SGD LBM 3 Tropis AZMI ZAHRATUNNISA - 30101800037 - SGD 6
SGD LBM 3 Tropis AZMI ZAHRATUNNISA - 30101800037 - SGD 6
SKENARIO :
Seorang anak laki-laki umur 5 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit dengan keluhan
panas. Dari anamnesis didapatkan panas berlangsung 4 hari, tidak batuk, tidak pilek. Panas
tinggi, mendadak, terjadi terus menerus. Anak tersebut sudah diberi obat penurun panas, demam
turun sebentar kemudian naik lagi. Anak juga mengeluh pusing dan nyeri di sekitar mata, serta
lutut dan tulang-tulang terasa ngilu. Anak tidak mau makan dan minum, mengeluh perut sakit,
dan muntah jika diberi makan. Riwayat mimisan disangkal. Buang air besar berwarna kehitaman.
Riwayat tetangga sekitar rumahnya ada 2 orang yang menderita sakit seperti ini dan dirawat di
Rumah Sakit. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sadar, tampak lemah, terdapat
facial flushing dan petekiae di daerah kaki, dahi, dan lengan. Tanda vital tekanan darah 100/70
mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, isi dan tegangan cukup. Respiration rate 24x/menit, suhu
37°C. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan suara dasar vesikuler hemithoraks kanan menurun
dibandingkan kiri. Pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium, permukaan
abdomen tegang, hepar 2/3 Blankhart, lien Schuffner 0. Keempat ekstremitas akral dingin (-),
capillary refill < 2 detik, sianosis (-). Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 16 gram/dL, hematokrit
52%, leukosit 1200/mm3, trombosit 32.000/mm3. Pemeriksaan foto thoraks RLD didapatkan
efusi pleura 48%.
STEP 1
1. Petekiae : merupakan bintik kecil warna merah atau ungu, yang disebabkan perdarahan minor
atau pecahnya pembuluh darah sehingga menyebabkan darah bocor.
2. Facial flushing : suatu keadaan pembuluh darah dibawah kulit melebar berisi darah dan
mengakibatkan kemerahan dibagian kulit tersebut, bisa terjadi karena kepanasan, alcohol atau
emosional.
STEP 2
1. Mengapa pasien ditemukan demam terus menerus dan telah diberi obat demamnya timbul lagi ?
2. Mengapa anak mengeluh pusing,nyeri disekitar mata , lutut ,dan tulangnya terasa ngilu?
3. Mengapa buang air besar berwarna kehitaman?
4. Mengapa pasien mengeluhkan sakit dan jika diberi makan muntah ?
5. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari scenario?
6. Apa hubungan penyakit yang diderita pasien dengan riwayat dua orang tetangga yang menderita
penyakit yang sama?
7. Bagaimana interpretasi laboratorium dari scenario?
8. Apa etiologi dan faktor resiko berdasarkan dari scenario?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang dari scenario?
10. Mengapa pada pemeriksaan thoraks didapatkan suara dasar vesicular, hemithoraks kanan
menurun dibandingkan dengan yang kiri ?
11. Bagaimana pathogenesis dari scenario?
12. Apa saja tatalaksana dari scenario ?
13. Bagaimana pencegahan dari scenario ?
14. Apa saja komplikasi dari diagnosis?
STEP 3
1. Mengapa pasien ditemukan demam terus menerus dan telah diberi obat demamnya timbul
lagi ?
Demam terus menerus : infeksi virus dengue menghasilkan toksin di pembuluh darah
respon tubuh yang menstimulasi sel proinflamasi dihasilkan sitokin sitokin IL 1 akan
menyebabkan hipotalamus meningkatkan prostaglandin dan neuro transmitter akan
bereaksi dengan neuron preoptik di hipotalamus bagian anterior yang akan meningkatkan set
point.
Diberi obat timbul lagi : kaitannya dengan toksin, kerjanya simtomatik, sedangkan virus
menghasilkan toksin manifestasi demam timbul lagi
2. Mengapa anak mengeluh pusing,nyeri disekitar mata , lutut ,dan tulangnya terasa ngilu?
Ada nyeri hubungan dengan PGE2 produk metabolis as. Arakhidonat rasa nyeri
kepekaan nosiseptor (sentral nesisitrasi).
Nyeri disekitar mata, ngilu : infksi virus trombositopenia karena ada 3 hal
1. Supresi sutul : pajanan dari virus
2. Destruksi trombosit : sistem RES
3. Pemendekan masa hidup trombosit
Trombosit punya peranpenting proses koagulasi tjd perdarahan pada mekanisme ini ,
perdarahan tidak bisa diatasi suplai oksigen ke organ – organ tubuh berkurang dan
viskositas darah menurun oksigen berkurang metabolism anaerob as. Laktat
penumpukan as. Laktat menyebabkan nyeri sendi dan otot.
- Pem. Radiologis , foto thorax : apakah ada efusi pleura maupun asites, proyeksi RLD ,
karena cairan akibat efusi pleura dapat terlihat.
Mengapa dilakukan proyeksi RLD
12. Apa saja tatalaksana dari scenario ?
1. Terapi supportif : banyak minum , cairan iv ringer laktat/asetat dosis disesuaikan dengan
bb
2. Demam : diberi antipiretik , menggunakan paracetamol 10- 15mg/ bb/ kali
Hindari ibuprofen
Dibagi 3
A : pasien dengan kemampuan mempertahankan cairan oral masih baik dan tidak ada
warning sign( nyeri abdomen berat, muntah persisten, perdarahan mukosa dan
pembesaran hepar) bak minimal 1 kali dalam 6 jam. Diberi edukasi : istirahat cukup,
memperhatikan asupan cairan , demam bisa diberi parasetamol, bisa dirawat jalan
B : pasien dengan warning sign disertai kondisi penyerta khusus( ibu hamil, bayi,lansia,
penderita DM , penderita gagal gunjal, dan pasien yang tinggal sendiri), dirawat dirumah
sakit : diberi NaCl 0,5 % atau ringer laktat 5-7 ml tergantung bb dipantau untuk suhu,
keseimabang cairan tubuh, urin, dan watning sign
C: terjadi kebocoran plasma berat(syok), harus dirawat di rumah sakit : diberi larutan
kristaloid isotonic berdasarkan bb dan dipantau hematokrit, suhu, cairan dan warning
sign.
13. Bagaimana pencegahan dari scenario ?
Gigitan dari nyamuk yang sudah terinfeksi dari dengue
- Menggunakan baju yang menutupi
- Menggunakan obat nyamuk, dibakar,disemprot
- Melindungi bayi , ortu menggunakan kelambu
- Orang yang terkena dbd harus dilindungi
- Mencegah nyamuk untuk tidak berkembang biak, dengan menutup bak mandi, jangan
sampai ada air yang menggenang.barang barag bekas yang terkena air hujan harus
dikubur
- Ada vaksin dengue 3 kali, 9-16 tahun, jarak 6 bulan
- Edukasi , istirahat yang cukup, dirumah dan minum banyak cairan agar terhidrasi
STEP 7
1. Mengapa pasien ditemukan demam terus menerus dan telah diberi obat demamnya timbul
lagi ?
masuknya virus yang berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag.
Selama 2 hari akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan berakhir setelah lima hari
timbul gejala panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi
sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali
yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses tersebut
akan menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala
sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
interaksi ligan Fas makrofag atau limfosit T juga mengimbas dirembihkannya sitokin pro-
inflamasi IL-1, TNFa dan IL-6 yang memicu produksi prostaglandin, mempengaruhi pusat
pengatur suhu (termoregulasi), memicu munculnya keluhan dan gejala demam. Dampak lain
dari sitokin pro-inflamatori, selain mengimbas demam juga sakit kepala, nyeri sendi dan otot,
mual, muntah, nafsu makan menurun, dan lain-lain.
4. Mengapa pasien mengeluhkan sakit perut dan jika diberi makan muntah ?
tumor necrosis factor alpha (TNFα), yang bekerja pada sirkuit neural kompleks dorsal vagal
meduler (DVC), dapat menyebabkan perubahan fungsi lambung dengan kemungkinan stasis
lambung, anoreksia, mual, dan muntah.
Patofisiologi mual dan muntah dalam pengobatan paliatif, Howard S. Smith, Eric
J. Smith, Alyssa R. Smith. 2012
5. Mengapa pada pemeriksaan thoraks didapatkan suara dasar vesicular, hemithoraks kanan
menurun dibandingkan dengan yang kiri ?
Suara vesikuler menurun dapat disebabkan karena paru paru terdapat banyak udara atau
cairan.
Pada pasien tersebut, di dapatkan efusi pleura yaitu cairan yang berlebihan pada pleura
sehingga cairan tersebut tidak dapat menghantarkan suara saat pemeriksaan auskultasi.
Predileksi efusi pleura
6. Apa hubungan penyakit yang diderita pasien dengan riwayat dua orang tetangga yang
menderita penyakit yang sama?
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Ae
aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti
Ae.albopictus, Ae.polynesiensis dan Ae. niveus juga dianggap sebagai vektor
sekunder.
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia menghisap
darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia) yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif 8-12
hari sesudah mengisap darah penderita yang sedang viremia (periode inkubasi
ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya Setelah melalui periode inkubasi
ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya
akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya
ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia
selama 3 - 4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara
mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu
makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya
PP: Ag NS-l dapat terdeteksi mulai hari ke-0 (onset demam) hingga hari ke-9 dalarn jumlah yang cukup
tinggi
Demam Virus chikungunya Nyamuk aedes 1. Nyeri sendi dan otot
chikungunya sangat dominan
2. Demam pada hari
ke 4-5
3. Massa inkubasi 2-7
hari
4. Manifestasi klinis
berlangsung 3-10
hari
campak Virus campak genus Penyebaran infeksi 1. Masa inkubasi
morbilivirus terjadi jika terhirup campak berkisar 10
droplet di udara hari (8-12 hari).7
yang berasal dari 2. Gejala klinis terjadi
penderita. Virus setelah masa
campak masuk inkubasi
melalui saluran 3. Pemeriksaan
pernapasan dan penunjang:
melekat di sel-sel pemeriksaan darah
epitel saluran berupa leukopenia
napas. dan limfositopenia.
Pemeriksaan
imunoglobulin M
(IgM) dapat
membantu
diagnosis dan
biasanya sudah
dapat terdeteksi
sejak hari pertama
dan ke-2 setelah
timbulnya ruam.5-7
IgM campak ini
dapat tetap
terdeteksi
setidaknya sampai 1
bulan sesudah
infeksi
Malaria Plasmodium sp pejamu atau host 1. Gejala: demam
di dalam siklus intermiten, anemia,
hidupnya yaitu splenomegaly
nyamuk Anopheles 2. Anamnesis: riayat
betina dan pergi ke daerah
manusia endemis
3. Pemeriksaan
laboratorium yang
meliputi
pemeriksaan
dengan mikroskop
dan pemeriksaan
dengan uji
diagnostik cepat
(rapid diagnostic
test)
5. Apa etiologi dan faktor resiko berdasarkan dari scenario?
Etiologi:
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili Flaviviridae, genus
flavivirus. Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virion-
nya terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam
amplop lipoprotein.Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran panjang
sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu nucleocapsid atau
protein core (C), membrane-associated protein (M) dan suatu protein envelope (E)
serta gen protein non struktural (NS). Terdapat empat serotipe virus yang disebut
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN4.
Factor resiko:
Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin berkembangnya
penyakit DBD adalah
- pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu
- faktor urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik
- semakin majunya sistem transportasi sehingga mobilisasi penduduk sangat mudah
- sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang tidak memadai
- berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk
- kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur
kesehatan masyarakat.
- status imunologi seseorang
- strain virus/serotipe virus yang menginfeksi
- usia dan riwayat genetik juga berpengaruh terhadap penularan penyakit.
- Perubahan iklim (climate change) global yang menyebabkan kenaikan ratarata
temperatur, perubahan pola musim hujan dan kemarau juga disinyalir
menyebabkan risiko terhadap penularan DBD
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL
PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN 2011
6. Bagaimana pathogenesis petekie pada Demam berdarah dengue ?
Infeksi virus Dengue pada makrofag dan monosit selanjutnya akan mengaktivasi limfosit T, baik
CD4 maupun CD8. Aktivasi ini makrofag dan monosit akan merangsang infeksi virus dengue
untuk mengaktivasi makrofag dan monosit yang lainnya, yang selanjutnya akan memproduksi
mediator inflamasi seperti TNF , I L -1, PAF, I L -6, histamin sedangkan limfosit T menghasilkan
mediator inflamasi berupa I L -2, TNF , I L -1, I L -6 dan IFN gamma. Peningkatan C3a dan C5a
juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma melalui anafilaktoksin yang dihasilkannya
Dengue Cameron P. Simmons, Ph.D., Jeremy J. Farrar, M.D., Ph.D., Nguyen van Vinh Chau,
M.D., Ph.D., and Bridget Wills, M.D., D.M. N Engl J Med 2012;366:1423-32.
1) Hematologi
Gambar 17. B
Gambar 17. A
70
a). Hemoglobin
b) Leukosit
(LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit
c) Trombosit
• Langsung (Rees-Ecker)
Automatically)
jam sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau
d) Hematokrit
atau perdarahan.
• Anak-anak : 33 - 38 vol%
Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat
2) Serologis
darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan
71
b) ELISA (IgM/IgG)
terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji
darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat.
Saat ini tersedia Dengue Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip
sekunder melalui penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana cut-off
kadar tinggi yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue
sekunder (biasanya IgG ini mulai terdeteksi pada hari ke-2 demam)
standar WHO. Hanya respons antibodi IgG infeksi sekunder aktif saja
yang dideteksi, sedangkan IgG infeksi primer atau infeksi masa lalu
tidak dideteksi. Pada infeksi primer IgG muncul pada setelah hari ke14, namun pada infeksi
sekunder IgG timbul pada hari ke-2
dan kontrol tanpa garis IgG, maka Positif Infeksi Dengue Primer (DD).
Sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan IgG
dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis
apabila garis kontrol tidak terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM
c) Antigen NS1
• Isolasi Virus
3) Radiologi
critical phase
(Proper IV fluid management during the critical period:)
• Isotonic salt solution in the critical period, e.g. 5%
dextrose in normal saline solution (NSS), 5% Ringer
Acetate, 5% Ringer-Lactate. The 5% dextrose in NSS
is preferable because the severe cases needing admission are those with poor appetite,
nausea/ vomiting and
abdominal pain.
• The total amount of fluid needed during the critical
period of 24–48 hours is estimated to be maintenance
+ 5% deficit (M+5%D), including oral and IV fluids.
In DSS patients the duration of IV fluid may be 24–36
hours and in non-shock DHF 48–60 hours.
• The rate of IV fluid should be adjusted according to
clinical vital signs (BP, pulse, respiratory rate, temperature), hematocrit (Hct) and urine
output (0.5 ml/kg/hr)
• The rate of IV fluid for shock patients (DHF grade III)
is shown in Figure 3. The IV fluid resuscitation for
DHF grade III is less than that recommended for other
kinds of shock, i.e. only 10 ml/kg/hr, not 20 ml/kg/hr
or over. A larger amount of IV fluid is needed for DHF
grade IV, but the rate should be reduced to 10 ml/kg/hr
as soon as the blood pressure is restored.
• The rate of IV fluid for non-shock patients (DHF grade
I and II) is shown in Figure 4. The administration
should begin at a slower rate if leakage is in the earlier
stage, i.e. platelet count is between 50,000 and 100,000
cells/mm3
. The rate of IV should be more rapid when
the leakage has continued for some time, i.e. platelet
count < 50,000 cells/mm3
.
• If the clinical response is not good (re-shock, unstable vital signs, inability to reduce the
rate of IV fluid)
investigate and correct the following laboratory data:
A – Acidosis – blood gas (capillary or venous), if
present, check liver and renal functions. Correct
acidosis when blood pH is < 7.35 and HCO3 < 15
mEq/L.
B – Bleeding – Hct: if high, dextran is indicated,
if low or not rising, consider blood transfusion
and consider giving vitamin K1 intravenously.
C – iCa and other electrolytes: Na, K. Give cagluconate 1 ml/kg/dose diluted twice with
IV fluid
and IV push slowly. Maximum dose is 10 ml/dose.
S – Blood sugar
• Colloidal solution: only plasma expander that has an
osmolarity higher than that of plasma is recommended,
e.g. 10% Dextran-40 in NSS. Bolus dose of 10 ml/kg/hr
in children or 500 ml/hr in adults is recommended, and
this will usually bring the Hct down to 10 points in cases
with signs of fluid overload or persistently high Hct.
• In cases with significant bleeding, i.e. > 6–8 ml/kg
ideal body weight in children or 300 ml in adult, blood
Convalescence phase:
• Stop IV fluid when there are signs of recovery: convalescence rash, itching, increase in
appetite or > 30 hours
after shock and > 60 hours after plasma leakage. Sinus
bradycardia may be observed in some patients.
• Patients who have massive ascites and pleural effusion
may need diuretic during this period of reabsorption of
extravasated plasma into the circulation.
• Some patients may not regain their appetite in this
period. This may be due to diuresis and loss of
potassium in the urine. Potassium supplement may be
necessary in this phase. Fruit (bananas, oranges) and
fruit juice are rich in potassium and are preferred by
most patients.
• In adults, the convalescence period may extend for
2–4 weeks with fatigue.
Indikasi rawat inap: Penderita infeksi Dengue yang harus dirawat inap adalah seperti
berikut. Bila ditemukan tanda bahaya, keluhan dan tanda hipotensi , perdarahan,
gangguan organ (ginjal, hepar, jantung dan nerologik), kenaikan hematokrit pada
pemeriksaan ulang, efusi pleura, asites, komorbiditas (kehamilan, diabetes mellitus,
hipertensi, tukak petik dll), kondisi social tertentu (tinggal sendiri, jauh dari fasilitas
kesehatan, transportasi sulit).
10. Bagaimana pencegahan dari scenario ?
A. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara
lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan
sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil
samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai
contoh:
- Menguras bak mandi/penampungan air- sekurang-kurangnya
sekali seminggu.
- Mengganti/menguras vas bunga dan tempat- minum burung
seminggu sekali.
- Menutup dengan rapat tempat penampungan- air.
- Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah- dan lain sebagainya.
B. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan
pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
C. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
- Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan
fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan
sampai batas waktu tertentu.
- Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan
lain-lain.
- DBD dengan Syok dan Perdarahan Spontan DBD dengan syok dan perdarahan
spontan (DSS) merupakan komplikasi DBD yang sangat penting diwaspadai,
karena angka kematiannya sepuluh kali lipat dibandingkan pada DBD tanpa syok.
Keadaan syok dapat diperhatikan dari keadaan umum, kesadaran, tekanan sistolik
<100 mmHg, tekanan nadi <20 mmHg, frekuensi nadi lebih dari 100 x/menit,
akral dingin dan kulit pucat serta diuresis kurang dari 0,5 mL/kgBB/jam.