Anda di halaman 1dari 24

BAB I

REGULASI PEMERINTAH DALAM SUASANA PANDEMI COVID 19

Regulasi atau sering disebut dengan peraturan perundang-undangan merupakan ciri


yang dimiliki oleh negara berkembang seperti halnya negara Indonesia. Dalam kajian filsafat
dan sejarah hukum, keberadaan regulasi yang merupakan ciri utama negara-negara yang
menganut sistem eropa kontinental atau sebuah sistem yang mengutamakan dasar hukum
tertulis. Dasar hukum tertulis ini merupakan suatu indiaktor dari ajaran Positivisme Hukum
yang dikembangkan para pakarnya diantaranya John Austin maupun Hans Kelsen.
Dasar hukum tertulis adalah menjadi ciri utama jika kita ingin menyebut suatu negara
menganut sistem hukum : civil law. Pemberian stigma pada suatu negara apakah sistem
hukum mana yang dianut oleh suatu negara dapat digunakan prototipe yang disampaikan oleh
Lawrence Friedman tentang The Legal System. Teori tentang sistem hukum ini yang berciri
pada tiga indikator utama yaitu struktur hukum, substansi hukum dan budaya hukum. Tiga
indikator ini seringkali dalam riset dan kritik teori digunkan untuk semua objek yang
berkaitan dengan penegakan hukum. Padahal penegakan hukum hanya bertumpu pada
persoalan kesadaran hukum yang bersumber pada budaya hukum.
Dalam kajian sosiologi hukum dikenal dengan dua paradigma cara berhukum di
Indonesia yaitu :
1. Hukum melayani kebutuhan masyarakat, agar supaya hukum itu tidak akan menjadi
ketinggalan oleh karena lajunya perkembangan masyarakat.
Ciri-ciri yang terdapat dalam paradigma pertama ini adalah :
a) Perubahan yang cenderung diikuti oleh sistem lain karena dalam kondisi
ketergantungan.
b) Ketertinggalan hukum di belakang perubahan sosial.
c) Penyesuaian yang cepat dari hukum kepada keadaan baru.
d) Hukum sebagai fungsi pengabdian.
e) Hukum berkembang mengikuti kejadian berarti ditempatnya adalah dibelakang
peristiwa bukan mendahuluinya.
Paradigma pertama ini kita sebut sebagai Paradigma Hukum Penyesuaian
Kebutuhan. Makna yang terkandung dalam hal ini adalah bahwa hukum akan bergerak cepat
untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Kebutuhan
akan peraturan perundang-undangan yang baru, misalnya adalah yang nampak jelas dalam
paradigma ini. Kita tidak bisa menghindari bahwa kebutuhan masyarakat akan suatu
pengaturan sedemikian besar tidak disertai oleh pendampingan hukum yang maksimal.
Lajunya perubahan sosial yang membawa dampak pada perubahan hukum tidak serta
merta diikuti dengan kebutuhan secara langsung berupa peraturan perundang-undangan.
Persoalan ini sudah masuk dalam ranah mekanisme dalam lembaga perwakilan rakyat. Tetapi
kebutuhan masyarakat agar hukum mampu mengikuti sedemikian besar agar jaminan
keadilan, kepastian hukum dapat terus terpelihara.
Sebagai contoh dalam paradigma ini adalah kejahatan teknologi canggih seperti
computer, internet (cyber crime), pengaturan pernikahan beda agama, cloning, perbankan
syari’ah, santet dan sejenisnya, pornografi, terorisme, status hukum waria, legalitas
pernikahan lesbian dan homo, bayi tabung, euthanasia, status pria hamil termasuk yang
dialami bangsa Indonesia saat ini adalah suasana pendemi covid 19.
Sedemikian banyak sesungguhnya yang terjadi dalam masyarakat yang perlu
dibungkus dengan baju hukum tetapi tidak semua di atur oleh hukum. Ini ibarat fenomena
gunung es, yang secara realitas hal-hal yang penulis kemukakan adalah permukaan saja yang
senyatanya lebih banyak dari contoh di atas. Hal-hal yang diatur oleh hukum dikemudian
hari sudah merupakan pilihan kebijakan publik dari pemerintah dengan beberapa
pertimbangan. Kalaupun misalnya persoalan-persoalan di atas masuk dalam perkara di
pengadilan maka yang dijadikan dasar adalah aturan yang bersifat umum, masih mencari-
macari peraturan bahkan sudah kadaluwarsa, tidak spesifik pada kasus tersebut.
Paradima pertama ini dalam interaksi perubahan sosial terhadap perubahan hukum
paling banyak terjadi. Hal ini membuktikan bahwa hukum mempunyai peranan apabila
masyarakat membutuhkan pengaturannya. Jadi sifatnya menunggu. Setelah suatu peristiwa
menimbulkan sengketa, konflik, bahkan korban yang berjatuhan maka kemudian difikirkan,
apakah diperlukan pengaturannya secara formal dalam peraturan perundang-undangan.
Kondisi ini menampilkan posisi hukum sangat tergantung sebagai variabel yang dependent
terhadap perubahan sosial yang terjadi.
2. Hukum dapat menciptakan perubahan sosial dalam masyarakat atau setidak-tidaknya dapat
memacu perubahan-perubahan yang berlangsung dalam masyarakat.
Ciri-ciri yang terdapat dalam paradigma kedua ini adalah :
a) Law as a tool of social engineering.
b) Law as a tool of direct social change.
c) Berorientasi ke masa depan (forward look-ing).
d) Ius Constituendum
e) Hukum berperan aktif.
f) Tidak hanya sekedar menciptakan ketertiban tetapi menciptakan dan mendorong
terjadinya perubahan dan perkembangan tersebut.
Essensi dari paradigma ini adalah penciptaan hukum digunakan untuk menghadapi
persoalan hukum yang akan datang atau diperkirakan bakal muncul. Paradigma kedua ini
disebut sebagai Paradigma Hukum Antisipasi Masa Depan. Persoalan hukum yang akan
datang dihadapi dengan merencanakan atau mempersiapkan secara matang misalnya dari segi
perangkat perundang-undangan. Hal ini banyak kita jumpai perundang-undangan yang telah
diratifikasi di bidang hukum internasional misalnya peraturan perundang-undangan di bidang
lingkungan hidup.
Berkaitan dengan paradigma ini, terdapat juga peraturan perundang-undangan yang
digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial tetapi menghadapi polemik yang
kontroversial dalam masyarakat oleh karena sanksi penjara dan denda yang sangat tinggi
seperti UULLAJR (Undang-undang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya). Akibatnya
pemerintah menunda pemberlakuan UU ini.
Kedua paradigma di atas pada akhirnya akan berujung pada keinginan untuk membuat
produk hukum berupa peraturan perundang-undangan. Namun di sisi lain nilai positif yang
kita ambil adalah :
a. Aspek pengkajian hukum
Didahului dengan observasi lapangan dan dianalisis berdasarkan nilai kebutuhan
riil masyarakat. Hasil riset dapat dijadikan parameter untuk menentukan produk
hukum yang dikeluarkan. Studi komparatif sangat dimungkinkan mengingat
produk hukum yang akan dibuat telah belajar di tempat lain.
b. Aspek pendidikan hukum.
Kedua paradigma tersebut menjadi wadah penting bagi proses pembelajaran
dalam pendidikan hukum. Orientasi pendidikan hukum sangat berhubungan
dengan pola peningkatan intelektual hukum dengan menelaah kasus-kasus yang
terjadi dalam masyarakat yang nantinya dapat diambil konsep-konsep dasar
pengembangan pendidikan hukum.1

1
Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007.hlm..................
Peraturan Perundang-Undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah selama Pandemi Covid 19
Undang-undang lain yang terkait dengan Pandemi Covid 19

Hukum tertulis yang mendominasi gerak langkah pemerintah dalam mengatur


ketertiban, keamanan dan keselamatan warganya merupakan konsekuensi dari penerapan
sistem hukum civil law yang di anut di Indonesia. Penganutan civil law system ini bertujuan
hanya satu terciptanya kepastian hukum. Urgensi kepastian hukum dalam negara modern
seperti Indonesia tercermin dari adanya regulasi yang secara kasat mata bisa dilihat letak
keapstian hukum. Dimana ada kepastian hukum maka didalamnya sudah mengandung unsur
keadilan.
Konsekuensi logis bagi pemerintah Indonesia dalam menghadapi masa pandemi covid
19 adalah menyiapkan serangkaian regulasi yang diciptakan guna mencapai tujuan tujuan
mulia dalam upaya pencegahan dan penyebaran covid 19. Dalam hal ini kita dapat membagi
dua saluran besar tetang sumber hukum selama pandemi tersebut sebagai berikut :
a. Sumber hukum tertulis yang relevan dan dibuat sebelum masa pandemi covid 19 ;
b. Sumber hukum tertulis yang dibuat pada masa pandemi covid 19 dan;
c. Sumber hukum tertulis yang dibuat pada masa pandemi covid 19.
Ad.1. Sumber hukum tertulis yang relevan dan dibuat sebelum masa pandemi covid 19

Dalam hukum konstitusi dapat kita temui adalah sesuatu yang sering terjadi sebelum sebuah
peraturan dibuat mesti merujuk regulasi sebelumnya yang disebut dengan pertimbangan atau
konsideran. Konsideran adalah dasar utama peraturan yang dirujuk dimana ada titik kesinambungan
atau tali equalibrium yang menyambung tidak hanay pada tataran substansi matau materi regulasinya
tetapi juga nilai nilai tujuan hukum dimana peraturan tersebut dibuat.

Dalam masa pandemi ini maka dapat kita lihat langsung regulasi yang dibuat sebelum tahun
2020 yang berkaitan dengan suasana covid 19. Dalam ajaran stufenbau theory nya Hans Kelsen yang
merujuk pada pemikiran Hans Naviasky dapat dikaji tentang hirarkhie regulasi. Intinya posisi teratas
nilai nilai filosofis yang penuh keabstrakan sampai ke bawah semakin konkrit mengatur objek hukum.

Pada masa pandemi ini kita dapat melihatnya beberapa regulasi yang dibuat sebelum pandemi
terjadi dan menjadi rujukan bagi peraturan yang dibuat selama pandemi berlangsung. Regulasi yang
dimaksud penulis adalah regulasi yang secara spesifik berkaitan langsung dengan masa pandemi ini
Adapun regulasi tersebut diantaranya sebagai berikut :
TABEL

Regulasi yang relevan dan dibuat sebelum masa pandemi covid 19

No Jenis Regulasi Objek Pengaturan


1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Wabah Penyakit Menular
2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana
4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Kesehatan,
5 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Rumah Sakit
6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tenaga Kesehatan
7 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Kekarantinaan Kesehatan
8 Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 Kementerian Kesehatan
9 Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
Dalam Keadaan Tertentu

Posisi regulasi di atas secara hukum konstitusi tidak hanya sebagai regulasi yang
dirujuk pada saat suatu regulasi baru yang dibuat di masa pandemi tetapi secara substansial
mempunyai keterkaitan yang sangat integratif dengan kondisi riil pandemi covid 19. Secara
umum banyak juga regulasi yang sifatnya keterkaitan dengan alat dukung terhadap penerapan
kebijakan regulasi selama masa pandemi berlangsung. Adapun regulasi yang sifatnya umum
tersebut dapat kita lihat pada konsiderans regulasi yang dikeluarkan pada masa pandemi
tersebut.

Ad.2. Sumber hukum tertulis yang dibuat pada masa pandemi covid 19

Regulasi yang dibuat oleh pemerintah selama masa pandemi covid 19 jika dikaji dari
aspek 2 cara pandang dalam membuat hukum, maka posisi saat ini bisa kita sebut sebagai
penerapan paradigma yang pertama yaitu : Paradigma Hukum Penyesuaian Kebutuhan.

Maknanya adalah derasnya dibuat regulasi memperkokoh kesimpulan secara realita


hukum diperlukan untuk membackup kebijakan pemerintah dalan rangka membantu
melakukan pencegahan, penyebaran, penyelamatan, peanggulangan covid 19. Bentuk
perundangan undangan yang diterbitkan sesuai dengan persepsi dan tujuan pemerintah yang
diberlakukan dengan sudut pandang yang tepat sasaran sesuai dengan keinginan dari pembuat
kebijakan. Regulasi yang baik dalam kajian paradigma pertama ini bermuara pada keinginan
untuk melindungi masyarakat yang merupakan nilai dasar mengapa rakyat memilih
pemerintah sebagai representatif dari suara rakyat adalah suara Tuhan.
Pada dimensi ini yang sering penulis temui adalah bahwa dalam kajian teri efektifitas
hukum seringkali cara mengukur efektif atau tidak efektifnya sebuah regulasi yang
diterapkan oleh pemerintah dengan secara langsung dikaji penerapannya tanpa melihat
banyak faktor. Kajian ini tentunya yang paling sering dilakukan padahal secara sosiologis
banyak hal yang perlu dilihat misalnya sudah berapa lama penerapan regulasi tersebut (dari
sisi waktu) ; apakah sudah terdapat juknisnya atau uu organik ( dimensi perangkat
pendukungnya) ; bagaimana halnya dengan program sosialisasi ( dimensi kesadaran hukum)
dan lain sebagainya.

Hal yang sering dijumpai adalah efektif atau tidaknya sebuah regulasi untuk
mengukur aspek penegakan hukum dengan menggunakan teori sistem hukum dari
L.Friedman. Jika dikaji lebih mendalam posisi teori sistem hukum ini tidak dimaksudkan
untuk digunakan pada semau keadaan masalah hukum tetapi secara basic tujuannya adalah
memberikan justifikasi atau pembungkus bagi suatu negara menganut sistem hukum apa?
Inilah kerancuan intektual yang seringkali akar masalah belum difahami mengapa teori itu
muncul, dalam sikon yang bagaimana teori itu muncul, serta hal-hal apa saja yang secara
filosofis mempengaruhi teori itu muncul dan lain sebagainya.

Demikian halnya dengan regulasi di masa pandemi covid 19. Setiap regulasi yang
ditetapkan pemerintah mempunyai dimensi latarbelakang yang berbeda satu dengan yang
lain. Sosialisasi biasanya menjadi ujung tombak bagi sejauhmana tingkat pemahaman
masyarakat atas pengetahuan dari regulasi yang ditetapkan pemerintah. Upaya yang
dilakukan dalam bentuk program-program yang tersosialisasikan dengan baik akan
berpengaruh sekali pada tingkat kesadaran hukum masyarakat, Jika hal ini tidak dilakukan
maka muncullah penolakan atau berbagai penafsiran sebagai akibat dari lemahnya sosialisasi
yang dilakukan yang berdampak pada tujuan diadakannya regulasi itu tidak mencapai sasaran
sesuai keinginan pemerintah.

Adapun regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi kondisi pandemi
covid 19 sebagai berikut :

TABEL
Regulasi yang dibuat selama masa pandemi covid 19

No Objek Regulasi Uraian


1 Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Keppres ini dikeluarkan oleh Presiden
Tugas Percepatan Penangannan Covid-19. Republik Indonesia pada Jumat, 13
Diberlakukan pada tanggal 13 Maret 2020 Maret 2020 yang diketuai oleh Badan
dan Keppres Nomor 9 Tahun 2020 untuk Nasional Penanggulangan Bencana
merevisi beberapa pasal yang tercantum (BNPB). Keppres ini dikeluarkan
dalam Keppres No 7 Tahun 2020. sebagai bentuk untuk menindaklanjuti
Diberlakukan pada tanggal 20 Maret 2020 penyebaran covid-19 dan untuk
merespon himbauan WHO yang telah
menetapkan status pendemi global.
Tidak lama kemudian, Presiden Joko
Widodo menerbitkan Keppres Nomor 9
Tahun 2020 untuk merevisi beberapa
pasal yang tercantum dalam Keppres
No 7 Tahun 2020. Gugus tugas yang
diketuai oleh Doni Monardo memiliki
beberapa tugas antara lain,
melaksanakan rencana operasional
percepatan penanganan virus corona,
mengkoordinasikan serta
mengendalikan pelaksanaan kegiatan
percepatan penanganan virus corona,
mengerahkan sumber daya untuk
pelaksanaan kegiatan percepatan
penanganan virus corona dan gugus
tugas harus melaporkan pelaksanaan
percepatan penanganan Covid-19
2
kepada presiden. Peraturan ini juga
sudah melibatkan unsur TNI dan
POLRI dalam Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19.
2 Inpres Nomor 4 Tahun 2020 tentang Sehubungan semakin meluasnya
Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, penyebaran Covid-19, maka Intruksi
serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Presiden diterbitkan oleh Presiden
Rangka Percepatan Penangannan Covid-19 Jokowi pada tanggal 20 Maret 2020 di
Jakarta. Inpres No. 4 Tahun 2020
Diberlakukan pada tanggal 20 Maret 2020 tersebut akan membuat alokasi yang
dulunya tidak ada menjadi ada khusus
untuk penanganan Covid-19 di
Indonesia walaupun berat namun wajib
dikerjakan untuk kebaikan bangsa dan
negara utamanya adalah kesehatan
masyarakat.3 Melalui Inpres ini Jokowi
2
Lisza Egeham, “Sederet Aturan yang Dikeluarkan Jokowi Melawan Pandemi Virus Corona”,
https://www.liputan6.com/news/read/4227914/sederet-aturan-yang-dikeluarkan-jokowi-melawan-pandemi-
virus-corona diakses tanggal 10 Mei 2020.
3
Joglo Abang, “Inpres 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta PBJ dalam
rangka Percepatan Penanganan Covid 19”, https://www.jogloabang.com/politik/inpres-4-2020-refocussing-
kegiatan-realokasi-anggaran-serta-pbj-rangka-percepatan diakses tanggal 10 Mei 2020.
meminta kementrian dan lembaga
mengalokasi anggrannya serta
mempercepat pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa untuk penangan viirus
Covid-19.Mantan Gubenur DKI Jakarta
mengintruksikan Mentri Keuangan
untuk menfasilitasi revisi anggaran dan
mentri Dalam Negeri Tito Karnavian
dengan kepala daerah dalam percepatan
penggunaan APDB untuk penanganan
wabah Covid-19.
Menurut Inpres Nomor 4 Tahun 2020,
seluruh institusi tersebut diinstruksikan
untuk melakukan:
1. Mengutamakan penggunaan alokasi
anggaran yang telah ada untuk
kegiatan-kegiatan yang mempercepat
penanganan Covid-19 (Refocussing
kegiatan, dan realokasi anggaran)
dengan mengacu kepada protokol
penanganan Covid-19 di
Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah dan rencana operasional
percepatan penanganan Covid-19
yang ditetapkan oleh Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19.
2. Mempercepat refocussing kegiatan
dan realokasi anggaran melalui
mekanisme revisi anggaran dan
segera mengajukan usulan revisi
anggaran kepada Menteri Keuangan
sesuai dengan kewenangannya.
3. Mempercepat pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa untuk
mendukung percepatan penanganan
Covid-19 dengan mempermudah
dan memperluas akses sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2008 tentang
Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana, Peraturan Presiden Nomor
16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah, dan
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun
2018 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana Dalam
Keadaan Tertentu.
4. Melakukan pengadaan barang dan
jasa dalam rangka percepatan
penanganan
5. Covid-19 dengan melibatkan
Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah serta Badan
Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan.
6. Melakukan pengadaan barang dan
jasa alat kesehatan dan alat
kedokteran untuk penanganan
Covid-19 dengan memperhatikan
barang dan jasa sesuai dengan
standar yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan.
1. Khusus kepada:
a. Menteri Keuangan untuk
memfasilitasi proses revisi
anggaran secara cepat,
sederhana, dan akuntabel.
b. Menteri Dalam Negeri untuk
mengambil langkah-langkah
lebih lanjut dalam rangka
percepatan penggunaan
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD)
dan}.atau perubahan peraturan
kepala Daerah tentang
penjabaran APBD untuk
percepatan penanganan Covid-
19 kepada
Gubernur/Bupati/Wali Kota.
c. Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat untuk
melakukan percepatan
penyiapan dan pembangunan
infrastruktur yang diperlukan
dalam rangka penanganan
Covid-19.
d. Menteri Kesehatan untuk
mempercepat pemberian
registrasi alat kesehatan dan
alat kedokteran untuk
penanganan Covid-19 yang
belum memiliki nomor
registrasi sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
e. Kepala Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan
untuk melakukan
pendampingan dan pengawasan
keuangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan terhadap
akuntabilitas keuangan negara
untuk percepatan penanganan
Covid-19.
f. Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah untuk melakukan
pendampingan pelaksanaan
pengadaan Barang dan Jasa
dalam rangka percepatan
penanganan Covid-19.

3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah yang mengatur


Nomor 21 Tahun 2020Tentang Pembatasan soal pembatasan Sosial Berskala Besar
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka (PSBB) ini dibuat oleh pemrintah untuk
Percepatan Penanganan Corona Virus memutus mata rantai penyebaran Virus
Disease 2019 (Covid-19) Covid-19. Dalam PP dijelaskan bahwa
pemerintah daerah mendapat
Diberlakukan pada tanggal 31 Maret 2020 persetujuan dari Menteri Kesehatan
(MENKES). Pembatasan sosial yang
dimaksud yaitu membatasi pergerakan
orang dan barang ke provinsi kabupaten
atau kota. Tidak sembarang kota boleh
di PSBB, berdasarkan pasal 3 PP
tersebut, PSBB harus memenuhi
sejumlah syarat yaitu, jumlah kasus atau
jumlah kematian akibat penyakit
meningkat signifikan dan terdapat
kaitan epidemiologis dengan kejadian
serupa di wilayah atau negara lain.
PSBB paling banyak meliputi, peliburan
sekolah dan tempat kerja, pembatasan
kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Peraturan ini untuk menyikapi lebih
serius dalam hal penanganan covid-19,
dikarenakan masyarakat yang
multikultural, maka peraturan tersebut
sudah dipertimbangkan dalam
pembuatannya yang sesuai dengan
masyarakat Indonesia. Peraturan
tersebut sudah ditempatkan di
Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 91 yang kemudian
ditempatkan di Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
6487. Untuk melaksanakan PSBB, tiap
daerah harus melakukan laporan kepada
pemerintah pusat dan mendapat
persetujuan Menteri Kesehatan.
Dalam pembatasan berskala besar,
semua masyarakat yang tidak memiliki
kepentingan yang kuat untuk keluar
rumah tetap dianjurkan untuk tinggal di
dalam rumah, kecuali beberapa pihak
yang menjalankan tugas yang dengan
terpaksa atau karena tugas harus keluar
rumah.
Pemerintah daerah harus memenuhi
beberapa syarat jika ingin melakukan
Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) untuk kemudian diajukan
kepada pemerintah dalam hal ini
Kementerian Kesehatan berkoordinasi
dengan Gugus Tugas Penanganan Covid
19 Nasional.
Pemerintah daerah juga harus
menghitung kesiapan-kesiapan melalui
beberapa hal, di antaranya pemerintah
daerah harus menghitung ketersediaan
kebutuhan hidup dasar bagi masyarakat.
Pemerintah daerah harus menghitung
kebutuhan sarana dan prasarana
kesehatan, mulai dari ruang isolasi,
karantina, ketersediaan tempat tidur,
termasuk juga alat-alat kesehatan
lainnya, seperti alat pelindung diri,
termasuk ketersediaan masker untuk
masyarakat.
PP yang mengatur soal Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) ini dibuat
Jokowi untuk memutus mata rantai
penyebaran virus Corona. Kebijakan ini
dinilai lebih cocok diterapkan di
Indonesia daripada opsi karantina
wilayah atau lockdown.Dalam PP yang
diteken 31 Maret 2020 ini, dijelaskan
bahwa pemerintah daerah boleh
menerapkan PSBB dengan mendapat
persetujuan dari Menteri Kesehatan
(Menkes). Pembatasan sosial yang
dimaksud yakni membatasan
pergerakan orang dan barang ke
provinsi, kabupaten atau kota.
Aturan mengenai PSBB kemudian
dijelaskan lebih rinci melalui Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB.
Sejauh ini, Menkes Terawan Agus
Putranto telah menyetujui PSBB di DKI
Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota Bogor,
Kota Depok, Kota Bekasi, dan
Kabupaten Bekasi. Kemudian, Kota
Tangerang Selatan, Kota Tangerang,
Kabupaten Tangerang, hingga Kota
Pekanbaru.
Kota malang raya dstnya

4 Keputusan Presiden No. 11 tahun 2020 Dihari yang sama dengan PP PSBB
tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Jokowi mengeluarkan Keppres tentang
Masyarakat status kedaruratan kesehatan
masyarakat di tengah pandemi Covid-
Diberlakukan pada tanggal 31 Maret 2020 19. Penetapan status ini didasari atas
penyebaran virus yang luar biasa dan
ditandai dengan jumlah kasus dan
angka yang semakin meningkat.

5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Aturan tersebut berisi tentang dua


Undang (Perppu) No. 1 tahun 2020 tentang pokok kebijakan, yakni tentang
Kebijakan keuangan negara dan stabilitas kebijakan keuangan negara dan
sistem keuangan untuk penanganan stabilitas sistem keuangan. Poin
pandemi Covid-19 dan dalam rangka kebijakan keuangan negara meliputi
ancaman yang membahayakan kebijakan pendapatan negara, termasuk
perekonomian Nasional atau stabilitas kebijakan di bidang perpajakan,
sistem keuangan kebijakan pembiayaan dan kebijakan
Diberlakukan pada tanggal 31 Maret 2020 belanja negara yang di dalamnya
mencakup kebijakan di bidang
keuangan daerah. Adapun poin
kebijakan stabilitas sistem keuangan
meliputi kebijakan untuk penanganan
permasalahan lembaga keuangan yang
membahayakan perekonomian nasional
dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Melalui Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang Undang (Perppu) ini,
Pemerintah mengumumkan tambahan
anggaran penangan Virus Covid-19
sebesar Rp. 405,1 triliun. Dengan
rincian sebesar Rp 75 triliun untuk
bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk
social safety net atau jaring
pengamanan sosial.
Kemudian Rp 70,1 triliun untuk insentif
perpajakan dan stimulus KUR. Serta Rp
150 triliun dialokasikan untuk
pembiayaan program pemulihan
ekonomi nasional. Terkait social safety
net, pemerintah menyiapkan PKH 10
juta KPM yang dibayarkan bulanan
mulai April. Ada juga kartu sembako,
yang penerimanya dinaikkan menjadi
20 juta dengan manfaat naik Rp 200
ribu selama 9 bulan. Selanjutnya,
pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk
24 juta pelanggan listrik 450VA, dan
diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan
900VA bersubsidi. Terdapat juga
tambahan insentif perumahan bagi
pembangunan perumahan MBR hingga
175 ribu dan dukungan logistik
sembako dan kebutuhan pokok Rp 25
triliun. Selain itu, dana Kartu Prakerja
dinaikkan menjadi Rp 20 triliun untuk
bisa meng-cover sekitar 5,6 juta pekerja
informal, pelaku usaha mikro dan kecil.
Penerima manfaat mendapat insentif
pasca pelatihan Rp 600 ribu, dengan
biaya pelatihan Rp 1 juta.

6 Peraturan Presiden Nomor 52 tahun 2020 Dengan mempertimbangkan bahwa


tentang Pembangunan Fasiltas Observasi penyebaran Corona Virus Disease 2019
dan Pembangunan dalam Penanggulangan (Covid-19) atau penyakit infeksi
Covid-19 atau penyakit infeksi Emerging di emerging terus meningkat,
Pulau Galang, Kota Batam, Provinsi menimbulkan korban jiwa serta
Kepulauan Riau. kerugian materiil dan World Health
Organization (WHO) telah menyatakan
Diberlakukan pada tanggal 31 Maret 2020 Covid-19 sebagai pandemik yang telah
menyebar ke berbagai negara termasuk
Indonesia.
Peppres yang diteken Oleh Presiden
tersebut pada tanggal 31 Maret 2020
diterbitkan dengan pertimbangan bahwa
penyebaran virus Covid-19 terus saja
meningkat yang dapat menimbulkan
korban jiwa dan kerugian lain. Menurut
Pasal 2 Perpres tersebut, Kementerian
PUPR, Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral, Kementerian Kesehatan
dan Kementerian Pertahanan dalam
melaksanakan ketentuan dalam
Peraturan Presiden ini menerapkan
prinsip: a. kehati-hatian; b. transparansi;
c. efisiensi; d. efektivitas dan e.
akuntabilitas.4
Pembangunan RS Darurat Corona di
Pulau Galang sudah rampung dan mulai
beroperasi sejak 6 April 2020. Sebanyak
39 pasien virus corona dirawat di rumah
sakit itu.

7 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020 Perpres tersebut dikeluarkan Jokowi


tentang Perubahan Postur dan Rincihan berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun
APBN Tahun Anggaran 2020 2020. Melalui perpres ini, anggaran
kementrian dan lembaga di pangkas
Diberlakukan pada tanggal 3 April 2020 untuk menghadapi Virus Covid-19.
Presiden Jokowi memang sudah
meminta berulang-ulang kali agar
pemerintah pusat dan daerah
memangkas anggaran dari kegiatan non
prioritas yang manfaatnya tidak
dirasakan langsung oleh masyarakat.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus
melakukan pengurangan anggaran
terhadap sejumlah kementerian dan
lembaga demi penanganan pandemi
Covid-19 termasuk di dalamnya KPK,
Kepolisian, Kejaksaan Agung, hingga
Mahkamah Agung.
Presiden juga menegaskan, komitmen
anggaran ini merujuk pada Perpres
Nomor 54/2020. Pada pasal 1 ayat (3)
dan ayat (4) disebutkan anggaran
pendapatan negara diperkirakan sebesar
Rp1.760 triliun sedangkan anggaran
belanja negara diperkirakan sebesar
Rp2.613 triliun.Pada anggaran tersebut,
pemerintah akan menyalurkan bantuan
(bansos) sosial tambahan berbentuk
sembilan bahan pokok (sembako)
senilai Rp 600 ribu per bulan untuk
masyarakat di Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan
juga bansos tunai untuk masyarakat di
luar Jabodetabek, sebagai stimulus
untuk mengurangi tekanan sosial
ekonomi dari pandemi Covid-19.
Perpres tersebut dikeluarkan Jokowi
berdasarkan Perppu No 1 Tahun 2020.
Melalui perpres ini, anggaran
kementerian dan lembaga dipangkas
untuk menghadapi virus corona.
Sebagian besar kementerian dan
4
Chandra Gian Asmara, “Jokowi Terbitkan Perpres RS Khusus Covid-19 di Pulau Galang”,
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200406145909-4-150058/jokowi-terbitkan-perpres-rs-khusus-covid-
19-di-pulau-galang diakses tanggal 10 Mei 2020.
lembaga mengalami pemangkasan
anggaran. Namun ada dua kementerian
yang anggarannya naik saat pandemi
virus Corona, yaitu Kementerian
Kesehatan (Kemkes) dan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sementara, Kementerian yang
mengalami pemotongan anggaran yang
cukup besar di antaranya Kemristek dan
Kementerian PUPR.Tidak hanya itu,
lembaga pemerintah non-kementerian
lain seperti Polri dan KPK mengalami
pemangkasan anggaran. DPR dan MPR
juga mengalami pemotongan anggaran.

8 Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 Presiden Jokowi resmi menetapkan


tentang Penetapan Bencana non-alam wabah virus covid-19 sebagai bencana
Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana nasional pada tangal 31 Maret 2020
Nasional. yang kemudian mengenai
penanggulangan wabah ini di bentuk
Diberlakukan pada tanggal 13 April 2020 gugus depan dalam percepatan
penanganan covid-19.
Dalam Keppres tersebut, setidaknya
terdapat empat poin yang menyatakan
perihal tentang penetapan Covid-19
sebagai bencana nasional. “Menyatakan
bencana nonalam yang diakibatkan oleh
penyebaran Covid-19 sebagai bencana
nasional,” bunyi poin pertama dalam
Keppres tersebut. Point kedua, Presiden
juga menetapkan bahwa
penanggulangan bencana nasional yang
diakibatkan oleh penyebaran Covid-19
dilaksanakan oleh Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19 sesuai
dengan Keputusan Presiden Nomor 7
Tahun 2020 tentang Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19. Poin
ketiga adalah perintah kepada
Gubernur, bupati dan walikota sebagai
Ketua Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19 di daerah, dalam
menetapkan kebijakan di daerah
masing-masing harus memperhatikan
kebijakan Pemerintah Pusat. Poin
keempat, Presiden menyatakan bahwa
keputusan tersebut mulai berlaku pada
tanggal penetapan, yakni hari Senin
tanggal 13 April 2020
Dalam aturan tersebut dijelaskan
bencana nasional akan dilaksanakan
oleh Gugus Tugas percepatan
penanganan Covid-19. Kemudian,
dalam keppres tersebut juga berisi,
kepala daerah menjadi ketua Gugus
Tugas percepatan penanganan Covid-19
di daerah, penetapan kebijakan daerah
juga harus memperhatikkan kebijakan
pemerintah pusat.

Terdapat 8 (delapan) buah produk hukum pemerintah untuk mengatasi covid 19 ,


Kedelapan produk hukum ini secara substansial fungsi utamanya adalah menjadi payung
hukum penanganan bagi pencegahan maupun penyebaran covid 19. Dari sisi komposisi dan
jenis regulasi akan kita deskripsikan sebagai berikut:

TABEL

KOMPOSISI JUMLAH DAN JENIS REGULASI

No Jumlah dan Jenis Regulasi Objek Regulasi


1 4 (Empat) Keputusan Presiden 1. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun
2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penangannan Covid-19. Diberlakukan
pada tanggal 13 Maret 2020;
2. Keputusan Presiden Nomor 9
Tahun 2020 untuk merevisi
beberapa pasal yang tercantum
dalam Keppres No 7 Tahun 2020.
Diberlakukan pada tanggal 20 Maret
2020;
3. Keputusan Presiden No. 11 tahun
2020 tentang Penetapan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat.
Diberlakukan pada tanggal 31 Maret
2020 ;
4. Keputusan Presiden Nomor 12
tahun 2020 tentang Penetapan
Bencana non-alam Penyebaran
Covid-19 sebagai Bencana
Nasional. Diberlakukan pada
tanggal 13 April 2020

2 2 (Dua) Peraturan Presiden 1. Peraturan Presiden Nomor 52 tahun


2020 tentang Pembangunan Fasiltas
Observasi dan Pembangunan dalam
Penanggulangan Covid-19 atau
penyakit infeksi Emerging di Pulau
Galang, Kota Batam, Provinsi
Kepulauan Riau. Diberlakukan pada
tanggal 31 Maret 2020 ;
2. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun
2020 tentang Perubahan Postur dan
Rincihan APBN Tahun Anggaran
2020.Diberlakukan pada tanggal 3
April 2020
3 1 (Satu) Instruksi Presiden Inpres Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran,
serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam
Rangka Percepatan Penangannan Covid-19
Diberlakukan pada tanggal 20 Maret 2020
4 1 (Satu) Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2020Tentang Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19).Diberlakukan
pada tanggal 31 Maret 2020
5 1 (Satu) Peraturan Pemerintah Pengganti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang-Undang (Perppu) Undang (Perppu) No. 1 tahun 2020 tentang
Kebijakan keuangan negara dan stabilitas
sistem keuangan untuk penanganan
pandemi Covid-19 dan dalam rangka
ancaman yang membahayakan
perekonomian Nasional atau stabilitas
sistem keuangan Diberlakukan pada tanggal
31 Maret 2020

Konsepsi utama yang terkandung dalam produk hukum tersebut, jika kita kaji dari
Teori Sistem Hukum maka akan terjelma sebagai berikut :

TABEL

Implementasi Teori Sistem Hukum dalam Produk Hukum masa Covid 19


No Indikator Teori Sistem Hukum Implementasi Produk Hukum

1 Struktur Hukum 1. Gugus Tugas Percepatan Penangannan


Covid-19
2. Pembangunan Fasiltas Observasi dan
Pembangunan dalam Penanggulangan
Covid-19
2 Substansi Hukum 1. Perubahan Postur dan Rincihan APBN
Tahun Anggaran 2020
2. Refocussing Kegiatan, Realokasi
Anggaran, serta Pengadaan Barang dan
Jasa Dalam Rangka Percepatan
Penangannan Covid-19.
3. Kebijakan keuangan negara dan
stabilitas sistem keuangan untuk
penanganan pandemi Covid-19 dan
dalam rangka ancaman yang
membahayakan perekonomian
Nasional atau stabilitas sistem
keuangan
3 Kultur Hukum 1. Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat
2. Penetapan Bencana non-alam
Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana
Nasional.
3. Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (Covid-
19).

Regulasi tersebut sifatnya payung hukum (umbrella prevosion) yang selanjutnya


dapat kita lihat di setiap kementerian menerbitkan beberapa produk hukum guna menyikapi
aturan payung hukum di masa covid 19 sebagai berikut:

TABEL
PENTUNJUK TEKNIS KEMENTERIAN TERKAIT COCID 19.

No Regulasi sebagai Petunjuk tekhnis Latar belakang regulasi


kementerian
1 Surat Edaran Kementerian Agama
tentang Panduan Beribadah di 1. Umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah
Tengah Wabah puasa di bulan Ramadan dengan baik
No Berapa? berdasarkan ketentuan fikih ibadah.
2. Sahur dan buka puasa dilakukan oleh
individu atau keluarga inti, tidak perlu
sahur on the road atau ifthar jama’i (buka
puasa bersama).
3. Salat Tarawih dilakukan secara individual
atau berjamaah bersama keluarga inti di
rumah;
4. Tilawah atau tadarus Al-Qur’an dilakukan
di rumah masing-masing berdasarkan
perintah Rasulullah SAW untuk menyinari
rumah dengan tilawah Al-Qur’an;
5. Buka puasa bersama baik dilaksanakan di
lembaga pemerintahan, lembaga swasta,
masjid maupun musala ditiadakan;
6. Peringatan Nuzulul Qur’an dalam bentuk
tablig dengan menghadirkan penceramah
dan massa dalam jumlah besar, baik di
lembaga pemerintahan, lembaga swasta,
masjid maupun musala ditiadakan;
7. Tidak melakukan iktikaf di 10 (sepuluh)
malam terakhir bulan Ramadan di
masjid/musala;
8. Pelaksanaan Salat Idul Fitri yang lazimnya
dilaksanakan secara berjamaah, baik di
masjid atau di lapangan ditiadakan, untuk
itu diharapkan terbitnya Fatwa MUI
menjelang waktunya.
9. Agar tidak melakukan kegiatan sebagai
berikut: a) Salat Tarawih keliling (tarling);
b) Takbiran keliling. Kegiatan takbiran
cukup dilakukan di masjid/musala dengan
menggunakan pengeras suara; c) Pesantren
Kilat, kecuali melalui media elektronik.
10. Silaturahim atau halal bihalal yang
lazim dilaksanakan ketika hari raya Idul
Fitri, bisa dilakukan melalui media sosial
dan video call/conference.
11. Pengumpulan Zakat Fitrah dan/atau
ZIS (Zakat, Infak, dan Shadaqah).

2 Permenkes 9 tahun 2020 tentang Permenkes 9 tahun 2020 adalah kelanjutan


Pedoman PSBB dalam rangka dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
Percepatan Penanganan COVID- 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala
19 Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6487).
Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman
PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan
COVID-19 ditetapkan di Jakarta pada tanggal
3 April 2020 oleh Menteri Kesehatan
Terawan Agus Putranto. Permenkes 9 tahun
2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka
Percepatan Penanganan COVID-19
diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 April
2020 oleh Dirjen PUU Kemenkumham RI
Widodo Ekatjahjana.
Pasal 4
(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar paling
sedikit
meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum.
(2) Pembatasan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
harus tetap mempertimbangkan kebutuhan
pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah
penduduk.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala
Besar meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan;
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
umum;
d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;
e. pembatasan moda transportasi; dan
f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait
aspek pertahanan dan keamanan.
(2) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala
Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan selama masa inkubasi
terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih
terdapat bukti penyebaran.
(3) Pembatasan kegiatan keagamaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
keagamaan yang dilakukan di rumah dan
dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga
jarak setiap orang.
(4) Pembatasan kegiatan keagamaan selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilaksanakan dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan, dan fatwa
atau pandangan lembaga keagamaan resmi
yang diakui oleh pemerintah.

3 Maklumat Kepolisian Negara 1. Bahwa mempertimbangankan situasi nasional


Republik Indonesia Nomor: Mak/ 2 terkait dengan cepatnya penyebaran Covid 19,
/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap maka pemerintah telah mengeluarkan kebijakan
Kebijakan Pemerintah dalam dalam rangka penanganan secara baik, cepat,
Penanganan Penyebaran Virus Corona dan tepat agar penyebarannya tidak meluas dan
(Covid 19) berkembang menjadi gangguan terhadap
keamanan dan ketertiban masyarakat.
2. Bahwa untuk memberikan pelindungan
kepada masyarakat, Polri senantiasa mengacu
asas keselamatan rakyat merupakan hukum
tertinggi (solus Populi Suprema Lex Esto),
dengan ini Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia mengeluarkan Maklumat:
a. Tidak mengadakan kegiatan social
kemasyarakatan yang menyebabkan
berkumpulnya massa dalam jumlah banyak,
baik di tempat umum maupun di lingkungan
sendiri, yaitu:
1) Pertemuan social, budaya, keagamaan dan
aliran kepercayaan dalam bentuk seminar,
lokakarya, sarasehan dan kegiatan lainnya yang
sejenis;
2) Kegiatan konser musik, pekan raya, festival,
bazaar, pasar malam, pameran, dan resepsi
keluarga;
3) Kegiatan olah raga, kesenian, dan jasa
hiburan;
4) Unjuk rasa, pawai, dan karnaval; serta
5) Kegiatan lainnya yang menjadikan
berkumpulnya massa.
b. Tetap tenang dan tidak panic serta lebih
meningkatkan kewaspadaan di lingkungan
masing-masing dengan selalu mengikuti
informasi dan imbauan resmi yang dikeluarkan
oleh pemerintah;
c. Apabila dalam keadaan mendesak dan tidak
dapat dihindari, kegiatan yang melibatkan
banyak orang dilaksanakan dengan tetap
menjaga jarak dan wajib mengikuti prosedur
pemerintah terkait pencegahan penyebaran
Covid 19;
d. Tidak melakukan pembelian dan/atau
menimbun kebutuhan bahan pokok maupun
kebutuhan masyarakat lainnya secara
berlebihan;
e. Tidak berpengaruh dan menyebarkan berita-
berita dengan sumber tidak jelas yang dapat
menimbulkan keresahan di masyarakat; dan
f. Apabila ada informasi yang tidak jelas
sumbernya dapat menghubungi kepolisian
setempat.
3. Bahwa apabila ditemukan perbuatan yang
bertentangan dengan Maklumat ini, maka setiap
anggota Polri wajib melakukan tindakan
kepolisian yang diperlukan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4 Permenkumhan No 10 Tahun 2020 Kebijakan ini merupakan rekomendasi dari


tentang Pemberian Asimilasi dan PBB untuk seluruh dunia. Tentunya dengan
Hak Integrasi bagi Narapidana dan tujuan untuk menekan angkapenyebaran
Anak dalam rangka Pencegahan dan Covid-19. Kebijakan yang disajikan dalam
Penanggulangan Penyebaran Covid- bentuk asimilasi dan
19 integrasi pada warga binaan lapas ini juga
diberlakukan kepada rutan atau rumah
tahanan negara yang kapasitasnya berlebih.
Sejumlah negara yang juga mengambil
kebijakan yang sama ialah antara lain:
Amerika serikat membebaskan 8.000 napi,
Inggris dan Wales membebaskan 4.000 napi,
Iran telah membebaskan 85.000 napi dan
10.000 tahanan politik.Bahrain membebaskan
1.500 napi, Israel 500 napi, yunani 15.000
napi, polandia 10.000 napi, Tunisia 1.420
napi, Kanada 1.000 napi, dan Prancis 5.000
napi. Kemudian ditegaskan lagi oleh bapak
menteri bahwa kebijakanini semata-mata
dikeluarkan karena alasan kemanusiaan.
Mengingat kondisidi dalam lapas dan rutan
yang sudah sangat kelebihan napi, maka akan
sangat potensial penyebaran Covid jika
kebijakan ini tidak segera diambil. Per 11
April 2020, kemenkumham tercatat telah
membebaskan 36.554 narapidana. Peraturan
lain yang kemudian menjadi payung hukum
dari kebijakan ini ialahKeuptusan menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 19
Tahun 2020. Keputusan ini sebagai peraturan
lanjutan yang lahir dari peraturan menteri.
Di Indonesia telah tercatat sebanyak 38.822
pada tanggal 20-04-2020 narapidana yang
telah dibebaskan dari penjara. Narapidana
tersebut di bebaskan melalui program
asimilasi dan integrasi sebagai bentuk
pencegahan penyebaran virus corona (Covid
19) di wilayah lembaga pemasyarakatan dan
rumah tahanan di Indonesia.
Ketentuan mengenai asimilasi dan syaratnya
tertuang dalam pasal 2 (1) Asimilasi
Narapidana dilaksanakan di rumah dengan
pembimbingan dan pengawasan Bapas. (2)
Narapidana yang dapat diberikan Asimilasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi syarat, diantaranya :
1. Berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak
sedang menjalani hukuman disiplin dalam
kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir
2. Aktif mengikuti program pembinaan
dengan baik,
3. Telah menjalani ½ (satu per dua) masa
pidana.

5 Permenhub No.25 Tahun 2020


tentang Pengendalian Transportasi PERMENHUB25/2020
Selama Mudik Idul Fitri Tahun 1441 BERTUJUANUNTUKMENDORONGWAR
H. GAUNTUKTIDAKMELAKUKANPERJAL
Berlaku mulai 24 April – 31 Mei ANANKELUARKOTA/KOTAASAL,
2020 UNTUKMENEKANPENYEBARANCOVID
-19 DI INDONESIA.

SANKSIBAGIWARGAYANG
TETAPNEKATMUDIKBISAMENGACUKE
UNDANG-UNDANGNOMOR 6
TAHUN2018
TENTANGKEKARANTINAANKESEHAT
AN.

•ADAPUNSANKSIYANG PALING
RINGANYAITUDENGANDIKEMBALIKA
NNYASAJAKENDARAANTERSEBUTUN
TUKTIDAKMELANJUTKANPERJALANA
NMUDIK,

•SEMENTARAUNTUKSANKSIPALING
BERATYAITUKURUNGANPENJARAPAL
ING LAMA
SATUTAHUNDANATAUDENDAMAKSI
MALRP100 JUTA. HAL
INIMENGACUKEPADAPASAL93 UU
NOMOR 6 TAHUN2018.

MENPAN TTG ASN

Anda mungkin juga menyukai