Anda di halaman 1dari 25

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN SEKTOR PERTANIAN

TERHADAP MAKRO DAN SEKTORAL EKONOMI INDONESIA:


PENDEKATAN MODEL EKONOMI KESEIMBANGAN UMUM
Oleh : Kasan1
Naskah diterima : 7 November 2011
Disetujui diterbitkan : 10 Desember 2011

ABSTRACT
Recently, trade liberalization issue particularly in agriculture sector has become the
main issue in Doha Development Agenda-WTO. Trade liberalization in agriculture
sector affected trade flow of primary agriculture products in global market particularly
from developing countries to developed countries. This study analyzes the impact
of trade liberalization in agriculture sector on macro and economic sectors of
Indonesia, using general equilibrium economic model approach by employing GTAP
model. It uses the data from the GTAP Version7. The main results show that trade
liberalization in agriculture sector benefited developed countries such as the United
States of America, Rusia, and European Union. On the other hand, some developing
countries such as Pakistan, Bangladesh, and Indonesia were negatively affected.
Furthermore, trade liberalization in agriculture sector reduced output of agriculture
sector in Indonesia. Nevertheless, the output of manufacturing sector increased
because of reallocation of input factor from agriculture to manufacturing.

Key words: Trade liberalization, general equilibrium, agriculture sector.


JEL Classification : F15, F17

PENDAHULUAN pasokan, yang kemudian menyebabkan


Saat ini isu liberalisasi perdagangan kenaikan harga. Selanjutnya jika per-
khususnya komoditas pertanian terus mintaan tetap atau bahkan meningkat,
menjadi perdebatan dan semakin jauh maka kelebihan permintaan dapat
dari tercapainya kesepakatan dalam dipenuhi melalui perdagangan (impor)
sistem perdagangan multilateral. Libe- produk pertanian dari sumber lain
ralisasi perdagangan sektor pertanian (negara lain). Hal ini berarti bahwa
(kerangka multilateral/WTO) akan penurunan produksi pertanian akan
mempengaruhi pola perdagangan mempengaruhi perdagangan (ekspor/
komoditas pertanian di berbagai impor) produk pertanian tersebut.
kawasan. Di tingkat nasional, berdasarkan
Sementara itu, melambatnya laju data Badan Pusat Statistik 2009,
pertumbuhan produksi pertanian atau selama periode 2004-2009 nilai dan
bahkan penurunan produksi pertanian volume ekspor beberapa produk
akan berdampak pada menurunnya pertanian mengalami penurunan. Nilai

1 Mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB; dan Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan
Luar Negeri, BPPKP-Kementerian Perdagangan Jl MI Ridwan Rais No. 5 Jakarta. E-mail: kasan.muhri@
kemendag.go.id atau kasan_007@yahoo.com; Fax : 021-23528693

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 123


ekspor produk kehutanan mengalami tahun 1992, misalnya, defisit neraca
penurunan rata-rata 5,3persen per perdagangan produk pertanian dunia
tahun, sedangkan volume ekspornya menaik mendekati US$ 30 milyar, akan
turun lebih dari dua kali lipat yaitu tetapi lima tahun kemudian mengecil
mencapai 12,5 persen per tahun selama sehingga menjadi sekitar US$ 10 milyar
periode 2004-2009. Sementara itu, pada tahun 1997. Namun, sepuluh tahun
dalam periode yang sama nilai eskpor berikutnya, yaitu pada tahun 2008 disaat
produk tanaman pangan dan hortikultura terjadinya krisisi ekonomi global, defisit
masih meningkat rata-rata 6,2 persen neraca perdagangan produk pertanian
per tahun, walaupun volume ekspornya dunia mencapai ke tingkat tertinggi yakni
turun rata-rata 2,6 persen per tahun. sekitar US$ 55 milyar.
Kondisi yang sama dengan produk Akan tetapi, kondisi yang dialami
tanaman pangan dan hortikultura juga Indonesia berlawanan dengan yang
terjadi pada produk perikanan dan terjadi dalam skala global, dimana
peternakan, yaitu nilai ekspornya naik selama periode 1961-2001 neraca
rata-rata 5,1 persen per tahun, tetapi perdagangan produk pertanian Indonesia
volume ekspornya turun rata-rata 1,7 masih mencatat surplus meskipun relatif
persen per tahun. Peningkatan nilai stagnan (Gambar 1). Selanjutnya sejak
ekspor produk tanaman pangan dan tahun 2001, neraca perdagangan produk
hortikultura, dan produk perikanan dan pertanian Indonesia terus meningkat
peternakan tersebut didukung oleh dan mencapai tingkat tertinggi pada
terjadinya peningkatan harga di pasar tahun 2008, disaat negara-negara
internasional. lain di dunia justru mengalami krisis
Sementara itu, di tingkat global, pangan. Tingginya surplus neraca
selama 1961-2008, secara umum defisit produk pertanian Indonesia selama
neraca perdagangan produk pertanian tahun 2000-an didukung terutama oleh
dunia mengalami kenaikan , terutama peningkatan produksi minyak sawit yang
gandum dan jagung sebagaimana juga merupakan produk ekspor utama
terlihat pada Gambar 1 dan 2. Pada Indonesia.

Gambar 1. Neraca Perdagangan Produk-Produk Pertanian Dunia


dan Indonesia, 1961-2008
Neraca Perdagangan Produk-produk Pertanian Dunia dan Indonesia
30,0

20,0
Indonesia
10,0

0,0
1961
1962

1969
1970
1971

1978
1979
1980

1988
1989

1997
1998
1999

2006
2007
2008
1963
1964
1965
1966
1967
1968

1972
1973
1974
1975
1976
1977

1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987

1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996

2000
2001
2002
2003
2004
2005
Miliar US$

-10,0

-20,0

-30,0

-40,0
Dunia

-50,0

Sumber: FAO

124 Neraca Perdagangan Gandum, Beras dan Jagung Dunia dan Indonesia
- Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011
1.000.000

0
-30,0

-40,0
Dunia

-50,0
Gambar 2. Neraca Perdagangan Beras, Gandum, dan Jagung Dunia
dan Indonesia, 1961-2008

Neraca Perdagangan Gandum, Beras dan Jagung Dunia dan Indonesia

1.000.000

-1.000.000

-2.000.000
Ribu US$

-3.000.000

-4.000.000
Neraca Gandum Dunia Neraca Beras Dunia
-5.000.000 Neraca Jagung Dunia Neraca Gandum Indonesia
Neraca Beras Indonesia Neraca Jagung Indonesia

-6.000.000
1961 1966 1971 1976 1981 1986 1991 1996 2001 2006

Sumber: FAO

Meskipun secara agregat neraca global yang bebas dan adil, dimana
perdagangan produk pertanian Indonesia tujuan jangka panjang dari WTO adalah
masih mencatat surplus selama 1961- meliberalkan perdagangan dunia melalui
2008, ternyata untuk tiga komoditi 3 pilar, yaitu perluasan akses pasar
pangan yaitu beras, gandum dan jagung, (market access), pengurangan dukungan
Indonesia mencatat defisit sebagaimana domestik (domestic support) yang dapat
yang terjadi di dunia (Gambar 2). Untuk mendistorsi pasar, dan pengurangan
ketiga produk pertanian tersebut, defisit subsidi ekspor (export subsidy). Tujuan
neraca perdagangan Indonesia lebih ini seharusnya mendatangkan manfaat
tinggi dibandingkan defisit neraca bersama bagi seluruh negara di
perdagangan dunia. Hal ini disebabkan dunia. Namun faktanya, perdagangan
oleh relatif tingginya konsumsi per kapita internasional dan hasil perundingan
Indonesia terutama beras dan gandum sektor pertanian di WTO lebih banyak
sehingga meskipun Indonesia mampu merugikan negara-negara sedang
memproduksi beras dalam jumlah yang berkembang (Suryana, 2004).
cukup besar, tetapi produksi tersebut Faktor-faktor yang menyebabkan
belum dapat mencukupi seluruh tidak tercapainya tujuan untuk
kebutuhan dalam negeri. menciptakan sistem perdagangan sektor
Kinerja perdagangan komoditas pertanian yang adil dan berorientasi
pertanian baik dalam skala nasional pasar antara lain:
maupun global juga dipengaruhi oleh 1. Negara-negara maju masih
adanya liberalisasi sektor pertanian yang tetap mempertahankan, bahkan
disepakati oleh berbagai negara dalam meningkatkan dukungan domestik
kerangka multilateral, regional maupun melalui subsidi kepada petaninya,
bilateral. Dalam kerangka multilateral, terutama produsen pangan dan
Indonesia sebagai anggota WTO peternakan (Suryana, 2004).
mendukung kebijakan perdagangan Data OECD (2002) yang dikutip

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 125


Simatupang (2004) menunjukkan dan Indonesia pada khususnya,
bahwa nilai dukungan domestik karakteristik usaha pertanian
dari kelompok negara OECD umumnya masih bersifat subsisten,
meningkat dari rata-rata US$ 236 yaitu belum berorientasi komersial
milyar per tahun pada periode pra- secara penuh. Artinya, pertanian
WTO (1986-1988) menjadi US$ 248 masih menjadi perikehidupan dan
milyar pada masa implementasi kebudayaan masyarakat.. Kondisi
kesepakatan WTO (1999-2001). yang demikian kurang selaras
Sementara itu, Amerika Serikat dan dengan aturan dalam Agreement of
Uni Eropa (European Union-EU) Agriculture (AoA) dan mekanisme
meningkatkan dukungan domestik pasar yang hanya sesuai bagi
mereka masing-masing sebesar 21 industri pertanian modern yang
persen dan 5 persen pada periode berorientasi pasar di negara-negara
yang sama. Subsidi yang besar maju.
dari negara-negara maju tersebut 4. Ketidakadilan dalam membuka
mengakibatkan persaingan tidak akses pasar, dimana di satu sisi
adil di pasar dunia. negara maju memaksa negara
2. Selain subsidi domestik, negara- berkembang untuk membuka akses
negara maju juga memberikan pasar seluas-luasnya, sementara
subsidi ekspor yang besar untuk di sisi lain negara maju berusaha
produk-produk pertanian mereka.. membatasi akses pasar bagi
Kelompok negara EU memberikan produk-produk negara berkembang
tingkat subsidi tertinggi, yaitu melalui berbagai instrumen, seperti
mencapai US$ 23,2 milyar atau tarif eskalasi, perlindungan sanitary
90 persen dari total nilai subsidi dan phyto-sanitary, dan non-trade
seluruh anggota WTO pada kurun barrier lainnya.
waktu 1995-1998 (Dixix, Josling Perbedaan kepentingan dan
and Blandford, 2001). Menurut kebijakan itulah yang menimbulkan
Simatupang (2004), subsidi ekspor kondisi perdagangan multilateral sektor
itu menyebabkan disparitas harga pertanian yang tidak seimbang dan
antara pasar dunia dan pasar mengarah tidak adil (fair). Berbagai
domestik negara-negara maju, studi menunjukkan bahwa manfaat
sehingga dapat dipandang sebagai reformasi perdagangan global jauh lebih
instrumen untuk fasilitasi praktik banyak dinikmati oleh negara-negara
dumping yang dilarang WTO. maju dibandingkan dengan negara
3. Ketidakseimbangan tingkat pem- berkembang (Sawit, 2003; Khor, 2000;
bangunan ekonomi, teknologi, dan Ellwood, 2002). Laporan UNDP
ketrampilan SDM, dan infrastruktur (United Nation Development Program)
antara negara maju dan negara tahun 1999 dalam Sawit (2001)
berkembang menyebabkan ketidak- menyebutkan perdagangan global
mampuan negara berkembang membuat defisit perdagangan negara
menciptakan kondisi persaingan berkembang semakin lebar. Impor telah
seimbang (equal playing field) meningkat dengan pesat, sementara
(Sawit, 2003). Di negara-negara ekspor melambat karena tidak mampu
berkembang pada umumnya, bersaing dengan industri negara maju

126 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


yang memberikan dukungan yang masih endowment) diantara masing-masing
tinggi terhadap sektor industri mereka, negara. Satu negara dengan kepemilikan
baik melalui subsidi ekspor, bantuan kapital berlebih akan berspesialisasi
domestik, maupun berbagai hambatan dan mengekspor komoditi padat kapital
perdagangan lainnya. (capital-intensive goods), dan sebaliknya
Berdasarkan uraian diatas, negara dengan kepemilikan tenaga
maka penelitian ini bertujuan untuk kerja berlebih akan memproduksi dan
menganalisis dan memperkirakan mengekspor komoditi padat tenaga
besaran dampak liberalisasi per- kerja (labor-intensive goods).
dagangan sektor pertanian terhadap Selanjutnya seiring perubahan
kondisi makro ekonomi termasuk kinerja jaman konsep perdagangan internasional
perdagangan negara-negara produsen terus berkembang, namun masih tetap
serta terhadap importir komoditas menggunakan konsep keunggulan
pertanian di negara maju maupun komparatif yang dikembangkan
di negara berkembang, termasuk sebelumnya. Krugman dan Obstfeld
Indonesia. (2000), misalnya, menjelaskan bahwa
perdagangan antar negara terjadi karena
KERANGKA TEORITIS dua alasan, yaitu: (1) negara-negara
Teori Perdagangan Internasional tersebut berbeda satu sama lain, dan (2)
Konsep perdagangan bebas negara-negara melakukan perdagangan
yang menjadi ide dasar terbentuknya dengan tujuan untuk mencapai skala
Free Trade Area (FTA), untuk pertama ekonomi. Dengan demikian akan lebih
kali diperkenalkan oleh Adam Smith efisien jika dilakukan perdagangan
pada awal abad ke-19 dengan dengan negara lain dibandingkan jika
teori keunggulan absolut (absolute negara itu memproduksi semua produk.
advantage). Teori Adam Smith ini Sesuai dengan tujuan pene-
kemudian disempurnakan oleh Ricardo litian, untuk bisa memahami manfaat
(1817) dengan model keunggulan yang dapat diperoleh dari adanya
komparatif (the Theory of Comparative perdaganganmaka digunakan pendeka-
Advantage). Berbeda dengan konsep tan perdagangan internasional dengan
keunggulan absolut yang menekankan mengaplikasikan model ekonomi
pada biaya riil yang lebih rendah, keseimbangan umum sebagaimana
keunggulan komparatif lebih melihat dijelaskan pada bagian di bawah ini.
pada perbedaan harga relatif antara
dua input produksi sebagai penentu Pendekatan Model Ekonomi
terjadinya perdagangan. Keseimbangan Umum
Teori klasik Ricardo tersebut Secara sederhana teori
selanjutnya dikembangkan oleh keseimbangan umum dapat dijelaskan
Heckscher-Ohlin (H-O) dengan the dengan menggunakan model “ekonomi
Theory of Factor Proportions (1949 dua pasar” (Salvatore, 2000). Dengan
– 1977) yang menyatakan bahwa model ini dimisalkan, ketika pemerintah
walaupun tingkat teknologi yang dimiliki negara 1 menerapkan tarif terhadap
sama, perdagangan internasional produk yang selama ini diimpor yaitu
akan tetap terjadi bila ada perbedaan X, akibatnya harga produk X akan
kepemilikan faktor produksi (factor meningkat relatif terhadap harga di pasar

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 127


internasional. Sesuai dengan hukum analisis model keseimbangan umum
penwaran, maka peningkatan harga X sudah merangkum aspek dari pelaku
akan merangsang produsen domestik yaitu produsen dalam bentuk produksi,
di negara 1 untuk meningkatkan dan konsumen melalui konsumsi
produksinya, dan sebaliknya produksi serta perdagangan, semua dirangkum
Y akan menurun karena produsen dalam satu diagram yang utuh pada
doimestik akan merugi. Sesuai hukum kondisi keseimbangan. Sisi produksi
permintaan dan penawaran tenaga kerja, dari masing-masing negara 1 dan 2
maka dengan m,eningkatnya produksi digambarkan dalam satu titik yaitu E*,
X, maka akan diikuti oleh relokasi dimana kurva yang menunjukkan adanya
faktor produksi seperti tenaga kerja dari perdagangan atau tawar menawar
industri yang menghasilkan produk Y ke antara kedua Negara tersebut saling
industri yang memproduksi X. Namun, berpotongan.
dalam model partial equilibrium, proses Sebagaimana pemahaman
terjadinya relokasi faktor input produksi terhadap penggunaan konsep suatu teori
tersebut tidak akan terdeteksi. yaitu untuk menyederhanakan suatu
Contoh lain adalah ketika impor fenomena, maka untuk memudahkan
negara 1 menurun karena pengenaan analisis ini juga disederhanakan dengan
tarif, maka negara lain yang menerima menggunakan beberapa asumsi yaitu:
dampak penurunan impor negara 1 1) diasumsikan hanya terdapat dua
tersebut akan mengalami penurunan Negara di dunia yaitu Negara 1 dan
penerimaan sehingga kemampuan Negara 2 secara individu atau merupakan
ekspornya juga akan turun. Hal ini akan gabungan dari berbagai Negara;
mengakibatkan impor negara 1 tersebut 2) diasumsikan juga bahwa hanya
juga turun. Dengan kata lain dapat terdapat dua jenis produk yaitu X dan
disimpulkan bahwa kebijakan tarif impor Y; 3) struktur pasar diasumsikan pada
berdampak terhadap berbagai variabel kondisi pasar persaingan sempurna: 4)
ekonomi lainnya di negara lain. Namun, Asumsi terakhir adalah perekonomian
karena yang digunakan adalah model kedua negara berada dalam kondisi
partial, maka dampak terhadap negara penggunaan tenaga kerja penuh atau
lain tersebut tidak akan terlihat. Oleh full employment.
karena itu, agar dampak suatu kebija- Setelah berlangsungnya perda-
kan yang diterapkan di suatu negara gangan antara Negara 1 dan Negara
dapat ditangkap pengaruhnya terhadap 2, maka kondisi produksi dan konsumsi
negara lainnya, maka analisis yang tepat terhadap barang X dan Y di masing-
adalah analisis ekonomi keseimbangan masing Negara dapat dijelaskan
umum. sebagai berikut. Untuk Negara 1 akan
Untuk menjelaskan analisis memproduksi barang X dan Y masing-
menggunakan model ekonomi kese- masing sebanyak 130 dan 20 yang
imbangan umum yang dicapai melalui ditunjukan pada titik E yang juga identik
perdagangan akan dijelaskan melalaui dengan titik E*. Dengan memproduksi
grafik berikut dengan mengacu pada sejumlah barang X dan Y tersebut, maka
teori Ekonomi Internasional yang Negara 1 akan mengkonsumsi barang
dikemukakan Salvatore (2000). X dan Y masing-masing sebanyak 70
Berbeda dengan analisis partial, dalam dan 80 yang juga ditunjukkan pada

128 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


Gambar 3. Proses Terjadinya Perdagangan Antara Dua Negara

Sumber: Salvatore, 2000.

titik E, tetapi ditarik dari garis sumbu tersebut yaitu ditunjukkan pada Pb=1
O, sedangkan sisanya yaitu masing- yang merupakan perpotongan kurva
masing sebanyak 60 unit X dan 60 unit Y penawaran kedua Negara tersebut
akan diperdagangkan dengan Negara 2, sebagaimana ditunjukkan pada titik E*.
yang berarti Negara 1 akan mengekspor Harga relative kedua barang yaitu X dan
barang X dan mengimpor barang Y. Y terjadi dalam kondisi keseimbangan
Sementara itu, dengan cara pada tingkat harga Pb =1, sehingga
yang sama, maka untuk Negara 2 akan harga tersebut yang selanjutnya berlaku
memproduksi barang X dan Y masing- dalam transaksi perdagangan di pasar
masing sebanyak 40 dan 120 yang domestik bagi masing-masing Negara.
ditunjukkan pada titik E’ yang juga identik Dengan demikian dapat disimpulkan
dengan titik E*. Sedangkan konsumsinya bahwa transaksi perdagangan akan
masing-masing sebanyak 100 X dan didasarkan pada harga relative yang
60Y yang juga ditunjukkan pada titik sama bagi produsen, konsumen, dan
E’, tetapi ditarik terhadap garis sumbu pedagang di kedua Negara tersebut.
O, sehingga sisanya yaitu masing- Sebagaimana digambarkan pada grafik,
masing sebanyak 60 X akan diimpor titik E milik Negara 1 yang terletak pada
dari Negara 1 dan sebanyak 60 Y akan kurva indeferen III akan mencerminkan
diekspor ke Negara 1. Jumlah barang X jumlah tingkat konsumsi Negara tersebut
dan Y tersebut adalah yang kemudian diukur dari pusat sumbu atau titik 0,
diperdagangkan oleh kedua Negara. sementara untuk titik E yang sama akan
Perdagangan internasional mengukur jumlah produksi barang X dan
antara kedua Negara akan mencapai Y Negara 1 tetapi ditarik dari titik E’.
keseimbangan apabila kedua Negara Dengan mengacu pada
memperdagangkan masing-masing penjelasan tersebut diatas, maka
sebanyak 60X dan 60Y yang didasarkan secara teori perdagangan bebas akan
pada harga relative kedua barang memberikan manfaat yang maksimal

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 129


bagi kedua belah pihak (Negara 1 dan data base GTAP versi 7 dengan basis
2). Namun demikian, pada kenyataanya data tahun 2004.
masih terjadi distorsi pasar sebagai GTAP dikembangkan pertama kali di
akibat adanya campur tangan atau Purdue Univrsity, pada Departemen
intervensi pemerintah, sehingga Ekonomi Pertanian di Amerika Serikat
berakibat pada tidak tidak maksimalnya sejak tahun 1993 yang dipimpin dan
manfaat yang diperoleh oleh pelaku diprakarsai oleh Prof Thomas W.
pasar yaitu produsen, konsumen bahkan Hertel dalam sebuah konsorsisum.
pemerintah itu sendiri. Sampai saat ini Pemodelan dan aplikasi mengenai
berbagai bentuk interventi pemerintah GTAP ditulis oleh Thomas W Hertel
yang sering dilakukan baik di Negara dan dipublikasikan oleh Cambridge
maju maupun di Negara berkembang University Press.New York USA
antara lain pengenaan tariff bea masuk, tahun 1997 berjudul “ Global Trade
subsi terhadap produk ekspor, larangan Analysis: Modelling and Applications”.
atau pembatasan ekspor maupun impor Konsorsium tersebut bersifat non profit,
dan berbagai bentuk intervensi lainnya dimana pembiayaannya bersumber
yang semuanya berdampak pada dari penjualan database, pelatihan dan
munculnya distorsi pasar. anggota konsorsium.
Pendekatan model ekonomi Sejak dikembangkan pertama
keseimbangan umum yang digunakan kali tahun 1993, telah dikeluarkan
dalam penelitian ini, bukanlah model beberapa versi model GTAP
yang baru muncul, tetapi sudah diantaranya 2 versi terakhir adalah
digunakan untuk melakukan analisis versi 6.2 yang dikeluarkan tahun 2007
perubahan kebijakan ekonomi makro dengan database terdiri dari 87 negara
maupun sektoral di berbagai negara. (region) dan 57 komoditi (sector)
Pengembangan model ekonomi dengan menggunakan data dasar tahun
keseimbangan umum juga telah 2011. Kemudian pada tahun 2008 dirilis
digunakan untuk menganalisis hal-hal model GTAP versi 7 yang mencakup 113
yang berkaitan dengan perdagangan negara (region) dan 57 komoditi (sector)
internasional. Yeah et. al (1994) dengan menggunakan data dasar tahun
menyatakan bahwa model ekonomi 2004 (www.gtap.agecon.purdue.edu,
keseimbangan umum menyediakan 2011).
mekanisme untuk menganalisis dampak Menurut Oktaviani , 2008, GTAP
kebijakan perdagangan suatu negara merupakan model keseimbangan umum
dan dampak liberalisasi oleh kelompok (CGE) yang memfokuskan pada aspek
negara. Buehrer dan Mauro (1995) juga perdagangan internasional dengan
menegaskan bahwa model ekonomi tidak mengesampingkan ekonomi
keseimbangan umum dapat digunakan mikro dan makro dari Negara-negara
untuk menyimulasi dampak dari di dunia. Penekanana GTAP terletak
kebijakan perdagangan dan dampak pada keterkaitan perekonomian secara
perubahan ekonomi dari berbagai paket keseluruhan.
kebijakan pemerintah. Lebih lanjut Oktaviani (2008),
Dalam penelitian ini digunakan menjelaskan bahwa sampai saat
model Global Trade Analysis Project ini model GTAP terus mengalami
(GTAP) dengan data sekunder berupa pengembangan, baik dari sisi database

130 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


maupun model yang digunakan. Model SUMBER DATA DAN METODOLOGI
yang berkembang saat ini adalah
masih model GTAP standar. Namun Sumber dan Jenis Data serta
demikian, Konsorsium GTAP saat ini Keterbatasan Model Ekonomi
tengah mengembangkan model GTAP Keseimbangan Umum
Dinamis (GTAP-Dyn). Model ini telah Penelitian ini menggunakan data
memasukkan aspek-aspek dinamis, sekunder berupa data base GTAP versi
seperti permintaan konsumen, mobilitas 7 dengan basis data tahun 2004. Data
factor antar sector, perilaku investasi, dan sekunder di atas digunakan sebagai
hubungan pehitungan yang menangkap policy shock dalam model GTAP untuk
modal dari kepemilikan asing. menganalisis dampak liberalisasi
Di Indonesia penggunaan sektor pertanian dalam kerangka
pendekatan model ekonomi kese- WTO. Keterbatasan penggunaan
imbangan umum mulai populer sejak model ekonomi keseimbangan umum
diskusi terbuka mengenai metode sebagaimana dikemukakan Rina
perhitungan dampak kemiskinan akibat Oktaviani (2008) yaitu : 1) Asumsi utama
kenaikan harga bahan bakar minyak dalam model ekonomi keseimbangan
dimuat di harian Kompas pada awal umum mengenai struktur pasar adalah
tahun 2005. Bahkan, sebelumnya di Pasar Persaingan Sempurna dengan
Indonesia telah dikembangkan model kondisi Constant Return to Scale;
ekonomi keseimbangan umum dengan 2) Adanya ketergantungan model
mengadopsi model yang telah ada keseimbangan pada parameter-
seperti ORANI (Dixon et. al. 1982), parameter benchmark yang dikalibrasi;
ORANI-F (Horridge et. al. 1993), ORANI 3) Model ekonomi keseimbangan umum
–G (Horridge, 2000) dan ORANI-GRD (Computable General Equilibrium- CGE)
(Horridge, 2002) dari Australia dan ini terlalu kompleks dan terlalu banyak
model Lewis dari Amerika Serikat. asumsi yang digunakan, sehingga
Sampai saat ini, beberapa akan muncul permasalahan black box,
penelitian di Indonesia juga telah banyak sehingga sulit untuk menerangkan jika
menggunakan pendekatan model hasil estimasi yang didapat tidak sesuai
ekonomi keseimbangan umum sebagai dengan teori ekonomi atau prediksi
alat analisis. Misalnya, Rina Oktavianai yang diharapkan; 4) Pada model CGE
et. al. (2003), melakukan studi mengenai tidak ada validitas terhadap hasil
“Dampak restrukturisasi perbankan pengolahan, sehingga bagi orang-orang
terhadap kinerja ekonomi makro dan yang mengutamakan keabsahan dalam
sektor pertanian” di Indonesia. Studi model merasa akan sangat riskan
lainnya yang juga dilakukan oleh Rina menggunakan model CGE; dan 5)
Oktaviani et. al (2005) adalah “Peranan Model CGE tidak menangkap perubahan
fasilitas pembiayaan ekspor terhadap perekonomian yang sangat besar
perekonomian Indonesia”. Rina Oktaviani (tidak dapat menganalisis perubahan
et. al (2006) juga melakukan “Analisis persentase lebih dari 100 persen).
dampak perubahan variabel makro
ekonomi terhadap sektor industri”.

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 131


Kerangka Pemikiran dan sebesar 100% (simulasi 3).
Tahapan Penelitian Untuk melakukan kedua simulasi
Kerangka pemikiran analisis tersebut, terlebih dahulu dilakukan
dampak liberalisasi perdagangan sektor agregasi sektor dan negara (region)
pertanian terhadap makro dan sektoral pada data base GTAP versi 7 menjadi
ekonomi Indonesia disusun dengan 19 sektor dan 14 negara (region).
skema sebagaimana disajikan pada Penetapan agregasi sektor didasarkan
Gambar 4. Liberalisasi perdagangan pada pertimbangan jenis komoditas
pada sektor pertanian di berbagai pertanian yang diperkirakan cukup
negara diasumsikan terjadi melalui signifikan dilihat dari sisi produksi,
penurunan tarif bea masuk dalam ekspor maupun impor di pasar global.
kerangka WTO. Selanjutnya analisis Sedangkan untuk agregasi negara
dampak dari penurunan tarif bea (region) mempertimbangkan posisi
masuk ini terhadap perubahan variabel sebagai negara produsen maupun
makro ekonomi serta terhadap sektoral importir utama komoditas pertanian.
ekonomi Indonesia dilakukan dengan Setelah agregasi sektor dan negara
menggunakan pendekatan model dilakukan, maka tahap berikutnya
ekonomi keseimbangan umum (dengan adalah melakukan pengolahan data (run
menggunakan model software GTAP). GTAP ) pada kedua simulasi kebijakan
Simulasi dampak liberalisasi yang telah ditetapkan. Selanjutnya hasil
perdagangan sektor pertanian terhadap dari masing-masing simulasi kebijakan
kondisi makro di negara produsen dan tersebut dianalisis, terutama mengenai
importir secara umum, serta secara dampak kedua simulasi tersebut terhadap
khusus terhadap sektoral ekonomi kondisi makro ekonomi negara produsen
Indonesia, dilakukan dalam dua bentuk dan importir komoditas pertanian.
simulasi kebijakan. Simulasi pertama Selain itu, secara khusus dianalisis
dilakukan dengan penurunan tarif juga dampak simulasi terhadap sektoral
bea masuk sektor pertanian di negara ekonomi Indonesia. Berdasarkan hasil
berkembang dan negara maju masing- analisis tersebut, dirumuskan beberapa
masing sebesar 36% dan 70% (simulasi kesimpulan yang merupakan temuan
2). Simulasi kedua adalah penurunan utama dari penelitian ini. Dari beberapa
tarif bea masuk sektor pertanian baik di kesimpulan utama tersebut, kemudian
negara berkembang maupun di negara dirumuskan implikasi kebijakan yang
maju secara penuh atau penurunan tariff harus dilakukan oleh pemerintah.

132 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


Gambar 4. Kerangka Pemikiran

Ruang Lingkup 2. Negara yang dimaksudkan dalam


Dalam pelaksanaan penelitian penelitian ini mencakup negara
ini, maka ruang lingkup dibatasi pada produsen utama komoditas beras,
aspek-aspek sebagai berikut: gandum dan jagung yaitu Amerika
1. Liberalisasi perdagangan yang Serikat, China, Brazil, Filipina, India,
dimaksudkan dalam penelitian ini Rusia, EU, Indonesia, Vietnam,
adalah skema penurunan tarif yang Thailand, Australia, Pakistan,
diterapkan pada sektor pertanian Bangladesh, dan Rest of the World
termasuk komoditas pangan (ROW).
(beras, gandum, dan jagung) dalam 3. Aspek makro meliputi dampak pada
kerangka multilateral-WTO. kesejahteraan (variabel equivalent

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 133


variation) (, Produk Domestik Bruto 5. Analisis menggunakan software
(PDB) riil, PDB deflator, trade model GTAP versi 7 yang dikeluarkan
balance, terms of trade, investasi, pada tahun 2008 dengan data dasar
konsumsi rumah tangga, dan tahun 2004 yang diagregasi ke dalam
pengeluaran pemerintah. 19 sektor dan 14 negara (region).
4. Secara sektoral yang akan dianalisis Agregasi sektor dan negara secara
adalah output, harga, ekspor, impor lengkap sebagaimana disajikan
dan kesempatan kerja di Indonesia. pada table 1 berikut.

Tabel 1. Agregasi Sektor dan Negara

No. Sektor No Negara/Wilayah


1 Rice 1 Australia
2 Wheat 2 Rusia
3 Cereal grains nec (Maize) 3 China
4 Vegetables, fruit, nuts 4 Indonesia
5 Oilseed 5 Thailand
6 Sugar cane, sugar beet 6 Vietnam
7 Cattle,sheep,goats,horses 7 India
8 Raw milk 8 United States of America
9 Forestry 9 Brazil
10 Fishing 10 Philipina
11 Other Agriculture 11 EU
12 Meat: cattle,sheep,goats,horse 12 Pakistan
13 Vegetable oils and fats 13 Bangladesh
14 Sugar 14 RestofWorld
15 Food and Beverage
16 Leather products
17 Mining, Oil,and Gas
18 Manufacturing products
19 Services
Sumber: GTAP Database Versi 7

134 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


Alat dan Prosedur Analisis adalah versi terakhir yaitu versi 7 yang
Alat analisis yang digunakan dalam dikeluarkan pada tahun 2008.
penelitian ini adalah model ekonomi Baik model GTAP maupun model
keseimbangan umum atau biasa CGE sama-sama menggunakan konsep
disebut juga CGE. Model struktural CGE dasar pengeluaran dan pembelian antar
dibangun dengan dasar-dasar teori ilmu pelaku ekonomi. Keduanya merupakan
mikroekonomi dimana tingkah laku model struktural yang dibangun dengan
agen-agen ekonomi dijelaskan secara dasar teori-teori mikroekonomi dengan
spesifik dan detail dalam bentuk sistem menjelaskan lebih detil perilaku-perilaku
persamaan (behavioral equation). Oleh di masing-masing agen ekonomi
karena itu, CGE dapat menggambarkan (behavioral parameters).
interaksi antara agen-agen (pelaku- Di dalam model GTAP dijelaskan
pelaku ekonomi) yang berbeda di dalam interaksi perdagangan antar wilayah
suatu negara/wilayah dan antar negara/ serta transportasi global dan mobilitas
wilayah. investasi. Melalui model ini dapat
Model CGE dapat menganalisis dijelaskan pula bagaimana pengaruh
pasar secara lengkap dan saling kebijakan yang dilakukan suatu negara/
berinteraksi satu sama lain. Model wilayah akan memberikan dampak
ekonomi ini dapat menganalisis kepada negara/wilayah lain.
variabel-variabel makro ekonomi dan
sektoral secara bersama-sama terhadap HASIL DAN PEMBAHASAN
perubahan kebijakan perekonomian Dampak Liberalisasi Perdagangan
pada tingkat makro maupun sektoral. Sektor Pertanian terhadap Kondisi
Model ini juga menganalisis sensitivitas Makro Ekonomi di Negara Produsen
dari alokasi sumberdaya karena adanya dan Importir Komoditas Pertanian
perubahan eksternal. Selain itu, data Walaupun, berdasarkan teori
yang digunakan dalam model CGE ekonomi, perdagangan tanpa hambatan
meliputi parameter elastisitas dan tarif dan non-tarif akan meningkatkan
input-output data yang menunjukkan kesejahteraan dua negara yang
keterkaitan antar sektor sehingga model mengadakan pertukaran barang,
CGE dapat digunakan sebagai alat masih banyak negara yang dengan
analisis terhadap perubahan sektoral. alasan ekonomi maupun non-ekonomi
Salah satu alat analisis (software) melakukan hambatan tersebut. Alasan
yang menyediakan model dan data dasar ekonomi ditujukan untuk melindungi
untuk model ekonomi keseimbangan industri yang baru berdiri (infant industry
umum yang dapat menangkap dampak argument) dan sumber pemasukan
perubahan ekonomi di suatu negara atau negara serta menggairahkan produsen
suatu kawasan terhadap perekonomian dalam negeri. Sedangkan alasan non-
global dan ekonomi negara yang ekonomi biasanya adalah antara lain
bersangkutan adalah model GTAP.. alasan keamanan, keamanan pangan,
Model GTAP memfokuskan pada aspek kebudayaan dan kesehatan. Menurut
perdagangan internasional dengan tinjauan teoritis, pengenaan tarif
tidak mengesampingkan ekonomi mikro akan merugikan konsumen domestik,
dan makro dari negara-negara di dunia. menguntungkan produsen domestik dan
Model software GTAP yang digunakan negara, serta merugikan masyarakat.

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 135


Dengan demikian, penurunan tingkat tarif di wilayah tersebut (Tabel 3). Penurunan
diharapkan dapat mengurangi kerugian tingkat tarif pada komoditas pertanian
yang ditimbulkan dan meningkatkan juga berpengaruh nyata terhadap indeks
kesejahteraan masyarakat. harga umum negara tersebut. Dampak
Perubahan kinerja ekonomi penurunan tarif terhadap perubahan PDB
makro di negara produsen dan importir deflator yang juga tinggi adalah di EU-
komoditas pertanian sebagai dampak 252 dan Rusia yang telah menerapkan
dari liberalisasi perdagangan sektor tarif impor yang tinggi pada komoditas
pertanian dijelaskan pada bagian ini pertanian. Dampak dari penurunan tarif
dengan mengacu pada tabel 3. pada perubahan PDB deflator paling
Tabel 3 menunjukkan bahwa tinggi terjadi di Indonesia, Pakistan, dan
seluruh negara, baik yang diklasi- Bangladesh yang menerapkan tarif yang
fikasikan sebagai negara maju maupun tinggi pada komoditas pertanian.
berkembang, diprediksi hanya akan Australia yang termasuk negara
mengalami peningkatan PDB rill yang maju terkena dampak penurunan tarif
relatif kecil, kurang dari satu persen impor yang berbeda dengan negara
baik dalam t skenario liberalisasi maju lainnya. Negara tersebut adalah
perdagangan komoditas pertanian negara pengekspor komoditas pertanian
sebesar 70 persen untuk negara maju terutama gandum dan produk peternakan
dan 36 persen bagi negara berkembang dan memiliki tingkat tarif impor yang
(Skenario 2) maupun dalam scenario full paling rendah dibandingkan negara
liberalization sektor pertanian dengan maju lainnya. Dampak penurunan tarif
besaran 100 persen (Skenario 3). terhadap kedua negara tersebut justru
Dampak liberalisasi perdagangan sektor meningkatkan PDB deflator. Hal ini
pertanian secara penuh menunjukkan bisa terjadi karena adanya peningkatan
bahwa arah dan pergerakan magnifikasi ekspor pertanian kedua negara tersebut
intensitas liberalisasi perdagangan ke negara maju yang disebabkan oleh
dari skenario 2 ke 3 menyebabkan penurunan tarif di negara maju yang
perubahan PDB yang positif bagi negara dapat dilihat dari perubahan nilai Terms
berkembang seperti China, Indonesia, of Trade (TOT) yang positif. Peningkatan
Filipina, Pakistan, Thailand, Vietnam, ekspor mengakibatkan kelangkaan
India, dan Bangladesh. Fenomena penawaran di pasar domestik dan
yang identik dalam peningkatan PDB meningkatkan harga di pasar domestik.
juga terlihat bagi EU dan Rusia yang Hal ini akan meningkatkan indeks
tergabung dalam negara maju. Lebih harga umum dan secara langsung akan
lanjut, analisis menunjukkan bahwa meningkatkan PDB deflator.
penurunan tarif menguntungkan negara Selanjutnya, dampak penurunan
maju seperti Amerika Serikat, Rusia, tariff juga dianaliis terhadap tingkat
dan EU karena menurunkan PDB kesejahteraan (Equivalent Variation/
deflator atau menurunkan tingkat inflasi EV), dimana dalam model GTAP tingkat

2 EU-25 mencakup : Austria, Belgium, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Finland, France, Greece,
Hungary, Ireland, Italy, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Malta, Netherlands, Poland, Portugal, Sweden, United
Kingdom, Germany, France, Switzerland, Norway

136 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


kesejahteraan didefinisikan sebagai merupakan suatu peringatan bahwa
perbedaan antara tingkat pengeluaran manfaat liberalisasi perdagangan
(expenditure) yang diperlukan untuk bagi Indonesia dan China dalam skala
mencapai tingkat kepuasan yang baru makroekonomi tidak sepenuhnya dapat
(post simulation) pada tingkat harga ditransmisikan bagi kesejahteraan
tertentu atau dinotasikan (YEV) dengan masyarakat.
tingkat kepuasan yang ada (available Sementara itu, preseden negatif
initially) atau disimbolkan Y. Secara kinerja perdagangan ditunjukkan
matematis tingkat kesejahteraan atau dengan nilai yang negatif pada
equivalent variation di dalam model neraca perdagangan Rusia, EU-25,
GTAP diformulasikan sebagai : EV = China, Brazil, Indonesia, Philipina
YEV – Y(1). Lebih lanjut dijelaskan dan Bangladesh pada kedua skenario
bahwa model GTAP menggambarkan liberalisasi perdagangan. Untuk
perilaku rumah tangga regional (Negara) kasus Indonesia, isu sentral yang
yang disusun dalam bentuk suatu fungsi harus dicermati mengenai kinerja
kepuasan (utility) secara agregat yang perdagangan adalah sejauh mana
dispesifikasi dalam bentuk konsumsi kekuatan penawaran ekspor Indonesia
rumah tangga per kapita, pengeluaran dapat merespon peluang liberalisasi
pemerintah per kapita, dan tabungan perdagangan. Prediksi menunjukkan
per kapita. bahwa kebijakan liberalisasi baik dalam
Selanjutnya dalam GTAP model bentuk tarif (pajak ekspor dan tarif
perdagangan multiregion, dekomposisi impor) berpotensi untuk meningkatkan
dari tingkat kesejahteraan (EV) adalah laju pertumbuhan impor lebih cepat
sama dengan pendekatan model daripada ekspor. Hal ini terjadi di Rusia,
single region. Perbedaannya terletak China, Indonesia, Philipina, Brazil dan
pada adanya beberapa variabel yang ROW pada skenario 2 dan 3, serta di
ada dalam model yaitu persentase EU-25 pada skenario 2 (Tabel 3).
pajak (tariff) dalam perdagangan baik Namun demikian, pada beberapa
tariff impor maupun tariff ekspor, dan negara, seperti Australia, Pakistan,
terminologi untuk menangkap dampak Thailand, Vietnam, India, Bangladesh,
perubahan dalam perdagangan dan Amerika Serikat, terlihat bahwa
regional. Perbedaan yang signifikan liberalisasi perdagangan memberikan
lainnya adalah tambahan dimensi insentif peningkatan ekspor lebih besar
dekomposisi regional yang mencakup daripada impor.. Realitas menunjukkan
tiga terminologi yaitu region (Negara), bahwa lebih mudah bagi importir untuk
komoditi yang diperdagangkan dan langsung melakukan impor dibanding
margin dari komoditi. eksportir merelokasi sumber daya atau
Fenomena anomali dampak faktor produksi untuk mengekspor.
penurunan tariff sektor pertanian Sesungguhnya fenomena yang
bagi kesejahteraan terlihat hanya di terjadi pada kinerja ekspor Indonesia
Indonesia dan China (dan Bangladesh adalah kendala dari sisi penawaran.
dalam skenario 2) yang merupakan Kondisi ini akan semakin buruk jika
negara pengekspor sekaligus perdagangan bebas tidak memberikan
pengimpor produk pertanian (Tabel 3). insentif dan tidak mendorong terciptanya
Respon kesejahteraan negatif tersebut strategi jangka panjang bagi industri

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 137


untuk meningkatkan produktivitas kedua skenario dan India pada skenario
melalui efisiensi produksi maupun 2 serta negara maju seperti AS dan EU-
adopsi teknologi. Peningkatan kualitas 25 cenderung mengalami penurunan
infrastruktur ekspor, seperti peningkatan konsumsi rumahtangga pertanian.3
kualitas pasca panen, pengemasan Kondisi ini serupa dengan konsumsi
dan penanganan pasca panen serta yang dilakukan oleh pemerintah.
penguatan laboratorium uji mutu akan Sementara itu, keterkaitan positif
meningkatkan daya saing ekspor antara liberalisisasi perdagangan
Indonesia untuk menembus pasar sector pertanian dan investasi terjadi
ekspor global. Peningkatan efisiensi pada China, Philipina, Bangladesh,
manajemen rantai penawaran juga Brazil dan ROW pada skenario 2 dan
diperlukan agar produk Indonesia dapat 3, sedangkan untuk EU-25 hanya pada
menembus akses pasar di negara tujuan skenario 2 (Tabel 3). Skema liberalisasi
ekspor dengan lebih efisien (Oktaviani perdagangan secara komprehensif
et. al, 2010). telah menyediakan ruang untuk
Secara umum, proksi variabel peningkatan investasi. Persetujuan
konsumsi riil rumahtangga agregat untuk meliberalisasi perdagangan di
yang menunjukkan kemampuan daya sektor barang dan jasa akan mendorong
beli masyarakat meningkat terlihat dunia usaha untuk menyesuaikan
untuk Australia dan Brazil, meskipun dengan lingkungan bisnis bilateral tanpa
dengan intensitas yang sangat kecil. hambatan. Daya tarik bagi investasi akan
Peningkatan konsumsi rumahtangga menjadi semakin tinggi dengan adanya
terjadi karena konsumen memperoleh reformasi regulasi, minimisasi resiko
barang dengan harga yang relatif murah ketidakpastian dalam berusaha, dan
sebagai dampak adanya trade creation perbaikan iklim investasi. Negara lain
effect. Dibukanya potensi perdagangan yang turun investasinya menunjukkan
menstimulasi terjadinya consumption bahwa liberalisasi perdagangan
effect dimana secara grafis, garis yang berbentuk penurunan bahkan
Consumption Possibility Frontier (CPF) penghapusan hambatan tarif tidak
akan meningkat ke atas. Ini berarti dapat memberikan insentif bagi investor
bahwa adanya perdagangan melalui untuk menanamkan modal. Beberapa
penurunan tarif membuat masyarakat penelitian memperlihatkan bahwa
bisa mengonsumsi dalam jumlah yang terdapat faktor lain, selain tarif, yang
lebih besar. Dengan kata lain bahwa lebih dominan dalam mempengaruhi
pendapatan riil masyarakat (yaitu investor untuk melakukan penanaman
pendapatan yang diukur dari berapa modal atau Foreign Direct Investment
jumlah barang yang bisa dibeli dengan (FDI). Ketersediaan dan kualitas
pendapatan tersebut) meningkat dengan infrastruktur merupakan faktor yang
adanya penurunan tarif. Sementara itu, menentukan FDI. Penelitian Cheng
hampir keseluruhan negara berkembang dan Kwang (2000); Asiedu (2002); Mai
kecuali Thailand dan Vietnam pada (2002); Carr, Markusen dan Maskus

3 Konsumsi dalam ukuran absolut yang dinilai dalam jumlah atau volume produk pertanian yang dikonsumsi
misalnya kg/per kapita bukan dalam bentuk nilai (US$).

138 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


(2004) menunjukkan bahwa infrastruktur (Cheng et al, 2000; Mai 2002). Kebijakan
mempengaruhi biaya produksi. Selain yang kondusif akan memberikan iklim
infrastruktur, kebijakan pemerintah investasi yang lebih baik dan memberikan
negara tujuan juga mempengaruhi insentif bagi investor menanamkam
distribusi regional dari aliran masuk FDI modal.

Tabel 2. Dampak Liberalisasi Perdagangan Sektor Pertanian terhadap


Makroekonomi Negara produsen dan importir komoditas pertanian

Sumber: Hasil pengolahan data


Keterangan:
Sim 2: Skenario Liberalisasi Perdagangan untuk Komoditas Pertanian sebesar 70 Persen untuk Negara
Maju dan 36 Persen untuk Negara Berkembang
Sim 3: Skenario Liberalisasi Perdagangan untuk Komoditas Pertanian sebesar 100 Persen untuk Negara
Maju dan Negara Berkembang

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 139


Tabel 3. Dampak Liberalisasi Perdagangan Sektor Pertanian terhadap
Makroekonomi Negara produsen dan importir (Lanjutan)

Sumber: Hasil pengolahan data

Keterangan:
Sim 2: Skenario Liberalisasi Perdagangan untuk Komoditas Pertanian sebesar 70 Persen
untuk Negara Maju dan 36 Persen untuk Negara Berkembang
Sim 3: Skenario Liberalisasi Perdagangan untuk Komoditas Pertanian sebesar 100 Persen
untuk Negara Maju dan Negara Berkembang

Dampak Liberalisasi Perdagangan memberikan insentif bagi produsen


Sektor Pertanian terhadap Output untuk meningkatkan output dan
dan Perdagangan Sektoral Indonesia menurunkan harga agar dapat bersaing
Tabel 4 menyajikan dampak libe- dengan produk impor atau dapat
ralisasi perdagangan sektor pertanian meningkatkan output untuk ekspor.
terhadap output dan perdagangan Dampak liberalisasi perdagangan
sektoral Indonesia dilihat dari output, sektor pertanian (dengan lingkup
harga output, ekspor dan impor. Teori pertanian pada masing-masing sektor
ekonomi menjelaskan liberalisasi di Indonesia) yang dapatdilihat melalui
perdagangan membawa konsekuensi output menunjukkan bahwa sektor
pengurangan restriksi tarif. Secara gandum, minyak dan lemak4 (dimana
teoritis, pengurangan restriksi tarif akan CPO tergabung di dalamnya), pertanian

4 Minyak dan lemak mencakup vegetable oils: crude and refined oils of soya-bean, maize (corn),olive, sesame,
ground-nut, olive, sunflower-seed, safflower, cotton-seed, rape, colza and canola, mustard, coconut palm,
palm kernel, castor, tung jojoba, babassu and linseed, perhaps partly or wholly hydrogenated,inter-esterified,
re-esterified or elaidinised. Termasuk juga dalam kategori ini margarine and similar preparations, animal or
vegetable waxes, fats and oils and their fractions, cotton linters, oil-cake and other solid residues resulting
from the extraction of vegetable fats or oils; flours and meals of oil seeds or oleaginous fruits, except those of
mustard; degras and other residues resulting from the treatment of fatty substances or animal or vegetable
waxes.

140 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


lainnya serta beras merupakan sektor- (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa
sektor yang responsif,meskipun dengan pada realitasnya, produk-produk
besaran (magnitude) respon yang kecil pertanian Indonesia tersebut belum
(kurang dari dua persen pada saat mempunyai supply response yang
skenario pengurangan restriksi sebesar memadai dan masih belum siap untuk
70 persenuntuk negara maju dan -36 perdagangan bebas karena belum
persen untuk negara berkembang) cukup mampu dilihat dari keunggulan
(Tabel 4). komparatif dan keunggulan kompetitif
Di sektor pertanian lainnya, secara komprehensif sejak dari industri
sektor-sektor seperti vegetable and hulu sampai dengan industri hilir.
fruit; oil seeds; cereal grains nec; sugar Meskipun demikian, tekanan impor dari
cane, sugar beet; meat cattle, sheep, negara maju dan berkembang lainnya
goats, horses; dan sugar adalah sektor akan berkontribusi terhadap output,
yang akan terpukul akibat liberalisasi seiring dengan meningkatnya impor
perdagangan. Sektor-sektor tersebut sektoral pada sektor-sektor pertanian.
akan mengalami penurunan output

Tabel 4. Dampak Liberalisasi Perdagangan Sektor Pertanian


terhadap Sektoral Ekonomi Indonesia

Sumber: Hasil pengolahan data

Keterangan:
Sim 2: Skenario Liberalisasi Perdagangan untuk Komoditas Pertanian sebesar 70 Persen
untuk Negara Maju dan 36 Persen untuk Negara Berkembang
Sim 3: Skenario Liberalisasi Perdagangan untuk Komoditas Pertanian sebesar 100 Persen
untuk Negara Maju dan Negara Berkembang

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 141


Sementara itu, full liberalization grains nec (maize); vegetables,
memberikan arah efek yang ekuivalen fruit, nuts; sugar cane, sugar beet;
dengan skema liberalisasi perdagangan cattle,sheep,goats,horses; raw milk; dan
WTO dengan respon yang lebih elastis. meat juga menyebabkan menurunnya
Hal ini ditunjukkan oleh komoditas permintaan terhadap modal (capital) dan
pertanian yang memberikan respon tenaga kerja terampil (skilled) dan tidak
positif dalam peningkatan output terampil (unskilled) di sektor pertanian,
secara konsisten dengan output bahkan di beberapa sektor non-pertanian
multiplier antara 250 sampai dengan seperti oilseed dan leather products,
350 persen. Sebagai contoh, kenaikan Turunnya nilai output dan ekspor serta
output vegetable oil and fats meningkat meningkatnya impor akan mengurangi
dari 1,87 menjadi 6,61 persen (Tabel 4) penyerapan tenaga kerja di sektor
akibat peningkatan status liberalisasi pertanian. Hal ini akan meningkatkan
perdagangan komoditas pertanian dari pengangguran dan menurunkan tingkat
skenario 2 (liberalisasi perdagangan pendapatan dan daya beli masyarakat
komoditas pertanian sebesar 70 persen yang pada akhirnya akan menurunkan
untuk negara maju dan 36 persen kesejahteraan sebagian besar
untuk negara berkembang) menjadi masyarakat. Dalam jangka panjang,
full liberalization. Respon market price ketergantungan Indonesia pada sektor
dalam skema liberalisasi perdagangan pertanian primer seharusnya dikurangi
mengilustrasikan bahwa secara dengan adopsi teknologi pengolahan
umum tekanan food inflation di level produk pertanian.
komoditas pertanian Indonesia akan Secara teori apabila terjadi
menurun meskipun beberapa komoditas penurunan jumlah barang yang diproduksi
menunjukkan respon penurunan output, (output), maka akan menyebabkan
sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah tenaga kerja yang
peningkatan purchasing power di level diminta, mengingat permintaan tenaga
mikro dan rumahtangga. kerja adalah permintaan turunan
(derived demand) dari permintaan
Dampak Liberalisasi Perdagangan output. Penurunan permintaan terhadap
Sektor Pertanian terhadap Penyerapan tenaga kerja tercermin dalam penurunan
Tenaga Kerja Sektoral Indonesia penyerapan terhadap tenaga kerja
Secara konseptual, ekspansi terlatih dan tenaga kerja tidak terlatih.
output sektoral mendorong peningkatan Hasil simulasi menunjukkan
permintaan tenaga kerja. Dengan bahwa penyerapan tenaga kerja di
demikian, rekruitmen terhadap tenaga hampir keseluruhan sektor pertanian
kerja baik yang terlatih maupun tidak mengalami penurunan kecuali rice dan
terlatih akan meningkat. Peningkatan cereal grain yang memang merupakan
permintaan tenaga kerja dalam sektor yang menampung banyak tenaga
kondisi suplai tenaga kerja yang tetap kerja di Indonesia (Tabel 5). Namun,
akan mendorong peningkatan upah. liberalisasi perdagangan sektor pertanian
Namun, dengan kondisi mayoritas tidak mempengaruhi penyerapan tenaga
output di sektor pertanian yang bernilai kerja di sektor manufaktur (manufacture)
negatif, maka penurunan output di seperti food and beverage, mining, oil
sektor-sektor pertanian seperti cereal and gas, manufacturing products, dan

142 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


vegetable oils and fats yang ditunjukkan asal impor yang mengakibatkan produk
oleh tetap terjadinya peningkatan pertanian domestik tidak mampu
penyerapan tenaga kerja pada sektor- bersaing di dalam negeri. Fenomena
sektor tersebut. penurunan penyerapan tenaga kerja
Terjadinya peningkatan penye- di sektor pertanian di satu sisi, dan
rapan tenaga kerja di sektor manufaktur peningkatan penyerapan tenaga
diduga karena terjadi realokasi sumber kerja di sektor manufaktur di sisi lain,
daya input atau faktor produksi dari akan berimplikasi pada meningkatnya
sektor pertanian ke sektor manufaktur urbanisasi karena sektor manufaktur di
akibat tekanan dari produk pertanian Indonesia terkonsentrasi di perkotaan.

Tabel 5. Dampak Skenario Liberalisasi Perdagangan Sektor


Pertanian terhadap Kondisi Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia

Sumber: Data Diolah

Keterangan:
Sim 2 : Skenario Liberalisasi Perdagangan untuk Komoditas Pertanian sebesar 70
Persen untuk Negara Maju dan 36 Persen untuk Negara Berkembang
Sim 3 : Skenario Liberalisasi Perdagangan untuk Komoditas Pertanian sebesar 100
Persen untuk Negara Maju dan Negara Berkembang
UnSkLab: Unskilled Labor; SkLab: Skilled Labor

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 143


KESIMPULAN dapat merespon peluang libe-
ralisasi perdagangan. Hasil
Kesimpulan
simulasi memperlihatkan bahwa
Berdasarkan hasil simulasi dan
terdapat keterkaitan positif antara
analisis dampak liberalisasi perdaga-
liberalisasi perdagangan sektor
ngan sektor pertanian terhadap kondisi
makro ekonomi di negara produsen pertanian dan investasi di China,
dan importir komoditas pertanian Philipina, Bangladesh, dan Brazil,
serta dampaknya terhadap sektoral sedangkan di negara lainnya
ekonomi Indonesia diperoleh beberapa termasuk Indonesia hal tersebut
kesimpulan sebagai berikut: tidak terjadi.
1. Liberalisasi perdagangan sektor 5. Hasil simulasi menunjukkan
pertanian diprediksi hanya bahwa sektor gandum, minyak dan
akan berdampak relatif kecil lemak (dimana CPO tergabung
pada peningkatan PDB rill yaitu di dalamnya), pertanian lainnya
kurang dari satu persen baik bagi serta padi dan beras adalah sektor
negara maju maupun negara yang sangat responsif terhadap
berkembang. kebijakan liberalisasi perdagangan
2. Liberalisasi perdagangan sektor sektor pertanian.
pertanian akan memberikan 6. Liberalisasi perdagangan sektor
keuntungan bagi negara maju pertanian berdampak negatif ter-
seperti Amerika Serikat, Rusia, dan hadap output sektor pertanian
EU karena akan meningkatkan Indonesia, tetapi menyebabkan
output atau produksi sektor peningkatan output di sektor
pertanian mereka, meningkatkan manufaktur. Hal ini diduga karena
penyerapan tenaga kerja, dan terjadi realokasi sumber daya input
menurunkan PDB deflator atau atau faktor produksi dari sektor
menurunkan tingkat inflasi di pertanian ke sektor manufaktur.
wilayah tersebut.
3. Penurunan tarif pada komoditas Implikasi Kebijakan
pertanian akan memberikan 1. Pemerintah Indonesia harus mem-
kerugian bagi negara berkembang proteksi sektor pertanian dari
seperti Indonesia, Pakistan, dan tekanan liberalisasi perdagangan
Bangladesh karena meningkatnya sektor pertanian dalam kerangka
PDB deflator atau tingkat inflasi WTO agar terhindar dari potensi
yang relatif tinggi. kerugian akibat liberalisasi ter-
4. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sebut.
kebijakan liberalisasi perdagangan 2. Pemerintah harus menciptakan
sektor pertanian berpotensi untuk iklim usaha yang kondusif di
meningkatkan laju pertumbuhan sektor pertanian dan menyediakan
impor lebih cepat daripada ekspor. infrastruktur pendukung yang baik
Dengan demikian, bagi Indonesia, agar Indonesia bisa memperoleh
isu sentral yang harus dicermati manfaat dari liberalisasi per-
mengenai kinerja perdagangan dagangan sektor pertanian,
adalah sejauh mana kekuatan berupa peningkatan investasi
penawaran ekspor Indonesia seperti yang terjadi di beberapa

144 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


negara berkembang seperti China, Dixon PB, Parmenter BR, Sutton J,
Philipina, Bangladesh, dan Brazil. Vincent DP. (1982). ORANI:
A Multi-sectoral Model of the
Australian Economy. North-
DAFTAR PUSTAKA Holland, Amsterdam.
Asiedu, E. (2002). On the Determinants Dunn, R.M. (2000). International
of Foreign Direct Investment to Economics. Fith Edition. Rout-
Developing Countries : Is Africa ledge, New York.
Different?. World Development,
Ellwood, W. (2002). The No-Nonsense
30(1), pp. 107-119.
Guide to Globalization. New
Bauhrer T, Mauro FD. (1995). Internationalist Publication: Ox-
Computable general equilibrium ford.
model as a tools for policy analysis
FAO. (2010). FAO Statistical Year Book.
in developing countries: Some
Rome.
basic principles and empirical
application. Banca D”talia, Rome. Fukunari, K. (2003). Construction of
FTA networks in East Asia. Japan
Carr, D. L., J. R. Markusen, and K. E.
Review of International Affairs.
Maskus. (2004). Competition
Vol. 17/3: 168-84.
for Multinational Investment in
Developing Countries: Human GTAP. (2011). GTAP History. www.gtap.
Capital, Infrastructure and agecon.purdue.edu, diunduh pada
Market Size, in Challenges to tahun 2011
Globalization: Analyzing the
Hardono, G.S., P.S Handewi, dan S.H
Economics - books.google.com.
Suhartini. (2004). Liberalisasi
Cheng Leonard K. and Yum K. Perdagangan: Sisi Teori, Dampak
Kwan. (2000). What are the Empiris dan Perspektif Ketahanan
determinants of the location of Pangan. Forum Penelitian Agro
foreign direct investment? The Ekonomi, 22(2): 75-88.
Chinese experience. Journal of
Hertel, Thomas W dan Huff Karen M.
International Economics, 51(2) ,
(2000). Decomposing Welfare
pp. 379-400.
Changes in the GTAP Model.
Badan Pusat Statistik. (2009). Statistik GTAP Technical Paper No. 5.
Indonesia 2009. ISSN : 0126- Cambridge University Press, New
2912. Badan Pusat Statistik York.
Republik Indonesia, Jakarta.
Horridge JM, Parmenter BR, and
Dixix, PT., Josling, and D. Blandford. Pearson KR. (1993). ORANI-F: A
(2001). The Current WTO General Equilibrium Model of the
Agriculture Negotiations: Option for Australian Economy. Economic
Progress, Syntesis. International and Financial Computing 3 (2)
Agricultural Trade Research (Summer): 71-140
Consortium Commissioned paper
Horridge M. (2000). ORANI-G: A
No. 18.
General Equilibrium Model of the

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 145


Australian Economy. Center of Oktaviani, R dan E. Puspitawati. (2008).
Policy Studies and Impact Project Teori, Model, dan Aplikasi GTAP
Preliminary Working Paper No. (Global Trade Analysis Project)
OP-93. Monash University, di Indonesia. Departemen Ilmu
October. http//www.monash.edu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan
au./policy/elecpapr/op-93.htm. Manajemen, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Horridge M. (2002). ORANIG-RD: A
Recursive Dynamic Version of Oktaviani, R. Widyastutik, dan S.
ORANIG. http//www.monash.edu Amaliah. (2010). Manfaat dan
au./policy/oranig.htm. Biaya Pendirian Kawasan
Perdagangan Bebas ASEAN
Joseph, E., Stiglitz, and A. Charlton.
China Terhadap Ekonomi Makro
(2005). Fair Trade For All, How
dan Sektoral Indonesia. Makalah
Trade can Promote Development,
dipresentasikan pada FGD Kajian
Oxford University Press, Oxford,
Dampak Persaingan Usaha
hal. 171-260
Terkait dengan Pelaksanaan
Khor, M. (2000). Globalization and The ACFTA. Kerjasama Universitas
South. Some Critical Issues, Third Airlangga dan KPPU. Surabaya,
World Network: Penang Malaysia. 23 September 2010.
Krueger, A.O. (1999). Are Preferential Oktaviani. R, Iman S, and Anny R.
Trading Arrangements Trade- (2003). Bank Restructuring and its
Liberalizing or Protectionist? Implication on Indonesian Macro
Journal of Economic Prespectives, Economy and Agriculture Sector.
13(4): 105-124. The AARES Conference Paper,
Perth Australia.
Krugman, R.P., Obstfeld, M. 2000.
International Economics, Oktaviani. R, Sahara, Dwi H, dan
Theory and Policy. Fifth Edition. Arman D. (2006). Analisis
Pearson Adison Wesly, Pearson Dampak Perubahan Variabel
International Edition. USA. Ekonomi terhadap Sektor Industri.
Departemen Perindustrian RI,
Mai, Pham Hoang. (2002). Regional
Jakarta.
economic development and
foreign direct investment flows in OECD. (2002). Agriculture and Trade
Vietnam, 1988–1998. Journal of Liberalization: Extending the
the Asia Pacific Economy 7(2): Uruguay Round Agreement.
182–202. Organization for Economic
Cooperation and Development.
Michalak, W. dan Gibb, R. (1997).
Paris.
Trading Blocs and Multilateralism
in the World Economy. Analysis Rahmanto Bambang. (2005). Dampak
of the Association of American Liberalisasi Perdagangan Global
Geographers. Vol. 87. No. 2. dan Perubahan Kondisi Ekonomi-
Oxford: Association of American Politik Domestic terhadap Dina-
Geographers, 1997. 264-297. mika Perdagangan Luar Negeri

146 - Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011


Kelompok Komoditas Berbasis Simatupang, P. (2004). Justifikasi dan
Pertanian di Indonesia. Pusat Metode Penetapan Komoditas
Penelitian dan Pengembangan Strategis. Pusat Penelitian dan
Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Pengembangan Sosial Ekonomi
Litbang Pertanian, Jakarta. Pertanian. Bogor.
Salvatore, D. (1997). Ekonomi Suryana, A. (2004). Arah, Strategi dan
Internasional. Haris Munandar Program Pembangunan Pertanian
[Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. 2005–2009. Makalah disampaikan
dalam Seminar Nasional Badan
Sawit, M.H. (2001). WTO dan Nasib
Penelitian dan Pengembangan
Negara Miskin. Medium 65, 12 –
Pertanian. Bogor, 4 Agustus
26, April.
2004.
Sawit, M.H. (2003). The Development
Yeah KL, Yanogida JF, Yamauchi H.
of the WTO agreement of
(1994). Evaluation Of External
Agriculture: Harbonson Proposal
Market Effects And Government
and Indonesian need. Paper
Intervention In Malaysia’s
presented in Road to Cancun:
Agicultural Sector: A computable
Indonesian preparation to the next
general equilibrium framework.
WTO Agreement. Jakarta.
Journal of Agricultural Economic
Research 11 (2): 237-256.

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 5 No. 2, Desember 2011 - 147

Anda mungkin juga menyukai