Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN KASUS

Dermatitis kontak alergik


Disusun untuk memenuhi syarat ujian kepaniteraan
Pendidikan klinik stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Dr.Soedono Madiun

Dipresentasikan Oleh:
Muhammad Syarif 10711106

Pembimbing:
dr. Rahajeng Musy, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDONO
MADIUN
2016

0
MANAJEMEN KASUS

Dermatitis kontak alergik


Disusun untuk memenuhi syarat ujian kepaniteraan
Pendidikan klinik stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Dr.Soedono Madiun

Oleh :
Muhammad Syarif

Telah dipresentasikan tanggal :................................................

Dokter Pembimbing Dokter Muda

dr. Rahajeng Musy, Sp.KK Muhammad Syarif

1
MANAJEMEN KASUS
DERMATITIS KONTAK ALERGI

A. Identitas
Nama : Ny.L
Umur : 35 tahun
Alamat : Ds.Sarangan Rt.04/02 plaosan Magetan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
No.RM : 6620194
Tanggal : 23 Agustus 2016

B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Gatal dikedua telapak tangan
2. Riwayat penyakit sekarang
Sejak kurang lebih 1 tahun, pasien mengeluhkan gatal dikedua telapak
tangan. Keluhan hilang timbul dan paling dirasakan setelah mencuci.
Terutama setelah mencuci piring atau baju. Awal keluhan muncul telapak
tangan tampak merah gatal dan panas. Lama kelamaan memberat dan
telapak tangan terasa tebal, pecah-pecah dan terasa perih. Sebelumnya
sudah pernah usaha diobati dengan obat salep deksametason. Tapi keluhan
belum membaik. Kebiasaan sehari-hari dirumah sebagai ibu rumah tangga
dengan kegiatan cuci-mencuci.
3. Riwayat penyakit dahulu
‫ ־‬Keluhan serupa satu tahun sebelumnya disangkal
‫ ־‬Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi
‫ ־‬Pasien mengaku tidak memiliki riwayat sakit kulit yang lain
4. riwayat penyakit keluarga
‫ ־‬Dikeluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa

2
‫ ־‬Riwayat penyakit yang diturukan (alergi) disangkal

C. Pemeriksaan fisik
1. Status generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : kuantitatif GCS 4,5,6

kualitatif compos mentis

2. Vital sign
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 78 x / menit
Frekuensi nafas : 19 x/menit
Suhu : 36,5 OC

Kesimpulan : Status generalis baik dan vital sign dalam batas


normal

D. Status dermatologis

Pada regio kedua telapak tangan dan punggung tangan kanan tampak plak
eritem multipel disertai dengan skuama kasar liekenifikasi dan fisura

3
E. Diagnosis banding
1. DKA
2. DKI

4
3. Tinea manus

F. Pemeriksaan penunjang

Tidak dilakukan dikarenakan keterbatasan sarana dan fasilitas di poli Kulit


Kelamin

G. Diagnosis kerja

Dermatitis kontak alergik

H. Terapi

Sistemik : golongan antihistamin

Loratadin tablet 10mg sekali sehari selama 7 hari

Topikal : golongan kortikosteroid

Desoksimetason 0,25% + asam salisilat 3% salep, dioles 2-


3 x sehari pada kulit yang sakit digunakan selama 7 hari

I. Resep

Muhammad Syarif
Jl.Perintis kemerdekaan no.6B
0858-8747-2186
Madiun, 23 Agustus 2016
R/ Loratadin tab 10mg no.VII
S/ 1dd tab I
R/ desoksimetason 0,25% oint no.1
Asam salisilat 3% no.1
Mfla ungt
S/2-3dd ue

5
Pro : Ny.L
No. Medreg : 6620194
Alamat : Ds.Sarangan Rt.04/01 Plaosan Magetan

J. Edukasi
‫־‬ Penyakit ini termasuk pada penyakit akibat alergi bahan tertentu, misal:
deterjen, logam dll
‫־‬ Alergi yang terjadi adalah alergi tipe lambat yang melewati 2 fase, yaitu
fase induksi (saat kontak pertama kali) dan fase elisitasi (pajanan ulang
dengan alergen yang sama dan menimbulkan gejala klinis misal: kulit
panas dan memerah, pecah-pecah, melepuh dll
‫־‬ Beberapa orang mungkin dapat timbul efek samping pada penggunaan
obat, diantaranya:
‫־‬ Antihistamin oral, waspadai efek samping merasa lebih lelah ataupun
sampai mengantuk
‫־‬ Kortikosteroid topikal, waspadai efek samping kulit terasa terbakar,
iritasi, kulit kering sampai pada infeksi sekunder

K. Saran
‫־‬ Kontrol atau kembali berobat seuai saran dokter
‫־‬ Tidak diperkenankan menambah/mengurangi obat tanpa konsultasi
dokter
‫־‬ Gunakan obat sesuai dosis dan cara pemakaian yang disampaikan oleh
dokter
‫־‬ Apabila timbul efek samping berat, catat waktu dan efek samping yang
dirasakan dan segera kondultasikan kepada dokter

6
PEMBAHASAN

DERMATITIS KONTAK ALERGI

DEFINISI

Dermatitis kontak alergik adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi, hal ini terjadi sebagai
respons terhadap pengaruh faktor eksogen maupun faktor endogen yang selanjutnya
akibat peradangan menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
(eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.

PENYEBAB DAN EPIDEMIOLOGI


Penyebab
Penyakit ini disebabkan oleh alergen, biasanya berupa bahan logam berat, kosmetik
(lipstik, deodoran, cat rambut), bahan perhiasan (kacamata, jam tangan, anting-
anting), obat-obatan (obat kumur, sulfa, penisilin), karet (sepatu, BH) dan lain-lain.
Faktor resiko
Umur : Dapat mengenai semua umur
Bangsa/ras : Dapat mengenai semua ras
Jenis kelamin : Frekuensi yang sama pada pria dan wanita
Daerah : Semua daerah tidak berpengaruh signifikan
Kebersihan : Yang kebersihan kurang mempermudah timbulnya penyakit
Lingkungan : Memiliki pengaruh yang besar terhadap timbulnya penyakit,
seperti pekerjaan dengan lingkungan yang basah, tempat-tempat
lembab atau panas, pemakaian alat dan bahan tertentu (logam, karet,
kimia cair, kimia padat dan lain-lain)

PATOGENESIS
Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik, diantaranya adalah sebagai berikut:

7
Reaksi imunologik Tipe I (Reaksi anafilaksis, reaksi cepat)
Mekanisme ini paling banyak ditemukan. Yang berperan ialah Ig E yang
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari
obat tidak menimbulkan reaksi. Tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang
sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang
pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin,
heparin dan SRSA. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan bermacam-
macam efek, seperti misalnya urtikaria dan yang lebih berat ialah angiooedema.
Reaksi yang paling ditakutkan adalah timbulnya syok anafilaktik.

Reaksi imunologik Tipe II (Reaksi Autotoksis, reaksi sitostatik)


Adanya ikatan antara Ig G dan Ig M dengan antigen yang melekat pada sel. Aktivasi
sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan sitolitik
atau sitotoksik oleh sel-sel efektor.

Reaksi imunologik Tipe III (Reaksi Kompleks autoimun)


Antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen
antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam
jaringan tubuh yang selanjutnya mengakibatkan reaksi radang dan terjadi aktivasi
kompelemen. Aktivasi sistem komplemen akan merangsang pelepasan berbagai
mediator oleh mastosit. Kompleks autoimun akan beredar dalam sirkulasi dan
dideposit pada sel sasaran, sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan.

Reaksi imunologik Tipe IV (Reaksi Alergi Seluler Tipe Lambat)


Reaksi ini melibatkan limfosit, APC (Antigen Presenting Cell), dan sel Langerhans
yang mempresentasikan antigen pada limfosit T. Limfosit T yang tersensitasi
selanjutnya akan bereaksi terhadap antigen. Reaksi ini disebut dengan reaksi tipe
lambat karena baru akan timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen yang
menyebabkan pelepasan serangkaian limfokin.

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA kita sebagaimana kita ketahui
adalah mengikuti respons imun yarng diperantarai oleh sel (cell-mediated immune
respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua

8
fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami
sensitisasilah yang dapat menderita DKA. Sentisisasi ini dimungkinkan terjadi
dalam beberapa hari atau minggu setelah kontak dengan allergen, tetapi belum
terjadi perubahan dan reaksi pada kulit. Perubahan pada kulit terjadi setelah adanya
kontak kedua terhadap allergen yang sama, walaupun dalam jumlah yang sangat
sedikit. Sensitifitas tersebut dapat bertahan selama berhari-hari, berbulan-bulan,
bertahun-tahun, bahkan dapat bertahan seumur hidup. Berikut adalah fase-fase
reaksi imunologi tipe IV atau reaksi hipersensitivitas tipe lambat:

 Fase sensitisasi
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu akan terjadi perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan
ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang
disebut hapten yang akan terikat dengan protein, membentuk antigen
lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. Setelah kontak dengan
yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional
untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang
tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar
melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga
menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase
saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase
induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3
minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat
kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan
konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya
sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-
hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul setelah lama kontak
dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan.

9
 Fase elisitasi
Setelah seorang individu tersensitisasi oleh antigen, sel T primer atau
memori dengan antigen-TCR spesifik meningkat dalam jumlah dan beredar
melalui pembuluh darah kemudian masuk ke kulit. Ketika antigen kontak
pada kulit, antigen akan diproses dan dipresentasikan dengan HLA-DR pada
permukaan sel Langerhans. Kompleks akan dipresentasikan kepada sel T4
spesifik dalam kulit (atau kelenjar, atau keduanya), dan elisitasi dimulai.
Kompleks HLA-DR-antigen berinteraksi dengan kompleks CD3-TCR
spesifik untuk mengaktifkan baik sel Langerhans maupun sel T. Ini akan
menginduksi sekresi IL-1 oleh sel Langerhans dan menghasilkan IL-2 dan
produksi IL-2R oleh sel T. Hal ini menyebabkan proliferasi sel T. Sel T
yang teraktivasi akan mensekresi IL-3, IL-4, interferon-gamma, dan
granulocyte macrophage colony-stimulating factor (GMCSF). Kemudian
sitokin akan mengaktifkan sel Langerhans dan keratinosit. Keratinosit yang
teraktivasi akan mensekresi IL-1, kemudian IL-1 mengaktifkan
phospolipase. Hal ini melepaskan asam arakidonik untuk produksi
prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi aktivasi sel
mast dan pelebaran pembuluh darah secara langsung dan pelepasan histamin
yang melalui sel mast. Karena produk vasoaktif dan chemoattractant, sel-
sel dan protein dilepaskan dari pembuluh darah. Keratinosit yang teraktivasi
juga mengungkapkan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan
HLA-DR, yang memungkinkan interaksi seluler langsung dengan sel-sel
darah. Hal ini umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

GEJALA SINGKAT PENYAKIT


Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas
tegas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula
dapat pecah yang akhirnya menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA pada
daerah tertentu, seperti kelopak mata dan alat genital, lebih dominan ditemukan
oedema dan eritema.

10
Pada keadaan subakut dapat terlihat eritema yang lebih pucat, oedema minimal,
dengan vesikel dan krusta.

Pada yang kronis akan terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisura, dan batasnya tidak tegas. Kelainan ini terkadang sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis yang mungkin penyebabnya juga
campuran.

PEMERIKSAAN KULIT
1. Lokasi/Predileksi
Lokasi predileksi dapat mengenai seluruh area tubuh. Pengetahuan mengenai
penyebab dermatitis kontak alergi pada area tubuh yang berbeda-beda sangat
penting dalam penegakan diagnosis. Beberapa bagian tubuh lebih mudah
tersensitisasi dibandingkan bagian yang lainnya, yaitu diantaranya: kedua tangan,
area wajah (kelopak mata, telinga, pipi), leher, dan alat genital.

a) Tangan
Kejadian derrnatitis kontak baik alergik maupun iritan paling sering terjadi
di tangan, mungkin hal tersebut dikarenakan tangan merupakan organ tubuh
yang paling sering digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.
Penyakit kulit akibat kerja, sepertiga atau lebih mengenai tangan. Tidak
jarang juga kadang ditemukan riwayat atopi sebelumnya pada penderita.
Pada pekerjaan yang basah (“Wet work”), misalkan memasak makanan,
mencuci pakaian, pengatur rambut di salon, pekerja bangunan, angka
kejadian dermatitis pada tangan lebih tinggi.
Etiologi dermatitis pada tangan sebenarnya sangat kompleks karena banyak
sekali faktor yang berperan. Contoh bahan yang dapat menimbulkan
dermatitis pada tangan. misalnya deterjen, , sabun cuci piring, antiseptic,
getah sayuran, semen, dan pestisida.

b) Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik. spons
(karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen). nikel (tangkai kaca

11
mata), jenggot, obat cukur, semua alergen yang kontak dengan tangan dapat
mengenai muka, kelopak mata, dan leher pada waktu menyeka keringat.
Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstick (zat
pewarna), pasta gigi (chloride), permen karet, getah buah-buahan.
Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut,
maskara, eye shadow, obat tetes mata. salap mata, hair spray.
Anting atau jepit telinga dari nikel, mwnjadi salah satu penyebab dermatitis
kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topical, tangkai kaca
mata, cat rambut,hearing-aids, gagang telepon dan lain-lain.

c) Leher
Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum,
alergen di udara. zat warna pakaian, kosmetik, syal (zat warna), obat topikal.

d) Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna pakaian,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, uang logam, obat
topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat disebabkan oleh deterjen,
bahan pembersih lantai, alas kaki.

e) Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanita (resin). alergen yang berasal dari tangan, parfum, kontrasepsi,
deterjen dan lain-lain.

2. Efloresensi
Eritema numular sampai dengan plakat, papula dan vesikel berkelompok disertai
erosi numular hingga plakat. Dan terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi
dengan skuama halus.

12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan eosinofil darah tepi

Gambar 1. Contoh preparat darah tepi

 Hitung eosinofil total


Pemeriksaan hitung eosinofil total perlu dilakukan untuk menunjang
diagnosis dan mengevaluasi pengobatan penyakit alergi. Eosinofilia
apabila dijumpai jumlah eosinofil darah lebih dari 450 eosinofil/µL.
Hitung eosinofil total dengan kamar hitung lebih akurat
dibandingkan persentase hitung jenis eosinofil sediaan apus darah
tepi dikalikan hitung leukosit total. Eosinofilia sedang (15%-40%)
didapatkan pada penyakit alergi, infeksi parasit, pajanan obat,
keganasan, dan defisiensi imun, sedangkan eosinofilia yang
berlebihan (50%-90%) ditemukan pada migrasi larva.

2. Pemeriksaan imminoglobulin E
a) Uji tempel (patch test)
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang),
bila memungkinkan setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel
biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahn uji
diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang
utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian ditrekat degan plester.

13
Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibuka setelah 48 jam (pada waktu dibuka),
72 jam atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memebrri reaksi
setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtika
sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reakssi karena alergi
kontak atau krena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam( reksi tipe
decresendo), sedangkan reaksi alergik kontak makin meningkat

Gambar 2. Uji tempel (patch test)

b) Uji tusuk (prick test)


Uji tusuk dapat dilakukan pada alergen hirup, alergen di tempat kerja, dan
alergen makanan. Lokasi terbaik adalah daerah volar lengan bawah dengan
jarak minimal 2 cm dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak
alergen dalam gliserin diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial
kulit ditusuk dan dicungkit ke atas dengan jarum khusus untuk uji tusuk.
Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2 mm. Preparat antihistamin,
efedrin/epinefrin, kortikosteroid dan β-agonis dapat mengurangi reaktivitas
kulit, sehingga harus dihentikan sebelum uji kulit. Uji kulit paling baik
dilakukan setelah pasien berusia tiga tahun. Sensitivitas SPT terhadap
alergen makanan lebih rendah dibanding alergen hirup. Dibanding uji
intradermal, SPT memiliki sensitivitas yang lebih rendah namun

14
spesifisitasnya lebih tinggi dan memiliki korelasi yang lebih baik dengan
gejala yang timbul.

Gambar 3. Uji tusuk (prick test)

c) Uji gores (scratch test)


Sudah banyak ditinggalkan karena kurang akurat

Gambar 4. Uji gores (scratch test)

15
DIAGNOSIS BANDING
DKA DKI TINEA MANUS
USIA Dapat mengenai Dapat mengenai Dapat mengenai
semua umur semua umur semua umur
JENIS Frekuensi sama Frekuensi sama Frekuensi sama
KELAMIN pada pria maupun pada pria maupun pada pria maupun
wanita wanita wanita
GEJALA Gatal dan riwayat Gatal, panas, nyeri Gatal dan melebar
imunologik dan riwayat non-
imunologik
PREDILEKSI Seluruh permukaan Seluruh permukaan Mulai pergelangan
tubuh dapat terkena tubuh dapat terkena tangan sampai
ujung jari
UKK Berupa plak eritem Berupa plak eritem Dapat berupa plak
numular sampai numular sampai eritem dengan tepi
dengan plakat, dengan plakat, aktif, berbatas
papula, vesikel vesikel, bula tegas. Disertai
berkelompok sampai erosi vesikel atau
disertai erosi numular sampai skuama diatasnya
numular hingga plakat
plakat. Terkadang
hanya berupa
makula
hiperpigmentasi
dengan skuama
halus
FAKTOR Alergen: bahan Bahan-bahan Daerah tropis
PENCETUS logam berat, seperti asam dan dengan keadaan
kosmetik, basa kuat serta panas maupun
perhiasan, obat- pelarut organik lembap, hygiens
obatan, karet dan Faktor lingkungan kurang, lingkungan
lain-lain. yang berhubungan yang selalu basah

16
Faktor lingkungan dengan bahan
pekerjaan yang diatas
berhubungan
dengan bahan-
bahan diatas,
disertai tempat yang
lembab atau panas,
lingkungan yang
basah
PEMERIKSAAN Pemeriksaan - Kerokan kulit
PENDUKUNG eosinofil darah tepi dengan KOH 10%
Pemeriksaan (terlihat elemen
imonuglobulin E jamur)
Sinar wood:
fluoresensi poritif

DIAGNOSA KERJA
Dermatitis kontak alergik
Data yang mendukung:
1. Berdasakan hasil anamnesis, beberapa data bermakna yang dapat membantu
mengarahkan diagnosis pada Dermatitis kontak alergik diantaranya sebagai
berikut:
a. Keluhan gatal hilang timbul, paling dirasakan setelah kontak dengan
bahan tertentu. Seperti deterjen dan sabun cuci piring
b. Pekerjaan yang berhubungan dengan bahan-bahan alergen
c. Riwayat perjalanan penyakit yang timbul bertahap
2. Berdasarkan pemeriksaan yang bermakna didapatkan :
Ukk: Pada regio kedua telapak tangan dan punggung tangan kanan tampak
plak eritem multipel disertai dengan skuama kasar liekenifikasi dan fisura
Berdasarkan data yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa diagnosis kerja yang
paling memungkinkan adalah Dermatitis kontak alergik

17
PENATALAKSANAAN
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul. Secara umum adalah menghindari faktor penyebab
(alergen), atau hindari kontak secara langsung dengan bahan yang menjadi alergen
tersebut seperti menggunakan sarung tangan.
1. Terapi topikal
Pada pengobatanlesi kronik (dalam kasus), diberikan salep kortikosteroid
potensi tinggi atau sangat tinggi sebagai terapi initialnya. Untuk terapi
rumatan dapat digunakan kortikosteroid potensi rendah. Diberikan juga
emolien, seperti gliserin, urea 10%, atau preparat ter untuk lesi yang
likenifikasi dan kering. Pada kondisi likenifikasi yang berat, pemberian
kortikosteroid intralesi dapat memberikan manfaat.
2. Terapi sistemik
Untuk mengurangi rasa gatal dan peradangan yang moderate dapat
diberikan antihistamin.

18

Anda mungkin juga menyukai