Anda di halaman 1dari 20

CRITICAL BOOK REPORT

“PANCASILA”

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Alexander Sitinjak (4183312005)

Latifah Anggraini Siregar (4181111001)

Triski Mangunsong (4182111031)

Dosen Pengampu

Putri Sari Margaret J Silaban, S.E., M.Si.

BILINGUAL PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga“Critical Book
Review Pancasila”ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pancasila ibu Putri Sari Margaret Silaban, S.E.,
M.Si. atas bimbingannya penulis bisa menyelesaikan cbr ini. Kemudian kepada teman-teman kelas
Bilingual Matematika 2018 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian Critical Book Review ini.

Dan harapan penulis semoga cbr ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
penulis, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi dari cbr ini agar
menjadi lebih baik lagi dan menjadi lengkap. Penulis menyadari bahwa Critical Book Review ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.

Medan, September 2019

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
BAB I (PENDAHULUAN)..................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 4
BAB II (IDENTITAS BUKU) ................................................................................................ 5
2.1 Identitas buku 1 .................................................................................................................. 5
2.2 Identitas buku 2 .................................................................................................................. 5
BAB III (RINGKASAN BUKU) ............................................................................................ 6
3.1 Ringkasan buku 1 ............................................................................................................... 6
3.2 Ringkasan buku 2 ..............................................................................................................12
BAB IV (PEMBAHASAN) ...................................................................................................18
BAB V (PENUTUP) ..............................................................................................................19
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................................19
5.2 Sarann ...............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................20

3
BAB 1

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Pada dasarnya semua buku yang telah ditulis oleh para penulis memiliki keunikan
masing-masing, namun ada juga diantara buku-buku tersebut yang masih memiliki
kekurangan, sehingga buku tersebut belum begitu sempurna untuk dipelajari. Oleh karena itu,
dibutuhkan buku lain untuk melengkapi kekurangan buku tersebut.
Penulis membuat Critical Book Review ini, untuk melihat perbedaan dan persamaan
dari kedua buku dan kelebihan atau kekurangan yang berbeda dari setiap penulisnya mengenai
suatu materi pembelajaran yang sama dan juga untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pancasila.
Buku yang diambil adalah buku pertama buku utama yang digunakan saat perkuliahan
dan buku pembanding adalah buku yang terkait dengan materi Pancasila tersebut.

b. Tujuan

1. Mengulas isi sebuah buku


2. Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam buku
3. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh setiap bab
dari buku utama dan buku pembanding
4. Membandingkan isi buku pertama dan buku kedua
5. Memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidkan
c. Manfaat

1. Sebagai bahan evaluasi bagi penulis untuk memperbaiki penulisan buku kedepannya

2. Sebagai bahan pertimbangan pembaca dalam memilih buku

3. Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang profesi kependidikan

4. Untuk mengetahui kelemahan dan kelemahan buku utama dan buku pembanding

4
BAB II

IDENTITAS BUKU

2.1 Identitas buku 1 (buku pembanding)

1. Judul buku : pendidikan pancasila untuk perguruan tinggi


2. Pengarang : direktorat jendral pembelajaran dan
kemahasiswaan
3. Tahun terbit : 2016
4. Penerbit : kementrian riset teknologi dan pendidikan tinggi
5. Tebal buku : 239
6. ISBN : 978-602-6470-01-0

2.2 Identitas buku 2 (buku yang direview)


1. Judul buku : pancasila dan kewarganegaraan
2. Pengarang : M. Faizin, dkk
3. Tahun terbit : 2013
4. Penerbit : Sunan Ampel Press (SAP)
5. Tebal buku : 450
6. ISBN : 978-602-7912 25-0

5
BAB III

RINGKASAN BUKU

3.1 Ringkasan buku 1

Bab pertama, dimulai dengan latar belakang pendidikan Pancasila. Kebijakan nasional
pembangunan bangsa dan karakter, landasan hukum pendidikan Pancasila, kerangka konseptual
pendidikan Pancasila, visi dan misi, tujuan pendidikan Pancasila, desain mata kuliah, kompetensi inti
dan kompetensi dasar. Kebijakan penyelenggaraaan pendidikan Pancasila di perguruan tinggi tidak
serta merta diimplementasikan, baik di perguruan tinggi negeri maupun di perguruan tinggi swasta.
Keadaan tersebut terjadi karena dasar hukum yang mengatur berlakunya pendidikan Pancasila di
perguruan tinggi selalu mengalami perubahan dan persepsi pengembang kurikulum di masing-masing
perguruan tinggi berganti-ganti. Lahirnya ketentuan dalam pasal 35 ayat (5) Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah
pendidikan agama, pendidikan Pancasila, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia,
menunjukkan bahwa negara berkehendak agar pendidikan Pancasila dilaksanakan dan wajib dimuat
dalam kurikulum peguruan tinggi sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri.

Selain itu, dengan mengacu kepada ketentuan pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012,
sistem pendidikan tinggi di Indonesia harus berdasarkan Pancasila. Implikasinya, sistem pendidikan
tinggi (baca: perguruan tinggi) di Indonesia harus terus mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam
berbagai segi kebijakannya dan menyelenggarakan mata kuliah pendidikan Pancasila secara sungguh-
sungguh dan bertanggung jawab. Mahasiswa diharapkan dapat menguasai kompetensi: bersyukur
atas karunia kemerdekaan dan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia; menunjukkan sikap positif
terhadap pentingnya pendidikan Pancasila; menjelaskan tujuan dan fungsi pendidikan Pancasila
sebagai komponen mata kuliah wajib umum pada program diploma dan sarjana; menalar dan
menyusun argumentasi pentingnya pendidikan Pancasila sebagai komponen mata kuliah wajib umum
dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Bab kedua membahas Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia. Pokok bahasan ini
mengkaji dinamika Pancasila pada era pra kemerdekaan, awal kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru,
dan Reformasi. Untuk memahami arus sejarah bangsa Indonesia, terutama terkait dengan sejarah
perumusan Pancasila. Hal tersebut penting untuk diketahui karena perumusan Pancasila dalam
sejarah bangsa Indonesia mengalami dinamika yang kaya dan penuh tantangan. Perumusan Pancasila,

6
mulai dari sidang BPUPKI sampai pengesahan Pancasila sebagai dasar negara dalam sidang PPKI,
masih mengalami tantangan berupa “amnesia sejarah” (istilah yang digunakan Habibie dalam pidato
1 Juni 2011).

Membahas sejarah perumusan Pancasila penting agar mahasiswa mengetahui dan memahami
proses terbentuknya Pancasila sebagai dasar negara. Tujuannya adalah agar mahasiswa dapat
menjelaskan proses dirumuskannya Pancasila sehingga terhindar dari anggapan bahwa Pancasila
merupakan produk rezim Orde Baru. Pembahasan ini, diawali dengan penelusuran tentang konsep
dan urgensi Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia. Kemudian, menanyakan dan menemukan
alasan diperlukannya Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia. Selanjutnya, mahasiswa perlu
menggali sumber historis, sosiologis, dan politis tentang Pancasila dalam kajian sejarah bangsa
Indonesia. Kemudian, mahasiswa perlu membangun argumen tentang dinamika dan tantangan
Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia sekaligus mendeskripsikan esensi dan urgensi
Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia untuk masa depan. Indonesia yang berdasar pada
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945; mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila
dalam bentuk pribadi yang saleh secara individual, sosial dan alam; memahami dan menganalisis
dinamika Pancasila secara historis; mempresentasikan dinamika Pancasila secara historis, serta
merefleksikan fungsi dan kedudukan penting Pancasila dalam perkembangan Indonesia mendatang.

Bab ketiga membahas kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Pokok bahasan ini
mengkaji hubungan antara Pancasila dan Proklamasi, hubungan antara Pancasila dan Pembukaan
UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945, implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara,
khususnya dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam. Mahasiswa diajak untuk
mengetahui dan membahas bahwa Pancasila sebagai dasar negara yang autentik termaktub dalam
Pembukaan UUD 1945. Inti esensi nilai-nilai Pancasila tersebut, yaitu ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.

Bangsa Indonesia semestinya telah dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan, tetapi dalam kenyataannya belum sesuai dengan harapan.
Hal tersebut merupakan tantangan bagi generasi muda, khususnya mahasiswa sebagai kaum
intelektual, untuk berpartisipasi berjuang mewujudkan tujuan negara berdasarkan Pancasila. Agar
partisipasi mahasiswa di masa yang akan datang efektif, maka perlu perluasan dan pendalaman
wawasan akademik mengenai dasar negara melalui mata kuliah pendidikan Pancasila. Setelah

7
mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat menguasai kompetensi dasar; berkomitmen
menjalankan ajaran agama dalam konteks Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; Sadar dan berkomitmen melaksanakan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan ketentuan hukum di
bawahnya, sebagai wujud kecintaannya pada tanah air; mengembangkan karakter Pancasilais yang
teraktualisasi dalam sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong
royong, cinta damai, responsif dan proaktif; bertanggung jawab atas keputusan yang diambil berdasar
pada prinsip musyawarah dan mufakat; berkontribusi aktif dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, berperan serta dalam pergaulan dunia dengan menjunjung tinggi penegakkan moral dan
hukum; mengidentifikasi, mengkritisi, dan mengevaluasi peraturan perundangundangan dan
kebijakan negara, baik yang bersifat idealis maupun praktispragmatis dalam perspektif Pancasila
sebagai dasar negara.

Bab keempat dibahas tentang kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara. Pokok bahasan
ini mengkaji Pengertian dan Sejarah Ideologi, Pancasila dan Ideologi Dunia, Pancasila dan Agama.
Bahasan ini sangat penting karena ideologi merupakan seperangkat sistem yang diyakini setiap warga
negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ideologi yang bersumber dari
kebudayaan, artinya, berbagai komponen budaya yang meliputi: sistem religi dan upacara
keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem
mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan memengaruhi dan berperan dalam
membentuk ideologi suatu bangsa.

Para pelaku ideologi merasa sudah akrab, tidak asing lagi dengan nilai-nilai yang terdapat
dalam ideologi yang diperkenalkan dan diajukan kepada mereka. Adapun ideologi yang bersumber
dari pemikiran para tokoh, seperti marxisme. Marxisme termasuk salah satu di antara aliran ideologi
(mainstream) yang berasal dari pemikiran tokoh atau filsuf Karl Marx. Pengaruh ideologi Marxisme
masih terasa sampai sekarang di beberapa negara, walaupun hanya menyisakan segelintir negara,
seperti: Korea Utara, Kuba, dan Vietnam. Bahkan, Cina pernah berjaya menggunakan ideologi
Marxis di zaman Mao Ze Dong, meskipun sekarang bergeser menjadi semi liberal, demikian pula
halnya dengan Rusia. Dewasa ini, ideologi berkembang ke dalam bidang kehidupan yang lebih luas,
seperti ideologi pasar dan ideologi agama. Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat
menguasai kompetensi; berkomitmen menjalankan ajaran agama dalam konteks Indonesia yang
berdasar pada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945; taat beragama dalam
kehidupan individu, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan dalam pengembangan keilmuan serta

8
kehidupan akademik dan profesinya. Menalar perbedaan pandangan tentang beragam ideologi dan
membangun pemahaman yang kuat tentang ideologi Pancasila. Berkomitmen menjalankan ajaran
agama dalam konteks Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945. Berkomitmen menjalankan ajaran agama dalam konteks Indonesia yang berdasar pada
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945; taat beragama dalam kehidupan individu,
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan dalam pengembangan keilmuan serta kehidupan akademik
dan profesinya. Mengembangkan karakter Pancasilais yang teraktualisasi dalam sikap jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, cinta damai, responsif dan
proaktif. Menganalisis ideologi besar dunia dan ideologiideologi baru yang muncul dan menjelaskan
Pancasila sebagai ideologi yang cocok untuk Indonesia. Menalar perbedaan pandangan tentang
beragam ideologi dan membangun pemahaman yang kuat tentang ideologi Pancasila.

Bab kelima mengkaji pengertian filsafat, filsafat Pancasila, hakikat sila-sila Pancasila.
Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan bahan renungan yang menggugah kesadaran para pendiri
negara, termasuk Soekarno ketika menggagas ide philosofische grondslag. Perenungan ini mengalir
ke arah upaya untuk menemukan nilai-nilai filosofis yang menjadi identitas bangsa Indonesia.
Perenungan yang berkembang dalam diskusi-diskusi sejak sidang BPUPKI sampai ke pengesahan
Pancasila oleh PPKI, termasuk salah satu momentum untuk menemukan Pancasila sebagai sistem
filsafat. Sistem filsafat merupakan suatu proses yang berlangsung secara kontinu sehingga
perenungan awal yang dicetuskan para pendiri negara merupakan bahan baku yang dapat dan akan
terus merangsang pemikiran para pemikir berikutnya, seperti: Notonagoro, Soerjanto
Poespowardoyo, dan Sastrapratedja. Mereka termasuk segelintir pemikir yang menaruh perhatian
terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat. Oleh karena itu, kedudukan Pancasila sebagai sistem
filsafat dengan berbagai pemikiran para tokoh yang bertitik tolak dari teori-teori filsafat akan dibahas
pada subbab tersendiri.

Mahasiswa perlu memahami Pancasila secara filosofis karena mata kuliah Pancasila pada
tingkat perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk berpikir secara terbuka, kritis, sistematis,
komprehensif, dan mendasar sebagaimana ciri-ciri pemikiran filsafat. Setelah mempelajari bab ini,
mahasiswa diharapkan dapat menguasai kompetensi: bersikap inklusif, toleran dan gotong royong
dalam keragaman agama dan budaya; mengembangkan karakter Pancasilais yang teraktualisasi dalam
sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, cinta damai,
responsif dan proaktif; bertanggung jawab atas keputusan yang diambil berdasar prinsip musyawarah;
memahami dan menganalisis hakikat sila-sila Pancasila, serta mengaktualisasikan nilai-nilai yang

9
terkandung di dalamnya sebagai paradigma berpikir, bersikap, dan berperilaku; mengelola hasil kerja
individu dan kelompok menjadi suatu gagasan tentang Pancasila yang hidup dalam tata kehidupan
Indonesia.

Bab keenam Pancasila dikaji sebagai sistem etika yang meliputi: pengertian etika, etika
Pancasila, Pancasila sebagai solusi problem bangsa, seperti korupsi, kerusakan lingkungan, dekadensi
moral, dan lain-lain. Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa
Indonesia juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan
kepada setiap warga negara Indonesia untuk bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem
etika dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap individu sehingga
memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Mahasiswa sebagai peserta didik termasuk anggota masyarakat ilmiah-akademik yang
memerlukan sistem etika yang orisinal dan komprehensif agar dapat mewarnai setiap keputusan yang
diambilnya dalam profesi ilmiah. Oleh karena itu, keputusan ilmiah yang diambil tanpa pertimbangan
moralitas dapat menjadi bumerang bagi dunia ilmiah itu sendiri sehingga menjadikan dunia ilmiah
itu hampa nilai (value –free).

Mahasiswa yang berkedudukan sebagai makhluk individu dan sosial, perlu menyadari bahwa
setiap keputusan yang diambil tidak hanya terkait dengan diri sendiri, tetapi juga berimplikasi dalam
kehidupan sosial dan juga lingkungannya. Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral guidance
yang dapat diaktualisasikan ke dalam tindakan konkret yang melibatkan berbagai aspek kehidupan di
sekitar Anda. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam putusan
tindakan sehingga mampu mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan moralakademis.
Dengan demikian, mahasiswa dapat mengembangkan karakter yang Pancasilais melalui berbagai
sikap yang positif, seperti: jujur, disiplin, tanggung jawab, mandiri, dan lainnya. Untuk itu, diperlukan
penguasaan pengetahuan tentang pengertian etika, aliran etika, dan pemahaman Pancasila sebagai
sistem etika sehingga mahasiswa memiliki keterampilan menganalisis persoalan-persoalan korupsi
dan dekadensi moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Setelah mempelajari dan membahas bab
keenam ini, mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi; taat beragama dalam kehidupan individu,
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan dalam pengembangan keilmuan serta kehidupan akademik
dan profesinya; mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk pribadi yang saleh secara
individual, sosial dan alam; mengembangkan karakter Pancasilais yang teraktualisasi dalam sikap
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, cinta damai,
responsif dan proaktif; Berkontribusi aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan serta

10
dalam pergaulan dunia dengan menjunjung tinggi penegakan moral dan hukum; menguasai
pengetahuan tentang pengertian etika, aliran-aliran etika, etika Pancasila, dan Pancasila sebagai solusi
problem moralitas bangsa; terampil merumuskan solusi atas problem moralitas bangsa dengan
pendekatan Pancasila.

Bab ketujuh membahas dan mengkaji Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu,
yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Sebagai dasar
pengembangan ilmu. Relasi antara iptek dan nilai budaya serta agama akan dapat ditandai dengan
beberapa kemungkinan sebagai berikut. Pertama; iptek yang gayut dengan nilai budaya dan agama
sehingga pengembangan iptek harus senantiasa didasarkan atas sikap human-religius. Kedua; iptek
yang lepas sama sekali dari norma budaya dan agama sehingga terjadi sekularisasi yang berakibat
pada kemajuan iptek tanpa dikawal dan diwarnai nilai human-religius. Hal ini terjadi karena
sekelompok ilmuwan yang meyakini bahwa iptek memiliki hukum-hukum sendiri yang lepas dan
tidak perlu diintervensi nilai-nilai dari luar. Ketiga; iptek yang menempatkan nilai agama dan budaya
sebagai mitra dialog di saat diperlukan. Dalam hal ini ada sebagian ilmuwan yang beranggapan bahwa
iptek memang memiliki hukum tersendiri (faktor internal), tetapi di pihak lain diperlukan faktor
eksternal (budaya, ideologi, dan agama) untuk bertukar pikiran, meskipun tidak dalam arti saling
bergantung secara ketat.

Relasi yang paling ideal antara iptek dan nilai budaya serta agama tentu terletak pada fenomen
pertama, meskipun hal tersebut belum dapat berlangsung secara optimal, mengingat keragaman
agama dan budaya di Indonesia itu sendiri. Keragaman tersebut, di satu pihak dapat menjadi
kekayaan, tetapi di pihak lain dapat memicu terjadinya konflik. Oleh karena itu, diperlukan sikap
inklusif dan toleran di masyarakat untuk mencegah timbulnya konflik di masyarakat. Fenomena
kedua yang menempatkan pengembangan iptek di luar nilai budaya dan agama, jelas bercorak
positivistis. Kelompok ilmuwan dalam fenomena kedua ini menganggap intervensi faktor eksternal
justru dapat mengganggu objektivitas ilmiah. Fenomena ketiga yang menempatkan nilai budaya dan
agama sebagai mitra dialog merupakan sintesis yang lebih memadai dan realistis untuk diterapkan
dalam pengembangan iptek di Indonesia. Karena iptek yang berkembang di ruang hampa nilai justru
akan menjadi bumerang yang membahayakan aspek kemanusiaan.

Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya dan agama dari
bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengakomodir seluruh aktivitas
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demikian pula halnya dalam aktivitas ilmiah.

11
Oleh karena itu, perumusan Pancasila sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas ilmiah di Indonesia
merupakan sesuatu yang bersifat niscaya. Bangsa Indonesia memiliki akar budaya dan religi yang
kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan masyarakat sehingga manakala pengembangan ilmu
tidak berakar pada ideologi bangsa sama halnya dengan membiarkan ilmu berkembang tanpa arah
dan orientasi yang jelas. Bertitik tolak dari asumsi tersebut, maka das sollen ideologi Pancasila
berperan sebagai leading principle dalam kehidupan ilmiah bangsa Indonesia.

3.2 Ringkasan buku 2

Bab satu, urgensi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Indonesia merupakan salah
satu negara multi etnis, ras, suku, bahasa, budaya, dan agama. Keragaman ini sering men jadi pemicu
disharmoni di antara warga negara. Kekerasan yang dilakukan suatu kelompok terhadap kelompok
lain mengatasnamakan agama merupakan contoh konkrit disharmoni yang sering terjadi di
masyarakat kita. Aktualisasi nilai dan karakter luhur Pancasila merupakan alat yang dapat digunakan
untuk menyeleraskan disharmoni yang terjadi. Namun, mata kuliah Pancasila diajarkan di Perguruan
Tinggi masih memiliki beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan tersebut di antaranya adalah pola
dan praktik pembelajaran masih bersifat indoktrinatif, muatan materi ajar sarat dengan kepentingan
subjektif rezim penguasa, dan mengabaikan dimensi afektif dan psikomotorik sebagai bagian integral
pencapaian hasil belajar. Dengan latar belakang tersebut difokuskan pada ketercapaian sikap sadar
diri sebagai warga negara melalui pemahaman terhadap konsep dasar dan nilai-nilai Pancasila dan
Kewarganegaraan.

Bab dua peran pancasila dan agama dalam membangun negara yang demokratis.
Perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar terutama
berkaitan dengan gerakan reformasi, serta perubahan Undang-undang termasuk amandemen UUD
1945 serta Tap MPR NO.XVIII/MPR/1998, yang menetapkan mengembalikan kedudukan Pancasila
pada kedudukan semula, sebagai dasar fi lsafat negara. Hal itu mengakibatkan bangsa Indonesia
mengalami krisis ideologi. Selain itu, pengaruh globalisasi pada zaman sekarang mengakibatkan
pudarnya nilai-nilai murni Pancasila dari masingmasing individu. Maka dari itu, pendidikan Pancasila
sangat diperlukan untuk membentuk karakter yang sesuai dengan nilai dasar Pancasila. Untuk
mengurangi sikap radikal di era reformasi ini, maka sangat diperlukan pendidikan Pancasila di
berbagai jenjang studi.

Bab tiga demokrasi: antara teori dan praktik paket 4 menanamkan kesadaran konstitusional
dalam berbangsa dan bernegara. Dalam rangkaian sejarah dunia, memerdekakan manusia adalah

12
alasan utama kenapa istilah “modern” lahir. Semangat renaissance mengamanatkan bahwa manusia
harus diberi kesempatan lebih baik untuk melindungi dirinya. Manusia dijamin hak-haknya sebagai
individu dan sebagai komunitas sosial. Amanat penting pada momentum ini adalah bahwa manusia
harus bebas dari segala jenis penindasan. Pada sejarah bernegara, diperkenalkanlah konsep
demokrasi. Demokrasi ada untuk semakin memantapkan dukungan atas kebebasan manusia.
Demokrasi adalah prinsip perlindungan hak manusia sebagai warga negara. Di Indonesia, demokrasi
adalah bentuk yang disepakati. Meski perjalanan demokrasi di Indonesia cukup panjang, namun
kebutuhan untuk terus belajar tentangnya tidak boleh berhenti. Merawat dan memelihara demokrasi
adalah kewajiban semua warga negara Indonesia hingga demokrasi mencapai titik kematangannya.

Bab empat identitas nasional pancasila dan kewarganegaraan. Indonesia merupakan negara
demokrasi terbesar ketiga di dunia modern setelah Amerika serikat, India. Persyaratan negara modern
dan demokratis harus memiliki pemerintahan yang sah dan diakui legitimasinya oleh pemilik
kedaulatan— yakni rakyat—melalui suksesi kepemimpinan yang teratur dan konstitusional. Persyarat
kedua, Indonesia harus memiliki konstitusi atau Undang-Undang Dasar sebagai peraturan tertulis dan
tertinggi yang menjamin supremasi hukum yang mengikat seluruh warga negara baik ke dalam
maupun ke luar dalam mengatur mekanisme pengaturan roda pemerintahan dan men jamin pemisahan
kekuasaan negara dan aparatur Negara dengan konsensus nasional yang disepakati oleh
penyelenggara negara. Dalam konteks ini prinsip cheks and balances harus dijalankan dalam
mengatur seluruh kelembagaan negara secara eksplisit harus tercantum dalam konstitusi ini.
Selanjutnya, persyaratan ketiga, Indonesia harus mencantumkan piagam jaminan Hak Asasi Warga
Negara Indonesia. Dalam konteks konstitusionalitas, konstitusi merupakan piagam jaminan HAM
bagi warga negara ini secara rinci masuk dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam masa periode
perubahan Konstitusi ini atau disebut hasil amandemen kedua pada tahap Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat pada tahun 2000.

Bab lima komitmen terhadap NKRI. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar dengan
jumlah populasi penduduk terpadat ke-4 di dunia, yakni 237.641.326 jiwa (sensus 2010) setelah
China (1.343.239.923 jiwa), India (1.205.073.612 jiwa), dan Amerika Serikat (313.847.465 jiwa).
Dari seluruh Negara di dunia termasuk Negara-negara di atas, ternyata yang paling unik dan paling
plural adalah Indonesia, mengingat sangat kaya ragam etnis, ras, suku, bahasa, budaya, dan agama.
Pluralitas hakikatnya sangat rentan terjadi konfl ik vertikal dan horizontal, jika identitas nasional tidak
benar-benar dikelola dengan sebaik-baiknya oleh seluruh komponen bangsa yang ada di Indonesia
tanpa terkecuali. Beragam pengertian tentang identitas nasional muncul dari sekian banyak tokoh

13
nasional maupun internasional, namun semuanya sangat bergantung pada entitas ruang dan waktu di
mana pakar tersebut mendefi nisikannya. Namun, secara umum identitas nasional diartikan sebagai
ciri/tanda/jati diri yang melekat pada sesuatu atau seseorang yang membedakan dengan yang lain.
Segala bentuk ciri khas yang inhern dimiliki oleh siapapun dan berupa apa pun yang mampu
dijelaskan secara spesifi k dengan baik dan berbeda dari yang lain itulah hakikat identitas. Jika
identitas tersebut berskala nasional, maka apa pun ragam bentuk khas yang mengidentifi kasikan
kesatuan geografis, kolektifi tas warga negara, kedaulatan bangsa itulah hakikat identitas nasional
yang sebenarnya. Sementara K oento Wibisono mengartikan identitas nasional sebagai manisfestasi
nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri
khas yang membedakan dengan bangsa lain.

Identitas nasional selalu berkembang dinamis dan terbuka seirama dengan perkembangan
ruang dan waktu, artinya identitas nasional harus dipahami sebagai produk dari akumulasi nilai-nilai
yang berkembang secara dinamis dalam masyarakat. Identitas nasional kerapkali dinilai sebagai jati
diri bangsa, karena setiap produk identitas akan melahirkan sifat bangsa, kepribadian bangsa, karakter
bangsa (nation building) dan itu merupakan kekhasan yang membedakan dengan bangsa atau negara
lain. Semakin intens pola internalisasi identitas suatu bangsa, maka semakin meningkat pula jiwa dan
rasa memiliki atas kebangsaan suatu negara. Semakin dijauhkan warga negara dari identitasnya
sehingga berakibat munculnya krisis identitas, maka semakin dekat pula kehancuran suatu negara
tersebut.

Identitas nasional menjadi parameter pertama dan utama eksis tidaknya suatu negara. Kalau
suatu negara ingin berkembang bermartabatnya, maka identitas adalah pondasi yang harus dibangun
kokoh. Jika bangunan kokoh, maka beragam tantangan jenis apa pun tidak akan mampu
mengkontaminasi atau bahkan mengeleminasi identitas suatu bangsa atau negara tersebut. Indonesia
lahir dengan habitat keberbedaan. Keberbedaan itu bersifat natural dan tidak direkayasa. Keberbedaan
natural itu berupa suku, agama, ras, antar golongan (SARA), budaya, bahasa, dan bangsa. Oleh karena
kelahiran identitas bersifat natural, jika nilai-nilai beragam entitas tersebut tidak membumi atau tidak
mengakar dalam diri setiap warga negara, maka perlahan nilai kebangsaan Indonesia akan lenyap dan
negara Indonesia perlahan akan bubar.

Identitas kebangsaan Indonesia banyak dikenal sebagai bangsa yang memiliki trade mark
menjaga “adat ketimuran” yang kental dengan hidup rukun, sikap santun, beradab, ramah, agamis
serta berbudaya musyawarah untuk mufakat, sejatinya tidak hanya sebagai jargon kosong, namun

14
diindoktrinasi tiada henti secara massif dan berlaku turun-temurun, sehingga mendarah-daging dari
generasi ke generasi. Indoktrinasi tidak selamanya berbau negatif bagi perubahan sosial di suatu
negara, selama nilai-nilai yang diindoktrinasi tersebut bukan ideologi kelompok/asing yang selalu
mengimpikan hegemoni kekuasaan, tetapi merupakan konsensus sekaligus komitmen nasional yang
dimotori oleh the founding fathers (para pendiri bangsa) yang mencita-citakan negara berdaulat dan
bermartabat.

Bab enam, komitmen terhadap NKRI. Negara Kesatuan Republik Indonesia semenjak
lahirnya pada 17 Agustus 1945 sampai sekarang telah mengalami berbagai macam cobaan dalam
mempertahankan eksistensinya. Ketika masih baru berdiri, N KRI harus bertahan menghadapi
penjajah Belanda yang membonceng sekutu dan berusaha merebut kembali tanah jajahannya. Selain
menghadapi ancaman dari luar, ancaman dari dalam negeri berupa berbagai pemberontakan pun
datang silih berganti. Namun hingga saat ini, NKRI masih tetap tegak berdiri. Berdirinya NKRI
dengan berbagai tujuannya membutuhkan komitmen untuk mempertahankannya agar berbagai tujuan
mulianya dapat terwujud. Bangsa Indonesia dalam membina dan membangun atau
menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik aspek politik, ekonomi, sosial budaya maupun
pertahanan dan keamanan selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah. Tidak bisa dipungkiri bahwa NKRI mempunyai wilayah yang sangat luas, mulai dari ujung
barat sampai wilayah paling timur, yang memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah.
Keanekaragaman sumber daya alam tersebut merupakan salah satu kekuatan perekat yang sangat kuat
bagi kesatuan bangsa Indonesia apabila sumber daya alam itu dimanfaatkan dengan penuh tanggung
jawab. Akan tetapi, yang demikian itu bisa menjadi pemecah belah bagi kesatuan Republik Indonesia
bila tidak menyentuh kebutuhan masyarakat.

Bab tujuh tata kelola yang baik dalam bingkai pemerintahan yang bersih. Indonesia adalah
negara yang memiliki wilayah sangat luas, terdiri dari 13.000166 pulau yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke yang dihubungkan selat dan lautan. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam
yang melimpah dan jumlah penduduk yang sangat besar. Pada 2012 jumlah penduduk mencapai 250
juta jiwa dengan pertumbuhan 1,49% pertahun.167 Dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah
yang sangat luas maka Indonesia memiliki potensi menjadi negara maju. Akan tetapi, dengan wilayah
yang sangat luas dan jumlah penduduk yang sangat besar tersebut, serta infrastruktur yang belum
memadai, terdapat kesulitan untuk menjalankan tata kelola atau sistem pemerintahan yang benar-
benar efektis serta efi sien. Pada masa rezim O rde Lama dan rezim O rde Baru Indonesia

15
mempergunakan tata kelola pemerintah dengan model sentralistik. Sistem ini yang kemudian dinilai
memunculkan kesenjangan yang tinggi antara pusat dan daerah.

Gerakan reformasi kemudian memunculkan resultante sistem sentralisasi yaitu sistem


Desentralisasi, karena sistem sentralisasi dinilai banyak merugikan daerah. Dengan sistem
desentralisasi ini, maka Pemerintah Pusat melimpahkan wewenang tertentu dalam pengelolaan
kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah daerah lebih memiliki kesempatan untuk
menentukan apa yang terbaik untuk wilayahnya. Dalam pelimpahan wewenang ini banyak terdapat
persoalan baru yang muncul, salah satu yang menjadi ujian pertama adalah profesionalitas pemerintah
daerah. Kebiasaan kontrol dari pemerintah pusat menjadi penghalang, kebiasaan dibimbing dengan
instruksi dan petunjuk dalam birokrasi pemerintahan daerah bukanlah hal yang mudah untuk diubah.
Pembagian kewenangan pemerintah pusat dan daerah juga belum mampu memaksimalkan potensi
daerah.

Bab delapan hak asasi manusia. Bila menyimak fenomena di masyarakat baik melalui media
cetak maupun elektronik kita sering disuguhi berita yang sangat memprihatinkan berkaitan dengan
indikasi pelanggaran hak asasi manusia, baik pelanggaran yang kasat mata maupun pelanggaran
secara simbolik, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, pemerintah, swasta, atau oleh negara.
Karena itu, tema ini sangat relevan bagi mahasiswa seiring dengan banyaknya demonstrasi sebagai
ekspresi demokrasi yang lama terbelenggu, sehingga seringkali demonstrasi yang dilakukan
mengarah kepada tindakan-tindakan yang anarkis dan destruktif, seringkali mahasiswa kurang
memahami konsep hak dan kewajiban sebagai warga negara secara proporsional, sehingga materi ini
diperlukan mahasiswa untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran tentang hak dan kewajiban
yang seimbang.

Bab sembilan kearifan lokal: aktualisasi dan tantangannya. Kemajuan sering berkonotasi
dengan apresiasi terhadap modernitas, ide-ide baru dari luar dan hal-hal berbau global. Gemerlap
modernitas tak jarang membuat hal-hal berbau lokal dinilai identik dengan keterbelakangan yang
cenderung ditinggalkan. Padahal setiap budaya terlahir melalui proses berfi kir cerdas yang dilakukan
oleh para leluhur dalam memaknai dan menyikapi alam dan lingkungan. Kekayaan intelektual
tersebut memberi mereka jati diri yang membuat mereka secara turun-temurun mampu bertahan
hidup dan mengatasi berbagai persoalan. Paket ini ditujukan untuk mengantar mahasiswa mendalami
konsep kearifan lokal, berbagai karakteristik dan pemanfaatannya. Berbekal konsep tersebut,
mahasiswa diharapkan dapat lebih menghargai tradisi, budaya dan nilai-nilai yang berkembang di

16
lingkungannya. Mahasiswa juga didorong untuk mengeksplorasi berbagai khazanah tradisi, budaya
dan nilai-nilai yang berkembang di lingkungannya sebagai wahana membangun identitas dan
pemberdayaan sosial. Kearifan lokal merupakan salah satu bidang bahasan civic education khususnya
berkaitan dengan kebutuhan pemberdayaan sosial, mengatasi berbagai persoalan sosial, yang pada
gilirannya menentukan pembentukan identitas nasional. Identitas tersebut dibangun berdasarkan
berbagai kekayaan budaya yang dimiliki oleh setiap suku, ras dan kekhasan berbagai daerah, karena
kekhasan tersebut dengan sendirinya akan memperkaya khazanah kebudayaan nasional.

Bab sepuluh membangun masyarakat madani. Isu “masyarakat madani” menjadi isu paling
menarik pada tahun 1990-an. Sehingga tema itu menjadi salah satu tema sentral dalam kajian dunia
akademik, baik kajian di tingkat diskusi maupun kajian dalam dunia penelitian. Ini terjadi karena
mengingat Indonesia pada waktu itu sedang dilanda krisis identitas dan juga krisis peradaban. Maka,
isu ini menjadi sesuatu yang penting dan harus digali karena akan membawa dampak terhadap konsep
bangunan masyarakat madani di Indonesia yang ideal. Untuk mewujudkan hal itu perlu adanya
konsep yang matang, yang harus dirumuskan bersama demi terwujudnya sebuah konsep ideal sebagai
langkah awal untuk membangun masyarakat madani Indonesia yang kuat. Karena Indonesia
merupakan salah satu negara yang terdiri atas berbagai etnis, budaya, bahasa, dan juga multi agama,
maka untuk menjadikan wajah baru Indonesia yang lebih beradab (civil civilized) tentunya tidak
mudah. Oleh karena itu pemahaman tentang inklusivitas dan pluralisme serta multikulturalisme harus
diimplementasikan pada ranah publik.

Agar hal itu segera terwujud, maka dalam paket ini, mahasiswa akan diajak untuk
merenungkan peristiwa-peristiwa yang sekiranya pernah mengganggu ketertiban dan keamanan demi
terwujudnya tatanan masyarakat madani di Indonesia yang ideal. Seperti beberapa peristiwa
ketidakadilan dan kekerasan. Kemudian mereka diajak untuk menganalisis penyebab terjadinya kasus
tersebut dan tentu mencari solusi untuk mencegah timbulnya ketidakadilan dan kekerasan dengan
berangkat dari konsep Islam tentang multikulturalisme, pluralisme, dan inklusivisme dalam
beragama, berbangsa dan bernegara. Penayangan cuplikan gambar, atau video tentang berbagai
fenomena tersebut akan menjadi sajian awal untuk mengeksplorasi empati mahasiswa terhadap
peristiwa tersebut. Dan perkuliahan ini akan ditutup dengan pernyataan-pernyataan sikap yang akan
dilakukan mahasiswa demi terwujudnya masyarakat yang beradab dengan berbasis pada agama dan
budaya.

17
BAB IV

PEMBAHASAN

2.1. Dilihat dari aspek tampilan buku,


 buku yang direview terlihat lebih menarik dan mengandung makna
mendalam dari penggunaan icon covernya namun kata kata yang
dihadirkan penulis di cover belakang terkesan membosankan
 buku pembanding terlihat kurang menarik untuk dibaca dengan warna
dan tampilan yang biasa.
2.2. Dari aspek layout dan tata letak,serta tata tulis,termasuk penggunaan font,
 buku yang direview tersusun rapi dan dapat dibaca jelas oleh pembaca
serta penggunaan font yang lebih tepat dan tata letak yang tidak behimpit
serta penggunaan tanda baca yang sesuai namun ada beberapa kesalahan
pengetikan atau penulisan yang mebuat pembaca bingung tentang apa
yang ingin di ungkapkan penulis,
 buku pembanding juga memliki tata letak yang baik namun pemilihan font
nya terlalu kecil.
2.3. Dari aspek isi buku
 buku yang direview dilengkapi dengan identitas yang jelas sehingga
pembaca mudah mencari referensi bukunya dan buku ini membahas jelas
mengenai pendidikan pancasila dan pembahsan terperinci di awal bab
dan pembahasan dilakaukan secara beruntut
 buku pembanding juga menghadirkan materi yang jelas dan terperinci
serta pembahsan mendalam mengenai aspek aspek dalam pendidikan
pancasila itu.
2.4. Dari aspek tata bahasa
 Buku yang di review menggunakan bahasa yang ringan dan tidak berbelit
belit sehingga mudah untuk dimengerti
 Buku pembanding menggunakan bahasa yang kurang mudah dimengerti
karna menggunakan bahasa yang terkesan berat

18
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Membahas sejarah perumusan Pancasila penting agar mahasiswa mengetahui dan
memahami proses terbentuknya Pancasila sebagai dasar negara. Tujuannya adalah agar
mahasiswa dapat menjelaskan proses dirumuskannya Pancasila sehingga terhindar dari
anggapan bahwa Pancasila merupakan produk rezim Orde Baru. Mahasiswa perlu
membangun argumen tentang dinamika dan tantangan Pancasila dalam kajian sejarah
bangsa Indonesia sekaligus mendeskripsikan esensi dan urgensi Pancasila dalam kajian
sejarah bangsa Indonesia untuk masa depan. Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan
UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945; mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila
dalam bentuk pribadi yang saleh secara individual, sosial dan alam; memahami dan
menganalisis dinamika Pancasila secara historis; mempresentasikan dinamika Pancasila
secara historis, serta merefleksikan fungsi dan kedudukan penting Pancasila dalam
perkembangan Indonesia mendatang.

5.2 Saran
Mahasiswa dapat menjadikan kedua buku ini sebagai referensi dalam pembelajran
pancasila sebab Pembahasan pada buku ini, diawali dengan penelusuran tentang konsep
dan urgensi Pancasila dalam arus sejarah bangsa Indonesia. Kemudian, memaparkan
alasan diperlukannya Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia. Sehingga
mahasiswa dapat menggali sumber historis, sosiologis, dan politis tentang Pancasila
dalam kajian sejarah bangsa Indonesia.

19
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat jendral pembelajaran dan kemahasiswaan.2016. Pendidikan


pancasila untuk perguruan tinggi.Jakarta: RISTEKDIKTI

Faizin,M dkk.2013. Pancasila dan kewarganegaraan.Malang: Sunan Ampel Press


(SAP)

20

Anda mungkin juga menyukai