Anda di halaman 1dari 102

DIKTAT PERKULIAHAN

METODE NUMERIK

Digunakan Hanya di Lingkungan Program Studi Pendidikan Matematika


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNSIKA

Disusun Oleh: Rikayanti, M.Pd


DIKTAT PERKULIAHAN
METODE NUMERIK
Untuk kalangan sendiri

Tidak diperkenankan memperbanyak diktat perkuliahan ini tanpa


seizin penulis. Pelanggaran atas ketentuan tersebut akan
mendapatkan sanksi.
Diktat ini bukan semata hasil karya penulis seutuhnya, melainkan
resensi dari beberapa sumber yang diadaptasi untuk kepentingan
perkuliahan.

Penyusun : Rikayanti, M.Pd

Cetakan pertama : September 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa


membimbing dan membuka wawasan berpikir sehingga diktat perkuliahan ini
dapat terselesaikan. Adapun tujuan penulisannya, untuk memfasilitasi
mahasiswa dalam mendapatkan referensi atau bahan bacaan yang sederhana
dan disesuaikan dengan kebutuhan civitas akademika.
Secara garis besar akan dibahas materi-materi metode numerik yang
terkait dengan metode pencocokan kurva, interpolasi, dan persamaan
differensial. Tetapi perlu diingat bahwa diperlukan suatu materi prasyarat
dalam memahami isi dari diktat. Meliputi konsep dalam kalkulus differensial
dan aljabar matriks.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan pada para penulis buku-
buku referensi yang dijadikan acuan dalam penyusunan. Apabila terdapat
kesalahan dari segi isi dan kualitas, dengan ini kami menyatakan mutlak
sepenuhnya milik kami.
Semoga penulisan diktat ini bermanfaat dan menjadi sumber belajar yang
mudah dicerna oleh para pembaca. Saran dan kritikan yang membangun demi
perbaikan isi dan kualitas diktat ini, kami terima dengan pikiran terbuka.

Bandung, September 2014

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang dan Orientasi Metode Numerik 1
1.2 Pendekatan dan Kesalahan 2

BAB 2 AKAR-AKAR PERSAMAAN


2.1. Metode Akolade 19
2.2. Metode Terbuka 27
2.3 Studi Kasus 36

BAB 3 SISTEM PERSAMAAN ALJABAR LINEAR


3.1 Eliminasi Gauss 40
3.2 Gauss-Jordan, Matriks Inversi dan Gauss Seidel 43
3.3 Sistem Persamaan Tak Linear 49

BAB 4 METODE PENCOCOKAN KURVA


4.1 Regresi Kuadrat Terkecil 52
4.2 Interpolasi 57

BAB 5 INTEGRASI
5.1 Formula Integrasi Newton-Cotes 65
5.2 Integrasi Romberg dan Kuadrat Gauss 70

BAB 6 PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA


6.1 Jenis-jenis Persamaan Diferensial Biasa 77
6.2 Metode Euler 78
6.3 Metode Heun 82
6.4 Metode Deret Taylor 85
6.5 Metode Runge-Kutta 87

Daftar Pustaka 92

Lampiran 93

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang dan Orientasi Metode Numerik


Masa sebelum ditemukannya komputer atau sering disebut masa prakomputer,
berbagai metode telah dikembangkang dalam upaya memecahakan berbagai
permasalahan. Metode yang dikembangkan saat itu terbagi ke dalam tiga teknik.
Pertama penurunan solusi untuk beberapa masalah secara analitis atau eksak.
Metode unggul dalam beberapa perilaku sistem terutama permasalahan yang
melibatkan geometri sederhana berdimensi rendah. hal ini berakibat pada
terbatasnya konteks permasalahan, sementara pada kenyataannya permasalahan
tidak selalu linear. Kedua solusi grafik untuk memperlihatkan perilaku sistem yang
dibentuk oleh gambar atau nomograf. Hasil dari teknik ini terlalu rumit terutama
untuk permasalahan yang yang berdimensi n sehingga hasilnya hanya terbatas pada
ruang dimensi 1 sampai dengan 3 dengan tingkat keakuratan yang kurang presisi.
Ketiga teknik kalkulator dan slide-rule yang menunjukan keunggulan dalam
permalahan yang rumit. Namun proses kalkulasi manual yang terjadi cukup
membosankan, bahkan akan menimbulkan kekeliruan-kekeliruan sederhana.
Metode numerik merupakan salah satu alternatif untuk mencari solusi terhadap
suatu permasalahan matematis yang dapat diformulakan dan dapat diselesaikan
dengan menggunakan sekumpulan aritmetika sederhana dengan operasi logika pada
sekumpulan data numerik yang diberikan. Metode perhitungan yang digunakan
disebut dengan algoritma. Metode numerik menggunakan pendekatan analitis
matematis dengan mengembangkan algoritma pendekatan. Sehingga proses
perhitungannya akan dilakukan secara berulang-ulang (iterasi) untuk terus menerus
memperoleh hasil yang semakin mendekati nilai penyelesaian yang sebenarnya.
Dalam proses yang demikian, tentunya setiap hasil perhitungan akan memiliki nilai
galat (error) atau nilai kesalahan. Oleh sebab itu, dalam metode numerik nilai galat
seringkali menjadi pembahasan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir tingkat
kesalahan dalam pemakaian algoritma.
Alasan mengapa metode numerik perlu dipelajari:
1. Sebagai alat pemecahan masalah yang sangat ampuh seperti sistem
persamaan besar, ketaklinearan, dan geometri yang rumit yang lazim dalam
praktek rekayasa.
2. Merupakan teori pokok yang mendasari paket program komputer.
3. Dasar ilmu untuk merancang program sendiri seperti pengganti perangkat
lunak yang sudah tersedia.
4. Merupakan sarana efisien untuk mempelajari pemakaian komputer pribadi.
5. Sarana untuk memperkuat pengertian matematika anda.

Jenis bidang matematis yang melatar belakanginya meliputi akar-akar


persamaan, sistem persamaan aljabar linear, pencocokan kurva, pengintegralan,
persamaan diferensial biasa, persamaan diferensial parsial.
Permasalahan matematika yang seringkali dihadapi, termasuk ke dalam
masalah matematika yang diselesaikan dengan metode analitik atau metode sejati.

1
Metode tersebut memberikan nilai solusi yang sesungguhnya karena memiliki nilai
galat nol. Tetapi, tidak semua permasalahan matematis dapat diselesaikan dengan
metode analitik, oleh sebab itu diperlukan metode lain untuk mendapatkan solusi
berupa hampiran (pendekatan) terhadap solusi sejatinya. Dengan kata lain, solusi
tersebut nilai galatnya mendekati nol.
Berikut ini gambaran secara umum mengenai metode numerik:
Teori Alat pemecahan
masalah: komputer ,
statistika, metode
numerik , grafik dll
Hasil-hasil
Definisi Model Numerik atau
Masalah Matematis grafik

Tatap muka
masyarakat:
penjadwalan,
optimasi,
Data komunikasi,
interaksi publik, dll

Implementasi

1.2 Pendekatan dan Kesalahan


Bagian ini akan menunjukkan topik-topik dasar yang berhubungan identifikasi
kuantifikasi dan dan minimalisasi kesalahan-kesalahan. Contoh sederhana dalam
proses perhitungan yang biasa dilakukan pada saat menghitung dibandingkan

dengan √ dengan mendekatkan nilai √ diperoleh
√ √
sedangkan pada perhitungan √ ̅ dan hasil

perhitungan dengan komputer adalah 2,88675134594781288225457439025098...
kedua proses perhitungan memperlihatkan tingkat kesalahan yang berbeda. Dan
hasil perhitungan kedua menunjukkan selisih kesalahan atau galat yang lebih kecil
dibandingkan dengan yang pertama.

a. Angka signifikan atau angka Bena


Sebelum membahas mengenai angka signifikan, diperlukan pemahaman bahwa
dalam matematika terdapat dua macam bilangan yaitu bilangan eksak dan bilangan
aproksimasi. Bilangan eksak menunjukkan bilang yang nilainya pasti seperti -
1,0,1,2, ½, e,, ... sementara itu bilangan aproksimasi menunjukkan bilangan yang
diwakili oleh suatu nilai yang mendekati seperti   3,14159..., e = 2,7..... Sebagian
besar yang dibahas pada metode numerik adalah mengenai hampiran (aproksimasi),

2
oleh sebab itu diperlukan pemahaman tentang konsep yang mendasari hampiran
(aproksimasi). Dalam menyatakan suatu hampiran secara numerik, diperlukan suatu
kepastian bahwa bilangan yang digunakan dapat digunakan secara meyakinkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, kepastian yang dimaksud dapat dinyatakan dalam
suatu angka bena (significant figure atau significant digits). Angka signifikan adalah
angka yang dapat digunakan dengan pasti dan berhubungan dengan angka tertentu
ditambah dengan satu angka taksiran. Contoh pada bacaan speedometer dan
odometer pada mobil, dimana ketelitian lebih ditunjukkan oleh odometer yang
menunjukkan jarak tempuh kendaraan semasa hidupnya. Chapra (2007: 74)
Misalnya kita dapat memutuskan bahwa pendekatan kita dapat diterima kalau ia
betul sampai 4 angka signifikan-yaitu bahwa 4 digit pertama adalah betul.

Beberapa contoh angka bena:


4,3123  101 memiliki 5 angka signifikan
1,764  10–1 memiliki 4 angka signifikan
1,2  10–6 memiliki 2 angka signifikan
2,78300  10 2
memiliki 6 angka signifikan
0,2700090  103 memiliki 7 angka signifikan
9,0  10–3 memiliki 2 angka signifikan
13,60  10 , 0,1360  101, 1,360  10–3 masing-masing memiliki 4 angka signifikan
2

6,02  1023 memiliki 3 angka signifikan (bilangan Avogadro)


1,5  107 memiliki 2 angka signifikan (jarak bumi-matahari)

Nilai , e, √ √ ... tidak dapat diungkapkan secara eksak dengan kata lain
komputer hanya dapat menyimpan sejumlah tertentu angka bena, misalkan nilai 
dianggap 3,141592653589793238462643... maka angka lainnya yang tidak
tertuliskan dianggap sebagai galat pembulatan (round-off error)
Angka signifikan terkait dengan ketelitian dan ketepatan, ketelitian mengacu
pada nilai yang sebenarnya, yang dihitung atau diukur dengan teliti. Sedangkan
ketepatan mengacu pada nilai individu yang sebenarnya yang diukur dengan teliti
terhadap jarak yang lain. Ketepatan dapat menunjukkan banyaknya angka signifikan
yang menyatakan suatu besaran atau sebaran dalam penghitungan yang berulang-
ulang atau pengukuran nilai yang teliti. Konsep angka signifikan yang terkait dengan
ketepatan berlaku pada aturan pembulatan.
1. Pembulatan Ke Satuan Terdekat
Secara umum aturan pembulatan adalah jika angka yang akan dibulatkan  5,
maka nilai angka maka nilai angka di hadapannya ditmabah 1, jika angka yang akan
dibulatkan < 5, maka angka itu dihilangkan dan angka dihadapannya tetap.
Contoh 1.1
Bulatkan 1857674 ke:
10 satuan ukuran terdekat
100 satuan ukuran terdekat
1000 satuan ukuran terdekat
Penyelesaian:
185670 (angka 4 dihilangkan dan satuannya diganti nol karena 4 < 5)

3
185700 (angka 7 dihilangkan dan satuannya adalah 6 ditambah 1 karena 6 > 5)
1858000 (angka 7 dihilangkan dan ribuannya yaitu 7 ditambah 1 karena 7 > 5)

2. Pembulatan Ke Banyaknya Angka Desimal


Aturan pembulatan pada prisnsipnya sama, tapi banyaknya angka desimal
ditentukan sesuai dengan keperluan.
Contoh 1.2
1,347593  1, 34759 pembulatan dengan 5 tempat desimal
1,34759  1,3476 pembulatan dengan 4 tempat desimal
1,3476  1,348 pembulatan dengan 3 tempat desimal

3. Pembulatan Ke Banyaknya Angka Signifikan/Bena


Angka bena atau angka signifikan dapat diartikan sebagai angka penting/berarti
yang dapat diartikan sebagai tingkat ketelitian suatu alat ukur.
Contoh 1.3
0,01234000 mm mempunyai 7 angka signifikan
Karena dua angka nol di depan angka 1 hanya menunjukkan tempat desimal jadi
dianggap tidak signifikan sedangkan tiga angka nol setelah angka 4 menunjukkan
ketelitian alat ukur sampai ke per seratus jutaan terdekat, sehingga dianggap angka
bena/signifikan/penting.
1,8 x 10–4 cm mempunyai 2 angka signifikan karena 1,8 x 10–4 = 0,00018
Contoh 1.4
0,0175430  0,01754 pembulatan ke dalam 4 angka signifikan
0,2013801  0,2014 pembulatan ke dalam 4 angka signifikan
10,0782005  10,1 pembulatan ke dalam 3 angka signifikan
8,0500800  8,1 pembulaan ke dalam 2 angka signifikan

b. Akurasi dan presisi


Akurasi atau akurat mengacu pada dekatnya nilai suatu bilangan atau pengukuran
terhadap harga sebenarnya yang hendak dinyatakan. Sedangkan simpangan
sistematis dari kebenaran merupakan suatu inaukrasi atau tidak akurat yang disebut
juga dengan bias. Jadi pada intinya akurasi lebih menunjukkan pada kedekatan suatu
hasil perhitungan atau pengukuran terhadap nilai kebenaran yang dijadikan sebagai
acuan.
Untuk memahami konsep presisi diperlukan suatu kasus yang dapat
memperlihatkan maksud dari konsep tersebut.

4
a b

c d

Gambar a. Menunjukkan kondisi tidak akurat dan tidak presisi, gambar b.


menujukkan kondisi akurat dan tidak presisi, gambar c. menunjukkan kondisi tidak
akurat dan presisi, sedangkan gambar d. menunjukkan kondisi akurat dan presisi.

Simpulkan apa arti PRESISI???

c. Kesalahan
Penggunaan aproksimasi dalam menyatakan operasi dari besaran matematika
menimbulkan suatu Kesalahan numerik atau biasa disebut dengan galat. Jenis galat
terbagi ke dalam dua yaitu galat pemotongan truncation-off error yang disebabkan
oleh aproksimasi yang digunakan untuk menyatakan suatu prosedur matematika
eksak. Galat pembulatan round-off error yang dihasilkan oleh angka-angka
aproksimasi yang digunakan untuk menyatakan angka pasti. Hubungan matematis
yang menyatakan kondisi tersebut adalah:
Harga sebenarnya = pendekatan + kesalahan ...(1.1)

Apabila ditetapkan sebuah harga pasti sebagai acuan, sebutlah Et sebagai


simpangan antara harga sebenarnya dengan aproksimasi dapat dinyatakan dengan
ekspresi matematis berikut:
Et = Harga sebenarnya – aproksimasi ... (1.2)

Kelemahan dari definisi tersebut adalah tidak memperhitungan acuan terhadap


penaksiran suatu pengukuran. Misalkan galat 1 cm pada pengukuran suatu skrup
akan berbeda dengan pengukuran pada tinggi gedung. Dengan kata lain galat 1 cm
dari 10 cm akan berbeda maknanya dengan galat 1 cm dari 1000 cm. Sehingga
diperlukan suatu normalisasi kesalahan terhadap harga sebenarnya yang dinyatakan
dengan ekspresi matematis berikut:

5
Kesalahan relatif fraksional =

Hubungan matematis tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persen yaitu


...(1.3)

Perlu diingat bahwa dalam kehidupan yang sebenarnya, seringkali harga eksak
atau harga sejati tidak dapat ditentukan dengan pasti. Dengan kata lain, seringkali
kita tidak mengetahui jawaban sebenarnya. Sehingga untuk mengantisipasi hal
tersebut diperlukan suatu proses normalisasi dengan acuan terhadap taksiran yang
terbaik. Konsep ini dikenal dengan kesalahan atau galat relatif.
... (1.4)

...(1.5)

Tetapi, seringkali proses komputasi yang berulang tidak memperhatikan tanda dari
galat. Sehingga diperlukan suatu batas toleransi praspesifikasi atau sehubungan
dengan hal itu proses komputasi diulangi sampai
| | ...(1.6)

Dengan formulasi yang dapat dihitung dengan formula dari Scarborough, 1966
(Chapra, 2007: 79) yang menunjukan bahwa kriteria berikut dipenuhi, kita dapat
menjamin bahwa hasilnya adalah betul hingga sekurang-kurangnya n angka
signifikan.
( ) ... ( 1.7)

Contoh 1.5
Misalkan diperoleh nilai dari perluasan deret Maclaurin bahwa ex = 1 kita akan
menaksi nilai e0,5 dengan menambahkan satu demi satu suku dari deret tersebut
ex = 1 + x +

Penyelesaian: dengan menentukan kriteria kesalahan agar meyakinkan suatu hasil


sampai sekurang-kurangnya tiga angka signifikan.
Nilai toleransi praspesifikasi untuk n = 3 adalah ( )
Artinya proses komputasi akan dihentikan sampai batas | | atau | |
0,05%
Karena nilai x = 0,5 maka pada langkah 1 diperoleh e0,5 = 1 + x = 1 + 0,5 = 1,5
dengan nilai kesalahan relatif persen sebenarnya untuk nilai e0,5 = 1,648721271
adalah

6
Nilai kesalahan relatifnya dihitung dengan

Terlihat nilai masih jauh dari nilai toleransi praspesifikasi sehingga proses
x
perhitungan akan diulang dengan suku berikutnya yaitu e = 1 + x + yang dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1
Perhitungan Pendekatan Nilai e0,5 pada Deret Maclaurin
suku Hasil % %
11 39,34693
2 1,5 9,020401 33,33333
3 1,625 1,438768 7,692308
4 1,645833333 0,175162 1,265823
5 1,648437500 0,017212 0,157978
6 1,648697917 0,001417 0,015795
Langkah ke-6 memperlihatkan ketercapaian pendekatan | | < sehingga proses
komputasi berhenti.
Solusi terdekat untuk nilai dari e0,5 adalah 1,648697917 dengan kesalahan relatif
0,015795% atau 0,00015795.

1. Galat Pembulatan
Hasil perhitungan dengan metode numerik yang disajikan dengan komputerpada
umumnya menggunkan bilangan riil, sehingga semua bilangan riil yang dihasilkan
tidak tersajikan secara keseluruhan. Keterbatasan komputer dalam menyajikannya
menimbulkan suatu galat yang disebut dengan galat pembulatan. Pembulatan itu
sendiri merupakan pengurangan cacah digit pada suatu nilai hampiran dengan cara
membuang beberapa digit terakhir. Penjelasan secara rinci telah dikemukakan
sebelumnya, pengulangan pembulatan tidak disarankan dalam komputasi numerik
karena berakibat pada membesarnya nilai galat.
Kesalahan pembulatan atau galat pembulatan bersumber dari fakta bahwa
komputer hanya mampu menyimpan sejumlah angka signifikan tertentu dalam
proses kalkulasi. Untuk kebutuhan proses kalkulasi maka dilakukan pemotongan
terhadap banyaknya digit pada sebuah bilangan. Dalam isitilah komputer dikenal
dengan truncation tetapi untuk membedakan dengan istilah galat pemtongan maka
pemotongan dalam hal ini disebut dengan chopping.
Contoh 1.6 Permasalahan Penerjun Payung
Apabila diberikan suatu permasalahan pada kecepatan penerjun payung dengan
mempertimbangkan gaya grafitasi dan sebagainya dalam sebuah formula:
( )
( ) [ ]

( ) ( ) [ ( )] ( )

7
Dengan:
Nilai v : kecepatan, g: gravitasi = 980 cm/dtk2, c : koefisien tahanan geser = 12500
gr/dtk, m: massa penerjun = 68100 gr
Untuk nilai t = 2 detik diperoleh dan v (0) = 0 cm/dtk
( ) ( ) [ ( )] ( ) = 1960 cm/dtk

Untuk nilai t = 4 detik diperoleh dan v (2) = 1960 cm/s


( ) ( ) [ ( )] ( ) = 3200,5 cm/dtk

Untuk nilai t = 6 detik diperoleh dan v (4) = 3200 cm/s


( ) ( ) [ ( )] ( )

( ) ( ) [ ]( ) = 4980 cm/dtk

Secara lengkap hasil perhitungan dengan angka signifikan dari 3 sampai dengan 6.
Angka 590 merupakan proses pembulatan kedalam 3 angka penting dari kalkulasi
= 587 menjadi 590

Secara lengkap perhitungan akan diperlihatkan pada tabel berikut ini:

Tabel 1.2
Perbandingan Nilai Kecepatan Masalah Penerjun Payung
dengan Tiga sampai dengan Enam Angka Signifikan
Waktu Kecepatan, cm/detik (angka signifikan)
detik 3 4 5 6
0 0 0 0,0 0,0
2 1960 1960 1960,0 1960,00
4 3200 3200 3200,4 3200,46
6 3980 3985 4985,5 3985,54
8 4470 4482 4482,3 4482,41
10 4780 4796 4796,8 4796,88
12 4980 4995 4995,8 4995,91

Dengan mengabaikan semua kesalahan pada contoh 1.6 jika dibandingkan dengan
nilai kecepatan pada t = 12 detik maka kesalahan relatif fraksionalnya adalah

( )( ) ( )
( ) [ ] cm/dtk

= -5,20%
Nilai galat dapat bernilai positif atau negatif apabila nilai mutlak tidak diperhatikan,
nilai negatif menunjukkan nilai aproksimasi lebih tinggi daripada nilai acuan.

8
Panduan umum aturan pembulatan dalam melakukan kalkulasi manual:
i. Pada saat melakukan pembulatan, digit yang signifikan disimpan dan yang
tidak signifikan dibuang. Digit terakhir yang disimpan akan dibulatkan ke
atas apabila digit pertama yang dibuang lebih dari 5. Untuk kasus lainnya,
digit terakhir yang disimpan tetap dan tidak akan berubah. Apabila digit
pertama yang dibuang adalah angka 5 atau 5 yang diikuti oleh 0 maka digit
terakhir yang disimpan dinaikkkan menjadi 1 hanya jika ia ganjil.
Perhatikan gambar berikut!

Digit pertama yang diibuang


Digit pertama yang disimpan 5 6170 431
Digit yang disimpan Digit yang dibuang
Gambar 1.1
Pembulatan ke dalam lima angka Signifikan

ii. Untuk operasi penjumlahan dan pengurangan, pembulatan sedemikian


sehingga digit terakhir yang disimpan dalam jawaban, sesuai dengan digit
terakhir disimpan yanng paling signifikan dalam bilangan-bilangan yang
sedang ditambahkan atau dikurangkan. Penting mengingat bahwa satu digit
dalam kolom ke 100 lebih signifikan dibanding satu digit pada kolom ke
1000.
Contoh 1.7 (catatan: digit terakhir disimpan dicetak miring)
2, 2 – 1, 768 = 0,432 dibulatkan menjadi 0,4
4,68 . 10-7 + 8,3 . 10-4 – 228 . 10-6 = 0,00468. 10-4 + 8,3 . 10-4 – 2,28.10-4 =
6,02468.10-4 dibulatkan menjadi 6,0.10-4

iii. Untuk perkalian dan pembagian, pembulatan sedemikian sehingga jumlah


angka signifikan dari hasil setara dengan jumlah angka signifikan terkecil
yang termuat dalam besaran dalam operasi tersebut.
Contoh 1.8 (catatan: banyaknya angka signifikan pada hasil akhir mengacu
pada besaran yang dicetak miring)
0,062 4,8 = 0,30816 dibulatkan menjadi 0,31

iv. Penggabungan operasi aritmetika, meliputi dua kasus umum yaitu:


(perkalian atau pembagian) ± (perkalian atau pembagian)
(penambahan atau pengurangan) (penambahan atau pengurangan)
Dalam kedua kasus, pengoperasian di dalam kurung didahulukan dan
hasilnya dibulatkan sebelum diikuti oleh operasi berikutnya, dan tidak hanya
membulatkan hasil akhir.
Contoh 1.9 (catatan: banyaknya angka signifikan mengcau pada angka yang
dicetak miring)
[15,2 (2,8 10-4)] + [(8,456 10-4) ÷ 0,177]

Pertama, lakukan perkalian dan pembagian di dalam tanda kurung:


[4,256 10-3] + [4,78 10-3]

9
Kedua, sebelum menjumlahkan bulatkan besaran-besaran yang ada di dalam
kurung
[4,3 10-3] + [4,78 10-3]

Ketiga, jumlahkan dan hasil akhirnya bulatkan mengacu pada angka yang
dicetak miring.
9,08 10-3 dibulatkan menjadi 9,1 10-3

2. Galat Pemotongan
Kesalahan yang dihasilkan dari penggunaan suatu aproksimasi (metode numerik)
pengganti prosedur matematika (analitis) eksak disebut dengan galat pemotongan
truncation error. Galat ini disebabkan oleh penggunaan aproksimasi sebagai
pengganti formula eksak. Artinya ekspresi matematik yang kompleks diganti dengan
bentuk yang lebih sederhana. Adapun metodenya bergantung pada metode
komputasi yang digunakan, hal ini yang mengakibatkan galat ini disebut juga
sebagai galat metode.
Sebelum mempelajari lebih jauh mengenai galat pemotongan, diperlukan dasar-
dasar pada perluasan deret Taylor. Materi prasyarat yang mendasari metode numerik
adalah matematika dan dari sekian banyak teorema yang ada di dalamnya ada satu
teorema yang menjadi kakas (tools) yang utama dan sangat penting, yaitu teorema
Deret Taylor.
Teorema Taylor:
Jika fungsi f dan n+1 turunannya kontinu pada selang yang memuat a dan x
maka nilai fungsi pada x diberikan oleh:

( ) ( ) ( ) ( )
f(xi+1)= f(xi) + ( ) ( ) ( )

dengan sisa didefinisikan sebagai:


( )( )
( )
( ) dengan xi < ξ <xi+1 (ξ baca xi atau ksi) ... (1.8)

Jika sisa pada persamaan 1.1 dihilangkan maka fungsi tersebut dikatakan sebagai
aproksimasi olinom terhadap f(x).
Bentuk 1.2 disebut bentuk integral hanyalah salah satu cara menyatakan sisa.

Contoh 1.10
Hampiri fungsi f(x) = sin x ke dalam deret Taylor di sekitar xo = 1.

Penyelesaian:
Terlebih dahulu akan ditentukan turunan sin (x) terlebih dahulu sebagai berikut:
f(x) = sin (x)
f’(x) = cos (x)
f”(x) = –sin (x)
f’’’ (x) = –cos (x)
f(4)(x) = sin (x) ... dan seterusnya

10
berdasarkan teorema Taylor maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
( ) ( ) ( )
sin (x) = sin (1) + ( ) ( ( )) ( ( ))
bila dimisalkan x – 1 = h, maka akan diperoleh:
sin (x) = sin (1) + h cos (1) ( ) ( )
sin (x) = 0,8415 + 0,5403h – 0,4208h – 0,0901h3+ ...
2

catatan: kasus yang spesial terjadi saat fungsi diperluas di sekitar xo = 0 maka
deretnya dinamakan deret Maclaurin yang merupakan deret Taylor Baku paling
sering muncul dalam praktek.

Contoh 1.11
Uraikan sin (x), ex, cos (x), dan ln (x+1) masing-masing ke dalam deret Maclaurin

Penyelesaian:
( ) ( ) ( )
 sin (x) = sin (0) + ( ) ( ( )) ( ( ))
sin (x) = x – –...
 Untuk menentukan deret Maclaurin maka diperlukan turunan dari ex
( ) ( ) ( )
ex = e0+ +
ex = 1+
 Untuk menentukan deret Maclaurin maka diperlukan turunan dari cos (x)
( ) ( ) ( )
cos (x) = cos (0) + ( ( )) ( ( )) ( ( ))
cos (x) = 1 –
 Untuk menentukan deret Maclaurin maka diperlukan turunan dari ln (x+1)
( ) ( ) ( )
ln (x+1) = ln (1) + ( ) ( ( )) (
)
ln (x+1)= x –

Suku-suku pada deret Taylor tidak berhingga banyaknya, sehingga untuk


keperluan tertentu dan supaya lebih praktis maka diperlukan pemotongan.
Pemotongan deret Taylor sampai orde tertentu dinamakan dengan deret Taylor
terpotong dan dinyatakan oleh:

( ) ( ) ( ) ( )
f(xi+1)= f(xi) + ( ) ( ) ( )
( )
dalam hal ini Rn adalah galat atau sisa (residu)
( )( )
( )
Rn ( ) = ( )
( ) ...(1.9)

11
Sehingga deret Taylor yang terpotong sampai dengan orde ke-n dinyatakan sebagai
berikut:
f(xi+1) = Pn (x) + Rn(x)

( ) ( )
( ) ∑ ( )

( )( )
( )
dan Rn (x) = ( )
( ) ...(1.10)

Contoh 1.12
Perhatikan kembali contoh 1.11 deret Taylor terpotong di sektiar xo = 0 disebut deret
Maclaurin terpotong orde 6 untuk permasalahan sin(x) adalah:
sin (x) = x – ( ); ( ) ( ) (sampai suku orde 5)

Contoh (diserahkan kepada pembaca sebagai latihan)


a. Hampiri fungsi f(x) = sin(x) orde 4 di sekitar xo = 1 !
b. Hampiri fungsi f(x) = ex ke dalam deret MacLaurin orde 4 di sekitar xo = 0!
c. Hampiri fungsi f(x) = cos (x) ke dalam deret MacLaurin orde 6 di sekitar xo
= 0!
d. Hampiri fungsi f(x) = ln(x+1) ke dalam deret MacLaurin orde 4 di sekitar xo
= 0!
e. Hitunglah hampiran nilai cos(0,2), sudut dinyatakan dalam radian, dengan
deret Maclaurin sampai suku orde n=6 !

Untuk mempermudah deret Taylor dalam mendefinisikan suatu ukuran langkah h =


xi+1 – xi sehingga persamaan 1.9 dapat dinyatakan sebagai:
( )
( ) ( )
f(xi+1)= f(xi) + ( ) ( ) ...(1.11)
dalam hal ini Rn adalah galat atau sisa (residu)
( )
( )
Rn ( ) = ( )
Secara umum perluasan Deret Taylor orde ke-n menjadi pasti bagi suatu polinomial
orde ke-n untuk fungsi-fungsi yang kontinu dan diferensiabel seperti fungsi
eksponensial dan sinusoid, tetapi tidak semua fungsi masuk ke dalam kategori ini.
Setiap penambahan suku akan memberikan beberapa perbaikan, tetapi sedikit
terhadap aproksimasi. Keunggulan praktis dari perluasan Deret Taylor adalah:
 Penambahan beberapa suku akan menghasilkan aproksimasi yang dekat
dengan nilai sebenarnya untuk kasus-kasus praktis.
 Penentuan banyaknya penambahan suku mengacu pada suku sisa atau
residu, tetapi hubungan ini memiliki kekurangan, yaitu:
 Nilai ξ tidak diketahui secara pasti (nilai sembarang dari xi sampai xi+1)
 Untuk menggunakan persamaan 1.11 diperlukan turunan fungsi ke-
(n+1) dari f(x) sehingga fungsi f(x) harus diketahui. Tetapi jika f(x)

12
diketahui akan ada alasan terlebih dahulu untuk melakukan perluasan
deret Taylor. Walaupun demikian persamaan tersebut masih bermanfaat
untuk menambah pengertian terhadap galat pemotongan. Dengan kata
lain kita dapat mengontrol seberapa jauh xi dari f(x) dan kita dapat
mengontrol seberapa banyak suku yang ditambahkan dalam perluasan.
Sehingga persamaan 1.11 seringkali dinyatakan dalam:
Rn = O(hn+1)
Arti dari pelambangan O(hn+1) menunjukkan bahwa kesalahan
pemotongan berorde h+1 sebanding terhadap ukuran langkah h
berpangkat n+1 walaupun hal ini tidak berarti terhadap besar turunan
dikali hn+1 tetapi berguna dalam menduga kesalahan dalam metode
numerik pada perluasan Deret Taylor.

Galat Pemotongan
Formula deret Taylor sangat penting dalam pengkajian metode numerik karena
memfasilitasi peramalan nilai fungsi pada suatu titik dalam bentuk nilai fungsi dan
turunan-turunannya pada titik lain. Dalam teorema ini dapat digunakan suatu cara
yaitu membangun suku demi suku, misalkan suku pertama dalam deret tersebut:
f(xi+1)  f(xi) ... (1.12)
hubungan tersebut dikenal dengan aproksimasi orde-nol (zero-order aproximation)
yang menunjukkan bahwa nilai f pada titik yang baru sama seperti pada titik yang
lama. Secara intuisi hal ini masuk akal, jika nilai xi+1 dekat dengan nilai xi maka
nilai fungsinya pun akan serupa.

Contoh 1.13:
Gunakan uraian deret Taylor dengan n = 0 sampai dengan n = 6 untuk
mengaproksimasi:
f(x) = cos (x)
di xi+1 = /3 berdasarkan nilai f(x) dan turunannya di xi = /4.

Penyelesaian:
Aproksimasi dengan orde-nol berdasarkan persamaan 1.12 adalah:
f(/3)  f(/4) = 0,707106781
dalam hal ini nilai sebenarnya dari f(/3) = 0,5 dan h = xi+1 – xi = (π/3) –( π/4) =
π/12
persen galat yang diberikan adalah
t = = –41,4%
Jika deret tersebut kita potong setelah orde-nol, maka penyederhanaan sisa untuk
deret tersebut:
( )
f(/3) = ⏟( ) + (⏟ ( ))( ) ( )
aproksimasi galat pemotongan
orde nol
( ) ( )
Ro = (f’(ξ))h = ( ) cos ( )- cos( ) =-0,2071067811...

13
Paparan geometris untuk kondisi tersebut adalah:

f(x)

Ro

Ramalan order-nol
f(xi)
xi xi+1

Gambar 1.2 Paparan geometris ramalan dan sisa uraian deret Taylor orde-nol

Versi orde yang lebih tinggi merupakan perluasaan logis dari penalaran yang
digunakan dengan menggunakan penurunan persamaan.

f(x) Kemiringan
f ‘(ξ)

Kemiringan =
𝑅 Ro
(𝑥𝑖 𝑥𝑖 )

f(xi
)
xi ξ xi+1 x

Gambar 1.3 Paparan Geometris dari Teorema Nilai Rata-rata


Dari gambar 1.3 menunjukkan bahwa parameter ξ menandai harga x dimana
kemiringan itu terjadi. Dengan kata lain jika kita berjalan di antara dua titik dengan
suatu kecepatan rata-rata, maka sekurang-kurangnya ada satu saat dalam perjalanan
tersebut dimana kita bergerak dengan kecepatan rata-rata. Kemiringan tersebut dapat
dinyatakan oleh f’(ξ) yang sebanding dengan gradien yang terbentuk dari jarak
perjalanan dari xi ke xi+1.
Aproksimasi dengan orde-pertama dengan menambahkan f’(x) = –sin (x)adalah:
f(/3)  cos (/4) – (sin (/4))(/12) = 0,521986659
dengan persen galat yang diberikan t = –4,40%
jika deret tersebut kita potong setelah orde-pertama maka penyederhanaan sisa untuk
deret tersebut adalah:
( ( )) 2
R1 = h

14
Versi orde lebih tingi sebenarnya hanya perluasan logika yang dapat dikembangkan
dari persamaan 1.11. dalam hal ini harga ξ memastikan harga x yang sesuai dengan
turunan ke-(n+1) yang menjadikan persamaan tersebut pasti.

Proses berikutnya dapat dilanjutkan dengan cara yang analog.

3. Galat Numerik Total


Penjumlahan galat pemotongan dengan galat pembulatan merupakan galat total.
Dalam hal galat pembulatan, cara untuk mengurangi nilai galat yaitu dengan
meningkatkan angka signifikan komputer. Tetapi galat pembulatan akan bertambah
apabila jumlah komputasi dalam analisis dinaikkan. Sebaliknya, pengurangan
langkah berakibat terhadap kenaikan komputasi dan galat pemotongan berkurang
jika jumlah komputasi bertambah. Sehingga dalam kasus pengurangan galat
pemotongan akan berdampak pada dominasi galat pembulatan yang berimbas pada
penambahan galat total.
Kondisi seperti itu memerlukan suatu langkah untuk menemukan titik balik
pengurangan (diminishing return) dimana galat pembulatan mulai menghilangkan
keuntungan pengurangan langkah.

d. Kekeliruan, Kesalahan Formulasi dan Ketidakpastian data


Sumber-sumber kesalahan yang dimaksud memiliki dampak yang sangat besar
pada pemodelan sehingga diperlukan perhatian pada saat menerapkan teknik
numerik dalam konteks dunia nyata.

Kekeliruan
Kesalahan bruto atau kekeliruan dapat terjadi pada sembarang langkah proses
pemodelan matematika dan merupakan bagian dari semua komponen kesalahan
lainnya. Hal ini dapat dihindari dengan adanya pengetahuan dan pemahaman yang
baik dalam prinsip dasar serta kehati-hatian dalam melakukan pendekatan dan
mendesaian solusi suatu masalah.

Kesalahan Formula
Penyimpangan yang berasal dari ketidaksempurnaan model matematika
berhubungan dengan kesalahan formulasi model. Akibat dari hal tersebut
menimbulkan kesalahan pada hasil atau kelayakan solusi analitis atau numerik.

Ketidakpastian Data
Ketidakpastian yang mengiringi pengukuran-pengukuran berdampak terhadap
kondisi data yang tidak akurat dan tidak presisi. Apabila instrumen yang digunakan
menaksir terlalu rendah atau terlalu tinggi terhadap besaran yang akan diukur artinya
alat tersebut tidak akurat atau menyimpang. Kondisi lainnya apabila pengukuran
tinggi dan rendah secara acak berimplikasi terhadap presisi dari data yang diperoleh.
Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran dikategorikan secara kuantifikasi ke
dalam ringkasan data dengan satu atau lebih statistik yang dipilih dan membawa
banyak informasi mengenai sifat-sifat data tertentu. Statistik deskriptif kebanyakan

15
dipilih untuk menyatakan letak pusat distribusi data dan tingkat penyebaran data, hal
ini memperlihatkan penyimpangan atau ketidakpresisian.

SOAL-SOAL LATIHAN

1. Berapa banyaknya angka signifikan pada bilangan-bilangan berikut ini:


a. 84,0 b. 84 c. 8 d. 0,04600
3 3
e. 0,00460 f. 8,00 10 g. 8,0 10 h. 8.000

2. Bulatkan bilangan-bilangan berikut sampai dengan dua angka signifikan:


a. 8.755 b. 0,999500 c. 4.225,0002 d. 5,445 103

3. Operasikan dan nyatakan hasilnya dalama jumlah angka signifikan yang benar:
0,00423 + (25,1 10-3) + (10,322 10-4)

4. Perluasan deret Maclaurin untuk cos x adalah: cos x = 1 –

Mulai dengan versi yang paling sederhana, tambahkan satu suku setiap kali
menaksir cos (π/3). Setiap penambahan satu suku hitunglah kesalahan relatif
persen aproksimasi dan sebenarnya. Tambahkan suku-suku sampai dengan
samapi harga absolut dari taksiran kesalahan aproksimasi jatuh di bawah
kriteria kesalahan untuk memastikan sampai dua angka signifikan.

5. Gunakan deret Taylor orde 4 di sekitar xo = 1 untuk menghampiri ln (0,9) dan


berikan taksiran untuk galat pemotongan maksimum yang dibuat.

6. Deret Taylor dapat digunakan untuk menghitung integral fungsi yang sulit
diintegralkan secara analitik (bahkan adakalanya tidak dapat dihitung secara
analitik). Hitunglah hampiran nilai ∫ secara numerik, yaitu fungsi f(x)
= dihampiri dengan deret MacLaurin orde 8.

7. Gunakan perluasan deret Taylor orde ke nol sampai orde ketiga untuk menaksir
f(3) bagi
Fungsi f(x) = 25x3 – 6x2+ 7x – 88
Menggunakan sebuah titik basis pada x = 2. Hitunglah kesalahan relatif persen
sebenarnya t untuk setiap aproksimasi.

8. Gunakan perluasan deret Taylor orde nol sampai orde keempat untuk menaksir
f(4) bagi f(x) = ln x menggunakan sebuah titik basis pada x = 2. Hitunglah
kesalahan relatif persen sebenarnya t untuk setiap aproksimasi.

16
9. Gunakan perluasan deret Taylor orde nol sampai orde keempat untuk menaksir
f(2) bagi f(x) = e – x menggunakan sebuah titik basis pada x =1. Hitunglah
kesalahan relatif persen sebenarnya t untuk setiap aproksimasi.

17
BAB 2
AKAR-AKAR PERSAMAAN

Rumus kuadratis yang digunakan untuk menentukan solusi persamaan fungsi


kuadrat, telah anda pelajari dari semenjak tingkat sekolah menengah pertama. Pada
prisnipnya solusi atau akar persamaan merupakan nilai x yang mengakibatkan nilai
fungsi f(x) bernilai nol, dan biasa dikenal dengan titik pembuat nol. Titik tersebut
secara grafis merupakan titik potong dengan sumbu X.


Rumus kuadratis x = ... (2.1)

Untuk menyelesaikan fungsi kuadrat f(x) = ax2 + bx + c, dengan a ≠ 0 a,b,c  R ...


(2.2)

Secara general, rumus kuadratis (2.1) merupakan senjata ampuh dalam menentukan
solusi persamaan fungsi kuadrat. Tetapi terdapat beberapa fungsi kuadrat yang tidak
dapat ditentukan solusinya dengan rumus tersebut secara analitis. Terlebih lagi untuk
jenis-jenis fungsi transenden lainnya. Misalkan saja suatu fungsi sederhana f(x) = e-x
– x yang tidak dapat diselesaikan secara analitis. Pada kasus demikian, diperlukan
suatu metode lain yaitu teknik penyelesaian secara hampiran (approximate solution
teaching).

LATAR BELAKANG MATEMATIS


Secara umum hampir seluruh materi dalam metode numerik memiliki prasyarat
latar belakang matematis sehingga setiap topik dapat dikuasai secara optimal.
Misalkan taksiran galat dan deret Taylor yang berkaitan langsung dengan akar
persamaan. Ditambah dengan persamaan fungsi yang bersifat “aljabar” dan
“transenden”.
Berdasarkan pada definisinya fungsi yang diberikan oleh y = f(x) bersifat
aljabar jika dapat dinyatakan dalam bentuk:
fn yn + fn – 1 yn – 1+ ... + f1 y + f0 = 0 ... (2.3)

dengan f adalah fungsi polinom dalam x. polinom merupakan kelas sederhana dari
dari fungsi-fungsi aljabar. Secara umum dinyatakan dalam:

fn(x) = a0 + a1x + ... + an – 1 xn – 1 + anxn ... (2.4)

dengan :  a adalah konstanta


Fungsi transenden merupakan fungsi yang bukan bersifat aljabar. Termasuk di
dalamnya fungsi-fungsi trigonometri, eksponen, logaritma, dan lainnya. Misalkan:

f(x) = e-x - 1 ... (2.5)


f(x) = sin x ...(2.6)
f(x) = ln x2 – 1 ...(2.7)

18
2.1. Metode Akolade
Mengurung sebuah nilai akar-akar persamaan pada dua sisi nilai tertentu
merupakan teknik dari metode Alokade (Bracketing method). Metode yang
memanfaatkan fakta bahwa suatu fungsi secara khas berganti tanda pada suatu titik
yang merupakan akarnya (solusi/titik pembuat nol). Teknik-teknik tersebut dikenal
dengan teknik pengurungan atau bracket methods), sehingga diperlukan dua terkaan
awal yang memungkinkan pengurungan pada kedua sisi akar. Secara grafis dapat
digambarkan sebagai berikut:
Y

y = f(x)

X
x1 O x2

Gambar 2.1
Visualisasi metode Pengurung

Berdasarkan pada kondisi tersebut, dalam hal menentukan nilai-nilai suatu akar
persamaan diperlukan dua buah nilai yang diduga berada di kedua sisi nilai akar
tersebut. Sehingga diperlukan teknik-teknik dalam menduga nilai yang dimaksud.
Terkait dengan hal itu, terdapat tiga metode yang dapat memberikan solusi bagi
permasalahan akar-akar persamaan yang dicari dengan teknik ini.

a. Metode Grafik (Graphical Methods)


Metode yang paling sederhana dari proses menentukan akar persamaan adalah
metode grafis. Pada prinsipnya, akan diamati nilai x = c yang mengakibatkan nilai
dari fungsi f(x) = 0 melalui sketsa grafik dari fungsi yang akan dicari nilai akarnya.
Nilai x yang dimaksud merupakan titik pembuat nol atau absis pada titik potong
dengan sumbu X. Diamati dari segi kepraktisan, keefektifan dan keakuratan hasil,
metode ini kurang menyajikan hasil secara tepat. Walaupun demikian, metode ini
memiliki beberapa keunggulan yaitu:
a. Untuk memperoleh taksiran kasar tentang nilai akar suatu fungsi.
b. Untuk memahami sifat fungsi dan mengantisipasi kesukaran kesukaran yang
tersembunyi dari metode-metode numerik.
Berikut ini sketsa-sketsa grafik yang menunjukkan sifat fungsi dan hal-hal yang
tersembunyi dari metode-metode numerik.

19
f(x)
f(x)
f(x)
f(x)

x1 xu x1

x1 xu xu xu x1

2.2(a) 2.2(b) 2.2(c) 2.2(d)


Pada gambar 2.2 (a) dan 2.2 (c) memperlihatkan bahwa f(x1).f(xu) > 0 maka
terdapat akar sebanyak bilangan genap atau tidak ada sama sekali. Sementara pada
gambar 2.2 (b) dan 2.2 (c)

Contoh 2.1
Fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x mempunyai beberapa akar sepanjang interval x = –5
sampai dengan x = 5. Dengan menggambarkan sketsa grafiknya bagaimanakah
karakter dari grafik fungsi tersebut terkait dengan nilai akar-akarnya?

Penyelesaian 2.1
Untuk fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x pada interval [-5,5] sketsa grafiknya sebagai
berikut ini:
2,5
2
fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x

1,5
1
0,5
0
-6 -4 -2 -0,5 0 2 4 6
-1
-1,5
-2
-2,5
nilai x

Gambar 2.3
Sketsa grafik fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x dengan [-5,5]

Interval dipersempit pada rentang x = 4,224 sampai dengan x = 4,264

20
0,004

0,002

0
4,225 4,23 4,235 4,24 4,245 4,25 4,255 4,26 4,265 4,27
-0,002

-0,004

-0,006

-0,008

-0,01

-0,012
Gambar 2.4
Sketsa grafik fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x dengan [4,225; 4,264]

b. Metode Bagi Dua


Metode bagi dua yang dikenal juga dengan metode pemenggalan biner (bisection
methods), pemaruhan selang atau metode Bolzano merupakan salah satu jenis
metode pencarian inkremental (metode pencarian yang semakin bertambah) dengan
selalu membagi dua selang interval. Jika suatu fungsi berubah tanda pada suatu
selang, maka nilai fungsi dihitung pada titik tengah. Selanjutnya posisi nilai akar
ditentukan pada titik tengah nilai fungsi yang berubah tanda.
Langkah-langkah dalam menentukan nilai akar pada metode bagi dua:
(i) Pilih a bawah dan b sebagai puncak taksiran untuk akar, sehingga perubahan
fungsi mencakup seluruh interval. Hal ini diperiksa dengan memastikan
f(xl).f(xu) < 0
(ii) Taksiran akar xr oleh xr = ½ (xl + xu)
(iii) Buat evaluasi berikut untuk memastikan pada bagian interval mana akar berada
a. Jika f(xl).f(xu) < 0 akar berada pada interval bagian bawah, maka xu = xr dan
kembali pada langkah ke 2
b. Jika f(xl).f(xu) > 0 akan berada pada bagian interval atas maka xl = xr dan
kembali pada langkah ke 2
c. Jika f(xl).f(xu) = 0 akar setara dengan xr dan komputasi dihentikan.

Apabila digambarkan dalam bentuk bagan, alur dalam perhitungan dengan


metode bagi dua adalah:

21
[xl, xu]

Bagi 2 di x = xr

[xl, xr] [xr, xu]

f(xl)f(xr)<0?

Ya tidak

Selang baru: [xl, xu]  [xl, xr] selang baru: [xl, xu]  [xr, xu]

Gambar 2.5
Alur Perhitungan Metode Bolzano

Kriteria Terminasi dan Taksiran Kesalahan


Metode bagi dua memberikan kebebasan dalam menentukan langkah sampai
dengan menemukan nilai akar hampiran yang mendekati nilai akar sebenarnya
(sejati). Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan pengembangan kriteria objektif
untuk menentukan kapan metode ini berhenti. Tetapi, pada kondisi sebenarnya nilai
sejati (sebenarnya) jarang ditemui. Hal ini menjadi ini menjadi sia-sia jika nilai sejati
telah diketahui dari awal. Oleh sebab itu, diperlukan suatu taksiran kesalahan yang
tidak ditentukan oleh pengetahuan tentang akar sebelumnya. Suatu kesalahan relatif
aproksimasi yang dimaksud dapat dihitung dengan:
| | | |

Dengan : = akar iterasi dari sekarang, = akar dari iterasi sebelumnya.


Harga absolut digunakan dengan pertimbangan nilai cenderung yang digunakan
tanpa memperhatikan tanda. Apabila nilai | | menjadi lebih kecil dari kriteria
penghentian praspesifikasi s maka komputasi dihentikan.

Kemungkinan yang dapat terjadi pada metode Bagi dua meliputi tiga hal, yaitu:
a. Banyaknya akar lebih dari satu
Bila pada selang [xl, xu] terdapat lebih dari satu akar (banyaknya akar ganjil),
hanya satu buah akar yang dapat ditemukan. Cara mengatasinya: gunakan
interval [xl, xu] yang sempit dan memuat hanya satu buah akar.
b. Banyaknya akar ganda

22
Metode bagi dua tidak berhasil menemukan akar ganda yang disebabkan oleh
tidak adanya perbedaan tanda pada ujung-ujung interval.
c. Singularitas
Pada titik singular, nilai fungsi tidak terdefinisi. Apabila interval [xl, xu]
mengandung titik singular maka iterasi tidak akan pernah berhenti. Penyebabnya
metode ini menganggap titik singular sebagai akar karena iterasi cenderung
konvergen. Pada faktanya titik singular bukanlah nilai akar tetapi dia hanyalah
akar semu.

Pada setiap iterasi untuk metode Bagi dua, terlihat bahwa selisih antara akar
sejati dengan akar hampiran tidak pernah melebih setengah panjang interval itu.
Pernyataan ini terdapat dalam teorema berikut:
Teorema 2.1
Jika f(x) kontinu pada interval [xl, xu] dengan f(xl)f(xu) < 0 dan s  [xl, xu] sehingga
f(s)=0dan xr = ½ (xlr + xur) maka berlaku dua ketidaksamaan sebagai berikut:
(i) |s – xr | < ½ | xur – xlr | dan
| |
(ii) |s – xr | < dengan r = 0,1,2,...
Pembuktian diserahkan kepada pembaca

Contoh 2.2
Temukan akar dari f(x) = ex – 5x2 pada interval [0,1] dan  = 0,00001

Penyelesaian 2.2
Tabel iterasi dengan metode bagi dua (lihat bagan 2.5)
r xl xr xu f(xl) f(xr) f(xu) intervl lebar
baru interval
0 0,000000 0,500000 1,000000 1,000000 0,398721 -2,281718 [xr, xu] 0,500000
1 0,500000 0,750000 1,000000 0,398721 -0,695500 -2,281718 [xl, xr] 0,250000
2 0,500000 0,625000 0,750000 0,398721 -0,084879 -0,695500 [xl, xr] 0,125000
3 0,500000 0,562500 0,625000 0,398721 0,173023 -0,084879 [xr, xu] 0,062500
4 0,562500 0,593750 0,625000 0,173023 0,048071 -0,084879 [xr, xu] 0,031250
5 0,593750 0,609375 0,625000 0,048071 -0,017408 -0,084879 [xl, xr] 0,015625
6 0,593750 0,601563 0,609375 0,048071 0,015581 -0,017408 [xr, xu] 0,007813
7 0,601563 0,605469 0,609375 0,015581 -0,000851 -0,017408 [xl,xr] 0,003906
8 0,601563 0,603516 0,605469 0,015581 0,007380 -0,000851 [xr,xu] 0,001953
9 0,603516 0,604492 0,605469 0,007380 0,003268 -0,000851 [xr,xu] 0,000977
10 0,604492 0,604980 0,605469 0,003268 0,001210 -0,000851 [xr,xu] 0,000488
11 0,604980 0,605225 0,605469 0,001210 0,000179 -0,000851 [xr,xu] 0,000244
12 0,605225 0,605347 0,605469 0,000179 -0,000336 -0,000851 [xl,xr] 0,000122
13 0,605225 0,605286 0,605347 0,000179 -0,000078 -0,000336 [xl,xr] 0,000061
14 0,605225 0,605255 0,605286 0,000179 0,000051 -0,000078 [xr,xu] 0,000031
15 0,605255 0,605270 0,605286 0,000051 -0,000014 -0,000078 [xl,xr] 0,000015
16 0,605255 0,605263 0,605270 0,000051 0,000018 -0,000014 [xr,xu] 0,000008

23
17 0,605263 0,605267 0,605270 0,000018 0,000002 -0,000014 [xr,xu] 0,000004
18 0,605267 0,605268 0,605270 0,000002 -0,000006 -0,000014 [xl,xr] 0,000002

Dilihat dar nilai galat yang diperoleh dari lebar interval, maka iterasi berhenti
pada r = 16 karena nilai galat 8.10-6 merupakan nilai galat yang paling mendekati 
= 10-5. Banyaknya iterasi yang diperlukan dapat ditentukan dengan menggunakan
| | ( )
bantuan teorema 2.1 yaitu r> ( )
. Seperti halnya pada kasus contoh 2.2
| |
banyaknya iterasi adalah r > 16,6096404744368 dibulatkan
menjadi iterasi ke-16.

c. Metode Posisi Salah atau Palsu


Metode posisi palsu berawal dari kenyataa penggantian suatu kurva oleh garis
lurus yang memberikan “posisi palsu” yang dalam bahasa latin dikenal dengan
metode regula falsi dan disebut juga sebagai metode Interpolasi Linear. Merupakan
metode alternatif perbaikan untuk metode bagi dua berdasarkan pengertian grafis.
Kelemahan metode bagi dua dalam membagi interval [xl,xu] menjadi dua interval
yang berukuran sama adalah tidak memperhitungkan nilai f(xl) dan f(xu). Misalnya
saja, jika nilai f(xl) lebih dekat ke nol maka kemungkinan besar nilai hampiran akar
akan mendekati xl daripada xu.
Metode ini, menghubungkan koordinat titik (xl,f(xl)) dan (xu,f(xu)) menjadi sebuah
garis lurus, sehingga akan diperoleh suatu titik potong dengan sumbu X yang
menghasilkan taksiran nilai akar yang diperbaiki. Perhatikan Gambar 2.6.
f(x
)

f(xu) B

A C
B
xl xr xu X
f(xl) A

Gambar 2.6
Visualisasi Sketsa Grafik Metode Posisi Palsu
Dengan menggunakan konsep kesebangunan segitiga berdasarkan gambar 2.6,
maka diperoleh rumusan sebagai berikut:
∆AA’C ~ ∆BB’C dengan kata lain tetapi jika didekati dengan konsep
gradien maka:
Nilai gradien garis AB senilai dengan gradien garis BC sehingga
( ) ( ) ( )

24
Secara aljabar dapat dituliskan ke dalam bentuk
(xu – xr)(f(xu) –f(xl)) = (xu – xl)(f(xu))
xu (f(xu) – xu (f(xl) – xr(f(xu) + xr (f(xl)) = xu (f(xu) – xl (f(xu)) C B
xr (f(xu) – f(xl)) = xl (f(xu) – xu (f(xl))
xr (f(xu) – f(xl)) = xl (f(xu) – xu (f(xl)) + xu (f(xu)) – xu (f(xu))
xr (f(xu) – f(xl)) = xu (f(xu) – f(xl)) – {f(xu)( xu – xl)}
( ( ) – ( )) – ( )( – ) A
jadi xr = ( ) ( )
( )( – ) ( )( – )
disederhanakan xr = xu – ( ) ( )
atau xr = xu – ( ) ( )
...(2.8)

Contoh 2.3
Perhatikan kembali contoh soal 2.2, nilai dari hampiran solusinya akan dihitung
kembali dengan metode posisi palsu. Dengan nilai a = 0 dan b = 1 serta f(x) = ex –
5x2 maka, Hasil perhitungan diperlihatkan pada tabel berikut (penentuan interval
analog dengan metode bagi dua):
int. Lebar
r a c b f(a) f(c) f(b)
baru Int.
0 0,000000 0,304718427 1,000000 1,000000 0,891976 -2,281718 [c,b] 0,304718
1 0,304718 0,500129414 1,000000 0,891976 0,398287 -2,281718 [c,b] 0,195411
2 0,500129 0,574417393 1,000000 0,398287 0,126319 -2,281718 [c,b] 0,074288
3 0,574417 0,596742243 1,000000 0,126319 0,035686 -2,281718 [c,b] 0,022325
4 0,596742 0,602952046 1,000000 0,035686 0,009750 -2,281718 [c,b] 0,006210
5 0,602952 0,604641430 1,000000 0,009750 0,002639 -2,281718 [c,b] 0,001689
6 0,604641 0,605098236 1,000000 0,002639 0,000713 -2,281718 [c,b] 0,000457
7 0,605098 0,605221552 1,000000 0,000713 0,000192 -2,281718 [c,b] 0,000123
8 0,605222 0,605254827 1,000000 0,000192 0,000052 -2,281718 [c,b] 0,000033
9 0,605255 0,605263804 1,000000 0,000052 0,000014 -2,281718 [c,b] 0,000009

Sebagai perbandingan jika nilai akar hampiran disubtitusi pada fungsi awal yaitu
f(x) = ex – 5x2 maka diperoleh untuk metode bagi dua dengan nilai c = 0,605263
nilai f(c) = 0,000017 dan untuk metode posisi palsu dengan nilai c = 0,
605254827 maka nilai f(c) = 0,000014.
Secara grafis nilai hampiran akar suatu fungsi yang dicari dengan menggunakan
metode posisi palsu terlihat pada gambar 2.7 berikut ini:

25
1,5

0,5

0
0,000 0,200 0,400 0,600 0,800
c
-0,5

-1 Gambar 2.7 Visualisasi Metode Posisi palsu

Sebagai perbandingan jika nilai akar hampiran disubtitusi pada fungsi awal yaitu
f(x) = ex – 5x2 maka diperoleh
untuk metode bagi dua
nilai c = 0,605263 nilai f(c) = 0,000017
Nilai  = 8.10-6 dan t = | |

a = | | = 1,156522041.10-3%

untuk metode posisi palsu


nilai c = 0, 605254827 maka f(c) = 0,000014.
Dan t = | | = 21,05276%
a= | | =1,483.10-3%

SOAL-SOAL LATIHAN
1. Tentukan nilai akar-akar nyata dari persamaan f(x) = – 2,1 + 6,21x – 3,9x2 +
0,667x3 dengan menggunakan:
a. Metode grafik
b. Metode bagi dua untuk menempatkan akar terendah. Lakukan tebakan
awal dengan a = 0,4 dan b = 0,6 dan iterasikan hingga |a| < s = 4%
2. Tentukan nilai akar-akar nyata dari persamaan f(x) = 9,36 – 21,963x +
16,2965x2 – 3,70377x3 dengan menggunakan:
a. Metode grafik
b. Metode posisi palsu dengan harga s sesuai dengan tiga angka
signifikan untuk menentukan akar terendah.
( )
3. Tentukan nilai akar nyata dari fungsi f(x) = dengan menggunakan:
a. Secara analitis
b. Secara grafis

26
c. Menggunakan tiga iterasi dari metode posisi palsu dengan tebakan awal
1,5 dan 2,0. Hitunglah kesalahan aproksimasi a dan kesalahan
sebenarnya setelah setiap iterasi.

4. Carilah nilai akar dua dari 10 yang positif menggunakan metode posisi salah
dalam s = 0,5%. Lakukan tebakan awal a = 3 dan b = 3,2.
5. Carilah nilai akar Real positif terkecil dari fungai (x dalam radian) x2|sin x| = 4
dengan menggunakan metode posisi palsu. Untuk menempatkan dimana akar
terletak, mula-mula gambarlah fungsi ini untuk harga x diantara 0 dan 4.
Lakukan komputasi sehingga |a| < 1%. Periksalah jawaban anda dengan
mensutitusikan nilai akar yang diperoleh ke dalam fungsi.

2.2. Metode Terbuka


Materi sebelumnya yaitu metode pengurung, pencaraian nilai akar sejati
berdasarkan pada pemberian interval yang menunjukkan batas bawah dan batas atas,
sedemikian sehingga nilai akar sejati berada di antara keduanya. Proses iterasi
secara berulang-ulang pada metode ini memberikan nilai yang sangat mendekati
akar sejatinya sehingga metode ini dikatakan konvergen.
Sementara itu, metode terbuka open methods tidak memberikan suatu batasan
nilai yang mengurung nilai hampiran terhadap akar sejati. Sehingga dalam proses
iterasinya mengacu pada suatu rumusan yang mengacu pada satu atau dua nilai yang
diasunsikan sebagai terkaan nilai awal. Beberapa metode yang masuk pada kriteria
metode terbuka yaitu: metode iterasi titik tetap, Newton-Raphson, Secant.
a. Iterasi Satu Titik Sederhana
Pada prinsipnya prosedur iterasi pada metode ini adalah:
1. Susunlah persamaan f(x) = 0 menjadi bentuk x = g(x) lalu susun iterasi xr+1 =
g(xr)
2. terka sebuah nilai awal x0, dan hitung nilai x1, x2,x3,... Yang nilainya
memudahkan konvergen ke akar sejati
3. Iterasi berhenti saat |xr+1 – xr| <  atau | | < s
Sementara itu , nilai a dan s sudah ditetapkan sebelumnya. Jika tidak diketahui
ingat kembali persamaan (1.7)

Contoh 2.4
Gunakan iterasi satu-titik tetap untuk menemukan akar
f(x) = e-x – x

penyelesaian
Langkah awal mengubah bentuk f(x) menjadi x = g(x)
Sehingga diperoleh xr+1 = e – xr
andaikan terkaan awal adalah xo = 0 sehingga diperoleh hasil seperti pada tabel
disamping. Sementara itu prosedur iterasi atau xr = e – xr

27
iterasi r xr
0 0,000000
1 1,000000 Nilai xr diperoleh dari subtitusi nilai r ke fungsi xr = e – xr
2 0,367879 Sehingga diperoleh hasil nilai akar-akar nyata pada iterasi
3 0,692201 ke-10 dengan nilai:
4 0,500474
5 0,606244
6 0,545396 xr = 0,564879 dan nilai galat relatif aproksimasi adalah :
7 0,579612
8 0,560115
9 0,571143
a = | | = 1,109%
10 0,564879
Contoh 2.5
Carilah akar persamaan f(x) = x2 – 2x – 3 dengan metode iterasi titik tetap. Gunakan
a = 10-6

Penyelesaian
Dari fungsi yang diberikan, terdapat beberapa kemungkinan prosedur iterasi yaitu:
a. Untuk pembentukan x = √

Dari bentuk x = √ maka diperoleh hasil iterasi sebagai berikut, dengan


tebakan awal x0 = 4
iterasi r xr |x r+1 - x r|
0 4,000000
Nilai xr diperoleh dengan subtitusi
1 3,316625 0,683375
2 3,103748 0,212877 nilai x sebelumnya ke √
3 3,034385 0,069362
4 3,011440 0,022945 pada iterasi ke-14 diperoleh nilai x =
5
6
3,003811
3,001270
0,007629
0,002541
3 dengan a = 0
7 3,000423 0,000847
8 3,000141 0,000282
9 3,000047 0,000094
10 3,000016 0,000031
11 3,000005 0,000010
12 3,000002 0,000003
13 3,000001 0,000001
14 3,000000 0,000000
Solusi yang dihasilkan pada kasus ini tergolong pada jenis konvergen monoton.
b. Untuk pembentukan x = ( )
Dengan menggunakan iterasi x = dan tebakan awal x0 = 4
( )
iterasi r xr |x r+1 - x r|
0 4,000000
Nilai xr diperoleh dengan subtitusi
1 1,500000 2,500000 nilai x sebelumnya ke
2 -6,000000 7,500000 ( )
3 -0,375000 5,625000
4 -1,263158 0,888158 Pada iterasi ke-14 diperoleh nilai
5 -0,919355 0,343803
6 -1,027624 0,108269 akar nyata:
7 -0,990876 0,036748 x= – 1
dengan galat a = 0,000017
8 -1,003051 0,012175
9 -0,998984 0,004066
10 -1,000339 0,001355 Solusi yang dihasilkan pada kasus
11 -0,999887 0,000452
12 -1,000038 0,000151
ini tergolong pada jenis
13 -0,999987 0,000050 konvergen osilasi.
14 -1,000004 0,000017

28
c. Untuk pembentukan x = ½ (x2 – 3
Dengan menggunakan iterasi x = ½ (x2 – 3) dan tebakan awal x0 = 4. hasilnya:
iterasi r xr |x r+1 - x r|
0 4,000000
1 6,500000 2,500000
2 19,625000 13,125000
3 191,070313 171,445313
4 18.252,432159 18.061,361847
Proses iterasi menunjukkan kedirvegenan, sehingga bentuk aljabar tersebut
tidak dapat memberikan solusi/akar sejati bagi fungsi f(x) = x2 – 2x – 3

Dari ketiga bentuk aljabar tersebut, terlihat bahwa ada tiga jenis iterasi yang dapat
dihasilkan dari proses komputasi. Teorema pendukungnya adalah:
 Jika 0 < g’(x) < 1 untuk setiap x  I, maka iterasi konvergen monoton
 Jika -1 < g’(x) < 0 untuk setiap x  I, maka iterasi konvergen osilasi
 Jika g’(x) > 1 untuk setiap x  I, maka iterasi divergen monoton
Jika g’(x) < -1 untuk setiap x  I, maka iterasi divergen berosilasi
Dari contoh yang sudah dipaparkan sebelumnya, teorema tersebut dapat diterapkan
sebagai berikut:
Terdapat beberapa kemungkinan prosedur iterasi yaitu:
 Untuk pembentukan g(x) = √( ) , g’(x) = pada titik tetap

s = 3 dan terkaan awal xo = 4 maka nilai dari |g’(4)| = 0,1508 < 1


 Untuk pembentukan g(x) = “diserahkan kepada pembaca”
( )
 Untuk pembentukan g(x) = ½ (x2 – 3) “diserahkan kepada pembaca”

b. Metode Newton-Rhapson
Prinsip dasar penggunaan metode Newton-Raphson mengacu pada deret Taylor
yang melibatkan fungsi turunan. Metode ini termasuk yang paling sering digunakan,
karena konvergensi yang diberikan pada proses komputasi berangsung lebi h cepat.
Adapun penuruan prosedur iterasi dapat menggunakan dua cara yaitu: secara
geometri dan dengan bantuan deret Taylor.
1. Penurunan prosedur iterasi secara grafis.

y = g(x)
Garis singgung
kurva y di titik
berabsis xr

xr+1 xr

Gambar 3.1 Tafsiran Geometri

29
Dari gambar 3.1 terlihat bahwa gradien garis singgung kurva di titik (xr, f(xr))
adalah:
( )
( )
( )
( )
( )
Sehingga diperoleh prosedur iterasi ( )
...(2.9)

2. Penurunan prosedur iterasi dengan bantuan deret Taylor


Menggunakan deret Taylor orde satu maka bentuk umum fungsi yang dapat
dibentuk adalah:
f(xr+1)  f(xr) + (xr+1 – xr).f’(xr) + ( ) dengan, xr < t < xr+1
apabila deret tersebut dipotong sampai dengan orde kesatu maka akan diperoleh:
f(xr+1) = f(xr) + (xr+1 – xr).f’(xr)
untuk mencari akar-akar maka diasumsikan f(xr+1) = 0
( )
sehingga ( )
... (2.10)
dengan catatan f’(xr) ≠ 0.
Proses komputasi pada iterasinya berhenti pada kondisi |xr+1 – xr|<

Contoh 2.6
Hitung akar f(x) = ex – 5x2 dengan metode Newton_Rhapson gunakan  = 0,00001
dan x0 = 1

Penyelesaian
Sebagai persiapan maka diperlukan turunan pertama dari fungsi tersebut.
Jika f(x) = ex – 5x2 maka f’(x) = ex – 10x sehingga diperoleh prosedur iterasi sebagai
berikut:

dengan xo = 0,5 diperoleh tabel iterasi sebagai berikut:


iterasi r xr |xr+1 - xr| Nilai xr diperoleh dari subtitusi nilai xr ke xr+1
misal: xo disubtitusikan ke xr+1 maka didapat x1
0 0,500000
1 0,618976 0,118976
2 0,605444 0,013532
3 0,605267 0,000177
4 0,605267 0,000000

c. Metode Secant
Perhitungan yang dilakukan dengan prosedur Newton-Raphson, melibatkan
fungsi turunan, sementara itu tidak semua fungsi mudah dicari turunan fungsinya.
Sehingga untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan metode lain yang tidak

30
melibatkan turunan fungsi dalam perhitungan iterasinya. Metode tersebut
menggunakan nilai lain sebagai pengganti nilai turunan fungsi. Berikut ini tafsiran
geometris yang menggambarkan proses penemuan metode lain, yang disebut dengan
metode Secant.

y = f(x)
A

B
xr – 1 xr X

Gambar 2.8
Tafsiran Geometris Penurunan Iterasi pada Metode Secant

Gambar 2.8 memperlihatkan bahwa kemiringan segmen garis AB yang


memotong kurva y = f(x) dapat ditentukan dengan menggunakan konsep gradien
sebagai berikut:
( ) ( )
f’(x) = ...(2.11)

( )
mengingat prosedur iterasi pada metode Newton-Raphson: ( )
maka jika persamaan 3.3 disubtitusikan akan diperoleh:
( )
( ) ( )

( )( )
( ) ( )

...(2.12)

Contoh 2.7:
Gunakan metode Secant untuk menaksir nilai akar-akar f(x) = e– x – x. mulailah
dengan taksiran awal x-1 = 0 dan x1 = 1,0 (catatan: nilai akar sesungguhnya adalah
0,56714329...

Penyelesaian
Iterasi pertama
Nilai x-1 = 0 maka f(x-1) = 1,00000
Nilai x0 = 1 maka f(x0) = – 0,63212

31
( )
Nilai x1 = ( )
= 0,61270 dengan |t| = 8,0%
Iterasi kedua
Nilai x0 = 1 maka f(x0) = – 0,63212
Nilai x1 = 0,61270 maka f(x1) = – 0,07081
(Perhatikan bahwa nilai kedua taksiran sekarang berada pada ruas akar yang sama)
( )
Nilai x2 = = 0,56384 dengan |t| = 0,58%
( )
Iterai ketiga
Nilai x1 = 0,61270 maka f(x0) = – 0,07081
Nilai x2 = 0,56384 maka f(x1) = 0,00518
( )
Nilai x3 = ( )
= 0,56717 dengan |t| = 0,0048%

d. Akar Ganda/ Dobel Multiple Roots


Akar ganda dapat diartikan dengan suatu titik sedemikian sehingga kurva
menyinggung sumbu X.

Contoh 2.8
Fungsi f(x) = x3 – 5x2 + 7x – 3 jika difaktorkan menjadi
f(x) = (x – 3)(x – 1)(x – 1)
akar-akar kembar terjadi pada saat x = 1 hal ini adalah kondisi akar kembar (ganda
2

dua)
perhatikan gambar
1
Kurva tersebut menyinggung pada
titik koordinat (1,0) dengan kata lain
B: (1,00, 0,00) C: (3,00, 0,00) akar-akarnya merupakan kategori
2 4
akar ganda yaitu x = 1 hal ini terjadi
6 8

karena nilai fungsi yang bertanda


-1 sama dalam hal ini nilai fungsi di
sebelah kiri x=1 dan di sebelah
kanannya sama-sama bernilai negatif
-2

-3

-4

Contoh 2.9
Perhatikan juga f(x) = x4 – 6x3 + 12x2 – 10x + 3 yang dapat difaktorkan menjadi :
f(x) = (x – 3)(x – 1)(x – 1)(x – 1)
Dengan kondisi nilai akar kembar pada x = 1 (akar ganda tiga/triple root)
Perhatikan gambar

32
3

x A = 1,00 x B = 3,00

-2 A 2 4

-1

Permasalahan
-2 pada metode sebelumnya:
• Metode tertutup tidak dapat digunakan apabila tidak ada perubahan tanda
pada akar (yaitu akar ganda). Terbatas pada metode terbuka yang divergen
• Pada metode Newton-Raphson dan Secant dipengaruhi oleh fungsi turunan,
sehingga saat penyelesaian konvergen sangat dekat ke akar permasalahan
yang timbul saat nilainya dekat dengan nol.
• Perbaikan metode Newton-Raphson dan Secant saat menghadapi akar ganda
dikemukakan oleh Ralston & Rabinowitz: 1978 yang mengembalikan
kekonvergenan linear pada konvergen kuadrat
( )
xr+1 = xr – m dengan m = multiplisitas akar (ganda berarti m = 2, tripel
( )
berarti m = 3)
( )
• Alternatif lain dengan cara Memisalkan fungsi lain u(x) = ( )
sehingga
akan didapat u’(x) maka diperoleh:
( ) ( )
xr+1 = xr – [ ( )] ( ) ( )

Contoh 2.10 Metode Newton-Rhapson untuk Menentukan Akar Ganda


Gunakan metode Newton-Raphson untuk menentukan akar dari fungsi
f(x) = x3– 5x2 +7x – 3
Penyelesaian
Metode Newton-Raphson baku xr+1 = xr –
Newton-Raphson Baku
r xr t (%) r xr t (%)
0 0 100 12 0,999647 0,035296
1 0,428571 57,14286 13 0,999824 0,01765
2 0,685714 31,42857 14 0,999912 0,008825
3 0,832865 16,71346 15 0,999956 0,004413
4 0,91333 8,667011 16 0,999978 0,002206

33
5 0,955783 4,421671 17 0,999989 0,001103
6 0,977655 2,23449 18 0,999994 0,000552
7 0,988766 1,123383 19 0,999997 0,000276
8 0,994367 0,563256 20 0,999999 0,000138
9 0,99718 0,282023 21 0,999999 6,9E-05
10 0,998589 0,141111 22 1 3,45E-05
11 0,999294 0,07058 23 1 1,72E-05

Apabila digunakan metode Newton-Rhapson Modifikasi maka diperoleh


Newton-Raphson Modifikasi
r xr t (%)
0 0 100
1 1,105263 10,52632
2 1,003082 0,308166
3 1,000002 0,000238
4 1 3,73E-09
5 1 7,46E-09
Terlihat bahwa metode ini cenderung lebih cepat konvergen daripada metode
bakunya

Perbandingan kedua metode dengan pencarian menggunakan nilai terkaan awal 4


Newton-Raphson
Newton-Raphson Baku
Modifikasi
r xr t r xr t
0 4 100 0 4 100
1 3,4 40 1 2,636364 36,36364
2 3,1 10 2 2,820225 17,97753
3 3,008696 0,869565 3 2,961728 3,827179
4 3,000075 0,007464 4 2,998479 0,152128
5 3 5,57E-07 5 2,999998 0,000232
6 3 0 6 3 5,37E-10
7 3 4,44E-14

34
Soal-Soal Latihan

3. Gunakan metode Newton-Rhapson untuk menentukan akar tertinggi dari:


f(x)= –0,875x2 + 1,75x + 2,625
gunakan suatau tebakan awal xi = 3,1. Hitunglah sampai a < 0,01%. Lakukan
juga pengecekan kesalahan dari jawaban akhir anda!

4. Tentukan akar nyata tertinggi dari:


x3 – 6x2+ 11x – 6

a. Secara grafik
b. Menggunakan metode bagi dua ( dua iterasi, xi = 2,5 dan xu = 3,6)
c. Menggunakan metode regula falsi/posisi salah (dua iterasi xi = 2,5 dan xu =
3,6)
d. Menggunakan metode Newton-Rhapson (dua iterasi xi = 3,6)
e. Menggunakan metode Secant (dua ietrasi xi – 1 = 2,5 dan xi = 3,6)

5. Tentukan akar nyata dari f(x) = x3 – 100 dengan metode Secant dalam s = 0,1%

35
2.3 Studi Kasus (Penggunaan Bahasa Matlab pada Metode Alokade)
Bagian ini akan memperlihatkan penggunaan software MATLAB dalam
menyusun algoritma untuk menentukan nilai-nilai akar persamaan dengan metode
tertutup dan terbuka.
Metode Alokade Bracketing Methods (Metode Pengurungan/tertutup)
 Metode Bagi Dua Bisection
Metode ini dapat digunakan dalam menentukan akar-akar suatu persamaan
nonlinear hanya jika diketahui interval [a,b] karena diasumsikan f(x) kontinu
dan solusinya unik karena terdapat perbedaan tanda antara kedua sisi akar.
Langkah dalam fungsi MATLAB.
Langkah 1: Inisialisasi jumlah iterasi r = 0
Langkah 2: Diberikan ( ) jika f(xr) ≈ 0 atau ( )≈ 0 maka
iterasi dihentikan
Langkah 3: Jika f(a).f(xr) > 0, maka a ← xr; sebaliknya b ← xr kembali
langkah 1
function [x,err,xx] = bisct (f,a,b,TolX,MaxIter)
%bisct.m untuk menyelesaikan f(x) = 0 menggunakan metode bisection.
%masukan : f = fungsi yang diberikan sebagai suatu string ‘f’ jika
%didefinisikan dalam suatu M-file
%a/b = titik kiri.kanan dari interval solusi
%TolX = error batas-batas t|x(r) – xo|
%MaxIter = iterasi maksimum
%keluaran: x = titik yang dicapai algoritma
%err = (b – a)/2 (setengah lebar interval terakhir)
%xx = sejarah x
TolFun=eps; fa = feval (f,a) ; fb = fevel (f,b);
if fa*fb > 0, error (‘anda harus memiliki f(a)f(b) < 0!’);end
for r = 1: MaxIter
xx(r) = (a+b)/2;
fx = feval (f,xx(r));err = (b-a)/2;
if abs (fx) < TolFun |abs(err)<TolX, break;
elseif fx*fa > 0, a = xx(r); fa = fx;
else b = xx (r);
end
end
x = xx(r);
if r = MaxIter,fprintf(‘Yang terbaik dalam %d iterasi\n’,MaxIter),
end

36
Contoh 2.10
Perhatikan masalah dalam menyelesaikan persamaan fungsi nonlinier
f = tan (π – x) – x = 0
>> f=@(x)tan(pi-x)-x;
>> [x,err,xx]=fzero(f,[1.6 3],options)

Func-count x f(x) Procedure


2 3 -2.85745 initial
3 2.88728 -2.62734 interpolation
4 2.24364 -0.988767 bisection
5 1.92182 0.80901 bisection
6 2.06664 -0.217936 interpolation
7 2.03591 -0.0432035 interpolation
8 2.02869 0.00039273 interpolation
9 2.02876 -4.74782e-006 interpolation
10 2.02876 -5.17357e-010 interpolation
11 2.02876 0 interpolation

Zero found in the interval [1.6, 3]

x =
2.0288

err =
0

xx =
1

 Metode Posisi Salah / Palsu


Seperti halnya pada metode bagi dua, metode posisi palsu pun mempercayai
suatu interval [a,b] yang memuat f(x) = 0. Untuk metode ini dimabil |x – a|
dan |b – x| sebagai ukuran error. Prosedur untuk mencari solusi f(x) = 0 dalam
fungsi MATLAB falsp().
function [x,err,xx] = falsp(f,a,b,TolX,MaxIter)
%falsp.m untuk menyelesaikan f(x) = 0 menggunakan metode posisi salah
%masukan : f = fungsi yang diberikan sebagai suatu string ‘f’
%jika didefinisikan dalam suatu M-file
%a/b = titik kiri.kanan dari interval solusi
%TolX = error batas-batas (max(|x(r) – a|,|b-x(r)|))
%MaxIter = iterasi maksimum
%keluaran: x = titik yang dicapai algoritma
%err = max(|x(last)-a|,|b-x(last)|)
%xx = sejarah of x
TolFun=eps; fa = feval (f,a) ; fb = fevel (f,b);
if fa*fb > 0, error (‘anda harus memiliki fa)f(b) < 0!’);end
for r = 1: MaxIter
xx(r) = (a*fb-b*fa)/(fb-fa);
fx = feval (f,xx(r);
if abs (fx) < TolFun |abs(err)<TolX, break;
elseif fx*fa > 0, a = xx(r); fa = fx;
else b = xx (r);fb=fx;
end
end
x = xx(r);
if r == MaxIter,fprintf(‘Yang terbaik dalam %d iterasi\n’,MaxIter),
end

37
BAB 3
SISTEM PERSAMAAN ALJABAR LINEAR

Secara umum pada bab sebelumnya, kita dihadapkan pada sebuah permasalahan
untuk menemukan solusi terhadap sebuah fungsi tunggal f(x) = 0. Sedangkan, sistem
persamaan aljabar linear merupakan beberapa fungsi linear yang memiliki solusi
bersama.Solusi sistem persamaan linear, merupakan himpunan titik-titik yang
memberikan nilai akar-akar secara simultan terhadap seluruh persamaan linear yang
ada di dalam sistem.
Definisi umum sistem persamaan aljabar linear
a11x1 + a12x2 + ... + a1nxn = c1
a21x1 + a22x2 + ... + a2nxn = c2
    
an1x1 + an2x2 + ... + annxn = cn
Dengan:
n: banyaknya persamaan, a: koefisien variabel x, dan c : konstanta
Prasayarat:
 Jenis-jenis matriks (baris, kolom, persegi: simetri/setangkup, diagonal, segitiga
atas, segitiga bawah, pita)
1. Matriks Baris
Matriks baris merupakan matriks yang memiliki 1 baris dan j kolom

B1 x j = b11 b12 b13... b1 j 
Contoh 3.1
B 1 x 4 = (2 4 5 7)
2. Matriks Kolom
Matriks kolom merupakan matriks yang hanya memiliki 1 kolom , dan i baris.
 c11 
   12 
Ci x1 =  c 21  Contoh 3.2: C 3x1 =   9 
c 
 31   0 
   
c 
 i1 
3. Matriks Nol
Matriks nol merupakan matriks yang semua elemennya bernilai nol, misalkan:
O2 x 3 =  0 0 0 
 
 0 0 0

4. Matriks Datar
Matriks datar merupakan matriks persegi panjang yang memiliki jumlah kolom
lebih banyak dari jumlah barisnya sehingga i < j . Misalkan:
 j11 j12 j13 j14 
 
J3 x 4 =  j j 22 j 23 j 24 
21
 
 j31 j32 j33 j34 

38
5. Matriks Tegak
Matriks tegak merupakan matriks persegi panjang yang memiliki jumlah baris
lebih banyak dari jumlah kolomnya sehingga i > j.
 k11 k12 
 
Misalkan K4 x 2 =  k 21 k 22 
k k 32 
 31 
k k 42 
 41
6. Matriks Persegi
Matriks persegi merupakan matriks yang memiliki Jumlah baris sama dengan
jumlah kolom
Di x i atau Dj x j misalkan:
 d11 d12 13  d
D3 x 3 =  d  Contoh 3.3 D  21 18 
2x2=  
 21 d 22 d 23  
d   8  9
 31 d 32 d 33 
7. Matriks Segitiga Bawah
Matriks segitiga bawah merupakan matriks persegi yang elemen-elemen pada
sebelah kanan atas diagonal utama bernilai nol. Misalkan :
 e11 0 0 
 
E3 x 3 =  e21 e22 0 
e 
 31 e32 e33 
8. Matriks Segitiga Atas
Matriks segitiga atas merupakan matriks persegi yang elemen-elemen pada
sebelah kiri bawah diagonal utama bernilai nol. Misalkan :
e e e 
E3 x 3 =  0 e e 
11 12 13

 22 23 
0 e33 
 0
9. Matriks Diagonal
Matriks diagonal merupakan matriks persegi yang Elemen-elemennya bernilai
nol, kecuali pada diagonal utamanya. Misalkan :
e 0 0 
E3 x 3 =  0 e 0 
11

 22 
0 e33 
 0
10. Matriks Identitas (Satuan)
Matriks identitas merupakan matriks persegi yang memiliki Elemen-elemen
bernilai 0, tetapi elemen pada diagonal utamanya bernilai 1. Misalkan :
1 0 0
I2 x 2 =  1 0  atau I3 x 3 =  0 1 0 
   
0 1 0 0 1 
 
11. Matriks Skalar
Matriks skalar merupakan matriks Identitas yang dikalikan dengan suatu
bilangan konstan k (k  R), Misalkan :

39
k 0 k 0 0
H2 x 2 =   
 atau H3 x 3 = 0 k 0
0 k  0 0 k 
 

12. Matriks Simetris (Setangkup)


Matriks persegi yang diatur sebagai berikut:
q q q 
Q3 x 3 =  q  dan nilai dari elemennya:
11 12 13

 21 q 22 q 23 
q q33 
 31 q32
q12 = q21, q13 = q31, dan q23 = q32
13. Matriks Pita
Matriks ini merupakan matriks persegi yang mempunyai elemen-elemen yang
sama dengan nol, kecuali pita (band) yang dipusatkan pada diagonal utama

[A] = [ ]

 Operasi pada matriks dan sifatnya


Penjumlahan: komutatif dan asosiatif
Perkalian : asosiatif (jika ordonya sesuai), distributif
 Transpose dan trace (penjumlahan elemen-elemen pada diagonal utama tr)

3.1 Eliminasi Gauss


a. Penyelesaian Sistem Persamaan Sederhana
Dalam menyelesaikan persamaan sederhana
a11x1 + a12x2 = c1
a21x1 + a22x2 = c2
dapat digunakan cara :
 Grafis
Dengan sketsa grafik
x2 = ( )
x2 = ( )
Koefisien x1 menunjukkan slope/kemiringan garis dan c menunjukkan
perpotongan terhadap sumbu Y
 Determinan dan Aturan Cramer
a11x1 + a12x2 = c1
a21x1 + a22x2 = c2
Dimana nilai variabel dapat dihitung dari koefisien dan konstanta dengan
aturan :

40
| | | |
x1 = dan x2 =
| | | |
Untuk ordo yang lebih besar tinggal menambahkan jumlah baris dan
kolomnya
 Eliminasi bilangan tertentu
a11x1 + a12x2 = c1
a21x1 + a22x2 = c2
Prinsipnya hampir sama dengan metode Cramer hanya saja dalam
memperoleh x1 dan x2 tidak langsung menggunakan determinan tetapi
mengalikan persamaan 1 dengan koefisien x pada persamaan 2 dan
sebaliknya.

b. Eliminasi Gauss Naif


Prinsip dasar pada proses eliminasi terdiri dari 3 operasi baris elementer:
1. Pertukaran : menukarkan persamaan satu dengan persamaan lain
2. Penskalaan : mengalikan suatu persamaan dengan bilangan skalar tertentu
3. Penggantian: mengganti suatu persamaan dengan menjumlahkan persamaan
tersebut dengan persamaan lain yang sudah diskalakan.
Secara sederhana metode ini mengubah bentuk matriks yang berisi koefisien
variabel x ke dalam jenis matriks segitiga atas.

| |

[ ] [ ]
Disebut eliminasi Gauss Naif karena tidak ada antisipasi terhadap situasi pembagian
dengan nol.
Contoh 3.4
Dengan menggunakan eliminasi Gauss Naif, maka solusi dari sistem persamaan
linear berikut ini:

langkah awal menyajikan sistem persamaan ke dalam bentuk matriks:

( )( ) ( ) ditransformasikan ke dalam matriks

( | )

Selanjutnya proses eliminasi maju

( | ) ( | )

41
( | ) ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
( ) |
|

( )

|
| ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
|
|
( )
( )

| ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ |

| |
( ) ( )
Dari matriks yang terkahir pada baris ke-3 diperoleh persamaan
sehingga nilai z = 2
Dengan teknik subtitusi mundur maka:
dan nilai z = 2 maka ( ) jadi

Dengan demikian nilai y = 1


dan nilai y = 1, z = 2 maka ( ) ( )
sehingga artinya
(x,y,z) = (2,1,2)

c. Jebakan Metode Eliminasi


Pada metode eliminasi Gauss-Naif terdapat beberapa hal yang menjadi
kelemahan atau dapat dikatakan menjebak, yaitu:
 Pembagian dengan nol
Kasus ini terjadi pada kondisi yang melibatkan persamaan dengan koefisien
nol pada variabel pertama seperti:

 Kesalahan pembulatan
 Sistem kondisi timpang (Dur-Kondisi)
Sistem kondisi timpang merupakan lawan dari sistem berkondisi baik dengan
kata lain suatu keadaan dalam sistem yang menunjukkan perubahan yang
sangat kecil pada koefisien mengakibatkan perubahan besar pada hasil.
Bandingkan kedua sistem persamaan

42
Sistem persamaan x1 + 2x2 = 10 Sistem persamaan x1 + 2x2 = 10
1,1x1 + 2x2= 10,4 1,05x1 + 2x2= 10,4

d. Teknik Memperbaiki Solusi


Terdapat beberapa teknik untuk memperbaiki kekurangan dalam metode ini,
yaitu dengan cara:
 Menggunakan angka signifikan yang lebih banyak
 Pemutaran (pivoting)
 Penskalaan
 Koreksi kesalahan

3.2 Gauss-Jordan, Matriks Inversi dan Gauss Seidel


a. Metode Gauss-Jordan
Variasi lain dari eliminasi Gauss adalah Eliminasi Gauss-Jordan yang secara
sederhana dapat diartikan:
Secara sederhana metode ini mengubah bentuk matriks yang berisi koefisien
variabel x ke dalam jenis matriks segitiga atas.

| |

[ ] [ ]
Contoh 3.5
Dengan menggunakan eliminasi Gauss Jordan, maka solusi dari sistem persamaan
linear berikut ini:

langkah awal menyajikan sistem persamaan ke dalam bentuk matriks:

( )( ) ( )

ditransformasikan ke dalam matriks ( | )

Selanjutnya proses eliminasi

( | ) ( | )

( | ) ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
( ) |
|

( )

43
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ | ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
| ( )
|
|
( )
( )

⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
| ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
| ( | )
|
|
( )
( )
⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
( | ) ( | )

(x,y,z) = (2,1,2)

b. Matriks Inversi
Pada sebuah matriks persegi [A] terdapat matriks lainnya [A]–1 yang disebut
matriks inversi sedemikian sehingga [A] [A]–1 adalah matriks identitas dengan
ordo yang bersesuaian.

Contoh 3.6
Menentukan matriks inversi dengan eliminasi Gauss Jordan

seperti terlihat pada langkah berikut:

Jadi matriks inversi setelah direduksi

44
c. Metode Dekoposisi LU dan Gauss-Seidel
Secara umum kedua metode dapat dibedakan dalam hal:
• Dekomposisi LU memfaktorkan matriks koefisien menjadi L : matriks
segitiga bawah dan U: matriks segitiga atas
• Pada metode Eliminasi Gauss Seidel terdapat prosedur iterasi

Dekomposisi LU
1. Dekomposisi LU dibagi ke dalam dua cara yaitu dengan dekomposisi Gauss
dan dekomposisi Crout
2. Alur pada dekomposisi LU adalah:
[A]{X} = [C] ... (1)
[A]{X} – [C] = 0 ... (2)
Andaikan persamaan 1 Dapat diubah menjadi :

( ){ } { }

Serupa dengan [U]{X} = [D]


Atau [U]{X} – [D] = 0 ...(3)
Jika matriks A dapat diubah menjadi

( )=L

Ingat kembali:
[A]{X} = [C] ... (1)
[A]{X} – [C] = 0 ... (2)
[U]{X} – [D] = 0 ...(3)
Jika persamaan (3) dikalikan dengan [L] dan hasilnya merupakan persamaan (2)
“sifat” maka:
[L]{[U]{X} – [D]} = [A]{X} – [C]
Sehingga jika persamaan tersebut berlaku akan diperoleh:
[L][U] = [A]
dan
[L][D] = [C]
Ingat kembali:
[A]{X} = [C] ... (1)
[A]{X} – [C] = 0 ... (2)
[U]{X} – [D] = 0 ...(3)
Jika persamaan (3) dikalikan dengan [L] dan hasilnya merupakan persamaan (2)
“sifat” maka:
[L]{[U]{X} – [D]} = [A]{X} – [C]
Sehingga jika persamaan tersebut berlaku akan diperoleh:
[L][U] = [A]
dan
[L][D] = [C]

45
Algoritmanya

Pada sistem persamaan ( ){ } { } [A] akan dieliminasi menjadi

matriks segitiga atas dan faktor-faktor pengalinya menjadi elemen pada matriks
segitiga bawah

( )

dengan , dan

Contoh 3.7
menyelesaikan SPL dengan menggunakan dekomposisi LU
Jika diketahui:

( ){ } ( )

[A] {X} = [C]

Penyelesaian:
Matriks A akan dieliminasi menjadi matriks segitiga atas :

( ) sehingga diperoleh :( )

Ingat kembali:

[A] = ( | ) eliminasi b2 – 2b1 dan b3 – 4b1

( | ) Eliminasi b3 + 7b2( | )

Sehingga f21 = 2, f31 = 4 dan f32 = -7 maka:

[L] = ( )

Ingat kembali: [A] = [L] [U]

46
( )=( )( )

Sehingga [L][D] = [C] dan [U]{X} = [D]

( ){ } ( )

Maka x3 = -225/-75 = 3 dan x2 – 10x3 = -30 akibatnya x2 = 0 dan x1 + 2x2 + 3x3 = 11


akibatnya x1 = 2
(x1,x2,x3) =(2,0,3)

Eliminasi Gauss Seidel


• Penyelesaian Sistem persamaan linear simultan dengan menggunakan metode
Gauss-Seidel merupakan metode iterasi. Hal ini yang membedakan dengan
metode Eliminasi Gauss dan Dekomposisi LU.
• Prosedur umum:
 Menyelesaikan variabel yang tidak diketahui, secara aljabar .
 Asumsikan nilai awal untuk masing-masing variabel
 Selesaikan masing-masing variabel dan ulangi
 Iterasi berhenti setelah nilai kesalahan realtif kurang dari toleransi yang
ditetapkan.

Metode Gauss-Seidel
n persamaan dan n bilangan tak diketahui:
a11x1 + a12x2 + a13x3 + ... + a1n xn = c1 ...(1)
a21x1 + a22x2 + a23x3 + ... + a2n xn = c2 ... (2)
a31x1 + a32x2 + a33x3 + ... + a3n xn = c3 ... (3)
     
an1x1 + an2x2 + an3x3 + ... + ann xn = cn ... (n)
Tuliskan kembali persamaan ke dalam bentuk:
x1 = didapat dari (1)

x2 = didapat dari (2)

x3 = didapat dari (3)


  
xn-1 =

xn =
Bentuk umum persamaan:

∑ ∑

47
∑ ∑

Iterasi dihentikan pada saat nilai kesalahan (galat) hampiran kurang dari nilai
toleransi yang diberikan.
Ingat | |
Jika tidak diberikan batasan nilai toleransi, dapat dihitung dengan nilai galat yang
relatif mendekati nol.

Contoh 3.8
menyelesaikan sistem persamaan linear simultan dengan menggunakan dengan
menggunakan metode Eliminasi Gauss-Seidel

( ){ } ( )

Asumsikan nilai x1 = x2 = x3 = 1 maka


x1 = 11 – 2x2 – 3x3
x2 = dan
x3 =
Dengan mensubtitusikan nilai awal x1 = x2 = x3 = 1 maka
x1 = 11 – 2x2 – 3x3 = 11 – 2 – 3 = 6
x2 = = -6/5 = -1,2
x3 = = 24/7 = 3,43

Untuk iterasi berikutnya menggunakan


nilai x2 = -1,2 dan x3 = 3,43
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Secara lengkap disajikan dalam tabel berikut ini:

48
3.3 Sistem Persamaan Tak Linear (Tambahan)
Solusi sistem persamaan tak linear, merupakan himpunan titik-titik yang
memberikan nilai akar-akar secara simultan terhadap seluruh persamaan tak linear
yang ada di dalam sistem.
a. Metode Iterasi Titik Tetap
Contoh 3.9 Metode Iterasi Titik Tetap
Gunakan metode iterasi satu titik tetap (one point iteration) untuk menentukan akar-
akar sistem persamaan:
u(x,y) = x2+ xy – 10 = 0
v(x,y) = y + 3xy2 – 57 = 0
Dengan terkaan awal x = 1,5 dan y = 3,5
• Pengubahan ke bentuk 1
xr+1 = dan yr+1 = 57 – 3x
• Pengubahan ke bentuk 2
xr+1 = √ dan yr+1 = √

49
b. Metode Newton-Rhapson
Pada prinsipnya terdapat beberapa hal terkait dengan metode ini, yaitu:
( )
• Ingat kembali bahwa pada metode ini iterasi di wakili oleh xr+1 = xr –
( )
• Metode ini didasarkan pada penggunaan turunan (kemiringan) suatu fungsi
untuk menaksir perpotongannya dengan sumbu Peubah bebasnya yakni akar
(Sumbu X) yang mengacu pada deret Taylor.
• Untuk sistem persamaan dengan bentuk u(x) dan v(x) maka akan diturunkan
prosedur iterasinya.
• Untuk ur+1 = ur + (xr+1 – xr) + (yr+1 – yr)
• Untuk vr+1 = vr + (xr+1 – xr) + (yr+1 – yr)
• Sehingga dihasilkan iterasi dengan rumus:

xr+1 = xr – dan yr+1 = yr +

• Penyebut dari masing-masing pernyataan disebut sebagai determinan Jacobi


sistem persamaan yaitu

Contoh 3.10
Gunakan metode Newton-Raphson untuk menentukan akar-akar sistem persamaan:
u(x,y) = x2+ xy – 10 = 0
v(x,y) = y + 3xy2 – 57 = 0
Dengan terkaan awal x = 1,5 dan y = 3,5

Penyelesaian
Akan dihitung integral parsial dari masing-masing fungsi:
= 2x + y = 2(1,5) + (3,5) = 6,5
= x = 1,5

50
= 3y2 = 3(3,5)2 = 36,75
= 1 + 6xy = 1 + 6 (1,5)(3,5) = 32,5
Nilai determinan Jacobi
. – . = 6,5 (32,5) – 1,5 (36,75) = 156,125
Nilai fungsi dapat dihitung pada tebakan awal sebagai:
u0 = (1,5)2+ (1,5)(3,5) – 10 = –2,5
v0 = (3,5) + 3(1,5)(3,5)2 – 57 = 1,625
Nilai tersebut subtitusikan ke prosedur iterasi
• Sehinga diperoleh:
( ) ( )
x1 = 1,5 – = 2,0363
( ) ( )
x2 = 3,5 + = 2,84388
Jadi nilai-nilai perhitungan menunjukkan akar-akar yaitu nilai x yang konvergen ke
2 dan nilai y yang konvergen ke 3. perhitungan dapat diulang sampai tingkat
ketelitian tertentu.

Soal-soal Latihan

Soal no 2 kerjakan dengan semua metode yang telah dibahas pada bab ini.

51
BAB 4
METODE PENCOCOKAN KURVA

Pada prinsipnya metode pencocokan kurva merupakan teknik dalam menyusun


suatu fungsi berdasarkan pada data-data yang diketahui. Terdapat dua teknik yaitu
dengan regresi (linear dan polinom) serta interpolasi.
4.1 Regresi Kuadrat Terkecil
Data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran (seperti: data eksperimen)
termasuk ke dalam kategori data yang berketelitian rendah. Pencocokan kurva yang
membuat fungsi menghampiri/mengaproksimasi titik-titik data tersebut adalah
regresi. Karena, kurva fungsi hampiran tidak perlu melewati semua titik-titik data
melainkan cukup dekat dengan data-data tersebut sehingga tidak perlu menggunakan
polinom berderajat tinggi.
Contoh 4.1
Diberikan data mengenai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (BPS 2009 –
2013) di Provinsi Jawa Barat sebagai berikut ini:
No Tahun IPM
1 2009 71,64
2 2010 72,29
3 2011 72,73
4 2012 73,11
5 2013 73,58

Interpolasi y = p3(x) Regresi


74 74

73,5 73,5 y = 0,47x - 872,5

73 73

72,5 72,5

72 72

71,5 71,5
2008 2010 2012 2014 2008 2010 2012 2014

74
73,5
73
72,5
72
71,5
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

52
Dari kedua grafik memperlihatkan bahwa garis lurus memberikan hampiran yang
bagus, tetapi belum tentu yang terbaik. Hal ini bergantung pada galat hampiran yang
diukur.
Beberapa hal penting yang mendasari metode regresi kuadrat terkecil yaitu
fungsi mengandung sesedikit mungkin parameter bebas dan deviasi titik dengan
fungsi dibuat minimum. Adapun manfaat metode pencocokan kurva untuk data hasil
pengukuran adalah untuk mengembangkan formula empirik untuk sistem yang
diteliti bagi ahli sains/rekayasa. Menentukan kurva kecenderungan ekonomi untuk
keperluan peramalan di masa yang akan datang bagi para ahli ekonomi.

a. Regresi Linear
Apabila diberikan nilai (xi, yi) merupakan data hasil pengukuran, maka titik-titik
tersebut akan dihampiri dengan sebuah garis lurus sedemikian sehingga galatnya
sekecil mungkin dengan titik-titik data tadi.

Gambar 4.1 Visualisasi Regresi Linear

Pernyataan matematika untuk garis lurus yang dimaksud adalah


y = a0 + a1x + E ...(4.1)

dengan: a0 dan a1 merupakan koefisien yang masing-masing menyatakan


perpotongan dan kemiringan, sedangkan E adalah kesalahan selisih (residual) antara
model dari pengamatan. Sehingga:
E = y – a0 – a1x ...(4.2)

Artinya kesalahan atau selisih (residual) yang dimaksud merupakan perbedaan harga
sebenaranya y dengan harga aproksimasi yang diaproksimasi oleh persamaan linear
a0 + a1 x
Teknik pencocokan kurva dengan regresi linear, memerlukan suatu kriteria
kecocokan terbaik melalui data dengan meminimalkan jumlah kesalahan residual,
yaitu:

∑ ∑( ) ( )

53
Perlu diingat bahwa sembarang garis lurus yang melalui titik tengah dari garis
penghubung itu (kecuali garis vertikal sempurna) akan meminimalkan harga
persamaan (4.3) menjadi nol. Sedangkan kriteria lainnya adalah dengan
meminimalkan jumlah harga absolut/mutlak dari perbedaan tersebut, seperti:

∑| | ∑| | ( )

Kondisi yang dimaksud akan diperlihatkan pada sketsa grafik berikut.

Titik tengah

Gambar (4.1a) Gambar (4.1b)

Terletak
terluar

Gambar (4.1c)

Gambar 4.1 menunjukkan beberapa contoh kriteria pencocokaan terbaik yang


kurang baik untuk regresi (4.1a) meminimalkan jumlah residual, (4.1b)
meminimalkan jumlah harga absolut residual (4.1c) memaksimalkan kesalahan
maksimal sembarang titik.
Untuk keempat titik yang ada pada gambar, maka garis lurus yang diberi tanda
panah akan memuat sembarang garis yang memminimalkan harga absolut dari

54
jumlah tersebut. Kriteria ini tidak memenuhi suatu pencocokan kurva terbaik yang
unik. Strategi ketiga adalah strategi minimaks yaitu garis yang dipilih akan
meminimalkan jarak yang maksimal sehingga masing-masing titik akan terletak
pada garis itu (gambar 4.1c) strategi ini tidak cocok untuk regresi karena berakibat
pada tidak terlewatinya titik terluar yang merupakan titik tunggal dengan kesalahan
terbesar. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dengan meminimalkan jumlah kudrat
residual yakni Sr

∑ ∑( ) ( )

Untuk menentukan harga a0 dan a1 dapat ditentukan dengan diferensiasi terhadap


masing-masing koefisien, sehingga:
∑( ) ∑ ( )
Dengan: i = 1 sampai n. Apabila hasil diferensiasi tersebut bernilai nol maka akan
menghasilkan suatu harga Sr minimal, yakni:
∑( ) ∑ ( )
Karena

Maka
∑ ∑ ( )

∑ ∑ ∑ ( )

Keduanya dinamakan persamaan normal dan dapat diselesaikan secara simultan


dengan metode Cramer Ingat Bab 3
∑ ∑ ∑
( )
∑ (∑ )

Apabila persamaan (4.8) disubtitusikan ke persamaan (4.6) maka akan diperoleh:


̅ ̅ ( )

Dimana: ̅ = nilai rata-rata dari y dan ̅ = nilai rata-rata dari x


Contoh 4.1 Regresi Linear
Cocokkan sebuah garis lurus terhadap harga x dan y pada data-data berikut:
xi 1 2 3 4 5 6 7
yi 0,5 2,5 2,0 4,0 3,5 6,0 5,5

Penyelesaian 4.1
xi yi (yi – ̅ )2 (yi – ao – a1xi)2 dengan :
1 0,50 8,576531 ( ) ( )
0,1687
2 2,50 0,862245 0,5625 ( ) ( )

55
3 2,00 2,040816 0,3473
4 4,00 0,326531 0,3265 dan
3,428571429 – 0, 839285714
5 3,50 0,005102 0,5896 0,07142857
6 6,00 6,612245 0,7972
7 5,50 4,290816 0,1993 Jadi persamaan kuadrat terkecilnya:
∑ 28 3,43 22,71429 2,991071 y = 0,07142857 + 0, 839285714x

Kuantifikasi Kesalahan Regresi Linear


Ingat kembali persamaan 4.5 dan lihat contoh 4.1, sembarang garis selain yang
dihitung pada contoh tersebut akan memberikan jumlah kudrat residual yang lebih
besar. Dengan kata lain garis yang diperoleh tersebut adalah unik atau garis
“terbaik” melalui titik-titik. Jika kita mengamati kembali persamaan 4.5 residual
menyatakan kuadrat perbedaan antara data terhadap suatu nilai taksiran tunggal dari
ukuran tendensi pusat--rata-rata. Dengan kata lain dapat diartikan sebagai kuadrat
jarak vertikal antara data denan ukuran tendensi pusat lainnya-garis lurus.
Analogi tersebut dapat diperluas untuk kasus yang 1) penyebaran titik-titik di
sekitar garis sama besarnya di sepanjang seluruh bentangan data, 2) distribusi titik-
titik ini terhadap garis adalah normal. Apabila kriteria ini ditemukan maka regresi
kuadrat terkecil akan memberikan taksiran a0 dan a1 terbaik atau paling menyerupai
(Draper dan Smith dalam Chapra) secara statistik dinamakan prinsip menyerupai
paling maksimum maximum likelihood principle. Apabila kriteria ini dipenuhi maka
suatu deviasi standar pada garis regresi tersebut dapat ditentukan dengan:


√ ( )

Dengan:
⁄ : kesalahan standar taksiran untuk harga y yang diprediksikan dan bersesuaian
dengan suatu harga x tertentu yang mengkuantifikasikan penyebaran data di sekitar
garis regresi. Berbeda halnya dengan Sy yang mengkuantifikasikan penyebaran di
sekitar rata-rata.
Pembagian oleh n – 2 menunjukkan bahwa dua data taksiran telah dipakai dalam
hal ini a0 dan a1 akibatnya kita kehilangan dua derajat kebebasan. Dengan kata lain
tidak terdapat semacam penyebaran data sekitar garis lurus yang menghubungkan 2
titik. Sehingga untuk kasus n – 2 persamaan 4.10 mengandung suatu hasil yang
tidak ada arti dari tak hingga.

Data dependen dalam hal ini y dapat menghasilkan suatu nilai jumlah kuadrat di
sekitar rata-rata yang kita sebut jumlah total kuadrat St yaitu jumlah penyebaran data
dependen yang terjadi sebelum regresi. Sedangkan Sr merupakan jumlah penyebaran
setelah regresi, selisih keduanya mengkuantifikasikan reduksi perbaikan kesalahan
yang disebabkan oleh model persamaan garis lurus. Pemodelan ini dapat
dinormalisasikan terhadap kesalahan total agar memenuhi:
( )

56
Dimana r adalah koefisien korelasi dan r2 adalah koefisien determinasi. Untuk suatu
pencocokan kurva sempurna St = 0 dan r2 = 1 hal ini menunjukkan bahwa
variabilitas garis tersebut 100%. Sedangkan untuk r2 =0 tidak menunjukkan adanya
perbaikan. Nilai r2 menunjukkan persentase dari ketidakpastian semula telah
diterangkan oleh model linear tersebut.

Contoh 4.2
Perhatikan kembali contoh 4.1 kemudian anda hitung nilai koefisien korelasi dan
koefisien determinasi kemudian tafsirkan maksudnya!

b. Regresi Polinomial
Prosedur kuadrat terkecil dapat diperluas untuk mencocokkan kurva data
terhadap polinomial berderajat ke-m:
y = a0 + a1x + a2x2 + ... + amxm
dimana jumlah kuadrat residual adalah:

∑( ) ( )

Sehingga turunan persamaan 4.12 terhadap setiap koefisien polinomial adalah:


∑( )

∑ ( )

∑ ( )

∑ ( )

Apabila persamaan tersebut disama dengankan dengan nol akan diperoleh kumpulan
persamaan normal dalam ∑ ∑ (silahkan anda simpulkan sendiri)
Analog dengan regresi linear, maka kesalahan regresi polinomial dapat
dikuantifikasikan oleh sebuah kesalahan standar taksiran.

⁄ √ ( )
( )

4.2 Interpolasi
Hubungan antara variabel dependen dan independen dalam suatu hasil
pengukuran dapat ditentukan solusinya dengan metode pencocokan kurva curve
fitting yaitu mencocokkan fit titik-titik data terhadap suatu fungsi taksiran, dengan
kata lain metode ini merupakan sebuah metode yang mencocokkan titik data dengan
sebuah kurva curve fitting fungsi.Dalam hal ini terdapat dua metode 1) regresi yang
mengandung galat yang cukup berarti karena data tidak teliti sebagai akibat dari

57
kurva yang mencocokkan tidak perlu melewati semua titik cukup mewakili
kecenderungan trend titik data atau kurva mengikuti pola titik sebagai suatu
kelompok. 2) Interpolasi yang kurva cocokannya dibuat melalui setiap titik apabila
data yang diketahui mempunyai ketelitian yang sangat tinggi. Hal ini dikatakan
bahwa kita menginterpolasi titik-titik data dengan sebuah fungsi. apabila fungsi
cocokan merupakan polinom maka disebut polinom interpolasi, pekerjaan
menginterpolasi titik data dengan sebuah polinom dikatakan interpolasi dengan
polinom.

Gambar 4.2 Perbandingan Model Regresi dengan Interpolasi

Ingat kembali bahwa bentuk umum funsi polinom adalah f(x) = a0 +


a1x+a2x2+...+anxn untuk n + 1 data hanya terdapat satu polinomial orde ke-n atau
kurang yang melewati semua titik.

a. Polinomial Interpolasi Diferensi Terbagi Newton


Polinomial interpolsai terbagi Newton akan memperkenalkan versi orde pertama
dan versi orde kedua.
1. Interpolasi Linear
Teknik yang paling sederhana dari interpolasi adalah dengan
menghubungkan dua titik data melalui sebuah garis lurus yang dikenal
dengan teknik interpolasi linear.
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )

Notasi f1(x)menunjukkan formula interpolasi linear atau sebuah polinomial


interpolasi versi orde pertama. Perhatikan gambar berikut ini:

58
y
f(x)

x
x0 x x1
Gambar 4.3 Interpolasi Linear

Contoh 4.3
Dai data ln (9,0) = 2,1972 dan ln (9,5) = 2,2513 tentukan nilai ln (9,2)
dengan interpolasi linear samapai 5 angka signifikan. Bandingkan
dengannilai sebenarnya (sejati) ln (9,2) = 2,2192

Penyelesaian 4.3
Dengan menggunakan persamaan
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
Diperoleh:
( ) ( )
Sehingga galatnya
Et = 2,2192 – 2,2188 = 0,0004 dalam hal ini interpolasi linear tidaklah
cukup memperoleh ketelitian sampai 5 angka signifikan.

2. Interpolasi Kuadratik
Konsekuensi yang muncul dari kesalahanpendekatan sebuah kurva
menggunakan garis lurus dapat diperbaiki dengan memberikan lengkungan.
Dalam hal ini, jika terdapat tiga titik data maka dapat dibuat sebuah polinom
berorde dua yang biasa disebut polinom kuadratik atau polinom parabola.
f2(x) = b0 + b1 (x – x0) + b2(x – x0)(x – x1) ...(4.15)
dimana:
f2(x) = b0 + b1x – b1x0 + b2x2 – b2 x x1 – b2 x x0 + b2x0x1 sehingga jika
f2(x) = a0 + a1x + a2x2
dengan mengambil x = x0 diperoleh b0 = f(x0)
( ) ( )
dengan mengambil x = x1 diperoleh b1 = f[x1,x0] =

59
( ) ( ) ( ) ( )

dengan mengambil x = x2 diperoleh b2 = f[x2,x1, x0]=

Contoh 4.4
Diberikan titik ln (8,0) = 2,0794, ln (9,0) = 2,1972, dan ln (9,5)= 2,2513.
Tentukanlah nilai ln (9,2) dengan interpolasi kuadratik.

Penyelesaian 4.4
Sistem persamaan linear yang terbentuk adalah:

3. Interpolasi Polinom orde ke-n


Apabila terdapat n+1 data maka dapat dilakukan interpolasi orde n. Ingat
kembali polinom berderajat n:
f(x) = bo + b1 (x – x0) + ... + bn(x – x0)(x – x1)...(x – xn – 1 )
Dengan menggunakan titik data yang diketahui maka nilai koefisiennya
dapat dihitung dengan:
b0 = f(x0)
b1 = f[x1,x0]
b2 = f[x2,x1,x0] dst
...
bn = f[xn, xn–1, ... , x1, x0]
dimana:
( ) ( ) ( ) ( )
b1 = dan f(xi,xj) =
Sehingga diperoleh polinom interpolasi beda terbagi Newton sebagai
berikut:
fn(x) = f(x0) + (x – x0)f[x1,x0] + (x – x0)(x – x1)f[x2,x1,x0] + ... + (x – x0)(x –
x1)...(x – xn–1)f[xn, xn–1, ..., x1, x0] ...(4.16)
Skema yang mewakili cara mencari beda terhingga adalah:

60
Contoh 4.5
Gunakan titik-titik data x0 = 1; f(x0 ) = 0 , x1 = 4; f(x1) = 1,3862944, dan x2
= 6; f(x2) 1,7917595, x3 = 5 ; f(x3) = 1,6094379 untuk menaksir nilai ln 2
dengan sebuah polinomila interpolasi terbagi hingga orde ketiga.

Penyelesaian 4.5
Polinomial orde ketiga dengan n = 3 adalah:
f3(x) = b0 + b1(x – x0) + b2(x – x 0)(x – x1) + b3(x – x0)(x – x1)(x – x2)

diferensi terbagi pertama untuk kondisi tersebut:


f[x1, x0] = nilai b1
f[x2,x1] =
f[x3,x2] =

diferensi terbagi kedua untuk kondisi tersebut adalah:


f[x2,x1,x0] = nilai b2
f[x3,x2,x1] =

diferensi terbagi ketiga untuk kondisi tersebut adalah:


f[x3, x2, x1, x0] = nilai b3

sehingga polinomial orde tiga dengan nilai f(x0) = b0 = 0 adalah:


f3(x) = 0 + 0,46209813 (x – 1) – 0,051873116(x – 1)(x – 4) +
0,0078655415(x – 1)(x – 4)(x – 6)

yang digunakan untuk mengevaluasi nilai f3(2) = 0,62876869


dengan kesalahan relatif a = 9,3%.

b. Polinomial Interpolasi Lagrange


Polinomial interpolasi Lagrange secara sederhana dapat diartikan sebagai
formulasi kembali dari polinomial Newton yang mencegah komputasi diferensi
terbagi.

( ) ∑ ( ) ( ) ( )

61
Dengan:

( ) ∏ ( )

Seperti halnya metode Newton, versi Lagrange mempunyai kesalahan taksiran yaitu:

[ ] ∏( ) ( )

Persamaan 4.17 akan memberikan nilai Li = 1 untuk setiap x = xi dan 0 semua titik
lainnya, sehingga setiap hasil kali Li(x).f(xi) akan memberikan nilai f(xi) pada titik
sampel xi. Akibatnya, penjumlahan (sumasi) dari semua produksi yang dinyatakan
oleh persamaan tersebut adalah polinomial orde ke-n yang unik dan tetap melewati
semua n+1 titik data.

Contoh 4.6
Gunakan suatu polinomial interpolasi Lagrange orde pertama dan kedua untuk
mengevaluasi nilai ln 2 berdasarkan data berikut:
x0 = 1 f(x0) = 0
x1 = 4 f(x1) = 1,3862944
x2 = 6 f(x2) = 1,7917595

Penyelesaian 4.6
( ) ( ) ( )

Karena taksiran pada x = 2 maka


( ) ( ) ( )

Dengan cara yang sama, polinomial orde kedua dikerjakan sebagai berikut:
( )( ) ( )( ) ( )( )
( ) ( ) ( ) ( )
( )( ) ( )( ) ( )( )
f2(x) = 0,56584437

seperti yang diharapkan, kedua hasil ini menunjukkan nilai yang lebih dekat ke hasil
yang didapat sebelumnya dengan menggunaka polinomial interpolasi Newton.

c. Interpolasi Spline
Pendekatan alternatif dengan menerapkan polinomial orde lebih rendah terhadap
subkumpulan titik data disebut polinomial penyambungan fungsi Spline. Konsep
spline berasal dari teknik menggambar dengan menggunakan lempengan yang
fleksibel dan lebih ttipis (dinamakan spline) untuk menggambarkan kurva yang lebih
licin melalui sekumpulan titik.

62
1. Spline Linear
Penghubungan yang paling mudah antara dua buah titik adalah sebuah garis
lurus. Splineorde pertama untuk sekelompok susunan titik data dapat
didefinisikan sebagai kumpulan fungsi linear yang menghubungkan titik-titik:
f(x) = f(x0) + m0(x – x0) x0 < x < x1
f(x) = f(xi) + m1(x – x1) x1 < x < x2

f(x) = f(xn – 1) + mn – 1(x – xn – 1) xn – 1 < x < xn
dimana mi merupakan slope garis lurus yang menghubungkan titik-titik.
( ) ( )
( )

2. Spline Kuadratik
Tujuan dari Spline kuadratik adalah untuk menurunkan sebuah polinomial
orde kedua untuk setiap interval di antara titik-titik data. Polinomial untuk
setiap interval secara umum dapat dinyatakan sebagai:
( ) ( )
Diperlukan 3n persamaan atau kondisi untuk mengevaluasikan harga yang
tidak diketahui, harga yang dimaksud adalah:
 Harga-harga fungsi harus sama pada simpul-simpul terdalam (2n – 2)
kondisi
 Fungsi pertama dan terakhir harus melalui titik-titik ujung, untuk
keseluruhannya 2n kondisi.
 Turunan pertama pada simpul terdalam harus sama. Memberikan n –
1 kondisi lainnya untuk keseluruhan total 2n + n – 1 = 3n – 1.
 Anggap bahwa turunan kedua adalah nol pada titik pertama. Karena
turunan kedua dari persamaan adalah 2ai maka secara matematis a1
= 0.

3. Spline Kubik
Tujuan dari spline kubik adalah menurunkan suatu polinomial orde ketiga
untuk setiap interval di antara simpul, seperti dalam:
fi(x) = aix3+ bix2+ cix + di ... (4.22)

seperti halnya spline kuadratik, spline kubik memerlukan 4n kondisi untuk


mengevaluasikan harga-harga yang tidak diketahui, yaitu:
 Harga-harga fungsi harus sama pada simpul-simpul terdalam (2n – 2
kondisi)
 Fungsi-fungsi pertama dan terakhir harus melalui titik-titik ujung (2
kondisi)
 Turunan pertama pada simpul-simpul terdalam harus sama (n – 1
kondisi)
 Turunan kedua pada simpul-simpul terdalam harus sama (n – 1
kondisi)
 Turunan kedua pada ujung-ujung simpul adalah nol (2 kondisi)

63
Contoh 4.7
Perhatikan data berikut ini:
x 3,0 4,5 7,0 9,0
f(x) 2,5 1,0 2,5 0,5
Cocokan data tersebut dengan menggunakan spline orde pertama, dan gunakan
hasilnya untuk mengestimasi harga pada x = 5.

Penyelesaian 4.7
f(x) = f(x0) + m0(x – x0) x0 < x < x1

f(x) = 2,5 + –1(x – 3,0) 3,0 < x < 4,5


sehingga nilai estimasi untuk x = 5 adalah
f(5) = 2,5 – (5 – 3,0) = 0,5

f(x) = f(x0) + m0(x – x0) x0 < x < x1

f(x) = 4,5 + 0,6(x – 4,5) 4,5 < x < 7,0


sehingga nilai estimasi untuk x = 5 adalah
f(5) = 1,0 + 0,6 (5 – 4,5) = 1,3

f(x) = f(x0) + m0(x – x0) x0 < x < x1

f(x) = 2,5 – (x – 7,0) 7,0 < x < 9,0


sehingga nilai estimasi untuk x = 5 adalah
f(5) = 2,5 – (5 – 7,0) = 4,5

SOAL-SOAL LATIHAN
1. Taksirlah nilai log 4 dengan menggunakan interpolasi linear
a. Interpolasikan antara log 3 = 0,4771213 dan log 5 = 0,6989700
b. Interpolasikan antara log 3 = 0,4771213 dan log 4,5 = 0,6532125
Untuk setiap interpolasi, hitung kesalahan relatif persen berdasarkan harga
sebenarnya log 4 = 0,6020600

2. Diberikan data sebagai berikut:


x 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
f(x) 1 2,119 2,910 3,945 5,720 8,695
a. Hitunglah nilai f(1,6) dengan menggunakan polinomial interpolasi Newton
dari orde 1 sampai 3. Pilihlah urutan titik-titik untuk estimasi anda guna
mencapai ketelitian yang baik. Taksirlah nilai kesalahan untuk setiap
prediksi
b. Hitunglah nilai f(1,6) dengan menggunakan polinomial Lagrange dan Spline
dari orde 1 sampai 3. Pilihlah urutan titik-titik untuk estimasi anda guna
mencapai ketelitian yang baik. Taksirlah nilai kesalahan untuk setiap
prediksi

64
BAB 5
INTEGRASI

Secara etimologis mengintegrasikan berati memadukan bersama, sebagian ke


dalam suatu keseluruhan, menunjukkan, menyatukan jumlah total. Sedangkan secara
matematis dikenal teorema fundamental kalkulus:

∫ ( ) ( ) ( )

5.1 Formula Integrasi Newton-Cotes


Formula Newton-Cotes merupakan skema integrasi yang pada dasarnya
menggantikan suatu fungsi yang kompleks atau data tertabulasi dengan fungsi
hampiran yang mudah untuk diintegrasi.

∫ ( ) ∫ ( ) ( )

Dengan fn(x) merupakan suatu polinom


fn(x) = a0 + a1x + a2x2 + ... + an-1xn-1 + anxn ... (5.2)

a. Aturan Trapesium
Aturan trapesium merupakan salah satu rumusan integrasi Newton-Cotes.
Tinjau kembali persamaan (1) dengan fungsi polinom yang berderajat 1:

∫ ( ) ∫ ( ) ( )

Dengan:
( ) ( )
f1(x) = f(a) + ( ) ...(5.4)

65
luas yang dibatasi garis lurus f1(x) merupakan estimasi dari integral yang
dibatasi oleh [a,b]
( ) ( )
∫[ ( ) ( )] ( )

Sebelum proses integrasi persamaan (5.4) dinyatakan:


( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
( ) ( )
Persamaan (5.8) diintegrasi dengan [a,b] memberikan:
( ) ( ) ( ) ( )
I= | ( )
( )
Setelah diselesaikan diperoleh
( ) ( )
( ) ( )
Persamaan tersebut merupakan bentuk umum integrasi numerik dengan aturan
trapesium.
Galat aturan trapesium
Galat pada penggunaan aturan trapesium dinyatakan dengan:
( )( )
Contoh 5.1:
Dengan menggunakan aturan trapesium lakukan integrasi numeris untuk fungsi:
f(x) = 2 + 3x – 5x2 + 6x3 – 3x4 + x5
dari a = 0 hingga b = 0,8
Hitung galat jika nilai sejati 2,61849
Penyelesaian 5.1
Dari permasalahan tersebut, diperoleh beberapa informasi:
f(x) = 2 + 3x – 5x2 + 6x3 – 3x4 + x5 dengan batas a = 0 dan b = 0,8
Untuk a = 0 maka f(a) = 2
Untuk b = 0,8 maka f(0,8) = 3,37088
Sehingga nilai Integrasinya adalah:
( )
( )
( )
Untuk nilai sejati 2,61849 menghasilkan galat sebesar :
| |
Jika nilai sejati tidak diketahui maka perhitungan galat dapat diaproksimasi
dengan cara:
( )( )
Dengan f(x) = 2 + 3x – 5x + 6x – 3x + x
2 3 4 5

66
f’(x) = 3 – 10x + 18x2 – 12x3 + 5x4
f”(x) = -10 + 36x – 36x2 + 20x3
∫ ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
f”() =
Sehingga f”() = –0,72
Nilai galat hampirannya adalah :
( )( ) = 0,0307 = 3,07%

ATURAN TRAPESIUM DENGAN BANYAK PIAS


Metode sebelumnya, memberikan nilai galat yang cukup besar. Untuk
memperbaikinya, dapat digunakan pembagian daerah ke dalam segmen-segmen
yang lebih kecil disebut dengan pias.

Jika terdapat n banyak pias/segmen maka


Jika nilai a dan b mewakili nilai x0 dan xn maka integral f(x) adalah:

∫ ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ( )

Dengan menggunakan aturan trapesium akan diperoleh:


( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( )

Atau dapat ditulis

[ ( ) ∑ ( ) ( )] ( )

Dengan h =
Secara umum aturan trapesium dengan banyak pias dapat ditulis:
( )
[ ( ) ∑ ( ) ( )] ( )

67
Dengan galat:
( )
∑ ( ) ( )

Contoh 5.2:
Dengan menggunakan 2 pias aturan trapesium lakukan integrasi numeris untuk
fungsi:
f(x) = 0,2 + 25x – 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5
dari a = 0 hingga b = 0,8
Hitung galat jika nilai sejati 2,61849

b. Aturan Simpson
Apabila polinom orde 2 disubtitusikan ke persamaan (5.16):

∫ ( ) ∫ ( ) ( )

Maka akan diperoleh persamaan (5.17)


( )( ) ( )( )
∫[ ( ) ( )
( )( ) ( )( )
( )( )
( )]
( )( )
Setelah dilakukan integrasi dan manipulasi aljabar maka diperoleh:
[ ( ) ( ) ( )] ( )
Dengan : h = ½ (b – a)
Nilai a = x0 dan b = x2 sementara x1 adalah nilai tengah a dan b
Satu pias integrasi dengan aturan Simpson menghasilkan galat
( )
( ) ( )
( ) ( )

Contoh 5.3:
Gunakan metode 1/3 Simpson untuk menghitung integral dari: f(x) = 0,2 + 25x
– 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5
dari a = 0 hingga b = 0,8
Catatan : nilai sejati 1,64053334
PERBAIKAN ATURAN 1/3 SIMPSON
Seperti halnya aturan trapesium, nilai galat pada aturan 1/3 Simpson dapat
diperbaiki akurasinya dgn membagi banyak pias yang sama lebar, yaitu: h
=(b–a)/n
Sehingga integrasi total:

∫ ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ( )

68
Dengan mensubtitusikan aturan 1/3 Simpson ke persamaan tersebut maka
diperoleh:
( ) ∑ ( ) ∑ ( ) ( )
( ) ( )

( ) ∑ ( ) ∑ ( ) ( )
( )
Dengan estimasi galat:
( ) ̅̅̅̅̅
( )

Dan ̅̅̅̅̅
( ) = rerata derivatif ke empat selang

Contoh 5.3:
Gunakan aturan 1/3 Simpson dengan n = 4 untuk mengevaluasi integrasi:
f(x) = 0,2 + 25x – 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5
dari a = 0 hingga b = 0,8
Cat: nilai sejati 1,64053334

INTEGRASI 3/8 SIMPSON


Dengan cara yang analog pada saat menurunkan aturan 1/3 Simpson yaitu
subtitusi polinom orde 3 ke persamaan (1) maka diperoleh:
[ ( ) ( ) ( ) ( )] ( )
Dengan aproksimasi galat:
( )
( ) ( )
Contoh 5.4 Hitung integral

Dengan menggunakan a) kaidah trapesium dan b) kaidah 1/3 Simpson


Penyelesaian 5.4
Jumlah n = (1 – 0)/0,125 = 8

69
(b) dengan kaidah 1/3 Simpson

Bandingkan kedua solusi dengan solusi sejatinya:

5.2 Integrasi Romberg dan Kuadrat Gauss


Apabila dietmukan suatu kasus yang memperlihatkan kondisi fungsi tidak
terdefinisi pada x = t dimana a < t < b seperti dalam halnya menghitung:
( )


Fungsi tersebut jelas tidak terdefinisi untuk nilai x = 0 yaitu ujung bawah
interval.
Fungsi yang tidak terdefinisi di x = t untuk a < x < b, dinamakan singular.
Sehubungan dengan hal tersebut singularitas dapat dihilangkan dengan cara
memanipulasi persamaan fungsi sedemikian sehingga fungsi tersebut tidak
singular lagi.

Contoh 5.5 Ubahlah fungsi integrasi


( )


Sehingga menjadi tidak singular lagi

Penyelesaian 5.5

70
a. Integrasi Romberg
Penerapan ekstrapolasi untuk integrasi.
Misalkan I(h) adalah perkiraan nilai integrasi dengan jarak antara titik data h
(h < 1). Dari persamaan galat kaidah integrasi (Trapesium, Simpson dll)
yang dinyatakan dalam notasi E = O(hp). Terlihat bahwa galat E semakin
kecil apabila digunakan h yang semakin kecil.
 Nilai sejati integrasi adalah apabila h = 0 akan tetapi pemilihan h = 0
tidak mungkin dilakukan pada rumus integrasi numerik sebab akan
membuat nilai integrasi sama dengan nol.
 Nilai integrasi yang lebih baik dapat diperoleh dengan melakukan
ekstrapolasi ke h = 0, yaitu ekstrapolasi Richardson dan Ekstrapolasi
Aitken.
Ekstrapolasi Richardson
Secara umum ekstrapolasi Richardson menggunakan dua taksiran integral
untuk menghitung suatu aproksimasi ketiga yang lebih akurat.
I = I(h) + E(h) ... (5.23)

Dengan: I = harga eksak integral, I(h) = aproksimasi suatu penerapan


segmen n pada aturan trapesium dengan ukuran langkah h = (b – a)/n dan
E(h) adalah kesalahan pemotongan. Apabila dibuat dua taksiran terpisah h1
dan h2 maka:
I(h1) + E(h1) = I(h2) + E(h2) ... (5.24)

Perlu diingat bahwa kesalahan aturan trapesium segmen berganda dapat


dinyatakan secara aproksimasi dengan n = (b – a)/h
( )

Apabila dianggap bahwa merupakan nilai konstan tanpa memperhatikan


langkah maka persamaan 5.25 dapat digunakan untuk membandingkan dua
kesalahan berikut:
( )
( )
( )
Selanjutnya perbandingan dinyatakan dalam persamaan eksplisit:

71
( ) ( )( ) ( )

Subtitusikan persamaan 5.26 ke persamaan 5.24 sehingga diperoleh:


I(h1) + E(h2) ( ) I(h2) + E(h2)

Persamaan tersebut dapat diselesaikan menjadi:


( ) ( )
( )
( )

Subtitusikan ke dalam persamaan I = I(h2) + E (h2) agar mememnuhi


taksiran integral yang diperbaiki:

( ) [ ( ) ( )] ( )
( )
[ ]
Kasus khusus dimana interval dibagi menjadi (h2 = ½ h1) maka persamaa
menjadi:
( ) [ ( ) ( )]

Dengan mengumpulkan suku-suku maka:


( ) ( ) ( )

Contoh 5.6
Diberikan aplikasi tunggal dari segmen berganda dari aturan trapesium
memenuhi hasil-hasil berikut:
Segmen h Integral tr %
1 0,8 0,1728 89,5
2 0,4 1,0688 34,9
4 0,2 1,4848 9,50
Gunakan data tersebut untuk menghitung taksiran integral yang diperbaiki.

Penyelesaian 5.6
Taksiran untuk satu dan dua segmen dapat digabungkan agar memenuhi:
( ) ( )
Kesalahan integral yang diperbaiki:
Et = 1,64053334 – 1,36746667 = 0,27306667 dengan t = 16,6%

72
Dengan cara yang analog taksiran untuk dua dan empat segmen dapat
digabungkan agar memnuhi:
( ) ( )
Yang menunjukkan suatu kesalahan sebesar
Et = 1,64053334 – 1,62346667 = 0,01706667 dengan t = 1,0%

Algoritma Integrasi Romberg


Meninjau kembali contoh 5.6 maka algoritma penjelasan grafik dari deretan
taksiran integral yang dihasilkan dengan integrasi Romberg adalah:
0(h2) 0(h4) 0(h6) 0(h8)
(a) 0,17280000
1,36746667
1,06880000

(b) 0,17280000 1,36746667


1,64053334
0,06880000
1,62346667
1,48480000

(c) 0,01728000 1,36746667 1,64053334


0,06880000 1,62346667
1,64053334
1,48480000 1,64053334
1,63946667
1,60080000

Berikutnya akan diperiksa apakah hasil yang ditunjukkan sudah sesuai


dengan yang diperlukan. Metode yang dapat digunakan adalah:
| | ( )
b. Kuadratur Gauss

Kaidah trapesum besrsesuaian dengan kaidah Kuadratur Gauss. Pada


persamaan kuadratur Gauss mengandung empat variabel yang tidak

73
diketahui, yaitu x1, x2, c1, dan c2. Nilai-nilai variabel tersebut dipilih
sedemikian sehingga nilai galat integrasinya minimum. Implikasi dari
adanya empat variabel, maka akan terbentuk empat buah persamaan
simultan yang mengandung variabel-variabel tersebut.
Terlihat bahwa nilai integrasi numerik dengan kaidah trapesium akan
tepat galatnya = 0 untuk fungsi tetap dan fungsi linear. Misalnya untuk
f(x) = 1 dan f(x) = x.

( ) ∫ | ( )

( ) ∫ | ( ) ( )

Selanjutnya diperlukan dua persamaan lagi, untuk memperoleh nilai


variabel-variabel yang dimaksud.
Dengan asumsi pada metode trapesium sejati untuk fungsi tetap dan fungsi
linear maka dapat diperluas dengan menambahkan bahwa integrasinya sejati
untuk: f(x) = x2 dan f(x) = x3

( ) ∫ |

( ) ∫ |

Sehingga persamaan simultan yang terbentuk adalah :


c 1 + c2 = 2
c1x1 + c2x2 = 0
c1x12+c2x22 = 2/3
c1x13 + c2x23 = 0
diperoleh hasil:
c 1 = c2 = 1

74
x1 = dan x2 =
√ √
sehingga

∫ ( ) ( ) ( )
√ √
Persamaan ini dikenal dengan kaidah Gauss-Legendre 2-titik. Melalui
kaidah ini menghitung integral fungsi f(x) pada selang [-1,1] cukup hanya
dengan mengevaluasi nilai fungsi f pada nilai-nilai x1 = atau x2 =
√ √

75
Soal-Soal Latihan

6. gunakan integrasi Romberg unutk mengevaluasikan fungsi berikut sampai


ketelitian 0,1%.

( )∫ [ ( )] ( )∫

76
BAB 6
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

6.1 Jenis-jenis Persamaan Diferensial Biasa (PDB)


Persamaan diferensial biasa merupakan persmaaan diferensial yang hanya
memiliki satu variabel bebas yang disimbolkan dengan x. contoh-contoh persamaan
diferensial biasa:

 y’ = x2 + y2

 y” + y’ cos x – 3y = sin 2x
selain persamaan diferensial biasa, terdapat persamaan diferensial parsial yang
memiliki lebih dari satu variabel bebas. Turunan fungsi terhadap setiap variabel
dilakukan secara parsial. Contoh-contoh persamaan diferensial parsial:
 ( )

 ( ) ( ) ( )

Persamaan diferensial ditinjau dari ordenya, misalkan persamaan diferensial


biasa orde 1 bentuk bakunya dapat dituliskan sebagai:
y’ = f(x,y) dengan nilai awal y(x0) = y0

penulisan persamaan diferensial biasa selazimnya dituliskan dalam bentuk baku atau
dituliskan secara eksplisit. Contohnya:

Persamaan diferensial biasa secara numerik dapat diartikansebagai proses


perhitungan nilai fungsi di xr+1 = xr + h dengan h adalah ukuran langkah (step)
setiap iterasi. Pada metode analitik, nilai awal berfungsi untuk memperoleh solusi
yang unik. Sedangkan pada metode numerik nilai awal (initial value) berfungsi
untuk memulai iterasi. Terdapat beberapa metode numerik yang sering digunakan
untuk menghitung solusi persamaan diferensial biasa, yaitu: metode Euler, Metode
Heun, metode Deret Taylor, metode Runge-Kutta

77
6.2 Metode Euler
Apabila diberikan suatu persamaan diferensial biasa orde 1 y’ = f(x,y); y(x0) =
y0 atau dituliskan ( ) ( ) .
Misalkan yr = y(xr) adalah hampiran nilai y di xr yang dihitung dengan metode Euler:
xr = x0 + rh, r = 0,1,2,...,n

Dua suku pertama dituliskan menjadi persamaan (3) atau metode Euler yaitu
y(xr+1) = y(xr+) + hf(xr, yr) r=0,1,2,...,n
untuk menyederhanakan penulisan, persamaan metode Euler dapat ditulis lebih
singkat menjadi:
yr+1 = yr + hfr
Algoritma Metode Euler:

78
Analisis Galat metode Euler:

 Jika langkah dimulai dari x0 = a dan berakhir di xn = b maka total galat yang
terkumpul pada solusi akhir (yn) adalah:
( ) ( )
∑ () ( ) () ( )

Maka galatnya sebnading dengan h


Artinya metode Euler memberikan hampiran solusi yang buruk, sehingga dalam
praktek metode ini kurang disukai. Tetapi metode ini membantu dalam memahami
gagasan dasar metode penyelesaian PDB dengan orde yang lebih tinggi.

Contoh 6.1
Diketahui PDB
( )
Hitung nilai y(0,10) dengan metode Euler dan ukuran langkah h = 0,05; h = 0,02.
Jumlah angka signifikan 5.
Diketahui solusi sejati PDB tersebut adalah y(x) = ex – x – 1
peyelesaian

79
80
Tafsiran Geometris Metode Persamaan Diferensial Biasa
 Perlu diingat bahwa f(x,y) dalam persamaan diferensial menyatakan gradien
garis singgung kurva di titik (x,y)
 Garis singgung ditarik dari titik (x0,y0) dengan gradien f(x0,y0) dan berhenti
di titik (x1, y1) dimana nilai y1 dihitung dari persamaan Euler.
 Selanjutnya dari titik (x1, y1) ditarik kembali gradien hingga (x2,y2) dengan
nilai y2 dihitung dari persamaan Euler.
 Proses tersebut diulangi beberapa kali hingga iterasi ke-n sehingga hasilnya
merupakan garis putus-putus seperti gambar berikut ini:

Gambar 6.1
Berdasarkan tafsiran geometris tersebut dapat diturunkan metode Euler.

Gambar 6.2
m = y’(xr) = f(xr, yr) = ( ) yang
tidak lain adalah persamaan metode Euler.

81
6.3 Modifikasi dan Perbaikan Metode Euler (Metode Heun)
Metode perbaikan terhadap metode Euler dikenal dengan metode Heun yang
mampu memperbaiki ketelitian yang rendah karena galatnya bernilai besar
(sebanding dengan h), karena solusi dari metode Euler dijadikan perkiraan awal
pada metode Heun yang selanjutnya solusi perkiraan awal ini diperbaiki. Persamaan
metode Heun:
[ ( ) ( )]
Dalam persamaan tersebut, pada ruas kanan mengandung nilai yr+1 yang merupakan
solusi perkiraan awal yang dihitung dengan metode Euler. Oleh sebab itu, metode
heun dapat dituliskan ke dalam bentuk persamaan:

Gambar 6.3

Gambar tersebut memperlihatkan tafsiran geometri Metode Heun dengan galat:


( ) ( )

Galat hampiran

∑ ( )

( )
( ) ( )

82
Tafsiran Geometrisnya sebagai berikut:

Gambar 6.4

Algoritma Metode Heun:

Contoh 6.2
Diketahui PDB
( )
Hitung dengan menggunakan metode Heun (h =0,002)

83
Penyelesaian

Nilai dari metode Euler : y(0,10) = 1,1081


Nilai dari Metode Heun : y(0,10) = 1,1104  lebih baik dari Euler

Perluasan Metode Heun


Metode Heun dapat diperluas dengan menambah iterasinya sebagai berikut:

84
Proses iterasi berhenti pada kondisi y(k)r+1 – y(k – 1)r+1 < 

6.4 Metode Deret Taylor


Metode yang umum dan sederhana dalam menurunkan rumus-rumus
persamaan diferensial biasa adalah metode Euler. Jika diberikan bentuk umum
persamaan diferensial biasa:
y’(x) = f(x,y) dengan kondisi awal y(x0) = y0

misalkan yr+1 = y(xr+1), dengan r = 0,1,2,...n adalah hampiran nilai y di xr+1.


Hampiran tersebut diperoleh dengan menguraikan nilai yr+1 di sekitar xr sebagai
berikut:

Atau

Persamaan tersebut mengisyaratkan bahwa untuk menghitung hampiran nilai yr+1


diperlukan y’(xr), y”(xr),...,y(n)(xr)

Contoh 6.3
Diketahui PDB
( )
Tentukan nilai y(0,50) dengan metode Deret Taylor (h = 0,25)

Penyelesaian

85
Diperoleh:

Sehingga:

Bandingkan dengan solusi sejati y(0,50) = 0,8364023

86
Galat Metode Taylor

6.5 Metode Runge-Kutta


Sebagai akibat dari ketidakpraktisan metode Deret Taylor dalam menemukan
solusi persamaan diferensial biasa yang disebabkan adanya proses turunan fungsi,
maka terdapat alternatif lain yang dikenal dengan metode Runge-Kutta yang tidak
memerlukan turunan fungsi. Metode ini berusaha mendapatkan derajat ketelitian
yang lebih tinggi dan sekaligus meniadakan keperluan dalam mencari turunan fungsi
yang lebih tinggi. Metode ini paling populer digunakan dalam praktek. Bentuk
umumnya adalah:
yr+1 = yr + a1k1 + a2k2 + ... + ankn

dengan: a1, a2, a3, ..., an adalah suatu tetapan dan

Nilai ai, pi, qij dipilih sedemikian rupa sehingga meminimumkan galat perlangkah,
dan persamaan tersebut akan sama dengan metode Deret Taylor dari orde yang
tinggi.
Galat perlangkah pada metode Rung-Kutta orde-n adalah 0(hn+1), dan galat
hampirannya 0(hn) dimana orde metode = n.

Metode Runge-Kutta Orde Satu


Bentuk umumnya metode Runge-Kutta Orde satu adalah:
k1 = hf(xr, yr) yr+1 = yr + k1 dalam hal ini a1 = 1

87
Metode Runge-Kutta Orde Dua
Bentuk umum metode Runge-Kutta orde dua adalah :

Galat pemotongan perlangkah metode Runge-Kutta orde dua adalah 0(h3)dan galat
pemotongan aproksimasi metode Runge-Kutta orde dua adalah 0(h2).

88
Metode Runge-Kutta Orde Tiga
metode yang paling populer adalah metode Runge-Kutta orde tiga dan orde empat,
bentuk umumnya adalah:

Dimana galat pemotongan perlangkah nya adalah 0(h4) sedangkan galat pemotongan
aproksimasinya adalah 0(h3)

Algoritma untuk metode Runge-Kutta

Metode Runge-Kutta Orde Empat


Bentuk umum metode Runge-Kutta orde empat adalah

Galat pemotongan perlangkah pada metode Runge-Kutta orde empat adalah 0(h5)
sedangkan galat pemotongan aproksimasinya adalah 0(h4)

89
Algoritma untuk metode Runge-Kutta orde empat

Contoh 6.4 Diketahui PDB


( )
Tentukan nilai y(0,20) dengan metode Runge-Kutta orde tiga, gunakan ukuran
langkah h = 0,10

Penyelesaian

Langkah:

90
SOAL-SOAL LATIHAN

1. Diberikan suatu persamaan diferensial biasa:

Dimana nilai y (0) = 1


a. Gunakan metode Euler dengan h = 0,5 serta h = 0,25 untuk menyelesaikan
solusinya.
b. Gunakan metode Heun dengan h = 0,5 serta h = 0,25 untuk menyelesaikan
solusinya. Iterasikan korektor hingga s = 1%

2. Diberikan persamaan diferensial berikut: , y(1) = 0. Tentukan nilai


(1,4) dengan menggunakan: (ambil ukuran langkah h = 0,2):
a. Metode Euler
b. Metode Heun
c. Metode Deret Taylor
d. Metode Runge-Kutta orde 3

91
DAFTAR PUSTAKA

Arhami, Muhammad & Desiani Anita. (2005). Pemrograman MATLAB.


Yogyakarta: ANDI.

Canale.P.Raymond & Chapra, C. Steven. (1988). Metode Numerik. Jakarta:


Erlangga

Canale.P.Raymond & Chapra, C. Steven. (2007). Metode Numerik untuk Teknik


dengan Penerapan pada Komputer Pribadi. Jakarta: UI-Press.

Munir, Rinaldi. (2010). Metode Numerik Revisi ketiga. Bandung: Informatika.

Sianipar, R.H. (2013). Pemrograman MATLAB dalam Contoh dan Penerapan.


Bandung: Informatika.

Susila, I.N. (1993). Dasar-dasar Metode Numerik. Jakarta.

92
LAMPIRAN

Pert Topik Bahasan Uraian Materi yang Disajikan


(1) (2) (3)
1 Pendahuluan  Mengingat kembali materi-materi
Secara umum pada pertemuan dalam kalkulus terutama
pertama, kemampuan awal penekanan pada deret Taylor dan
mahasiswa diselidiki untuk MacLaurin
menetapkan strategi dan  Menekankan kembali operasi-
mengkondisikan keadaan awal operasi pada matriks terutama
siswa. Kemampuan kalkulus, operasi baris elementer.
aljabar matriks, dan fungsi
secara general.
2 Angka Bena, Galat, Deret  Angka bena
Keberadaan angka penting/bena
dikaitkan dengan teknik penulisan
angka secara ilmiah A x 10k
 Aturan pembulatan
Aturan pembulatan difokuskan
pada keberadaan angka penting.
 Galat dan jenisnya
Galat yang dibahas merupakan
galat total dan hampiran dengan
memperhatikan teknik
pembulatannya.
3 Mencari Akar Persamaan Tak  Metode Grafis
Linear Karakteristik fungsi dapat
(Metode tertutup) diselidiki dari sketsa grafik yang
Metode ini memberikan suatu diperoleh dengan menggunakan
batasan awal dan akhir sebagai software yang sesuai.
batas bawah (minimum) dan  Metode Biseksi
batas atas (maksimum) yang Metode ini memberikan nilai batas
dapat mengidentifikasi bawah dan batas atas yang
keberadaan akar-akar sejati. mengurung nilai akar sejati
Terdiri dari tiga metode yaitu dengan cara merata-ratakan nilai
grafis, bagi dua, dan posisi tersebut.
palsu.
4 Mencari Akar Persamaan Tak  Metode Regula Falsi
Linear Suatu nilai dijadikan sebagai
(Metode tertutup) acuan dalam menentukan nilai
Metode ini memberikan suatu akar sejati dengan prosedur iterasi
batasan awal dan akhir sebagai

93
batas bawah (minimum) dan yang berpatokan pada asumsi
batas atas (maksimum) yang awal.
dapat mengidentifikasi
keberadaan akar-akar sejati.
Terdiri dari tiga metode yaitu
grafis, bagi dua, dan posisi
palsu.
5 Mencari Akar Persamaan Tak  Metode Iterasi satu Titik
Linear (Metode Terbuka) Metode ini menetapkan suatu titik
Perbedaan metode ini dengan sebagai acuan, tetapi pada
metode sebelumnya, terletak prinsipnya diperlukan kejelian
pada batasan. Metode terbuka dalam membentuk persamaan
tidak memberikan batasan pada secara eksplisit. Perlu diingat
proses pencarian solusi, tetapi bahwa persamaan yang terbentuk
memberikan kebebasan melalui dapat memberikan hasil yang
pemberian taksiran awal yang konvergen ke suatu nilai atau
bisa diasumsikan pada berbagai sebaliknya (divergen) dan pada
kondisi. akhirnya tidak memberikan solusi.
 Metode Newton-Rhapson
Penentuan solusi dengan metode
ini mengacu pada proses
differensial. Sehingga proses
menentukan prosedur iterasi
bergantung pada turunan fungsi
yang pertama.
 Metode Secant
Metode Secant merupakan
perbaikan dari metode sebelumnya
walaupun, secara umum metode
Newton-Rhapson cenderung
diminati. tetapi, pelrlu diingat
bahwa kerumitan dalam proses
differensiasi dapat ditanggulangi
dengan menggunakan metode ini.
6 Sistem persamaan tak linear  Metode Newton
Sistem persamaan tak linear Penentuan solusi dari suatu sistem
dapat dicari solusinya dengan persamaan tak linear dengan
metode Newton. Pada menggunakan prosedur iterasi
prinsipnya mengacu pada suatu Newton.
nilai taksiran awal dengan  Studi Kasus Sistem persamaan
prosedur iterasi yang ditentukan Tak linear
dari data yang telah diketahui.

94
7 Sistem Persamaan Linear I  Metode Gauss
Sistem persamaan linear terbagi Menyelesaikan dan menentukan
ke dalam tiga jenis, yaitu yang solusi dari sistem persamaan linear
memiliki solusi unik/tunggal, dengan metode eliminasi Gauss-
solusi banyak, dan yang tidak Naif. Melalui pembentukan
memiliki solusi. Karakter dari matriks koefisien menjadi matriks
masing-masing SPL yang segitiga atas dan pensubtitusian
disebutkan dapat dilihat dari secara mundur dengan kata lain
berbagai sudut pandang, salah proses eliminasi secara maju.
satu caranya adalah dengan  Metode Gauss-Jordan
menghitung nilai determinannya Menyelesaikan dan menentukan
yang secara umum dapat solusi dari sistem persamaan linear
menentukan jenis SPL. dengan metode eliminasi Gauss-
Jordan. Secara general solusi
ditentukan melalui pembentukan
matriks koefisien menjadi matriks
identitas sehingga nilai dari
masing-masing variabel diperoleh
secara langsung dan simultan.
8 Sistem Persamaan Linear II  Metode Dekomposisi LU
Metode dalam mencari nilai Matriks koefisien yang diperoleh
variabel untuk sistem difaktorkan menjadi matriks
persamaan linear yang telah segitiga atas dan segitiga bawah.
dikemukakan mengacu pada Dari kedua matriks tersebut maka
penentuan nilai secara eksak. akan diperoleh nilai dari masing-
Sementara itu, pada metode masing variabel secara aljabar.
dengan eliminasi Gauss-Seidel  Metode Gauss-Seidel, Studi Kasus
diperkenalkan prosedur iterasi Sistem Persamaan Linear
pada perhitungan nilai variabel- Dari metode-metode penyelesaian
variabelnya. sistem persamaan linear yang telah
dibahas sebelumnya, secara umum
menampilkan suatu solusi eksak
secara langsung. Berbeda halnya
dengan metode Gauss-Seidel yang
menampilkan prosedur iterasi dan
memperhitungkan nilai galat serta
melibatkan nilai penaksiran awal
dalam penentuan nilai variabelnya.
9 Regresi Kuadrat Terkecil  Regresi Linear
Metode ini merupakan salah Persamaan yang diperoleh dari
satu teknik mencocokkan kurva persamaan regresi linear secara
berdasarkan data yang ada. umum menampilkan teknik

95
Adapun tekniknya meliputi mencocokkan kurva dari data yang
regresi dan interpolasi. Secara tersedia.
umum pada regresi, data yang  Regresi Polinom
disusun persamaan kurvanya Regresi polinom, pada prinsipnya
walaupun pada prinsipnya analog dengan sub pokok
terdapat beberapa hal yang sebelumnya. Perbedaan hanya
sebaiknya diperhatikan yaitu terletak pada derajat dari variabel
nilai x yang harus diukur bebasnya. Regresi polinom
dengan tepat dan nilai y yang menampilkan teknik pencocokkan
memiliki syarat berdistribusi kurva bagi fungsi polinom.
normal.  Regresi Linear Ganda
10 Interpolasi I  Interpolasi Beda terbagi Newton
Mengestimasi atau menaksir Metode ini merupakan teknik
suatu nilai dengan mengacu mengestimasi suatu nilai dengan
pada beberapa titik dapat menggunakan fungsi linear yang
dihitung dengan teknik menghubungkan dua titik.
interpolasi (linear, kuadrat, atau Sementara itu, perbaikan dengan
polinomial). Masing-masing menggunakan interpolasi kuadrat
memiliki spesifikasi dan memberikan nilai yang lebih
keunggulan, yang bergantung mendekati nilai sejatinya untuk
pada fungsi yang ditetapkan fungsi-fungsi yang bersesuaian.
atau yang dicari nilainya.
11 Interpolasi II  Lagrange
Mengestimasi atau menaksir Beberapa teknik dalam
suatu nilai dengan mengacu perhitungan estimasi dengan
pada beberapa titik dapat metode ini secara umum analog
dihitung dengan teknik dengan interpolasi beda terbagi
interpolasi (linear, kuadrat, atau Newton. Perbedaan terletak pada
polinomial). Masing-masing perhitungan perbandingan selisih
memiliki spesifikasi dan dua nilai variabelnya.
keunggulan, yang bergantung  Interpolasi Spline
pada fungsi yang ditetapkan
atau yang dicari nilainya.
12 Integrasi Numeris I  Metode Trapesium
Kalkulus integral sudah cukup Prinsipnya, objek yang dibatasi
mewakili dalam perhitungan oleh suatu kurva yang akan
hampiran luas suatu bidang dihitung luasnya dipartisi menjadi
datar yang diketahui persamaan bidang-bidang datar berbentuk
kurvanya. Tetapi, secara trapesium. Selanjutnya jumlah
sederhana proses komputasi seluruh partisi diagbungkan dan
dalam menaksir luas suatu diperoleh suatu nilai hampiran
bidang datar dapat luasnya.

96
menggunakan beberapa teknik  Metode Simpson 1/3
sederhana diantaranya metode  Metode Simpson 3/8
trapesium dan metode Simpson.
13 Integrasi Numeris II  Teknik Integrasi Romberg
Teknik Integrasi Romberg dan  Teknik Kuadratur Gauss
Kuadratur Gauss
14 Sistem Persamaan Differensial  Metode Euler
Biasa  Metode Runge-Kutta
Sistem persamaan differensial
yang dibahas, terfokus pada
penentuan solusi dengan
menggunakan metode Euler dan
metode Runge-Kutta
15 Sistem Persamaan Diferensial  Sistem Persamaan Differensial
Parsial Parsial
Pokok bahasan ini mengkaji
tentang sistem persamaan
differensial parsial.

97

Anda mungkin juga menyukai