Anda di halaman 1dari 15

Nama : Sheiren M mamuko

Nim : 17061031
Kelas : Rabu 08.00 – 09.40

Peran Perawat Dalam Tanggap Darurat Bencana Tanah Longsor

A. Latar Belakang

Tanah longsor adalah salah satu bencana alam yang telah memberikan banyak dampak sosial
dan ekonomi pada masyarakat seperti rusaknya sarana umum, transportasi dan
telekomunikasi bahkan tidak sedikit menelan banyak korban jiwa oleh karena itu, dibutuhkan
suatu langkah mitigasi bencana supaya dampak dari adanya bencana longsor dapat di
minimalisir. Seperti halnya bencana geologi lain, tanah longsor sangat sulit untuk diprediksi
dan bisa kapan saja terjadi namun tanah longsor ditimbulkan bukan hanya karena gejala
geologi tapi ada ulah campur tangan manusia juga menjadi salah satu pemicu adanya
longsoran tanah. Beberapa faktor geologi yang dapat menimbulkan longsoran tanah
diantaranya: hujan, tanah yang kurang padat atau kuat, lereng yang terjal, getaran dan
tersebarnya zona jenuh air di bawah permukaan.
Menurut Sitorus (2006), longsor dapat diartikan sebagai suatu bentuk erosi yang
pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat yang relatif pendek dalam
volume (jumlah) yang sangat besar.Longsorlahan adalah perpindahan material pembentuk
lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material lainnya yang bergerak kebawah
atau keluar lereng (Nandi, 2007).

Pada prinsipnya longsoran tanah terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar
dibandingkan dengan gaya penahan. Gaya penahan pada umumnya dipengaruhi oleh
kekuatan batuan dan kepadatan tahnah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh
bersarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan tanah longsor adalah: hujan, tanah terjal, tanah yang kurang padat, batuan yang
kurang kuat, getaran, surut muka air danau atau bendungan, adanya beban tambahan,
pengikisan/erosi, adanya material timbbunan pada tebing, bekas longsoran lama, adanya
bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung), penggundulan hutan, daerah pembuangan
sampah (ESDM 2007).

Bencana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja di seluruh penjuru dunia. Bencana
dapat berdampak kepada individu, keluarga dan komunitas. Bencana adalah gangguan serius
yang mengganggu fungsi komunitas atau penduduk yang menyebabkan manusia mengalami
kerugian, baik kerugian materi, ekonomi atau kehilangan penghidupan yang mana
berpengaruh terhadap kemampuan koping manusia itu sendiri (International Strategy for
Disaster Reduction [ISDR], 2009).
Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana,
baik disebabkan oleh kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan
gunung berapi, banjir, angin putting beliung dan kekeringan, maupun yang disebabkan oleh
ulah manusia dalam pengolahan sumber daya dan lingkungan (contohnya kebakaran hutan,
pencemaran lingkungan, kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, dan tindakan teror
bom) serta konflik antar kelompok masyarakat (Departemen Kesehatan [DepKes], 2006).
Bencana memiliki dampak yang sangat merugikan manusia. Rusaknya sarana dan
prasarana fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, pelayanan kesehatan, sekolah,
tempat ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain-lain) hanyalah sebagian kecil dari dampak
terjadinya

Jenis – Jenis Tanah Longsor


Menurut Nandi (2007) mengklasifikasikan longsorlahan menjadi enam jenis sebagai berikut.

1. Longsor Translasi
Jenis longsoran ini berupa gerakan massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
merata atau menggelombang landai.

2. Longsoran Rotasi

Jenis ini merupakan bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
cekung

3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk
rata.
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batuan terjadi ketika sejumlah besar batuan atau mineral lain bergerak ke bawah
dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung
terutama di daerah pantai.

5. Rayapan Tanah

Rayapan tanah adalah jenis longsor yang bergerak lambat. Longsor jenis rayapan ini bisa
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon atau rumah miring ke bawah.

B. Literature review

a. tanah longsor menurut para ahi

1. Arsyad, S. (2010, hlm. 53) mengemukakan bahwa longsor dapat terjadi apabila tiga
keadaan terpenuhi, yaitu (1) lereng yang cukup curam, (2) terdapat lapisan di bawah
permukaan tanah yang kedap air dan lunak sebagai bidang luncur, dan (3) terdapat
cukup air dalam tanah, sehingga lapisan tanah tepat di atas lapisan kedap air menjadi
jenuh. Peristiwa alam ini dapat berubah menjadi bencana longsor, makalah tanah
longsor tersebut menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda.
2. Skempton dan Hutchinson (1969), tanah longsor atau gerakan tanah didefinisikan
sebagai gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng
akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan peyusun lereng tersebut.
3. Varnes (1978) mengusulkan terminologi gerakan lereng (slope movement) yang
dianggap lebih tepat untuk mendifinisikan longsoran yaiitu sebagai gerakan material
penyusun lereng ke arah bawah atau keluar lereng di bawah pengaruh gravitasi bumi.
4. . Brunsden (1984) mengusulkan gerakan massa (mass movement) yang dianggap
lebih tepat dipakai dalam mendefinisikan proses gerakan massa penyusun lereng,
daripada istilah longsoran (landslide) yang lebih popular dikenal di masyarakat.
5. Arsyad (1989) mengemukakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya
suatu volume di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Dalam hal ini
lapisan terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi dan juga dapat
berupa lapidan batuan seperti napal liat (clay shale) setelah jenuh air akan bertindak
sebagai peluncur.
6. Crudden (1991) mendifinisikan longsoran (landslide) sebagai pergerekan suatau
massa batuan , tanah atau bahan rombakan, material penyusun lereng (yang
merupakan pencampuran tanah dan batuan) menuruni lereng.Namun sebelumnya.
7. Brook dkk. (1991) mengatakan bahwa tanah longsor adalah selah satu bentuk dari
gerak massa tanah, batuan, dan runtuhan batuan/tanah yang terjadi seketika yang
bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan oleh gaya gravitasi dan meluncur
dari atas suatu lapisan kedap yang jenuhair (bidang luncur). Oleh Karena itu tanah
longsor dapat juga dikatakan sebagai bentuk erosi.
8. Selby (1993) menjelaskan bahwa longsoran (landslide) hanya tepatditerapkan pada
proses pergerakan massa yang melalui suatu bidanggelincir (bidang luncur) yang
jelas.
9. Karnawati (2005) sebenarnya longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa
tanah ataupun batuan ataupun bahan rombakan yangmenuruni lereng.

b. Peran perawat dalam bencana

1. (Al Khalaileh, Bond, & Alasad, 2012). Xu & Tzeng (2016) mengatakan bahwa
korban massal yang diakibatkan oleh bencana dapat menyebabkan gangguan pada
pelayanan kesehatan. Untuk mengurangi dampaknya, maka perlu meningkatkan
kepedulian terhadap bencana melalui tindak penyelamatan dan pertolongan
bencana. Tindakan tersebut bertujuan untuk memberikan tanggap darurat yang
efektif dan difokuskan pada pertolongan serta bantuan sementara untuk membantu
korban segera setelah bencana terjadi
2. (Arbon dkk, 2013)mengatakan bahwa Perawat IGD yang berperan penting dalam
tim penyelamatan saat bencana, secara terus menerus berjuang di garis depan
operasi penanggulangan bencana. Persiapan perencanaan penanggulangan
bencana yang baik adalah kunci dari penanggulangan bencana yang efektif.
Derajat kesiapan perawat IGD dalam menghadapi bencana secara langsung
berhubungan dengan sukses atau tidaknya keperawatan bencana yang mana
berpengaruh besar terhadap respon dan penyembuhan korban bencana di rumah
sakit.
3. (FitzGerald dkk, 2010). Menhatakan bahwa IGD adalah garis depan dari respon
bencana rumah sakit. IGD adalah titik kontak pertama untuk semua pasien yang
memerlukan perawatan di rumah sakit. Perawat IGD memiliki tanggung jawab
utama untuk penilaian pasien, triase, dan pengobatan. Perawat harus mampu
memberikan penanganan yang cepat, tepat dan aman serta dapat diakses secara
mudah untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
4. (Daily, Padjen  Birnbaum, 2010). Mengatakan bahwa Perawat harus memiliki
kompetensi untuk bisa beradaptasi dengan situasi bencana. Kompetensi berarti
tindakan nyata pada peran tertentu dan situasi tertentu. Kompetensi dijelaskan
juga sebagai kombinasi dari pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang
dibutuhkan dalam sebuah pekerjaan,
5. Pesiridis, Sourtzi, Galanis  Kalokairinou (2015) mengatakan bahwa pengetahuan
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan apakah perawat di rumah
sakit bersedia untuk memberikan perawatan. Pengetahuan perawat tentang peran
mereka dalam bencana, serta ketersediaan atau kemampuannya untuk
meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan dan pelatihan tanggap bencana
juga mempengaruhi keinginan bekerja disituasi bencana. Perawat membutuhkan
pengetahuan yang tepat sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat
tentang bekerja selama bencana.
6. (Hope dkk, 2010). Mengatakan Selain pengetahuan, keterampilan juga merupakan
aset penting dalam manjemen bencana. Keterampilan dapat diperoleh melalui
pengalaman, baik itu pengalaman melalui latihan simulasi maupun bekerja dalam
situasi nyata. Penelitian membuktikan bahwa latihan simulasi dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan perawat mengenai manjemen bencana secara
efektif, dapat dikerjakan dengan mudah dan memiliki efek jangka panjang yang
kuat terhadap pengetahuan dan keterampilan perawat. Kurangnya keyakinan akan
keterampilan dan pengetahuan seseorang telah disebut-sebut sebagai alasan tenaga
kesehatan untuk tidak bekerja selama bencana.
7. Hammad, Arbon., Gebbie,  Hutton (2012) mengatakan bahwa kesiapan perawat
bekerja dalam situasi bencana berhubungan dengan persepsi perawat itu sendiri
mengenai seberapa jauh kesiapannya dan upaya-upaya persiapan yang telah
dilakukan. Namun beberapa penelitian menunjukkan perawat masih memiliki
tingkat kesiapan yang rendah dalam menghadapi bencana.

C. Pembahasan

perawat perlumempersiapkan diri dengan memiliki pengetahuan dasar serta keterampilan


untuk menghadapi bencana. Dengan demikian, perawat bertanggung jawab untuk mencapai
peran dan kompetensi mereka dalam semua tahap bencana, terutama pada fase respon atau
tanggap darurat yang meliputi peringatan, mobilisasi, dan evakuasi adalah tanggung jawab
pertama yang dicapai. Kemudian, menilai masalahkesehatan korban dan pelaporan data ke
instansi pemerintah terkait harus dilakukan dalam rangka untuk memberikan dan
menstabilkan kondisi kesehatan korban bencana.

(Al Khalaileh, Bond, & Alasad, 2012). Xu & Tzeng (2016) mengatakan bahwa
korban massal yang diakibatkan oleh bencana dapat menyebabkan gangguan pada
pelayanan kesehatan. Untuk mengurangi dampaknya, maka perlu meningkatkan
kepedulian terhadap bencana melalui tindak penyelamatan dan pertolongan bencana.
Tindakan tersebut bertujuan untuk memberikan tanggap darurat yang efektif dan
difokuskan pada pertolongan serta bantuan sementara untuk membantu korban segera
setelah bencana terjadi.
(Arbon dkk, 2013)mengatakan bahwa Perawat IGD yang berperan penting
dalam tim penyelamatan saat bencana, secara terus menerus berjuang di garis depan
operasi penanggulangan bencana. Persiapan perencanaan penanggulangan bencana
yang baik adalah kunci dari penanggulangan bencana yang efektif. Derajat kesiapan
perawat IGD dalam menghadapi bencana secara langsung berhubungan dengan
sukses atau tidaknya keperawatan bencana yang mana berpengaruh besar terhadap
respon dan penyembuhan korban bencana di rumah sakit.

Selain itu, Phang & Sunshine (2010) menyatakan ketidaksiapan perawat dalam
memberikan perawatan akan berdampak pada perawatan kesehatan langsung pada
korban, menyebabkan trauma massal dan agen infeksius. Oleh karena itu, kesiapan
perawat penting untuk menghadapi kedaruratan bencana.
Kejadian bencana biasanya diikuti dengan timbulnya korban manusia maupun
kerugian harta benda. Terdapatnya korban manusia akan menyebabkan kerawanan
status kesehatan pada masyarakat yang terkena bencana dan masyarakat yang berada
disekitar daerah bencana. Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya
penanggulangan bencana adalah kurangnya sumber daya manusia kesehatan yang
dapat difungsikan dalam penanggulangan krisis akibat bencana. sehingga upaya
penanggulangan menjadi terhambat (Depkes, 2006).
RSUP Dr. M. Djamil Padang sebagai rumah sakit milik pemerintah dengan tipe A
merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera Barat. RSUP Dr. M. Djamil Padang
sendiri pada waktu gempa 30 September 2009 mengalami kerusakan parah, namun
masih menjadi rumah sakit rujukan bagi beberapa rumah sakit lain di Sumatera Barat.
Banyaknya korban berdatangan untuk mendapatkan pertolongan serta sebagian
bangunan rusak menyebabkan pasien terpaksa diinapkan diluar ruangan (TV One,
2009). Perawat IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang saat ini berjumlah sebanyak 35
orang dengan pendidikan bervariasi mulai dari SPK, D3, dan S1.
RSUP Dr. M. Djamil sudah memiliki pedoman perencanaan penyiagaan bencana
rumah sakit dengan tujuannya yaitu untuk menekan timbulnya cedera, penderitaan,
dan kematian yang diakibatkan bencana dan memberikan pelayanan berkualitas bagi
pasien rumah sakit. RSUP Dr. M Djamil melibatkan tenaga perawat untuk mengikuti
pelatihan kebencanaan dan simulasi bencana. Hal ini dilakukan sebagai persiapan
bagi perawat agar memiliki kesiapan dalam kegawatdaruratan bencana. Kegiatan
latihan simulasi bencana rutin dilakukan minimal setahun sekali.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 9 Mei 2017 di IGD RSUP
Dr. M.Djamil Padang dengan melakukan wawancara kepada lima orang perawat didapatkan
data bahwa 60% perawat mengetahui sistem penanggulangan bencana rumah sakit, 40%
sudah pernah mengikuti pelatihan kebencanaan, sebanyak 60% perawat mengatakan siap
untuk bekerja saat bencana. Sebanyak 40% perawat mengatakan memiliki keinginan untuk
bekerja dalam situasi bencana. Namun saat terjadi banjir yang melanda kota Padang 30 Mei
2017 lalu, 30% perawat tidak hadir dinas pada hari itu.
Berdasarkan fenomena tersebut peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui
“Hubungan Pengetahuan, Keterampilan dan Kesiapan Perawat dengan Keinginan
untuk Bekerja dalam Situasi Bencana di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang”.
Perawatan di rumah sakit - Mengukur kapasitas perawatan rumah sakit.
- Lokasi perawatan di rumah sakit Hubungan dengan
- Perawatandilapangan
- Arus pasien ke RS harus langsung dan terbuka.
- Arus pasien harus cepat dan langsung menuju RS, harus
ditentukan,
- tempat tidur harus tersedia di IGD, OK, ruangan dan ICU.
RHA : Menilai kesehatan secara cepat melalui pengumpulan informasi cepat dengan
analisis
besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhan untuk
tindakan
penanggulangan segera.

Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana:


- Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari.
- Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian.
- Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan
kesehatan di RS.
- Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.
- Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan
kesehatan.
- Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakitmenular maupun
kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi
dengan perawat jiwa.
- Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang
ditunjukkan dengan seringnya menangis danmengisolasi diri) maupun reaksi
psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan
otot).
- Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan
memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.
- Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater.
Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

Menurut Barbara santamaria (1995),ada tiga fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu fase
pre impact,impact,dan post impact
1.   Fase pre impact  merupakan warning phase,tahap awal dari  bencana.Informasi
didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca.Seharusnya pada fase inilah
segala persiapan dilakukan dengan baik oleh pemerintah,lembaga dan masyarakat.
2.   Fase impact Merupakan fase terjadinya klimaks bencana.inilah saat-saat dimana
manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup.fase impact ini terus
berlanjut hingga tejadi kerusakan dan bantuan-bantuan yang darurat dilakukan.
3.   Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari
fase darurat.Juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi
kualitas normal.Secara umum pada fase post impact para korban akan mengalami
tahap respons fisiologi mulai dari penolakan (denial),marah (angry),tawar –
menawar (bargaing),depresi (depression),hingga penerimaan (acceptance).

Berikut beberapa tnidakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi
tanggap bencana:
1.        Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan
kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas
pribadi dan umum,  yang mungkin akan menyebabkan isolasi tempat, sehingga
sulit dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban
saat itu  adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Perawat bisa turut andil dalam
aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan
profesional, ataupun juga melakukan pengobatan bersama perawat lainnya secara
cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun
bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai
dengan profesi keperawatan.
2.      Pemberian bantuan
Perawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan
menghimpun dana dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti
makanan, obat obatan, keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan
tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara langsung di lokasi bencana
dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu,  Hal yang harus difokuskan dalam
kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan yang
di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban
yang tidak mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk
ataupun tidak tepat sasaran.
3.    Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat
kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang
mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa
wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa pertumbuhan. Sehingga
apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan
gangguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam
penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang dapat
dilakukan oleh perawat. Pada orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan
sharing dan mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya
diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan
pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan mengembalikan keceriaan
mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang berada pada masa
bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak anak
tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya.
Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala.
4.    Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana
biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya
keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka miliki.
sehinnga banyak diantara mereka  yang patah arah dalam menentukan hidup
selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah
melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas
dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat melakukan
pelatihan pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan
instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan
masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya
kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.

Untuk mewujudkan tindakan diatas yang harus dimiliki oleh seorang perawat,
diantaranya:
1.      Perawatan harus memilki skill keperawatan yang baik.
Sebagai perawat yang akan memberikan pertolongan dalam penanaganan
bencana, haruslah mumpunyai skill keperawatan, dengan bekal tersebut perawat
akan mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan maksimal.
2.      Perawat harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian.
Pemulihan daerah bencana membutuhkan kepedulian dari setiap elemen
masyarakat termasuk perawat, kepedulian tersebut tercemin dari rasa empati dan
mau berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi bencana. Sehingga
dengan jiwa dan semangat kepedulian tersebut akan mampu meringankan beban
penderitaan korban bencana.
3.      Perawatan harus memahami managemen siaga bencana
Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda, segal hal yang
terkait harus didasarkan pada managemen yang baik, mengingat bencana datang
secara tak terduga banyak hal yang harus dipersiapkan dengan matang, jangan
sampai tindakan yang dilakukan salah dan sia sia. Dalam melakukan tindakan di
daerah bencana, perawat dituntut untuk mampu memilki kesiapan dalam situasi
apapun jika terjadi bencana alam. Segala hal yang berhubungan dengan peralatan
bantuan dan pertolongan medis harus bisa dikoordinir dengan baik dalam waktu
yang mendesak. Oleh karena itu, perawat harus mengerti konsep siaga bencana.

 Peran Perawat dalam Siklus Managemen Bencana


1. Fase Preimpact (sebelum), merupakanwarning phase , tahap awal dari bencana.
Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase
inilah segala persiapan dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga, dan warga
masyarakat. Saat ini perawat memiliki berbagai jalur pendidikan, mulai dari D3,
D4, S1, Spesialis, dan Master. Namun apa yang ditemui di lapangan masih ada
perawat yang bekerja tidak sesuai dengan keilmuannya. Bila perawat itu adalah S1
maka tugas utamanya adalah peneliti, bila D3 maka tugas utamanya adalah
perawat pelaksana. Posisi perawat sendiri dalam manajemen bencana fase ini
adalah sebagai tenaga medis formal yang bekerja dalam disiplin ilmunya atau
tenaga medis informal yang dapat sewaktu-waktu melayani masyarakat.
2. Fase Impact (Saat) merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-
saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase
impact ini terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan darurat
dilakukan.Posisi perawat  dalam manajemen bencana fase impact adalah sebagai
bagian dari komunitas dalam masyarakat yang mampu menjadikatalisator untuk
mengatasi persoalan medis dan non medis pertolongan bencana.
3. Fase Postimpact (Setelah) merupakan saat dimulainya perbaikan dan
penyembuhan dari fase darurat, juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha
kembali pada fungsi komunitas normal. Secara umum dalam fase postimpact ini
para korban akan mengalami tahap respon psikologis mulai penolakan, marah,
tawar-menawar, depresi hingga penerimaan.Posisi perawat fase ini adalah
sebagaiteam kesehatan yang bekerja sama dengan lintas sektoral lainnya
menangani masalah kesehatan dan sebagaimodeluntuk penyembuhan trauma
masyarakat pasca bencana.

Pelayanan Medis Bencana Berdasarkan Siklus Bencana


Pelayanan medis akan berubah dalam menanggulangi setiap siklus bencana
1. Fase Akut pada siklus bencana
Prioritas di lokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi dari lokasi
berbahaya ke tempat yang aman. 3 T (triage, treatment, dan transportation) penting
untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin. Pada fase ini juga dilakukan
perawatan terhadap mayat.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana
Fase perubahan pada lingkungan tempat tinggal. Pada fase ini harus memperhatikan
segi keamanan, membantu terapi kejiwaan korban bencana, membantu kegiatan untuk
memulihkan kesehatan hidup dan membangun kembali komunitas sosial
3. Fase tenang pada siklus bencana 
Fase tidak terjadi bencana, pada fase ini diperlukan pendidikan penanggulangan
bencana saat bencana terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan
melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan fasilitas peralatan
pencegahan bencana baik di daerah maupun fasilitas medis, serta membangun sistem
jaringan bantuan

Tzeng, dkk (2016) melaporkan bahwa mayoritas perawat di Taiwan memiliki


kesiapan yang buruk untuk berespon terhadap bencana.
Xu & Zeng (2016) juga melaporkan hal yang sama bahwa kesiapan perawat IGD
berespon terhadap bencana di China berada pada level medium dan perlu ditingkatkan
lagi. Tingkat kesiapan perawat yang rendah dalam bekerja disituasi bencana akan
memiliki dampak yang buruk bagi pelayanan kesehatan. Ketidaksiapan perawat
tersebut akan berdampak pada pasien, perawat maupun pelayanan kesehatan.
Menurut Ibrahim (2014) perawat yang tidak siap dalam memberikan pelayanan
saat bencana akan berdampak pada perawatan dan keselamatan pasien serta dapat
meningkatkan angka trauma dan kematian pada korban.
Kollek (2013) menyatakan perawat yang tidaksiap untuk bekerja saat bencana
berdampak pada pelayanan rumah sakit yang menurun dalam memberi perawatan dan
beban kerja perawat semakin meningkat.

D. Kesimpulan

Tanah longsor adalah salah satu bencana alam yang telah memberikan banyak
dampak sosial dan ekonomi pada masyarakat seperti rusaknya sarana umum,
transportasi dan telekomunikasi bahkan tidak sedikit menelan banyak korban jiwa
oleh karena itu, dibutuhkan suatu langkah mitigasi bencana supaya dampak dari
adanya bencana longsor dapat di minimalisir. Seperti halnya bencana geologi lain,
tanah longsor sangat sulit untuk diprediksi dan bisa kapan saja terjadi namun tanah
longsor ditimbulkan bukan hanya karena gejala geologi tapi ada ulah campur tangan
manusia juga menjadi salah satu pemicu adanya longsoran tanah. Beberapa faktor
geologi yang dapat menimbulkan longsoran tanah diantaranya: hujan, tanah yang
kurang padat atau kuat, lereng yang terjal, getaran dan tersebarnya zona jenuh air di
bawah permukaan.
Menurut Sitorus (2006), longsor dapat diartikan sebagai suatu bentuk erosi yang
pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat yang relatif pendek
dalam volume (jumlah) yang sangat besar.Longsorlahan adalah perpindahan material
pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material lainnya yang
bergerak kebawah atau keluar lereng (Nandi, 2007).

Arsyad, S. (2010, hlm. 53) mengemukakan bahwa longsor dapat terjadi apabila tiga
keadaan terpenuhi, yaitu (1) lereng yang cukup curam, (2) terdapat lapisan di bawah
permukaan tanah yang kedap air dan lunak sebagai bidang luncur, dan (3) terdapat
cukup air dalam tanah, sehingga lapisan tanah tepat di atas lapisan kedap air menjadi
jenuh. Peristiwa alam ini dapat berubah menjadi bencana longsor, makalah tanah
longsor tersebut menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda.
Skempton dan Hutchinson (1969), tanah longsor atau gerakan tanah didefinisikan
sebagai gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng
akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan peyusun lereng tersebut.
(FitzGerald dkk, 2010). Menhatakan bahwa IGD adalah garis depan dari respon
bencana rumah sakit. IGD adalah titik kontak pertama untuk semua pasien yang
memerlukan perawatan di rumah sakit. Perawat IGD memiliki tanggung jawab
utama untuk penilaian pasien, triase, dan pengobatan. Perawat harus mampu
memberikan penanganan yang cepat, tepat dan aman serta dapat diakses secara
mudah untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

perawat perlumempersiapkan diri dengan memiliki pengetahuan dasar serta


keterampilan untuk menghadapi bencana. Dengan demikian, perawat bertanggung
jawab untuk mencapai peran dan kompetensi mereka dalam semua tahap bencana,
terutama pada fase respon atau tanggap darurat yang meliputi peringatan, mobilisasi,
dan evakuasi adalah tanggung jawab pertama yang dicapai. Kemudian, menilai
masalahkesehatan korban dan pelaporan data ke instansi pemerintah terkait harus
dilakukan dalam rangka untuk memberikan dan menstabilkan kondisi kesehatan
korban bencana.

Referensi :

http://schoolar.unand.ac.id/30307/22.%20BAB%201%20PENDAHULUAN.pdf
https://id.scribd.com/document/275861552/pembahasan-peran-perawat-Dalam_Bencana
http://scholar.google.co.id/scholar_url?
url=https://ejournal.undip.ac.id/index.php/gp/article/download/10412/82990&hl=id&sa=X&e
i=cqN2X9nEA7XcywTH6bfYBG&scisig=AAGBfm1LmK0s3FdWGanSJKPll9cZD2E1qA
&nossl=1&oi=scholarr

Anda mungkin juga menyukai