I. Pengertian Al-Qiyas
Kata al-qiyas berasal dari bahasa Arab yang berarti ukuran. Miqiyas berarti alat
mengukur. Maksudnya di sini adalah mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Istilah lain yang lazim dipakai dalam ilmu logika adalah silogisme diambil dari bahasa
Inggris syllogism yang berasal dari bahasa Yunani syllogismos (penggabungan,
penalaran); dari syn (dengan, bersama) dan logizesthai (menggabungkan,
menyimpulkan dengan penalaran).
Qiyas dalam ilmu mantiq adalah ucapan atau kata yang tersusun dari dua atau
beberapa qadhiyah (proposisi), manakala qadhiyah-qadhiyah tersebut benar maka akan
muncul dari padanya dengan sendirinya qadhiyah benar yang lain yang dinamakan
natijah (konklusi). Tetapi perlu dicatat bahwa, bila qadhiyah-nya tidak benar, bisa saja
natijah-nya benar. Tetapi benarnya itu adalah kebetulan. Misalnya qadhiyah salah tetapi
natijah-nya benar. Tiap manusia bisa membaca (salah),- setiap manusia yang bisa
membaca perlu makan (benar). Natijah-nya setiap manusia perlu makan (benar).
1. Cara berargumen deduktif absah mana pun yang mempunyai dua premis dan
suatu kesimpulan. Premis-premis demikian terkait dengan kesimpulan yang
terkandung dalam premis-premis; konklusi harus menyusul.
2. Suatu bentuk penalaran yang memungkinkan -dengan adanya dua kalimat atu
proposisi-proposisi ketiga disimpulkan secara niscaya darinya.
Jadi qiyas atau silogisme yaitu bentuk pengambilan kesimpulan secara langsung
di mana kesimpulan (natijah) ditarik dari dua proposisi yang ada secara bersama-sama,
satu di antaranya adalah premis mayor (al-muqaddimah al-kubra) dan lainnya adalah
premis minor (al-muqaddimah al-sugra) karena adanya penghubung (qarinah) di antara
kedua premis itudi mana keduanya dipersatukan dalam pengertian yang sama, yaitu
pengertian tengah (al-haddul ausat). Kesimpulan itu, karena ia selalu mengikuti premis-
premis tersebut, kadang-kadang juga disebut konsekuen. Premis mayor adalah premis
yang menampilkan istilah atau pengertian mayor (al-haddul akbar) dan ini merupakan
premis yang berfungsi sebagai predikat (mahmul) dalam kesimpulan; sedangkan premis
minor adalah premis yang menampilkan istilah atau pengertian minor (al-haddus
sugra); dan ini merupakan premis yang berfungsi sebagai subyek (maudhu’) dalam
kesimpulan. Jadi untuk jelasnya lihat contoh sologisme sebagai berikut: semua orang
pasti mati; Socrates adalah orang; karena itu Socrates pasti mati.” “Semua orang pasti
mati” adalah premis mayor, “Socrates adalah orang” adalah premis minor yang
bersama-sama dengan premis mayor menjurus pada kesimpulan bahwa “Socrates pasti
mati”
Dari contoh di atas terlihat bahwa silogisme adalah proses menggabungkan tiga
proposisi, dua menjadi dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan. Aristoteles
membatasi silogisme sebagai: argumen yang konklusinya diambil secara pasti dari
premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan. Proposisi sebagai dasar
kita mengambil kesimpulan bukanlah proposisi yang dapat kita nyatakan dalam bentuk
oposisi, melainkan proposisi yang mempunyai hubungan independen. Bukan
sembarang hubungan independen, melainkan mempunyai term persamaan. Dua
permasalahan dapat kita tarik daripadanya konklusi manakala mempunyai term yang
menghubungkan keduanya. Term ini adalah mata rantai yang memungkinkan kita
mengambil sintesis dari permasalahan yang ada. Tanpa term persamaan itu maka
konklusi tidak dapat kita tarik.
Macam-macam Qiyas
Macam dan bentuk silogisme itu banyak tapi yang paling penting di antaranya
adalah silogisme kategorik, silogisme hipotetik, silogisme alternatif, dan silogisme
disjungtif.
Bentuk silogisme dibedakan atas letak medium (term penengah/middle term)
dalam premis.
3. Silogisme disjungtif
Dalam uraian kuno tentang silogisme, pembedaan dibuat di antara arti lemah
“entah ata” (sering disebut alternatif) dan arti kuat (sering dinamakan
disjungtif).
Catatan:
a. Kita menamakan silogisme yang menggunakan arti lemah “entah-atau
Silogisme arternatif. Arti lemah “entah-atau” memperlihatkan
memperlihatkan bahwa kedua disjung (klausa “entah” dan klausa “atau”)
tidak dapat sekaligus salah. Maka dalam hal ini penalaran yang sah terjadi
karena menyangkal salah satu disjung dan mengakui yang lain. Dapat kita
namakan ini: menyangkal dan mengakui.
Entah hujan atau tidak, panen akan gagal.
Tidak hujan.
Maka, panen gagal.
Dapat kita lihat bahwa kita masih mempunyai bentuk yang sahih kalau kita
menyangkal disjung yang kedua dan mengafirmasi yang pertama.