersebut dapat diturunkan metode Euler.
Gambar 6.2
m = y’(xr) = f(xr, yr) = ( ) yang
tidak lain adalah persamaan metode Euler.
81
6.3 Modifikasi dan Perbaikan Metode Euler (Metode Heun)
Metode perbaikan terhadap metode Euler dikenal dengan metode Heun yang
mampu memperbaiki ketelitian yang rendah karena galatnya bernilai besar
(sebanding dengan h), karena solusi dari metode Euler dijadikan perkiraan awal
pada metode Heun yang selanjutnya solusi perkiraan awal ini diperbaiki. Persamaan
metode Heun:
[ ( ) ( )]
Dalam persamaan tersebut, pada ruas kanan mengandung nilai yr+1 yang merupakan
solusi perkiraan awal yang dihitung dengan metode Euler. Oleh sebab itu, metode
heun dapat dituliskan ke dalam bentuk persamaan:
Gambar 6.3
Galat hampiran
∑ ( )
( )
( ) ( )
82
Tafsiran Geometrisnya sebagai berikut:
Gambar 6.4
Contoh 6.2
Diketahui PDB
( )
Hitung dengan menggunakan metode Heun (h =0,002)
83
Penyelesaian
84
Proses iterasi berhenti pada kondisi y(k)r+1 – y(k – 1)r+1 <
Atau
Contoh 6.3
Diketahui PDB
( )
Tentukan nilai y(0,50) dengan metode Deret Taylor (h = 0,25)
Penyelesaian
85
Diperoleh:
Sehingga:
86
Galat Metode Taylor
Nilai ai, pi, qij dipilih sedemikian rupa sehingga meminimumkan galat perlangkah,
dan persamaan tersebut akan sama dengan metode Deret Taylor dari orde yang
tinggi.
Galat perlangkah pada metode Rung-Kutta orde-n adalah 0(hn+1), dan galat
hampirannya 0(hn) dimana orde metode = n.
87
Metode Runge-Kutta Orde Dua
Bentuk umum metode Runge-Kutta orde dua adalah :
Galat pemotongan perlangkah metode Runge-Kutta orde dua adalah 0(h3)dan galat
pemotongan aproksimasi metode Runge-Kutta orde dua adalah 0(h2).
88
Metode Runge-Kutta Orde Tiga
metode yang paling populer adalah metode Runge-Kutta orde tiga dan orde empat,
bentuk umumnya adalah:
Dimana galat pemotongan perlangkah nya adalah 0(h4) sedangkan galat pemotongan
aproksimasinya adalah 0(h3)
Galat pemotongan perlangkah pada metode Runge-Kutta orde empat adalah 0(h5)
sedangkan galat pemotongan aproksimasinya adalah 0(h4)
89
Algoritma untuk metode Runge-Kutta orde empat
Penyelesaian
Langkah:
90
SOAL-SOAL LATIHAN
91
DAFTAR PUSTAKA
92
LAMPIRAN
93
batas bawah (minimum) dan yang berpatokan pada asumsi
batas atas (maksimum) yang awal.
dapat mengidentifikasi
keberadaan akar-akar sejati.
Terdiri dari tiga metode yaitu
grafis, bagi dua, dan posisi
palsu.
5 Mencari Akar Persamaan Tak Metode Iterasi satu Titik
Linear (Metode Terbuka) Metode ini menetapkan suatu titik
Perbedaan metode ini dengan sebagai acuan, tetapi pada
metode sebelumnya, terletak prinsipnya diperlukan kejelian
pada batasan. Metode terbuka dalam membentuk persamaan
tidak memberikan batasan pada secara eksplisit. Perlu diingat
proses pencarian solusi, tetapi bahwa persamaan yang terbentuk
memberikan kebebasan melalui dapat memberikan hasil yang
pemberian taksiran awal yang konvergen ke suatu nilai atau
bisa diasumsikan pada berbagai sebaliknya (divergen) dan pada
kondisi. akhirnya tidak memberikan solusi.
Metode Newton-Rhapson
Penentuan solusi dengan metode
ini mengacu pada proses
differensial. Sehingga proses
menentukan prosedur iterasi
bergantung pada turunan fungsi
yang pertama.
Metode Secant
Metode Secant merupakan
perbaikan dari metode sebelumnya
walaupun, secara umum metode
Newton-Rhapson cenderung
diminati. tetapi, pelrlu diingat
bahwa kerumitan dalam proses
differensiasi dapat ditanggulangi
dengan menggunakan metode ini.
6 Sistem persamaan tak linear Metode Newton
Sistem persamaan tak linear Penentuan solusi dari suatu sistem
dapat dicari solusinya dengan persamaan tak linear dengan
metode Newton. Pada menggunakan prosedur iterasi
prinsipnya mengacu pada suatu Newton.
nilai taksiran awal dengan Studi Kasus Sistem persamaan
prosedur iterasi yang ditentukan Tak linear
dari data yang telah diketahui.
94
7 Sistem Persamaan Linear I Metode Gauss
Sistem persamaan linear terbagi Menyelesaikan dan menentukan
ke dalam tiga jenis, yaitu yang solusi dari sistem persamaan linear
memiliki solusi unik/tunggal, dengan metode eliminasi Gauss-
solusi banyak, dan yang tidak Naif. Melalui pembentukan
memiliki solusi. Karakter dari matriks koefisien menjadi matriks
masing-masing SPL yang segitiga atas dan pensubtitusian
disebutkan dapat dilihat dari secara mundur dengan kata lain
berbagai sudut pandang, salah proses eliminasi secara maju.
satu caranya adalah dengan Metode Gauss-Jordan
menghitung nilai determinannya Menyelesaikan dan menentukan
yang secara umum dapat solusi dari sistem persamaan linear
menentukan jenis SPL. dengan metode eliminasi Gauss-
Jordan. Secara general solusi
ditentukan melalui pembentukan
matriks koefisien menjadi matriks
identitas sehingga nilai dari
masing-masing variabel diperoleh
secara langsung dan simultan.
8 Sistem Persamaan Linear II Metode Dekomposisi LU
Metode dalam mencari nilai Matriks koefisien yang diperoleh
variabel untuk sistem difaktorkan menjadi matriks
persamaan linear yang telah segitiga atas dan segitiga bawah.
dikemukakan mengacu pada Dari kedua matriks tersebut maka
penentuan nilai secara eksak. akan diperoleh nilai dari masing-
Sementara itu, pada metode masing variabel secara aljabar.
dengan eliminasi Gauss-Seidel Metode Gauss-Seidel, Studi Kasus
diperkenalkan prosedur iterasi Sistem Persamaan Linear
pada perhitungan nilai variabel- Dari metode-metode penyelesaian
variabelnya. sistem persamaan linear yang telah
dibahas sebelumnya, secara umum
menampilkan suatu solusi eksak
secara langsung. Berbeda halnya
dengan metode Gauss-Seidel yang
menampilkan prosedur iterasi dan
memperhitungkan nilai galat serta
melibatkan nilai penaksiran awal
dalam penentuan nilai variabelnya.
9 Regresi Kuadrat Terkecil Regresi Linear
Metode ini merupakan salah Persamaan yang diperoleh dari
satu teknik mencocokkan kurva persamaan regresi linear secara
berdasarkan data yang ada. umum menampilkan teknik
95
Adapun tekniknya meliputi mencocokkan kurva dari data yang
regresi dan interpolasi. Secara tersedia.
umum pada regresi, data yang Regresi Polinom
disusun persamaan kurvanya Regresi polinom, pada prinsipnya
walaupun pada prinsipnya analog dengan sub pokok
terdapat beberapa hal yang sebelumnya. Perbedaan hanya
sebaiknya diperhatikan yaitu terletak pada derajat dari variabel
nilai x yang harus diukur bebasnya. Regresi polinom
dengan tepat dan nilai y yang menampilkan teknik pencocokkan
memiliki syarat berdistribusi kurva bagi fungsi polinom.
normal. Regresi Linear Ganda
10 Interpolasi I Interpolasi Beda terbagi Newton
Mengestimasi atau menaksir Metode ini merupakan teknik
suatu nilai dengan mengacu mengestimasi suatu nilai dengan
pada beberapa titik dapat menggunakan fungsi linear yang
dihitung dengan teknik menghubungkan dua titik.
interpolasi (linear, kuadrat, atau Sementara itu, perbaikan dengan
polinomial). Masing-masing menggunakan interpolasi kuadrat
memiliki spesifikasi dan memberikan nilai yang lebih
keunggulan, yang bergantung mendekati nilai sejatinya untuk
pada fungsi yang ditetapkan fungsi-fungsi yang bersesuaian.
atau yang dicari nilainya.
11 Interpolasi II Lagrange
Mengestimasi atau menaksir Beberapa teknik dalam
suatu nilai dengan mengacu perhitungan estimasi dengan
pada beberapa titik dapat metode ini secara umum analog
dihitung dengan teknik dengan interpolasi beda terbagi
interpolasi (linear, kuadrat, atau Newton. Perbedaan terletak pada
polinomial). Masing-masing perhitungan perbandingan selisih
memiliki spesifikasi dan dua nilai variabelnya.
keunggulan, yang bergantung Interpolasi Spline
pada fungsi yang ditetapkan
atau yang dicari nilainya.
12 Integrasi Numeris I Metode Trapesium
Kalkulus integral sudah cukup Prinsipnya, objek yang dibatasi
mewakili dalam perhitungan oleh suatu kurva yang akan
hampiran luas suatu bidang dihitung luasnya dipartisi menjadi
datar yang diketahui persamaan bidang-bidang datar berbentuk
kurvanya. Tetapi, secara trapesium. Selanjutnya jumlah
sederhana proses komputasi seluruh partisi diagbungkan dan
dalam menaksir luas suatu diperoleh suatu nilai hampiran
bidang datar dapat luasnya.
96
menggunakan beberapa teknik Metode Simpson 1/3
sederhana diantaranya metode Metode Simpson 3/8
trapesium dan metode Simpson.
13 Integrasi Numeris II Teknik Integrasi Romberg
Teknik Integrasi Romberg dan Teknik Kuadratur Gauss
Kuadratur Gauss
14 Sistem Persamaan Differensial Metode Euler
Biasa Metode Runge-Kutta
Sistem persamaan differensial
yang dibahas, terfokus pada
penentuan solusi dengan
menggunakan metode Euler dan
metode Runge-Kutta
15 Sistem Persamaan Diferensial Sistem Persamaan Differensial
Parsial Parsial
Pokok bahasan ini mengkaji
tentang sistem persamaan
differensial parsial.
97