Anda di halaman 1dari 10

TEORI DASAR

2.1 Standard Penetration Test (SPT)


SPT merupakan suatu metode uji yang dilaksanakan bersmaan dengan pengeboran untuk
mengetahui kekuatan tanah maupun pengambilan contoh terganggu. Uji SPT terdiri dari uji
pemukulan tabung belah dinding kedalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk
memasukkan tabung belah selama 300 mm secara vertical, dan dibutuhkannya palu dengan berat
63,5 kg untuk dijatuhkan secara berulang pada ketinggian 76 cm. Pengujian dapat dilakukan
dengan cepat saat lubang bor dibor. Sebuah lubang bor pertama kali dibor (menggunakan casing
jika sesuai) sampai tepat di atas kedalaman uji. Sebuah split-barrel sampler (Gambar 1) dengan
diameter yang lebih kecil dari lubang bor kemudian dipasang ke tali batang dan didorong ke
dalam tanah di dasar lubang bor dengan palu jatuh (massa yang diketahui jatuh di bawah
gravitasi dari ketinggian yang diketahui). Pertama kali dilakukan seating drive ke penetrasi
150mm untuk menanamkan sampler ke dalam tanah. Ini diikuti dengan pengujian itu sendiri, di
mana sampler didorong lebih jauh ke dalam tanah sejauh 300mm (ini biasanya ditandai pada rod
string di permukaan). Jumlah pukulan dari palu untuk mencapai penetrasi ini dicatat; ini adalah
blowcount SPT (tidak dikoreksi), N. Berbagai macam peralatan digunakan di seluruh dunia
untuk melakukan pengujian yang mempengaruhi jumlah energi ditransfer ke sampler dengan
setiap pukulan dari drop hammer. Sifat konstitutif a deposit tanah yang diberikan tidak boleh
berbeda dengan peralatan yang digunakan, sehingga N secara konvensional dikoreksi menjadi
nilai N60, mewakili rasio energi standar 60%. Jumlah pukulan juga perlu dikoreksi ukuran
lubang bor dan untuk pengujian yang dilakukan pada kedalaman dangkal (<10m). Koreksi ini
tercapai menggunakan:

Gambar 1. Skema Urutan Standar Penetration Test (SPT)


N 60=N ζ¿) (1)

dimana ζ adalah faktor koreksi untuk panjang batang (yaitu kedalaman pengujian) dan ukuran
lubang bor, dan ER adalah Rasio Energi peralatan yang digunakan.

2.2 Vertical Electrical Sounding (VES)


Metode Vertical Electrical Sounding (VES) merupakan pengukuran resistivitas 1D untuk
menduga lapisan-lapisan material di bawah permukaan berdasarkan variasi resistivitas secara
vertikal (Santoso dkk., 2016), nilai resistivitas (ρ) dihitung berdasarkan data arus listrik (I) dan
beda potensial (V) yang diperoleh di lapangan (Allred dkk., 2008). Perubahan jarak elektroda
pada suatu titik sounding dilakukan dari jarak elektroda kecil kemudian membesar secara gradual
adalah bentuk pengukuran yang dilakukan pada metode VES. Output yang didapat dari
pengukuran VES adalah kurva resitivitas. Pada dasarnya, metode VES dikenal dengan enam jenis
kurva yaitu kurva H, A, K, Q, HK, KH. Bentuk dari kurva H, A, K, Q, HK, KH dapat dilihat pada
Gambar. 2, setiap kurva akan memberikan informasi mengenai jumlah lapisan, ketebalan
lapisan, dan nilai resistivitas dari setiap lapisan batuan.

Gambar 2. Kurva Sounding Secara Umum (Telford dkk., 1990)


Gambar 2. Meripakan kurva sounding, kurva ini menggambarkan hubungan antara jarak
elektroda arus (AB/2), nilai resistivitas semu ( ρa ¿ , nilai resistivitas sebenarnya ( ρ ¿ , serta
distribusi kedalaman dan ketebalan lapisan-lapisan nilai resistivitas sebenarnya ( ρ ¿. Titik-titik
dan kurva merah menandakan hubungan antara AB/2 dan ρ. Kurva biru menunjukan distribusi
kedalaman dan dan ketebalan dari lapisan-lapisan nilai resistivitas sebenarnya. Kurva VES dapat
membantu dalam representasi hasil interpretasi tabel nilai resisitivitas sebenarnya. Hubungan
antara jenis dan susunan material bawah permukaan bumi terhadap variabelvariabel VES akan
tampak lebih mudah dipahami melalui representasi dari hasil interpretasi tabel nilai resistivitas
sebenarnya pada kurva VES.
2.1.1 Schlumberger Array
Konfigurasi Schlumberger merupakan sistem aturan jarak yang konstan dengan catatan faktor
pengali “n” untuk susunan ini adalah perbandingan jarak antara elektroda AM dengan jarak antar
MN. Jika jarak antara elektroda potensial MN a maka jarak antara elektroda arus (A dan B)
adalah 2na + a. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Faktor susunan schlumberger (k) dapat ditemukan menggunakan formula:

π a2 b2
K=
b [ ]
1− 2 , a ≥5 b
4a

Gambar 3. Konfigurasi Schlumberger

2.3 Metode Inversi

Berawal dari metode Newton untuk mencari akar dari suatu fungsi atau
mencari nilai x agar y (x) = 0.

y ( x ) =a+ ( dydx ) x
x= xn

dy
y ( x ) = y ( x ) + ( ) ( x−x )
n n
dx x= x n
−1
dy
x =x −( )
n+1 n y (x ) n
dx x=x n
2 −1
∂ E ∂E
m =m −(
n+1 n
∂m2 ) ( ∂m)
m=mn m=mn
T
E=[ d−g ( m ) ] [ d−g ( m ) ] ,

dimana E=error , m=parameter ,n=iterasi , dan d=data real

∂E
=−2 J T d+2 [ g ( m ) ] J T
∂m
¿ 2 J T [ g ( m )−d ]
∂2 E T T
=2 ( J J + H [ g ( m )−d ] )
∂ m2
−1
1 T T T
m n+1 =m n− . ( J n J n + H n [ g ( m n ) −d n ] ) . 2. ( J n [ g ( m n )−d n ])
2
−1
m n+1 =m n−( J Tn J n+ H Tn [ g ( m n )−d n ]) . ( J Tn [ g ( m n )−d n ])

Asumsikan H = 0 (matriks Hessian), sehingga perumusannya menjadi


−1
mn+1 =mn−( J Tn J n) . ( J Tn [ g ( mn )−d n ])
−1
mn+1 =mn+ ( J Tn J n ) . ( J Tn [ d n−g ( mn ) ] )

Adapun untuk matriks jacobian dengan parameter sebanyak k dan data sebanyak m
dirumuskan sebagai berikut :
gn ( m1 ,m2 , …... , mk ¿=d n , untuk setiap k bilanganasil
mk ( 0 )=Parameter awal ke−k

( ∂∂mg ) (m ( 0)) ( ∂∂mg ) (m (0))


[ ]
1 … k
1 1 k 1
J= ⋮ ⋱ ⋮

( ∂∂mg ) (m (0))
1 n
1 … ( ∂∂mg ) (m (0))
k n
k

2.3.1 Forward Modelling


Fungsi permodelan kedepan (forward modelling) pada metode geolistrik untuk
tahanan jenis semu ρa pada model bumi berlapis (1-D) dinyatakan oleh persamaan
integral Hankel dibawah ini:

Dimana s merupakan setengah jarak interval elektroda arus (AB/2 dalam


konfigurasi Schlumberger), J 1adalah fungsi Bessel orde-satu, dan T(λ) adalah fungsi
transformasi tahananjenis yang dinyatakan oleh formulasi rekursif Pekeris (Koefoed,
1979) berikut:

Adapun solusi yang dapat menyelesaikan persamaan (1) yaitu metode filter linear (Ghost,
1971):

Dimana f k adalah harga keofisien filter.


2.3.2 Inversi Non-linear Simulated Annealing (SA)
Simulated Annealing merupakan pencarian model optimum yang dilakukan
secara acak dalam suatu ruang model. Pada dasarnya, metode SA merupakan peniruan
dari proses pembentukan struktur kristal dari suatu substasi yang dalam proses
pembentukannya dikontrol oleh penurunan temperature. Pada temperature tinggi suatu
substanti berbentuk cair, kemudian proses pendingan secara perlahan-lahan menyebabkan
terbentuknya kristal yang berasosiasi dengan energi sistem yang minimum. Probabilitas
Boltzmann menyatakan hubungan antara probabilitas suatu sistem pada konfigurasi m
dan temperatur T dengan energi E sebagai fungsi dari konfigurasi tersebut (Grandis,
2009):

(𝑚) ∝ exp (−𝐸(𝑚)/𝑘𝑇) (1)


dimana k adalah konstanta Boltzmann dan konfigurasi sistem dinyatakan oleh M
parameter yaitu m = (m1, m2, …, mM).

Proses pembentukan kristal (annealing) dalam termodinamika diadopsi dalam


penyelesaian masalah inversi, yaitu dengan menggunakan parameter model m untuk
mendefinisikan konfigurasi sistem dan fungsi obyektif (misfit) E sebagai energi. Dalam
hal inversi, T merupakan faktor pengontrol yang tetap disebut sebagai "temperatur"
meskipun tidak memiliki arti fisis sebagaimana pada proses annealing. Dalam hal ini
satuan T sama dengan satuan fungsi obyektif dan dipilih k = 1.

Perturbasi model dengan mekanisme simulated annealing dimaksudkan untuk


mengeksplorasi ruang model secara acak namun lebih terarah. Beberapa algoritma yang
dapat digunakan untuk mengimplementasikan metode Simulated Annealing pada inversi
nonlinier antara lain adalah algoritma Metropolis, algoritma heat bath, algoritma rantai
Markov (Markov Chains) dan lain lain. Dalam hal ini hanya akan dibahas algoritma
Metropolis sederhana yang pada dasarnya terdiri dari dua langkah, yaitu perturbasi model
dan penentuan diterima atau tidaknya perturbasi model tersebut.
Sebagaimana pada pencarian sistematik dan pencarian acak, ruang model harus
didefinisikan terlebih dahulu dengan menentukan secara "a priori" interval harga
minimum dan maksimum parameter model [𝑚𝑖min , 𝑚𝑖𝑚𝑎𝑥 ], 𝑖 = 1, 2, … 𝑀 dimana M
adalah jumlah parameter model. Interval tersebut tidak perlu sama untuk setiap elemen
parameter model. Perturbasi atau pemilihan
harga parameter model mi ditentukan secara acak sebagai bilangan sebarang dalam
interval
𝑚𝑖𝑚𝑖𝑛 < 𝑚𝑖 < 𝑚𝑖𝑚𝑎𝑥. Caranya adalah mengambil bilangan acak R dengan probabilitas
uniform antara 0 dan 1 yang dipetakan menjadi harga parameter model menggunakan
persamaan berikut
(Grandis, 2009):
𝑚𝑖 = 𝑚𝑜𝑖 + 𝑅(𝑚𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝑚𝑖𝑚𝑖𝑛 ) (2)

2.4 Secondary Geoelectric (Dar-Zarrouk) Parameters.


Parameter fundamental yang menggambarkan lapisan geolistrik diturunkan dari kualitatif
analisis bunyi listrik, sebagai resistivitas (ρi) dan nilai ketebalan (h) di sepanjang wilayah
studi; dimana subskrip "i" mengacu pada posisi lapisan di bagian geolistrik. Beberapa
parameter geolistrik bisa diturunkan dari parameter dasar ini, seperti total konduktansi
longitudinal (S) dan transversal total resistensi (T). Ini telah diilustrasikan oleh Maillet
(1947), sebagai parameter Dar-Zarrouk, yaitu diturunkan secara matematis sebagai
parameter yang jelas:
2.4.1 Total longitudinal conductance
h 1 h 2 h3
S= + + + ¿….+hn / ρn( Ω−1) (X)
ρ1 ρ2 ρ3
2.4.2 Total transverse resistance
T = h1*ρ 1+h 2∗ρ 2+h 3∗ρ 3+¿…. + hn * ρn ¿) (X)

dimana: i = 1, 2, 3. . . lapisan ke-n.


Sedangkan S dan T telah didefinisikan sebagai par ameter DarZarrouk untuk setiap
lapisan atau sebagai penjumlahan untuk multi-lapisan (Maillet 1947). Parameter sekunder
yang disebutkan di atas adalah diturunkan untuk semua data bunyi listrik vertikal,
menggunakan hasil pemodelan resistivitas dari VESes dan direpresentasikan dalam
bentuk peta sebaran areal untuk menggambarkan parameter tersebut, yang mana pada
penelitian ini, transverse resistance mempunyai peranan penting untuk dapat di
korelasikan dengan data VES serta SPT-n. ini, transverse resistance mempunyai peranan
penting untuk dapat di korelasikan dengan data VES serta SPT-N
III. DATA & METODOLOGI
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di daerah Bandar Lampung terletak pada zonasi UTM 48S, dengan
batas kordinat pada B1 ( 105.3103 m E – 5.36032 m S) dan pada B2 ( 105.3101 m E -
5.36093 m S), daerah penelitian di dominasi oleh Formasi Lampung (satuan batuan tuf
berbatuapung, tuf riolitik, tuf pada tufit, batulempung tufan dan batupasir tufan) yang
mana formasi tersebut berumur kuarter, yang Sebagian besar belum mengalami kompaksi
sempurna, sehingga masih rapih dan kadang bersifat lepas.

Gambar X. Lokasi Bor pada Penelitian.


Gambar X. Lingkungan Pengendapan pada Lokasi Penelitian.

Gambar x. Resistivtas Batuan Beku dan MEtamorf (Telford dkk., 1976)


REFERENSI
Allred, B.J., J.J. Daniels & M.R. Ehsani., 2008. Handbook of Agricultural Geophysics, Boca Raton,
CRC Press
Telford, W.M., Geldart, L.P., dan Sherriff, R.E., 1990. Applied Geophysics Second
Edition.Cambridge: Cambridge University Press.
Loke, M.H., 2000, Electrical Imaging Survey for Environmental and Engineering Studies, diakses
melalui http://www. geometrics.com pada 06 Maret 2009

Maillet R. 1947. The fundamental equations of electrical prospecting geophysics. Geophysics


12(4):529–556.

Anda mungkin juga menyukai