Anda di halaman 1dari 15

Skenario 1 : “Tukang Kayu Tertusuk Paku ”

Pak Karto seorang tukang kayu, sehari-hari bekerja di industry mebel.


Pada suatu hari telapak kaki kanan pak karto tertusuk paku. Tiga hari kemudian
pada tempat tusukan terlihat merah, bengkak, dan bernanah. Daerah sekitar
telapak kaki juga terasa nyeri dan pak karto mengalami demam. Dokter ingin
mengetahui riwayat kekebalan tubuh Pak Karto dengan menanyakan apakah
sudah pernah mendapat imunisasi tetanus sebelumnya.

Step 1 : Klarifikasi Istilah

1. Bengkak : pembesaran karna sesuatu di tubuh tertentu secara abnormal.


2. Imunisasi : pencegahan terhadap penyakit menular
3. Demam : kenaikan suhu tubuh di atas normal
4. Tetanus : penyakit akibat racun bakteri
5. Industri : kegiatan disuatu tempat yang menghasilkan suatau barang
6. Nyeri : sakit yang menimbulkan penderitaan 
7. Dokter : lulusan dari pendidikan kedokteran 
8. Kekebalan tubuh: suatu sistem didalam tubuh yang menghalangi timbuhnya
bakeri patogen
9. Bernanah : mengeluarkan cairan protein yang berbau busuk dan disebabkan
bakteri biogenik

Step 2 : Identifikasi Masalah

1. Apa itu tetanus?


2. Mengapa dalam sekenario tersebut menyakan riwayat imunisasi tetanus
Pak Karto ?
3. Bagaimana pengaruh imunisasi terhadap tubuh?
4. Bagaimana respon imur terhadap imunisasi?
5. Bagaimana cara pencegahan penyakit tetanus?
6. Bagaimana gejala dari penyakit tetanus?
7. Apa diagnosis sementara dari sekenario tersebut?
8. Mengapa pada luka tusuk Pak Karto mengalami demam, merah dan
bernanah?
9. Apa tujuan dari imunisasi?
10. Apa tindakan pengobatan untuk penyakit tetanus?
11. Apa yang dimaksud penyakit tetanus?

Step 3 : Analisis Masalah

1. Tetanus menurut Kamus Dorland merupaan penyakit infeksi yang akut


dan terkadang fatal yang disebabkan oleh neurotoksin (tetanospasmin)
yang dihasilkan Clostridium tetani yang sporanya masuk kedalam tubuh
melewatu luka. Penyakit tetanus ini bisa juga disebabkan oleh lingkungan
tidak bersih (feses dari manusia dan hewan) selain itu bisa disebabkan
karena tidak melakukan imunisasi tetanus baik TT maupun DPT dan juga
tetanus dapat disebabkan karena kurang sterilnya perawatan luka. Seperti
halnya tetanus yang menyerang bayi disebabkan dua faktor kemungkinan
bias karena sang ibu tidak melakukan imunisasi tetanus dan bisa
dikarenakan perawatan luka pemotongan tali pusat yang tidak steril.
2. Dokter melakukan suatu bentuk prosedur anamnesis dan pertanyaan
tersebut termasuk kedalam “sacred seven” anamnesis mengenai apakah
pasien sudah pernah diimunisasi atau tidak sebagai penegakan diagnosis
dan pemeriksaan lebih lanjut kepada pasien.
Mengetahui riwayat imunisasi pasien untuk mengetahui kekebalan sistem
imun pasien akan penyakit tetanus, karena penyakit tetanus dapat dicegah
melalui imunisasi tetanus
3. Fungsi imunisasi ada tiga:
a. Sebagai alat kekebalan terhadap sistem pertahanan penyakit.
b. Homeostasis keseimbangan tubuh, menetralisasi pengaruh negatif
dari proses tubuh. Misal pemulihan cedera, pencegahan penyakit
degenerative.
c. Survailancerespon terhadap jaringan asing. Misalnya survailance
terhadap kanker, mengenal self/non self
4. Respons imun terhadap imunisasi, imunisasi dalah suatu prosedur untuk
meningkatkan drajat imunitas/sistem imun sesorang dengan memberikan
imunitas protektif dengan menginduksi respons memori dan efektor
imunitas terhadap patogen tertentu ataupun toksin dengan menggunakan
preparat antigen non-virulent/ non-tosik dimana efektor ini juga bisa
berupa humoral (antibody) ataupun selular.
Pemberian imunisasi ini juga bersifat Imonogenic atau meangsang sistem
kekbalan tubuh.
5. Pencegahan tetanus:
a. Imunisasi akti
b. Vaksin  memberikan imunisasi tetanus ( DPT : anak TT :
dewasa) merupakan langkah paling efektif dalam upaya
pencegahan tetanus dimana 70% - 80% keberhasilan pencegahan
penyakit sistem imun menunjukan keberhasilan.
i. DPT : diberikan kepada balita berusia 2,4,6,18 bulan lalu
diberikan boster setelah 5 tahun kemudian.
ii. TT : diberikan rutin setiap 10 tahun satu kali dan juga
kepada pasangan suami isteri yang akan menikah serta ibu
hamil diawal kehamilannya.
c. Perawatan luka  perawatan luka harus segera dilakukan terutama
luka tusuk, luka kotor, atau luka yang diduga tercemar oleh bakter
tetanus. Perawatan luka ini dilakukan sebagai langkah pencegahan
awal setelah terkena luka guna mencegah timbulnya jaringan
anaerob, jaringan neonatorium, dan benda asing yang
kemungkinan bisa menyebabkan masuknya bekteri tetanus.
d. Pemberian serum  pemberian serum berupa serum ATS dan
HTIG Profilaksi sebagai imunisasi buatan pasif pencegahan
penyakit tetanus pada luka yang diderita. Namun, yang harus
ditandai bahwa pemberian Profilaksi dengan ATS hanya efektif
pada luka baru kurang dari 6 jam (< 6 jam) dan antinya harus
dilanjutkan dengan pemberian imunisasi aktif.
6. Gejala tetanus adalah sebagai berikut:
a. Fase atau periode inkubasi : 3-21 hari (namun rata-rata bakteri itu
mengeluarkan toksin dan menyerang tubuh adalah 7 hari yang
dialami 80% - 90% penderita)
b. Fase onset
c. Fase timbulnya gejala atau muncul gejala kaku otot dan kejang
kejang yang berubah-rubah pada suatu fase waktu.
i. Kejang-kejang hingga gangguan kesadaran.
ii. Trismus : kekakuan otot mengunyah (otot maseter)
sehingga sukar dalam membuka mulut.
iii. Ricussardonikus : terjadi sebagai akibat kekakuan otot
mimic wajah sehingga tampak dahi mengerut, mata agak
tertutup, dan sudut mata tertarik keluar dan kebawah.
iv. Opistotonus : kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti
otot punggung, otot leher, otot badan, dan trunk muscle.
Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh
melengkung seperti busur.
v. Beberap orang akan timbul gejala gangguan pernapasan.
7. Diagnosis sementara (terdapat 2 kemungkinan)
a. Jika pasien belum mendapat imunisasi  diagnosis lanjut bisa
dikatakan pasien terkena tetanus karena sang pasien belum
melakukan imunisasi tetanus membuat pasien rentan terkena
tetanus karena sistem imun pasien belum tentu kuat melawan
toksin bakteri Tetanus serta pasien terkena tusukan paku yang
kemungkinan tidak steril karena lingkungan pekerjaan pasien
adalah industri meubel.
b. Jika pasien sudah melakukan imunisasi  diagnosis kemungkinan
tetanus akan memudah atau bahkan hilang jika sang pasien sudah
rutin atau sudah melakukan imunisasi tetanus karena kemungkina
sistem imun pasien akan kuat melawan bakteri tetanus. Keluhan
pasien bisa diagnosis sebagai tahapan penyembuhan luka
khususnya paa saat inflamasi sistem imun dan gejalanya sebagai
efek samping pertahanan tubuh.
8. Mengapa pasien merasakan nyeri, sakit disekitar luka, dan bernanah;
ketiga situasi ini merupakan reaksi yang timbul dari proses sistem imun
dalam pencegahan masuknya pathogen masuk kedalam tubuh. Respon
tubuh terhadap injury (cedera), invasi mikroorganisma/partikel asing atau
jejas lain:
a. Peningkatan suplai darah ke tempat infeksi.
b. Peningkatan permeabilitas kapiler darah karena retraksi endotel
kapiler darah
c. Leukosit terutama neutrofil dan monosit keluar dari kapiler menuju
ke situs infeksi karena chemotaksis. Hasil : Tumor-Rubor-Dolor-
Kalor-Fungsiolesa
i. Memerah – karena melebarnya pembuluh darah
ii. Nyeri – karena reaksi pelebaran pembuluh darah
iii. Bernanah – karena sel darah putih yang mati setelah
menelan bakteri pathogen.
9. Imunisasi (Immunoprophylaxis) memiliki tujuan:
a. Membangkitkan imunitas yang efektif sehingga terbentuk efektor
imunitas dan sel memori. Efektor ini bisa berupa humoral
(antibodi) atau selular.
b. Menekan angka penyakit menular.
10. Pengobatan tetanus:
a. Umum : Pemberian antiseptik– menjaga pola makan sesuai dengan
kondidi pasien pederita – isolasi agar pasien tidak terdapat
gannguan dari luar dalam upaya pencegahan timbulnya kejang-
kejang.
b. Obat-obatan : pemberian antitosin TIG – pemberian Diazepam –
Pemberian antibiotic yang berkala – pemberian imunisasi pasif
buatan lalu dilanjutkan imunisasi aktif.
11. Imunisasi tetanus berisi bakteri toksi yang tidak aktif atau dilemahkan
yang memiliki sifat Imonogenik yaitu rangsang sitem kekebalan dan tidak
bersifat patogenik atau menyebabkan penyakit. Pembeian dalam upaya
pencegahan atau agar tidak terserang bakteri gram-positif Clostridium
tetani yang menheluarkan toksin tetanospamin yang bisa menyebabkan
penyakit tetanus.
Step 4 : Skema

SISTEM
IMUNISASI
IMUNISASI AKTIF IMUN

IMUNISASI PASIF

PENYEBAB LUKA
GEJALA

TERTUSUK
PAKU

DAMPAK

INFEKSI

TETANUS

PENANGANAN
Step 5 : Sasaran Belajar

1. Jenis-jenis tetanus
2. Sistem imun
 Penyembuhan luka
 Sistem imun B dan sistem imun T
 Sistem imun aktif dan sistem imun pasif
 Sistem imun spesifik dan sistem imun nonspesifik
 Reaksi hipersensitifitas
3. Hubungan imunisasi dengan tubuh
4. Imunisasi tetanus
5. Faktor penyebab tetanus

Step 6 : Belajar Mandiri

Step 7 : Melaporkan dan Mensintesa Informasi

1. Jenis-jenis Tetanus
a. Tetanus Lokal ( Localited Tetanus )
Dijumpai adanya kontraksi otoy yang persisten pada daerah luka.
Kontraksi otot ringan, bisa bertambah dalam beberapa bulan, dan
biasanya menghilang secara bertahap.
b. Chepalic Tetanus
Masa inkubasi 1-2 hari, yang berasal dari otitis media kronik, luka
pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam
rongga hidung.
c. Generalized Tetanus
Sering menyebabkan komplikasi, gejalanya timbul secara diam-diam.
Penderita akan mengalami kaku duduk dan menelan.
d. Neonatal Tetanus
Terjadi karena infeksi yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan. Bisa jadi disebabkan alat tidak steril.
2. Sistem Imun

a. Sistem imun spesifik dan nonspesifik

Sistem imun nonspesifik umumnya merupakan sistem imun bawaan


atau innate imunity dalam arti bahwa respon terhadap zat asing dapat terjadi
walaupun tubuh sebelumnya tidak terpapar pada zat tersebut. Contoh :

 Fisik : Kulit, selaput lendir, batuk, bersin


 Larutan : Asam lambung, cairan vagina, saliva, air mata
 Sel : Monosit, basofil, neutrofil, ersinofil, makrofag

Sistem imun spesifik merupakan respon yang didapat (acquired) yang


timbul terhadap antigen tertentu, terhadap mana tubuh pernah terpapar
sebelumnya. Perbedaan utama antara kedua jenis respon imun ini adalah dalam
hal spesifisitas dan pembentukan memori terhadap antigen tertentu pada respons
imun spesifik yang tidak terdapat pada respon imun non spesifik. Namun telah
dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon imun diatas saling meningkatkan
efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi
antara satu komponen dengan komponen yang lain yang terdapat dalam sistem
imun. Respon imun spesifik terbagi dalam tiga jenis :

 Respon imun seluler


Yaitu yang melawan mikroorganisme intraselular yang diperankan sel
limfosit T
 Respon imun humoral
Yaitu yang melawan mikroorganisme ekstraselular yang diperankan oleh
sel limfosit B
 Interaksi antara respon imun selular dengan humoral
Interaksi ini disebut antibody dependent cell mediated cytotoxicity
(ADCC) karena sitolisis baru terjadi bila dibantu oleh antibodi. Dalam hal
ini antibodi berfungsi melapisi antigen sasaran, sehingga sel NK (natural
killer) yang mempunyai reseptor terhadap fragmen fc antibodi tersebut
dapat melekat erat pada sel atau antigen sasaran. Perlekatan sel NK pada
kompleks antigen-antibodi mengakibatkan sel NK dapat menghancurkan
sel sasaran.

Gambar 1.1 Mekanisme kerja sistem imun

b. Penyembuhan luka
 Inflamasi
Berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari ke 5. Pembuluh yang
terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan. Lalu tubuh akan
berusaha menghentikannya dengan fase konstriksi, pengerutan ujung
pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi
karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan
bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar
dari pembuluh darah. Gejala klinik reaksi radang :
Rubor (Kemerahan); Kalor (Panas); Tumor (Bengkak); Dolor (Nyeri);
Functiolesa (Perubahan fungsi).
 Fase Poliferasi
Fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri
tegangan pada luka yang cenderung mengerut, sifat ini bersama dengan
sifat kontraktil miofibroblas menyebabkan tarikan pada tepi luka. Disini
terdapat proses migrasi epitel yang saling menyentuh dan menutup
permukaan luka.
 Fase Maturasi
Fase ini terdapat proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan berlebihan, pengerutan sesuai gaya gravitasi, dan akhirnya
perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal.
c. Kekebalan aktif pasif
Kekebalan aktif terbagi menjadi dua, yaitu kekebalan alami dan buatan.
Kekebalan aktif yaitu kekebalan yang diperoleh dari dalam tubuh karena
tubuh membuat antibodi sendiri. Jenis kekebalan ini dapat terbentuk baik
secara alami maupun buatan.
1. Kekebalan aktif alami adalah kekebalan tubuh yang diperoleh tubuh
setelah seseorang sembuh dari serangan penyakit. Contoh : orang yang
pernah pernah terserang cacar air tidak akan terserang penyakit yang sama
untuk kedua kalinya.
2. Kekebalan aktif buatan adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh
setelah tubuh mendapatkan vaksinasi.

Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh bukan dari antibodi yang
disintesis dari dalam tubuh, melainkan tinggal memakai saja.

1. Kekebalan pasif alami adalah kekebalan yang diperoleh bukan dari


tubuhnya sendiri, melainkan dari tubuh orang lain. Misal : kekebalan
bayi yang diperoleh dari ibunya dari dalam kandungan dan ASI yang
pertama kali.
2. Kekebalan pasif buatan adalah kekebalan yang diperoleh dari antibodi
yang sudah jadi terlarut dalam serum.
d. Sel B dan Sel T
Sel B berasal dari limfosit yang mengalami pematangan dan diferensiasi di
sumsung tulang sedangkan sel T berasal dari sumsung tulang tapi matang
dan berdiferensiasi di timus. Setelah masa kanak-kanak dini sel B dan sel
T baru dihasilkan terutama oleh koloni sel B dan sel T yang telah
terbentuk di jaringan limfoid perifer pada masa janin dan kanak-kanak
dini. Sel B mengenali penyusup asing seperti bakteri dan toksinnya yang
berada dalam keadaan bebas dan beberapa virus yang dilawan dengan
mengeluarkan antibodi spesifik terhadap penyusup tersebut. Sel T secara
khusus mengenal dan menghancurkan sel tubuh yang salah, termasuk sel
yang terinfeksi oleh virus dan sel kanker.
e. Hipersensitivitas
Terjadi jika respon imun adaptif terjadi secara berlebihan sehingga
menimbulkan kerusakan jaringan. Reaksi hipersensitif bersifat individual,
reaksi timbul dengan kontak kedua dengan antigen yang sama.
a. Hipersensitivitas tipe 1 : ditandai dengan reaksi segera setelah kontak
dengan antigen. Reaksi tergantung pada rangsang spesifik terhadap sel
mast yang sudah disensitivasi oleh Ig , sehingga mengakibatkan
pelepasan mediator farmakologi. Contoh : urtikaria
b. Hipersensitivitas tipe 2 : terjadi karena antibodi IgG dan IgM berikatan
pada antigen pada permukaan sel atau jaringan. Terjadi interaksi
dengan molekul jalur komplemen dan berbagai sel efektor krusakan sel
dan jaringan. Contoh reaksi transfusi.
c. Hipersensitivitas tipe 3 : terjadi jika kompleks antigen-antibodi tidak
dieliminasi oleh sistem rest sehingga berada di jaringan atau dinding
pembuluh darah. Contoh : autoimun
d. Hipersensitivitas tipe 4 : timbul reaksi setelah 24 jam terjadi karena
respon sel T yang sudah disensitisasi antigen tertentu. Contoh : reaksi
tuberculin (48-72 jam)
3. Hubungan Imunisasi dengan tubuh

Hubungan imunisasi dengan tubuh dimulai dengan pemberian vaksin yang


akan direspon dengan pertahanan tubuh oleh sistem imun spesifik terhadap
jenis agen yang terkandung dalam vaksin. Pemberian vaksin biasanya akan
berdampak nyeri, kemerahan, pembengkakan pada tempat suntikan. Dampak
bisa berlangsung 1-2 hari dan akan sembuh dengan sendirinya (Depkes
RI,2002).

Setelah pemberian vaksin akan terjadi mekanisme memori, dimana tubuh


akan mengingat dan terbentuk pertahanan tubuh terhadap antigen yang sama.
Maka jika sudah dilakukan imunisasi/vaksinasi dan apabila terinfeksi ulang
oleh antigen yang sama maka tubuh akan lebih mudah mengenali antigen
tersebut dan juga reaksi imun sekunder lebih baik daripada reaksi imun primer.
Jumlah limfosit B dan T yang berperan di dalalmnya lebih banyak, lebih cepat,
imunoglobulin yang terbentuk, khususnya Ig G lebih banyak dan afinitas lebih
tinggi. Oleh karena itu, imunisasi diharapkan menjadi pencegahan akibat
infeksi antigen yang sama karena sistem imun tubuh telah memiliki memori
dan mengalami peningkatan daripada orang yang belum melakukan imunisasi.

4. Imunisasi Tetanus
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan
kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga apabila terpapar
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan.
 Imunisasi aktif = Imunisasi TT, dapat bertahan selama 10 tahun
 Imunisasi pasif = Imunisasi TIG, protektif pasif ketika terkena luka

Macam imunisasi :

 Imunisasi DPT
- Diberikan untuk bayi usia 2 bulan – 12 bulan dan diberikan
kembali pada usia 1,5 tahun – 2 tahun. Komposisinya
difteri pertusis tetanus.
 Imunisasi DT
- Imunisasi ulang diberikan kepada anak usia sekolah dasar
kelas 1 SD. Komposisinya adalah difteri tetanus
 Imunisasi TT
- Diberikan kepada pasangan yang akan menikah.
5. Factor penyebab tetanus:
a. Trauma akut seperti penyakit luka tusuk, laserasi dan abrasi
b. Komplikasi penyakit kronis seperti ulkus, abses dan gangrene
c. Luka bakar
d. Pembedahan menggunakan alat yang tidak steril
e. Persalinan menggunakan alat yang tidak streril
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee.2014.Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke


Sistem.Jakarta:EGC
2. KBBI
3. Jurnal Puskesmas Baru Tengah Tahun 2014.Jangan Sepelekan Tususkan
Paku.Kota Balikpapapn Oleh Dr. Dewa Gede Dony Lesmana
4. Jurnal Unichef Taun 2008. Vaksin Tetanus Mencegah Kematian Ibu
Hamil Dan Bayi. Indonesia Oleh Edy Purnomo.
5. Jurnal Pediatri Tahun 2016.Tetabus Dan Pencegahan Imunisasi  
6. Jurnal Kedokteran Unila Tahun 2013.Penataan Tetatanus Lampung Oleh
P. Simanjutak
7. Jurnal Poltekes Malang Tahun 2016.Sistem Imun 
8. Kapita Selekta Kedokteran Ed 10 Jakarta
9. Morison, Maya J. 2004. Manajemen Luka. Jakarta : EGC
10. Eliastam, Michael, Dkk. 1998. Penuntunan Kedaruratan Medis.
Jakarta : EGC
11. Ritarwan, Kiking. 2004. Tetanus. Fakultas Kedokteran USU
12. Soedarmo, Sumarno S. Poorwo, Dkk. 2008. Infeksi Dan Pediatri Tropis.
Jakarta : IDAI
13. Simanjutak P. 2013. Penatalaksanaan Tetanus Pada Anak. Jakarta :
IDAI
14. Sjamsuhidajat,  R & Wim De Jong . 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
3. Jakarta: EGC
15. Mandal, B.K . 2008. Penyakit Infeksi. Ed Ke 6. Diterjemahkan Oleh :
Juwaliata. Jakarta: EMS. H. 98-100.
16. Baratawijaya, K.G, & Reangganis, I. Imunologi Dasar. Ed Ke 9. (Jakarta:
FKUI, 2010). H. 27-41.

Anda mungkin juga menyukai