Anda di halaman 1dari 8

Artikel

MITIGASI BENCANA TERHADAP ABRASI PANTAI DI KUALA LEUGE


KECAMATAN ACEH TIMUR

A. PENDAHULUAN

Abrasi merupakan suatu peristiwa mundurnya garis pantai (Triatmodjo, 1999) pada
wilayah pesisir pantai yang rentan terhadap aktivitas yang terjadi di daratan maupun di
laut. Aktivitas seperti penebangan hutan mangrove, penambangan pasir, serta fenomena
tingginya gelombang, dan pasang surut air laut menimbulkan dampak terjadinya abrasi
atau erosi pantai. Pengikisan yang terjadi pada daratan wilayah pantai menyebabkan
angkutan sedimen berpindah dari tempat asalnya dan menyusuri arah gelombang datang,
sehingga mempengaruhi perubahan pada garis pantai (Hakim,2012).

Menurut Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief (2010: 329), abrasi adalah suatu
proses perubahan bentuk pantai atau erosi pantai yang disebabkan oleh gelombang laut, arus
laut, dan pasang surut air laut. Abrasi yang terjadi terus menerus akan menimbulkan
kerusakan lingkungan.

Abrasi menjadi permasalahan bagi ekosistem maupun pemukiman di wilayah


kepesisiran. Dampak dari abrasi adalah terjadinya kemunduran garis pantai yang dapat
mengancam bangunan maupun ekosistem yang berada di belakang wilayah garis pantai.
Upaya mitigasi perlu dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban, serta dampak dari
potensi bencana, sehingga didapatkan langkah dan kesiapsiagaan sebelum terjadinya
bencana (Mubekti dan Fauziah Alhasanah, 2008).

Definisi Abrasi atau Pengertian Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh kekuatan
gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Ada yang mengatakan Abrasi sebagai
erosi pantai.

 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Abrasi adalah pengikisan batuan oleh air, es, atau angin.

 Menurut Sunarto, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas


Muhammadiyah Pontianak :
Abrasi adalah peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air laut. Pengikisan
ini terjadi karena permukaan air laut mengalami peningkatan. Naiknya permukaan air
laut bisa disebabkan mencairnya es di daerah censor akibat pemanasan global.

 Undang Undang No. 24 Tahun 2007

Abrasi merupakan suatu proses pengikisan pesisir pantai dengan di akibatkan oleh
adanya gelombang dan juga arus laut merusak yang mana pemicunya berupa
keseimbangan alam yang mulai terganggu. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai.
Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam
daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun
manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.

B. MANAJEMEN RISIKO BENCANA


1. PENGERTIAN MITIGASI

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No. 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).

Membuat rencana detail tata ruang daerah pesisir adalah salah satu langkah dalam
meminimalisir dampak abrasi, di daerah pesisisr pantai yang rawan abrasi sangat
penting untuk mengatur penggunaan lahan. Rencana detail tata ruang ini digunakan
untuk membuat zoning kawasan lindung dan budidaya. Setiap persil seharusnya
ditentukan guna lahan, KDB, KLB, jumlah lantai agar pembangunan daerah pesisir
dapat terarah. (Rahtama, 2014).

Dalam rencana detail ini juga berisi di mana akan dibangun pemecah gelombang dan
tanggul karena pemecah gelombang ini dapat menghambat perjalanan ombak ke pantai.
Ombak akan terpecah saat melewati pemecah gelombang sehingga ombak yang
mencapai bibir pantai memiliki kekuatan yang lebih kecil. Selain pemecah gelombang
pembangunan tanggul dari pasir di sepanjang pantai juga akan mengurangi resiko
abrasi. Pembuatan tanggul ini dapat dilakukan secara swadaya oleh masyarakat sekita
pantai. Tanggul dapat menahan air laut sehingga air laut tidak dapat masuk ke
pemukiman penduduk dan memperkuat daya tahan pinggir pantai. Selain itu dalam
rencana detail tata ruang hutan bakau seharusnya menjadi kewajiban untuk semua
daerah pesisir di Indonesia. Tanaman bakau dapat mengurangi resiko abrasi dan dapat
mengurangi resiko intrusi air laut. Dalam rencana detail dirumuskan pembangunan fisik
dan pembangunan sosial ekonominya.

Bagaimana pembangunan sosial ekonomi penduduk pesisir akan menetukan


keberhasilan pembangunan fisik daerah pesisir tersebut. Pembangunan sosial selain
bertujuan membuat keadaan sosial yang lebih manusiawi juga dibutuhkan agar
penduduk pesisir dapat mengelola upaya mitigasi terhadap abrasi. (Rahtama, 2014).

Mitigasi bencana merupakan upaya sistematik untuk analisis risiko bencana baik
secara struktural maupun non struktural (Coburn et al., 1994). Mitigasi struktural
merupakan langkah fisik untuk mengurangi risiko abrasi. Beberapa mitigasi
struktural yang dapat dilakukan antara lain membangun pemecah ombak, peredam
abrasi, penahan sedimentasi (groin), pemukiman panggung, dan membuat zona
evakuasi bencana. Beberapa mitigasi berbasis ekosistem buatan yang dapat
dilakukanmeliputi penanaman mangrove atau penanaman cemara udang untuk wilayah
pantai berpasir. Mitigasi non structural merupakan usaha non fisik dalam mengurangi
risiko bencana dengan pembuatan peraturan perundangan yang terkait mengenai
sosialisasi upaya mitigasi bencana abrasi, serta menyusun Standar Operasional
Prosedur (SOP) penyelamatan diri maupun masal (Bappenas, 2006). Sejauh ini
pengelolaan mitigasi bencana abrasi di wilayah pesisir belum ditindak secara
komprehensif. Kondisi tersebut dibuktikan dari belum optimalnya kebijakan
pemerintah dalam sistem mitigasi abrasi. Penanganan bencana abrasi di kawasan pesisir
dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan cara perbaikan kawasan
pelindung pantai.

2. PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan abrasi pantai dapat kita lakukan berdasarkan analisis dari
penyebab abrasi pantai serta sifat dan karakteristik abrasi itu sendiri. Untuk
menanggulangi atau mencegah terjadinya abrasi pantai yaitu (Ramadhan, 2013) ditulis
bahwa abrasi terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka tindakan yang harus
dilakukan yaitu:
a. Pelestarian terumbu karang
Pemeliharaan terumbu karang di dasar laut dapat mengurangi kekuatan
gelombang laut dan arus laut yang akan menyentuh pantai. Karena itu, jika
tumbuhan dasar laut ini dilestarikan dan di lindungi, gelombang laut tidak akan
seganas biasanya sehingga kemungkinan abrasi pantai dapat di minalisir.
Terumbu karang juga dapat berfungsi mengurangi kekuatan gelombang yang
sampai ke pantai. oleh karena itu perlu pelestarian terumbu karang dengan
membuat peraturan untuk melindungi habitatnya. ekosistem terumbu karang,
padang lamun, mangrove dan vegetasi pantai lainnya merupakan pertahanan
alami yang efektif mereduksi kecepatan dan energi gelombang laut sehingga
dapat mencegah terjadinya abrasi pantai. jika abrasi pantai terjadi pada pulau-
pulau kecil yang berada di laut terbuka, maka proses penenggelaman pulau akan
berlangsung lebih cepat.
b. Melestarikan tanaman bakau/mangrove
Penanaman dan pemeliharaan hutan bakau. Pohon bakau adalah jenis
pepohonan pantai yang akarnya menjulur ke kadalam air pantai. Pohon ini lazim
ditanam digaris pantai yang sekaligus menjadi pembatas daerah berair dengan
pantai yang berpasir. Ketika pohon ini tumbuh dan berkembang, akarnya akan
semakin kuat sehingga dapat menahan gelombang dan arus laut agar tidak sampai
menghancurkan bebatuan atau berbagai macam jenis tanah atau pasir di daerah
pantai yang kemudian mengikisnya sedikit demi sedikit.
Fungsi dari tanaman bakau yaitu untuk memecah gelombang yang menerjang
pantai dan memperkokoh daratan pantai, selain untuk mempertahankan pantai,
mangrove juga berfungsi sebagai tempat berkembang biakan ikan dan kepiting.
c. Melarang penggalian pasir pantai
Pelarangan tambangan pasir sangat berperan penting dalam upaya mengurangi
abrasi pantai. Jika persediaan pasir dilaut tetap dalam kategori cukup, air pasang
gelombang atau arus laut tidak akan banyak menyentuh garis pantai sehingga
abrasi bisa dihindarkan karena penyebab utamanya dihalangi menyentuh sasaran.
Kemudian pada buku JICA (2009: 103) dituliskan bahwa ada dua cara
pencegahan abrasi di daerah pantai yaitu berupa upaya teknis dan upaya non-teknis.
a. Upaya Teknis Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air juga melaksanakan pembuatan bangunan pantai yang terutama
ditujukan untuk pengamanan atau perlindungan garis pantai dari kerusakan yang
disebabkan oleh gelombang dan arus laut. Bangunan-bangunan tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Krib Krib adalah bangunan pengamanan pantai yang mempunyai fungsi
untuk mengendalikan pergerakan material-material seperti pasir pantai yang
bergerak secara alami yang disebabkan oleh arus yang sejajar pantai (litoral
drift). Bentuk krib biasanya dibangun lurus, namun ada pula yang
berbentuk zig-zag atau berbentuk Y, T, atau L.
2) Tembok Pantai dan atau Tanggul Pantai Tembok pantai atau tanggul pantai
dibangun untuk melindungi daratan terhadap erosi, gelombang laut, dan
bahaya banjir yang dikarenakan adanya limpasan gelombang. Tembok
pantai ada yang bersifat meredam energi gelombang dan ada yang tidak.
Adapun bahan yang digunakan ada yang dari beton atau pasangan batu
kosong (rublemounds).
3) Pelindung Tebing Pantai (Revetments) Revetment adalah bangunan yang
dibuat untuk menjaga stabilitas tebing atau lereng yang disebabkan oleh
arus atau gelombang. Ada beberapa tipe dari revetment, seperti: a. Rip-rap
atau batuan yang dicetak dan berbentuk seragam b. Unit armour beton c.
Batu alam atau blok beton 4) Pemecah Gelombang yang Putus-putus
(Detached Break Water) Bangunan pemecah gelombang yang putus-putus
dibuat sejajar pantai dengan jarak tertentu dari pantai. Bangunan ini
berfungsi untuk mengubah kapasitas transport sedimen yang sejajar ataupun
tegak lurus dengan pantai dan akan mengakibatkan terjadinya endapan
(akresi) di belakang bangunan yang biasa disebut dengan tombolo.
b. Upaya Non-Teknis
Konservasi Pantai Yang dimaksud dengan konservasi pantai adalah kegiatan
yang tidak hanya sekedar pengamanan tepi pantai dari ancaman arus atau
gelombang laut, namun mempunyai kepentingan yang lebih jauh misalnya untuk
rekreasi, tempat berlabuh kapal-kapal pesiar dan sebagainya. Salah satu yang
dikerjakan adalah dengan membuat tanjung-tanjung buatan (artificial headland),
dimana diantara tanjung-tanjung buatan tersebut dapat digunakan kapal pesiar
untuk berlabuh, atau kalau akan digunakan untuk tempat rekreasi berenang,
ditempat tersebut diisi dengan pasir yang berkualitas baik yang biasanya diambil
dari tengah laut agar tidak merusak lingkungan.
3. KESIAP SIAGAAN
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana
guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata
kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:

1. Jika terjadi di pantai tanpa permukiman dapat diantisipasi dengan membuat


tanggul sederhana dengan karung berisi pasir dan ditempatkan di sepanjang
pantai yang diterjang ombak.

2. Jika terjadi di pantai yang berpenduduk atau berdekatan dengan aktivitas warga
maka langkah yang harus dilakukan adalah:

a. Pastikan mengevakuasi terlebih dahulu warga sekitar.

b. Kemudian memberi penanda tempat yang mudah longsor akibat abrasi.

c. Memperkuat tepian pantai dengan tanggul alamu dan karung berisi pasir
atau material padat lainnya.

3. Jika pantai telah mengalami kerusakan, akan dibuat talud/tanggul atau pemecah
ombak (jety).

Pada tahap pra bencana yaitu pada situasi tidak terjadi bencana dan situasi
terdapat potensi bencana terdapat berbagai upaya diantara penguatan komunitas dan
masyarakat sebagai bentuk kesiapsiagaan bencana, berikut indikator siaga bencana:

a. Pencegahan fisik yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya


untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
b. Kesiapsiagaan komunitas, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana alam melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna. Kesiapsiagaan adalah sekumpulan tindakan yang memungkinkan
pemerintah, organisasi, masyarakat dan perorangan untuk melakukan
tindakan dalam menghadapi situasi bencana secara cepat dan efektif.
Bentuk-bentuk kegiatan kesiapsiagaan bencana tersebut dapat berupa
penguatan komunitas secara terstruktur” dan membangun partisipatif
masyarakat.
C. MANAJEMEN KEDARURATAN
1. PENCARIAN
2. PERTOLONGAN
3. PENYELAMATAN
4. PERLINDUNGAN
D. MANAJEMEN PEMULIHAN
1. REHABILITASI DAN REKONTSTRUKSI
Rehabilitasi (rehabilitation) Rehabilitasi adalah langkah yang diambil setelah
kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum
dan fasilitas sosial penting untuk menghidupkan kembali roda perekonomian.
Menurut Ramli (2010:38), rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rekonstruksi (reconstruction) Rekonstruksi merupakan program jangka menengah
dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan
kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.
Menurut Ramli (2010:38), rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan masyarakat pada
wilayah pasca bencana. Sedangkan dalam Mengontrol Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Rehabilitasi dan rekonstruksi terdiri dari sebagian besar dari fase pemulihan bencana.
Secara spesifik, rehabilitasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan setelah terjadinya
suatu bencana untuk memungkinkan pelayanan-pelayanan dasar guna memfungsikan
kembali, membantu para korban dengan usaha mandiri untuk memperbaiki tempat
tinggal dan fasilitas-fasilitas komunitas, serta memberikan fasilitas terhadap bangkitnya
kembali aktivitas-aktivitas ekonomi. Sedangkan rekonstruksi adalah konstruksi
permanen atau penggantian bangunan-bangunan fisik yang rusak parah dan
infrastruktur lokal, serta penguatan ekonomi. Tujuan rehabilitasi dan rekonstruksi
adalah untuk mendorong dan membantu pemulihan bantuan selama fase pasca bencana
(UNDP, 1992).
Pada fase ini penduduk yang terkena dampak bencana dapat secara aktif
berpartisipasi dalam pengkajian, perancangan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
program bantuan. Partisipasi orang-orang yang terkena dampak bencana dalam
pembuatan keputusan di semua tahapan siklus proyek (pengkajian, perancangan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program bantuan) membantu untuk memastikan
pelaksanaan program-program yang berkeadilan dan efektif. Untuk itu harus dilakukan
upaya khusus memastikan keikutsertaan perwakilan orang-orang secara seimbang
dalam program bantuan, termasuk kelompok rentan dan kelompok terpinggirkan.
Partisipasi harus memastikan bahwa program-program didasarkan pada kerelaan orang-
orang yang terkena dampak bencana untuk bekerjasama bahwa program-program
tersebut menghargai budaya setempat, selama hal ini tidak mengabaikan hak-hak
individu (Sphere, 2006).
2. PERUMAHAN
3. INFRASTRUKTUR
4. SOSIAL
5. EKONOMI
6. LINTAS SEKTOR

Anda mungkin juga menyukai