Anda di halaman 1dari 4

Nama : Arsy Linardi

Nim : A1011181097

Kelas : Sistem Peradilan Pidana (B)

Dosen : Dr. Hermansyah, SH, M.Hum / Sampur D. Simamora, SH, MH

Enam Peladang Kasus Karhutla Di Sintang

Kasus yang menimpa enam peladang bermula dari kebakaran yang terjadi

pada Agustus 2019. Saat itu, aparat kepolisian melakukan penyelidikan terhadap

kebakaran yang terjadi di wilayah Sintang. Kasus itu dimasukkan dalam empat

Laporan Polisi (LP) dengan enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Buntut

dari pembakaran ladang itu, mereka dimintai keterangan serta di BAP oleh

kepolisian setempat, karena dianggap melakukan pembakaran hutan dan lahan.

Meski begitu, keenamnya tidak ditahan.

Kemudian tahap 2 di kejaksaan, mereka ditahan. Pada saat dilimpahkan ke

Pengadilan Negeri, dan sidang pembacaan dakwaan, masyarakat peladang di

Kalimantan Barat melakukan tekanan karena masyarakat merasa tidak terima

apabila enam peladang tersebut ditahan masyarakat percaya bahwa mereka

melakukan pembakaran lahan murni hanya untuk berkebun dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan perekonomian bukan untuk

memperkaya diri sendiri, lagi pula masyarakat mengangap bahwa lahan yang

mereka bakar tidaklah begitu luas tidak melebihi dua hektar. Akhirnya keenam

terdakwa dijadikan tahanan luar, kasus ini menarik perhatian masyarakat Sintang

yang memang mayoritas berladang.


Aparat penegak hukum menjerat mereka dengan Pasal 108 junto Pasal 69

ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 108 jo Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan Pasal 187 KUHP. Sebelumnya,

Jaksa Penuntut Umum menuntut 6 bulan penjara ditambah hukuman percobaan

satu tahun.

Kemudian pada tanggal 9 Maret 2020, Kabupaten Sintang, dipenuhi orang

berikat kepala merah. Riuh rendah suara mereka, saat menghadiri persidangan

putusan kasus pembakaran lahan di Pengadilan Negeri Sintang. Massa berasal dari

Dewan Adat Dayak serta Aliansi Solidaritas Anak Peladang [ASAP] masa yang hadir

sangat banyak yang berjumlah ribuan, kita semua tahu bahwa masa yang hadir itu

membela hak-hak peladang dalam melakukan kegiatanya untuk meningkatkan

perekonomian, pada dasarnya berladang tak hanya memenuhi kebutuhan pangan,

tapi sebagai cara hidup mempertahankan dan melestarikan benih-benih pangan

asli, berladang juga bermakna menghayati dan melaksanakan kehidupan religi,

budaya, sosial beserta ekonomi. Dengan berladang, masyarakat merayakan

kesadaran diri dan komunitas petani sebagai makhluk Tuhan, bersyukur berupa

pesta padi, Berladang membuktikan, petani hadir/ada di lahan, tanah miliknya.

Berladang sesuai kearifan lokal dijamin UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Aksi solidaritas itu mendapat pengamanan cukup ketat. Personil TNI/Polri

yang terlibat berjumlah 2.793 orang, begitu ketat penjagaan yang dilakukan oleh

pemerintah melihat adanya tenkanan dari masyarakat sekitar yang ingin mengawal

kasus ini dengan baik dengan adanya pengawalan dari masyarakat yang banyak

dari sejak awal kasus ini bergulir, hal ini cukup memberikan tekanan atau super
system dari masyarakat yang membuat majelis hakim bisa lebih teliti lagi dalam

memutuskan perkara tersebut. Karna apabila majelis hakim tidak tepat dalam

memtusukan perkara tersebut dengan keadaan masyarakat yang menuntut keadilan

untuk peladang hal ini bisa membuat akan ada aksi solidaritas berikutnya yang

tentunya akan membuat keadaan di kabupaten Sintang akan sedikit berbeda,

dengan adanya tekanan dari masyarakat tersebut maka dalam pembacaan hasil

siding. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sintang, Kalimantan Barat memvonis

bebas enam peladang yang didakwa melakukan pembakaran hutan dan lahan.

Enam peladang divonis tidak bersalah dan bebas dari segala tuntutan.   Mereka

dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembakaran lahan.

Walaupun sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut 6 bulan penjara ditambah

hukuman percobaan satu tahun untuk mereka.

Dengan keputusan majelis hakim tersebut menunjukan bahwa hadirnya

masyarakat dengan jumlah yang banyak menunjukkan bahwa tekanan yang

dilakukan masyarakat dalam menuntut keadilan berarti sangat besar dalam hal

pengambilan keputusan oleh majelis hakim ini menunjukkan bahwa super system

dan bahkan kekuatan politik dapat mempengaruhi dan bahkan mengubah keputusan

hakim dalam memutuskan suatu perkara. Terkadang dengan hadirnya super system

ini bisa berakibat positif dalam penegakan keadilan hukum di tengah masyrakat

karna lebih sering masyarakatlah yang tau dengan keadaan sekitar yang terjadi

dilingkunganya, namun kehadiran kekuatan politik berbanding terbalik dengan

kehadiran super system yang ada di masyarakat, kehadiran kekuatan politik

terkadang lebih sering terlihat tidak menegakkan keadilan yang ada dengan adanya

kekuasaan yang mereka miliki seadakan-akan menunjukkan bahwa hukum itu

tumpul ke atas dan tumpul kebawah.

Anda mungkin juga menyukai